Negara: Uni Eropa

  • Kanselir Jerman Sambut Raja Yordania, Bahas Jembatan Udara ke Gaza

    Kanselir Jerman Sambut Raja Yordania, Bahas Jembatan Udara ke Gaza

    Jakarta

    Menurut Kementerian Luar Negeri Yordania, pertemuan di Jerman akan difokuskan pada penguatan hubungan bilateral kedua negara serta pembahasan “perkembangan paling mendesak di kawasan.”

    Pertemuan ini berlangsung sehari setelah kanselir Friedrich Merz menyampaikan bahwa pemerintah Jerman ingin membentuk jembatan udara guna mempercepat pengiriman bantuan ke Gaza.

    “Kami tahu bahwa ini hanya akan menjadi bantuan yang sangat kecil bagi rakyat di Gaza,” kata Merz pada Senin, seraya menambahkan, ini adalah “kontribusi yang dengan senang hati kami berikan.”

    Yordania sendiri telah berperan sebagai pusat distribusi bantuan dan pasokan, termasuk menjatuhkan makanan melalui udara ke Gaza dalam dua hari terakhir, menyusul pengumuman Israel tentang “jeda taktis” dalam pertempuran melawan kelompok militan Palestina, Hamas, yang juga diklasifikasikan sebagai organisasi teroris oleh Israel, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.

    Desakan dari komunitas internasional agar Israel bertindak lebih jauh dalam menangani krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza, terus meningkat. Perserikatan Bangsa-Bangsa, Organisasi Kesehatan Dunia, dan berbagai lembaga bantuan memperingatkan, banyak warga sipil di Gaza kini menghadapi ancaman kelaparan.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan pada Minggu, “tidak ada kelaparan di Gaza,” namun sehari kemudian, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyanggah pernyataan tersebut. Trump menegaskan, ada “kelaparan nyata” di wilayah yang terkepung itu, dan bahwa “kita harus memberi makan anak-anak.”

    Tiga dari empat warga Jerman ingin Berlin tekan Israel

    Sementara itu, sekitar tiga perempat warga Jerman menginginkan pemerintah federal memberikan tekanan lebih kepada Israel, untuk menangani situasi kemanusiaan yang memprihatinkan di Gaza.

    Hasil survei menunjukkan adanya perbedaan sikap yang signifikan berdasarkan afiliasi politik: sekitar 94% pemilih Partai Kiri (Die Linke) dan 88% pemilih Partai Hijau mendukung penekanan lebih terhadap Israel.

    Adapun di kalangan pendukung partai-partai besar pemerintahan seperti CDU/CSU (kanan tengah) dan SPD (Sosial Demokrat, kiri tengah), sebanyak 77% ingin pemerintah Jerman melakukan upaya lebih serius, agar Israel meringankan krisis kemanusiaan yang sedang terjadi dan mengakhiri perang.

    Penolakan terkuat terhadap peningkatan tekanan diplomatik terhadap Israel, datang dari pendukung partai sayap kanan ekstrem AfD (Alternative für Deutschland), di mana 37% menentang gagasan tersebut. Meskipun begitu, mayoritas—yakni 61% pemilih AfD—masih mendukung sikap yang lebih tegas dari pemerintah Jerman terhadap Israel.

    Sebagai salah satu pendukung terkuat Israel di kancah internasional, Jerman menegaskan bahwa perlindungan terhadap keamanan dan eksistensi negara Israel adalah bagian dari raison d’etat atau “dasar pendirian negara” Jerman.

    Jerman bantah keretakan koalisi

    Kepala Kantor Kekanseliran Jerman, Thorsten Frei, membantah kekhawatiran soal adanya perpecahan dalam pemerintahan koalisi Jerman, terkait posisi negara itu terhadap Israel.

    Pernyataan tersebut muncul setelah Jerman memutuskan untuk tidak bergabung dengan puluhan negara Barat lainnya, dalam menandatangani pernyataan yang mengecam “pembunuhan tidak manusiawi” terhadap warga sipil Palestina di Gaza pada Senin lalu.

    Frei, yang merupakan tangan kanan Kanselir Friedrich Merz, menegaskan mitra-mitra dalam koalisi tetap bersatu dalam tujuan mereka terkait situasi di Gaza, meski terdapat perbedaan pandangan mengenai cara mencapainya.

    “Tidak ada selembar kertas pun yang memisahkan para mitra koalisi,” kata Frei kepada penyiar publik Jerman, ZDF. “Tentu saja, Anda bisa memiliki pandangan berbeda soal bentuk dan jalan menuju tujuan bersama.”

    Tokoh-tokoh terkemuka dari Partai Sosial Demokrat (SPD), mitra koalisi junior dari partai Merz, Uni Kristen Demokrat (CDU), Selasa (29/7) mendesak pemerintah agar bergabung dalam deklarasi bersama yang telah ditandatangani oleh 28 negara, termasuk Prancis, Italia, dan Inggris, serta oleh Komisi Eropa, lembaga eksekutif Uni Eropa.

    Deklarasi itu menyerukan penghentian segera perang di Gaza, dan mengutuk tindakan militer Israel. Namun, sejauh ini Jerman menolak untuk turut menandatanganinya.

    Frei membela posisi pemerintah, dengan alasan bahwa deklarasi tersebut tidak memberikan kejelasan dalam mengurutkan kronologi peristiwa. “Harus ditegaskan bahwa titik awal perang ini adalah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, dan bahwa Hamas masih menyandera orang-orang,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa Jerman tetap memiliki “banyak saluran komunikasi” dengan pemerintah Israel.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Agus Setiawan


    (ita/ita)

  • Jawa Tengah Tawarkan 15 Proyek Siap Investasi, dari Pangan hingga Energi Hijau – Page 3

    Jawa Tengah Tawarkan 15 Proyek Siap Investasi, dari Pangan hingga Energi Hijau – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Jawa Tengah menawarkan 15 proyek siap diinvestasikan, yang sudah dipetakan ke dalam dokumen Investment Project Ready to Offer (IPRO). Sebagian besar di antaranya berasal dari sektor pangan dan energi hijau, atau energi baru terbarukan (EBT).

    Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi mengatakan, dirinya telah berdiskusi dengan Uni Eropa agar mau menyuntikkan investasinya di proyek-proyek tersebut.

    “Saya sudah ketemu Uni Eropa pada saat di Solo. Saya tawarkan bahwa di Jawa Tengah itu mempunyai ekonomi terbarukan terkait dengan banyak kegiatan yang harus kita tawarkan,” ujarnya dalam acara Central Java Investment Business Forum (CJIBF) 2025 di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (29/7/2025).

    Untuk sektor pangan, Jawa Tengah memiliki 7 proyek yang siap ditawarkan. Mulai dari kawasan khusus perikanan terpadu di Kabupaten Cilacap, industri udang vaname terpadu di Kabupaten Cilacap, industri perikanan terpadu di Kabupaten Pati, pengolahan garam industri di Kabupaten Jepara, industri mokaf di Kabupaten Banjarnegara, industri kelapa terpadu di Kabupaten Cilacap, dan Pusat Regional Komoditas Pertanian (PRKP) dan Sub Terminal Agribisnis di Kabupaten Grobogan.

    Sementara sektor EBT memiliki 5 proyek siap diinvestasikan. Antara lain, pembangunan PLTM Banjaran dan Logawa di Kabupaten Banyumas, pengembangan pembangkit listrik tenaga geothermal di Candi Umbul Telomoyo, pengembangan listrik geothermal dan ekstraksi mineral di Geo Dipa Energy, proyek geothermal lainnya di Geo Dipa Energy, hingga pengolahan sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) di Kabupaten Grobogan.

    Adapun tiga proyek lain yang turut ditawarkan, yakni Transformasi TKL Ecopark di Kota Magelang, pengembangan wisata Pulau Panjang di Kabupaten Jepara, dan rumah sakit berbasis green hospital di Kabupaten Semarang.

     

  • OTT Asing Untung Besar tapi Tak Bayar, Operator RI Tuntut Ini

    OTT Asing Untung Besar tapi Tak Bayar, Operator RI Tuntut Ini

    Jakarta

    Dorongan penataan layanan Over-The-Top (OTT) asing seperti WhatsApp, YouTube, dan Netflix di Indonesia makin menguat.

    Sejumlah asosiasi telekomunikasi nasional kompak menyuarakan perlunya regulasi yang adil, wajar, dan tidak diskriminatif demi menjaga keberlanjutan ekosistem digital Tanah Air. Mereka menegaskan, ini bukan bentuk pembatasan layanan, melainkan langkah untuk melindungi kepentingan nasional dan publik.

    Selama ini, OTT asing mengandalkan infrastruktur telekomunikasi milik operator lokal untuk beroperasi di Indonesia, tapi tidak memberikan kontribusi finansial atau teknis dalam menjaga performa jaringan. Padahal, trafik internet terbesar justru berasal dari layanan-layanan OTT global tersebut. Akibatnya, beban peningkatan kapasitas dan pemeliharaan jaringan ditanggung penuh oleh operator nasional.

    Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), Sarwoto Atmosutarno, menegaskan bahwa penataan OTT adalah amanat regulasi yang sudah tertuang dalam aturan pemerintah. “Penerapan prinsip adil, wajar, dan non-diskriminatif terhadap OTT adalah amanat regulasi, bukan tindakan pembatasan,” ujar Sarwoto dalam keterangan tertulis, Selasa (29/7/2025).

    Ia merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Postelsiar), khususnya Pasal 15 ayat (1), yang mewajibkan pelaku usaha, termasuk asing, untuk menjalin kerja sama dengan penyelenggara jaringan berdasarkan prinsip keadilan. Ketentuan ini juga ditegaskan dalam PM Kominfo Nomor 5 Tahun 2021.

    Sarwoto juga menyoroti minimnya perlindungan konsumen saat terjadi gangguan layanan OTT. “Masyarakat menikmati layanan gratis dari OTT, tapi kalau ada gangguan seperti WhatsApp error, mereka tidak punya ruang untuk protes atau mendapat jaminan kualitas,” tambahnya.

    Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Zulfadly Syam, menyampaikan hal senada. Ia menilai OTT asing menikmati keuntungan besar di Indonesia tanpa kontribusi yang sepadan terhadap operator maupun negara. “Beban bandwidth dan infrastruktur ditanggung penuh oleh penyelenggara lokal, padahal trafik terbesar dari OTT global,” ujarnya.

    Ketua Umum APJATEL, Jerry Mangasas Swandy, juga menegaskan bahwa keadilan penggunaan jaringan harus ditegakkan. Ia mencontohkan Korea Selatan yang sudah mengenakan biaya penggunaan jaringan (network usage fee) kepada Netflix sebagai bentuk tanggung jawab atas trafik tinggi di jaringan domestik.

    Sementara itu, Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O Baasir, menyebut tekanan terhadap operator terus meningkat karena layanan OTT seperti panggilan suara dan video internet makin mendominasi. “Kalau OTT bayar, maka ada jaminan kualitas layanan bahkan refund. Tapi tanggung jawab itu harus datang dari OTT, bukan operator,” tegasnya.

    Ketua Umum APNATEL, Triana Mulyatsa, bahkan menyebut dominasi OTT asing sebagai ancaman terhadap kedaulatan digital Indonesia. Menurutnya, banyak negara lain seperti Kenya, Vietnam, Uni Eropa hingga Australia sudah mewajibkan OTT asing untuk membayar pajak, mendirikan badan hukum lokal, dan mengikuti mekanisme bagi hasil. “Indonesia tidak boleh tertinggal dalam menegakkan kedaulatan digitalnya sendiri,” katanya.

    Berbagai asosiasi seperti MASTEL, APJII, APJATEL, dan APNATEL sepakat mendesak pemerintah untuk segera menata ekosistem digital nasional dengan regulasi yang menjamin kontribusi OTT terhadap pembangunan infrastruktur dan perlindungan konsumen. Mereka tak ingin Indonesia hanya jadi pasar, tetapi punya posisi kuat dan berdaulat di dunia digital global.

    Tonton juga video “ASSI Minta Pemerintah Perketat Regulasi Operator Satelit Asing di Indonesia” di sini:

    (rrd/rrd)

  • IHSG ditutup menguat seiring respon positif kesepakatan AS-Uni Eropa

    IHSG ditutup menguat seiring respon positif kesepakatan AS-Uni Eropa

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    IHSG ditutup menguat seiring respon positif kesepakatan AS-Uni Eropa
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 28 Juli 2025 – 18:22 WIB

    Elshinta.com – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin sore ditutup menguat seiring pelaku pasar merespon positif kesepakatan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE).

    IHSG ditutup menguat 71,27 poin atau 0,94 persen ke posisi 7.614,77. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 naik 8,71 poin atau 1,10 persen ke posisi 803,22.

    “IHSG dan bursa regional Asia cenderung menguat, didukung sikap pelaku pasar yang merespon kesepakatan perdagangan AS dan Uni Eropa,” sebut Tim Riset Pilarmas Investindo Sekuritas dalam kajiannya di Jakarta, Senin.

    Dari mancanegara, pelaku pasar merespon positif kesepakatan dagang antara AS dan Uni Eropa, yang mencakup tarif 15 persen untuk sebagian besar barang Eropa, atau jauh lebih rendah daripada tarif 30 persen yang awalnya diancamkan oleh AS.

    Kesepakatan itu meredakan kekhawatiran terhadap konflik perdagangan yang lebih luas.

    Selain itu, pelaku pasar menantikan putaran baru perundingan perdagangan antara AS dan China yang akan dimulai di Stockholm, Swedia, pada hari ini.

    Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan optimisme gencatan senjata perdagangan saat ini akan diperpanjang, dengan mencatat bahwa negosiasi tidak hanya akan mencakup tarif namun juga isu-isu yang lebih luas seperti pembelian energi China dari Rusia dan Iran.

    Di sisi lain, pelaku pasar menantikan pertemuan bank sentral AS The Fed pada 29 dan 30 Juli 2027, yang diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan tetap pada level 4,25 sampai 4,5 persen.

    Dari dalam negeri, pasar domestik tampaknya masih ditopang seiring membaiknya kesepakatan tarif dagang sejumlah negara dengan AS. Selain itu, juga ditopang oleh rilis laporan kinerja emiten semester I-2025 dan menjelang rebalancing indeks LQ45 yang efektif awal Agustus tahun ini.

    Dibuka menguat, IHSG betah di teritori positif sampai penutupan sesi pertama perdagangan saham. Pada sesi kedua, IHSG masih betah di zona hijau hingga penutupan perdagangan saham

    Berdasarkan Indeks Sektoral IDX-IC, sepuluh sektor menguat yaitu dipimpin sektor keuangan yang naik sebesar 3,18 persen, diikuti oleh sektor infrastruktur dan sektor barang baku yang naik masing- masing sebesar 2,51 persen dan 0,32 persen.

    Sedangkan, satu sektor melemah yaitu sektor kesehatan turun sebesar 0,08 persen.

    Adapun saham-saham yang mengalami penguatan terbesar yaitu AMIN, BUVA, SOLA, CLAY dan SMMT. Sedangkan saham-saham yang mengalami pelemahan terbesar yakni FUJI, RGAS MERI, NICL, dan PANR.

    Frekuensi perdagangan saham tercatat sebanyak 1.605.732 kali transaksi dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 28,81 miliar lembar saham senilai Rp16,94 triliun. Sebanyak 363 saham naik 244 saham menurun, dan 199 tidak bergerak nilainya.

    Bursa saham regional Asia sore ini antara lain Indeks Nikkei melemah 436,23 poin atau 1,05 persen ke 41.020,00, indeks Shanghai menguat 4,28 poin atau 0,12 persen ke 3.597,19, indeks Hang Seng melemah 173,27 poin atau 0,68 persen ke posisi 25.562,31, dan indeks Straits Times melemah 11,58 poin atau 0,27 persen ke 4.249,09.

    Sumber : Antara

  • Harus Ada Kepastian Hukum dan Perlindungan Warga

    Harus Ada Kepastian Hukum dan Perlindungan Warga

    JAKARTA – Permintaan data pribadi dari pemerintah Amerika Serikat kepada Indonesia dalam konteks kerja sama perdagangan kedua negara memicu kekhawatiran sejumlah pihak. Pengamat yang juga Praktisi Kecerdasan Artifisial dan Big Data, Alva Erwin, menilai bahwa permintaan tersebut harus direspons secara hati-hati dan tidak boleh melanggar prinsip-prinsip perlindungan data pribadi yang telah diatur dalam undang-undang di Indonesia.

    Menurut Erwin, hingga saat ini belum ada kejelasan resmi dari pihak pemerintahan Donald Trump terkait detail permintaan data pribadi yang dimaksud. Namun, ia mengingatkan bahwa Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Nomor 27 Tahun 2022 sebagai payung hukum utama, meskipun peraturan pelaksanaannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) maupun Peraturan Presiden (Perpres) belum diterbitkan.

    “UU PDP itu kiblatnya dari GDPR (General Data Protection Regulation) Uni Eropa. Di sana sangat tegas: data pribadi tidak boleh dibawa keluar dari yurisdiksi kecuali negara tersebut punya adequate protection, perlindungan data pribadi yang dinilai cukup,” kata Alva,, yang juga menjadi anggota Board of Expert di Center of Excellence for AI and Advance Technology di Universitas Trisakti.

    Ia menjelaskan bahwa di Uni Eropa, terdapat otoritas khusus seperti Komisi Eropa yang secara berkala melakukan penilaian terhadap negara-negara lain dan menentukan apakah suatu negara layak mendapat status adequate protection. Jika ditemukan ketidaksesuaian, status tersebut bisa dicabut sewaktu-waktu.

    Erwin menilai bahwa Indonesia juga perlu memiliki otoritas serupa yang berwenang memberikan penilaian apakah suatu negara, termasuk Amerika Serikat, layak menerima data pribadi dari warga Indonesia. Tanpa adanya peraturan turunan dan lembaga yang melakukan penilaian tersebut, Indonesia bisa saja melanggar kedaulatan datanya sendiri.

    “Kalau tidak ada adequate protection, seharusnya tidak boleh diserahkan. Maka perlu segera dibuat otoritas resmi yang bisa menilai dan menetapkan status perlindungan data pribadi negara lain,” tegasnya.

    Meskipun pemerintah AS bisa saja berdalih bahwa permintaan data dilakukan untuk tujuan bisnis, seperti layanan pelanggan atau kebutuhan sistem perdagangan, Erwin menekankan bahwa aspek konsen atau persetujuan pengguna tidak boleh diabaikan. Bahkan dalam hal pengguna secara sukarela memberikan data mereka saat mendaftar layanan, tetap harus ada batasan terkait pengelolaan dan distribusinya lintas negara.

    Ia juga menyinggung bahwa Undang-Undang ITE dan turunannya sudah lebih maju dalam hal regulasi, khususnya melalui  Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE), yang mewajibkan penyimpanan data di dalam negeri. Sementara itu, UU PDP yang semestinya menjadi acuan utama, belum memiliki aturan pelaksana.

    “Momentum ini harus dipakai untuk mempercepat penerbitan peraturan turunan dari UU PDP agar sistem perlindungan data kita berjalan maksimal dan efisien,” ujarnya.

    Menanggapi kemungkinan permintaan AS, Erwin juga menegaskan bahwa publik berhak tahu jenis data apa yang diminta dan untuk kepentingan apa. Jangan sampai isu ini malah menciptakan noise atau kebingungan di masyarakat, karena penanganannya bersifat lintas sektoral dan sangat kompleks.

    “Kita harus memastikan permintaan tersebut tetap comply dengan peraturan di Indonesia. Kalau tidak, itu berpotensi melanggar UU PDP. Jadi ini bukan sekadar soal teknis, tapi juga soal kedaulatan digital dan perlindungan warga negara,” pungkasnya.

  • BRIN Ajak Korsel Kolaborasi di Bidang Antariksa

    BRIN Ajak Korsel Kolaborasi di Bidang Antariksa

    Jakarta

    Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar seminar bersama badan antariksa Korea Selatan (KASA) dan sejumlah perusahaan antariksa asal Korea. Seminar ini bertujuan untuk menjajaki peluang kerja sama baru di bidang antariksa.

    Jung Kwan-woo, Director of International Affairs Division KASA menyambut baik rencana kolaborasi ini. Menurutnya kerjasama seperti ini seharusnya tidak hanya melibatkan pemerintah tapi juga sektor privat.

    “Korea memiliki banyak program riset dan pengembangan, seperti eksplorasi luar angkasa, dan kami juga memiliki infrastruktur seperti space port dan space center, dan space satellite operation center,” kata Jung dalam acara ROK-Indonesia New Space Seminar di Jakarta, Senin (28/7/2025).

    “Jadi di sisi pemerintah kita bisa menemukan cara untuk berkolaborasi, dan di sektor privat perusahaan Korea dapat mendukung dan berpartisipasi, tapi pemerintah Indonesia harus berpartisipasi di program ini,” sambungnya.

    Dr. Robertus Heru Triharjanto, Chairman for Research Organization of Aeronautics and Space BRIN mengatakan Indonesia dan Korea bisa berkolaborasi di program dengan kepentingan yang sama.

    Heru juga mendorong perusahaan dan investor di Indonesia untuk mengembangkan sektor luar angkasa dan ‘new space economy’, terutama setelah ditetapkannya Peta Jalan Keantariksaan 2045.

    “Kami juga mendorong investor Indonesia untuk mengikuti space market, bukan hanya sebagai operator satelit komunikasi tapi juga naik ke hulu untuk menjadi produsen satelit, menjadi stasiun peluncuran dan kontrol, dan penyedia sistem, dan masih banyak lagi,” kata Heru.

    “Jadi kita bisa bersatu untuk tujuan ini, menyatukan sumber daya semua orang dan melayani kawasan di Asia Tenggara, di Asia Pasifik, dan untuk kebaikan planet kita,” imbuhnya.

    Ajakan kolaborasi ini disambut baik oleh Duta Besar Korea Selatan untuk ASEAN Lee Jang-keun, namun ia mengaku sedikit kaget karena kerjasama seperti ini biasanya melibatkan negara maju seperti Amerika Serikat atau Uni Eropa.

    “Saya agak kaget karena saya tidak pernah berpikir akan ada kolaborasi antara Korea dan Indonesia di area ini, terutama karena saya pikir kolaborasi antariksa ini mungkin untuk negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa atau Jepang,” kata Lee dalam kesempatan yang sama.

    “Dan di antara rapat dan pertemuan dengan kolega ASEAN, saya tidak pernah mendengar hal terkait luar angkasa dan tidak ada diskusi tentang luar angkasa. Jadi ini adalah kejutan yang sangat besar,” sambungnya.

    (vmp/fay)

  • Anggota DPR: Kerja sama data sharing RI-AS lompatan besar jika setara

    Anggota DPR: Kerja sama data sharing RI-AS lompatan besar jika setara

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini menilai bahwa bentuk kerja sama data sharing antara Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) bisa menjadi lompatan besar jika transfer data dilakukan dengan tingkat perlindungan yang setara.

    Dia menilai pemerintah sudah melakukan hal penting dalam mengklarifikasi bahwa tidak ada data pribadi warga yang diserahkan ke AS. Namun, menurut dia, pemerintah perlu memastikan akses, kontrol, dan arah kebijakan strategis terkait data pribadi di era digital ini.

    “Dalam UU Perlindungan Data Pribadi (PDP), transfer data lintas negara hanya diperbolehkan jika negara penerima memiliki tingkat perlindungan data yang setara,” kata Amelia di Jakarta, Senin.

    Dia menjelaskan Uni Eropa memberikan contoh yang relevan dalam perlindungan dalam kerja sama transfer data dengan AS. Menurut dia, kerja sama antara Uni Eropa dengan AS hanya dilakukan jika ada jaminan hak-hak privasi tetap terlindungi secara setara.

    “Uni Eropa bahkan sebelumnya sempat mencabut perjanjian EU (Eropean Union/Uni Eropa)-US (United States/Amerika Serikat) Privacy Shield karena pihak US dianggap melanggar prinsip adequacy,” katanya.

    Untuk itu, dia pun meminta pemerintah menjelaskan secara terbuka mengenai skema pertukaran data tersebut, mekanisme pengawasannya, asesmen, perkembangan peraturan turunan dari UU PDP, dan perkembangan pembentukan badan yang mengatur PDP.

    Dia pun menghormati upaya pemerintah dalam membangun kerja sama internasional yang menguntungkan. Namun, dia meminta agar pemerintah juga menjamin hak-hak dasar warga negara yang tidak bisa dinegosiasikan.

    “Kedaulatan data bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal martabat bangsa dan kepercayaan publik,” kata dia.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Trump dan Uni Eropa Beda Tafsir soal Kesepakatan Dagang

    Trump dan Uni Eropa Beda Tafsir soal Kesepakatan Dagang

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen tampak berbeda pandangan dalam sejumlah poin penting dalam kesepakatan dagang terbaru mereka. Hal ini menandakan potensi tantangan besar dalam implementasi perjanjian tersebut.

    Melansir Bloomberg pada Senin (28/7/2025), Uni Eropa menyatakan setuju untuk menerima tarif 15% atas hampir seluruh ekspornya ke Amerika Serikat. Namun, Trump mengatakan kepada wartawan bahwa blok tersebut juga sepakat untuk membuka negara-negara mereka untuk perdagangan tanpa tarif.

    Usai pertemuan dengan von der Leyen pada Minggu (27/7/2025), Trump menyebut bahwa perjanjian itu tidak mencakup produk farmasi — isu yang menjadi titik panas dalam negosiasi — seolah memberi isyarat bahwa produk tersebut akan dikenai tarif lebih tinggi.

    Namun, dalam konferensi pers terpisah, von der Leyen menyatakan, Uni Eropa menyepakati tarif 15% untuk produk farmasi. 

    “Keputusan selanjutnya yang diambil Presiden AS merupakan hal yang berbeda,” tambahnya dalam konferensi pers tersebut.

    Pejabat senior AS kemudian menegaskan bahwa kedua pihak sepakat memberlakukan tarif 15% atas ekspor farmasi dari Uni Eropa. Sementara itu, penyelidikan terpisah berdasarkan Pasal 232 atas produk farmasi masih akan berlangsung dalam tiga pekan ke depan, namun tarif yang berlaku tetap 15%.

    Kedua pihak juga berselisih soal sektor sensitif lainnya. Trump menyatakan bahwa tarif 50% atas baja dan aluminium akan tetap diberlakukan seperti saat ini. Sebaliknya, von der Leyen mengungkapkan bahwa tarif logam akan dikurangi dan diganti dengan sistem kuota.

    Pejabat senior AS juga mengonfirmasi bahwa ekspor baja dan aluminium dari Uni Eropa tidak termasuk dalam cakupan kesepakatan, dan tetap akan dikenai tarif 50%. Sementara itu, tarif untuk sektor kedirgantaraan akan tetap 0%, sambil menunggu hasil penyelidikan Pasal 232.

    Von der Leyen mengklaim bahwa dirinya telah mengamankan kepastian dan stabilitas bagi pelaku usaha di kedua sisi Atlantik. Namun, belum ada jaminan bahwa AS dan Uni Eropa akan mampu menyelesaikan berbagai perbedaan pandangan atas isu-isu yang masih bersifat kontroversial.

    Carsten Nickel, Wakil Direktur Riset di Teneo dalam catatannya menuturkan, fokus selanjutnya akan tertuju pada risiko penafsiran dan implementasi, yang menimbulkan campuran persoalan politik dan teknis. 

    “Melihat karakter kesepakatan ini, ketidakpastian besar kemungkinan masih akan terus berlanjut,” katanya.

    AS juga sedang menyelidiki apakah impor sejumlah produk, termasuk industri kedirgantaraan dan semikonduktor, berpotensi mengancam keamanan nasional. Hasil penyelidikan ini bisa memicu pemberlakuan tarif tambahan pada sektor-sektor tertentu.

    Kesepakatan dagang umumnya memerlukan proses negosiasi bertahun-tahun dan mencakup ribuan halaman dokumen. Adapun, pembahasan kesepakatan awal yang dicapai pada Minggu ini baru dimulai sejak April dan sejauh ini belum menghasilkan rincian teknis yang komprehensif.

  • UE Wajib Beli LNG-Bahan Bakar Nuklir AS agar Trump Mau Turunkan Tarif Jadi 15%

    UE Wajib Beli LNG-Bahan Bakar Nuklir AS agar Trump Mau Turunkan Tarif Jadi 15%

    Jakarta

    Negosiasi Uni Eropa dengan Amerika Serikat (AS) menghasilkan kesepakatan tarif impor sebesar 15%, turun dari 30% tarif sebelumnya. Namun capaian tersebut harus ‘dibayar’ dengan sejumlah pelonggaran dagang untuk AS.

    Melansir Reuters, Senin (28/7/2025), Tarif dasar 15% untuk barang-barang Uni Eropa yang diimpor ke Amerika Serikat akan berlaku untuk sebagian besar barang termasuk mobil, semikonduktor, dan produk farmasi. Tarif baru tidak akan ditambahkan ke tarif yang sudah berlaku.

    Tarif itu dikecualikan untuk produk-produk strategis tertentu, termasuk pesawat terbang dan suku cadangnya, bahan kimia tertentu, dan obat-obatan generik tertentu. Belum ada keputusan yang diambil mengenai tarif untuk anggur dan minuman beralkohol.

    Untuk mendapatkan kesepakatan ini, Uni Eropa berkomitmen untuk membeli LNG dan bahan bakar nuklir AS senilai US$ 750 miliar selama tiga tahun. Namun Uni Eropa masih memiliki banyak LNG Rusia yang masuk melalui pintu belakang.

    Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan, Komisi Eropa telah mengusulkan penghentian bertahap semua impor gas Rusia paling lambat 1 Januari 2028.

    “Kesepakatan hari ini menciptakan kepastian di masa yang penuh ketidakpastian, memberikan stabilitas dan prediktabilitas,” ujar von der Leyen kepada para wartawan.

    Tidak hanya membeli sejumlah besar komoditas energi, dikutip dari CNBC, kesepakatan juga membuat Uni Eropa harus menginvestasikan tambahan investasi senilai US$ 600 miliar ke AS, di atas level saat ini.

    Blok yang beranggotakan 27 negara tersebut juga sepakat untuk membeli peralatan militer senilai ratusan miliar dolar dari AS. Namun tidak disebutkan jumlah dolar yang spesifik.

    “Ini adalah kesepakatan yang sangat kuat, ini adalah kesepakatan yang sangat besar, ini adalah yang terbesar dari semua kesepakatan,” kata Presiden Donald Trump saat pengumuman kesepakatan tersebut, pada hari Minggu bersama von der Leyen.

    Kesepakatan tarif impor 15% ini lebih rendah daripada tarif 30% yang sebelumnya diancamkan Trump terhadap mitra dagang terbesar Amerika Serikat itu. Namun tarif ini lebih tinggi daripada tarif dasar 10% yang diharapkan Uni Eropa.

    Tonton juga video “Negosiasi Tarif AS Masih Lanjut, Dimungkinkan Mendekati 0%” di sini:

    (shc/rrd)

  • Ini Hasil Terbaik yang Bisa Didapat

    Ini Hasil Terbaik yang Bisa Didapat

    Jakarta

    Uni Eropa dan Amerika Serikat akhirnya mencapai kesepakatan dagang yang menetapkan tarif impor sebesar 15% untuk sejumlah komoditas, termasuk mobil. Kesepakatan ini disambut positif oleh Uni Eropa, yang menilai langkah tersebut jauh lebih baik dibandingkan ancaman tarif sebelumnya yang mencapai 30%.

    Dilansir dari Reuters, Senin (28/7/2025), Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyebut kesepakatan tarif ini sebagai hasil yang tidak boleh diremehkan.

    “15% tidak boleh diremehkan, tetapi itu adalah tarif terbaik yang bisa kita dapatkan,” kata von der Leyen.

    Tarif dasar sebesar 15% akan diberlakukan untuk sebagian besar barang ekspor Uni Eropa ke AS, mulai dari mobil, semikonduktor, hingga produk farmasi. Namun, beberapa komoditas strategis seperti pesawat terbang dan suku cadangnya, bahan kimia tertentu, serta obat generik dikecualikan dari ketentuan tarif tersebut.

    Meski begitu, hingga kini belum ada keputusan final terkait tarif untuk anggur dan minuman beralkohol.

    Dalam kesepakatan yang sama, Uni Eropa juga berkomitmen untuk membeli gas alam cair (LNG) dan bahan bakar nuklir asal AS senilai US$ 750 miliar selama tiga tahun ke depan.

    “Kita masih memiliki terlalu banyak LNG Rusia yang masuk melalui pintu belakang,” ujar von der Leyen menyinggung kebutuhan Eropa untuk mendiversifikasi pasokan energi.

    Sebagai bagian dari strategi energi jangka panjang, Komisi Eropa telah mengusulkan penghentian seluruh impor gas Rusia paling lambat pada 1 Januari 2028.

    “Kesepakatan hari ini menciptakan kepastian di masa yang penuh ketidakpastian, memberikan stabilitas dan prediktabilitas,” ujar von der Leyen kepada wartawan.

    Tonton juga video “Trump Ancam Thailand dengan Tarif Dagang Jika Tak Gencatan Senjata” di sini:

    (shc/rrd)