Negara: Uni Eropa

  • GPS Pesawat Von der Leyen Dijamming, Eropa Tuding Rusia Sebagai Dalang

    GPS Pesawat Von der Leyen Dijamming, Eropa Tuding Rusia Sebagai Dalang

    Bisnis.com, JAKARTA — Rusia diduga menjadi dalang di balik gangguan sistem navigasi pesawat yang membawa Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, 

    Pesawat yang ditumpangi von der Leyen tiba-tiba kehilangan sistem navigasi, yang sangat berisiko bagi keselamatan seluruh penumpang pesawat, saat hendak mendarat di Bulgaria. 

    Pilot mengambil inisiatif menggunakan peta kertas sebagai panduan navigasi manual sehingga  von der Leyen dan rombongan mendarat dengan selamat di Bandara Plovdiv.

    Juru bicara Komisi Eropa menjelaskan  otoritas Bulgaria curiga kuat insiden “GPS jamming” ini merupakan aksi nyata gangguan dari Rusia. Sinyal satelit yang menyalurkan informasi navigasi ke sistem GPS pesawat “dinetralisir”, sehingga petugas pengatur lalu lintas udara menawarkan metode pendaratan alternatif berbasis navigasi darat. 

    GPS jamming adalah tindakan mengganggu atau memblokir sinyal GPS (Global Positioning System) menggunakan perangkat khusus yang memancarkan sinyal interferensi pada frekuensi yang sama dengan sinyal GPS.

    Hal ini dapat menyebabkan perangkat GPS tidak dapat menerima sinyal satelit dengan baik, sehingga mengganggu kemampuan perangkat untuk menentukan lokasi, kecepatan, dan waktu yang akurat.

    Dilansir dari BBC, Selasa (2/9/2025) Kremlin membantah tuduhan ini, menyebut informasi tersebut “tidak benar” menurut juru bicara Dmitry Peskov.

    Menurut Otoritas Lalu Lintas Udara Bulgaria, sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, terjadi lonjakan tajam insiden jamming GPS di kawasan Baltik hingga Eropa Timur. Kejadian serupa juga dialami pesawat RAF yang membawa Menteri Pertahanan Inggris pada Maret 2024, dan maskapai Finnair asal Finlandia yang bahkan harus membatalkan penerbangan ke Estonia akibat gangguan sinyal tahun lalu.

    Insiden GPS spoofing dan jamming ini dinilai sangat membahayakan oleh EASA (Badan Keamanan Penerbangan Uni Eropa) dan IATA (Asosiasi Transportasi Udara Internasional), karena bisa memicu risiko kecelakaan serius dan sudah sempat memicu konferensi khusus pada 2024.

    Sebagai tanggapan, Komisi Eropa memastikan akan memperkuat pertahanan digital dan dukungan untuk Ukraina, termasuk penambahan satelit di orbit rendah untuk mengidentifikasi gangguan GPS di masa depan.

    Komisaris Pertahanan Uni Eropa Andrius Kubilius memastikan aksi ini sebagai langkah konkrit menjaga keamanan penerbangan di Eropa.

    Walau otoritas penerbangan Inggris menilai gangguan GPS tidak selalu mengancam langsung keselamatan terbang karena sistem navigasi pesawat dinilai cukup redundan, para pakar memperingatkan bahwa jamming di tengah penerbangan dapat meningkatkan risiko tabrakan atau kecelakaan, terutama saat sistem cadangan tidak dapat diandalkan.

    Keir Giles, pakar dari Chatham House, menyebut aksi jamming telah menjadi “fenomena yang semakin normal” di seputar perbatasan Rusia, dan tampaknya belum ada pihak yang mampu membendung perluasan kampanye tersebut.

  • Presiden ECB: Hilangnya Independensi The Fed Berbahaya bagi Ekonomi Global

    Presiden ECB: Hilangnya Independensi The Fed Berbahaya bagi Ekonomi Global

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Bank Sentral Eropa atau European Central Bank (ECB) Christine Lagarde memperingatkan bahwa hilangnya independensi Federal Reserve (The Fed) akan menjadi bahaya serius bagi perekonomian dunia.

    Dalam wawancara dengan Radio Classique pada Senin (1/9/2025) waktu setempat, Lagarde menilai Presiden AS Donald Trump akan sangat sulit mengendalikan bank sentral AS tersebut. Hal ini mengingat ada preseden hukum yang melindungi posisi para gubernur The Fed dari pemecatan.

    “Jika dia berhasil melakukannya, saya kira itu akan menjadi ancaman yang sangat serius bagi ekonomi AS dan ekonomi global,” ujar Lagarde dikutip dari Bloomberg pada Selasa (2/9/2025). 

    Dia melanjutkan, kebijakan moneter jelas berpengaruh bagi AS dalam menjaga stabilitas harga dan memastikan lapangan kerja optimal di negara tersebut.

    Menurutnya, tanpa independensi, stabilitas ekonomi AS dan dampaknya ke seluruh dunia sebagai ekonomi terbesar global akan sangat mengkhawatirkan.

    Trump belakangan melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap The Fed. DIa berulang kali menuntut penurunan suku bunga yang dianggap terlalu tinggi, serta kerap mengecam Ketua Jerome Powell. 

    Selain itu, Trump juga berupaya memecat Gubernur Lisa Cook atas dugaan penipuan kredit kepemilikan rumah (KPR). Kini, Cook tengah melawan keputusan tersebut di pengadilan.

    Terkait Eropa, Lagarde menyatakan ECB telah berhasil mencapai stabilitas harga dan akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk menjaga inflasi kawasan euro tetap terkendali.

    “Tujuan inflasi 2% sudah tercapai, dan kami akan terus mengambil langkah yang diperlukan untuk memastikan inflasi terkendali serta harga stabil,” tegasnya.

    Pernyataan Lagarde disampaikan jelang rilis laporan inflasi yang diperkirakan akan mengonfirmasi penilaian ECB bahwa tekanan harga di zona euro tetap terkendali. Survei Bloomberg memproyeksikan inflasi sebesar 2%, sesuai target bank sentral.

    Pembuat kebijakan ECB secara luas diperkirakan mempertahankan suku bunga pada level 2% dalam pertemuan dua pekan mendatang. 

    Pada pertemuan Juli lalu, sebagian besar anggota dewan menilai risiko inflasi secara umum seimbang dan menyoroti ketahanan ekonomi Eropa meski menghadapi hambatan dari tarif AS dan perang Rusia-Ukraina.

    Meski investor mulai meragukan adanya pemangkasan tambahan tahun ini, sejumlah ekonom masih memperkirakan satu kali pemangkasan lagi pada Desember 2025.

    Lagarde juga menekankan bahwa ketidakpastian ekonomi berkurang seiring dengan peningkatan perdagangan antara Uni Eropa dan AS.

  • Sulitnya Pintu Masuk ke AS bagi Warga Palestina

    Sulitnya Pintu Masuk ke AS bagi Warga Palestina

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) mempersulit masuknya warga Palestina, bahkan Presiden Palestina, ke negaranya. Hampir seluruh pengajuan visa dari warga negara Palestina ditolak AS.

    Dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (1/9/2025), pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah menolak dan mencabut visa untuk para pejabat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Otoritas Palestina, yang berbasis di Tepi Barat, menjelang Sidang Umum PBB karena dianggap ‘merusak prospek perdamaian’.

    Kebijakan itu membuat Presiden Palestina Mahmoud Abbas tak bisa masuk ke AS jelang sidang umum PBB di New York. Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS yang enggan disebut namanya mengatakan Abbas dan sekitar 80 warga Palestina lainnya terdampak oleh keputusan yang diumumkan pada Jumat (29/8) waktu setempat.

    Abbas telah merencanakan perjalanan ke New York untuk menghadiri Sidang Umum PBB yang digelar secara tahunan. Tahun ini, Sidang Umum PBB digelar pada bulan September ini.

    Abbas juga dijadwalkan menghadiri pertemuan puncak, yang digelar oleh Prancis dan Arab Saudi, di mana Prancis, Inggris, Kanada, dan Australia telah berjanji secara resmi mengakui negara Palestina. Kantor Abbas mengatakan pihaknya terkejut dengan keputusan AS menolak dan mencabut visa tersebut. Palestina menyebut keputusan Trump melanggar ‘perjanjian markas besar’ PBB.

    Berdasarkan ‘perjanjian markas besar’ PBB tahun 1947, AS secara umum diwajibkan untuk mengizinkan akses bagi para diplomat asing ke markas PBB di New York. Namun, Washington mengatakan mereka dapat menolak visa dengan alasan keamanan, ekstremisme, dan kebijakan luar negeri.

    Departemen Luar Negeri AS membenarkan keputusannya itu dengan melontarkan kembali tuduhan lama soal PLO dan Otoritas Palestina telah gagal dalam menolak ekstremisme dan menuding ada upaya mendorong ‘pengakuan sepihak’ atas negara Palestina.

    “Ini demi kepentingan keamanan nasional kami untuk meminta pertanggungjawaban PLO dan Otoritas Palestina atas ketidakpatuhan mereka terhadap komitmen mereka, dan karena merusak prospek perdamaian,” sebut Departemen Luar Negeri AS.

    Tonton juga video “Liam Cunningham: Jika Benarkan Israel, Masa Depan Manusia Terancam” di sini:

    Para pejabat Palestina menolak tuduhan tersebut. Mereka mengatakan perundingan-perundingan yang dimediasi AS selama puluhan tahun telah gagal mengakhiri pendudukan Israel dan mengamankan negara Palestina yang merdeka.

    Departemen Luar Negeri AS kembali membalas dan menyatakan mereka mendesak PLO dan Otoritas Palestina untuk ‘secara konsisten menolak terorisme’, termasuk serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Abbas, dalam surat kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Juni, mengecam serangan Hamas dan menyerukan pembebasan sandera.

    Departemen Luar Negeri AS juga menambahkan mereka terbuka untuk kembali terlibat ‘jika Otoritas Palestina/PLO memenuhi kewajiban mereka dan secara nyata mengambil langkah konkret untuk kembali ke jalur kompromi yang konstruktif dan hidup berdampingan secara damai dengan negara Israel’.

    Departemen Luar Negeri AS juga mengatakan misi Palestina untuk PBB, yang terdiri atas para pejabat yang bermarkas permanen di sana, akan terhindar dari pembatasan tersebut. Menanggapi situasi tersebut, juru bicara PBB Stephane Dujarric menyatakan PBB akan membahas masalah visa dengan Departemen Luar Negeri AS sesuai dengan perjanjian markas besar PBB antara PBB dan AS.

    Prancis Kritik AS

    Prancis pun melontarkan kritik terhadap AS yang menolak visa para pejabat Otoritas Palestina, termasuk Presiden Abbas, jelang Sidang Majelis Umum PBB di New York. Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis Jean-Noel Barrot mengatakan seharusnya tidak ada pembatasan akses untuk Sidang Umum PBB yang dijadwalkan pada September ini di markas besar PBB di Manhattan, New York.

    “Pertemuan Sidang Umum PBB seharusnya tidak dikenakan pembatasan akses apa pun,” kata Barrot saat berbicara dalam pertemuan para Menlu Uni Eropa di Denmark seperti dilansir AFP.

    Sejumlah Menlu negara-negara Eropa yang menghadiri pertemuan di Copenhagen menyuarakan seruan senada dengan Prancis. Mereka meminta AS mengizinkan akses masuk bagi delegasi Palestina.

    AS Tangguhkan Visa bagi Hampir Semua WN Palestina

    AS pun menangguhkan persetujuan visa bagi hampir semua pemegang paspor Palestina. Langkah itu memperluas pembatasan visa untuk para pengunjung dari Jalur Gaza, yang sebelumnya diumumkan oleh pemerintahan Trump.

    Tonton juga video “Bendera Palestina Raksasa Berkibar di Festival Perang Tomat Spanyol” di sini:

    Dilansir Reuters dan Anadolu Agency, media terkemuka AS, New York Times, melaporkan kebijakan terbaru itu akan mencegah warga negara Palestina bepergian ke AS untuk perawatan medis, kuliah, ataupun perjalanan bisnis. Hal itu setidaknya berlaku untuk sementara.

    Pembatasan besar-besaran yang diuraikan dalam kabel Departemen Luar Negeri AS ke misi-misi diplomatik AS di seluruh dunia pada 18 Agustus lalu disebut akan mencegah banyak warga negara Palestina dari Tepi Barat dan komunitas diaspora Palestina untuk mendapatkan visa non-imigran. Penangguhan visa bagi warga Palestina ini menyusul pembatasan visa yang diumumkan dua pekan lalu, ketika Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa pihaknya menangguhkan semua visa kunjungan bagi individu-individu dari Jalur Gaza, sembari mereka melakukan peninjauan ‘sepenuhnya dan menyeluruh’.

    Langkah tersebut menuai kecaman dari kelompok-kelompok pro-Palestina. Menurut analisis data bulanan yang tersedia pada situs resmi Departemen Luar Negeri AS pada saat itu, Washington telah mengeluarkan lebih dari 3.800 visa kunjungan B1/B2, yang memungkinkan warga negara asing untuk berobat di AS, kepada para pemegang dokumen perjalanan Otoritas Palestina. Angka tersebut mencakup 640 visa yang dirilis pada Mei lalu.

    Halaman 2 dari 4

    (haf/haf)

  • Saat Sanksi Gagal Redam Rusia, Uni Eropa Pertajam Strategi

    Saat Sanksi Gagal Redam Rusia, Uni Eropa Pertajam Strategi

    Jakarta

    Saat para menteri luar negeri Uni Eropa berkumpul, agenda mereka sering kali mencakup berbagai isu global, dengan daftar panjang pernyataan dan tindakan yang harus disetujui, serta poin-poin diskusi dari berbagai belahan dunia. Banyak waktu biasanya dihabiskan untuk merundingkan posisi bersama dari 27 negara anggota agar bisa mencapai keputusan bulat.

    Namun beberapa kali dalam setahun, para menteri bertemu dalam pembicaraan “informal” — bukan karena mereka datang dengan pakaian santai, melainkan karena dalam forum tersebut tidak diambil keputusan resmi.

    Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk membuka ruang diskusi dan refleksi yang sering kali terabaikan dalam kesibukan sehari-hari.

    Para diplomat Uni Eropa menggambarkan perundingan akhir pekan di ibu kota Denmark sebagai sesi “curah pendapat” tentang langkah selanjutnya dalam dukungan blok tersebut terhadap Ukraina.

    Meskipun diplomasi cukup hingar bingar selama berminggu-minggu, Ukraina tetap diserang, dan Eropa tetap sangat skeptis terhadap keinginan Rusia untuk berdamai.

    Berikut beberapa gagasan yang dilontarkan akhir pekan ini di Kopenhagen.

    Perlu sanksi sekunder

    Diplomat tertinggi Uni Eropa, Kaja Kallas, mengatakan kepada wartawan bahwa para menteri sedang mempertimbangkan apa yang disebut sanksi sekunder — pembatasan yang menargetkan mitra dagang Rusia.

    Menteri Pertahanan Lithuania, Dovile Sakaliene, memperingatkan bahwa hanya sanksi sekunder dari Amerika Serikat yang akan benar-benar memberikan dampak signifikan terhadap mesin perang Rusia. Ia mengatakan bahwa langkah dari Eropa juga akan berdampak, tetapi yang berasal dari AS akan menjadi “game-changer” karena tidak ada negara di dunia yang ingin terkena sanksi sekunder dari Amerika.

    ‘Tempat berlindung yang aman’: Senjata Ukraina dibuat di tanah Uni Eropa

    Dalam langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, Denmark mengumumkan bahwa dalam beberapa minggu ke depan, mereka akan mengundang sebuah perusahaan senjata Ukraina untuk memulai produksi di wilayah Denmark.

    Menteri Pertahanan Denmark, Troels Lund Poulsen, mengatakan bahwa fasilitas tersebut bisa mulai beroperasi tahun ini, meskipun ia tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai jenis senjata yang akan diproduksi. Ia juga menyatakan bahwa lebih banyak perusahaan pertahanan Ukraina kemungkinan akan mengikuti langkah ini sebelum akhir tahun.

    Kaja Kallas menambahkan bahwa negara-negara lain juga menunjukkan minat untuk membawa industri pertahanan Ukraina ke wilayah mereka melalui skema serupa.

    Menurut para diplomat yang hadir di Kopenhagen, langkah ini dimaksudkan untuk mengirim pesan kepada Rusia bahwa meskipun pabrik senjata di Ukraina diserang, fasilitas baru akan terus bermunculan di tempat yang aman, yaitu wilayah Uni Eropa.

    Mencairnya perdebatan tentang aset Rusia yang dibekukan

    Isu besar lainnya yang diperdebatkan adalah mengenai sekitar €200 miliar aset bank sentral Rusia yang dibekukan oleh Uni Eropa sejak tahun 2022. Sampai saat ini, negara-negara Uni Eropa hanya mengambil bunga dari aset tersebut untuk mendanai bantuan bagi Ukraina. Namun, sejumlah negara, termasuk negara-negara Baltik dan Polandia, telah lama mendorong agar seluruh aset tersebut disita dan diserahkan langsung kepada Ukraina.

    Menurut analis politik Christine Nissen, langkah ini akan menjadi titik balik besar. Namun, Belgia secara tegas menolak ide penyitaan tersebut dengan alasan tindakan itu bisa melanggar hukum dan menimbulkan ketidakpercayaan investor terhadap Eropa di masa depan.

    “Argumennya adalah bahwa kita sebenarnya juga akan menentang beberapa prinsip tatanan liberal yang kita yakini,” ujar Nissen, seorang analis di Think Tank Europa, kepada DW.

    Kallas tampaknya menepis kekhawatiran tersebut akhir pekan lalu. “Pasar keuangan tidak bereaksi ketika kami membekukan aset. Pasar keuangan sekarang tenang saat kami membahas hal ini,” ujarnya. “Ada risiko, tetapi saya yakin kita mampu memitigasi risiko tersebut.”

    “Satu hal yang sangat jelas,” tambah Kallas: “Mengingat kehancuran yang ditimbulkan Rusia di Ukraina dan yang telah ditimbulkannya di Ukraina sejauh ini, mustahil Rusia akan menerima uang ini lagi kecuali jika mereka memberikan kompensasi penuh kepada Ukraina.”

    Pelatih militer Uni Eropa di Ukraina?

    Kallas juga mengatakan ada “dukungan luas” untuk rencana pemindahan misi pelatihan Uni Eropa saat ini bagi pasukan Ukraina — yang sebagian besar berlokasi di Polandia dan Jerman— ke wilayah Ukraina jika terjadi gencatan senjata.

    Namun, tanpa adanya gencatan senjata yang nyata, Kallas mengakui bahwa ini adalah “masalah ayam dan telur” atau dilematis mana yang lebih bisa dilakukan terlebih dulu.

    “Beberapa pihak mengatakan bahwa kita harus melakukannya nanti, tetapi kita juga bisa melakukannya dengan syarat,” jelasnya, menyarankan negara-negara anggota untuk mengupayakan kesepakatan sekarang mengenai perubahan yang dapat berlaku di kemudian hari.

    Namun, rencana tersebut juga dapat terhambat oleh aturan kebulatan suara Uni Eropa — dengan Hongaria yang secara teratur menunda keputusan tentang dukungan untuk Ukraina. Namun, Sakaliene mengatakan kepada DW bahwa proposal tersebut “jauh lebih dekat dengan kesimpulan daripada keputusan sulit lainnya.”

    Lebih dari sekadar sanksi: Tarif untuk barang-barang Rusia

    Menteri Luar Negeri Finlandia Elina Valtonen mengatakan kepada DW bahwa ia ingin melihat “skema tarif komprehensif terhadap produk-produk Rusia, tetapi juga impor sekunder ke Uni Eropa.”

    Meskipun Uni Eropa telah melarang impor sejumlah ekspor Rusia, mulai dari batu bara dan semen hingga berlian, Valtonen ingin menaikkan bea masuk untuk barang-barang Rusia yang masuk ke blok tersebut secara legal.

    Langkah untuk mengenakan atau mencabut tarif tidak memerlukan dukungan dari semua negara anggota Uni Eropa, sehingga mereka lebih kecil kemungkinannya untuk terjebak dalam proses pengambilan keputusan internal blok tersebut.

    Tidak secepat itu

    Hanya sedikit pihak di Uni Eropa yang berpikir langkah-langkah ini dapat mengubah arah perang dalam semalam, dan para kritikus menuduh Eropa menunda-nunda pilihan yang lebih sensitif secara politis, seperti mempercepat rencananya untuk melarang semua impor bahan bakar fosil Rusia.

    “Yang penting,” kata analis Nissen kepada DW, “adalah mereka setidaknya menjaga persatuan Eropa dalam menangani perang ini yang sangat berarti bagi masa depan Ukraina dan juga, tentu saja, masa depan Eropa.”

    Katharina Kroll dan Finlay Duncan juga berkontribusi dalam laporan ini.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Tak Seharusnya Batasi Akses Pejabat Palestina ke PBB

    Tak Seharusnya Batasi Akses Pejabat Palestina ke PBB

    Paris

    Prancis melontarkan kritikan terhadap Amerika Serikat (AS) yang baru saja mengumumkan akan menolak visa untuk para pejabat Otoritas Palestina, termasuk Presiden Mahmoud Abbas, yang dijadwalkan menghadiri Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York bulan depan.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis Jean-Noel Barrot dalam tanggapannya, seperti dilansir AFP, Sabtu (30/8/2025), mengatakan bahwa seharusnya tidak ada pembatasan akses untuk Sidang Umum PBB yang dijadwalkan pada September mendatang di markas besar PBB di Manhattan, New York.

    “Pertemuan Sidang Umum PBB… seharusnya tidak dikenakan pembatasan akses apa pun,” kata Barrot saat berbicara dalam pertemuan para Menlu Uni Eropa di Denmark.

    Sejumlah Menlu negara-negara Eropa yang menghadiri pertemuan di Copenhagen menyuarakan seruan senada dengan Prancis, yakni agar AS mengizinkan akses masuk bagi delegasi Palestina.

    Langkah luar biasa Washington itu muncul saat Prancis bersama beberapa negara sekutu AS lainnya, seperti Inggris, Kanada, dan Australia, berencana memberikan pengakuan resmi untuk negara Palestina di hadapan Majelis Umum PBB yang menggelar pertemuan tahunan di New York pada September mendatang.

    Langkah semacam ini juga menyelaraskan pemerintahan Presiden Donald Trump dengan pemerintah Israel, yang terus melancarkan perang di Jalur Gaza.

    Dalam pengumuman pada Jumat (29/8), pemerintahan Trump menyatakan akan menolak dan mencabut visa untuk para pejabat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Otoritas Palestina, yang berbasis di Tepi Barat, menjelang Sidang Umum PBB karena telah “merusak prospek perdamaian”.

    Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS, yang enggan disebut namanya, mengatakan bahwa Abbas dan sekitar 80 warga Palestina lainnya terdampak oleh langkah tersebut.

    Departemen Luar Negeri AS membenarkan keputusannya itu, dengan melontarkan kembali tuduhan lama soal PLO dan Otoritas Palestina telah gagal dalam menolak ekstremisme, sambil mendorong “pengakuan sepihak” atas negara Palestina.

    “Ini demi kepentingan keamanan nasional kami untuk meminta pertanggungjawaban PLO dan Otoritas Palestina atas ketidakpatuhan mereka terhadap komitmen mereka, dan karena merusak prospek perdamaian,” sebut Departemen Luar Negeri AS dalam pernyataannya.

    Kantor PM Palestina mengatakan pihaknya terkejut dengan keputusan AS tersebut, yang disebutnya bertentangan dengan “hukum internasional” dan telah melanggar “perjanjian markas besar” PBB.

    Berdasarkan “perjanjian markas besar” PBB tahun 1947, AS secara umum diwajibkan untuk mengizinkan akses bagi para diplomat asing ke markas PBB di New York. Namun, Washington mengatakan mereka dapat menolak visa dengan alasan keamanan, ekstremisme, dan kebijakan luar negeri.

    Otoritas Palestina, dalam tanggapannya, menyerukan AS untuk membatalkan keputusan tersebut.

    Abbas telah merencanakan perjalanan ke New York untuk menghadiri Sidang Majelis Umum PBB, pertemuan tingkat tinggi yang digelar secara tahunan, di New York.

    Abbas juga dijadwalkan menghadiri pertemuan puncak, yang digelar oleh Prancis dan Arab Saudi, di mana Prancis, Inggris, Kanada, dan Australia telah berjanji untuk secara resmi mengakui negara Palestina.

    Lihat juga Video: Prancis Akan Akui Negara Palestina

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Video: Diplomasi RI Lindungi Sawit Hadapi Aturan “Rumit” Pasar Global

    Video: Diplomasi RI Lindungi Sawit Hadapi Aturan “Rumit” Pasar Global

    Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah Indonesia disebut Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan RI, Djatmiko Bris Witjaksono telah mempersiapkan sejumlah langkah terkait keputusan Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) World Trade Organization (WTO) yang memenangkan Indonesia atas sengketa perdagangan melawan Uni Eropa (UE) terkait diskriminasi produk kelapa sawit.

    Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan pemerintah masih menanti langkah Uni Eropa terhadap keputusan WTO, jika UE tidak menyampaikan banding maka akan dilakukan penyesuaian kebijakan antara RI-UE.

    Di sisi lain pemerintah juga terus mendorong penguatan standar penguatan pengelolaan sawit dan produk sawit Indonesia agar dapat produk sawit RI dapat diterima dan diakui oleh negara-negara global.

    Seperti apa strategi diplomasi RI mendorong kelangsungan industri sawit RI di pasar internasional? Selengkapnya simak dialog Andi Shalini dengan Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan RI, Djatmiko Bris Witjaksono dalam Squawk Box, CNBC Indonesia (Rabu, 27/08/2025)

  • Tarif Global Dinyatakan Ilegal oleh Pengadilan AS, Trump Murka!

    Tarif Global Dinyatakan Ilegal oleh Pengadilan AS, Trump Murka!

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberikan reaksi keras terhadap putusan pengadilan banding AS yang menyatakan sebagian besar tarif yang diberlakukannya secara global adalah ilegal. Trump bersumpah akan melawan putusan tersebut hingga ke Mahkamah Agung AS.

    Dalam putusan pada Jumat (29/8), pengadilan banding AS untuk Sirkuit Federal menyatakan sebagian besar tarif yang diberlakukan Trump adalah ilegal. Namun, pengadilan AS mengizinkan tarif Trump untuk tetap berlaku saat ini, memberikannya waktu untuk melanjutkan kasus ini ke Mahkamah Agung.

    Putusan pengadilan banding AS tersebut memperkuat putusan pengadilan lebih rendah, yang sebelumnya menyatakan bahwa Trump telah melampaui kewenangannya dalam memanfaatkan kekuatan ekonomi darurat untuk mengenakan bea masuk yang luas.

    Dalam tanggapannya, seperti dilansir AFP, Sabtu (30/8/2025), Trump menyebut pengadilan banding AS telah “secara keliru” menjatuhkan putusan tersebut. Dia juga menuduh pengadilan banding AS “sangat partisan” dalam menjatuhkan putusannya.

    “SEMUA TARIF MASIH BERLAKU! Hari ini, Pengadilan Banding yang sangat partisan secara keliru menyatakan bahwa tarif kita harus dihapus, tetapi mereka tahu bahwa Amerika Serikat pada akhirnya akan menang,” kata Trump dalam pernyataannya via Truth Social pada Jumat (29/8).

    “Jika tarif ini dihapuskan, itu akan menjadi bencana besar bagi negara ini. Itu akan membuat kita lemah secara finansial, dan kita harus kuat,” sebutnya.

    Menurut Trump, putusan pengadilan banding AS itu akan memiliki dampak “menghancurkan” jika dibiarkan begitu saja.

    “AS tidak akan lagi mentoleransi defisit perdagangan yang sangat besar dan tarif yang tidak adil, serta hambatan perdagangan non-tarif yang diberlakukan oleh negara-negara lainnya, baik kawan atau lawan, yang merugikan produsen, petani, dan semua orang,” ujarnya.

    “Jika dibiarkan, keputusan ini benar-benar akan menghancurkan Amerika Serikat,” tegas Trump.

    Lebih lanjut, Trump menyatakan bahwa dirinya akan melawan balik “dengan bantuan Mahkamah Agung Amerika Serikat”. Trump bahkan mengisyaratkan jika Mahkamah Agung AS akan menjatuhkan putusan yang mendukung dirinya.

    “Selama bertahun-tahun, tarif dibiarkan digunakan untuk melawan kita oleh para politisi kita yang tidak peduli dan tidak bijaksana. Sekarang, dengan bantuan Mahkamah Agung Amerika Serikat, kita akan menggunakannya untuk kepentingan bangsa kita, dan menjadikan Amerika, kaya, kuat, dan berkuasa kembali!” cetusnya.

    Putusan pengadilan banding AS itu menjadi pukulan bagi Trump, yang telah menggunakan bea masuk sebagai alat kebijakan ekonomi yang luas. Hal itu juga dapat menimbulkan keraguan atas kesepakatan yang telah dicapai Trump dengan mitra-mitra dagang utama, seperti Uni Eropa.

    Sejak kembali menjabat Presiden AS pada Januari lalu, Trump telah menggunakan Undang-undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA) untuk mengenakan tarif kepada hampir semua mitra dagang AS, dengan tarif dasar sebesar 10 persen dan tarif yang lebih tinggi untuk puluhan negara.

    Putusan pengadilan banding AS pada Jumat (29/8) menekankan bahwa “undang-undang tersebut memberikan wewenang yang signifikan kepada Presiden untuk mengambil sejumlah tindakan sebagai respons terhadap keadaan darurat nasional yang ditetapkan, tetapi tidak satu pun dari tindakan ini secara eksplisit mencakup wewenang untuk mengenakan tarif, bea masuk, atau sejenisnya, atau wewenang untuk memungut pajak”.

    Putusan itu masih bisa digugat lebih lanjut ke Mahkamah Agung, namun jika akhirnya tarif tersebut dinyatakan ilegal, maka perusahaan-perusahaan kemungkinan akan menuntut ganti rugi.

    Lihat juga Video: LPS Sebut RI Tak Rugi soal Nego Tarif AS 19%, Ini Alasannya

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Tok! Pengadilan AS Nyatakan Tarif Global Trump ‘Ilegal’

    Tok! Pengadilan AS Nyatakan Tarif Global Trump ‘Ilegal’

    Washington DC

    Pengadilan banding federal Amerika Serikat (AS) pada Jumat (29/8) waktu setempat memutuskan bahwa sebagian besar tarif yang diberlakukan Presiden Donald Trump, yang telah menjungkirbalikkan perdagangan global, adalah ilegal.

    Namun demikian, pengadilan AS mengizinkan tarif Trump untuk tetap berlaku saat ini, memberikannya waktu untuk melanjutkan kasus ini ke Mahkamah Agung.

    Dari total 11 panel hakim pengadilan banding AS untuk Sirkuit Federal, seperti dilansir AFP, Sabtu (30/8/2025), sebanyak tujuh hakim menyatakan tarif Trump itu ilegal, sedangkan empat hakim lainnya menyatakan sebaliknya.

    Putusan pengadilan banding AS tersebut memperkuat putusan pengadilan lebih rendah, yang sebelumnya menyatakan bahwa Trump telah melampaui kewenangannya dalam memanfaatkan kekuatan ekonomi darurat untuk mengenakan bea masuk yang luas.

    Namun, para hakim banding AS mengizinkan tarif Trump untuk tetap berlaku hingga pertengahan Oktober, sehingga para pihak dapat membawa kasus ini lebih lanjut ke Mahkamah Agung.

    Putusan pengadilan banding ini menjadi pukulan bagi sang Presiden AS, yang telah menggunakan bea masuk sebagai alat kebijakan ekonomi yang luas.

    Hal ini dapat menimbulkan keraguan atas kesepakatan yang telah dicapai Trump dengan mitra-mitra dagang utama, seperti Uni Eropa.

    Sejak kembali menjabat Presiden AS pada Januari lalu, Trump telah menggunakan Undang-undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA) untuk mengenakan tarif kepada hampir semua mitra dagang AS, dengan tarif dasar sebesar 10 persen dan tarif yang lebih tinggi untuk puluhan negara.

    Dia menggunakan wewenang serupa untuk mengenakan tarif terpisah terhadap Meksiko, Kanada, dan China terkait aliran obat-obatan terlarang yang mematikan ke wilayah AS.

    Putusan pengadilan banding AS pada Jumat (29/8) menekankan bahwa “undang-undang tersebut memberikan wewenang yang signifikan kepada Presiden untuk mengambil sejumlah tindakan sebagai respons terhadap keadaan darurat nasional yang ditetapkan, tetapi tidak satu pun dari tindakan ini secara eksplisit mencakup wewenang untuk mengenakan tarif, bea masuk, atau sejenisnya, atau wewenang untuk memungut pajak”.

    Pengadilan Perdagangan Internasional AS, pada Mei lalu, memutuskan bahwa Trump telah melampaui wewenangnya dengan mengenakan pungutan global secara menyeluruh.

    Tarif yang diberlakukan Trump dengan alasan keadaan darurat telah menuai sejumlah gugatan hukum. Putusan pengadilan banding AS itu masih bisa digugat lebih lanjut ke Mahkamah Agung, namun jika akhirnya tarif tersebut dinyatakan ilegal, maka perusahaan-perusahaan kemungkinan akan menuntut ganti rugi.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Beramai-ramai Pabrikan Otomotif Eropa Minta Kelonggaran Aturan Emisi kepada Uni Eropa

    Beramai-ramai Pabrikan Otomotif Eropa Minta Kelonggaran Aturan Emisi kepada Uni Eropa

    JAKARTA — Asosiasi pabrikan mobil Eropa (ACEA) dan pemasok suku cadang kembali mendesak Uni Eropa (EU) untuk melonggarkan aturan emisi yang ketat. Desakan ini disampaikan melalui surat terbuka oleh CEO Mercedes-Benz, Ola Källenius, yang juga menjabat sebagai presiden ACEA.

    Diketahui, aturan EU yang kontroversial itu mewajibkan industri otomotif untuk mengurangi emisi karbon kendaraan sebesar 55 persen pada tahun 2030 dan bahkan melarang penjualan mobil bermesin pembakaran internal (ICE) mulai 2035.

    Dalam surat tiga halaman tersebut, ACEA menegaskan bahwa target tersebut “tidak lagi layak” dan harus “dikalibrasi ulang.” Meskipun berkomitmen terhadap target nol emisi pada 2050, para pabrikan meminta lebih banyak kelonggaran untuk bisa beradaptasi dengan kondisi pasar.

    Melansir CarBuzz, Jumat, 29 Agutus, alasan utama kekhawatiran pabrikan adalah melambatnya adopsi kendaraan listrik (EV). Saat ini, penjualan EV di Eropa hanya mencapai 15 persen dari total penjualan mobil. Porsche menjadi contoh nyata dari isu ini, di mana perusahaan tersebut menunda rencana pembangunan pabrik baterai dan mempertimbangkan untuk mempertahankan beberapa model ICE lebih lama dari yang direncanakan.

    Pabrikan berpendapat bahwa mereka tidak bisa terus berinvestasi besar-besaran pada EV jika permintaan pasar tidak secepat yang diharapkan. Mereka juga menyoroti potensi besar dari teknologi hibrida sebagai solusi transisi yang lebih fleksibel.

    Selain meminta kelonggaran, surat tersebut juga mendesak EU untuk memberikan dukungan lebih, bukan hanya kepada pabrikan, tetapi juga kepada industri EV secara keseluruhan. ACEA meminta EU untuk memberikan insentif lebih kepada konsumen agar mau membeli EV, lalu berinvestasi pada infrastruktur pengisian daya untuk memudahkan kepemilikan dan penggunaan EV serta melonggarkan beberapa regulasi terkait rantai pasok dan manufaktur baterai di Eropa.

    Meskipun EU memiliki alasan kuat untuk bertindak cepat dalam mengatasi perubahan iklim, pertemuan yang akan datang pada September mendatang diharapkan dapat menjadi momentum untuk mencapai kompromi. Tujuannya jelas adalah agar aturan emisi bisa terus berjalan efektif, tanpa mengancam kelangsungan bisnis para pabrikan otomotif.

  • Pengiriman Paket Bernilai Kecil ke AS Kini Kena Bea Masuk

    Pengiriman Paket Bernilai Kecil ke AS Kini Kena Bea Masuk

    Jakarta

    Mulai Jumat pukul 00:01 waktu Amerika Serikat (7:01 WIB), seluruh barang yang dikirim ke AS akan dikenakan tarif bea masuk.

    Selama enam bulan ke depan, jasa pengiriman pos dapat memilih untuk membayar bea tetap sebesar 80 hingga 200 dolar (sekitar Rp1,3 hingga Rp3,3 juta) per paket, tergantung negara asalnya, menurut pejabat pemerintahan Trump.

    Sebelumnya, ada pengecualian de minimis yang membebaskan barang senilai atau kurang dari 800 dolar AS (sekitar Rp13,2 juta) untuk bebas bea masuk sejak 1938.

    Menurut Badan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS, jumlah paket de minimis melonjak dari 140 juta pada 2014 menjadi 1,36 miliar paket pada 2024.

    Pakar mengatakan banjirnya impor bernilai rendah merugikan ritel AS, membuka celah masuknya barang berbahaya tanpa pemeriksaan, serta memudahkan penyelundupan fentanyl dan narkoba lainnya ke dalam negeri.

    Presiden AS Donald Trump sudah menghentikan pengecualian untuk Cina sejak Februari. Kini, aturan tersebut telah dihentikan bagi semua negara.

    Semua impor ke AS dikenakan tarif bea masuk

    Tarif penuh kini berlaku untuk semua paket yang dikirim melalui jasa ekspres seperti FedEx, United Parcel Service, dan DHL. Perusahaan-perusahaan ini akan memungut bea sekaligus mengurus dokumen administrasi.

    Berdasarkan panduan Bea Cukai AS, paket dari negara dengan tarif di bawah 16%, seperti Inggris dan Uni Eropa, akan dikenakan bea flat 80 dolar (sekitar Rp1,3 juta).

    Sementara, negara dengan tarif antara 16% sampai 25%, seperti Indonesia dan Vietnam, dikenakan 160 dolar (sekitar Rp2,6 juta).

    Negara dengan tarif di atas 25%, termasuk Cina, Brasil dan India, akan dikenakan 200 dolar (sekitar Rp3,3 juta).

    Setelah masa transisi enam bulan, layanan pos wajib memungut bea penuh berdasarkan nilai barang mulai 28 Februari 2026.

    Layanan pos asing hentikan pengiriman ke AS

    Dari Asia hingga Eropa dan Amerika Latin, puluhan perusahaan pos asing menghentikan pengiriman paket ke AS.

    Mereka beralasan tidak punya cukup waktu untuk beradaptasi dengan perubahan aturan, seperti mekanisme pemungutan bea dan dokumen yang diperlukan, setelah Trump menandatangani perintah penghapusan de minimis pada Juli lalu.

    Daftar layanan pos yang menghentikan pengiriman paket untuk pelanggan bisnis ke AS mencakup Meksiko, Jerman, Prancis, Spanyol, Italia, Australia, Jepang, Taiwan, India, dan Swiss.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Adelia Dinda Sani

    Editor: Rahka Susanto

    Lihat juga Video ‘Kasus Viral WNA Hilang USD 5.000 di Bea-Cukai Soetta Berakhir Damai’:

    (ita/ita)