Negara: Uni Eropa

  • Gempar Kepala Babi Ditemukan di Luar Masjid Prancis

    Gempar Kepala Babi Ditemukan di Luar Masjid Prancis

    Paris

    Kepolisian Prancis meluncurkan penyelidikan setelah potongan kepala babi ditemukan di luar sejumlah masjid di yang ada di wilayah ibu kota Paris. Penyelidikan bertujuan mencari pelaku di balik temuan kepala babi tersebut.

    “Segala upaya sedang dilakukan untuk menemukan pelaku dari tindakan tercela ini,” tegas Kepala Kepolisian Kota Paris, Laurent Nunez, dalam pernyataan via media sosial X, seperti dilansir AFP, Selasa (9/9/2025).

    Seorang sumber yang mengetahui penyelidikan tersebut mengatakan kepada AFP bahwa beberapa kepala babi itu ditemukan di ruas jalanan umum di dalam wilayah Paris dan dua kepala babi lainnya ditemukan di area di luar kota Paris.

    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bruno Retailleau, dalam pernyataannya, mengutuk keras tindakan itu. Dia menyebutnya sebagai tindakan yang “keterlaluan” dan “sama sekali tidak dapat diterima”.

    “Saya ingin rekan-rekan Muslim kita dapat menjalankan keyakinan mereka dengan damai,” ucap Retailleau dalam pernyataannya.

    Prancis merupakan rumah bagi komunitas Muslim terbesar di kawasan Uni Eropa. Negara ini juga menjadi tempat tinggal bagi populasi Yahudi terbesar di luar Israel dan Amerika Serikat (AS).

    Beberapa negara Uni Eropa, menurut Badan Hak Asasi Fundamental Uni Eropa, telah melaporkan lonjakan “kebencian anti-Muslim” dan “antisemitisme” sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober 2023.

    Beberapa waktu lalu, Presiden Emmanuel Prancis mengumumkan rencana Prancis untuk secara resmi mengakui negara Palestina di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menggelar sidang pada September ini di markas PBB di New York, AS.

    Rencana itu menuai kecaman keras dari Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu yang menyebut rencana Macron itu justru “mengobarkan api antisemitisme”.

    Macron, dalam pernyataan terbarunya, menegaskan bahwa Israel tidak bisa menghentikan upaya untuk mengakui negara Palestina dengan perluasan serangan di Jalur Gaza atau dengan mencaplok lebih banyak wilayah Palestina.

    “Tidak ada serangan, upaya aneksasi, atau pemindahan paksa penduduk yang akan menggagalkan momentum yang telah kami ciptakan,” tegasnya.

    Lihat juga Video: Jemaah di Masjid Prancis Tewas Ditikam Saat Salat

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Cara Buat Grup Keluarga di Gim Minecraft untuk Mengaktifkan Fitur Parental Control

    Cara Buat Grup Keluarga di Gim Minecraft untuk Mengaktifkan Fitur Parental Control

    JAKARTA – Minecraft menjadi salah satu gim paling populer di dunia, termasuk di kalangan anak-anak. Namun, banyak orang tua yang khawatir dengan interaksi online maupun konten yang bisa diakses anak saat bermain. 

    Untungnya, Microsoft menghadirkan fitur parental control yang akan membantu orang tua untuk dapat mengelola pengalaman bermain anak dengan lebih aman.

    Fitur ini tersedia bagi pengguna Minecraft: Bedrock Edition dan dapat diakses melalui halaman Microsoft Family Safety secara online maupun aplikasi Xbox Family Settings. 

    Akun anak di sini adalah pengguna di bawah usia 16 tahun di AS dan Uni Eropa, atau 19 tahun di Korea Selatan. Untuk mengaktifkan kontrol orang tua, Anda perlu membuat akun orang tua dan akun anak, lalu membuat grup keluarga. 

    Cara Membuat Grup Keluarga melalui Situs Microsoft Family Safety

    Kunjungi beranda Microsoft Family SafetyMasuk dengan akun orang tuaPilih Create a family groupPilih Add a family memberBuat akun anak baru atau masukkan alamat email anak yang sudah adaKunjungi halaman Privacy & Online Safety untuk mengatur pengaturan dalam gim bagi akun anak.

    Cara Membuat Grup Keluarga melalui Aplikasi Xbox Family Settings

    Unduh aplikasi Xbox Family di perangkat AndaMasuk dengan akun orang tuaPilih ikon siluet hijau di kanan atasPilih Add ChildPilih Create new account atau Add existing accountKetuk akun anak di bawah Members untuk mengatur pengaturan dalam gim.

  • Rupiah melemah seiring ketidakstabilan politik di Prancis dan Jepang

    Rupiah melemah seiring ketidakstabilan politik di Prancis dan Jepang

    Jakarta (ANTARA) – Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi menganggap pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi ketidakpastian politik di Prancis dan Jepang.

    Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan Selasa sore melemah sebesar 172 poin atau 1,05 persen menjadi Rp16.482 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.310 per dolar AS.

    Menurut Ibrahin, pertama ialah kondisi perpolitikan di Eropa, tepatnya di Prancis, yang memanas.

    “Perdana Menteri Prancis Francois Bayrou mengundurkan diri setelah kehilangan mosi kepercayaan di Majelis Nasional,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

    Sebagaimana diumumkan Ketua Majelis Nasional Yael Braun-Pivet, dari 589 anggota majelis, Bayrou hanya mendapat 194 suara dukungan terhadap pemerintahannya, sementara 364 suara lainnya menolak mendukung Bayrou. Sejumlah 15 anggota lainnya abstain.

    Atas keputusan parlemen tersebut, Bayrou akan menyampaikan mundurnya pemerintahan yang ia pimpin kepada Presiden Emmanuel Macron pada hari ini, demikian menurut BFM TV.

    Bayrou, yang baru mengumumkan kerangka APBN Prancis tahun 2026 pada Juli lalu, berupaya menggalang dukungan parlemen terhadap usulan kebijakan penghematan anggaran negara sebesar 44 miliar euro untuk menekan utang negara yang semakin meningkat.

    Utang negara Prancis saat ini mencapai 113 persen dari pendapatan domestik bruto nasional. Negara tersebut juga mencatatkan defisit anggaran sebesar 5,8 persen, salah satu yang tertinggi di Uni Eropa.

    Namun, partai oposisi di Majelis Nasional dari spektrum politik yang berseberangan, yaitu partai La France Insoumise (LFI) yang berhaluan kiri ekstrem, kemudian Partai Sosialis, serta Partai Rassemblement National (RN) yang berhaluan kanan ekstrem, sepakat tidak akan mendukung pemerintahan Bayrou.

    Negosiasi APBN telah menjadi sumber utama ketegangan antara faksi politik di Prancis.

    Di Asia, PM Jepang Shigeru Ishiba mengundurkan diri dengan menyebut pentingnya mencapai kesepakatan tarif antara Jepang dan Amerika Serikat (AS) sebagai salah satu faktor utama dalam keputusannya menyerahkan jabatan kepada bakal penerusnya.

    Adapun di Rusia, AS meningkatkan prospek pemberian sanksi yang lebih ketat menyusul serangan Moskow terhadap Ukraina di akhir pekan.

    Melihat sentimen dari dalam negeri, pergantian Menteri Keuangan (Menkeu) dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa mengguncang pasar.

    “Pencopotan Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan memicu kekhawatiran investor global atas arah fiskal Indonesia,” ujar Ibrahim.

    Adapun kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga melemah ke level Rp16.462 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.348 per dolar AS.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mungkinkah Gejolak Ekonomi Prancis Picu Krisis Utang Zona Euro?

    Mungkinkah Gejolak Ekonomi Prancis Picu Krisis Utang Zona Euro?

    Jakarta

    Beberapa saat sebelum Francois Bayrou kalah dalam pemungutan suara kepercayaan di parlemen pada Senin (08/09), perdana menteri Prancis memperingatkan bahwa isu keuangan negara bisa mengancam “keberlangsungan” negara tersebut.

    “Anda memiliki kekuatan untuk menjatuhkan pemerintah, tetapi Anda tidak memiliki kekuatan untuk menghapus kenyataan,” kata Bayrou kepada para anggota parlemen, seraya menambahkan bahwa ekonomi terbesar kedua Eropa saat ini memiliki “beban utang yang sudah tidak tertahankan, dan akan menjadi lebih berat serta lebih besar.”

    Masih belum ada kepastian tentang apa yang akan terjadi selanjutnya, apakah akan digelar pemilu baru, seperti yang dituntut partai sayap kanan National Rally, atau Presiden Emmanuel Macron berhasil membentuk pemerintah minoritas baru.

    Secara ekonomi, fokusnya adalah uang dan beban utang Prancis yang menjulang tinggi. Dalam istilah absolut, tidak ada negara Uni Eropa yang memiliki utang nasional terkonsolidasi lebih besar daripada Prancis. Utang negara telah naik sekitar €3,35 triliun (sekitar 64.800 triliun Rupiah) — sekitar 113 persen dari produk domestik bruto (PDB), dengan angka yang diperkirakan meningkat lebih lanjut menjadi 125 persen pada 2030.

    Raja utang Eropa

    Rasio utang terhadap PDB Prancis begitu tinggi. Di Uni Eropa sendiri, hanya Yunani dan Italia yang berhasil melampauinya. Dengan defisit anggaran 5,4 hingga 5,8 persen tahun ini, Prancis juga mencatat defisit terbesar di antara 27 negara anggota UE.

    Demi memenuhi target dari UE untuk menurunkan defisit anggaran menjadi 3 persen, penghematan besar-besaran tak bisa dihindari.

    Namun, karena pemotongan anggaran saat ini sulit diterima secara politik, pasar keuangan bereaksi dengan menaikkan risiko obligasi Prancis. Sementara obligasi Jerman menawarkan bunga sekitar 2,7 persen, Prancis harus membayar hampir 3,5 persen untuk utangnya.

    Lantas, perlukah kita khawatir soal stabilitas euro jika keuangan negara terbesar kedua di zona euro ini makin tak terkendali?

    “Ya, kita harus khawatir. Zona euro saat ini tidak stabil,” kata Friedrich Heinemann, ekonom di ZEW Leibniz Center for European Economic Research di Mannheim, Jerman. Meski begitu, ia “tidak terlalu khawatir” tentang krisis utang jangka pendek dalam beberapa bulan mendatang.

    “Tapi kita harus bertanya ke mana arah ini jika negara besar seperti Prancis, yang rasio utangnya terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, kini juga menghadapi destabilisasi politik lebih lanjut,” ujarnya kepada DW.

    Negara dengan perekonomian besar lainnya juga menumpuk utang historis yang tinggi dan harus menghimpun miliaran di pasar modal. Misalnya, musim gugur ini Jerman, Jepang, dan AS perlu menerbitkan obligasi pemerintah baru untuk membiayai pengeluaran mereka. Hal ini menjadi alasan utama pasar obligasi global tetap tertekan.

    Satu-satunya alasan pasar belum makin cemas, adalah harapan bahwa Bank Sentral Eropa (ECB) akan turun tangan dengan membeli obligasi Prancis untuk menstabilkan pasar, kata Heinemann. “Namun harapan itu bisa saja keliru, karena ECB harus berhati-hati agar tidak merusak kredibilitasnya.”

    Dilema politik ini telah lama menghantui pemerintah Prancis. Setiap kali mereka mengusulkan langkah penghematan atau reformasi ekonomi, partai-partai di kiri maupun kanan selalu menentang dan mengerahkan pendukungnya.

    Serikat pekerja bahkan telah mengumumkan mogok umum pada 10 September, dua hari setelah pemungutan suara mosi percaya.

    Tekanan dari Komisi Eropa dan ECB

    Prancis saat ini menghabiskan €67 miliar (sekitar 1.296 triliun Rupiah) per tahun hanya untuk membayar bunga. Tak hanya itu, negara ini pun berada di bawah tekanan karena telah berkomitmen untuk secara bertahap mengurangi defisit sesuai aturan UE.

    Namun Heinemann juga menempatkan sebagian kesalahan pada langkah Komisi Eropa karena “membantu menciptakan kekacauan ini.”

    “Komisi menutup mata, bahkan kedua matanya, ketika menyangkut Prancis. Itu adalah kompromi politik yang didorong oleh ketakutan memperkuat populis,” katanya, seraya menambahkan, “Prancis sudah menggunakan banyak ruang fiskalnya. Jerman berada dalam posisi jauh lebih baik, dengan banyak ruang gerak.”

    Reformasi yang mandek

    Menurut Heinemann, Prancis, seperti Jerman, sangat membutuhkan reformasi besar-besaran dalam kesejahteraan dan pemotongan pengeluaran. Alternatifnya adalah menaikkan pajak di negara yang sudah membebani warga dan bisnis dengan pajak tinggi.

    Oleh karena itu, Heinemann skeptis politik Prancis dapat menghasilkan konsensus lintas partai dalam pengurangan utang. “Dengan populis di kiri dan kanan yang semakin kuat, saya tidak melihat itu terjadi. Pusat menyusut. Itulah mengapa saya pesimis dengan Prancis dan tidak melihat solusinya.”

    Bagi Andrew Kenningham, kepala ekonom Eropa di Capital Economics, risiko terhadap pasar Eropa lainnya tetap dapat dikelola untuk saat ini.

    “Sejauh ini, masalah tampaknya terbatas pada Prancis sendiri, selama skala masalah Prancis tidak terlalu besar,” katanya dalam catatan kepada klien.

    Namun, ia juga memperingatkan skenario di mana krisis Prancis bisa meningkat signifikan, meningkatkan risiko penularan.

    “Bagaimanapun, Prancis adalah ekonomi terbesar kedua zona euro, dengan hubungan dagang dan keuangan yang signifikan dengan tetangganya, dan juga merupakan kekuatan politik utama UE,” kata Kenningham. Nantinya, krisis di Prancis bisa mempertanyakan kelangsungan proyek Eropa itu sendiri.

    “Kami tidak mengantisipasi krisis sebesar itu dalam satu hingga dua tahun ke depan. Tapi jika terjadi, penularan bisa menjadi risiko lebih besar — yang harus ditangani ECB,” ujarnya.

    Krisis politik yang terjadi di tengah ketegangan

    Gejolak Prancis muncul saat UE sedang bersitegang dengan AS terkait kebijakan perdagangan, termasuk pajak lebih tinggi pada raksasa teknologi AS yang diusulkan Prancis.

    Oleh karena itu, ini merupakan waktu yang kurang tepat bagi Uni Eropa untuk terlihat lemah akibat kebuntuan politik di ekonomi terbesar kedua kawasan itu.

    Bagi Heinemann, kebanyakan aktor politik di Prancis adalah “pendukung Trump di hati,” terutama di spektrum kiri dan kanan politik.

    “Mereka bisa meningkatkan tekanan pada Komisi Eropa untuk membalas tarif Trump dengan tarif Eropa,” kata ekonom itu, yang “akan meningkatkan risiko perang dagang nyata” dan memperburuk krisis utang negara itu lebih jauh lagi.

    Artikel ini awalnya ditulis dalam bahasa Jerman. Pertama kali diterbitkan pada 5 September, dan diperbarui pada 8 September setelah perdana menteri Prancis kalah dalam pemungutan suara kepercayaan di parlemen.

    Diadaptasi oleh Adelia Dinda Sani

    Editor: Rahka Susanto

    Tonton juga video “PM Prancis Lengser Setelah Kalah di Mosi Kepercayaan Parlemen” di sini:

    (ita/ita)

  • Sebulan Tarif Trump Berlaku dan Dinamika Perdagangan Global

    Sebulan Tarif Trump Berlaku dan Dinamika Perdagangan Global

    Bisnis.com, JAKARTA – Sudah satu bulan sejak Presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi memberlakukan tarif timbal balik perdagangan terhadap puluhan negara.

    Namun, sejak tarif berlaku 7 Agustus 2025 hingga saat ini, masih banyak dinamika yang terjadi, mulai dari proses negosiasi sejumlah negara, ancaman tarif baru, hingga putusan pengadilan Federal yang menyebut tarif Trump ilegal.

    Terbaru, Pengadilan banding federal AS memutuskan bahwa sebagian besar tarif global Presiden Trump ilegal. Pada 29 Agustus lalu, pengadilan banding federal dengan suara 7–4 menilai undang-undang itu tidak memberi presiden kewenangan memberlakukan tarif, bea masuk, atau pajak secara sepihak.

    Meski begitu, pengadilan mengizinkan tarif tersebut tetap berlaku hingga 14 Oktober untuk memberi waktu bagi pemerintah mengajukan banding ke Mahkamah Agung.

    Putusan tersebut menguatkan putusan sebelumnya oleh Pengadilan Perdagangan Internasional bahwa Trump secara keliru menggunakan undang-undang tersebut untuk ‘menghantam’ negara-negara di seluruh dunia dengan tarif yang tinggi. 

    “Undang-undang tersebut memberikan wewenang yang signifikan kepada Presiden untuk melakukan sejumlah tindakan dalam menanggapi keadaan darurat nasional yang dinyatakan, tetapi tidak satu pun dari tindakan ini secara eksplisit mencakup wewenang untuk mengenakan tarif, bea, atau sejenisnya, atau wewenang untuk mengenakan pajak,” kata pengadilan seperti dikutip Bloomberg, Senin (9/9/2025).

    Secara terpisah, Presiden AS Donald Trump menegaskan bahwa kebijakan tarif Negeri Paman Sam untuk berbagai negara di seluruh dunia tetap berlaku.

    “SEMUA TARIF MASIH BERLAKU!” ujar Trump dalam sebuah unggahan di Truth Social tak lama setelah putusan pengadilan banding tersebut dikeluarkan.

    Trump pekan lalu mengajukan banding ke Mahkamah Agung. Gedung Putih meminta keputusan dapat dicapai paling lambat 10 September mengenai apakah perkara tersebut akan didengar pada November.

    Kesepakatan Dagang Terancam Batal

    Trump juga mengancam membatalkan kesepakatan dagang dengan Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan jika Mahkamah Agung AS menguatkan putusan yang menyatakan tarif-tarifnya ilegal.

    Berbicara di Gedung Putih pada Rabu (3/9/2025) waktu setempat, Trump mengatakan pemerintahannya akan menang dalam perkara tersebut.

    “Kami sudah membuat kesepakatan dengan Uni Eropa di mana mereka membayar hampir US$1 triliun. Dan Anda tahu apa? Mereka senang. Semua kesepakatan itu sudah selesai. Tapi saya rasa kami harus membatalkannya,” ujarnya dikutip dari Reuters, Jumat (5/9/2025).

    Pernyataan tersebut menjadi yang pertama kali secara eksplisit menyinggung bahwa kesepakatan dagang dengan mitra utama—yang dinegosiasikan terpisah di luar kebijakan tarif—berpotensi tidak berlaku jika Mahkamah Agung menguatkan putusan pekan lalu.

    Trump menegaskan pencabutan tarif akan sangat merugikan AS. Namun, para ekonom mencatat bahwa bea masuk sebenarnya dibayar oleh importir di AS, bukan perusahaan asal negara pengekspor, dan berpotensi mendorong inflasi domestik.

    Sementara itu, Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan AS akan mengembalikan dana ke negara-negara di seluruh dunia jika Mahkamah Agung memutuskan untuk menolak tarif Presiden Donald Trump,

    “Kami harus memberikan pengembalian dana sekitar setengah dari tarif, yang akan sangat buruk bagi keuangan negara,” kata Bessent seperti dikutip USA Today, Selasa (9/9/2025).

     

    Negosiasi Terus Berjalan

    Terlepas dari putusan pengadilan federal, proses negosiasi sejumlah negara terhadap tarif Trump terus berjalan. Pekan lalu, Trump menandatangani perintah eksekutif yang secara resmi memberlakukan perjanjian dagang dengan Jepang, termasuk tarif maksimum 15% atas sebagian besar produk dan komitmen dana investasi US$550 miliar.

    Kesepakatan tersebut, yang juga mencakup komitmen Jepang membentuk dana investasi senilai US$550 miliar di AS, pertama kali dicapai pada Juli lalu namun baru difinalisasi pekan ini setelah Washington dan Tokyo bernegosiasi terkait detail perjanjian.

    Sementara itu, Trump juga menggandakan tarif impor terhadap India menjadi 50%. Naiknya tarif ini sebagai hukuman atas pembelian minyak Rusia oleh India.

    Di Tanah Air sendiri, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyatakan tarif timbal balik sebesar 19% sudah berlaku, namun negosiasi dengan pemerintah AS masih terus berjalan.

    “Iya, iya [tarif impor 19% dari Trump berlaku 7 Agustus 2025]. Ya kan itu 7 hari setelah tanggal 31 [Juli 2025] kan. Ya berarti hari ini [7 Agustus 2025],” kata Budi saat ditemui di Kantor Kemendag, Jakarta, Kamis (7/8/2025).

    Budi menjelaskan hingga saat ini, pemerintah Indonesia masih terus melakukan negosiasi dengan pemerintah AS. Langkah ini sama seperti upaya pemerintah dalam menurunkan tarif resiprokal menjadi 19% dari yang semula 32%.

  • Ogah Perang Harga dengan Mobil China, Mercedes-Benz Tetap Percaya Diri dengan Strategi Premium

    Ogah Perang Harga dengan Mobil China, Mercedes-Benz Tetap Percaya Diri dengan Strategi Premium

    JAKARTA – Di tengah gelombang perang harga yang brutal di pasar otomotif China, Mercedes-Benz tetap teguh pada pendiriannya. Alih-alih ikut banting harga, pabrikan mewah asal Jerman ini memilih untuk mempertahankan strategi premiumnya, meskipun harus mengorbankan pangsa pasar.

    Langkah ini diungkapkan langsung oleh CEO Ola Kaellenius, dikutip dari Reuters, Senin, 8 September. Menurutnya, meskipun penjualan mobil Mercedes-Benz di China sempat anjlok 19 persen pada kuartal kedua tahun 2025, perusahaan tidak akan mengubah haluan.

    “Kami tetap membebankan harga sedikit lebih mahal, tapi para penggemar GLC dapat yakin… dari sisi harga, jika Anda saat ini adalah pelanggan GLC, Anda akan tetap merasa nyaman dengan GLC listrik yang baru ini,” ujar Kaellenius di sela-sela pameran mobil IAA Mobility di Munich.

    Mercedes-Benz kini menaruh harapan besar pada model andalan terbarunya, SUV listrik GLC, sebagai kunci untuk merebut kembali dominasi di pasar mobil terbesar di dunia tersebut. Kaellenius meyakini bahwa model ini akan “tepat sasaran” sesuai dengan apa yang dicari oleh konsumen Tiongkok. Strategi ini menunjukkan komitmen Mercedes-Benz untuk memprioritaskan margin keuntungan di atas volume penjualan, sebuah pendekatan yang juga dianut oleh merek sekelas Porsche.

    Di sisi lain, tantangan bagi Mercedes-Benz tidak hanya datang dari China, tetapi juga dari Amerika Serikat. Pabrikan ini kini menunggu keputusan pemerintah AS untuk menurunkan tarif impor mobil dari Uni Eropa menjadi 15 persen dari sebelumnya 27,5 persen. Meskipun dampaknya terhadap keuangan perusahaan belum dikuantifikasi, Kaellenius berharap keringanan tarif ini segera terealisasi.

    Di tengah tekanan ganda dari persaingan China dan regulasi tarif internasional, Mercedes-Benz membuktikan bahwa mereka siap bertarung. Dengan memertahankan identitas merek yang premium dan mengandalkan inovasi produk seperti GLC listrik, mereka berharap dapat memenangkan kembali hati konsumen tanpa harus menyerah pada perang harga yang melemahkan.

  • Trump Turun Gunung Usai Google dan Apple Dipalak Habis-habisan

    Trump Turun Gunung Usai Google dan Apple Dipalak Habis-habisan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan berbagai negara di dunia masih terus berlangsung, bahkan memanas. Salah satunya antara AS dengan Eropa.

    Eropa diketahui sedang memperketat aturan terhadap raksasa teknologi asal AS seperti Apple dan Google. Aturan tersebut terkait praktik monopoli raksasa teknologi, yang berujung pada hukuman denda.

    Presiden AS Donald Trump turun gunung untuk membela Apple dan Google. Pada akhir pekan lalu, Trump mengancam akan meluncurkan investigasi perdagangan untuk membatalkan denda yang disebut ‘diskriminatif’ dari Eropa terhadap Google dan Apple.

    “Kita tidak bisa membiarkan hal ini terjadi pada perusahaan AS yang menakjubkan. Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Jika hal ini terjadi, saya akan terpaksa memulai proses hukum Pasal 301 untuk membatalkan denda tidak adil yang dikenakan kepada Perusahaan-Perusahaan AS Pembayar Pajak ini,” tulis Trump di Truth Social, dikutip dari CNBC International, Senin (8/9/2025).

    Ancaman tersebut ia sampaikan beberapa jam setelah Google menerima denda senilai hampir US$3,5 miliar dari Uni Eropa dalam kasus antimonopoli besar yang berpusat pada bisnis teknologi periklanan raksasa mesin pencari tersebut.

    Unggahan tersebut juga muncul sehari setelah Trump mengadakan jamuan makan malam di Gedung Putih bersama sekelompok eksekutif teknologi papan atas, yang bergantian memujinya.

    CEO Google Sundar Pichai berterima kasih kepada Trump setelah hakim AS mengeluarkan putusan yang menguntungkan dalam kasus antimonopoli penting terhadap Alphabet. Pichai mengatakan ia menghargai dialog konstruktif yang dilakukan pemerintah.

    Dalam unggahannya, Trump mengeluh dan menuduh Eropa “secara efektif mengambil uang yang seharusnya digunakan untuk Investasi dan Lapangan Kerja AS.”

    Trump menekankan bawa denda dan pajak lain yang dikeluarkan terhadap Google dan perusahaan AS lainnya tidak adil.

    “Wajib pajak AS tidak akan menoleransi ini!,” ujarnya.

    Dalam unggahan lanjutan pada Jumat (5/9) sore, Trump mengklaim bahwa Google sebelumnya telah membayar US$13 miliar dalam klaim dan tuduhan palsu.

    Tidak jelas dari mana angka tersebut berasal, meskipun perusahaan tersebut baru-baru ini menghadapi serangkaian denda regulasi yang besar.

    Ia juga mengecam Uni Eropa karena memeras miliaran dolar dari Apple dalam bentuk pajak tertunggak dan denda atas dugaan praktik antikompetisi.

    Unggahan tersebut mengklaim bahwa Apple telah didenda US$17 miliar, tetapi angka tersebut tampaknya mencakup putusan pengadilan tahun 2024 di Irlandia yang memerintahkan perusahaan untuk membayar lebih dari US$14 miliar dalam bentuk pajak tertunggak.

    “Apple harus mendapatkan kembali uang mereka!,” tulis Trump.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 15 Ribu Orang Asing di Bali Jadi Peserta BPJS Kesehatan

    15 Ribu Orang Asing di Bali Jadi Peserta BPJS Kesehatan

    Jakarta

    Sebanyak 15 ribu Warga Negara Asing (WNA) terdaftar dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal ini diungkap langsung oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti saat rapat dengan DPR RI.

    Menurut Ghufron, kepesertaan WNA dalam JKN sudah sesuai dengan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa WNA yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia wajib menjadi peserta JKN.

    “Di Undang-undang nomor 24 tahun 2011, setiap orang yaitu termasuk pekerja rumah tangga dan juga orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia wajib menjadi peserta JKN. Di Bali saja sudah lebih dari 15 ribu orang asing yang menjadi peserta BPJS,” ujarnya dalam RDPU dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Kompleks Parlemen, Senin (8/9/2025).

    Secara keseluruhan jumlah peserta BPJS saat ini sudah mencapai 281 juta orang. Angka itu setara dengan 98,82% dari jumlah penduduk Indonesia.

    “Cakupan kepesertaan program JKN ini sekarang sudah mencapai luar biasa, 281 juta lebih atau 98,82%,” tuturnya.

    Capaian ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang berhasil dalam mengimplementasikan program jaminan kesehatan secara nasional. Sebagai perbandingan, Jerman saja butuh waktu hingga 127 tahun untuk mencapai level yang sama.

    “Jerman memiliki waktu 127 tahun. Brasil, Uni Eropa, 100 tahunan lebih. Jepang 36 tahun. Tercepat itu Korea Selatan 12 tahun, dan Indonesia 10 tahun sejak BPJS lahir itu sudah 98,82%, artinya tinggal 1,18%,” tutup Ghufron.

    (acd/acd)

  • Google Didenda Eropa Rp 56 Triliun, Trump Ancam Balas Dendam

    Google Didenda Eropa Rp 56 Triliun, Trump Ancam Balas Dendam

    Jakarta

    Google didenda sangat tinggi terkait kasus antimonopoli, yaitu USD 3,45 miliar atau di kisaran Rp 56 triliun dari regulator Uni Eropa. Google dinilai bersalah atas praktik anti persaingan dalam bisnis teknologi periklanannya. Donald Trump pun tak terima dan mengancam balas dendam.

    Presiden Amerika Serikat itu mengatakan pemerintahannya mungkin akan meluncurkan investigasi Pasal 301 terhadap Uni Eropa yang dapat berujung pada pengenaan tarif pembalasan. Hal ini bisa menjadi pukulan telak bagi Uni Eropa.

    Denda tersebut merupakan langkah agresif dari Komisi Eropa, regulator teknologi tertinggi Uni Eropa. Pemerintahan Trump mengeluhkan denda besar yang dijatuhkan Uni Eropa akibat undang-undang privasi dan antimonopoli mereka yang jauh lebih ketat dan lebih sering ditegakkan daripada di Amerika Serikat.

    “Google juga telah membayar, di masa lalu, USD 13 Miliar Dolar dalam klaim dan biaya palsu dengan total USD 16,5 Miliar Dolar. Seberapa gila itu? Uni Eropa harus menghentikan praktik ini terhadap Perusahaan Amerika, SEGERA!” sebut Trump di Truth Social.

    Seperti diberitakan, Komisi Eropa menuduh Google mendistorsi persaingan di pasar teknologi periklanan (adtech) dengan secara tidak adil mengutamakan layanan teknologi periklanan display miliknya sendiri sehingga merugikan para pesaing.

    Komisi tersebut juga memerintahkan Google untuk mengakhiri praktik-praktik yang mengutamakan kepentingan sendiri dan menerapkan langkah-langkah untuk menghentikan konflik kepentingan yang melekat di seluruh teknologi periklanan. Perusahaan memiliki waktu 60 hari untuk menanggapi.

    “Keputusan hari ini menunjukkan bahwa Google menyalahgunakan posisi dominannya di teknologi periklanan yang merugikan penerbit, pengiklan, dan konsumen. Perilaku ini ilegal berdasarkan aturan antimonopoli Uni Eropa,” kata kepala persaingan Uni Eropa, Teresa Ribera.

    “Google sekarang harus mengajukan solusi serius untuk mengatasi konflik kepentingannya dan jika gagal, maka kami tidak akan ragu untuk menerapkan solusi yang tegas,” imbuhnya seperti dikutip detikINET dari CNBC.

    Kepala urusan regulasi global Google, Lee-Anne Mulholland, mengatakan keputusan Uni Eropa tersebut salah dan perusahaan akan mengajukan banding. “Keputusan ini mengenakan denda yang tidak beralasan dan membutuhkan perubahan yang akan merugikan ribuan bisnis Eropa dengan mempersulit mereka menghasilkan uang,” kata Mulholland.

    “Tidak ada yang anti persaingan dalam menyediakan layanan bagi pembeli dan penjual iklan dan juga ada lebih banyak alternatif untuk layanan kami daripada sebelumnya,” cetusnya.

    (fyk/rns)

  • Dukung Palestina, Puluhan Ribu Orang Turun ke Jalan di Ibu Kota Belgia

    Dukung Palestina, Puluhan Ribu Orang Turun ke Jalan di Ibu Kota Belgia

    Jakarta

    Puluhan ribu orang turun ke jalan di Brussels, ibu kota Belgia untuk menyatakan dukungan bagi perjuangan Palestina. Ini terjadi beberapa hari setelah menteri luar negeri Belgia mengatakan kredibilitas Uni Eropa “kolaps” karena kegagalannya bertindak.

    Polisi memperkirakan jumlah peserta aksi demo pada Minggu (7/9) waktu setempat itu mencapai 70.000 orang, sementara penyelenggara mengatakan sekitar 120.000 orang telah turun ke jalan.

    Dilansir kantor berita AFP, Senin (8/9/2025), banyak dari mereka yang ikut serta dalam aksi demo tersebut mengenakan pakaian merah dan membawa kartu merah, yang melambangkan seruan untuk tindakan yang lebih tegas terhadap Israel demi melindungi warga sipil di Gaza.

    “Beberapa orang memimpikan runtuhnya Tembok Berlin,” ujar Ismet Gumusboga, seorang petugas keamanan berusia 60 tahun, kepada AFP.

    “Saya memimpikan negara Palestina untuk rakyat Palestina, tempat mereka dapat hidup seperti orang lain,” imbuhnya.

    Samuele Toppi, seorang mahasiswa berusia 27 tahun, menyoroti peran kota tersebut sebagai titik fokus politik internasional.

    “Saya pikir sangat, sangat penting bagi semua mahasiswa dan orang-orang dari segala usia untuk berunjuk rasa di kota ini,” ujarnya.

    Gregory Mauze, juru bicara asosiasi Belgia-Palestina ABP, mengatakan: “Menghadapi genosida yang sedang berlangsung, langkah-langkah yang diambil belum memadai.”

    Sebelumnya pada hari Jumat lalu, Menteri Luar Negeri Belgia Maxime Prevot mengatakan kepada AFP, bahwa kredibilitas Uni Eropa dalam kebijakan luar negeri “kolaps” karena kegagalan blok tersebut untuk bertindak atas perang Israel di Gaza.

    Pemerintah Belgia telah menyatakan akan mengakui Negara Palestina pada Sidang Umum PBB bulan ini, dan telah menjatuhkan sanksi baru terhadap Israel.

    Uni Eropa sejauh ini gagal mengambil tindakan terhadap Israel karena perpecahan yang mendalam di antara 27 negara anggotanya.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)