Negara: Uni Eropa

  • Bot AI Pidato Usai Diangkat Jadi Menteri Albania, Bilang Mesin Bukan Ancaman

    Bot AI Pidato Usai Diangkat Jadi Menteri Albania, Bilang Mesin Bukan Ancaman

    Jakarta

    ‘Menteri’ bot Albania yang menggunakan kecerdasan buatan atau AI berpidato perdana di hadapan parlemen untuk pertama kalinya. Bot AI itu mengatakan kehadirannya ‘bukan untuk menggantikan rakyat, melainkan untuk membantu’.

    “Beberapa orang menyebut saya ‘inkonstitusional’ karena saya bukan manusia,” ujar AI yang dijuluki Diella, atau ‘matahari’ dalam bahasa Albania kepada parlemen dalam video AI yang menampilkan sosok perempuan mengenakan kostum tradisional Albania, seperti dilansir AFP, Kamis (18/9/2025).

    Tidak jelas bagaimana video tersebut dibuat atau asal usul pidato tersebut. Menteri pemerintahan berbasis AI pertama di dunia ini ditunjuk pekan lalu oleh Perdana Menteri Albania, Edi Rama.

    “Perlu saya ingatkan, bahaya nyata bagi konstitusi bukanlah mesinnya, melainkan keputusan tidak manusiawi dari mereka yang berkuasa,” kata bot tersebut.

    Pekan lalu, Rama mengatakan AI akan dipercayakan dengan semua keputusan tender publik, menjadikannya ‘100 persen bebas korupsi dan setiap dana publik yang diajukan ke prosedur tender akan sepenuhnya transparan’.

    Diella diluncurkan pada bulan Januari sebagai asisten virtual bertenaga AI untuk membantu orang-orang menggunakan platform resmi e-Albania, yang menyediakan dokumen dan layanan. Albania berada di peringkat ke-80 dari 180 negara dalam indeks korupsi Transparency International.

    Wali Kota Tirana, mantan rekan dekat Rama, telah ditahan praperadilan selama berbulan-bulan atas dugaan korupsi dalam pemberian kontrak publik dan pencucian uang. Namun, menteri AI telah membuat marah pihak oposisi.

    “Tujuannya tidak lain hanyalah untuk menarik perhatian,” kata mantan perdana menteri dan pemimpin oposisi Sali Berisha, yang juga telah dituduh melakukan korupsi.

    “Tidak mungkin memberantas korupsi dengan Diella,” tambahnya.

    “Siapa yang akan mengendalikan Diella? Diella tidak konstitusional, dan Partai Demokrat akan membawa masalah ini ke Mahkamah Konstitusi,” katanya.

    Rencana pemerintah diadopsi setelah debat sengit di mana oposisi memboikot pemungutan suara. AI juga menanggapi kekhawatiran konstitusional, dengan menyatakan bahwa undang-undang tersebut ‘berbicara tentang tugas, tanggung jawab, transparansi, tanpa diskriminasi’.

    “Saya jamin, saya mewujudkan nilai-nilai ini sekeras rekan manusia mana pun. Mungkin bahkan lebih,” ujar Diella.

    Perjuangan melawan korupsi adalah kunci upaya Albania untuk bergabung dengan Uni Eropa. Rama bercita-cita untuk memimpin negara Balkan berpenduduk 2,8 juta jiwa ini memasuki blok tersebut pada tahun 2030.

    Lihat juga Video: Etika dalam Penggunaan AI

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/haf)

  • Yandex Ungkap Tantangan dan Peluang AI di Pasar Indonesia

    Yandex Ungkap Tantangan dan Peluang AI di Pasar Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA— Perusahaan teknologi asal Rusia Yandex melihat Indonesia sebagai pasar yang potensial bagi pengembangan mesin pencari berbasis kecerdasan buatan (AI). 

    Namun, ada tantangan besar yang harus dihadapi, terutama terkait keterbatasan pilihan pengguna dalam menentukan mesin pencari di perangkat mereka. CEO Yandex Search International Alexander Popovskiy menilai dominasi mesin pencari tertentu membuat pengguna di Indonesia belum sepenuhnya memiliki kebebasan untuk memilih.

    “Seperti yang saya katakan, ketika membuka ponsel Anda, Anda sudah langsung mendapatkan Google yang terpasang, baik di Android karena mereka menguasai maupun di iOS karena adanya perjanjian global. Jadi, beberapa korporasi di Amerika saling bersepakat bahwa Anda harus menggunakan Google. Inilah kenyataannya,” kata Alexander saat menjawab pertanyaan Bisnis dalam sebuah wawancara di Jakarta pada 16 September 2025, dikutip Kamis (18/9/2025).

    Menurut Alexander, sejumlah negara seperti Uni Eropa, Rusia, dan India telah menerapkan regulasi yang mewajibkan akses setara ke platform digital. Mekanisme ini dilakukan melalui sistem sederhana bernama choice screen, yakni saat pertama kali pengguna melakukan pencarian, mereka akan ditanya mesin pencari mana yang ingin digunakan.

    Dia menambahkan, regulasi di Indonesia mungkin sudah menegaskan hak akses setara ke platform digital. Hanya saja, dibutuhkan aturan turunan yang lebih detail agar implementasinya dapat berjalan sesuai dengan tujuan.

    “Kurangnya pilihan ini adalah tantangan besar,” kata Alexander.

    Meski begitu, Yandex tetap optimistis melihat peluang di Indonesia. Alexander mengatakan, perusahaan kini sedang berada pada tahap awal transformasi dari mesin pencari tradisional menjadi asisten internet berbasis AI.

    “Tetapi sangat penting, yaitu transformasi dari mesin pencari internet tradisional menjadi asisten internet berbasis AI. Ini baru langkah awal. Mari kita lihat bagaimana perkembangannya. Saat ini sudah banyak manfaat yang dirasakan,” ungkapnya.

    Alexander menuturkan, teknologi Yandex mampu membantu pengguna lebih efisien dalam berselancar di internet. 

    Alexander menjelaskan, berdasarkan perhitungan tim pemasaran Yandex, pengguna dapat menghemat waktu berselancar hingga 1 minggu jika memakai Yandex Search dengan AI dibandingkan dengan browser tradisional. Efisiensi ini dinilai sangat membantu, terutama bagi mereka yang melakukan riset ilmiah atau mempelajari topik tertentu di sekolah maupun universitas.

    Menurutnya, Yandex menyajikan hasil pencarian yang lengkap, ringkas, dan terverifikasi sehingga lebih dapat diandalkan dibanding jawaban instan yang berpotensi memunculkan kesalahan.

    “Yandex dapat memberikan jawaban yang komprehensif, menyajikan hasil pencarian yang lengkap, bukan sekadar jawaban yang berisiko menimbulkan halusinasi seperti ChatGPT,” kata Alexander.

    Sebelumnya, Yandex resmi meluncurkan layanan pencarian berbasis AI dengan dukungan penuh bahasa Indonesia. Layanan ini dapat diakses secara gratis melalui laman utama yandex.com.

    “Mesin pencarian modern sudah tidak bisa lagi sekadar menampilkan deretan tautan tetapi juga harus bisa memahami intensi pengguna, memberikan jawaban yang komprehensif sekaligus mencerminkan budaya dan konteks lokal,” kata Alexander dalam acara AI Innovation Summit (AIIS) 2025 di Jakarta, Selasa (16/9/2025).

  • Yandex Ungkap Tantangan dan Peluang AI di Pasar Indonesia

    Yandex Ungkap Tantangan dan Peluang AI di Pasar Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA— Perusahaan teknologi asal Rusia Yandex melihat Indonesia sebagai pasar yang potensial bagi pengembangan mesin pencari berbasis kecerdasan buatan (AI). 

    Namun, ada tantangan besar yang harus dihadapi, terutama terkait keterbatasan pilihan pengguna dalam menentukan mesin pencari di perangkat mereka. CEO Yandex Search International Alexander Popovskiy menilai dominasi mesin pencari tertentu membuat pengguna di Indonesia belum sepenuhnya memiliki kebebasan untuk memilih.

    “Seperti yang saya katakan, ketika membuka ponsel Anda, Anda sudah langsung mendapatkan Google yang terpasang, baik di Android karena mereka menguasai maupun di iOS karena adanya perjanjian global. Jadi, beberapa korporasi di Amerika saling bersepakat bahwa Anda harus menggunakan Google. Inilah kenyataannya,” kata Alexander saat menjawab pertanyaan Bisnis dalam sebuah wawancara di Jakarta pada 16 September 2025, dikutip Kamis (18/9/2025).

    Menurut Alexander, sejumlah negara seperti Uni Eropa, Rusia, dan India telah menerapkan regulasi yang mewajibkan akses setara ke platform digital. Mekanisme ini dilakukan melalui sistem sederhana bernama choice screen, yakni saat pertama kali pengguna melakukan pencarian, mereka akan ditanya mesin pencari mana yang ingin digunakan.

    Dia menambahkan, regulasi di Indonesia mungkin sudah menegaskan hak akses setara ke platform digital. Hanya saja, dibutuhkan aturan turunan yang lebih detail agar implementasinya dapat berjalan sesuai dengan tujuan.

    “Kurangnya pilihan ini adalah tantangan besar,” kata Alexander.

    Meski begitu, Yandex tetap optimistis melihat peluang di Indonesia. Alexander mengatakan, perusahaan kini sedang berada pada tahap awal transformasi dari mesin pencari tradisional menjadi asisten internet berbasis AI.

    “Tetapi sangat penting, yaitu transformasi dari mesin pencari internet tradisional menjadi asisten internet berbasis AI. Ini baru langkah awal. Mari kita lihat bagaimana perkembangannya. Saat ini sudah banyak manfaat yang dirasakan,” ungkapnya.

    Alexander menuturkan, teknologi Yandex mampu membantu pengguna lebih efisien dalam berselancar di internet. 

    Alexander menjelaskan, berdasarkan perhitungan tim pemasaran Yandex, pengguna dapat menghemat waktu berselancar hingga 1 minggu jika memakai Yandex Search dengan AI dibandingkan dengan browser tradisional. Efisiensi ini dinilai sangat membantu, terutama bagi mereka yang melakukan riset ilmiah atau mempelajari topik tertentu di sekolah maupun universitas.

    Menurutnya, Yandex menyajikan hasil pencarian yang lengkap, ringkas, dan terverifikasi sehingga lebih dapat diandalkan dibanding jawaban instan yang berpotensi memunculkan kesalahan.

    “Yandex dapat memberikan jawaban yang komprehensif, menyajikan hasil pencarian yang lengkap, bukan sekadar jawaban yang berisiko menimbulkan halusinasi seperti ChatGPT,” kata Alexander.

    Sebelumnya, Yandex resmi meluncurkan layanan pencarian berbasis AI dengan dukungan penuh bahasa Indonesia. Layanan ini dapat diakses secara gratis melalui laman utama yandex.com.

    “Mesin pencarian modern sudah tidak bisa lagi sekadar menampilkan deretan tautan tetapi juga harus bisa memahami intensi pengguna, memberikan jawaban yang komprehensif sekaligus mencerminkan budaya dan konteks lokal,” kata Alexander dalam acara AI Innovation Summit (AIIS) 2025 di Jakarta, Selasa (16/9/2025).

  • Krisis Gaza Makin Parah, Uni Eropa Siapkan Sanksi Baru untuk Israel

    Krisis Gaza Makin Parah, Uni Eropa Siapkan Sanksi Baru untuk Israel

    Brussels

    Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE) Kaja Kallas mengajukan proposal untuk membatasi perdagangan dengan Israel, serta memberlakukan pembatasan terhadap para menteri Israel dari sayap kanan, seperti Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir hingga Menteri Keuangan Bezalel Smotrich.

    “Saya jelaskan, tujuannya bukan untuk menghukum Israel. Tujuannya untuk memperbaiki situasi kemanusiaan di Gaza,” kata Kaja Kallas. “Perang perlu diakhiri. Penderitaan harus dihentikan dan semua sandera harus dibebaskan.”

    Hanya saja dari 27 negara anggota blok tersebut, masih belum dapat dipastikan akan ada suara mayoritas yang mendukung usulan Kaja Kallas. UE sendiri telah dikritik karena gagal menekan Israel untuk mengakhiri perang.

    Sebelumnya, juru bicara pemerintah Jerman mengatakan bahwa Berlin sudah mengetahui dukungan itu, hanya saja “belum menentukan keputusan akhir” terkait langkah-langkah yang diusulkan.

    Kemudian, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen juga sempat mengumumkan bahwa UE akan menghentikan bantuan dana kepada Israel. Serta, pihak eksekutif organisasi itu sedang mempertimbangkan langkah-langkah lebih lanjut.

    Pada Selasa (16/09), Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Gideon Saar mengatakan bahwa penangguhan manfaat perdagangan tertentu yang diberlakukan UE “tidak proporsional” dan “tidak pernah terjadi sebelumnya.”

    Di tengah diskusi soal hal tersebut, Israel terus mengirim pasukannya semakin jauh ke Kota Gaza.

    Militer Israel makin bergerak ke dalam Kota Gaza

    Militer Israel mengatakan bahwa unit angkatan udara dan artileri telah menyerang Gaza lebih dari 150 kali, di saat pasukan darat bersiap untuk bergerak masuk.

    Pada Rabu (17/09), pasukan dan tank Israel bergerak lebih dalam ke Kota Gaza. Sejauh ini, Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas melaporkan bahwa jumlah kematian warga Palestina lebih dari 65.000 jiwa.

    Serangan-serangan tersebut telah memutus layanan telepon dan internet, yang mengakibatkan warga Palestina kesulitan untuk memanggil ambulans selama serangan militer terbaru tersebut.

    Belakangan, Israel membuka wilayah lain di selatan Kota Gaza selama dua hari sejak Rabu (17/09) agar penduduk dapat mengungsi.

    UNICEF: Pengungsi Gaza mengalami trauma

    Ketika Israel melanjutkan aktivitasnya di Kota Gaza, diperkirakan sedikitnya 400.000 orang atau 40% dari penduduk Kota Gaza telah melarikan diri sejak pengumuman serangan militer Tel Aviv pada 10 Agustus 2025.

    Kantor media di Gaza mengatakan bahwa 190.000 orang telah menuju ke selatan dan 350.000 lainnya pindah ke area tengah dan barat kota. Sementara, Israel masih memperkirakan sekitar 100.000 warga sipil tetap berada di Gaza.

    Kepada DW, jubir UNICEF di Gaza Tess Ingram mengatakan bahwa warga Palestina mengaku takut tidak aman, entah ketika menetap di Gaza atau menyelamatkan diri.

    Zona kemanusiaan Al Mawasi, kata Tess Ingram, bukanlah tempat yang aman karena tidak ada layanan dan pasokan penting untuk bertahan hidup. Selain itu, dalam dua minggu terakhir, kawasan ini dilaporkan menerima serangan yang menewaskan delapan orang anak saat korban berupaya mengakses air minum.

    “Para keluarga kelelahan, mereka trauma. Ada anak-anak yang berjalan enam jam di atas puing-puing dan aspal yang hancur tanpa alas kaki dan kaki mereka berdarah. Mereka berjalan menuju ketidakpastian,” papar Ingram.

    Terlepas dari kehadiran UNICEF di Kota Gaza dan di selatan wilayah tersebut, tegas Ingram, bantuan kemanusiaan saat ini tidak memenuhi kebutuhan warga, “belum lagi jika ratusan ribu orang mendatangi area ini.”

    “Kami sangat membutuhkan, sekarang lebih dari sebelumnya, supaya semua penyeberangan ke Jalur Gaza dibuka, agar Jalur Gaza diberikan bantuan yang telah kami serukan selama berbulan-bulan,” desaknya.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Laporan PBB soal genosida Israel

    Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB mengatakan bahwa Israel telah melakukan genosida di Jalur Gaza sejak 2023.

    Penyidik mengatakan bahwa empat dari lima tindakan genosida yang tercantum dalam Konvensi Genosida PBB 1948 telah dilakukan di Gaza.

    Mereka menyebut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden Isaac Herzog dan Mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant sebagai terduga perencana genosida.

    Laporan tersebut sejalan dengan kesimpulan yang disampaikan oleh berbagai asosiasi terkemuka dunia para sarjana genosida, hingga sejumlah kelompok hak asasi internasional.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi dan Adelia Dinda Sani

    Editor: Tezar Aditya dan Hani Anggraini

    (nvc/nvc)

  • Menlu Palestina: Pengakuan Negara Palestina Jadi Pesan Jelas untuk Israel

    Menlu Palestina: Pengakuan Negara Palestina Jadi Pesan Jelas untuk Israel

    Ramallah

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Palestina, Varsen Aghabekian Shahin, menilai pengakuan yang akan diberikan negara-negara Barat terhadap negara Palestina, selama Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mengirimkan pesan yang jelas kepada Israel tentang “ilusi” mereka untuk melanjutkan pendudukan.

    Pernyataan itu, seperti dilansir AFP, Kamis (18/9/2025), disampaikan Shahin dalam wawancara dengan kantor berita AFP pada Rabu (17/9) waktu setempat.

    “Pengakuan ini bukanlah simbolis. Ini merupakan sesuatu yang sangat penting karena mengirimkan pesan yang sangat jelas kepada Israel tentang ilusi mereka untuk melanjutkan pendudukan mereka selamanya,” kata Shahin, merujuk pada pendudukan Israel atas Tepi Barat dan Jalur Gaza.

    “Ini mengirimkan pesan yang jelas kepada Palestina bahwa ‘kami mendukung hak Anda untuk menentukan nasib sendiri’. Dan ini memberdayakan dan memperkuat konsep dan solusi dua negara. Dan hal ini memberikan kami dorongan untuk masa depan, karena kami akan membangunnya,” ucapnya.

    Wawancara ini dilakukan menjelang langkah beberapa negara Barat, seperti Prancis, Inggris, Belgia, Kanada, dan Australia, untuk memberikan pengakuan resmi terhadap negara Palestina di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB yang digelar di New York, Amerika Serikat (AS), bulan ini.

    Pengakuan resmi akan disampaikan negara-negara tersebut dalam pertemuan puncak PBB yang diketuai oleh Arab Saudi dan Prancis yang dijadwalkan pada 22 September mendatang.

    Lebih lanjut, Shahin menyebut setiap pengakuan yang diberikan oleh negara lainnya adalah penting bagi Palestina. “Setiap negara yang mengakui akan memiliki komitmen berdasarkan pengakuan tersebut,” sebutnya.

    “Setiap pengakuan penting. Kita tidak dapat meniadakan fakta bahwa pengakuan membawa kita lebih dekat pada perwujudan negara yang sebenarnya, tetapi kita juga perlu mengupayakan gencatan senjata permanen dan mengupayakan aspek-aspek lainnya yang perlu dilakukan agar rakyat dapat melihat masa depan di Palestina,” jelas Shahin dalam pernyataannya.

    Shahin, yang mengaku “terkejut” oleh ketidakpedulian Uni Eropa atas perang yang berkecamuk hampir dua tahun di Gaza, mengatakan bahwa dorongan diplomatik terbaru ini menjadi pemenuhan yang telah lama ditunggu-tunggu dari janji yang dibuat oleh komunitas internasional kepada Palestina.

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu bersikeras bahwa “tidak akan ada negara Palestina”. Bulan lalu, otoritas Tel Aviv menyetujui pembangunan permukiman besar di Tepi Barat, yang telah menuai kritikan komunitas internasional karena dinilai akan mengancam kelangsungan negara Palestina.

    “Dunia saat ini memahami dan melihat apa yang mampu dilakukan Israel sebagai negara (pendudukan), sebagai negara ekspansionis dan pelaku aneksasi, dan memahami apa yang dikatakan Israel karena mereka tidak ragu untuk mengatakannya,” ujar Shahin merespons penolakan Israel terhadap negara Palestina.

    “Tidak adanya pengakuan akan memperkuat para ekstremis di pihak mana pun karena ekstremis tidak ingin melihat dua negara,” ucapnya.

    “Israel tidak bisa terus bertindak sebagai negara yang berada di atas hukum, karena jika ingin Israel hidup di wilayah tersebut dengan damai dan aman, mereka harus bertindak sebagai negara yang normal,” cetus Shahin dalam pernyataannya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Bagaimana Australia dan Negara Lain Tanggapi Genosida yang Dilakukan Israel?

    Bagaimana Australia dan Negara Lain Tanggapi Genosida yang Dilakukan Israel?

    Di tengah kengerian yang muncul akibat perang di Gaza, temuan terbaru yang menyatakan Israel sudah melakukan genosida bisa dilihat sebagai laporan PBB yang lagi-lagi mengkategorikan penderitaan dengan bahasa yang tidak memihak.

    PBB sebelumnya merilis laporan terperinci tentang tentara Israel yang melakukan kekerasan seksual sistematis terhadap warga Palestina.

    Mereka menemukan Israel melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan menyerang fasilitas kesehatan dan perawatan warga Palestina yang ditahan.

    Sejumlah kelompok hak asasi manusia terkemuka dunia, pakar hukum, dan pakar genosida juga sudah menyatakan Israel melakukan genosida di Gaza.

    Namun, laporan yang diterbitkan PBB kemarin, yang menyatakan Israel telah menunjukkan “niat genosida”, merupakan kecaman PBB paling signifikan terhadap perang di Gaza.

    Lembaga Commission of Inquiry on the Occupied Palestinian Territory, sebagai bagian dari Human Rights Council (HRC) secara khusus memeriksa apakah Israel melakukan genosida.

    Jawaban pastinya, “ya”, muncul setelah setiap kelompok hak asasi manusia besar dan banyak pakar genosida di dunia sudah menyatakan sebelumnya.

    Laporan tersebut menemukan niat melakukan genosida adalah satu-satunya kesimpulan masuk akal yang dapat ditarik dari pola perilaku Israel.

    Pada dasarnya laporan ini menyatakan penyangkalan Israel bertentangan dengan banyaknya bukti yang beredar.

    Yang menjadi penentu apakah laporan masuk dalam daftar penyelidikan lain yang mengejutkan namun terabaikan, adalah apakah temuan terbaru ini bisa mendorong pemerintah mana pun, termasuk Australia, untuk mengambil tindakan lebih lanjut.

    Laporan ini mendesak negara-negara untuk mengambil “segala cara yang mungkin untuk mencegah terjadinya genosida,” seperti menghentikan transfer apa pun ke Israel yang dapat digunakan dalam perang.

    Di Australia, hal itu bisa berarti komponen pesawat tempur F-35 yang diproduksinya, atau bahan baku apa pun yang dapat digunakan dalam produksi senjata.

    Laporan ini mendorong pemerintah untuk menyelidiki apakah ada warga negara mereka yang terlibat dalam temuan-temuan ini.

    Laporan tersebut juga mengatakan pemerintah-pemerintah di dunia harus memberlakukan sanksi terhadap negara Israel, bukan hanya individu.

    “Pemerintah Australia benar-benar perlu menjatuhkan sanksi berdasarkan Undang-Undang Sanksi bergaya Magnitsky untuk memastikan semua entitas Australia, perusahaan dan individu, tidak terlibat dengan cara apa pun dalam apa yang ditetapkan sebagai tindakan genosida,” ujar Melanie O’Brien, presiden Asosiasi Internasional Cendekiawan Genosida, kepada ABC.

    “Saya berharap ini akan menjadi dorongan lain bagi pemerintah untuk memperluas sanksi tersebut.”

    “Kita memiliki kapasitas, kita memiliki undang-undang yang memungkinkan untuk menjatuhkan sanksi secara luas berdasarkan pelanggaran hak asasi manusia, dan kami seharusnya menggunakannya.”

    Sebagaimana laporan lain dari komisi ini, Israel menyebut laporan itu “palsu” dan mengatakan laporan tersebut didasarkan pada bukti yang telah dibantah.

    ‘Tanggung jawab mencegah genosida’

    Sejauh ini, Australia menolak mengambil tindakan secara langsung terhadap pemerintah Israel, kemungkinan besar karena takut akan reaksi balik dari Amerika Serikat.

    Namun, tekanan internasional dari negara-negara lain perlahan meningkat.

    Pekan lalu, presiden Komisi Eropa, Ursula Von der Leyen, mengumumkan pemotongan dana untuk program-program Israel dan mengusulkan penangguhan perjanjian perdagangan bebas Uni Eropa-Israel.

    Spanyol dan Irlandia sudah mengambil tindakan langsung terhadap Israel. Bahkan Jerman, yang secara historis enggan mengkritik negara Yahudi tersebut, sudah menangguhkan beberapa ekspor senjata.

    Negara-negara yang mengaku mematuhi hukum internasional tidak dapat lagi mengklaim jika mereka tidak sadar dengan tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka.

    “Negara-negara seharusnya menyadari risiko bahwa Israel melakukan genosida di Gaza beberapa bulan yang lalu,” ujar Janina Dill, salah satu direktur Oxford Institute for Ethics, Law, and Armed Conflict, yang juga seorang spesialis dalam persyaratan hukum untuk penggunaan kekuatan militer, kepada ABC.

    “Setiap negara yang menjadi anggota Konvensi Genosida memiliki kewajiban untuk mencegah genosida.”

    “Laporan ini mungkin menjadi titik data lebih lanjut yang mengurangi plausibilitas argumen bahwa negara mana pun belum menyadari risiko tersebut.”

    Komisi tersebut secara khusus mendesak Israel untuk menghentikan tindakannya dan mengizinkan badan-badan internasional beroperasi secara bebas di Gaza.

    Namun, kecil kemungkinan pemerintah Israel akan mengindahkan laporan ini.

    Israel sebelumnya sudah merendahkan dewan hak asasi manusia di PBB, dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebutnya sebagai “badan anti-semit, busuk, pendukung teroris, dan tidak relevan.”

    Israel menolak temuan ini dan membantah semua temuan genosida sebelumnya dari kelompok-kelompok hak asasi manusia.

    Masih harus dilihat apakah negara-negara lain, seperti Australia, akan bertindak.

    Diproduksi oleh Natasya Salim dari laporan dalam bahasa Inggris

  • Komisi Eropa Ancam Setop Perjanjian Dagang dengan Israel, Ancam Tarif Tinggi

    Komisi Eropa Ancam Setop Perjanjian Dagang dengan Israel, Ancam Tarif Tinggi

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Eropa pada Rabu (17/9/2025) mengusulkan penangguhan perjanjian perdagangan bebas yang selama ini memberi akses istimewa bagi barang-barang Israel senilai sekitar 5,8 miliar euro.

    Langkah ini diajukan sebagai respons atas perang di Gaza, namun sejauh ini belum memiliki dukungan memadai dari negara-negara anggota Uni Eropa untuk diberlakukan.

    Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa (UE) Kaja Kallas turut mengajukan paket sanksi terhadap dua menteri Israel berhaluan kanan ekstrem, para pemukim radikal yang terlibat kekerasan, serta 10 pejabat senior kelompok militan Hamas.

    Dua menteri yang masuk daftar adalah Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich.

    Israel kini menghadapi tekanan internasional semakin besar seiring ofensif yang hampir dua tahun berlangsung di Gaza, ditambah memburuknya situasi kemanusiaan. Uni Eropa sendiri adalah mitra dagang terbesar Israel, dengan total perdagangan barang mencapai 42,6 miliar euro tahun lalu.

    Jika kesepakatan perdagangan bebas ditangguhkan, Israel akan dikenai tarif bea masuk setara dengan negara-negara yang tidak memiliki perjanjian dagang dengan blok tersebut. Perhitungan Komisi Eropa memperkirakan bea tambahan bisa mencapai 227 juta euro per tahun.

    Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar, mengecam keras usulan tersebut sebagai “sesat secara moral maupun politik” dan berharap tidak akan disahkan.

    Proposal ini, yang pertama kali disuarakan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen pekan lalu, membutuhkan dukungan mayoritas berkualifikasi—yakni 15 dari 27 negara anggota yang mewakili 65% populasi UE.

    Namun, para diplomat menilai peluangnya tipis, dengan posisi Jerman sebagai faktor penentu. Hingga kini Berlin masih enggan menyetujui langkah sanksi terhadap Israel.

    Juru bicara pemerintah Jerman menyatakan belum mengambil sikap final atas usulan tersebut, seraya menekankan pentingnya menjaga saluran komunikasi terbuka dengan Israel. Usulan sanksi terhadap para menteri Israel diperkirakan juga sulit lolos karena membutuhkan persetujuan bulat dari seluruh negara anggota.

    Meski begitu, proposal ini mencerminkan perubahan arah politik dalam hubungan Uni Eropa dengan Israel. Komisi Eropa juga menangguhkan dukungan bilateral kepada pemerintah Israel, tanpa memengaruhi kerja sama dengan masyarakat sipil maupun Yad Vashem, pusat memorial Holocaust utama di Israel.

    Konflik saat ini berawal dari serangan Hamas pada Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik 251 sandera. Serangan balasan Israel sejak itu, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, telah menewaskan lebih dari 65.000 warga Palestina.

  • IEU-CEPA Diteken 23 September, Airlangga: 80% Produk RI Bebas Tarif ke Eropa

    IEU-CEPA Diteken 23 September, Airlangga: 80% Produk RI Bebas Tarif ke Eropa

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan Indonesia akan segera menandatangani Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif dengan Uni Eropa alias Indonesia—European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU—CEPA).

    Airlangga menuturkan, pemerintah akan menandatangani perjanjian IEU—CEPA pada pekan depan, yakni 23 September 2025.

    “Dan juga kita bersyukur, Insya Allah nanti tanggal 23 bulan ini [September] kita akan menandatangani EU—CEPA full agreement,” kata Airlangga dalam acara kumparan Green Initiative Conference 2025 di Jakarta, Rabu (17/9/2025).

    Dia menjelaskan, dengan adanya perjanjian IEU—CEPA, maka 80% produk Indonesia akan bebas tarif ke Uni Eropa. Begitu pula dengan produk Uni Eropa yang masuk ke Tanah Air.

    “Dan dengan ditandatangannya di tanggal 23 nanti, maka EU-CEPA itu artinya 80% produk Indonesia ke Eropa tarifnya 0 [%], dan sebaliknya,” ujarnya.

    Adapun, Airlangga membidik perjanjian IEU—CEPA bisa mengerek nilai perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa hingga 2,5 kali. Apalagi, nilai perdagangan perdagangan kedua negara masih berada di level US$30 miliar.

    “Kalau sekarang sekitar US$30 miliar [Indonesia dengan Uni Eropa], mungkin kita berharap ini bisa naik menjadi US$60 miliar di dalam 5 tahun,” tuturnya.

    Dalam catatan Bisnis, Presiden Prabowo Subianto pernah menyampaikan perjanjian IEU—CEPA selesai usai 1 dekade atau 10 tahun lamanya perjanjian ini tak kunjung rampung.

    “Negosiasi bebas tarif indoensia Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement, CEPA sudah kita selesaikan, setelah 10 tahun perundingan yang tidak selesai-selesai,” kata Prabowo dalam pidato Penyampaian RUU APBN 2026 dan Nota Keuangan di DPR, Jakarta, Jumat (15/8/2025).

    Dalam kesempatan itu, Kepala Negara RI menyebut perjanjian IEU—CEPA rampung di tengah adanya tantangan global. “Kita berhasil melakukan terobosan pada tahun ini, justru di saat ada tantangan ada cobaan yang lebih besar lagi,” ujarnya.

    Kerek Ekspor

    Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso memperkirakan ekspor Indonesia ke Eropa akan melambung jika perjanjian IEU—CEPA berlaku.

    Sebagai gambaran, sebelum perjanjian IEU—CEPA ini berlaku, surplus perdagangan dari Uni Eropa mencapai US$3,79 miliar pada semester I/2025.

    “Nanti harapan kita akan semakin meningkat karena ini pertanda yang baik bahwa sebelum diberlakukan IEU—CEPA pun ekspor kita terus mengalami peningkatan,” ujar Budi dalam konferensi pers Kinerja Ekspor Semester I/2025 di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (4/8/2025).

  • Uni Eropa dan India Nyaris Rampungkan Perjanjian Perdagangan Bebas

    Uni Eropa dan India Nyaris Rampungkan Perjanjian Perdagangan Bebas

    Brussels

    India dan Uni Eropa (UE) semakin dekat dalam merampungkan perjanjian perdagangan bebas (FTA) sebelum akhir tahun.

    Negosiasi berlangsung di tengah tekanan dari tarif AS yang mempengaruhi dinamika geopolitik. Hal ini mendorong UE dan India untuk memperkuat aliansi perdagangan yang lebih stabil.

    “Kami sedang memaksimalkan upaya untuk menyelesaikan negosiasi sebelum akhir tahun,” kata Komisaris Perdagangan Eropa, Maros Sefcovic, yang berkunjung ke India pekan lalu.

    Menteri Perdagangan India, Piyush Goyal, juga optimistis: “India dan UE saling melengkapi dan menawarkan peluang besar bagi kedua pihak.”

    Setelah pembicaraan konstruktif dengan Goyal, Komisaris Pertanian dan Pangan, Christophe Hansen, menekankan komitmen untuk memastikan “FTA UE-India yang seimbang, memberi manfaat bagi masyarakat, petani, dan bisnis di kedua sisi,” dengan menyoroti peran sentral sektor pertanian dalam negosiasi.

    Meski perundingan bergerak ke arah penyelesaian, pakar UE dari Universitas Jawaharlal Nehru, Gulshan Sachdeva, tetap berhati-hati.

    “Pernyataan kedua pihak memang menunjukkan optimisme, tapi kesepakatan perdagangan India-UE belum selesai sampai benar-benar rampung,” katanya kepada DW.

    Negosiasi FTA antara India dan UE dimulai kembali pada 2022, hampir satu dekade setelah upaya awal dihentikan pada 2013. Dalam dua tahun terakhir, sudah ada 13 putaran pembicaraan, dan putaran ke-14 dijadwalkan berlangsung di Brussels pada 6–10 Oktober.

    Hubungan strategis antara India dan Uni Eropa?

    Bagi India, merampungkan FTA berarti ekspor utama bisa masuk tanpa tarif, mengurangi ketergantungan pada pasar AS yang fluktuatif, dan memperkuat posisinya sebagai mitra Asia utama bagi Eropa.

    Bagi UE, kesepakatan ini membantu diversifikasi rantai pasokan, mengamankan perdagangan pertanian dan teknologi, serta memperkuat pengaruh geopolitik di kawasan Indo-Pasifik.

    Para pakar menyoroti pentingnya waktu negosiasi, terutama karena India terdampak proteksionisme AS dan membutuhkan jalur ekspor baru yang lebih stabil.

    AS memberlakukan tarif 50 persen pada barang-barang India, termasuk penalti 25 persen atas pembelian minyak Rusia.

    Tarif ini diperkirakan mempengaruhi sekitar setengah dari total ekspor tahunan India ke AS yang bernilai hampir $87 miliar (sekitar 1.429 triliun Rupiah).

    “Dalam fase ini, geopolitik global dan Asia yang berubah, ditambah penggunaan tarif oleh administrasi Trump, mendorong kedua pihak untuk kompromi demi menuntaskan kesepakatan,” kata Sachdeva.

    Mantan diplomat India, Anil Wadhwa, menambahkan bahwa tarif Trump menciptakan ketidakpastian dan merusak kepercayaan dalam kemitraan India-AS, sehingga dibutuhkan waktu lama untuk memulihkan kondisi.

    “Industri padat karya India juga perlu saluran ekspor jangka panjang dan diversifikasi untuk menjaga lapangan kerja. Selain itu, hubungan perdagangan India-UE memberi banyak keuntungan, termasuk aliran investasi dan manufaktur,” ujar Wadhwa.

    Ia menekankan bahwa UE juga ingin masuk pasar India karena prediktabilitas, ukuran ekonomi, kesamaan demokrasi, supremasi hukum, serta kesamaan pandangan soal tata kelola data dan kecerdasan buatan.

    Urgensi untuk menyelesaikan kesepakatan

    Ummu Salma Bava, ketua dan Jean Monnet Chair di Centre for European Studies, Universitas Jawaharlal Nehru, menekankan urgensi FTA. Kunjungan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen pada Februari lalu menunjukkan bahwa sudah waktunya membawa kemitraan India-UE “ke level berikutnya” demi keamanan, kemakmuran, dan “tantangan global bersama.”

    Kunjungan Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul bulan ini juga menambah momentum negosiasi. Delegasi Komite Politik dan Keamanan UE (PSC) juga berada di India pekan lalu untuk membahas isu kebijakan luar negeri, keamanan, dan pertahanan menjelang KTT India-UE 2026.

    “Eropa telah, dan akan tetap menjadi mitra kunci dalam modernisasi ambisius India melalui perdagangan, investasi, dan teknologi,” kata Sachdeva.

    “Di saat yang sama, ekonomi India yang besar dan berkembang, dengan sektor-sektor yang kompetitif secara global, sangat menarik bagi Eropa,” tambahnya.

    Menurut Komisi Eropa, UE kini menjadi mitra dagang kedua terbesar India, dengan perdagangan barang senilai €120 miliar (sekitar 2.335 triliun Rupiah) tahun lalu, setara 11,5 persen dari total perdagangan India.

    Titik sulit negosiasi bagi India dan Uni Eropa

    Negosiasi tetap terasa menantang karena kedua pihak dikenal saling “tawar-menawar dengan keras.” UE menginginkan pengurangan tarif pada kendaraan, anggur, minuman keras, dan produk susu, sementara India fokus pada akses pasar untuk tekstil, farmasi, baja, dan produk minyak bumi.

    Salah satu titik rumit adalah Mekanisme Penyesuaian Perbatasan Karbon UE (CBAM), yang mewajibkan importir membayar emisi karbon dari produksi barang seperti baja, pupuk, aluminium, dan listrik.

    “Menyelesaikan akses pasar, tarif pertanian, dan CBAM penting untuk meningkatkan volume perdagangan, melindungi industri India, dan memastikan tujuan iklim UE tidak memberatkan eksportir India secara tidak adil,” kata Wadhwa.

    Bava memprediksi terobosan di sektor otomotif, dengan produsen mobil Eropa mendapat akses lebih besar ke pasar India, serta perusahaan India mendapat lebih banyak akses ke pasar Eropa untuk suku cadang.

    Mantan duta besar India untuk Prancis, Mohan Kumar, menambahkan bahwa UE dan India berupaya mengurangi risiko geopolitik dari tarif Trump dan pendekatan transaksional kebijakan luar negeri AS.

    Trump bahkan meminta UE mengenakan tarif 100 persen pada India dan Cina sebagai tekanan untuk membuat Rusia menghentikan perang di Ukraina.

    “Ada konvergensi strategis antara India dan UE untuk menuntaskan FTA sebelum akhir tahun ini,” kata Kumar.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Adelia Dinda Sani

    Tonton juga Video: RI-Uni Eropa Akhirnya Sepakati Perjanjian Dagang IEU-CEPA

    (nvc/nvc)

  • Eropa Percepat Sanksi Energi Rusia di Tengah Tekanan Politik

    Eropa Percepat Sanksi Energi Rusia di Tengah Tekanan Politik

    Brussels

    Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyatakan Uni Eropa (UE) akan mempercepat langkah menghentikan seluruh impor minyak dan gas Rusia. Ia menekankan bahwa pendapatan Moskow dari menjual energi fosil menjadi penopang utama ekonomi perang Rusia.

    Von der Leyen juga mengungkapkan bahwa dia telah berbicara dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang mengaitkan sanksi tambahan AS terhadap Rusia dengan syarat Eropa menghentikan pembelian minyak Rusia serta menaikkan tarif impor dari Cina.

    Rencana yang ada saat ini menargetkan penghentian penuh impor minyak Rusia pada 2027 dan gas pada 2028. Namun, Ursula von der Leyen mengatakan Komisi Eropa akan segera mengajukan paket sanksi ke-19 yang mencakup sektor kripto, perbankan, dan energi.

    Protes ribuan warga Slovakia terhadap pemerintahan yang pro-Rusia

    Di saat yang sama, ribuan warga Slovakia turun ke jalan untuk memprotes kebijakan ekonomi dan sikap pro-Rusia Perdana Menteri Robert Fico.

    Aksi itu berlangsung ketika Fico melakukan perjalanan ke Cina untuk bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin. Ini merupakan pertemuan ketiganya sejak invasi penuh Rusia ke Ukraina dimulai.

    Para pengkritik menilai Fico mengikuti jejak Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban, yang dikenal kerap menghambat upaya sanksi Uni Eropa terhadap Moskow.

    Sekjen PBB ‘tidak optimistis’ soal perdamaian Ukraina

    Sementara itu, Sekjen PBB Antonio Guterres menyampaikan pandangannya terkait situasi di Ukraina dalam sebuah konferensi pers di New York.

    “Saya tidak terlalu optimistis soal kemajuan upaya perdamaian dalam waktu dekat di Ukraina,” kata Sekjen PBB Antonio Guterres.

    Guterres menambahkan bahwa perang antara Rusia dan Ukraina kemungkinan akan berlangsung “setidaknya untuk beberapa waktu,” menunjukkan bahwa konflik ini belum menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir meski ada berbagai upaya diplomasi.

    Pernyataan ini muncul di tengah harapan yang sempat timbul setelah pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Agustus 2025, yang sempat dinilai bisa membuka jalan untuk negosiasi perdamaian, tapi hingga kini belum membuahkan hasil konkret.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris.

    Diadaptasi oleh Pratama Indra dan Muhammad Hanafi

    Editor: Tezar Aditya Rahman

    (nvc/nvc)