Negara: Uni Eropa

  • Misteri Serangan Dahsyat Lumpuhkan Bandara, Ini Peringatan Pakar

    Misteri Serangan Dahsyat Lumpuhkan Bandara, Ini Peringatan Pakar

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pakar keamanan siber mengingatkan serangan ransomware sering terjadi di Eropa. Terbaru, serangan dahsyat melumpuhkan sejumlah bandara di benua biru sejak akhir pekan lalu.

    Direktur intelijen ancaman di Sophos, Rafe Pilling mengatakan upaya serangan ransomware pada korban yang terkenal sudah tidak terlalu sering. Kini, penyerang menargetkan institusi yang memiliki dampak rusak lebih tinggi.

    “Serangan disruptif makin terlihat di Eropa, namun visibilitasnya tidak selalu sama dengan frekuensinya,” kata Piling dikutip dari Reuters, Selasa (23/9/2025).

    Ransomware yang kian sering terjadi di Eropa juga terungkap dalam survei kelompok industri asal Jerman, Bitkom. Survei pada 1.000 perusahaan menemukan ransomware jadi serangan paling umum, dan satu dari tujuh perusahaan berakhir dengan membayar tebusan.

    Sementara itu ENISA atau badan keamanan siber Uni Eropa mengonfirmasi ransomware jadi penyebab gangguan bandara beberapa hari terakhir. Serangan itu berdampak pada sejumlah bandara terbesar di Eropa hingga Senin kemarin.

    Beberapa bandara tersebut termasuk Brussels dan London Heathrow yang merupakan bandara tersibuk di Eropa. Begitu juga Bandara Berlin yang menghadapi banyak penumpang pada awal minggu usai gelaran Berlin Marathon.

    Reuters melaporkan peretas berhasil menyerang dan melumpuhkan sistem check-in otomatis dari Collin Aerospace milik RTX. Pihak layanan mengatakan tengah bekerja sama dengan bandara terdampak.

    “Maskapai penerbangan di Heathrow menerapkan kontinjensi dan pemasoknya, Collins Aerospace, beripaya mengatasi masalah dengan sistem check-in maskapai mereka di bandara yang ada di seluruh dunia,” kata juru bicara Heathrow.

    Selama beberapa waktu ini, sistem check-in otomatis praktis tak bisa digunakan. Di Berlin, boarding pass ditulis tangan akhirnya digunakan untuk proses naik pesawat para penumpang.

    Sementara Bandara Brussels menggunakan perangkat iPad dan laptop untuk check-in penumpang secara online.

    Bukan hanya sistem check-in yang terdampak, namun sejumlah penerbangan harus dibatalkan. Setidaknya 60 dari 550 penerbangan terpaksa dibatalkan pada hari Senin waktu setempat.

    Firma analisis penerbangan Cirium mengatakan bandara Brussels jadi yang tertinggi pada tingkat pembatalan mencapai 29 penerbangan. Hanya 42% penerbangan yang jadi berangkat satu jam dari jadwal.

    Hingga kini, kelompok yang bertanggung jawab atas serangan tersebut masih menjadi misteri. Kita tunggu saja!

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kemendag: Indonesia siapkan langkah strategis hadapi implementasi EUDR

    Kemendag: Indonesia siapkan langkah strategis hadapi implementasi EUDR

    Kemendag juga mendorong agar sistem nasional tersebut diakui Uni Eropa sebagai instrumen kepatuhan dalam kerangka EUDR,

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyiapkan langkah strategis untuk menghadapi kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR) atau Undang-Undang Anti Deforestasi yang mulai diberlakukan pada akhir tahun.

    Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono menyampaikan Kemendag berkoordinasi dengan berbagai kementerian/lembaga terkait untuk mengkaji dampak EUDR terhadap komoditas ekspor utama.

    “Kemendag terus berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk mengkaji dampak EUDR terhadap komoditas ekspor utama Indonesia, sebagai dasar untuk mengusulkan penyesuaian baik melalui dialog bilateral dalam kerangka IEU-CEPA maupun pada forum WTO,” ujar Djatmiko dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.

    Langkah lainnya adalah Indonesia terus memastikan bahwa setiap regulasi perdagangan tidak menimbulkan beban berlebihan dan tetap sejalan dengan prinsip keadilan, non-diskriminasi, serta pembangunan berkelanjutan.

    Untuk memastikan rantai pasok komoditas utama sesuai persyaratan bebas deforestasi dan memiliki geolokasi, kata Djatmiko, Kemendag bersama kementerian/lembaga terkait dan pelaku usaha akan mengupayakan penguatan sistem traceability.

    Selain itu, pemerintah juga melakukan sertifikasi berkelanjutan untuk komoditas utama seperti minyak sawit, karet, kopi, kakao, dan kayu, menguatkan standar nasional, serta skema sertifikasi yang diakui internasional.

    “Kemendag juga mendorong agar sistem nasional tersebut diakui Uni Eropa sebagai instrumen kepatuhan dalam kerangka EUDR,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Djatmiko menyampaikan Kementerian Perdagangan juga mendukung pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam menghadapi implementasi EUDR mendatang.

    Beberapa di antaranya adalah melalui program UMKM Bisa Ekspor, yang merupakan program Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) serta melalui peran aktif Atase Perdagangan (Atdag) dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) dalam sosialisasi regulasi, termasuk penjajakan pasar non-tradisional guna memperluas akses ekspor.

    “Kemendag juga bekerjasama dengan kementerian/lembaga yang dikoordinir oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dalam melakukan Pengembangan National Dashboard, sistem data terintegrasi untuk memastikan transparansi dan ketertelusuran dalam rantai pasok komoditas,” imbuhnya.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kemendag: Indonesia tegas tolak dampak diskriminatif EUDR

    Kemendag: Indonesia tegas tolak dampak diskriminatif EUDR

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut Pemerintah Indonesia secara konsisten terus menyuarakan isu terkait kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR) atau UU Anti Deforestasi dalam berbagai forum internasional.

    Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (Dirjen PPI) Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan Indonesia akan selalu menekankan bahwa EUDR berpotensi menimbulkan hambatan perdagangan dan memberikan dampak bagi negara berkembang.

    “Dalam berbagai pertemuan WTO (World Trade Organization), RI menekankan EUDR berpotensi menimbulkan dampak yang tidak proporsional terhadap negara berkembang, khususnya petani kecil dan UMKM, serta menciptakan hambatan perdagangan yang bertentangan dengan prinsip non-diskriminasi WTO,” ujar Djatmiko dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.

    Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) juga menggalang 17 Like-Minded Countries atau 17 negara dengan pandangan sama untuk menyampaikan kritik serta imbauan kepada Uni Eropa untuk meninjau kembali kebijakan EUDR.

    Adapun ke-17 negara tersebut terdiri dari Indonesia, Argentina, Brazil, Bolivia, Kolombia, Republik Dominika, Ekuador, Ghana, Guatemala, Honduras, Ivory Coast, Malaysia, Meksiko, Nigeria, Paraguay, Peru dan Thailand.

    Menurut Djatmiko, hingga saat ini terdapat ketidakjelasan terkait dengan implementasi EUDR, khususnya pada definisi deforestasi, degradasi hutan, klasifikasi risiko negara, serta petunjuk teknis.

    “Indonesia mendorong agar penanggulangan deforestasi ditempuh melalui pendekatan multilateral yang inklusif dengan mengakui sistem nasional sebagai instrumen kepatuhan kredibel, bukan melalui langkah unilateral yang mengabaikan perbedaan regulasi dan kapasitas produsen,” imbuhnya.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mikrofon Prabowo Mati Saat Pidato di Sidang PBB, Kemenlu: Karena Batas Waktu

    Mikrofon Prabowo Mati Saat Pidato di Sidang PBB, Kemenlu: Karena Batas Waktu

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengklarifikasi bahwa penyebab mikrofon Presiden Prabowo Subianto mati saat berpidato di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (SMU PBB) adalah karena alasan prosedural mengenai batas waktu.

    Saat menyampaikan pernyataannya di hadapan pertemuan tingkat tinggi PBB terkait isu Palestina dan solusi dua negara di Markas PBB New York, Senin waktu setempat, pelantang suara yang digunakan Presiden RI tiba-tiba terputus setelah ia menyampaikan kalimat “Kami bersedia menyediakan pasukan perdamaian”.

    “Terdapat aturan prosedur bahwa setiap negara mendapat kesempatan 5 menit. Apabila pidato lebih dari 5 menit maka mikrofon akan dimatikan,” kata Direktur Informasi dan Media Kemlu RI Hartyo Harkomoyo dikutip dari Antara pada Selasa (23/9/2025).

    Dia menyampaikan bahwa setiap pertemuan PBB memiliki aturan tersendiri, seperti aturan alokasi waktu yang diberikan bagi setiap anggota delegasi untuk menyampaikan pandangan mereka di hadapan sidang.

    Karena melebihi batas waktu yang ditentukan tersebut, ucap dia, suara Prabowo tiba-tiba terputus dan tidak muncul dalam siaran langsung SMU PBB yang dipantau masyarakat sedunia.

    Namun demikian, Hartyo memastikan bahwa presiden RI menyampaikan pidatonya dengan cukup lantang sehingga delegasi SMU PBB masih dapat mendengar suaranya meski tanpa mikrofon.

    “Meski mikrofon dimatikan, pidato Presiden Prabowo masih jelas terdengar oleh para delegasi di Aula Sidang Majelis Umum,” kata Direktur di Kemlu RI itu.

    Selain Presiden Prabowo yang berpidato di urutan kelima, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan diketahui juga mengalami mati mikrofon saat berpidato di urutan kedua dalam agenda yang sama.

    Merespons kejadian tersebut, Direktorat Komunikasi Turki mengungkapkan alasan yang sama bahwa mikrofon terputus secara otomatis apabila sambutan diberikan melampaui batas waktu 5 menit.

    Sebagaimana dilaporkan kantor berita Anadolu, Presiden Erdogan melampaui batas waktu dalam pidatonya karena ia sempat berhenti saat mendapat sambutan tepuk tangan dari hadirin SMU PBB.

    Dalam KTT soal Palestina yang dipimpin Prancis dan Arab Saudi tersebut, 33 pemimpin delegasi yang mewakili negara dan perkumpulan negara seperti Uni Eropa dan Liga Arab, menyampaikan pandangan mereka tentang penyelesaian masalah Palestina dan implementasi solusi dua negara yang ideal.

     

     

  • Akui Negara Palestina, Macron Desak Israel Setop Perang Gaza Segera

    Akui Negara Palestina, Macron Desak Israel Setop Perang Gaza Segera

    Jakarta

    Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari Senin (22/9) waktu setempat secara resmi mengakui Negara Palestina. Dia pun mendesak diakhirinya segera perang di Gaza, dengan menyatakan bahwa “waktunya untuk perdamaian telah tiba.”

    Dilansir kantor berita AFP, Selasa (23/9/2025), berbicara pada pembukaan konferensi internasional tingkat tinggi tentang penerapan solusi dua negara, Macron mengatakan saatnya telah tiba bagi Israel dan Palestina “untuk hidup berdampingan dalam damai dan aman.”

    “Namun, saat ini, Israel terus memperluas operasi militernya di Gaza, dengan tujuan yang dinyatakan untuk menghancurkan Hamas,” kata Macron, mengecam serangan yang sedang berlangsung.

    Ia menekankan korban jiwa akibat konflik tersebut: “Ratusan ribu orang telah mengungsi, terluka, kelaparan, dan trauma. Kehidupan mereka masih terus dihancurkan. Tidak ada yang membenarkan perang yang sedang berlangsung di Gaza. Tidak ada.”

    Macron juga mengumumkan bahwa Prancis akan membuka kedutaan besar untuk Negara Palestina setelah semua sandera di Gaza dibebaskan dan gencatan senjata tercapai.

    Portugal, Monako, Kanada, Belgia, Luksemburg, dan Malta kemudian juga turut mengakui Negara Palestina.

    Mesir akan menjadi tuan rumah konferensi rekonstruksi Gaza

    Perdana Menteri Mesir Mostafa Madbouly mengatakan bahwa negaranya akan menjadi tuan rumah konferensi rekonstruksi Gaza segera setelah gencatan senjata tercapai di Gaza.

    “Mesir akan, segera setelah kita mencapai gencatan senjata, menjadi tuan rumah konferensi rekonstruksi internasional di Jalur Gaza untuk memobilisasi dana yang diperlukan bagi rencana rekonstruksi Arab-Islam,” ujarnya di konferensi tersebut.

    Sementara itu, Gedung Putih mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump akan mengadakan pertemuan multilateral dengan Qatar, Arab Saudi, Indonesia, Turki, Pakistan, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Yordania.

    Trump juga akan mengadakan serangkaian pertemuan penting di Perserikatan Bangsa-Bangsa minggu ini, dimulai dengan pembicaraan bilateral dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan para pemimpin dari Ukraina, Argentina, dan Uni Eropa.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Gelombang Baru Pengakuan Palestina, Sekadar Simbol atau Titik Balik?

    Gelombang Baru Pengakuan Palestina, Sekadar Simbol atau Titik Balik?

    Jakarta

    Inggris, Kanada, dan Australia masuk ke dalam daftar negara Barat yang telah mengakui negara Palestina, disusul Portugal pada Minggu (21/09) malam. Perdana Menteri Keir Starmer dan Mark Carney mengumumkan langkah tersebut tak lama sebelum dimulainya debat Majelis Umum PBB di New York. Negara-negara Barat lain, seperti Prancis dan Belgia juga berencana mengikuti langkah itu, meskipun telah diperingatkan oleh Israel.

    Pada Senin (22/09), Majelis Umum PBB mengadakan pertemuan puncak khusus mengenai perang di Jalur Gaza. Ini merupakan kelanjutan dari proyek diplomatik yang dipimpin Prancis dan Arab Saudi untuk mendorong kebangkitan solusi dua negara, di mana Israel dan Palestina hidup berdampingan, sebagai satu-satunya jawaban atas konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

    Dalam pertemuan pada Senin itu, beberapa negara menyatakan bergabung dengan lebih dari 145 anggota PBB yang telah mengakui negara Palestina. Negara-negara tersebut termasuk Prancis, Belgia, Luksemburg, dan Malta.

    Sebagian besar deklarasi pengakuan kedaulatan Palestina baru-baru ini oleh negara-negara Eropa muncul sebagai respons terhadap kampanye militer Israel yang terus berlangsung di Gaza. Hingga kini, perang telah menewaskan lebih dari 65.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, meskipun peneliti internasional memperkirakan jumlah korban jauh lebih tinggi. Pekan lalu, Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina menerbitkan laporan yang menyimpulkan bahwa Israel sedang melakukan genosida di Gaza.

    Israel dan sekutu utamanya, Amerika Serikat, menolak laporan tersebut, termasuk laporan lain yang kritis terhadap Israel, serta mengecam rencana untuk mengakui Palestina sebagai negara, dengan menyatakan bahwa tindakan itu merupakan sebuah “hadiah untuk teror”, merujuk pada serangan 7 Oktober 2023 terhadap Israel yang dipimpin kelompok militan Hamas, yang menewaskan hampir 1.200 orang dan memicu kampanye militer Israel di Gaza.

    Sekadar “teater politik”

    Bahkan, para pendukung Palestina mengatakan pengakuan terhadap negara Palestina bisa jadi tidak cukup jika tidak disertai tindakan.

    “Negara-negara Barat memeluk gestur simbolis, sementara rakyat Palestina tetap tanpa keadilan ataupun kenegaraan, hanya kesenjangan yang semakin melebar antara realitas yang dijalani dan pertunjukan internasional,” ujar Ines Abdel Razek, Direktur Advokasi untuk Palestine Institute for Public Diplomacy, yang berbasis di Ramallah, Tepi Barat yang diduduki, dalam tulisan bulan Agustus untuk lembaga pemikir Palestina, Al Shabaka.

    Ada juga kekhawatiran mengenai bagaimana Israel akan bereaksi terhadap gelombang baru pengakuan ini, tulis Richard Gowan, Direktur PBB untuk lembaga think tank International Crisis Group, minggu ini dalam jurnal kebijakan Just Security yang berbasis di AS.

    “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu… memiliki rekam jejak panjang dalam menentang anggota PBB lainnya,” tulis Gowan. “Salah satu skenario yang mengkhawatirkan para diplomat adalah bahwa Netanyahu, yang pekan lalu menyatakan bahwa ‘tidak akan ada negara Palestina’, dapat merespons proses pengakuan ini dengan mengumumkan rencana untuk secara resmi mencaplok bagian-bagian wilayah Palestina dalam pidatonya.”

    Apakah pengakuan bisa membawa perdamaian?

    Sudah jelas bahwa pengakuan negara Palestina saja tidak akan menghentikan perang Israel di Gaza.

    “Pengakuan adalah pengganti keliru untuk boikot dan langkah-langkah hukuman yang seharusnya diambil terhadap negara yang melakukan genosida,” tulis kolumnis Gideon Levy di surat kabar Israel, Haaretz, pada bulan Agustus. “Pengakuan adalah basa-basi kosong. … Ini tidak akan menghentikan genosida, yang tidak akan berhenti tanpa langkah nyata dari komunitas internasional.”

    Faktanya, seperti yang ditunjukkan oleh para ahli hukum, isu ini sebenarnya terpisah. Apakah Palestina merupakan negara atau bukan, hukum internasional sudah mewajibkan negara lain untuk melakukan segala yang mereka bisa untuk menghentikan genosida yang dicurigai sedang berlangsung.

    Peningkatan status diplomatik

    Apa yang bisa dilakukan oleh pengakuan negara Palestina adalah memperkuat seruan untuk gencatan senjata dalam struktur diplomatik, birokratis, dan hukum internasional yang sudah ada.

    Dalam edisi musim gugur 2025 jurnal akademik The Cairo Review of Global Affairs, analis politik Mesir Omar Auf menunjukkan bahwa pejabat Palestina sebelumnya telah mencoba untuk mengaksesi Konvensi Jenewa pada 1989, tetapi ditolak oleh Swiss karena, menurut Swiss, ada “ketidakpastian” mengenai eksistensi negara Palestina.

    Pada Agustus, Nomi Bar-Yaacov, seorang negosiator perdamaian dari Geneva Centre for Security Policy, mengatakan kepada DW bahwa pengakuan “tidak mengubah apa pun secara langsung, tetapi itu memberi Palestina posisi tawar yang jauh lebih tinggi dalam negosiasi, karena ketika Anda bernegosiasi antarnegara, itu tidak sama dengan negosiasi antara negara dan negara yang tidak diakui (atau) entitas.”

    Pengakuan bilateral dapat dianggap sebagai bentuk peningkatan status diplomatik. Negara-negara yang mengakui, katakanlah Prancis atau Belgia, harus meninjau kembali hubungan mereka dengan Palestina, serta menilai kewajiban hukum mereka terhadapnya. Oleh karena itu, hal ini juga dapat menyebabkan peninjauan kembali hubungan mereka dengan Israel, menurut mereka.

    Namun, pengakuan tersebut harus disertai langkah nyata, kata Hugh Lovatt, peneliti kebijakan senior untuk program Timur Tengah dan Afrika Utara di European Council on Foreign Relations (ECFR), kepada DW.

    “Pengakuan bukanlah sebuah kebijakan, itu adalah sebuah pembuka. Pekerjaan sebenarnya dimulai pada hari berikutnya,” ujar Anas Iqtait, dosen ekonomi politik Timur Tengah di Australian National University, pada bulan Agustus dalam Akfar, yang diterbitkan oleh Middle East Council on Global Affairs yang berbasis di Doha.

    “Sebuah penegasan penting”

    Memang benar bahwa pengakuan sangat simbolis, Lovatt mengakui. “Namun, simbolisme tidak selalu buruk. Mengingat negara-negara yang melakukan pengakuan, khususnya Prancis dan Inggris, ini merupakan penegasan penting atas hak-hak Palestina dan penentuan nasib sendiri, hak untuk hidup bebas dari pendudukan, hak atas kenegaraan, dan sebagainya.”

    Namun, tindakan simbolis harus disertai langkah nyata, tambahnya.

    Dalam konferensi pers di Brussels, Belgia pada Rabu (17/09), Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, mendorong negara-negara anggota untuk meningkatkan tarif atas beberapa barang Israel dan menjatuhkan sanksi terhadap pemukim serta dua politisi senior Israel. Ini adalah langkah-langkah yang sebelumnya telah direkomendasikan oleh para ahli ECFR. Sumber di Brussels mengatakan kepada DW bahwa Italia, yang sebelumnya menentang penghentian pendanaan ilmiah UE untuk Israel, mungkin akan segera mencabut penolakannya.

    “Bahkan tiga tahun yang lalu, pengakuan mungkin sudah cukup,” kata Lovatt. “Namun, saya pikir karena semuanya telah berubah begitu drastis dalam hal opini publik dan politik sejak 2023, sekarang bukan lagi pertanyaan antara pengakuan (Palestina) atau tindakan lain.”

    Saat ini, berbagai langkah sedang dijalankan secara bersamaan, ujar Lovatt, dan itu mencerminkan bagaimana opini publik di seluruh spektrum politik telah berubah sejak 2023.

    “Pengakuan seharusnya dilihat sebagai arah perjalanan,” kata Lovatt. “Mungkin kita tidak sampai ke sana besok, tetapi arah jalannya sudah jelas.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rahka Susanto

    Editor: Rizki Nugraha

    Lihat Video ‘Presiden Abbas: Hamas Harus Serahkan Senjata ke Otoritas Palestina’:

    (ita/ita)

  • Pengusaha Optimistis IEU-CEPA Mampu Tarik Investasi dan Dorong Ekspor

    Pengusaha Optimistis IEU-CEPA Mampu Tarik Investasi dan Dorong Ekspor

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengusaha menyambut positif penandatanganan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia—Uni Eropa atau  Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

    Perjanjian IEU-CEPA dinilai sebagai langkah strategis yang akan mendorong transformasi struktural dan peningkatan daya saing industri.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menilai IEU-CEPA sebagai milestone diplomasi ekonomi Indonesia yang menandai transisi dari ekonomi potensial menjadi ekonomi berbasis performa.

    Menurutnya, IEU-CEPA memberi kepastian keterbukaan dan aturan yang jelas sehingga perdagangan dan investasi tetap terjamin meski risiko geopolitik global meningkat.

    Dia menyebut, Indonesia akan mendapatkan peluang memperluas ekspor produk unggulan seperti tekstil, alas kaki, perikanan, hingga industri hilir. Di sisi lain, Uni Eropa memperoleh akses ke pasar domestik dengan 270 juta konsumen.

    Perjanjian ini, menurut Shinta, juga akan mengerek arus foreign direct investment (FDI) ke sektor hilir sawit, seperti oleokimia, bioenergi, dan pangan fungsional.

    “CEPA akan mendorong arus FDI yang berkualitas, tidak sekadar modal finansial, tetapi juga transfer teknologi, skills upgrading, dan kemitraan jangka panjang yang berorientasi pada sustainable growth,” kata Shinta kepada Bisnis, Senin (22/9/2025).

    Selain itu, dia memperkirakan IEU—CEPA akan mendorong ekspor Indonesia ke Uni Eropa tumbuh 30–50% dalam 5 tahun pertama, dan meningkat signifikan dalam dekade berikutnya.

    Shinta menambahkan, IEU—CEPA menjadi katalis reformasi struktural melalui penyederhanaan rules of origin dan harmonisasi standar, yang dapat meningkatkan ekspor lebih dari 50% dalam 3–4 tahun, berkontribusi pada pertumbuhan PDB hingga 0,19%, dan peningkatan FDI sebesar 0,42%.

    Lebih lanjut, Apindo juga melihat perjanjian IEU—CEPA juga membuka peluang signifikan bagi ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya.

    “Melalui IEU—CEPA, Indonesia memperoleh kuota bebas tarif hingga 1 juta ton CPO dan pengurangan tarif untuk produk turunan sawit,” ujarnya.

    Shinta melihat, hal ini memberikan manfaat bagi Indonesia untuk mengekspor lebih banyak ke Uni Eropa sekaligus memperkuat keunggulan terhadap produsen CPO lainnya di pasar Eropa sehingga ruang ekspor akan terbuka lebih besar.

    Namun demikian, Shinta menyoroti bahwa hambatan nontarif yang justru menjadi tantangan utama, yakni standar keberlanjutan Uni Eropa, termasuk EU Deforestation Regulation (EUDR) yang belum sepenuhnya bisa dipenuhi oleh pelaku usaha domestik.

    Dia menuturkan, meski saat ini sawit menyumbang 50% dari total impor minyak nabati Uni Eropa dan 31% dari impor Belanda, 97,5% petani kecil Indonesia (sekitar 2,5 juta orang) masih belum memiliki dokumentasi sesuai ketentuan EUDR.

    “Ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi pertumbuhan perdagangan yang inklusif, sekaligus alasan mengapa regulatory alignment dan sistem traceability yang kredibel menjadi krusial agar sawit Indonesia tidak tertinggal,” tuturnya.

    Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang menilai IEU—CEPA sebagai peluang strategis untuk memperluas ekspor Indonesia ke 27 negara anggota Uni Eropa. Terlebih, hampir 80% komoditas masuk bebas tarif ke pasar Eropa. Begitu pula sebaliknya.

    Menurutnya, Indonesia harus memanfaatkan peluang dari IEU-CEPA semaksimal mungkin di tengah perang tarif dagang dengan AS yang penuh dengan ketidakpastian.

    “Kita jangan menjadi pangsa pasar baru bagi berbagai produk Eropa, tetapi harus saling memanfaatkan pangsa pasar untuk meningkatkan volume ekspor berbagai komoditas kita,” kata Sarman kepada Bisnis.

    Untuk itu, Kadin mendorong pelaku usaha untuk mempersiapkan diri dengan memenuhi regulasi teknis dan keberlanjutan yang disyaratkan Uni Eropa, terutama pada komoditas strategis seperti CPO.

    “Peluang ekspor CPO dan turunannya tetap terbuka, namun persyaratan yang demikian ketat harus mampu kita penuhi,” pungkasnya.

  • IEU-CEPA Diteken Hari Ini, CPO hingga Tekstil RI Bebas Bea Masuk

    IEU-CEPA Diteken Hari Ini, CPO hingga Tekstil RI Bebas Bea Masuk

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia dan Uni Eropa (UE) akan menuntaskan substansi kesepakatan dagang komprehensif Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) di Badung, Bali pada hari ini, Selasa (23/9/2025).

    Penandatanganan penuh perjanjian yang telah memakan waktu perundingan hampir sedekade ini dijadwalkan berlangsung dalam rangkaian kunjungan kerja Komisioner Perdagangan dan Keamanan Ekonomi Komisi Eropa Maroš Šefčovič. Maroš akan disambut langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

    Adapun sejak dimulai pada Juli 2016, perundingan IEU-CEPA telah melewati 19 putaran resmi serta sejumlah pertemuan antar-sesi sebelum tercapai titik final saat ini.

    Lewat IEU-CEPA, sebanyak 80% ekspor Indonesia ke Uni Eropa akan menikmati tarif 0%—begitu juga sebaliknya. Pemerintah memproyeksikan produk padat karya seperti alas kaki, tekstil, dan garmen, serta komoditas minyak sawit, perikanan, energi terbarukan, hingga kendaraan listrik menjadi penerima manfaat utama.

    Uni Eropa saat ini tercatat sebagai mitra dagang kelima terbesar bagi Indonesia dengan nilai perdagangan mencapai US$30,1 miliar pada 2024. Neraca perdagangan menunjukkan surplus yang melebar dari US$2,5 miliar pada 2023 menjadi US$4,5 miliar pada 2024.

    Pemerintah menargetkan nilai perdagangan bilateral berlipat ganda dalam lima tahun mendatang usai penandatanganan penuh IEU-CEPA.

    “Pencapaian bersejarah ini bukan hanya menjadi tonggak penting dalam hubungan ekonomi kedua pihak, tetapi juga menegaskan keberhasilan membuka peluang besar bagi kerja sama yang lebih adil, setara, dan berkelanjutan,” ujar Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto dalam keterangannya, dikutip Selasa (23/9/2025).

    Haryo menambahkan, selain memberi keuntungan nyata bagi pelaku usaha, kesepakatan juga memperkuat komitmen Indonesia terhadap perdagangan berkelanjutan yang menjadi fokus utama kebijakan Uni Eropa.

    Rangkaian penandatanganan IEU-CEPA akan ditutup dengan forum Indonesia–EU Business Outlook bersama Kadin Indonesia, Apindo, dan EuroCham Indonesia. Agenda ini ditujukan untuk mengkaji peluang implementasi perjanjian bagi dunia usaha sekaligus memperkuat jejaring bisnis jangka panjang antara kedua pihak.

  • Trump Akan Gelar Pertemuan dengan Pemimpin Negara Muslim, Termasuk RI

    Trump Akan Gelar Pertemuan dengan Pemimpin Negara Muslim, Termasuk RI

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan mengadakan pertemuan multilateral dengan sejumlah pemimpin negara-negara Muslim di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Negara-negara tersebut adalah Qatar, Arab Saudi, Indonesia, Turki, Pakistan, Mesir, Uni Emirat Arab dan Yordania. Demikian disampaikan Gedung Putih pada hari Senin (22/9) waktu setempat.

    Dilansir Reuters dan Al Arabiya, Selasa (23/9/2025), pertemuan tersebut akan digelar pada hari Selasa (23/9) waktu setempat di sela-sela pertemuan Majelis Umum PBB di New York untuk membahas cara-cara mengakhiri perang di Gaza.

    Pertemuan tersebut akan berlangsung beberapa hari sebelum Trump menjamu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada 29 September mendatang.

    Pertemuan ini juga akan berlangsung di tengah gelombang pengakuan Negara Palestina oleh negara-negara Barat dan ancaman Israel untuk membalas dengan mencaplok sebagian wilayah Tepi Barat yang diduduki.

    Trump juga akan mengadakan serangkaian pertemuan penting di PBB minggu ini, dimulai dengan pembicaraan bilateral dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan para pemimpin dari Ukraina, Argentina, dan Uni Eropa, kata juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt.

    (ita/ita)

  • IEU-CEPA Diteken Hari Ini, Mobil Eropa dan 96% Barang Bebas Tarif Masuk RI

    IEU-CEPA Diteken Hari Ini, Mobil Eropa dan 96% Barang Bebas Tarif Masuk RI

    Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia dan Uni Eropa (UE) telah menyepakati pembebasan tarif impor atau menurunkannya hampir ke 0% untuk hampir semua barang lewat Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

    Melansir Bloomberg, Selasa (23/9/2025), kesepakatan dagang tersebut akan menghapus tarif hingga nol untuk 96% barang yang diekspor UE ke Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun. Langkah ini diperkirakan akan meningkatkan ekspor UE ke Indonesia setidaknya sebesar 30%, atau sekitar €3 miliar.

    Tarif untuk mobil buatan UE akan diturunkan dari 50% menjadi 0% dalam 5 tahun, sementara bea untuk mesin dan peralatan elektronik akan turun dari 30% menjadi 0% dalam waktu dekat. Produk pertanian dan makanan juga akan memperoleh manfaat dari liberalisasi perdagangan ini.

    Kesepakatan dagang ini juga akan menghapus perizinan dan pembatasan lainnya terkait bahan kimia yang diekspor dari UE. Di sisi lain, UE akan memperoleh perlakuan preferensial untuk bea atas ekspor bahan mentah Indonesia yang telah melewati tahap pertama pengolahan. Namun, kesepakatan ini tidak akan mengubah larangan Indonesia terhadap ekspor bijih nikel ke UE, yang masih menjadi sengketa antara kedua pihak di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

    Komisioner Perdagangan dan Keamanan Ekonomi Komisi Eropa Maros Sefcovic mengatakan, sekitar €600 juta (US$700 juta) bea masuk akan dihemat oleh eksportir Eropa sebagai hasil dari perjanjian dagang ini.

    “Kami benar-benar membuka babak baru yang sangat besar,” kata Sefcovic dalam wawancara bersama Bloomberg News.

    “Perdagangan kami dengan Indonesia selama ini jauh di bawah potensi,” ujarnya, mengingat bahwa ekonomi Indonesia lebih besar dibandingkan gabungan ekonomi Vietnam, Filipina, dan Thailand.

    Kesepakatan dengan Indonesia akan memainkan peran penting dalam upaya UE untuk mendiversifikasi rantai pasoknya, terutama dalam hal bahan baku, serta membuka pasar baru di tengah kebijakan tarif sebesar 15% yang dikenakan Amerika Serikat (AS) terhadap sebagian besar produk ekspor UE.

    Indonesia merupakan mitra penting bagi UE, dengan ekonomi yang sedang tumbuh dan jumlah konsumen mencapai 300 juta jiwa. Namun, hubungan bilateral sempat tegang karena regulasi deforestasi UE yang bertujuan memerangi penebangan hutan di luar negeri, terutama untuk membuka lahan kelapa sawit dan kopi. Indonesia menjadi salah satu pengkritik paling vokal terhadap aturan ini.

    IEU-CEPA tidak akan memengaruhi penerapan aturan deforestasi terhadap Indonesia, tetapi isu ini telah dibahas selama proses negosiasi. Sefcovic mengatakan bahwa perjanjian ini akan menciptakan platform untuk membantu perusahaan Indonesia, terutama eksportir kecil, dalam memenuhi kewajiban-kewajiban yang disyaratkan Uni Eropa.

    Kesepakatan ini masih membutuhkan persetujuan dari negara-negara anggota UE dan Parlemen Eropa, serta legislatif Indonesia, sebelum resmi diberlakukan.

    Sefcovic menyebut, kesepakatan ini sebagai kerangka kerja yang sangat jelas yang akan mendorong perdagangan dan menciptakan peluang bagi kedua belah pihak.

    Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto direncanakan akan menerima kunjungan kerja Komisioner Perdagangan dan Keamanan Ekonomi Komisi Eropa Maros Sefcovic pada 22 – 23 September 2025 dengan agenda utama untuk mengumumkan dan melaksanakan penandatanganan penyelesaian substansial Perundingan IEU-CEPA.

    “Setelah menginjak 9 tahun masa perundingan, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Perjanjian IEU-CEPA akhirnya berhasil mencapai kesepakatan. Pencapaian bersejarah ini bukan hanya menjadi tonggak penting dalam hubungan ekonomi kedua pihak, tetapi juga menegaskan keberhasilan upaya dalam membuka peluang besar bagi kerja sama yang lebih adil, setara, dan berkelanjutan,” ujar Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto melalui siaran pers, Senin (22/9/2025).

    Lewat kesepakatan IEU-CEPA, 80% ekspor Indonesia ke UE akan menikmati tarif 0%. Komoditas unggulan seperti produk padat karya (alas kaki, tekstil, garmen), minyak sawit, perikanan, serta sektor energi terbarukan dan kendaraan listrik juga akan mendapat perlakuan preferensial yang lebih adil. Melalui kerja sama tersebut, perdagangan Indonesia dan Uni Eropa diharapkan dapat meningkat hingga dua kali lipat pada 5 tahun mendatang.

    “Kesepakatan ini memiliki nilai strategis yang tinggi karena tidak hanya menghadirkan keuntungan nyata bagi pelaku usaha di Indonesia maupun Eropa, tetapi juga memperkuat komitmen terhadap praktik keberlanjutan yang kini menjadi fokus utama kebijakan Uni Eropa. Melalui kerja sama ini, Indonesia diharapkan dapat kian menegaskan peran aktifnya dalam perdagangan global yang berkelanjutan,” jelas Haryo.