Negara: Uni Eropa

  • Kemenangan Indonesia di WTO Soal Diskriminasi Sawit Bukti Kemampuan Melindungi Kepentingan Nasional

    Kemenangan Indonesia di WTO Soal Diskriminasi Sawit Bukti Kemampuan Melindungi Kepentingan Nasional

    Jakarta, Beritasatu.com – Kemenangan Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) yang berhasil membuktikan diskriminasi oleh Uni Eropa (UE) dalam sengketa dagang kelapa sawit membawa manfaat positif untuk ekonomi, politik, hingga lingkungan.

    Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri menilai kemenangan ini dapat berkontribusi positif terhadap nilai perdagangan Indonesia.

    “Kami mengapresiasi itu. Mengenai ekspor dan permintaan, itu biasanya lintas negara termasuk dari Eropa. Kami berharap ini justru akan bisa berkontribusi terhadap nilai perdagangan kita secara keseluruhan, otomatis dengan jumlah ekspor kita yang semakin meningkat, ketergantungan kita kepada impor juga berkurang,” ujar Dyah Roro di Jakarta, Jumat (18/1/2025) dilansir dari Antara.

    Wamendag memberikan apresiasi terhadap upaya pemerintah Indonesia yang berhasil membuktikan diskriminasi tersebut. 

    “Secara keseluruhan tentu kita apresiasi dengan kemenangan kita, ini menjadi sesuatu hal yang pendobrak juga,” ujarnya.

    Apresiasi juga diungkapkan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Yanto Santoso. Menurut Yanto, kemenangan Indonesia dalam sengketa sawit ini merupakan bukti bahwa Indonesia mampu melindungi kepentingan nasionalnya.

    “Kemenangan ini menjadi bukti kalau kita mampu melindungi kepentingan nasional,” papar Yanto.

    Yanto memilai kemenangan ini membawa manfaat positif untuk negara dan rakyat Indonesia. Di bidang ekonomi kemenangan ini bisa meningkatkan ekspor minyak sawit khususnya ke Uni Eropa, mengurangi berbagai hambatan perdagangan dan diskriminasi yang selama ini selalu dikenakan kepada produk-produk minyak sawit Indonesia.

    “Tentunya kemenangan ini akan membuka peluang baru bagi pasar pasar yang bisa kita dekati. Itu manfaat ekonomi,” jelas dia.

    Dampak politiknya, menurut Yanto akan meningkatkan posisi tawar Indonesia di dunia internasional. “Sawit kita sudah didiskriminasi. Dengan kemenangan ini kita akan meningkatkan posisi tawar kita di dunia internasional,” ujarnya.

    Manfaat kemenangan ini di bidang lingkungan, yang pertama yaitu akan mendorong perkembangan industri sawit Tanah Air menjadi lebih berkelanjutan. “Yang kedua, tentu saja kita akan bisa mengurangi emisi gas rumah kaca kita melalui penggunaan biofuel,” beber Yanto.

    Terakhir, Yanto menambahkan kemenangan Indonesia di WTO dalam diskriminasi sawit ini akan meningkatkan kesadaran terkait pentingnya kelestarian lingkungan.

  • Usai Tumbuh 5%, Ekonomi China 2025 Bersiap Hadapi ‘Goncangan’ Tarif Trump

    Usai Tumbuh 5%, Ekonomi China 2025 Bersiap Hadapi ‘Goncangan’ Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonomi China pada 2025 dihadapkan pada risiko pengenaan tarif dari presiden terpilih AS Donald Trump, usai berhasil tumbuh lebih dari yang diharapkan pada 2024 karena adanya stimulus kilat dan ledakan ekspor. 

    Melansir dari Bloomberg, Sabtu (18/1/2025), produk domestik bruto (PDB) China pada kuartal IV/2024 tumbuh 5,4% dan menandai laju tercepat dalam enam kuartal. Lonjakan ini membawa pertumbuhan setahun penuh menjadi 5%. 

    Sekalipun pemerintah China memberikan stimulus pada akhir tahun tersebut, pertumbuhan konsumsi tahunan tetap berada di bawah tingkat sebelum pandemi, investasi properti mengalami kontraksi terbesar sepanjang sejarah dan deflasi berlanjut selama dua tahun berturut-turut. 

    Setelah disesuaikan dengan penurunan harga, PDB nominal hanya tumbuh 4,2% pada 2024, yang paling lambat sejak ekonomi dibuka pada akhir 1970-an, kecuali pandemi.

    Ekonom Societe Generale SA Wei Yao dan Michelle Lam menyampaikan pemulihan ekonomi tersebut hanya bersifat tentatif dan konsumsi masih cukup rapuh.  

    “Para pembuat kebijakan perlu melakukan dorongan fiskal yang lebih kuat pada tahun 2025 untuk memastikan stabilitas pertumbuhan,” ujarnya. 

    Bersiap menghadapi Trump

    China akan mengumumkan target pertumbuhannya untuk 2025 pada sidang parlemen tahunan di bulan Maret. 

    Namun, untuk mencapai pertumbuhan 5% mungkin akan lebih sulit tahun ini bagi negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini. Pasalnya Presiden terpilih AS Donald Trump, yang akan kembali ke Gedung Putih minggu depan, telah mengancam tarif setinggi 60% untuk barang-barang China. 

    Hal ini dapat menghancurkan perdagangan dengan negara Asia tersebut dan merusak pendorong pertumbuhan yang menyumbang sekitar seperempat pertumbuhan pada 2024.

    Kepala ekonom China di BNP Paribas SA Jacqueline Rong melihat titik terang terbesar dalam perekonomian tahun lalu adalah ekspor, yang sangat kuat terutama jika faktor harga dikecualikan.

    “Itu berarti masalah terbesar tahun ini adalah tarif AS,” tuturnya. 

    Ancaman tarif Trump mendorong bisnis global untuk meningkatkan pengiriman dan mendukung ekspansi ekonomi tahun lalu. Namun, dorongan tersebut dapat memudar dalam beberapa bulan mendatang karena potensi pungutan, termasuk dari Uni Eropa dan mitra dagang lainnya, membuat ekspor China menjadi kurang kompetitif.

    Meskipun pemerintah telah mengisyaratkan bahwa mereka memiliki ruang kebijakan yang cukup untuk menstimulasi ekonomi, efektivitas belanja publik telah berkurang dalam beberapa tahun terakhir. 

    Para pejabat telah berjuang untuk menemukan proyek-proyek infrastruktur yang cukup tepat untuk dibangun sementara investasi swasta telah menyusut. Dorongan manufaktur lebih lanjut akan berisiko memperburuk kelebihan kapasitas pabrik dan keluhan dari para mitra dagang bahwa negara ini membanjiri pasar global dengan barang-barang murah.

    Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah China berencana untuk memperluas program dengan mensubsidi perusahaan dan konsumen untuk meningkatkan peralatan dan perlengkapan. 

    Uang pensiun dan subsidi untuk asuransi kesehatan beberapa kelompok akan naik dan dapat mendorong rumah tangga untuk membelanjakan uangnya daripada menabung. 

    Pemerintah mengalokasikan 300 miliar yuan (US$40,9 miliar) —yang diperoleh dari penjualan obligasi khusus tahun lalu—untuk mendanai program peningkatan peralatan dan tukar tambah barang konsumen. 

    Langkah tersebut diproyeksi kepala ekonom untuk Greater China di Bank of America Helen Qiao dapat berlipat ganda menjadi 600 miliar yuan tahun ini. 

    Para pejabat juga mengizinkan obligasi lokal khusus untuk digunakan oleh pemerintah kota untuk mengakuisisi rumah-rumah yang tidak terjual dan membeli kembali tanah yang tidak terpakai. 

    Namun, kemajuan telah lambat dalam inisiatif untuk mengurangi persediaan perumahan, serta dalam upaya yang dipimpin oleh pemerintah untuk merenovasi desa-desa perkotaan. 

    Hal ini berkontribusi pada sentimen yang sangat lemah di antara para pengembang China, dengan investasi real estat anjlok 10,6% tahun lalu atau menjadi yang terburuk sejak pencatatan dimulai pada 1987.

    Kepala ekonom China di Nomura Holdings Inc. Lu Ting mengkhawatirkan China tidak akan cukup untuk meningkatkan ekonominya usai tumbuh sesuai target akibat stimulus jumbo. 

    “Sederhananya, terlepas dari data yang optimis hari ini, sekarang bukan waktunya bagi Beijing untuk berpuas diri,” tuturnya. 

  • Indonesia Menang Sengketa Sawit di WTO, Guru Besar IPB: Bakal Dongkrak Ekspor ke Uni Eropa – Halaman all

    Indonesia Menang Sengketa Sawit di WTO, Guru Besar IPB: Bakal Dongkrak Ekspor ke Uni Eropa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kemenangan Indonesia dalam sengketa sawit melawan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mendapat apresiasi dari Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Yanto Santoso.

    Guru besar bidang kehutanan itu menyebut keberhasilan ini menjadi bukti bahwa Indonesia mampu melindungi kepentingan nasionalnya.

    “Ini menunjukkan bahwa kita bisa melindungi kepentingan nasional kita,” kata Yanto kepada wartawan, Sabtu (18/1/2025).

    Menurut Yanto, kemenangan di WTO ini membawa dampak positif bagi Indonesia, baik dari sisi ekonomi, politik, maupun lingkungan.

    Di sektor ekonomi, Yanto menilai kemenangan ini dapat meningkatkan ekspor minyak sawit Indonesia, khususnya ke Uni Eropa.

    Selain itu, berbagai hambatan perdagangan dan diskriminasi yang selama ini dikenakan terhadap produk sawit Indonesia diharapkan dapat berkurang.

    “Ini juga membuka peluang baru untuk pasar-pasar lain yang bisa kita dekati. Itu manfaat ekonominya,” ujarnya.

    Dalam bidang politik, Yanto menjelaskan kemenangan ini akan memperkuat posisi tawar Indonesia di kancah internasional. Selama ini, produk sawit Indonesia sering mengalami diskriminasi di pasar global.

    “Dengan kemenangan ini, posisi bargaining kita di dunia internasional akan meningkat,” katanya.

    Yanto juga menyoroti manfaat kemenangan ini bagi lingkungan. Ia menyebut kemenangan ini dapat mendorong industri sawit di Tanah Air untuk lebih berkelanjutan. Selain itu, penggunaan biofuel dari kelapa sawit dinilai mampu mengurangi emisi gas rumah kaca.

    “Kita bisa menurunkan emisi gas rumah kaca melalui biofuel,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Yanto menambahkan bahwa kemenangan ini harus diikuti dengan peningkatan kesadaran terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.

    “Kita perlu terus memantau. Uni Eropa pasti akan berkelit. Penting untuk memastikan putusan ini dilaksanakan dengan baik,” tandasnya.

  • Israel Akan Bebaskan 737 Tahanan Palestina di Fase Pertama Gencatan Gaza

    Israel Akan Bebaskan 737 Tahanan Palestina di Fase Pertama Gencatan Gaza

    Tel Aviv

    Otoritas Israel mengumumkan sebanyak 737 tahanan Palestina akan dibebaskan pada tahap pertama kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera di Jalur Gaza. Terdapat anggota parlemen Palestina dan pemimpin sayap bersenjata kelompok Fatah di antara tahanan yang akan dibebaskan tersebut.

    Kementerian Kehakiman Israel dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Sabtu (18/1/2025), mengumumkan bahwa “pemerintah menyetujui pembebasan 737 tahanan” yang saat ini berada dalam penahanan dinas penjara Israel.

    Pengumuman ini disampaikan setelah kantor Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu merilis pernyataan yang mengumumkan kabinet pemerintahan Israel telah menyetujui perjanjian gencatan senjata dan pembebasan sandera usai menggelar rapat selama berjam-jam pada Sabtu (18/1) pagi waktu setempat.

    Kementerian Kehakiman Israel merilis nama-nama tahanan, baik pria, wanita maupun anak-anak, yang disebutkan tidak akan dibebaskan sebelum Minggu (19/1) sore, sekitar pukul 16.00 waktu setempat.

    Otoritas Tel Aviv sebelumnya merilis nama 95 tahanan Palestina, kebanyakan tahanan wanita, yang akan dibebaskan sebagai pertukaran dengan para sandera Israel yang dibebaskan Hamas di Jalur Gaza selama gencatan senjata berlangsung nantinya.

    Di antara tahanan yang akan dibebaskan adalah Zakaria Zubeidi yang merupakan kepala sayap bersenjata Fatah, partai pimpinan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Zubeidi pernah kabur dari penjara Gilboa, Israel, bersama lima warga Palestina lainnya tahun 2021, yang memicu perburuan selama berhari-hari dan sosoknya dipuji warga Palestina sebagai pahlawan.

    Tahanan yang juga akan dibebaskan adalah Khalida Jarar, seorang anggota parlemen sayap kiri Palestina yang beberapa kali ditangkap dan dijebloskan ke penjara oleh Israel. Jarar merupakan anggota terkemuka Front Populer untuk Pembebasan Palestina, kelompok yang ditetapkan sebagai “organisasi teroris” oleh Israel, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa.

  • Uni Eropa Kena ‘Gampar’ WTO, Pengusaha Sawit RI Buka Suara

    Uni Eropa Kena ‘Gampar’ WTO, Pengusaha Sawit RI Buka Suara

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono memberikan tanggapan positif setelah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengeluarkan putusan yang menguntungkan Indonesia. Panel WTO, melalui laporan putusannya yang disirkulasikan pada 10 Januari 2025, memutuskan bahwa kebijakan UE melanggar aturan perdagangan internasional.

    Eddy menilai keputusan tersebut sebagai kemenangan penting bagi industri kelapa sawit Indonesia, yang selama ini merasa dirugikan oleh kebijakan UE yang dianggap diskriminatif terhadap produk kelapa sawit.

    Putusan Panel WTO menyatakan Uni Eropa tidak dapat secara sepihak menetapkan kebijakan tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan negara-negara yang terkena dampak, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan kebijakan UE mengenai Arahan Energi Terbarukan (RED II), yang menetapkan kriteria untuk biofuel berbasis kelapa sawit sebagai produk yang berisiko tinggi terhadap emisi gas rumah kaca akibat perubahan penggunaan lahan, seperti penggundulan hutan. Indonesia menilai langkah ini tidak adil dan merugikan kelapa sawit, yang dinilai memiliki manfaat lingkungan jika dikelola dengan baik.

    Eddy menambahkan, meskipun Uni Eropa mengklaim bahwa kebijakan tersebut sah, putusan WTO mengakui adanya ketidaksesuaian antara kebijakan UE dan aturan WTO. Dalam hal ini, UE diwajibkan untuk menyesuaikan kebijakannya agar sesuai dengan aturan perdagangan internasional. Keputusan ini menegaskan UE tidak bisa mengabaikan dampak kebijakannya terhadap negara-negara produsen kelapa sawit seperti Indonesia dan Malaysia.

    “WTO menyampaikan bahwa mestinya UE setiap membuat kebijakan harus membicarakan terlebih dahulu dengan negara yang terkena dampaknya,” kata Eddy kepada CNBC Indonesia, Sabtu (18/1/2025).

    Foto: Reuters
    ilustrasi kelapa sawit

    Meskipun laporan ini menguntungkan Indonesia, Eddy mengingatkan langkah selanjutnya adalah memastikan agar putusan tersebut diadopsi oleh Badan Penyelesaian Sengketa WTO dalam waktu dua bulan. Jika adopsi tersebut terjadi, keputusan ini akan mengikat antara Indonesia dan Uni Eropa, dan UE harus mengambil langkah-langkah untuk menghormati kewajiban mereka di WTO.

    “Sekarang selanjutnya langkah kita bagaimana? Apakah seperti yang dilakukan Malaysia, melakukan pembicaraan lagi dengan UE untuk menindaklanjuti. Kecuali jika laporan panel WTO diajukan banding, laporan tersebut harus diadopsi oleh Badan Penyelesaian Sengketa WTO dalam waktu dua bulan ke depan (60 hari),” jelasnya.

    “Jika diadopsi, laporan tersebut akan mengikat antara Indonesia dan UE. UE kemudian akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menghormati kewajiban WTO-nya,” imbuh dia.

    Lebih lanjut, Eddy menyebut para pihak terkait biasanya mencoba menyepakati dalam jangka waktu yang wajar bagi anggota WTO yang membela untuk mematuhinya. Adapun jika ini tidak dapat disepakati, katanya, maka hal tersebut akan diputuskan oleh seorang arbitrator. “(Jika demikian), sebaiknya duduk bersama lagi,” ucap Eddy.

    Perlu diketahui, kasus ini bermula pada Desember 2019 lalu, ketika Indonesia menentang klasifikasi minyak kelapa sawit dan biofuel berbasis tanaman kelapa sawit sebagai produk yang berisiko tinggi terhadap perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung, dan berpendapat bahwa tindakan tersebut bersifat diskriminatif. Sengketa WTO (DS593) diajukan oleh Indonesia pada bulan Desember 2019. Hal ini diikuti oleh konsultasi yang diadakan di WTO antara UE dan Indonesia, yang gagal menyelesaikan sengketa tersebut. Sebuah panel dibentuk pada bulan Juli 2020.

    Sengketa WTO paralel mengenai masalah yang sama diajukan terhadap UE oleh Malaysia (DS600). Sengketa tersebut disidangkan oleh panel yang sama dengan DS593, dengan laporan yang diadopsi oleh Badan Penyelesaian Sengketa WTO pada tanggal 26 April 2024. Uni Eropa dan Malaysia sedang menyelesaikan diskusi mengenai waktu untuk mematuhi laporan ini.

    (wur)

  • Jelang 100 Hari Kinerja Prabowo, Menangkan Gugatan Sawit di WTO

    Jelang 100 Hari Kinerja Prabowo, Menangkan Gugatan Sawit di WTO

    Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia memenangkan sengketa dagang akan diskriminasi Uni Eropa terhadap kelapa sawit RI di di Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Dunia atau Dispute Settlement Body World Trade Organization/DSB WTO.

    Kemenangan tersebut memberi catatan manis pada 100 hari pertama Prabowo Subianto menjabat sebagai Presiden Indonesia. 

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyampaikan pemerintah menyambut baik Putusan Panel WTO pada 10 Januari 2025 lalu pada sengketa dagang terkait kelapa sawit yang telah diperjuangkan beberapa tahun silam.

    “Pemerintah Indonesia menyambut baik Putusan Panel WTO pada sengketa dagang sawit dengan Uni Eropa yang dikaitkan dengan isu perubahan iklim, sebagai dasar agar Uni Eropa tidak sewenang-wenang dalam memberlakukan kebijakan yang diskriminatif,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Jumat (17/1/2025).

    Budi berharap negara mitra dagang lainnya tidak memberlakukan kebijakan serupa yang berpotensi menghambat arus perdagangan global, utamanya sawit.

    Secara umum, Panel WTO menyatakan bahwa Uni Eropa (UE) melakukan diskriminasi dengan memberikan perlakuan yang kurang menguntungkan terhadap biofuel berbahan baku kelapa sawit dari Indonesia dibandingkan dengan produk serupa yang berasal dari UE seperti rapeseed dan bunga matahari. 

    Uni Eropa juga terbukti membedakan perlakuan dan memberikan keuntungan lebih kepada produk sejenis yang diimpor dari negara lain seperti kedelai.

    Selain itu, Panel WTO menilai UE gagal meninjau data yang digunakan untuk menentukan biofuel dengan kategori alih fungsi lahan kelapa sawit berisiko tinggi (high ILUC-risk) serta ada kekurangan dalam penyusunan dan penerapan kriteria serta prosedur sertifikasi low ILUC-risk dalam Renewable Energy Directive (RED) II. 

    Ilustrasi sawitPerbesar

    Oleh karena itu, UE diwajibkan untuk menyesuaikan kebijakan di dalam Delegated Regulation yang dipandang Panel melanggar aturan WTO.

    “Indonesia melihat kebijakan tersebut sebagai bentuk tindakan proteksionisme dengan dalih menggunakan isu kelestarian lingkungan yang sering didengungkan oleh Uni Eropa,” kata Budi Santoso.  Pada Desember 2019, Indonesia menggugat pertama kali UE di WTO dengan nomor kasus DS593: European Union-Certain Measures Concerning Palm Oil and Oil Palm Crop-Based Biofuels. 

    Gugatan mencakup kebijakan RED II dan Delegated Regulation UE, serta kebijakan Prancis yang menjadi hambatan akses pasar kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel. 

    Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan kemenangan Indonesia di World Trade Organization/WTO terkait sengketa kelapa sawit membawa titik terang terhadap penyelesian perjanjian dagang IEU CEPA.

    Saat ini, pemerintah tengah menyelesaikan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa atau Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

    “Dengan kemenangan ini, hambatan yang selama ini menghantui perundingan IEU CEPA ini bisa hilang dan kita dapat segera selesaikan EU CEPA,” ujarnya.

    Perundingan IEU-CEPA mencakup berbagai aspek, antara lain seperti tarif bea cukai, menghilangkan hambatan non-tarif, dan menyederhanakan prosedur kepabeanan untuk memudahkan aliran barang antara kedua wilayah dan lain sebagainya.

    Selain itu, Airlangga menegaskan bahwa kemenangan tersebut turut membuktikan bahwa Eropa terbukti melakukan diskriminasi terhadap produk kelapa sawit dan biodiesel Indonesia. 

    “Sehingga sekarang biodiesel yang kita ambil sebagai sebuah kebijakan, itu mau tidak mau dunia harus menerima. Tidak hanya [mengakui] biodiesel berbasis bunga matahari atau kedelain, tapi juga yang berbasis CPO,” lanjutnya. 

  • RI Menang di WTO, Uni Eropa Terbukti Diskriminasi Kelapa Sawit Indonesia – Halaman all

    RI Menang di WTO, Uni Eropa Terbukti Diskriminasi Kelapa Sawit Indonesia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Uni Eropa (UE) terbukti mendiskriminasi Indonesia dalam sengketa dagang kelapa sawit

    Sengketa terjadi di Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (Dispute Settlement Body World Trade Organization/DSB WTO).

    Bukti tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Putusan Panel WTO (panel report) yang disirkulasikan pada 10 Januari 2025.

    Secara umum, Panel WTO menyatakan, UE melakukan diskriminasi dengan memberikan perlakuan yang kurang menguntungkan terhadap biofuel berbahan baku kelapa sawit dari Indonesia dibandingkan dengan produk serupa yang berasal dari UE seperti rapeseed dan bunga matahari.

    UE juga membedakan perlakuan dan memberikan keuntungan lebih kepada produk sejenis yang diimpor dari negara lain seperti kedelai.

    Selain itu, Panel WTO menilai UE gagal meninjau data yang digunakan untuk menentukan biofuel dengan kategori alih fungsi lahan kelapa sawit berisiko tinggi (high ILUC-risk).

    Lalu, ada kekurangan dalam penyusunan dan penerapan kriteria serta prosedur sertifikasi low ILUC-risk dalam Renewable Energy Directive (RED) II.

    Oleh karena itu, UE diwajibkan untuk menyesuaikan kebijakan di dalam Delegated Regulation yang dipandang Panel melanggar aturan WTO.

    Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan, Indonesia melihat kebijakan tersebut sebagai bentuk tindakan proteksionisme dengan dalih menggunakan isu kelestarian lingkungan yang sering didengungkan oleh UE.

    Pemerintah Indonesia pun menyambut baik Putusan Panel WTO pada sengketa dagang terkait kelapa sawit ini.

    “Pemerintah Indonesia menyambut baik Putusan Panel WTO pada sengketa dagang sawit dengan Uni Eropa yang dikaitkan dengan isu perubahan iklim, sebagai dasar agar Uni Eropa tidak sewenang-wenang dalam memberlakukan kebijakan yang diskriminatif,” kata Budi dikutip dari siaran pers pada Jumat (17/1/2025).

    “Kami harap, di masa depan, negara mitra dagang lainnya tidak memberlakukan kebijakan serupa yang berpotensi menghambat arus perdagangan global,” lanjutnya.

    Sebagai informasi, pada Desember 2019, Indonesia menggugat pertama kali UE di WTO dengan nomor kasus DS593: European Union-Certain Measures Concerning Palm Oil and Oil Palm Crop-Based Biofuels.

    Gugatan mencakup kebijakan RED II dan Delegated Regulation UE, serta kebijakan Prancis yang menjadi hambatan akses pasar kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel.

    Hambatan tersebut terkait pembatasan konsumsi biofuel berbahan baku kelapa sawit sebesar 7 persen, kriteria (high ILUC-risk), dan ketentuan penghentian penggunaan biofuel berbahan baku kelapa sawit secara bertahap (phase out).

    Langkah Pemerintah Indonesia Selanjutnya

    Berdasarkan peraturan WTO, jika tidak ada keberatan dari para pihak yang bersengketa, panel report akan diadopsi dalam kurun waktu 20-60 hari setelah disirkulasikan kepada Anggota WTO.

    Sehingga, laporan tersebut bersifat mengikat kepada Indonesia dan UE.

    UE kemudian akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mematuhi kewajibannya sesuai putusan Panel WTO.

    Budi mengatakan, Pemerintah Indonesia akan memonitor secara ketat perubahan regulasi UE.

    Hal itu agar sesuai dengan putusan dan rekomendasi DSB WTO, khususnya terkait unsur diskriminasi yang dimenangkan Indonesia.

    Jika diperlukan, Pemerintah Indonesia juga akan menilai kepatuhan (compliance panel) terhadap hal tersebut.

    Secara paralel, Pemerintah Indonesia terus
    berupaya untuk membuka akses pasar produk sawit Indonesia di pasar UE melalui berbagai forum perundingan.

    Budi memastikan keberhasilan Indonesia dalam memenangkan sengketa dagang di WTO merupakan hasil dari langkah proaktif dan koordinasi yang intensif para pemangku kepentingan di dalam negeri. 

    Para pemangku kepentingan itu meliputi kementerian dan lembaga terkait, pelaku industri, asosiasi kelapa sawit Indonesia, tim ahli, dan tim kuasa hukum Pemerintah Indonesia.  

  • AS Batasi Ekspor Chip ke Sejumlah Negara, Indonesia Termasuk?  – Halaman all

    AS Batasi Ekspor Chip ke Sejumlah Negara, Indonesia Termasuk?  – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Pemerintah AS dibawah kepemimpinan Joe Biden mengumumkan aturan baru terkait pembatasan chip komputer canggih dan teknologi kecerdasan buatan (AI) buatan pabrik AS.

    Dengan aturan tersebut distribusi global Chip AI asal AS tak bisa lagi diekspor ke sejumlah negara di dunia. Para pejabat mengatakan aturan baru tersebut dimaksudkan untuk memastikan “AI dunia berjalan sesuai rencana Amerika”.

    Adapun pemblokiran ini dilakukan di tengah melonjaknya permintaan untuk chip AI Nvidia ke dalam jajaran perusahaan paling bernilai di dunia.

    Banyak dari perusahaan menyebut langkah ini hanya akan membantu pesaing. Kendati demikian, Departemen Perdagangan AS beralasan AI mumpuni memiliki potensi memperburuk risiko keamanan nasional yang signifikan, jika ada di tangan yang salah.

    “Aturan ini menjauhkannya dari tangan “aktor jahat” yang dapat menggunakannya untuk mengancam Amerika Serikat, termasuk dengan memungkinkan pengembangan senjata pemusnah massal, mendukung operasi siber ofensif yang kuat, dan membantu pelanggaran hak asasi manusia, seperti pengawasan massal,” kata Departemen Perdagangan AS.

    Peraturan baru soal kontrol ekpor chip AI ke pasar global akan mulai berlaku 120 hari sejak diterbitkan. Dengan ini, aturan akan berlaku efektif sekitar bulan April 2025.

    Pasca kebijakan diberlakukan, hanya negara-negara sekutu dekat AS yang masih dibebaskan untuk mengimpor chip dan alat pembuat chip dari AS. Sementara pasokan chip sejumlah negara akan dibatasi sesuai dengan kelompoknya.

    Laporan TrendForce yang dikutip BBC International merinci, kontrol ekspor chip AI ini turut dibagi menjadi tiga tingkatan (tier) berdasarkan negara yang memenuhi syarat.

    Khusus negara Tier 1 yang merupakan sekutu utama AS seperti Korea Selatan, Jepang, Jerman, dan Taiwan, dan Australia dapat terus melakukan bisnis seperti biasa dan bebas mengimpor hardware AI yang dikembangkan AS.

    Perusahaan-perusahaan dari negara-negara ini diizinkan untuk memasang beberapa prosesor mereka di negara-negara Tier 2, tapi dibatasi untuk tidak melebihi 7 persen dari kapasitas mereka di negara Tier 2 mana pun.

    Bagi negara Tier 2 termasuk di Eropa Timur, Timur Tengah, dan Amerika Latin, memiliki batasan akses ke chip pengolah grafis (GPU) khusus pemrosesan kecerdasan buatan (AI) hingga 50.000 GPU untuk periode 2025-2027.

    Jika dilihat dari petanya, Indonesia dan Malaysia sejauh ini masuk dalam kelompok Tier 2 dalam aturan pembatasan ekspor chip AS beserta negara Asia Tenggara lain kecuali Kamboja.

    Sementara Tier 3 yang terdiri dari negara-negara seperti China, Rusia, Iran, dan Korea Utara sepenuhnya dilarang mengakses teknologi AI AS.

    Ambisi AS Jadi Pemimpin AI Pasar Global

    Kebijakan ini diklaim dapat membantu AS membatasi potensi penyalahgunaan chip tersebut dalam pengembangan teknologi militer atau kegiatan yang dapat mengancam keamanan nasional negara paman Sam itu.

    Sejak Oktober 2022, pemerintah AS telah memberlakukan rangkaian kontrol ekspor, yang memblokir akses semikonduktor canggih ke China untuk mencegah penggunaannya bagi aplikasi militer.

    AS percaya mereka masih unggul 6 hingga 18 bulan dalam pengembangan AI dibanding negara rival seperti China. Dengan adanya pembatasan ekspor chip AI ini, AS yakin bisa mempertahankan keunggulan tersebut serta mencegah teknologi jatuh ke tangan negara yang berisiko mengancam kepentingan AS.

    Kebijakan Trump Tuai Kritikan

    Banyak dari perusahaan menyebut langkah ini hanya akan membantu pesaing., pembatasan ini dikhawatirkan bisa menjadi hambatan bagi sejumlah negara yang berusaha memposisikan dirinya sebagai pusat data global.

    Karena aturan ini berpotensi menghentikan investasi dan pembangunan pusat data yang diperlukan untuk memenuhi permintaan pasar global.

    Salah satu perusahaan yang disebut akan terdampak aturan pembatasan ekspor chip AI ini adalah Nvidia. Menurut perusahaan, jika aturan ini diterapkan, bukan berarti mengurangi ancaman, melainkan hanya melemahkan daya saing global Amerika.

    “Dengan mencoba mengatur hasil pasar dan menekan persaingan sebagai ‘urat nadi’ inovasi aturan baru pemerintahan Biden mengancam akan menyia-nyiakan keunggulan teknologi yang diperoleh Amerika dengan susah payah,” kata perusahaan itu.

    Uni Eropa juga menyatakan keberatan, mereka menilai pembatasan ini tidak adil mengingat negara-negara Uni Eropa adalah mitra dagang dekat AS.

    Sementara itu China menentang keras kebijakan baru Biden. Kementerian Perdagangan China mengancam mengambil tindakan balasan demi melindungi kepentingan nasionalnya.

    “Aturan itu telah secara serius menyabotase regulasi pasar, tatanan ekonomi dan perdagangan internasional, mengacaukan rantai industri maupun pasokan global, serta merusak kepentingan China, AS, dan komunitas bisnis di negara-negara di seluruh dunia,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun.

     

     

  • 95 Warga Palestina Segera Dibebaskan Israel, Ada Putri Pejabat Senior Hamas

    95 Warga Palestina Segera Dibebaskan Israel, Ada Putri Pejabat Senior Hamas

    Jakarta

    Kementerian Kehakiman Israel telah menerbitkan daftar 95 warga Palestina yang segera dibebaskan menyusul kesepakatan gencatan senjata di Gaza. Puluhan tahanan itu mulai dibebaskan pada Minggu (19/1) mendatang.

    “Pembebasan tahanan tergantung pada persetujuan pemerintah atas rencana (gencatan senjata) dan tidak akan dilakukan sebelum hari Minggu pukul 16:00 (1400 GMT),” bunyi keterangan Kementerian Kehakiman Israel dilansir AFP, Sabtu (18/1/2025).

    Para warga Palestina ini sebelumnya ditawan oleh pihak Israel. Total para tawanan yang akan dibebaskan terdiri dari 69 wanita, 16 pria dan 10 anak di bawah umur.

    Di antara mereka yang ada dalam daftar tersebut ialah Khalida Jarar. Dia merupakan anggota parlemen sayap kiri Palestina yang beberapa kali ditangkap dan dipenjarakan oleh Israel.

    Jarar adalah anggota terkemuka Front Populer untuk Pembebasan Palestina, sebuah kelompok yang ditetapkan sebagai “organisasi teroris” oleh Israel, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.

    Dilansir Al-Jazeera, jurnalis Bushra al-Tawil juga masuk dalam daftar 95 warga Israel yang akan dibebaskan pada Minggu (19/1) besok. Dia merupakan putri pemimpin senior Hamas Jamal al-Tawil, yang menjabat sebagai walikota kota el-Bireh di Tepi Barat.

    (ygs/ygs)

  • Welcome Trump 2.0, Ekonomi Dunia Diramal Ngeri-Ngeri Sedap

    Welcome Trump 2.0, Ekonomi Dunia Diramal Ngeri-Ngeri Sedap

    Jakarta, CNBC Indonesia – Donald Trump, presiden terpilih Amerika Serikat (AS), tak lama lagi dilantik sebagai orang nomor satu di Negeri Paman Sam. Dirinya telah menarik perhatian besar sebagai sosok yang kontroversial dengan platform kebijakan ekonominya yang radikal.

    Adapun 2025 diperkirakan akan menjadi tahun penuh tantangan bagi perekonomian global, dengan tingkat pertumbuhan yang diproyeksikan stabil oleh Dana Moneter Internasional (IMF), namun kurang memuaskan sebesar 3,2%. Sementara itu, Bank Dunia mematok proyeksi yang lebih pesimistis, yakni 2,7% sekaligus menjadi kinerja terlemah bersama sejak 2019, kecuali kontraksi tajam yang terjadi di puncak pandemi Covid-19.

    Kombinasi inflasi, suku bunga, dan tarif perdagangan menjadi faktor kunci yang akan mempengaruhi dinamika ekonomi di tahun mendatang.

    Sepekan sebelum Natal, pemotongan suku bunga ketiga berturut-turut oleh Federal Reserve AS memberikan angin segar bagi jutaan peminjam Amerika. Namun, pasar saham merosot tajam setelah Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, menyatakan bahwa tidak akan ada banyak pemotongan suku bunga tambahan di tahun 2025.

    “Dari sini, kita memasuki fase baru, dan kita akan berhati-hati terhadap pemotongan lebih lanjut,” ujar Powell, dikutip dari BBC, Jumat (17/1/2025).

    Dalam beberapa tahun terakhir, pandemi Covid-19 dan perang di Ukraina telah menyebabkan lonjakan harga di seluruh dunia. Meski kenaikan harga mulai melambat, inflasi pada November tetap meningkat di AS, zona euro, dan Inggris, masing-masing mencapai 2,7%, 2,2%, dan 2,6%.

    Target inflasi 2% mungkin lebih mudah dicapai jika ekonomi terus tumbuh, namun banyak bank sentral menghadapi tantangan di tahap akhir penurunan inflasi ini.

    Perang Dagang

    Ketidakpastian global semakin diperparah oleh kebijakan perdagangan yang direncanakan oleh Trump. Sejak memenangkan pemilu pada November, Trump terus mengancam akan memberlakukan tarif baru terhadap mitra dagang utama seperti China, Kanada, dan Meksiko hingga 60%. Bahkan, semua mitra dagang pun akan dikenai tarif baru antara 10%-20%.

    “AS sedang menuju kebijakan yang lebih isolasionis, menaikkan tarif untuk melindungi industri manufaktur dalam negeri,” kata Luis Oganes, Kepala Riset Makro Global di JP Morgan.

    Kebijakan tarif baru berpotensi merugikan ekonomi negara-negara yang sangat bergantung pada perdagangan dengan AS, termasuk Meksiko dan Kanada.

    Direktur Ekonomi Global dan Program Keuangan Chatam House, Creon Butler, menilai meski Trump menjanjikan tarif menyeluruh, kemungkinan besar ia akan menggunakan tarif sebagai alat tawar-menawar untuk mendapatkan manfaat bagi AS.

    Hasil akhirnya akan bergantung pada respons negara-negara lain, terutama blok perdagangan utama seperti China dan Uni Eropa, yang kemungkinan akan melakukan retaliasi yang ditargetkan dan mencari negosiasi.

    Sementara itu, Maurice Obstfeld, mantan Kepala Ekonom IMF, menyatakan bahwa tarif ini dapat menyebabkan gangguan besar di sektor otomotif yang sangat bergantung pada rantai pasok lintas negara.

    Visi Ekonomi Trump

    Deputi Kepala Ekonom Bank Dunia, Ayhan Kose, memperingatkan bahwa tarif perdagangan yang diancam akan diperkenalkan oleh Trump pada impor ke AS dapat memiliki dampak ekonomi global yang luas.

    Menurutnya, tarif adalah bagian sentral dari visi ekonomi Trump. Ia melihatnya sebagai cara untuk menumbuhkan ekonomi AS, melindungi lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan pajak.

    Perlu jadi perhatian, AS adalah importir terbesar di dunia, dengan China, Meksiko, dan Kanada menyumbang sekitar 40% dari total impor barang AS sebesar US$3,2 triliun per tahun. Ancaman tarif ini membuat banyak pemimpin dunia khawatir karena akan membuat barang mereka lebih mahal di pasar terbesar dunia.

    Kose menyatakan bahwa “meningkatnya ketegangan perdagangan antara ekonomi besar” adalah salah satu kekhawatiran terbesar Bank Dunia terhadap ekonomi global pada 2025.

    “Kapan pun Anda memperkenalkan pembatasan pada perdagangan, akan ada konsekuensi buruk yang paling sering dialami oleh negara yang memperkenalkan pembatasan tersebut,” katanya.

    Bank Dunia menyatakan bahwa bahkan peningkatan 10% dalam tarif AS pada impor dari setiap negara dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,2% jika negara-negara tidak membalas. Jika mereka membalas, ekonomi global dapat terkena dampak lebih parah.

    Kose menambahkan bahwa tingkat pertumbuhan yang rendah yang diproyeksikan untuk ekonomi dunia pada 2025 berarti standar hidup tidak akan meningkat “dengan kecepatan yang kita lihat di masa lalu”. Sebelum pandemi, pertumbuhan rata-rata lebih dari 3% per tahun.

     

    (luc/luc)