Negara: Uni Eropa

  • Mantan Petarung MMA, Conor McGregor Maju Pilpres Irlandia usai Kunjungan ke Gedung Putih – Halaman all

    Mantan Petarung MMA, Conor McGregor Maju Pilpres Irlandia usai Kunjungan ke Gedung Putih – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan petarung MMA, Conor McGregor mengumumkan niatnya untuk mencalonkan diri sebagai Presiden Irlandia.

    Pengumuman ini datang hanya beberapa hari setelah kunjungan kontroversialnya ke Gedung Putih. Di sana ia bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.

    Dalam unggahan di Instagram, McGregor menyatakan penentangannya terhadap Pakta Migrasi Uni Eropa, yang menurutnya harus diterapkan sepenuhnya oleh Irlandia paling lambat 12 Juni 2026.

    Ia menegaskan bahwa jika terpilih akan mengajukan rancangan undang-undang ini untuk referendum agar rakyat Irlandia yang menentukan.

    “Meskipun saya sangat menentang pakta ini, itu bukan pilihan saya atau pemerintah untuk membuat perjanjian. Itu adalah pilihan rakyat Irlandia! Selalu! Itulah demokrasi sejati!” tulis McGregor dalam unggahannya, seperti dikutip dari TRT Global.

    McGregor juga mempertanyakan mengapa pejabat pemerintah “sangat setuju” dengan pakta migrasi ini dan menyerukan debat publik sebelum diambil keputusan.

    Meski mendapat dukungan dari kelompok sayap kanan dan tokoh seperti Elon Musk serta Andrew Tate, peluang McGregor untuk menjadi Presiden Irlandia diperkirakan sangat kecil.

    Profesor ilmu politik dari Trinity College Dublin, Gail McElroy menyatakan, kemungkinan McGregor mendapatkan dukungan politik yang cukup “hampir nol.”

    Untuk bisa mencalonkan diri, seorang kandidat harus mendapat dukungan dari 20 anggota Oireachtas atau empat dari 31 otoritas lokal di Irlandia.

    Sementara itu, beberapa tokoh politik senior seperti mantan Perdana Menteri Irlandia, Bertie Ahern, dan mantan Komisaris Eropa, Mairead McGuinness, disebut-sebut sebagai kandidat potensial dalam pemilihan yang dijadwalkan berlangsung pada 11 November 2025.

    Kunjungan ke Gedung Putih dan Pertemuan dengan Trump

    Pada Hari St Patrick, McGregor berbicara di ruang pengarahan resmi Gedung Putih sebelum bertemu dengan Donald Trump dan Elon Musk di Ruang Oval.

    Dalam kesempatan itu, ia mengenakan setelan hijau dan menyampaikan kritik terhadap pemerintah Irlandia yang dianggapnya gagal menangani isu-isu domestik.

    Trump telah menyatakan dukungannya terhadap McGregor dengan menyebut sebagai salah satu orang Irlandia favoritnya.

    McGregor pun membalas pujian itu dengan menyebut etos kerja Trump sebagai “inspiratif.”

    Kritik dari Pejabat Irlandia

    Kunjungan McGregor ke Gedung Putih mendapat kecaman dari para pemimpin Irlandia.

    Taoiseach Micheál Martin menyatakan, komentar McGregor “tidak mencerminkan semangat Hari St Patrick atau pandangan masyarakat Irlandia.”

    Simon Harris, Wakil Perdana Menteri Irlandia menegaskan, McGregor tidak memiliki mandat untuk mewakili rakyat Irlandia dan menekankan, kehadirannya di AS bersifat pribadi.

    “Terserah Presiden Trump untuk memutuskan siapa yang diundang ke rumahnya. Tetapi saya ingin memperjelas: Conor McGregor tidak berada di Amerika Serikat untuk mewakili Irlandia atau rakyat Irlandia,” kata Harris, dikutip dari Daily Mail.

    Dugaan Kasus Hukum yang Membayangi

    Selain kariernya di dunia olahraga dan ambisi politiknya, McGregor juga menghadapi berbagai kasus hukum.

    Dua tahun lalu, ia dinyatakan bertanggung jawab dalam kasus perdata atas dugaan pemerkosaan seorang wanita di sebuah hotel di Dublin pada 2018.

    Juri Pengadilan Tinggi Dublin memberikan ganti rugi kepada korban sebesar hampir 250.000 euro (sekitar Rp 4,4 miliar).

    McGregor telah mengajukan banding atas keputusan ini.

    Kasus lain yang melibatkan McGregor termasuk tuduhan kekerasan seksual di Miami dan insiden di mana ia memukul maskot tim NBA Miami Heat, yang membuat korban harus dibawa ke rumah sakit.

    Pusat Krisis Pemerkosaan Dublin bahkan mengirim surat protes ke Kedutaan Besar AS di Irlandia, menyatakan bahwa kunjungan McGregor ke Gedung Putih “secara efektif menormalkan kekerasan seksual dan meremehkan dampaknya terhadap korban.”

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Update Ukraina: NATO di Ujung Tanduk-Zelensky Bom Kilang Minyak Rusia

    Update Ukraina: NATO di Ujung Tanduk-Zelensky Bom Kilang Minyak Rusia

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pertempuran masih terus terjadi antara Rusia dan Ukraina. Meski prospek gencatan senjata dan perdamaian mulai dampak setelah diinisiasi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Moskow dan Kyiv masih terus saling serang hingga hari ini.

    Perang besar antara Rusia dan Ukraina pecah sejak 24 Februari 2024 lalu saat Moskow melancarkan serangan skala besar terhadap Ukraina Timur atau Donbass. Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut pihaknya berupaya merebut wilayah itu dengan alasan diskriminasi rezim Kyiv terhadap wilayah itu, yang mayoritas dihuni etnis Rusia, serta niatan Ukraina untuk bergabung bersama aliansi pertahanan Barat, NATO.

    Berikut sejumlah dinamika yang terjadi dalam 24 jam terakhir dalam pertempuran tersebut dikutip dari berbagai sumber oleh CNBC Indonesia, Jumat (21/3/2025):

    1. Ukraina Bom Depok Minyak Rusia

    Sebuah ledakan mengguncang depot minyak Rusia di distrik Kavkazskiy, Krasnodar, Jumat (21/3/2025). Hal ini terjadi saat Ukraina terus mengintensifkan serangan pesawat tanpa awak (drone) ke negara itu.

    Astra, media independen Rusia, melaporkan bahwa tangki tersebut telah terbakar selama dua hari setelah serangan pesawat nirawak. Ledakan hari Jumat ini merupakan ledakan besar kedua

    “Depot minyak tersebut menampung 100.000 ton bahan bakar,” kata Astra dikutip Newsweek.

    Hal ini terjadi saat Amerika Serikat (AS), Rusia, dan Ukraina membahas rincian teknis gencatan senjata yang disepakati terhadap infrastruktur energi. Rincian ini terwujud berkat panggilan telepon dan negosiasi antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Amerika Serikat (AS), yang saat ini juga menyokong Ukraina, Donald Trump.

    2. Pangkalan Militer Rusia dalam Situasi Darurat

    Selain depok minyak, serangan drone Ukraina menghantam pangkalan udara strategis Engels-2 di wilayah Saratov. Serangan ini memicu ledakan dahsyat dan kebakaran besar yang menyebabkan kerusakan serius pada sejumlah rumah di sekitar pangkalan. Sebagai respons, Moskow mendeklarasikan keadaan darurat di wilayah tersebut.

    Pangkalan Engels-2 merupakan fasilitas militer penting yang menjadi rumah bagi pembom strategis Rusia, Tu-95 dan Tu-160, yang digunakan untuk serangan rudal terhadap Ukraina. Sumber dari Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina mengonfirmasi bahwa serangan ini dilakukan oleh Dinas Keamanan Ukraina (SBU) dan Pasukan Operasi Khusus Angkatan Bersenjata Ukraina.

    “Fasilitas militer ini digunakan oleh Rusia untuk melancarkan serangan rudal ke wilayah Ukraina dan melakukan serangan teroris terhadap penduduk sipil,” demikian pernyataan resmi dari Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina.

    3. Eropa Rancang Gantikan AS di NATO

    Negara-negara anggota NATO di Eropa tengah menyusun rencana untuk secara bertahap menggantikan AS sebagai penjamin pertahanan utama mereka selama lima hingga sepuluh tahun ke depan. Hal ini disampaikan seorang sumber kepada Financial Times.

    Inggris, Prancis, Jerman, dan negara-negara Nordik kini tengah berunding tentang usulan potensial yang akan mengalihkan beban militer dan keuangan pertahanan blok tersebut dari Washington. Sasaran utamanya adalah untuk menyampaikan rencana tersebut kepada AS sebelum pertemuan puncak tahunan NATO di Den Haag bulan Juni ini.

    Upaya tersebut mencerminkan kekhawatiran yang meluas di antara negara-negara anggota NATO di Eropa bahwa AS, di bawah Presiden Donald Trump, dapat mengingkari komitmen pertahanannya atau meninggalkan blok tersebut sama sekali.

    Sementara pembicaraan tersebut dilaporkan dibingkai sebagai tawaran transisi jangka panjang yang terkelola, pejabat Eropa telah mengakui kepada FT bahwa jangka waktu lima hingga sepuluh tahun tampaknya sangat ambisius.

    “Meningkatkan pengeluaran adalah satu-satunya cara yang kita miliki: berbagi beban dan mengalihkan ketergantungan dari AS,” kata seorang pejabat kepada FT. “Kami sedang memulai pembicaraan tersebut, tetapi ini merupakan tugas yang sangat besar sehingga banyak yang kewalahan dengan skalanya.”

    4. UE Pecah, Hungaria Tolak Kirim Bantuan ke Ukraina

    Komisi Eropa (EC) telah menerbitkan deklarasi bersama yang menyerukan peningkatan aliran bantuan militer ke Ukraina tanpa dukungan bulat dari para pemimpin Uni Eropa (UE) menyusul pertemuan puncak di Brussels pada hari Kamis. Namun, Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban sekali lagi menolak untuk menandatangani dokumen tersebut.

    Aturan EC menyatakan bahwa dokumen tersebut memerlukan dukungan bulat dari semua 27 anggota UE. Pernyataan bersama hari Kamis diterbitkan sebagai dokumen pendek tiga kalimat, dengan deklarasi panjang yang menyerukan lebih banyak bantuan militer ke Aktif ditambahkan sebagai lampiran.

    Hal ini melewati veto dari Orban. Ia menjelaskan bahwa ia menentang posisi ‘pro-perang’ blok tersebut dalam konflik Ukraina, sehingga perlu ada pembahasan kembali pada hari Jumat.

    “Kami tidak akan membiarkan posisi Eropa bersama terbentuk yang mencakup Hongaria dan pro-perang,” kata Orban dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan tersebut.

    5. UE Tolak Rencana Penyitaan Aset Negara Rusia

    UE telah memutuskan untuk tidak menyita lebih dari US$ 200 miliar (Rp 3.300 triliun) aset Rusia yang dibekukan pada tahun 2022. Hal ini menurut dokumen yang diadopsi pada pertemuan puncak blok pada hari Kamis yang diperoleh oleh penyiar negara Jerman Deutsche Welle (DW).

    Blok tersebut dilaporkan mengutip risiko stabilitas hukum dan keuangan untuk keputusan tersebut. Namun, bunga yang dihasilkan oleh dana tersebut akan terus digunakan untuk mendukung Ukraina.

    “Kami mulai berpikir tentang akhir permainan di Ukraina, tentang negosiasi perdamaian, gencatan senjata, dan perjanjian damai yang dapat ditandatangani dalam tiga bulan atau tiga tahun,” kata seorang diplomat Eropa kepada kantor berita Jerman menjelang pertemuan UE.

    “Dan orang-orang mulai menyadari bahwa memegang aset-aset ini mungkin lebih penting daripada menyitanya tanpa mengetahui apa yang harus dilakukan dengannya.”

    6. Ajudan Putin Ungkap Tanggal Perundingan Rusia-AS Berikutnya di Riyadh

    Putaran negosiasi baru antara pejabat Rusia dan AS akan berlangsung di ibu kota Arab Saudi, Riyadh, pada hari Senin mendatang. Hal ini disampaikan ajudan kebijakan luar negeri Presiden Vladimir Putin, Yury Ushakov.

    Nantinya, dalam negosiasi itu, Senator Grigory Karasin dan Sergey Beseda, yang merupakan ajudan direktur Dinas Keamanan Federal (FSB) Rusia Aleksandr Bortnikov, akan memimpin delegasi Moskow,

    “Mereka adalah negosiator yang benar-benar berpengalaman, yang sangat memahami isu-isu internasional,” tambahnya.

    “Tim ahli AS yang akan mengambil bagian dalam pertemuan di Arab Saudi juga telah dibentuk,” kata Ushakov.

    Pada hari Rabu, Penasihat Keamanan Nasional Presiden AS Donald Trump, Mike Waltz, mengumumkan bahwa ia telah melakukan panggilan telepon dengan Ushakov, di mana mereka “sepakat bahwa tim teknis kami akan bertemu di Riyadh dalam beberapa hari mendatang.”

    7. Putin Teken Aturan Baru Warga Ukraina di Rusia

    Presiden Rusia Vladimir Putin menyetujui aturan baru bagi warga Ukraina di Rusia. Dalam aturan baru itu, warga Ukraina yang tinggal di Rusia tanpa dokumen kependudukan yang sah memiliki waktu kurang dari enam bulan untuk melegalkan masa tinggal mereka atau meninggalkan negara itu.

    “Warga negara Ukraina yang mendaftar ke Kementerian Dalam Negeri Rusia melalui registrasi medis wajib, pemotretan, dan sidik jari tidak akan bertanggung jawab atas pelanggaran aturan tinggal di Rusia hingga 10 September,” menurut perintah tersebut.

    Putin juga memasukkan bahwa alasan yang sah bagi mereka untuk menjadi warga negara adalah pekerjaan yang sah atau pendaftaran dalam program pendidikan Rusia. Dekrit tersebut mulai berlaku dengan segera.

    Kementerian Kesehatan Rusia juga telah ditugaskan untuk menyediakan pemeriksaan medis dan pendaftaran bagi migran tidak berdokumen dari Ukraina sebelum tanggal batas waktu. Proses visa Rusia standar mengharuskan tes medis untuk membuktikan tidak adanya penggunaan narkoba ilegal dan penyakit menular seksual seperti HIV.

    Selain itu, keputusan tersebut berlaku untuk semua warga negara asing dan orang tanpa kewarganegaraan di Wilayah Zaporozhye, Wilayah Kherson, serta Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk, yang dianeksasi Rusia pada musim gugur tahun 2022.

    (sef/sef)

  • ECB: Integrasi perdagangan cegah dampak ketegangan perdagangan AS-UE

    ECB: Integrasi perdagangan cegah dampak ketegangan perdagangan AS-UE

    Jakarta (ANTARA) – Presiden Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB), Christine Lagarde, pada Kamis (20/3) mendesak integrasi perdagangan yang lebih besar dengan seluruh dunia untuk mengatasi dampak ekonomi dari eskalasi ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE).

    Dalam sebuah dengar pendapat di Komite Urusan Ekonomi dan Moneter Parlemen Eropa di Brussel, Lagarde mengatakan bahwa friksi perdagangan yang meruncing dapat memperlambat pertumbuhan zona euro hingga setengah poin persentase dan menaikkan inflasi.

    Zona euro, yang sangat terbuka terhadap perdagangan dan sangat terintegrasi ke dalam rantai pasokan global, terutama dengan AS, “sangat terdampak oleh berbagai perubahan dalam kebijakan-kebijakan perdagangan,” kata Lagarde.

    Markas Besar ECB di Frankfurt, Jerman. ANTARA/Xinhua/Zhang Fan

    Menurut analisis ECB, pemberlakuan tarif 25 persen oleh AS untuk impor dari Eropa akan menurunkan pertumbuhan zona euro sekitar 0,3 poin persentase pada tahun pertama, dan jika Eropa melakukan tindakan balasan, penurunan bisa semakin dalam hingga setengah poin persentase, tutur Lagarde.

    Meskipun dampak yang paling signifikan akan dirasakan pada tahun pertama setelah tarif diberlakukan, Lagarde memperingatkan bahwa dampak negatif terhadap output ekonomi dapat bertahan lama.

    Lagarde menyebutkan bahwa kebijakan tarif AS kemungkinan juga menghambat investasi dan ekspor, yang berpotensi berdampak pada prospek ekonomi zona euro. Maret ini, ECB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi zona euro sebesar 0,9 persen pada 2025, 1,2 persen pada 2026, dan 1,3 persen pada 2027.

    “Yang terpenting, jawaban atas perubahan kebijakan perdagangan AS saat ini seharusnya adalah peningkatan, bukan penurunan, integrasi perdagangan, baik dengan mitra-mitra dagang di seluruh dunia maupun di dalam UE sendiri,” tegas Lagarde.

    Pewarta: Xinhua
    Editor: Ade P Marboen
    Copyright © ANTARA 2025

  • Keputusan FOMC dinilai berdampak positif pada pasar aset kripto

    Keputusan FOMC dinilai berdampak positif pada pasar aset kripto

    Keputusan The Fed ini mencerminkan stabilitas kebijakan moneter yang berdampak positif pada pasar aset kripto.

    Jakarta (ANTARA) – Keputusan Federal Open Market Committee (FOMC) Amerika Serikat (AS) mempertahankan suku bunga acuan 4,50 persen dinilai berdampak positif terhadap pada pasar aset kripto.

    CEO Indodax Oscar Darmawan mengatakan Bitcoin (BTC) berhasil bertahan di atas level 80.000 dolar AS, setelah FOMC atau The Fed mempertahankan suku bunga acuan 4,50 persen.

    Sebelum pengumuman FOMC pada 19 Maret 2025, harga Bitcoin berada di level 82.719 dolar AS, turun 1,61 persen dibanding hari sebelumnya. Namun, setelah keputusan diumumkan, harga Bitcoin melonjak 5,00 persen menjadi 86.854 dolar AS.

    Keputusan tersebut, menurut dia, melalui keterangannya di Jakarta, Jumat, memberikan kelegaan bagi investor setelah periode ketidakpastian yang cukup panjang.

    “Keputusan The Fed ini mencerminkan stabilitas kebijakan moneter yang berdampak positif pada pasar aset kripto. Stabilitas suku bunga cenderung mendorong investor mencari alternatif investasi dengan potensi pertumbuhan tinggi seperti Bitcoin,” ujarnya.

    Oscar juga menyoroti bahwa proyeksi dua kali pemangkasan suku bunga di tahun 2025 menjadi pendorong utama optimisme pasar.

    Dengan ekspektasi suku bunga yang lebih rendah, katanya lagi, likuiditas di pasar keuangan cenderung meningkat, yang seringkali berujung pada apresiasi harga aset kripto.

    Menurut dia, volatilitas harga Bitcoin pasca keputusan FOMC menunjukkan bahwa aset kripto sensitif terhadap kebijakan ekonomi makro.

    Investor global, katanya lagi, kini semakin memandang Bitcoin sebagai alat diversifikasi portofolio yang mampu memberikan perlindungan terhadap inflasi dan ketidakpastian geopolitik.

    Di sisi lain, Oscar menilai kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump yang menetapkan tarif 25 persen terhadap Kanada, Meksiko, China, dan kemungkinan Uni Eropa turut berpotensi memicu inflasi.

    “Kenaikan harga barang akibat tarif ini dapat mendorong masyarakat untuk mencari alternatif aset yang dapat mempertahankan daya beli mereka. Bitcoin, sebagai aset terdesentralisasi, bisa menjadi pilihan yang relevan dalam kondisi ekonomi yang penuh tekanan,” ujarnya pula.

    Menurut dia, meskipun Bitcoin menunjukkan ketahanan yang baik, investor tetap perlu memperhatikan dinamika ekonomi global, dalam kondisi seperti ini, strategi Dollar-Cost Averaging (DCA) dapat menjadi pendekatan bijak bagi investor ritel untuk menghadapi volatilitas pasar dan memperkuat portofolio investasi mereka.

    Dengan kebijakan moneter yang stabil serta meningkatnya minat terhadap Bitcoin sebagai aset lindung nilai, Oscar menyatakan optimistis bahwa pasar kripto akan terus menunjukkan ketahanan dan potensi pertumbuhan di tahun mendatang.

    Pewarta: Subagyo
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

  • Setelah 13 Tahun Tutup, Jerman Buka Lagi Kedutaan di Suriah

    Setelah 13 Tahun Tutup, Jerman Buka Lagi Kedutaan di Suriah

    Jakarta

    Lebih dari tiga bulan setelah jatuhnya rezim Presiden Suriah Bashar Assad, Jerman membuka kembali kedutaannya di Damaskus pada hari Kamis (20/03).

    Kedutaan yang sempat tertutup sejak tahun 2012 di tengah gelora perang saudara Suriah, kini resmi dibuka kembali oleh Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, yang datang ke Suriah untuk kali kedua sejak runtuhnya pemerintahan Assad.

    Sejumlah kecil diplomat Jerman akan melanjutkan tugas mereka di Damaskus, namun urusan konsuler, seperti penerbitan visa, akan tetap dilaksanakan di Beirut, Lebanon, demikian menurut Baerbock.

    Langkah ini menandai babak penting dalam pemulihan hubungan antara Berlin dan kepemimpinan di Damaskus, yang kini tengah bergulat dengan masalah kemanusiaan dan keamanan saat berusaha membangun kembali negeri setelah kejatuhan Assad.

    Lebih dari satu juta warga Suriah, banyak di antaranya yang mengungsi dari tanah air mereka selama perang saudara yang berdarah-darah, kini tinggal di Jerman.

    Apa lagi yang dilakukan Baerbock di Suriah?

    Baerbock juga bertemu dengan pemimpin sementara Suriah. Ia menyatakan bahwa kelompok ekstremis yang bertanggung jawab atas pembantaian sektarian bulan ini harus dikendalikan dan dimintai pertanggungjawaban.

    “Adalah hal yang sangat penting untuk mengendalikan kelompok ekstremis dan memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan dihukum,” ujarnya setelah melakukan pembicaraan di Damaskus dengan Presiden Sementara Ahmed al-Sharaa. “Setiap upaya untuk memperburuk eskalasi harus dicegah.” Baerbock juga dijadwalkan untuk bertemu dengan perwakilan organisasi masyarakat sipil.

    Lebih dari 1.500 orang telah tewas dalam aksi kekerasan ini, sebagian besar adalah warga sipil dan anggota minoritas agama Alawi, yang juga merupakan kelompok tempat Assad berasal, demikian menurut Syrian Observatory for Human Rights, sebuah lembaga pemantau yang bermarkas di London.

    Berbicara di Beirut sebelum penerbangannya ke Suriah, Baerbock mengutuk “pembunuhan terhadap warga sipil secara terarah ini,” dengan menggambarkannya sebagai “kejahatan mengerikan” yang telah merusak kepercayaan secara signifikan.

    Ia menyerukan kepada pemerintah transisi untuk “mengendalikan tindakan kelompok dalam barisan mereka sendiri dan memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab dimintai pertanggungjawaban.”

    Baerbock tegaskan dukungan Jerman untuk Suriah

    Baerbock menegaskan kembali komitmen Jerman untuk terus memberikan bantuan kemanusiaan kepada Suriah dan memberikan sinyal kemungkinan pelonggaran sanksi dengan beberapa syarat tertentu.

    “Awal politik baru antara Eropa dan Suriah, antara Jerman dan Suriah, adalah sesuatu yang mungkin,” tegas Baerbock.

    Ia menambahkan bahwa hal ini memerlukan komitmen yang jelas untuk memastikan kebebasan, keamanan, dan kesempatan yang setara bagi seluruh warga Suriah, tanpa memandang jenis kelamin, etnis, atau agama.

    Pada hari Senin (17/03), Jerman mengumumkan bantuan rekonstruksi sebesar €300 juta untuk Suriah, sebagai bagian hasil dari konferensi donor yang mengumpulkan total janji bantuan sebesar €5,8 miliar.

    Di antara negara-negara anggota Uni Eropa lainnya, Italia membuka kembali kedutaannya di Suriah tahun lalu sebelum kejatuhan Assad, sementara Spanyol membuka kedutaannya setelah kejatuhannya.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Perang Dagang Makin Panas! ASEAN-Tiongkok Kompak Perkuat Ekonomi

    Perang Dagang Makin Panas! ASEAN-Tiongkok Kompak Perkuat Ekonomi

    Jakarta: Perdagangan global sedang menghadapi ancaman besar. Kebijakan proteksionisme yang diterapkan Amerika Serikat (AS), seperti tarif tinggi dan pembatasan ekspor, memicu ketidakstabilan ekonomi dunia. 
     
    Bagi ASEAN, sebuah kawasan yang pertumbuhannya didorong oleh pasar terbuka, hal ini bukanlah badai yang mengamuk di kejauhan, melainkan krisis yang akan segera terjadi. Kini, Asia Tenggara dan Tiongkok harus kompak bersatu untuk melawan kekuatan-kekuatan perusak kestabilan ini dan memperjuangkan perdagangan bebas sebagai landasan bagi masa
    depan ekonomi bersama.
    Kemitraan dagang ASEAN-Tiongkok 
    Selama bertahun-tahun, ASEAN dan Tiongkok telah menjalin hubungan dagang yang saling menguntungkan. Sejak 2009, Tiongkok menjadi mitra dagang terbesar bagi ASEAN. Lalu pada 2020, ASEAN berhasil menggeser Uni Eropa sebagai mitra dagang utama Tiongkok. 
     
    Hubungan ini bukan kebetulan semata, melainkan hasil dari keterkaitan ekonomi yang semakin erat. Pasar Tiongkok yang luas menjadi tujuan utama bagi berbagai produk Asia Tenggara, seperti elektronik dari Vietnam, kelapa sawit dari Indonesia, hingga suku cadang otomotif dari Thailand. 

    Sebaliknya, investasi dan teknologi dari Tiongkok membantu membangun infrastruktur dan mendorong inovasi di berbagai negara ASEAN.
     
    Namun, situasi kini berubah. Kebijakan ekonomi AS yang semakin proteksionis mengancam stabilitas perdagangan global. Dengan menerapkan tarif tinggi pada barang-barang impor dan mendorong perusahaan untuk memindahkan produksi kembali ke dalam negeri, Washington telah menciptakan efek domino yang mengguncang rantai pasokan dunia. 
     
    Meskipun ASEAN bukan target utama, kebijakan ini tetap berisiko besar bagi perekonomian di kawasan tersebut. Hampir semua negara anggota ASEAN, kecuali Singapura, mencatatkan surplus perdagangan dengan AS. Ini membuat mereka rentan terhadap perubahan kebijakan ekonomi yang semakin agresif dari Washington.
     

    Perang dagang AS dan dampaknya ke ASEAN
    Dampak dari perang dagang ini terasa hingga ke berbagai sektor industri di ASEAN. Ketika AS menaikkan tarif terhadap barang-barang Tiongkok, pabrik semikonduktor di Malaysia ikut terdampak. 
     
    Pemasok komponen otomotif di Thailand juga mengalami penurunan pesanan, sementara eksportir bahan baku di Indonesia merasakan penurunan permintaan yang signifikan. 
     
    Ketidakpastian ini menyebabkan investasi melambat dan ekspor menurun, menciptakan kondisi ekonomi yang lebih tidak stabil dibanding sebelumnya.
    RCEP & ACFTA 3.0 senjata ASEAN-Tiongkok hadapi ancaman ekonomi
    Di tengah ancaman ini, ASEAN dan Tiongkok tidak bisa hanya diam. Mereka harus mengambil langkah konkret untuk mempertahankan stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan perdagangan di kawasan. 
     
    Salah satu langkah paling strategis adalah dengan mengoptimalkan kerja sama melalui Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), sebuah perjanjian perdagangan terbesar di dunia yang mencakup 30 persen dari PDB global. 
     
    RCEP dapat menjadi alat yang kuat untuk memperkuat perdagangan intra-Asia dan mengurangi ketergantungan ASEAN terhadap pasar Barat.
     
    Selain itu, ASEAN dan Tiongkok juga telah sepakat untuk memperbarui perjanjian perdagangan bebas mereka melalui ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) 3.0. Kesepakatan ini bertujuan untuk memangkas tarif lebih jauh, menyederhanakan regulasi, serta mempercepat transformasi digital di sektor perdagangan. 
     
    Jika diterapkan dengan baik, ACFTA 3.0 dapat menjadi solusi untuk memperkuat daya saing ekonomi kawasan.
    Kurangi ketergantungan, perkuat kemandirian ekonomi
    Namun, langkah-langkah ini tidak cukup jika ASEAN masih bergantung pada pasar Barat. Diversifikasi perdagangan harus menjadi prioritas utama. 
     
    Dengan meningkatkan kerja sama di bidang logistik, energi hijau, serta eksplorasi mineral penting, ASEAN dan Tiongkok bisa memperkuat rantai pasokan mereka sendiri dan mengurangi ketergantungan terhadap negara-negara yang semakin proteksionis.
     
    Di tingkat global, ASEAN dan Tiongkok juga perlu lebih aktif dalam memperjuangkan kepentingan perdagangan di forum internasional seperti WTO dan G20. 
     
    Dengan membentuk aliansi yang lebih kuat bersama negara-negara berkembang lainnya, mereka bisa memberikan tekanan pada kebijakan proteksionis yang berpotensi merugikan perekonomian dunia.
     

    Malaysia pegang kendali di ASEAN 2024
    Tahun ini, Malaysia memegang peran penting sebagai ketua ASEAN. Sebagai negara yang memiliki pengalaman panjang dalam diplomasi perdagangan, Malaysia bisa memanfaatkan posisinya untuk mendorong kebijakan ekonomi yang lebih terintegrasi di kawasan. 
     
    Dengan memperkuat kerja sama dan mengurangi ketergantungan pada negara-negara yang mengedepankan proteksionisme, ASEAN dan Tiongkok dapat memastikan bahwa masa depan ekonomi mereka tetap cerah, tanpa harus terombang-ambing oleh kebijakan negara lain.
    ASEAN-Tiongkok harus tentukan sikap
    ASEAN dan Tiongkok harus memilih kerja sama ketimbang perpecahan,
    memilih visi jangka panjang ketimbang proteksionisme jangka pendek. Jalan menuju kemakmuran yang berkelanjutan tetap terbuka asalkan ASEAN dan Tiongkok berjalan bersama. (Director General Xinhua/Cao Kai)
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Semangat Memperkuat Kembali Kinerja Perekonomian Nasional

    Semangat Memperkuat Kembali Kinerja Perekonomian Nasional

    Jakarta

    Benar bahwa kinerja perekonomian sedang tidak baik-baik saja. Namun, dinamika di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (18/3) yang ditandai dengan jatuhnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga 6,12 persen pada transaksi sesi pertama hari itu tidak harus ditanggapi dengan panik berlebihan. Dinamika akan kembali membaik jika program-program pemerintah bagi upaya penguatan kinerja ekonomi segera dikomunikasikan kepada masyarakat.

    Pemerintah diyakini akan memberikan tanggapan dengan langkah dan kebijakan yang solutif. Saat perdagangan itu otomatis harus dihentikan, pemerintah justru mencatat hasil positif dari penjualan delapan seri Surat Utang Negara (SUN), yakni Rp 28 triliun. Hasil ini patut dimaknai sebagai pesan bahwa pemerintah terus berupaya menyehatkan likuiditas negara.

    Selain itu, layak dinilai positif karena hasil lelang SUN itu diperoleh tanpa harus obral atau memberi tambahan imbal hasil untuk sekadar mendapatkan investor. Lebih dari itu, penawaran yang masuk (incoming bid) mencapai Rp 61,75 triliun atau 2,38 kali dari target indikatif Rp 26 triliun. Bahkan, dilaporkan juga bahwa incoming bid dari investor asing pun tetap tinggi, mencapai Rp13,95 triliun atau 22,59 persen.

    Data dan kecenderungan yang tergambar dari hasil lelang SUN itu sudah cukup gamblang untuk menjelaskan bahwa investor baik lokal maupun asing masih menaruh kepercayaan kepada negara dan pemerintah dalam mengelola perekonomian nasional. Boleh jadi, dinamika BEI per Selasa (18/3) itu lebih disebabkan oleh aksi investor menggeser dananya ke pasar penjualan SUN.

    Jadi, dana hanya keluar dari BEI namun kemudian masuk ke pasar SUN yang ditawarkan negara. Karena itulah dinamika di BEI pada Selasa (18/3) tidak semestinya menimbulkan panik berlebihan, karena fluktuasi IHSG selalu menjadi bagian tak terpisah dari proses transaksi para investor.

    Sehari sebelumnya, atau pada Senin (17/3), pemerintah juga menyajikan Indikator positif lainnya, yakni kebijakan mencairkan dan mendistribusikan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Pendistribusian THR diharapkan dapat menjadi stimulus peningkatan konsumsi. THR ASN dicairkan ketika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 per dua bulan pertama tahun ini defisit Rp 31,3 triliun atau 0,13 persen dari produk domestik bruto (PDB).

    Jatuhnya IHSG BEI dalam skala yang besar memang selalu mengejutkan. Apalagi ketika rontoknya IHSG itu disandingkan dengan indikator lain yang juga selalu menjadi perhatian masyarakat, yakni depresiasi rupiah terhadap dolar AS yang akhir-akhir ini cenderung berkelanjutan. Nilai tukar rupiah per pekan ini sudah menyentuh level Rp 16.500-an per dolar AS.

    Memang, informasi tentang APBN yang defisit, depresiasi rupiah, IHSG yang rontok, konsumsi masyarakat yang melemah, penutupan banyak pabrik hingga gelombang pemutusah hubungan kerja (PHK) pasti membuat banyak orang gelisah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, menyebutkan bahwa total pengangguran mencapai 7,47 juta. Namun, jumlah rielnya dipastikan lebih besar dari angka itu.

    Gambaran tentang kinerja perekonomian yang tidak baik-baik saja itu tak hanya dihadapi Indonesia. Kinerja perekonomian banyak negara juga terganggu akibat ketidakpastian global. Perang tarif saat ini, yang melibatkan Amerika Serika (AS), Kanada, dan Meksiko, meningkatkan derajat ketidakpastian itu.

    Akibat perang tarif yang disulut Presiden Donald Trump, AS bersama Kanada dan Meksiko kini saling mencabik-cabik perekonomian mereka. Bahkan Uni Eropa pun sudah masuk ke perang dagang itu. Trump menyulut perang dagang itu karena ingin memperbaiki defisit anggaran AS.

    Selain diakibatkan oleh ketidakpastian global itu, kinerja perekonomian Indonesia yang sedang memburuk pun menuntut perbaikan tata kelola APBN. Kalau Trump menyulut perang tarif di Amerika Utara, Presiden Prabowo Subianto melakukan perbaikan tata kelola APBN dengan kebijakan efisiensi.

    Selain itu, dengan membentuk badan pengelola investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), Presiden Prabowo bertekad memaksimalkan pemanfaatan sumber-sumber kekuatan dalam negeri untuk menguatkan kembali kinerja perekonomian nasional.

    Masyarakat dan juga investor di pasar uang pasti ingin tahu program dan rencana aksi Danantara Indonesia. Karena baru didirikan 24 Februari 2025, semua elemen masyarakat hendaknya bersabar menunggu. Diyakini bahwa program dan rencana aksi Danantara akan mampu menstimulus upaya penguatan kinerja perekonomian nasional.

    Sambil menunggu program Danantara, tak kalah pentingnya adalah kreasi kebijakan para menteri ekonomi untuk membangkitkan kembali kekuatan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Sektor usaha berbasis kerakyatan ini berperan signifikan. Peran UMKM sebagai penyangga perekonomian nasional sudah terbukti. UMKM berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto dan penyerapan tenaga kerja.

    Hingga awal 2020-an, total UMKM 64,2 juta unit usaha. Sebagian besar sudah dinyatakan bangkrut. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.47/2024 tentang penghapusan piutang macet UMKM, Presiden Prabowo menghapus utang macet bagi lebih dari satu juta pelaku UMKM dengan total nilai Rp.14 triliun.

    Bersama realisasi program-program Danantara nantinya, upaya memulihkan kapasitas UMKM dipastikan mampu menjadi stimulus bagi penguatan kinerja perekonomian nasional.

    Bambang Soesatyo, Anggota DPR RI/Ketua MPR RI ke-15/Ketua DPR RI ke-20/Ketua Komisi III DPR RI ke-7/Dosen Tetap Pascasarjana Universitas Borobudur, Universitas Jayabaya dan Universitas Pertahanan (UNHAN).

    (ega/ega)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • iPhone Makin Mirip HP Android, Apple Ngamuk Bilang Begini

    iPhone Makin Mirip HP Android, Apple Ngamuk Bilang Begini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Komisi Uni Eropa menguraikan prosedur yang harus diambil oleh Apple untuk memastikan kompatibilitas antara sistem operasi iOS dengan perangkat pihak ketiga yang terhubung, seperti smartwatch dengan iPhone.

    Apple diminta memberikan akses kepada perangkat pihak ketiga ke notifikasi iOS. Selain itu, Apple diminta untuk membuat pesaingnya bisa berbagi file AirDrop, streaming AirPlay, dan lainnya.

    Dengan kata lain, iPhone di masa depan diharuskan makin mirip HP Android yang memiliki konsep terbuka bagi perangkat pihak ketiga. Selama ini, iPhone dikenal eksklusif dan hanya bisa terintegrasi dengan ekosistem produk Apple lainnya.

    Daftar fitur yang diperintahkan oleh komisi Uni Eropa kepada Apple untuk diimplementasikan sangat banyak. Ini juga menandakan bahwa setiap fitur Apple di masa depan dengan integrasi perangkat keras pihak pertama juga harus tersedia untuk perusahaan pihak ketiga.

    Hal ini termasuk mengizinkan perangkat yang terhubung, seperti smartwatch pihak ketiga, untuk memiliki akses penuh ke sistem notifikasi iOS, serta hak eksekusi di latar belakang, seperti cara kerja Apple Watch dengan iPhone.

    Persyaratan lainnya termasuk secara otomatis menyediakan akses ke informasi jaringan Wi-Fi ke aksesori, memungkinkan koneksi Wi-Fi peer-to-peer bandwidth tinggi, dan membuka chip NFC untuk mengomunikasikan data seperti rincian kartu pembayaran pengguna ke perangkat yang terhubung dengan pihak ketiga.

    Komisi Eropa menekankan bahwa Apple harus menerapkan perubahan ini sesuai dengan Undang-Undang Pasar Digital (Digital Markets Act/DMA) UE, yang diberlakukan pada 2022 untuk mempromosikan ekonomi digital yang lebih adil dan lebih kompetitif.

    Komisi juga telah mengumumkan jadwal untuk fitur-fitur yang disebutkan di atas. Dukungan pihak ketiga untuk notifikasi iOS, misalnya, akan mulai tersedia dalam versi beta pada akhir tahun ini, dengan peluncuran penuh pada 2026.

    Respons Apple

    Menanggapi detail aturan ini, Apple dengan tegas mengecam keputusan Uni Eropa tentang persyaratan interoperabilitas spesifik yang harus diterapkan perusahaan dalam beberapa bulan mendatang.

    “Keputusan hari ini membungkus kami dengan birokrasi, memperlambat kemampuan Apple untuk berinovasi bagi pengguna di Eropa dan memaksa kami untuk memberikan fitur-fitur baru kami secara gratis kepada perusahaan-perusahaan yang tidak harus mengikuti peraturan yang sama,” ujar Apple dalam pernyataan dikutip dari 9to5 Mac, Kamis (20/3/2025).

    “Hal ini buruk bagi produk kami dan pengguna Eropa. Kami akan terus bekerja sama dengan Komisi Eropa untuk membantu mereka memahami pengguna kami,” imbuh pernyataan tersebut.

    Terkait dengan privasi pelanggan, Apple sangat prihatin dengan persyaratan seputar pembukaan akses ke sistem notifikasi iOS.

    Perusahaan mengindikasikan bahwa langkah-langkah ini akan memungkinkan perusahaan untuk menyedot semua notifikasi pengguna dalam bentuk yang tidak terenkripsi ke server mereka. Sehingga mengabaikan semua perlindungan privasi yang diterapkan Apple.

    Perusahaan ini juga kesal dengan “birokrasi” yang diberlakukan pada bisnisnya di masa depan. Dikatakan bahwa keputusan tersebut memungkinkan para pejabat dan pihak ketiga menghalangi Apple untuk merilis produk dan fitur baru kepada pelanggan. Selain menghambat proses pengembangan, pada dasarnya Apple dipaksa untuk memberikan semua inovasinya kepada pihak lain secara gratis.

    Sejauh ini, Komisi Eropa hanya menggunakan alat spesifikasi Digital Markets Act ini dengan Apple. Itu berarti hanya Apple yang dipaksa untuk mematuhi aturan ini, sementara yang lain dapat dengan bebas memanfaatkannya.

    (fab/fab)

  • Teknologi Mutakhir Nonfiksi, Pasukan Ukraina Pamer PDL Anti-Panas Tipu Citra Termal hingga Drone – Halaman all

    Teknologi Mutakhir Nonfiksi, Pasukan Ukraina Pamer PDL Anti-Panas Tipu Citra Termal hingga Drone – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Brigade Infanteri Bermotor Terpisah ke-56 Ukraina Mariupol berinovasi dengan memperkenalkan pakaian anti-panas yang membuat tentara hampir tidak terlihat oleh pencitra termal dan drone musuh.

    Media pers brigade tersebut memamerkannya Pakaian Dinas Lapangan (PDL) kepada publik pada Rabu (19/3/2025).

    Sebuah video yang dipublikasikan di halaman brigade menunjukkan keefektifan pakaian inovatif ini.

    Dikutip dari Defence Express, pakaian ini sangat penting bagi unit pengintaian, kelompok penyerang, penembak jitu, dan tim evakuasi.

    Dalam situasi pertempuran, di mana satu gerakan yang tidak perlu dapat berarti hidup atau mati, kemampuan untuk tetap tidak terdeteksi sangatlah penting.

    “Ini bukan fiksi ilmiah—ini adalah kenyataan peperangan modern. Pakaian anti-panas mengubah aturan medan perang, membuat tentara tidak terlihat oleh pencitra termal dan drone musuh,” demikian bunyi pernyataan seperti diberitakan Defence Express.

    Dirancang untuk menutupi panas tubuh, pakaian anti-panas ini membuat pemakainya tidak terdeteksi berbagai radar.

    Mulai dari perangkat penglihatan malam, pencitra termal, dan UAV pengintai.

    Efektivitasnya telah dikonfirmasi dalam pertempuran.

    “Teknologi ini sangat penting bagi kelompok penyerang, unit pengintaian, penembak jitu, dan bahkan misi evakuasi. Dan ini baru permulaan,” kata brigade tersebut.

    Pengembang di balik kamuflase ini membagikan beberapa detail tentang inovasi mereka.

    Menurut Oleksandr, pendiri proyek Rozvidka, pakaian ini membantu tentara bergerak maju tanpa diketahui menuju posisi yang dikuasai musuh, di mana deteksi termal merupakan risiko serius.

    Fitur ini sangat berguna dalam cuaca dingin, saat tanda-tanda termal lebih menonjol.

    “Setelan kami mencerminkan tanda termal lingkungan sekitar dan berfungsi seperti bunglon,” kata pendiri proyek Rozvidka.

    Ranjau Sepanjang Batas Rusia-Belarusia

    Polandia bermaksud menempatkan ranjau anti-personel di sepanjang perbatasannya dengan Rusia dan Belarusia sebagai bagian dari proyek Perisai Timur.

    Seperti dilansir European Pravda, Wakil Menteri Pertahanan Polandia Paweł Bejda mengumumkan hal ini saat wawancara dengan RMF24 .

    Pernyataan tersebut muncul saat Lithuania, Latvia, Estonia, dan Polandia mengumumkan niat mereka pada tanggal 18 Maret untuk menarik diri dari Konvensi Pelarangan Ranjau Antipersonel Ottawa.

    “Kami tidak punya pilihan lain. Situasi di perbatasan sangat serius. Saya mengacu pada perbatasan Polandia-Belarusia dan Polandia-Rusia… Ini akan menjadi salah satu elemen kunci Perisai Timur,” kata Bejda.

    Menurutnya, Polandia saat ini tidak memiliki ranjau antipersonel, tetapi memiliki kemampuan untuk memproduksinya.

    “Pabrik-pabrik Grup Persenjataan Polandia akan memproduksi ranjau, tetapi saya tidak ingin membahas detailnya. Pesanan tersebut melibatkan beberapa ratus ribu unit, dan kita bahkan bisa berbicara tentang satu juta,” kata Bejda.

    Mengomentari rencana Negara Baltik dan Polandia untuk menarik diri dari perjanjian pelarangan ranjau antipersonel, Menteri Luar Negeri Estonia Margus Tsahkna pun memberi pernyataan.

    “Adalah salah untuk melarang diri kita sendiri menggunakan senjata yang siap digunakan Rusia untuk melawan kita.”

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.121:
    Zelensky Skeptis terhadap Janji Putin Menghentikan Serangan

    Zelensky menyatakan skeptis terhadap niat baik Presiden Rusia Vladimir Putin setelah serangan terbaru yang dilancarkan Moskow.

    Pada Rabu (19/3/2025) malam, Kementerian Pertahanan Ukraina melaporkan, Rusia kembali meluncurkan serangan rudal dan pesawat nirawak yang menewaskan satu orang serta merusak dua rumah sakit.

    Layanan kereta api nasional juga melaporkan infrastruktur energi di wilayah Dnipropetrovsk terkena dampak serangan tersebut.

    Serangan ini terjadi hanya sehari setelah Putin menyatakan kesediaannya untuk menghentikan serangan serupa di Ukraina.

    Tindakan Rusia yang langsung membalas dengan serangan baru membuat Zelensky meragukan kejujuran pernyataan Putin.

    “Kata-kata Putin tentang penghentian serangan bertentangan dengan kenyataan,” ujar Zelensky, seperti dikutip dari laporan media setempat.

    Ketegangan antara kedua negara terus meningkat, meskipun ada upaya diplomasi yang dilakukan berbagai pihak.

    Pemimpin Eropa Skeptis terhadap Gagasan Gencatan Senjata Trump-Putin

    Para pemimpin Eropa merespons dengan skeptis terhadap gagasan gencatan senjata terbatas yang diusulkan oleh Donald Trump dan Vladimir Putin.

    Mereka menilai gagasan ini menunjukkan kalau Rusia tidak serius dalam mencari penyelesaian damai atas konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun, sebagaimana dilaporkan oleh Sam Jones.

    Tuntutan luas yang diajukan Putin dalam gencatan senjata tersebut mencakup kondisi yang dianggap tidak adil bagi Ukraina.

    Di antaranya adalah membiarkan militer Ukraina dalam keadaan melemah dan rentan, tanpa akses terhadap senjata atau intelijen dari Barat, serta dengan pasukan yang terkuras akibat perang berkepanjangan.

    Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, menegaskan langkah yang diajukan Rusia tidak mencerminkan niat untuk mencapai perdamaian yang adil.

    “Jelas Rusia tidak benar-benar ingin membuat konsesi apa pun,” ujar Kallas.

    Soal tuntutan Kremlin agar Ukraina menghentikan persenjataannya, ia menyebutnya sebagai hal yang tidak dapat diterima.

    Para pemimpin Eropa lainnya juga menyatakan kekhawatiran mereka jika gencatan senjata semacam ini hanya akan menguntungkan Rusia dengan memberikan waktu bagi Moskow untuk memperkuat posisinya di medan perang.

    Mereka menilai sebenarnya kesepakatan seperti ini berpotensi menjadi jebakan bagi Ukraina yang justru semakin memperlemah pertahanannya.

    Sementara itu, Washington telah menegaskan akan terus mendukung Kyiv dengan bantuan militer dan intelijen.

    Pemerintah Amerika Serikat juga menegaskan perjanjian damai jangka panjang harus didasarkan pada keadilan dan kedaulatan Ukraina, bukan pada keuntungan sepihak yang menguntungkan Rusia.

    Trump Usulkan AS Kelola Pembangkit Nuklir Ukraina, Zelensky Beri Respons

    Trump mengatakan kepada Zelensky pada Rabu (19/3/2025), Amerika Serikat dapat memiliki dan mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir Ukraina sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata.

    Zelensky menanggapi pernyataan tersebut dengan menegaskan pembicaraan mereka hanya menyangkut satu pembangkit listrik, yaitu Zaporizhzhia, yang saat ini berada di bawah pendudukan Rusia.

    “Kami hanya berbicara tentang satu pembangkit listrik, yang berada di bawah pendudukan Rusia,” ujar Zelensky, seperti dikutip dari berbagai sumber.

    Zaporizhzhia adalah pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di Eropa dan telah menjadi titik konflik utama dalam perang antara Rusia dan Ukraina.

    Sementara itu, Gedung Putih menegaskan mereka telah meninggalkan gagasan untuk mengambil alih kekayaan mineral Ukraina sebagai bagian dari negosiasi gencatan senjata.

    “Kami sekarang fokus pada perjanjian damai jangka panjang,” kata juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt.

    Belum ada kejelasan lebih lanjut mengenai bagaimana usulan Trump ini akan memengaruhi proses negosiasi yang sedang berlangsung.

    Kyiv Siap Hentikan Serangan ke Infrastruktur Rusia, Zelensky Beri Syarat

    Zelensky menyatakan Kyiv siap menghentikan serangan terhadap jaringan dan infrastruktur energi Rusia.

    Dia menegaskan keputusan ini bergantung pada kesepakatan yang jelas terkait fasilitas mana saja yang akan masuk dalam perjanjian penghentian serangan.

    Dalam pernyataan yang dilaporkan oleh Shaun Walker dan Pjotr Sauer, Zelensky mengisyaratkan ia belum mempertimbangkan gencatan senjata secara menyeluruh.

    Sebaliknya, ia menyebut gencatan senjata terhadap infrastruktur dapat segera dilakukan dengan syarat yang telah ditentukan.

    Tim kepresidenan Ukraina disebut tengah menyiapkan daftar fasilitas yang akan diajukan kepada Amerika Serikat sebagai bagian dari pembahasan ini.

    Zelensky juga menekankan gencatan senjata tidak hanya mencakup fasilitas energi tetapi juga infrastruktur sipil yang terdampak akibat serangan.

    Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada kesepakatan resmi yang diumumkan.

    Zelensky Umumkan Pertemuan dengan Perwakilan AS di Arab Saudi

    Perwakilan Ukraina dijadwalkan bertemu dengan perwakilan Amerika Serikat di Arab Saudi minggu ini untuk melanjutkan diskusi mengenai gencatan senjata sementara.

    Hal ini diumumkan oleh Zelensky dalam percakapan daring dengan wartawan pada Rabu (19/3/2025).

    Zelensky menyatakan Ukraina tengah mempersiapkan daftar infrastruktur yang dianggap sebagai “prioritas dan sipil” yang menjadi target serangan Rusia.

    Daftar tersebut akan disampaikan dalam pertemuan dengan tim teknis yang berangkat sesuai jadwal.

    “Kami akan menyiapkan daftarnya, dan tim teknis akan berangkat segera setelah kelompok-kelompok tersebut merasa nyaman.

    “Pertemuan akan dilakukan pada salah satu hari di akhir pekan, Jumat, Sabtu, atau Minggu,” ujar Zelensky.

    Sementara itu, negosiasi antara Amerika Serikat dan Rusia dijadwalkan berlangsung pada Minggu (23/3/2025).

    Ukraina tidak akan berpartisipasi dalam pertemuan tersebut.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha, Andari Wulan Nugrahani) 

  • Bagaimana Pemerintah Baru Suriah Bisa Inklusif?

    Bagaimana Pemerintah Baru Suriah Bisa Inklusif?

    Damaskus

    “Satu, satu, satu! Rakyat Suriah itu satu!” Sejak protes antipemerintah dimulai di Suriah lebih dari satu dekade yang lalu, ini menjadi salah satu teriakan paling populer dalam demonstrasi. Namun, pada saat yang bersamaan, seruan ini sebenarnya tidak mencerminkan kenyataan sehari-hari di Suriah.

    Sebelum perang saudara Suriah dimulai, sekitar 68% warga Suriah adalah muslim Sunni. Sekitar 9% hingga 13% adalah anggota kelompok etnoreligius Alawi atau Alawite, dan sekitar 8% hingga 10% berasal dari etnis Kurdi. Selain itu, ada juga kelompok Druze, Kristen, Armenia, Circassian, Turkmen, Palestina, dan Yazidi.

    Selama keluarga Bashar al Assad berkuasa, mereka memanfaatkan perbedaan di antara berbagai kelompok di Suriah untuk mempertahankan kendali kekuasaan.

    Namun, sejak rezim otoriter itu digulingkan pada bulan Desember lalu, Uni Eropa dan negara-negara lain menegaskan bahwa untuk mencabut sanksi, semua komunitas di Suriah harus bisa diikutsertakan dalam pemerintah yang baru.

    ‘Kesenjangan yang signifikan’

    Akhir minggu lalu, pemerintah sementara Suriah merilis versi pertama dari konstitusi baru negara itu, yang bersifat sementara.

    Dalam konstitusi ini, para ahli konstitusi mencatat bahwa tidak ada penyebutan tentang kelompok minoritas di Suriah. Warga setempat juga mengeluhkan kurangnya keterwakilan kelompok-kelompok etnis dan sektarian dalam acara Dialog Nasional Suriah baru-baru ini.

    Selain itu, seperti yang disoroti oleh Karam Shaar Advisory, sebuah konsultan yang mengkhususkan diri dalam ekonomi Suriah, pemerintah sementara masih sangat terkait dengan Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok pemberontak yang memimpin serangan yang menggulingkan diktator Suriah, Bashar Assad, pada awal Desember tahun lalu.

    “Ini sebagian bisa dimaklumi mengingat kondisi luar biasa saat pelantikan dilakukan,” tulis Advisory, seraya menambahkan bahwa jika ini berlanjut, akan menjadi masalah.

    Bagaimana menjamin representasi?

    Orang-orang Suriah sendiri tampaknya tidak yakin bahwa sistem kuota akan berhasil. “Banyak kelompok minoritas, dan ini adalah kenyataannya,” tutur Alaa Sindian, yang berusia 32 tahun, seorang muslim Syiah yang melarikan diri dari Suriah selama perang setelah dikejar oleh pemerintah Assad, tetapi baru-baru ini kembali ke Damaskus.

    “Namun, pada saat yang bersamaan, saya pribadi tidak ingin melihat kursi di parlemen hanya diperuntukkan bagi kaum Syiah, Alawi (lAlawite), atau sekte lainnya,” ungkapnya kepada DW.

    “Pemerintah harus mencari individu yang berkualitas dari dalam kelompok minoritas.”

    Ini bukan sikap yang tidak biasa. Dalam riset dengan metode kelompok diskusi terfokus yang diadakan pada pertengahan 2024 oleh Swisspeace, sebuah lembaga yang berbasis di Basel, Swiss, yang meneliti pembangunan perdamaian, peserta diskusi asal Suriah menyatakan mereka tidak menginginkan sistem kuota karena mereka telah melihat bagaimana sistem ini diterapkan di Irak dan Lebanon, yang menimbulkan masalah jangka panjang.

    “Dalam pertemuan dengan komunitas internasional, sering kali ada fokus pembicaraan pada perlindungan minoritas,” tambah Anna Myriam Roccatello, Wakil Direktur Eksekutif di International Center for Transitional Justice (ICTJ) yang berbasis di New York.

    “Namun, banyak orang Suriah yang saya ajak bekerja sama, baik di pemerintahan maupun masyarakat sipil, lebih resisten terhadap hal ini. Apa yang terjadi di Lebanon sangat menonjol di benak mereka dan pembagian cabang-cabang pemerintahan di sana adalah sesuatu yang sangat mereka benci,” catat Roccatello.

    Apa yang salah di Irak dan Lebanon?

    Di Lebanon, Perjanjian Taif tahun 1989 mengakhiri perang saudara negara itu dan mengalokasikan bagaimana kelompok-kelompok sektarian yang berbeda, yang sebelumnya saling bertempur, harus terwakili suaranya dalam pemerintahan.

    Di Irak, setelah invasi AS pada 2003 dan berakhirnya kediktatoran di sana, otoritas AS memutuskan bahwa kekuasaan harus dibagi antara tiga kelompok demografis utama negara itu.

    Namun, Alaa Sindian juga berpikir bahwa harus ada forum-forum berbeda di mana minoritas Suriah dapat didengar dan diberdayakan.

    “Saya menentang kuota sektarian, baik di pemerintahan maupun di tempat lain,” tambah Shadi al-Dubisi, seorang aktivis masyarakat sipil Druze berusia hampir 30 tahun.

    “Saya mendukung ide pemerintahan teknokratik, di mana individu dilihat berdasarkan kompetensi dan kemampuan, daripada afiliasi sektarian, agama, atau etnis mereka,” katanya kepada DW. Dalam ilmu politik, sistem ini dikenal sebagai “konvensional” atau “konsosiasional.”

    “Gagasan di balik konvensionalisme adalah memberi setiap kelompok etnis dan agama suara dalam pemerintahan untuk memastikan kebutuhan mereka terpenuhi,” tulis peneliti Nour Mohsen dalam makalah 2021 untuk jurnal Flux: International Relations Review.

    “Namun, pada akhirnya ini adalah sistem yang gagal untuk mengelola pluralisme etnis dan agama,” dia berpendapat, “karena hal itu mengarah pada sektarianisme, yang menyebabkan ketidakstabilan akibat korupsi.”

    Meskipun sistem konvensional telah mengakhiri konflik, sistem ini menyebabkan masalah dalam jangka panjang, termasuk kepemimpinan yang tidak kompeten atau kelompok yang bersaing untuk mendapatkan hak istimewa. Ini juga berarti prioritas agama atau sektarian selalu menjadi bagian dari politik, bahkan jika pemilih lokal tidak menginginkannya.

    “Hal ini juga membuka pintu untuk campur tangan asing,” ujar Mohsen. “Kesetiaan yang lebih kuat pada sekte daripada pada negara telah membuat setiap kelompok politik etnis atau agama mencari dukungan dari kelompok serupa di negara lain.”

    Apa yang harus dilakukan Suriah?

    Sayangnya, tidak ada formula mudah untuk memastikan bahwa semua orang mendapatkan suara dalam pemerintahan pascakonflik.

    Untuk setiap strategi yang mungkin mendorong representasi yang lebih baik untuk minoritas, ada argumen tandingan.

    Misalnya, federalisme adalah opsi lain, sistem yang digunakan oleh beberapa demokrasi terbesar dan paling kompleks di dunia, termasuk Jerman, AS, dan Rusia.

    Sistem federal memiliki dua tingkat pemerintahan: Satu beroperasi di tingkat nasional dan yang lainnya di tingkat subnasional, atau negara bagian. Yang pertama sering kali bertanggung jawab atas hal-hal seperti pertahanan nasional dan kebijakan luar negeri, sementara yang kedua membuat keputusan di tingkat yang lebih lokal, tetapi juga dapat mempengaruhi pemerintahan nasional.

    Namun, bahkan sistem seperti ini tergantung pada keadaan dan bisa “digunakan untuk menyembunyikan dominasi oleh beberapa komunitas etnis atas yang lainnya,” tulis John McGarry, seorang profesor studi politik di Queen’s University di Ontario, Kanada, dalam makalahnya di tahun 2024.

    Dia menunjukkan bagaimana Afrika Selatan pada masa apartheid membentuk “tanah air independen” untuk berbagai komunitas Afrika, padahal pada kenyataannya, minoritas kulit putih tetap berkuasa.

    Semua ini bergantung pada situasi yang sangat bervariasi, tandas Sahar Ammar, seorang pejabat program di Swisspeace dan peneliti utama proyek pembagian kekuasaan Suriah organisasi tersebut.

    “Pemerintah harus inklusif, tetapi harus didukung oleh proses dari bawah ke atas di tingkat lokal, untuk membina budaya dialog dan membangun kembali kepercayaan,” demikian dia berpendapat, sambil menambahkan bahwa hal ini akan menjadi kelanjutan alami dari upaya masyarakat sipil Suriah baru-baru ini.

    Semua ini juga membutuhkan waktu, imbuh Roccatello dari ICTJ. “Meski internasional cemas, kita perlu memberi orang Suriah ruang untuk mencari solusi mereka sendiri,” katanya kepada DW.

    “Hak-hak dasar, termasuk hak-hak minoritas, tentu harus digunakan sebagai parameter… tetapi saat ini, kita bahkan belum berada dalam situasi di mana kita bisa menilai dengan pasti kesediaan pemerintah saat ini untuk melakukannya karena mereka masih menghadapi kurangnya kontrol dan keamanan di sebagian besar negara.”

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu