Negara: Uni Eropa

  • Berikut Daftar 160 Negara dan Wilayah yang Kena Tarif Baru Trump, termasuk Indonesia – Halaman all

    Berikut Daftar 160 Negara dan Wilayah yang Kena Tarif Baru Trump, termasuk Indonesia – Halaman all

    Donald Trump mengumumkan tarif baru 10 persen untuk semua impor ke AS dan bea masuk yang lebih tinggi pada puluhan negara lain

    Tayang: Kamis, 3 April 2025 12:41 WIB

    YouTube The White House

    TARIF BARU AS – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif baru 10 persen untuk semua impor ke AS dan bea masuk yang lebih tinggi pada puluhan negara lain, termasuk beberapa mitra dagang terbesar AS. 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif baru 10 persen untuk semua impor ke AS dan bea masuk yang lebih tinggi pada puluhan negara lain, termasuk beberapa mitra dagang terbesar AS.

    Trump memberlakukan ‘Tarif Timbal Balik’ terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia. Presiden mengatakan AS akan menggunakan uang yang dihasilkan dari tarif untuk “mengurangi pajak dan membayar utang nasional kami.”

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan ekonomi kami,” ujar Trump saat mengumumkan langkah-langkah baru tersebut.

    Trump kemudian mengangkat bagan besar berjudul ‘Tarif Timbal Balik’. Kolom pertama adalah daftar negara. Kemudian, kolom kedua merupakan besaran tarif yang dikenakan suatu negara terhadap barang-barang dari AS. Kemudian, kolom ketiga berisi tarif balasan yang dikenai AS terhadap negara itu.

    Berikut daftar 160 negara dan wilayah yang dikenakan tarif oleh AS:

    1. China: 34 persen
    2. Uni Eropa:20%
    3. Vietnam: 46%
    4. Taiwan: 32%
    5. Jepang: 24%
    6. India: 26%
    7. Korea Selatan: 25%
    8. Thailand: 36%
    9. Swiss: 31%
    10. Indonesia: 32%
    11. Malaysia: 24%
    12. Komboja: 49%
    13. Inggris: 10%
    14. Afrika Selatan: 30%
    15. Brasil: 10%
    16. Bangladesh: 37%
    17. Singapura: 10%
    18. Israel: 17%
    19. Filipina: 17%
    20. Chile: 10%
    21. Australia: 10%
    22. Pakistan: 29%
    23. Turki: 10%
    24. Sri Langka: 44%
    25. Kolombia: 10%
    26. Peru: 10%
    27. Nikaragua: 18%
    28. Norwegia: 15%
    29. Kosta Rika: 10%
    30. Jordan: 20%
    31. Republik Dominika: 10%
    32. Uni Emirat Arab: 10%
    33. Selandia Baru: 10%
    34. Argentina: 10%
    35. Ekuador: 10%
    36. Guatemala: 10%
    37. Honduras: 10%
    38. Madagaskar: 47%
    39. Myanmar: 44%
    40. Tunisia: 28%
    41. Kazakhstan: 27%
    42. Serbia: 37%
    43. Mesir: 10%
    44. Arab Saudi: 10%
    45. El Savador: 10%
    46. Pantai Gading: 21%
    47. Laos: 48%
    48. Botswana: 37%
    49. Trinidad dan Tabago: 10%
    50. Maroko: 10%
    51. Algeria: 30%
    52. Oman: 10%
    53. Uruguay: 10%
    54. Bahamas: 10%
    55. Lesotho: 50%
    56. Ukraina: 10%
    57.Bahrain: 10%
    58. Qatar: 10%
    59. Mauritius: 40%
    60. Fiji: 32%
    61. Islandia: 10%
    62. Kenya: 10%
    63. Liechtenstein: 37%
    64. Guyana: 38%
    65. Haiti: 10%
    66. Bosnia-Herzegovina: 35%
    67. Nigeria: 14%
    68. Namibia: 21%
    69. Brunei: 24%
    70. Bolivia:  10%
    71. Panama: 10%
    72. Venezuela: 15%
    73. Makedonia Utara: 33%
    74. Ethiopia: 10%
    75. Ghana: 10%
    76. Moldova: 31%
    77. Angola: 32%
    78. Republik Demokratik Kongo: 11%
    79. Jamaika: 10%
    80. Mozambik: 16%
    81. Paraguay: 10%
    82. Zambia: 17%
    83. Lebanon: 10%
    84. Tanzania: 10%
    85. Irak: 39%
    86. Georgia: 10%
    87. Senegal: 10%
    88. Azerbaijan: 10%
    89. Kamerun: 11%
    90. Uganda: 10%
    91. Albania: 10%
    92. Armenia: 10%
    93. Nepal: 10%
    94. Sint Maarten: 10%
    95. Kepulauan Falkland: 41%
    96. Gabon: 10%
    97. Kuwait: 10%
    98. Togo: 10%
    99. Suriname: 10%
    100. Belize: 10%
    101. Papua Nugini: 10%
    102. Malawi: 19%
    103. Liberia: 10%
    104. British Virgin Islands: 10%
    105. Afganistan: 10%
    106. Zimbabwe: 18%
    107. Benin: 10%
    108. Barbados: 10%
    109. Monako: 0%
    110. Suriah: 41%
    111. Uzbekistan: 10%
    112. Republik Kongo: 10%
    113. Jibuti: 10%
    114. Polinesia Prancis: 10%
    115. Kepulauan Cayman: 10%
    116. Kosovo: 10%
    117. Curaçao: 10%
    118. Vanuatu: 22%
    119. Rwanda: 10%
    120. Sierra Leone: 10%
    121. Mongolia: 10%
    122. San Marino: 10%
    123. Antigua dan Barbuda: 10%
    124. Bermuda: 10%
    125. Eswatini: 10%
    126. Kepulauan Marshall: 10%
    127. Saint Pierre dan Miquelon: 50%
    128. Saint Kitts dan Nevis: 10%
    129. Turkmenistan: 10%
    130. Grenada: 10%
    131. Sudan: 10%
    132. Kepulauan Turks dan Caicos: 10%
    133. Aruba: 10%
    134. Montenegro: 10%
    135. Saint Helena: 10%
    136. Kirgistan: 10%
    137. Yaman: 10%
    138. Saint Vincent and Grenadines: 10%
    139. Niger: 10%
    140. Saint Lucia: 10%
    141. Nauru: 30%
    142. Guinea Khatulistiwa: 13%
    143. Iran: 10%
    144. Libya: 31%
    145. Samoa: 10%
    146. Guinea: 10%
    147. Timor Leste: 10%
    148. Monstserrat: 10%
    149. Chad: 13%
    150. Mali: 10%
    151. Sao Tome dan Príncipe: 10%
    152. Pulau Norfolk: 29%
    153. Gibraltar: 10%
    154. Tuvalu: 10%
    155. Teritori Inggris di Samudra Hindia: 10%
    156. Tokelau: 10%
    157. Guinea-Bissau: 10%
    158. Svalbard dan Jan Mayen: 10%
    159. Pulau Heard dan Kepulauan McDonald: 10%
    160. Réunion: 37%

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’4′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Donald Trump Kenakan Tarif 32 Persen terhadap Indonesia, Apa Dampak ke Ekonomi RI? – Page 3

    Donald Trump Kenakan Tarif 32 Persen terhadap Indonesia, Apa Dampak ke Ekonomi RI? – Page 3

    Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meningkatkan perang dagang global yang besar. Langkah tersebut akan berdampak terhadap masyarakat AS dan ekonomi AS ke dalam resesi.

    Mengutip CNN, Kamis (3/4/2025), pada Rabu, Donald Trump mengumumkan keadaan darurat ekonomi nasional dan mengumumkan tarif setidaknya 10 persen di semua negara. Bahkan tarif lebih tinggi untuk 60 negara yang dianggap sebagai “pelanggar terburuk”, menurut pejabat Gedung Putih.

    Salah satu tarif tertinggi sebesar 49 persen akan dikenakan kepada semua impor Kamboja, menurut poster yang dipajang Donald Trump dalam acara di Rose Garden pada Rabu pekan ini. Di antara tarif tarif timbal balik yang baru diumumkan lainnya adalah 46 persen untuk Vietnam, 34 persen untuk China dan 20 persen untuk Uni Eropa.

    Tarif timbal balik China akan dikenakan di atas tarif 20 persen yang telah diberlakukan Donald Trump sehingga total tarifnya menjadi 54 persen. Amerika Serikat impor barang senilai USD 439 miliar dari China tahun lalu, sumber impor teratas kedua setelah Meksiko.

    Kemudian mulai 2 Mei, tarif 54 persen juga akan diterapkan pada paket senilai kurang dari USD 800 yang dikirim ke Amerika Serikat dari China dan Hong Kong. Ini berarti warga AS yang memesan barang dari perusahaan yang berbasis di China, seperti AliExpress, Temu dan Shein harus membayar 54 persen lebih mahal.

    Barang yang dikenakan tarif sectoral, seperti baja dan aluminium dan mobil tidak akan dikenakan tarif timbal balik khusus negara tambahan. Namun, dalam kasus China, tarif sectoral akan berlaku di atas tarif 20 persen yang berlaku sebelum pengumuman Rabu pekan ini.

    Dalam kebanyakan kasus, Donald Trump menuturkan, tarif itu “setengah” dari tarif yang dikenakan negara lain dan blok perdagangan kepada AS jika memperhitungkan manipulasi mata uang dan hambatan perdagangan lainnya.

     

  • Tarif Baru Trump Bisa Berdampak ke IHSG-Nilai Rupiah

    Tarif Baru Trump Bisa Berdampak ke IHSG-Nilai Rupiah

    Jakarta

    Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono mewanti-wanti Pemerintah terkait dampak kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menaikkan nilai tarif baru atas impor yang masuk ke AS. Dave menyebut kebijakan Trump bisa berdampak pada kondisi Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG hingga nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

    Dave awalnya menjelaskan terkait kebijakan nila tarif baru AS. Dia menyebut Trump memutuskan itu karena melihat adanya trade surplus dari penjualan barang negara-negara lain, termasuk Indonesia, ke AS.

    “Untuk memahami perhitungan angka tarif ini, kita harus melihat background mengapa Pemerintah AS menerapkan tarif yang tinggi kepada seluruh trade partners mereka dari semua penjuru dunia. Presiden Trump melihat adalah trade surplus kepada Indonesia yang bernilai triliunan USD,” kata Dave saat dihubungi, Kamis (3/4/2025).

    Dave menyebut Indonesia harus bisa menyesuaikan diri atas kebijakan Trump ini. Menurutnya, Indonesia harus memperbaiki supply chain hingga SDA agar bisa memberikan produk terbaik dengan harga terjangkau ke pasar dunia.

    “Kita harus bisa menyesuaikan diri dengan memperbaiki chain supply, bea cukai export import, logistical cost, dan juga SDM serta pengelolaan SDA kita agar bisa tetap memberikan product yang terbaik dengan harga yang terjangkau bagi semua pasar di dunia,” ucapnya.

    Menurutnya, jika Indonesia tidak merespons dengan baik perang dagang ini. maka akan berdampak pada perekonomian. Ia menilai tarif baru AS ini bisa berdampak pada IHSG hingga nilai tukar rupiah.

    “Maka itu wajib bagi Pemerintah Indonesia melakukan kebijakan-kebijakan yang drastis agar tetap menaikan kepercayaan pasar kepada Indonesia. Dan juga kita menggunakan semua avenue yang ada secara diplomatis agar dapat merenegosiasi kembali tarif tersebut,” lanjutnya.

    Lebih lanjut, Dave menyebut sebetulnya kebijakan Trump ini juga akan merugikan AS. “Pastinya, kan yang akhirnya harus tanggung adalah konsumer akhir, jadi pasti akan berdampak juga kepada masyarakat AS,” imbuh dia.

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan ekonomi kami,” kata Trump saat mengumumkan langkah-langkah baru tersebut.

    Presiden mengatakan AS akan menggunakan uang yang dihasilkan dari tarif untuk “mengurangi pajak dan membayar utang nasional kami.”

    Trump kemudian mengangkat bagan besar berjudul ‘Tarif Timbal Balik’.

    Bagan yang diangkat Trump memiliki tiga kolom. Kolom pertama adalah daftar negara. Kemudian, kolom kedua merupakan besaran tarif yang dikenakan suatu negara terhadap barang-barang dari AS.

    Sedangkan kolom ketiga berisi tarif balasan yang dikenai AS terhadap negara itu.

    Bagan tersebut menampilkan tarif 10% untuk impor dari Inggris dan 20% untuk impor Uni Eropa.

    Indonesia muncul pada daftar tarif tersebut. Disebutkan bahwa Indonesia menerapkan tarif sebesar 64% untuk barang-barang dari AS.

    AS kemudian akan mengenakan tarif sebesar 32% terhadap barang-barang Indonesia yang dijual di AS.

    (maa/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Top 3 Tekno: WhatsApp Bisa Jadi Aplikasi Utama di iPhone untuk Telepon dan Chat Jadi Sorotan – Page 3

    Top 3 Tekno: WhatsApp Bisa Jadi Aplikasi Utama di iPhone untuk Telepon dan Chat Jadi Sorotan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pembaruan WhatsApp terkini memungkinkan pengguna bisa menjadikannya sebagai aplikasi utama untuk menelepon dan mengirim pesan di iPhone.

    Informasi ini menjadi sorotan para pembaca di kanal Tekno Liputan6.com, Rabu (2/4/2025) kemarin.

    Berita lain yang juga populer yaitu mengenai cara mematikan atau mengurangi kecerahan Always-On Display di iPhone.

    Lebih lengkapnya, simak tiga berita terpopuler di kanal Tekno Liputan6.com berikut ini.

    1. WhatsApp Kini Bisa Jadi Aplikasi Utama di iPhone untuk Telepon dan Chat

    Apple menghadirkan gebrakan baru lewat fitur yang ada di iOS 18.2, memungkinkan pengguna iPhone mengatur aplikasi pihak ketiga sebagai default untuk panggilan dan pesan.

    Mengutip 9to5mac, Rabu (2/4/2025), kini WhatsApp akhirnya merilis pembaruan yang mendukung fitur ini, jadi pengguna bisa menjadikannya sebagai aplikasi utama untuk menelepon dan mengirim pesan di iPhone.

    Seperti dilaporkan WABetaInfo, versi terbaru WhatsApp untuk iOS kini memungkinkan pengguna memilih aplikasi ini sebagai default.

    Artinya, ketika mengetuk nomor telepon, iPhone akan langsung menggunakan WhatsApp untuk menelepon, bukan aplikasi bawaan Phone dari iOS.

    Fitur ini awalnya dikembangkan sebagai bagian dari perubahan yang diwajibkan Uni Eropa. Namun, Apple akhirnya merilisnya untuk semua pengguna iPhone, tidak hanya di Eropa.

    Selain panggilan dan pesan, pengguna iPhone juga bisa mengatur aplikasi default lain untuk email, pemfilteran panggilan, browser, terjemahan, kata sandi, pembayaran (di wilayah tertentu), dan keyboard.

    Khusus di Uni Eropa, pengguna juga bisa mengganti aplikasi peta default. Fitur ini sudah mulai digulirkan untuk semua pengguna WhatsApp, bukan hanya versi beta.

    Pastikan kamu sudah memperbarui aplikasi ke versi terbaru di App Store untuk menikmati fitur ini.

    Baca selengkapnya di sini 

     

  • Mengenal Country Tariff dan Reciprocal Tariff, Kebijakan Trump yang Bikin Geger

    Mengenal Country Tariff dan Reciprocal Tariff, Kebijakan Trump yang Bikin Geger

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif timbal balik atau reciprocal tariff yang lebih tinggi bagi puluhan negara dalam konferensi pers pada 2 April 2025. 

    Kebijakan ini menetapkan bahwa semua negara akan dikenakan tarif setidaknya 10% ke depannya, sementara negara-negara yang dianggap memiliki hambatan tinggi terhadap barang-barang AS akan menghadapi tarif lebih besar.

    Lalu, apa itu tarif timbal balik atau reciprocal tariff?

    Melansir dari USA Today, Kamis (3/4/2025) tarif timbal balik adalah tarif yang bertujuan untuk mengatasi ketidakseimbangan perdagangan global dengan mengenakan tarif yang lebih tinggi pada barang-barang impor dari negara mitra dagang.

    Tarif ini sebagai bentuk ‘balas dendam’ terhadap kebijakan tarif negara lain yang dianggap merugikan Amerika Serikat.

    Tarif timbal balik ini mengacu pada pemberian tarif berdasarkan besaran tarif yang dikenakan negara mitra terhadap produk Amerika Serikat. 

    Sebagai contoh, dalam presentasi yang diadakan Trump menunjukkan bahwa barang-barang yang diimpor dari Tiongkok akan dikenakan tarif timbal balik sebesar 34%, sedangkan impor dari Uni Eropa akan dikenakan tarif 20%.

    Namun, cara Gedung Putih menghitung tarif yang dikenakan oleh negara lain terhadap AS belum sepenuhnya jelas. 

    Angka-angka tersebut dihasilkan oleh para ekonom di Council of Economic Advisers Trump, yang menggabungkan perhitungan mengenai manipulasi mata uang dan hambatan perdagangan dalam perhitungan tarif.

    Menurut Ryan Sweet, kepala ekonom AS di Oxford Economics, kebijakan tarif timbal balik ini jauh lebih agresif daripada yang diperkirakan oleh banyak ekonom dan pasar. 

    Meskipun kebijakan ini mungkin tidak langsung menyebabkan resesi, Sweet memperingatkan bahwa ekonomi AS akan merasakannya, dengan konsumen dan produsen yang terdampak oleh harga barang yang lebih tinggi.

    “Ini akan membuat ekonomi terpuruk, tetapi bukan pukulan telak. Saya tidak yakin ini akan menjamin resesi, tetapi ekonomi akan merasakannya. Konsumen akan merasakannya. Produsen akan merasakannya,” ujar Sweet. 

    Country Tariff

    Country tariff adalah tarif yang dikenakan oleh suatu negara pada barang impor berdasarkan kebijakan perdagangan nasionalnya. Tarif ini tidak bergantung pada tindakan negara lain, melainkan ditentukan secara sepihak oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu.

    Tujuan Country Tariff adalah untuk melindungi industri dalam negeri. Dengan menaikkan harga barang impor, produk lokal menjadi lebih kompetitif.

    Tarif juga berfungsi sebagai sumber pendapatan bagi pemerintah dan untuk membatasi impor barang tertentu.

  • Korsel Kena Tarif Jumbo 25% dari AS, Pemimpin Sementara Umumkan Langkah Penanganan

    Korsel Kena Tarif Jumbo 25% dari AS, Pemimpin Sementara Umumkan Langkah Penanganan

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden sementara Korea Selatan Han Duck-soo mendesak para pejabat untuk terlibat aktif dalam negosiasi dengan Amerika Serikat setelah Presiden Donald Trump mengumumkan tarif jumbo pada mitra dagangnya termasuk wilayahnya. 

    Hal tersebut dia ungkapkan kepada para pejabat pemerintahan Korea Selatan dalam sebuah pertemuan yang diadakan pada Kamis (3/4/2025) waktu setempat tak lama setelah pengumuman tarif Trump.

    “Ini adalah situasi yang sangat serius di mana perang tarif global telah menjadi kenyataan. Pemerintah harus mengerahkan semua kemampuannya untuk mengatasi krisis perdagangan,” kata Han dikutip dari Bloomberg.

    Korea Selatan termasuk di antara negara-negara yang terkena tarif yang lebih besar sebesar 25%, bersama dengan Jepang sebesar 24%, India sebesar 26% dan Kamboja sebesar 49%.

    Trump mengatakan pada hari Rabu di Washington bahwa ia akan menerapkan tarif minimum 10% pada semua impor ke AS dan mengenakan bea masuk tambahan pada sekitar 60 negara dengan ketidakseimbangan perdagangan terbesar dengan AS.

    Itu termasuk tarif yang jauh lebih tinggi pada beberapa mitra dagang terbesar negara itu, seperti China — yang sekarang menghadapi tarif setidaknya 54% pada banyak barang — Uni Eropa dan Vietnam.

    Eks Menteri Perdagangan Korea Selatan Yeo Han-koo menyebut dibandingkan dengan negara-negara lain, Korea Selatan diperlakukan tidak adil dengan tarif impor dari Amerika tersebut.

    “Menurut saya, harus ada proses di mana kedua negara duduk bersama dan menghasilkan kondisi yang lebih menguntungkan,” katanya.

    Korea Selatan termasuk negara yang paling rentan terhadap kebijakan proteksionis karena ekonominya sangat bergantung pada pendapatan dari luar negeri. Risiko perdagangan semakin menghambat kemampuan Seoul untuk mengatasi krisis.

    Di sisi lain, Korea Selatan juga masih terguncang oleh dampak buruk dari deklarasi darurat militer yang berlaku singkat oleh Presiden Yoon Suk Yeol pada bulan Desember.

    Setelah berbulan-bulan ketidakpastian politik, Mahkamah Konstitusi akan mengumumkan pada Jumat (4/4/2025) apakah Yoon akan digulingkan secara permanen dari jabatannya atau dikembalikan ke tampuk kekuasaan sebagai presiden negara tersebut. 

    Perjudian politik Yoon telah membuat ekonomi terbesar keempat di Asia tersebut tidak memiliki arah kebijakan yang jelas sementara negara-negara lain berjuang untuk menghadapi kampanye tarif Trump. 

    Gedung Putih AS menyebut, tarif baru akan berlaku setelah tengah malam pada Sabtu (5/4/2025) dan bea masuk yang lebih tinggi akan berlaku pada pukul 12:01 dini hari pada 9 April. 

  • Ekonom dan IMF Wanti-wanti Dampak Tarif Impor Trump, Resesi Global di Depan Mata?

    Ekonom dan IMF Wanti-wanti Dampak Tarif Impor Trump, Resesi Global di Depan Mata?

    Bisnis.com, JAKARTA – Langkah kontroversial Presiden AS Donald Trump yang mengumumkan tarif impor terbaru ke Amerika Serikat pada Rabu sore (2/4/2025) semakin menambah ketidakpastian ekonomi global yang baru saja pulih dari lonjakan inflasi pascapandemi Covid-19. 

    Kebijakan Trump terkait penetapan tarif minimum dan tarif resiprokal untuk negara-negara mitra dagang AS dapat menjadi titik balik bagi sistem global yang hingga saat ini telah menerima kontribusi kekuatan dan keandalan Amerika sebagai komponen terbesarnya.

    “Tarif impor Trump membawa risiko menghancurkan tatanan perdagangan bebas global yang telah dipelopori oleh AS sendiri sejak Perang Dunia Kedua,” kata Takahide Kiuchi, kepala ekonom di Nomura Research Institute dilansir dari Reuters, Kamis (3/4/2025). 

    Dia memprediksi dampak atas aturan tarif impor AS akan terjadi dalam beberapa bulan mendatang. Inflasi atau kenaikan harga, diikuti dengan penurunan permintaan konsumen, merupakan konsekuensi atas pungutan baru yang diterapkan pada ribuan barang yang dibeli dan dijual oleh konsumen dan bisnis di seluruh dunia. 

    Antonio Fatas, ekonom makro di sekolah bisnis INSEAD di Prancis bahkan melihat keputusan tarif impor Trump sebagai pergeseran ekonomi AS dan global menuju kinerja yang lebih buruk.

    “Lebih banyak ketidakpastian dan mungkin menuju sesuatu yang dapat kita sebut sebagai resesi global. Kita bergerak menuju dunia yang lebih buruk bagi semua orang karena lebih tidak efisien,” kata Fatas, yang pernah menjadi konsultan untuk Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia itu. 

    Berbicara di Rose Garden, Gedung Putih pada Rabu Sore (2/4/2025), Trump mengatakan dia akan mengenakan tarif dasar 10% pada semua barang impor yang masuk ke AS.

    Dalam kesempatan tersebut, Trump juga menunjukkan bagan yang berisi daftar negara mitra dagang terbesar AS yang menerima bea masuk lebih tinggi, antara lain China 34%, Uni Eropa 20%, Vietnam 46%, dan Indonesia 32%.

    Tarif mobil dan suku cadang mobil sebesar 25% telah dikonfirmasi sebelumnya. Trump mengatakan tarif tersebut akan mengembalikan kemampuan manufaktur yang sangat penting secara strategis ke Amerika Serikat.

    Olu Sonola, kepala penelitian ekonomi AS di Fitch Ratings menuturkan di bawah pungutan global baru yang dikenakan oleh Trump, tarif AS pada semua produk impor melonjak menjadi 22%, tarif yang terakhir terlihat sekitar tahun 1910, dari hanya 2,5% pada 2024. 

    “Ini adalah game changer, tidak hanya untuk ekonomi AS tetapi juga untuk ekonomi global,” kata Sonola. “Banyak negara kemungkinan akan berakhir dalam resesi.”

    Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan dalam acara Reuters minggu ini bahwa ia tidak melihat adanya resesi global untuk saat ini. Dia menambahkan bahwa Dana tersebut memperkirakan akan segera melakukan “koreksi” kecil terhadap perkiraan pertumbuhan global 3,3% pada 2025.

    Namun dampaknya terhadap ekonomi nasional akan sangat berbeda, mengingat spektrum tarif yang berkisar dari 10% untuk Inggris, 34% untuk China, hingga 49% untuk Kamboja.

    Jika hasilnya adalah perang dagang yang lebih luas, hal itu akan berdampak lebih besar bagi produsen seperti China, yang akan terus mencari pasar baru dalam menghadapi permintaan konsumen yang menurun di seluruh dunia.

    “Dan jika tarif impor mendorong AS sendiri menuju resesi, hal itu akan sangat membebani negara-negara berkembang yang peruntungannya terkait erat dengan perekonomian terbesar di dunia,” kata Kristalina.

  • Menanti Respons Prabowo usai RI Jadi Korban Tarif Trump 32%

    Menanti Respons Prabowo usai RI Jadi Korban Tarif Trump 32%

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menabuh merapkan tarif balasan atau fair reciprocal tariff terhadap sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia. Trump bahkan mengenakan tarif sebesar 32% terhadap impor barang dari Indonesia. 

    Episode ‘perang tarif” Trump itu memicu keresahan global. Bagi Indonesia, langkah ini bisa menambah sentimen negatif terhadap perekonomian Indonesia yang sedang mengalami anomali. Respons pemerintah-pun sangat dinantikan untuk meredam dampak negatif kebijakan Trump.

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita,” ujar Trump di Gedung Putih, Rabu (2/4/2025) waktu setempat. 

    Trump sejak menjabat sebagai Presiden AS pada periode pertama, memang dikenal sebagai pengusung konservatisme yang sangat populis dan proteksionis. Dia menaruh kepentingan AS di atas segalanya. Namun demikian, kebijakan-kebijakan Trump yang cenderung protektif, memicu ‘ketidakstabilan’ di level global. 

    Dalam catatan Bisnis, AS selama beberapa dasawarsa terakhir adalah mitra dagang utama Indonesia. Salah satu negara tujuan ekspor. Produk-produk manufaktur hingga pruduk kayu mengalir deras ke sana. Alhasil, neraca perdagangan RI – AS selalu surplus selama 4 tahun belakangan.

    BPS mencatat bahwa pada tahun 2021, surplus neraca perdagangan antara Indonesia dengan AS mencapai US$14,5 miliar. Tahun 2022, terjadi lonjakan surplus hingga mencapai US$16,5 miliar. Namun pada tahun 2023, surplus negara perdagangan Indonesia dengan AS menyusut menjadi US$11,9 miliar.

    Pada tahun 2024, data sampai Desember, ekspor nonmigas Indonesia ke AS tercatat mencapai US$26,3 miliar. Sementara impor non-migas dari AS hanya di angka mencapai US$9,6 miliar.  Surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap AS mencapai angka di kisaran US$16,85 miliar.

    Sementara itu, jika mengacu data dari United States Trade Representative (USTR), perdagangan barang antara AS dengan Indonesia diperkirakan mencapai $38,3 miliar pada tahun 2024. Ekspor barang AS ke Indonesia pada tahun 2024 sebesar $10,2 miliar, naik 3,7 persen ($364 juta) dari tahun 2023.

    Impor barang AS dari Indonesia mencapai $28,1 miliar pada tahun 2024, naik 4,8 persen ($1,3 miliar) dari tahun 2023. Defisit perdagangan barang AS dengan Indonesia sebesar $17,9 miliar pada tahun 2024, meningkat 5,4 persen ($923 juta) dari tahun 2023.

    Pengenaan tarif 32% di tengah posisi strategis AS sebagai salah satu mitra dagang utama Indonesia, tentu menjadi tantangan bagi Indonesia. Apalagi, dari sisi domestik, Indonesia sedang menghadapi sejumlah guncangan. Kurs dolar terus terjun bebas, IHSG jeblok, hingga yang paling banyak disorot adalah maraknya pemutusan hubungan kerja alias PHK di sektor padat karya. 

    Adapun, Trump memandang Indonesia dan sejumlah negara lainnya tidak adil terhadap produk dan barang AS. Khusus soal Indonesia, demikian dikutip dari laman resmi Gedung Putih, Trump menyebut pemerintah telah mengenakan tarif yang lebih tinggi untuk etanol dibanding Amerika Serikat yang hanya 2,5%.

    Trump juga menyoroti sejumlah kebijakan pemerintah Indonesia seperti persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan kewajiban perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai $250.000 atau lebih, sebagai pertimbangan untuk menerapkan tarif balasan.

    “Presiden Trump melawan keduanya melalui tarif timbal balik untuk melindungi pekerja dan industri Amerika dari praktik tidak adil ini.”

    Apa Langkah Pemerintah RI?

    Sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah RI terkait kebijakan baru Trump. Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengharapkan Indonesia tidak terdampak kebijakan tarif perdagangan Trump.

    Budi mengatakan, alih-alih mengambil tindakan seperti yang dilakukan Kanada dan Uni Eropa, Indonesia berupaya agar AS tetap menjaga hubungan dagang dengan Negeri Paman Sam tersebut.

    “Kalau kita lihat respons dan tindakan negara mitra AS saling balas membalas. Kita sebenarnya enggak ingin begitu, tetapi kita ingin berteman saja bagaimana supaya mereka tetap menerima pasar kita,” kata Budi saat berkunjung ke Wisma Bisnis Indonesia, Selasa (25/3/2025).

    Untuk itu, pemerintah Indonesia telah menyiapkan berbagai upaya agar tidak terdampak kebijakan Trump. Diantaranya, dialog strategis Indonesia-AS sebagai platform kerja sama ekonomi dan diplomasi perdagangan.

    Selain itu, memperkuat komunikasi dan lobi strategis melalui utusan khusus, eksplorasi perjanjian dagang terbatas untuk pengurangan tarif dan penyelesaian isu non tarif yang menjadi kepentingan kedua negara.

    Pemerintah juga berencana mere-aktivasi dan memperbaharui Indonesia-US Trade and Investment Frame Agreement (Indonesia-US TIFA) yang dibentuk pada 1966, serta memperkuat kerja sama investasi di berbagai sektor strategis.

    Tak Terlalu Berdampak?

    Sementara itu, peneliti senior Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan menilai pemerintah tidak perlu terlalu mengkhawatirkan dampak penerapan tarif perdagangan secara timbal-balik oleh Amerika Serikat terhadap negara lain.

    Deni menjelaskan rencana penerapan fair reciprocal tariff oleh Trump merupakan kebijakan yang lazim dan sesuai dengan ketentuan tarif most favored nation (MFN) yang berlaku secara multilateral.

    Intinya, dasar pengenaan fair reciprocal tariff adalah tarif yang dikenakan oleh Indonesia terhadap produk dari AS.

    “Jadi dari sisi ini harusnya tidak akan ada perubahan tarif yang signifikan oleh AS terhadap produk-produk Indonesia,” ujar Deni kepada Bisnis.com, dikutip Rabu (2/4/2025).

    Menurutnya, yang perlu dikhawatirkan bukan penerapan fair reciprocal tariff tetapi penerapan tambahan tarif sebesar 10%—20% untuk semua barang yang masuk ke AS. Masalahnya, Indonesia merupakan negara peringkat ke-15 yang memiliki surplus perdagangan dengan AS.

    Memang menurut Washington Post, para ajudan Trump sedang mempertimbangkan rencana yang akan menaikkan bea masuk atas produk sekitar 20% dari hampir semua negara—bukan menargetkan negara atau produk tertentu.

    Selain itu, Deni khawatir apabila AS meninjau atau merubah fasilitas generalized system of preferences (GSP) ke Indonesia seperti yang sudah terjadi kepada India dan Turki

    “Ini dampaknya bisa signifikan karena pada 2023, US$3,56 miliar ekspor Indonesia itu memanfaatkan skema GSP ini,” jelasnya.

  • Trump Umumkan Tarif Baru AS Terhadap Sejumlah Negara, Indonesia Kena 32%

    Trump Umumkan Tarif Baru AS Terhadap Sejumlah Negara, Indonesia Kena 32%

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan tarif baru sebesar 10% pada hampir semua barang impor yang masuk ke AS. Di samping itu, Trump memberlakukan ‘Tarif Timbal Balik’ terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia.

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan ekonomi kami,” kata Trump saat mengumumkan langkah-langkah baru tersebut.

    Presiden mengatakan AS akan menggunakan uang yang dihasilkan dari tarif untuk “mengurangi pajak dan membayar utang nasional kami.”

    Trump kemudian mengangkat bagan besar berjudul ‘Tarif Timbal Balik’.

    Bagan yang diangkat Trump memiliki tiga kolom. Kolom pertama adalah daftar negara. Kemudian, kolom kedua merupakan besaran tarif yang dikenakan suatu negara terhadap barang-barang dari AS.

    Sedangkan kolom ketiga berisi tarif balasan yang dikenai AS terhadap negara itu.

    Bagan tersebut menampilkan tarif 10% untuk impor dari Inggris dan 20% untuk impor Uni Eropa.

    Bagaimana dengan Indonesia?

    AS kemudian akan mengenakan tarif sebesar 32% terhadap barang-barang Indonesia yang dijual di AS.

    “Mereka mengenakan biaya kepada kami, kami mengenakan biaya kepada mereka. Bagaimana mungkin ada orang yang marah?” katanya.

    Trump secara spesifik menunjuk China dan Uni Eropa. “Mereka menipu kami. Sungguh menyedihkan melihatnya. Sungguh menyedihkan.”

    Trump mengatakan negara-negara lain telah memperlakukan AS “dengan buruk” karena mengenakan tarif yang tidak proporsional pada impor AS yang ia sebut sebagai “kecurangan”.

    Sebagai balasannya, kata Trump, AS akan mengenakan tarif kepada negara-negara lain “kira-kira setengah” dari tarif yang mereka kenakan kepada AS.

    “Jadi, tarif tersebut tidak akan berlaku secara timbal balik. Saya bisa saja melakukan itu, ya, tetapi akan sulit bagi banyak negara,” kata Trump.

    “Kami tidak ingin melakukan itu.”

    Trump mengatakan dalam hal perdagangan, terkadang “kawan (lebih) buruk daripada lawan”.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Dia mengatakan bahwa lebih dari 80% mobil buatan Korea Selatan dijual di Korea Selatan, dan lebih dari 90% mobil yang dijual di Jepang dibuat di Jepang. Adapun mobil buatan AS hanya mewakili sebagian kecil di negara-negara tersebut.

    “Ford menjual sangat sedikit” di negara-negara lain, kata Trump. Menurutnya, ketidakseimbangan ini telah “menghancurkan” industri AS.

    “Itulah sebabnya efektif mulai tengah malam kami akan mengenakan tarif 25% pada semua mobil buatan luar negeri,” kata Trump.

    Kapan jadwal pemberlakuan tarif baru?

    Trump telah mengumumkan serangkaian tarif baru yang mencakup tarif dasar untuk semua negara serta tarif tambahan dengan besaran bervariasi untuk setiap negara.

    Kapan tarif ini akan diberlakukan?

    3 April, 00:00 waktu AS bagian timur (3 April, 13.00 WIB) tarif 25% untuk semua mobil buatan luar negeri

    5 April 12:01 (5 April, 13:01 WIB) tarif dasar 10% untuk semua negara

    9 April 12:01 (9 April, 13:01 WIB) tarif timbal balik yang lebih tinggi

    Ancaman terbaru

    Pada Minggu (30/03), Trump mengancam akan mengenakan tarif sekunder pada negara-negara yang membeli minyak Rusia, jika Presiden Rusia Vladimir Putin tidak menyetujui gencatan senjata dengan Ukraina, katanya kepada NBC News.

    “Jika Rusia dan saya tidak dapat membuat kesepakatan untuk menghentikan pertumpahan darah di Ukraina, dan jika saya pikir itu adalah kesalahan Rusia… saya akan mengenakan tarif sekunder pada minyak, pada semua minyak yang keluar dari Rusia,” kata Trump.

    Imbas dari pernyataan Trump, terjadi penurunan tajam di pasar saham seluruh Asia dan Eropa pada Senin (31/03), menjelang penerapan tarif yang dia usulkan pada Rabu (02/04).

    Apa saja tarif yang sudah diumumkan AS?

    Tarif untuk suku cadang mobil akan mulai berlaku pada Mei atau sesudahnya, kata Trump.

    Adapun AS mengimpor sekitar delapan juta mobil per tahun, dengan nilai US$ 240 miliar.

    AS mengenakan tarif sebesar 25% untuk barang dari Kanada dan Meksiko pada tanggal 4 Maret, dengan tarif sebesar 10% untuk impor energi dari Kanada.

    Baca juga:

    Namun, kendaraan bermotor dan suku cadang kendaraan bermotor yang dibuat sesuai dengan perjanjian perdagangan bebas AS-Meksiko-Kanada (USMCA) dikecualikan dari pengenaan tarif ini, hingga pejabat bea cukai AS merancang sistem untuk mengenakan bea masuk.

    Gedung Putih mengatakan tarif terhadap Kanada dan Meksiko dimaksudkan untuk membujuk pemerintah mereka agar menghentikan migran ilegal dan fentanil (obat opioid yang dibuat secara ilegal) ke AS.

    Sebelumnya, pada 4 Februari, AS mengenakan tarif menyeluruh sebesar 10% terhadap barang-barang dari China, yang kemudian dinaikkan menjadi 20% pada 4 Maret.

    Getty ImagesPresiden China Xi Jinping (kiri) dan Presiden AS Donald Trump (kanan).

    Kendati begitu, impor barang dengan nilai kurang dari US$ 800 dikecualikan.

    China kemudian merespons kebijakan tarif Trump dengan mengenakan pajak 10-15% atas barang-barang dari AS seperti produk pertanian.

    Sementara itu Kanada telah membalas dengan mengenakan tarif atas impor AS senilai lebih dari US$ 40 miliar.

    Adapun Meksiko menunda penerapan tarif balasan.

    Pada 12 Maret silam, AS memperkenalkan pengenaan tarif sebesar 25% terhadap impor baja dan alumunium dari semua negara di seluruh dunia.

    Pengenaan tarif ini secara khusus berdampak pada Kanada, Brazil, Meksiko, Korea Selatan, Vietnam dan Jepang, yang merupakan eksportir logam terbesar ke AS.

    Uni Eropa kemudian membalas dengan mengenakan tarif pada barang-barang AS senilai US$ 28 miliar mulai 1 April, termasuk kapal, wiski bourbon, dan sepeda motor.

    Pada 25 Maret, AS mengenakan tarif sebesar 25% pada semua barang dari negara-negara yang membeli minyak dari Venezuela.

    Gedung Putih mengatakan bahwa hal ini dilakukan untuk menekan pemerintah “korup” negara tersebut dan memaksanya untuk menindak tegas geng-geng Venezuela seperti Tren de Aragua, yang katanya aktif di AS.

    Sebuah organisasi penelitian, Moody’s Analytics, mencatat tarif saat ini mencakup barang senilai US$ 1,4 triliun dan telah mendorong tarif rata-rata AS untuk barang-barang impor dari 3% menjadi 10%tingkat tertinggi sejak Perang Dunia Kedua.

    Negara mana saja yang akan dikenai tarif baru pada 2 April? Akankah Indonesia terdampak?

    Trump berulang kali menyebut 2 April sebagai “Hari Pembebasan”.

    “Tanggal 2 April adalah Hari Pembebasan di Amerika!!!” tulisnya baru-baru ini di Truth Social.

    “Selama puluhan tahun kita telah ditipu dan dilecehkan oleh setiap negara di Dunia, baik kawan maupun lawan,” ujar Trump kemudian.

    “Sekarang akhirnya tiba saatnya bagi Amerika Serikat untuk mendapatkan sebagian dari UANG itu, dan RASA HORMAT, KEMBALI. TUHAN MEMBERKATI AMERIKA!!!”

    Getty ImagesDonald Trump menjanjikan tarif yang luas saat kampanye Pilpres AS 2024 silam

    Dalam kampanye Pilpres AS 2024 lalu, Trump kerap berbicara tentang pengenaan tarif sebesar 10% atau 20% pada barang-barang dari semua negara yang memasuki AS.

    Baru-baru ini ia berbicara tentang penerapan tarif “timbal balik”yang menyamakan tarif yang dikenakan negara lain pada ekspor AS dengan dasar “mereka mengenakan tarif kepada kami, kami mengenakan tarif kepada mereka”.

    Namun, dalam wawancara dengan saluran televisi Newsmax pada 24 Maret, Trump mengatakan akan melonggarkan rencana penerapan tarif ini, dengan mengatakan bahwa dia “mungkin akan memberikan keringanan kepada banyak negara”.

    Baca juga:

    “Kami mungkin akan menerima tarif yang lebih rendah dari yang mereka tetapkan karena mereka telah menagih kami begitu banyak, saya rasa mereka tidak akan sanggup menerimanya,” katanya, dan menambahkan bahwa beberapa negara mungkin akan terhindar sama sekali.

    Selain itu, dia mengatakan akan membatalkan rencana untuk mengenakan tarif pada negara-negara yang mengenakan Pajak Pertambahan Nilai pada barang, menurut laporan CNBC yang mengutip Gedung Putih.

    Direktur Dewan Ekonomi Nasional AS, Kevin Hassett, menambahkan: “Salah satu hal yang kami lihat dari pasar adalah mereka mengharapkan… tarif yang sangat besar ini pada setiap negara… Hanya beberapa negara, dan negara-negara tersebut akan dikenakan beberapa tarif.”

    Getty ImagesMenteri Keuangan AS Scott Bessent mengisyaratkan tarif mungkin difokuskan pada sejumlah negara

    Pemerintahan Trump belum mengonfirmasi negara mana yang akan terkena dampak.

    Pada Minggu (31/04), Trump mengatakan tarif baru dapat berlaku untuk “semua negara”.

    Namun, masih belum jelas sejauh mana tarif akan diterapkan.

    Bulan lalu, Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan upaya difokuskan pada “Dirty 15”, yaitu 15% negara yang mengekspor lebih banyak barang ke AS ketimbang yang mereka impor dari AS serta mengenakan tarif atau aturan lain yang merugikan perusahaan AS.

    Kantor Perwakilan Dagang AS, saat bersiap menyusun rekomendasi, mengidentifikasi negara-negara yang “sangat diminati”.

    Negara-negara tersebut adalah Argentina, Australia, Brasil, Kanada, Tiongkok, Uni Eropa, India, Jepang, Korea, Malaysia, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Swiss, Taiwan, Thailand, Turki, Inggris, Vietnam, dan Indonesia.

    Selain mengenakan pajak pada mobil impor, Trump juga baru-baru ini mengancam akan mengenakan tarif pada produk farmasi dan chip komputer asing, menurut laporan sejumlah media.

    Mengapa Trump mengenakan tarif?

    Presiden Trump telah menjadikan tarif sebagai landasan utama strategi ekonominya.

    Ia memulihkan neraca perdagangan Amerika, mengurangi kesenjangan antara seberapa banyak AS membeli dari negara lain dan seberapa banyak AS menjual kepada negara lain.

    Pada 2024 silam, AS mengalami defisit perdagangan lebih dari US$ 900 miliar.

    Pada 4 Maret, Presiden Trump mengatakan kepada Kongres AS: “Kami telah ditipu selama beberapa dekade oleh hampir setiap negara di Bumi, dan kami tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.”

    Trump mengatakan bahwa dalam jangka waktu panjang, pengenaan tarif terhadap produk impor ini akan meningkatkan industri manufaktur AS, melindungi lapangan kerja, meningkatkan pendapatan pajak, dan memacu pertumbuhan ekonomi.

    Dia menyebut tarif akan meningkatkan pendapatan pemerintah dalam jumlah yang “cukup besar”.

    Getty ImagesPabrik mobil Meksiko sebagian besar mengekspor ke AS dan mungkin akan sangat dirugikan oleh tarif.

    Trump juga mengatakan tarif akan mendorong perusahaan asing untuk membuat produk di AS.

    Ia mengumumkan pada 24 Maret silam bahwa produsen mobil Korea Selatan, Hyundai, menginvestasikan US$ 21 miliar di AS.

    Trump juga mengklaim tarif telah membuat produsen mobil itu memindahkan operasinya ke AS.

    Penasihat perdagangan utama Trump, Pete Navarro, baru-baru ini mengatakan bahwa tarif akan mendatangkan pendapatan besar dan menciptakan lapangan kerja.

    Pajak atas semua impor mobil dapat meningkatkan pendapatan negara sebesar US$ 100 miliar per tahun, kata Navarro.

    Sementara untuk semua yang direncanakan, dapat meningkatkan pendapatan negara US$ 600 miliar per tahun, sekitar seperlima dari nilai total impor barang ke AS, tambahnya.

    Dokumen yang dirilis Gedung Putih pekan lalu menunjukkan tarif 10% pada setiap impor dapat menciptakan hampir tiga juta pekerjaan di AS.

    Bagaimana tarif akan memengaruhi AS dan negara lain?

    Para ekonom memperingatkan tarif akan menaikkan harga bagi konsumen AS dan menaikkan biaya produksi bagi perusahaan-perusahaan AS dengan membuat komponen impor menjadi lebih mahal.

    Mereka juga memperingatkan bahwa tarif balasan dari negara-negara lain akan merugikan eksportir AS.

    Moody’s Analytics mengatakan tarif akan mengurangi pertumbuhan ekonomi AS sebesar 0,6% selama beberapa tahun mendatang, dan akan menyebabkan hilangnya 250.000 pekerjaan.

    Dikatakan bahwa Kanada dan Meksiko yang sangat bergantung pada AS sebagai pasar untuk ekspor mereka akan “menderita lebih banyak dan tidak mungkin terhindar dari resesi”.

    Lihat juga Video ‘Trump Bakal Kurangi Tarif ke China Demi ByteDance Jual TikTok’:

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Harga Emas Dekati Rekor Tertinggi seusai Trump Umumkan Tarif Impor

    Harga Emas Dekati Rekor Tertinggi seusai Trump Umumkan Tarif Impor

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga emas dunia terus menguat mendekati level tertinggi pada Rabu (2/4/2025), didorong oleh meningkatnya permintaan terhadap safe-haven. Kondisi ini terjadi seusai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif timbal balik yang semakin memperburuk perang dagang.

    Dikutip dari Reuters, harga emas spot menguat 0,6% ke level US$ 3.129,46 per troy ons. Kontrak berjangka emas AS juga naik 0,6% mencapai US$ 3.166,20 per troy ons.

    “Tarif timbal balik Donald Trump jauh lebih agresif dari yang diperkirakan, yang dapat melemahkan dolar dan memicu aksi jual di pasar aset,” kata Tai Wong, seorang pedagang logam independen.

    Menurutnya, prospek harga emas sangat positif dengan target jangka pendek menyentuh level US$ 3.200. Ketidakpastian negosiasi diyakini akan membuat pasar tetap volatil dalam jangka pendek.

    Trump mengumumkan akan memberlakukan tarif dasar 10% untuk semua impor ke AS, serta tarif yang lebih tinggi bagi beberapa mitra dagang utama. Bahkan China dikenakan tarif 34% dan Uni Eropa 20%.

    Sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian politik dan ekonomi, harga emas telah melonjak lebih dari US$ 500 sepanjang 2025 dan mencapai rekor tertinggi US$ 3.148,88 pada Selasa (1/4/2025).

    “Apabila harga emas berhasil menembus level resistensi pada level US$ 3.147 atau US$ 3.149, ini akan membuka peluang menuju US$ 3.200 dan semakin memperkuat prospek bullish dengan target berikutnya di level US$ 3.300 sampai US$ 3.500,” ujar Peter Grant, wakil presiden dan ahli strategi logam senior di Zaner Metals.