Negara: Uni Eropa

  • Indonesia Kena Tarif Impor 32% dari Trump, Bagaimana Nasib Sawit RI?

    Indonesia Kena Tarif Impor 32% dari Trump, Bagaimana Nasib Sawit RI?

    Jakarta, CNBC Indonesia Kebijakan tarif tinggi dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan jadi pukulan keras bagi Indonesia yang dikenakan bea masuk sebesar 32% untuk produk ekspor, termasuk minyak sawit mentah (CPO). Para petani dan pelaku industri sawit dalam negeri pun mulai was-was dengan dampaknya, terutama terhadap keberlangsungan harga dan penyerapan tandan buah segar (TBS) dari petani.

    Dewan Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto menilai langkah Trump bukan sekadar proteksi ekonomi, tetapi bagian dari strategi yang lebih kompleks. Ia melihat kebijakan tarif ini berkaitan dengan kepatuhan negara-negara terhadap regulasi dan jejak produksi (traceability).

    “Saya dengar di media, banyak negara-negara pengekspor barang ke AS melanggar beberapa aturan dan kemudian mereka dikenakan tarif tinggi. Jika begini polanya, bisa dipertanyakan soal kualitas kepatuhan hukum pada barang-barang kita yang masuk ke Amerika sehingga dikenakan 32%,” kata Darto kepada CNBC Indonesia, Jumat (4/4/2025).

    Berdasarkan data SPKS, ekspor CPO Indonesia ke AS pada tahun 2024 mencapai 1,4 juta ton. Namun, pada Januari 2025 saja, ekspor sudah turun 20% dibanding Januari tahun sebelumnya, padahal saat itu kebijakan tarif baru masih sebatas rumor.

    Sejalan dengan kebijakan tarif Trump, Darto menyebut persoalan ekonomi AS akan berdampak kepada Indonesia. “Dulu waktu krisis Lehman Brothers tahun 2008, harga sawit anjlok sampai Rp100 per kilogram (kg). Saya masih ingat, anak-anak petani putus kuliah, makan pakai raskin, ada yang sampai masuk rumah sakit jiwa. Jadi kalau AS terguncang, kita kena juga,” kenangnya.

    Yang membuat kondisi makin rumit, pemerintah Indonesia justru memberlakukan tarif ekspor, seperti Pungutan Ekspor (PE) dan tarif Bea Keluar (BK) sawit sebesar US$ 170 per metrik ton. Ini dianggap semakin membebani petani dan pelaku usaha sawit, terutama di tengah pasar global yang mulai menyempit.

    “Boleh saja kita dorong Biodiesel 40%. Tapi ingat, harga jual CPO di luar negeri masih bagus. Kalau pasar ekspor dipersempit, tapi domestik juga belum siap, ya dampaknya balik lagi ke petani,” terang dia.

    Efisiensi Bukan Solusi, Harga TBS Bisa Terjun Bebas

    Menurut Darto, kebijakan efisiensi seperti mengurangi pupuk, jam kerja, hingga herbisida bukanlah solusi jangka panjang. Sebab, produksi akan turun dan merugikan pelaku usaha sendiri. Justru yang paling dikhawatirkan adalah jika perusahaan sawit mulai menolak atau membatasi pembelian TBS dari petani swadaya.

    “Kalau mereka cuma tampung minyak sawit dari pabrik tanpa kebun dan beli TBS dengan harga minimal, ya gawat. Petani bisa bangkrut,” tegasnya.

    Darto menilai Indonesia tidak bisa pasrah begitu saja. Pemerintah harus aktif melobi pasar baru dan menyesuaikan diri dengan standar keberlanjutan global seperti EUDR (European Union Deforestation Regulation) yang akan berlaku mulai 2026. Ia juga mendesak agar pemerintah menurunkan tarif PE dan BK, serta memperkuat kepastian hukum untuk iklim usaha yang sehat.

    “Solusinya? Tantangi Uni Eropa, wajibkan compliance, tapi juga bangun petani kita. Jangan lupa, kita perlu badan sawit nasional yang independen, bukan seperti Danantara yang dikangkangi,” ujar Darto.

    Ia menambahkan, pembenahan regulasi dan tata kelola sektor sawit di dalam negeri juga sangat mendesak. Terutama untuk menghindari korupsi dan mempercepat pengambilan keputusan strategis.

    “Kementerian-kementerian yang ngurus sawit kebanyakan tumpang tindih. Harus dirampingkan supaya lebih efektif. Ini penting untuk masa depan sawit Indonesia,” pungkasnya.

    (hsy/hsy)

  • Pasar AS Tertutup, Pengusaha Sepatu Desak Pemerintah Lakukan Ini

    Pasar AS Tertutup, Pengusaha Sepatu Desak Pemerintah Lakukan Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Industri alas kaki nasional tengah menghadapi ancaman serius menyusul kebijakan tarif baru dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Melalui Perintah Eksekutif terbaru, AS akan menerapkan tarif bea masuk tambahan sebesar 10%, yang akan berlaku mulai 5 April 2025. Khusus untuk Indonesia, tarif tambahan mencapai 32%, sehingga total bea masuk produk alas kaki Indonesia ke AS menjadi 42%, efektif 9 April 2025.

    Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Eddy Widjanarko menyatakan kekhawatirannya terhadap dampak kebijakan tersebut terhadap ekspor sepatu nasional.

    “AS adalah pasar ekspor alas kaki terbesar bagi Indonesia. Tarif baru ini jelas akan memberikan tekanan besar terhadap daya saing produk kita,” kata Eddy dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (4/4/2025).

    Eddy menjelaskan, ekspor alas kaki Indonesia ke AS sempat menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun. Pada 2020, nilai ekspor tercatat sebesar US$ 1,38 miliar, naik menjadi US$ 2,61 miliar pada 2022. Meski sempat turun 26% pada tahun 2023, ekspor kembali meningkat sebesar 24% pada 2024 dengan nilai mencapai US$ 2,39 miliar.

    Namun, tambahan tarif hingga 42% dinilai akan menjadi pukulan berat bagi industri padat karya ini.

    “Kemampuan anggota Aprisindo perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan ini. Beban biaya jelas akan meningkat dan bisa berdampak pada pemangkasan produksi bahkan tenaga kerja,” ujarnya.

    Sebagai solusi, Aprisindo mendorong pemerintah untuk mempercepat penyelesaian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang telah tertunda selama 9 tahun. Perjanjian ini diyakini bisa membuka pasar alternatif dan menurunkan tarif masuk produk alas kaki Indonesia ke pasar 27 negara Uni Eropa.

    “Negara pesaing seperti Vietnam dan Bangladesh sudah punya perjanjian dagang serupa dengan Uni Eropa,” tegasnya.

    Menurut Aprisindo, IEU-CEPA bukan hanya menjadi strategi jangka panjang, tetapi juga solusi konkret untuk menekan ketergantungan terhadap pasar AS dan menyelamatkan industri dalam negeri.

    Di sisi lain, Eddy menilai peluang negosiasi langsung dengan pemerintahan Donald Trump masih terbuka. Ia mendesak pemerintah untuk segera mengirimkan delegasi tingkat tinggi yang memiliki kapasitas dan kredibilitas untuk berdialog langsung dengan pihak AS.

    “Pemerintah harus kirim utusan ke Washington DC sesegera mungkin. Masih ada ruang negosiasi, dan ini harus dimanfaatkan untuk melindungi industri alas kaki kita,” tukas dia.

    Meski menghargai hubungan dagang yang terjalin melalui Kemitraan Strategis Global Komprehensif antara Indonesia dan AS, Aprisindo menegaskan bahwa kepentingan nasional harus tetap menjadi prioritas.

    (hsy/hsy)

  • Ngeri! PM Singapura Sebut Efek Tarif Trump Bisa Picu Krisis Global

    Ngeri! PM Singapura Sebut Efek Tarif Trump Bisa Picu Krisis Global

    Bisnis.com, JAKARTA – Perdana Menteri (PM) Singapura Lawrence Wong memperingatkan bahwa kebijakan tarif baru Amerika Serikat (AS) dyang ditetapkan Presiden Donald Trump menandai berakhirnya era globalisasi berbasis aturan dan dapat menjadi awal dari krisis ekonomi global baru.

    Dalam pidatonya yang disampaikan melalui Youtube pribadinya seperti dikutip dari CNA, Wong menekankan bahwa dunia sedang memasuki fase yang jauh lebih proteksionis, arbitrer, dan berbahaya bagi negara kecil dengan ekonomi terbuka seperti Singapura yang sangat rentan terdampak. 

    Menurutnya, kebijakan tarif timbal balik atau tarif resiprokal AS, yang diumumkan dalam pernyataan bertajuk “Liberation Day” oleh Trump, menandai perubahan besar dalam lanskap perdagangan internasional. Dalam kerangka kebijakan ini, Singapura dikenai tarif sebesar 10%.

    Dia menilai bahwa meskipun tarif ini tidak setinggi yang dikenakan kepada negara lain seperti Indonesia yang mencapai 32%, PM Wong menekankan bahwa konsekuensi jangka panjang jauh lebih luas dan mengkhawatirkan.

    “Era globalisasi berbasis peraturan dan perdagangan bebas sudah berakhir. AS tidak lagi sekadar melakukan reformasi terhadap sistem multilateral seperti WTO, tetapi justru meninggalkannya sepenuhnya,” ujarnya dalam tayangan video itu, Jumat (4/4/2025)

    Menurutnya, langkah AS yang memilih untuk melakukan pembalasan tarif terhadap negara demi negara merupakan penolakan langsung terhadap kerangka WTO yang selama ini menjadi dasar stabilitas perdagangan global.

    Wong menegaskan bahwa meskipun dampak langsung terhadap Singapura mungkin masih terbatas, kerusakan sistemik terhadap tatanan ekonomi global bisa sangat besar.

    Dia menilai bahwa jika negara-negara lain mengikuti langkah AS dan meninggalkan sistem multilateral demi kepentingan bilateral semata, negara kecil seperti Singapura berisiko terpinggirkan, dimarginalisasi, dan ditinggalkan dari pusat perdagangan internasional. 

    “Kami tidak akan memimpin tindakan balasan seperti tarif retaliasi. Namun, negara-negara lain mungkin tidak akan bersikap sama. Risiko perang dagang global yang menyeluruh kini semakin nyata,” katanya. 

    Dia juga mengingatkan bahwa tarif yang tinggi dan ketidakpastian kebijakan antarnegara akan melemahkan perdagangan internasional dan investasi global, serta memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia.

    Menurutnya, karena ekonomi Singapura sangat bergantung pada perdagangan luar negeri, negara tersebut diperkirakan akan menerima pukulan lebih berat dibandingkan negara lain. 

    Dalam refleksi historis yang mengkhawatirkan, PM Wong membandingkan situasi saat ini dengan era 1930-an, ketika proteksionisme global berkembang dan akhirnya memicu Perang Dunia Kedua.

    “Tak ada yang bisa memastikan bagaimana situasi ini akan berkembang dalam beberapa bulan atau tahun ke depan. Namun kita harus bersikap jelas dan waspada terhadap bahaya yang sedang tumbuh di dunia,” ucapnya. 

    Wong juga menyampaikan bahwa lembaga-lembaga global semakin melemah, sedangkan norma internasional terus tergerus. Dalam kondisi ini, lebih banyak negara akan bertindak berdasarkan kepentingan diri semata, menggunakan kekuatan dan tekanan untuk mencapai tujuan mereka. Menurutnya, kondisi tersebut adalah realitas dunia saat ini.

    Respons Pemerintah Singapura

    Sebagai respons, pemerintah Singapura berkomitmen untuk memperkuat ketahanan nasional, membangun kemampuan internal, serta memperluas jaringan kerja sama dengan negara-negara berpikiran sama.

    “Kami lebih siap dibandingkan banyak negara lain, tetapi kita harus tetap berhati-hati. Akan ada lebih banyak kejutan yang datang,” tegasnya.

    PM Wong menutup pidatonya dengan seruan persatuan dan kewaspadaan. Dia menekankan bahwa keamanan dan stabilitas global tidak akan kembali dalam waktu dekatdan peraturan yang selama ini melindungi negara-negara kecil bisa saja lenyap.

    “Kami harus bersiap secara mental. Karena jalan ke depan akan semakin sulit. Tapi jika kita tetap waspada dan bersatu, Singapura akan mampu bertahan dalam dunia yang sedang terluka ini,” pungkas Wong.

    Untuk diketahui, Presiden AS Donald Trump resmi mengumumkan pengenaan bea masuk yang diatur dalam tarif timbal balik (Resiprokal).

    Pengumuman kebijakan penetapan tarif timbal balik itu dilakukan Presiden Donald Trump di Rose Garden, Gedung Putih pada Rabu sore (2/4/2025) waktu setempat. 

    Dalam agenda tersebut, Trump memajang sebuah poster yang berisi daftar tarif resiprokal yang diterapkan AS kepada negara-negara mitra dagang.

    China dikenakan tarif baru sebesar 34%, sedangkan Uni Eropa 20%. Pengenaan tarif resiprokal itu sebagai tanggapan atas bea masuk yang dikenakan pada barang-barang AS.

    Adapun, Kamboja menjadi negara yang mendapat tarif tertinggi, yakni 49%. Posisi kedua diduduki Vietnam dengan 46%. Sri Lanka mendapat tarif resiprokal 44%, Bangladesh 37%, Thailand 36%, dan Taiwan 32%.

    Sementara itu, Indonesia menerima tarif resiprokal sebesar 32%, sedangkan Singapura cuma dikenai tarif 10%.

  • Kepala PCO Hasan Nasbi Sebut Pelobi Tingkat Tinggi Berangkat ke Amerika Bahas Tarif Trump

    Kepala PCO Hasan Nasbi Sebut Pelobi Tingkat Tinggi Berangkat ke Amerika Bahas Tarif Trump

    JAKARTA – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi mengatakan pelobi tingkat tinggi akan berangkat ke Amerika Serikat. Mereka akan melakukan negosiasi terkait tarif resiprokal atau yang lebih dikenal dengan tarif Trump.

    “Pemerintah juga mengirimkan tim lobi tingkat tinggi untuk bernegosiasi dengan pemerintah AS,” kata Hasan Nasbi dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 4 April.

    Selain itu, secara pararel pemerintah juga menghitung dampak penerapan tarif yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump. Hasan juga menyebut perbaikan regulasi juga dilakukan pemerintah.

    “Di dalam negeri sendiri pemerintah juga sedang menerapkan penyederhanaan regulasi agar produk-produk Indonesia bisa lebih kompetitif,” tegas Hasan.

    Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor baru yang menargetkan sejumlah negara, termasuk beberapa mitra dagang terdekat AS pada Kamis, 3 April waktu setempat.

    Dalam pidato di Taman Mawar Gedung Putih dengan latar belakang bendera AS, Trump menerapkan tarif impor tinggi terhadap China dan Uni Eropa. Ia menyebut hari itu sebagai Hari Pembebasan. “Selama bertahun-tahun, negara kita telah dieksploitasi oleh berbagai negara, baik sekutu maupun lawan,” ujar Trump.

    Selain Indonesia, China juga terdampak kebijakan ini dengan tarif 34 persen. Negara Tirai Bambu tersebut menjadi yang pertama disebut oleh Trump saat mengumumkan kebijakan tarif baru.

    Di kawasan ASEAN, beberapa negara juga dikenakan tarif impor yang tinggi, seperti Thailand dengan 36 persen dan Vietnam dengan 46 persen. Tidak hanya negara-negara Asia, sekutu AS pun ikut terkena kebijakan tarif impor Trump ini, di antaranya Uni Eropa 20 persen, Jepang 24 persen, serta Korea Selatan 25 persen.

  • Bursa Eropa Lanjutkan Pelemahan usai Pengenaan Tarif Trump, Rekor Terburuk sejak 2022

    Bursa Eropa Lanjutkan Pelemahan usai Pengenaan Tarif Trump, Rekor Terburuk sejak 2022

    Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Eropa kembali ke zona merah dengan pelemahan terburuk dalam 3 tahun terakhir akibat bayang-bayang pemburukan pertumbuhan ekonomi imbas pengenaan tarif oleh Presiden AS Donald Trump.

    Dilansir Bloomberg pada Jumat (4/4/2025), indeks Euro Stoxx 50 yang berisi saham-saham blue chip merosot 2,6% pada perdagangan hari ini pukul 10.55 am waktu London. Sementara, Stoxx Europe 600 turun 2,5%, menuju pelemahan mingguan sebesar 5%.

    Saham emiten bank dan tambang menjadi beban utama pelemahan indeks. Indeks Perbankan Stoxx 600 melemah 7,5%, paling rendah sejak Maret 2022.

    “Tarif baru Trump terhadap Uni Eropa memicu kekhawatiran global,” kata Ulrich Urbahn, kepala strategi dan penelitian multi-aset di Berenberg, seraya menambahkan bahwa banyak strategi sistematis yang cukup lama memegang saham Eropa, sehingga meningkatkan peluang penjualan lebih lanjut.

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Kamis lalu bahwa dia terbuka untuk mengurangi tarifnya jika negara lain mampu menawarkan sesuatu yang dinilai fenomenal.

    Para investor pun akan mengalihkan fokus mereka ke laporan upah bulanan AS dan pidato Ketua Federal Reserve Jerome Powell pada hari ini sebagai tanda-tanda ketahanan ekonomi AS dan bahwa para pembuat kebijakan mampu memangkas suku bunga lebih lanjut jika diperlukan.

    Pertumbuhan lapangan kerja di AS kemungkinan melambat menjadi 140.000 bulan lalu, dari 151.000 pada Februari 2025, menurut para ekonom yang disurvei oleh Bloomberg.

    Di antara penggerak saham, Gerresheimer AG turun sebanyak 15% setelah Bloomberg News melaporkan KKR & Co. telah meninggalkan konsorsium ekuitas swasta yang membahas pengambilalihan produsen kemasan obat dan kosmetik Jerman tersebut.

  • Ada Kebijakan Tarif Baru Trump, Pemerintah Diminta Fokus Penguatan Industri Dalam Negeri – Halaman all

    Ada Kebijakan Tarif Baru Trump, Pemerintah Diminta Fokus Penguatan Industri Dalam Negeri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah cepat dan strategis untuk meminimalisir dampak negatif tarif impor baru Amerika Serikat (AS), bahkan menjadikan momentum ini peluang bagi memperkuat sektor industri dalam negeri.

    “Saran kami sebaiknya pemerintah fokus dengan kondisi dalam negeri, penguatan industri kita, sebab sekarang semua negara akan mencari pasar besar untuk ekspor produk mereka dan Indonesia menjadi salah satu tujuan utama, ini yang menjadi concern kita,  industri kita akan makin tertekan, dan taruhannya tenaga kerja,” kata Evita. Jumat (4/4/2025).

    Hal itu disampaikan politisi PDI Perjuangan ini menanggapi kebijakan tarif baru yang diumumkan Presiden Donald Trump. Indonesia terkena tarif timbal balik sebesar 32 persen. Besaran tarif itu terkait dengan defisit perdagangan AS ke RI yang menurut data mencapai 14,34 miliar dolar AS pada tahun 2024. 

    Menurut Evita, penguatan industri dalam negeri dapat dilakukan dengan konsisten meningkatkan daya saing produk lokal dengan memberikan insentif bagi industri yang terkena dampak tarif agar tetap kompetitif, meningkatkan kualitas produk ekspor, dan hilirisasi industri agar ekspor bernilai tambah tinggi. Kemudian konsisten mengembangkan substitusi impor agar ketergantungan terhadap bahan baku atau barang impor berkurang. 

    Termasuk dalam hal ini adalah mempertahankan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), yang menjadi salah satu perisai industri yang bisa mendorong industri dalam negeri lebih kuat dan kompetitif, meningkatkan daya saing industri dalam negeri, dan membuka peluang untuk menciptakan lapangan kerja.

    Disamping itu, Evita  meminta pemerintah mengambil langkah cepat dan strategis diantaranya adalah melakukan negosiasi dan diplomasi perdagangan dengan AS untuk mencari solusi terbaik seperti perundingan ulang tarif. 

    “Kita meminta komunikasi terus dilakukan dengan pemerintah AS di berbagai tingkatan melakukan negosiasi langsung, dan menyiapkan langkah untuk menjawab permasalahan yang diangkat oleh pemerintah AS,” katanya.

    Indonesia juga disarankan menggunakan forum internasional seperti WTO dan ASEAN untuk menekan AS untuk mempertimbangkan kembali kebijakan tarifnya, serta berkoordinasi dengan negara-negara yang terkena dampak tarif untuk membentuk strategi bersama dan mendorong perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara yang lebih terbuka terhadap produk Indonesia.

    “Kita juga perlu untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS dengan memperluas ekspor ke negara lain seperti Uni Eropa, Timur Tengah dan Afrika. Begitupun dengan upaya mempercepat perjanjian dagang dengan negara mitra untuk membuka peluang ekspor baru,” ucapnya.

    Diakui, produk ekspor Indonesia selama ini sangat mengandalkan pasar AS untuk produk mesin dan perlengkapan elektronik, pakaian dan aksesorisnya, alas kaki, palm oil, karet dan barang dari karet, perabotan, ikan dan udang, olahan daging dan ikan dan lainnya. Selain AS, dua negara lain yaitu China dan India juga menjadi pasar utama ekspor nonmigas Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, pada tahun 2024 tiga negara itu berkontribusi sebesar 42,94 persen dari total ekspor nonmigas nasional.

    “Dengan China dan India kita tampaknya cukup baik, tapi kita perlu mencari pasar baru dan membuka peluang ekspor baru sehingga ketika terjadi masalah produk ekspor kita tetap aman,” ujar Evita lagi.

  • Ada Kebijakan Tarif Baru Trump, Pemerintah Diminta Fokus Penguatan Industri Dalam Negeri – Halaman all

    Pasca Kebijakan Tarif Baru Trump, Wakil Ketua Komisi VII Minta Fokus Penguatan Industri Dalam Negeri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Dr Evita Nursanty mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah cepat dan strategis untuk meminimalisir dampak negatif tarif impor baru Amerika Serikat (AS), bahkan menjadikan momentum ini peluang bagi memperkuat sektor industri dalam negeri.

    “Saran kami sebaiknya pemerintah fokus dengan kondisi dalam negeri, penguatan industri kita, sebab sekarang semua negara akan mencari pasar besar untuk ekspor produk mereka dan Indonesia menjadi salah satu tujuan utama, ini yang menjadi concern kita, industri kita akan makin tertekan dan taruhannya tenaga kerja,” kata Evita, Jumat (4/4/2025). 

    Hal itu disampaikan politisi PDI Perjuangan ini menanggapi kebijakan tarif baru yang diumumkan Presiden Donald Trump kemarin. 

    Indonesia terkena tarif timbal balik sebesar 32 persen.

    Besaran tarif itu terkait dengan defisit perdagangan AS ke RI yang menurut data mencapai US$14,34 miliar pada tahun 2024. 

    Menurut Evita, penguatan industri dalam negeri dapat dilakukan dengan konsisten meningkatkan daya saing produk lokal dengan memberikan insentif bagi industri yang terkena dampak tarif agar tetap kompetitif, meningkatkan kualitas produk ekspor, dan hilirisasi industri agar ekspor bernilai tambah tinggi. 

    Kemudian konsisten mengembangkan substitusi impor agar ketergantungan terhadap bahan baku atau barang impor berkurang. 

    Termasuk dalam hal ini adalah mempertahankan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), yang menjadi salah satu perisai industri yang bisa mendorong industri dalam negeri lebih kuat dan kompetitif, meningkatkan daya saing industri dalam negeri, dan membuka peluang untuk menciptakan lapangan kerja.

    Disamping itu, Evita meminta pemerintah mengambil langkah cepat dan strategis diantaranya adalah melakukan negosiasi dan diplomasi perdagangan dengan AS untuk mencari solusi terbaik seperti perundingan ulang tarif. 

    “Kita meminta komunikasi terus dilakukan dengan pemerintah AS di berbagai tingkatan melakukan negosiasi langsung, dan menyiapkan langkah untuk menjawab permasalahan yang diangkat oleh pemerintah AS,” katanya.

    Indonesia juga disarankan menggunakan forum internasional seperti WTO dan ASEAN untuk menekan AS untuk mempertimbangkan kembali kebijakan tarifnya, serta berkoordinasi dengan negara-negara yang terkena dampak tarif untuk membentuk strategi bersama dan mendorong perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara yang lebih terbuka terhadap produk Indonesia.

    “Kita juga perlu untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS dengan memperluas ekspor ke negara lain seperti Uni Eropa, Timur Tengah dan Afrika. Begitupun dengan upaya mempercepat perjanjian dagang dengan negara mitra untuk membuka peluang ekspor baru,” ujarnya.

    Diakui, produk ekspor Indonesia selama ini sangat mengandalkan pasar AS untuk produk mesin dan perlengkapan elektronik, pakaian dan aksesorisnya, alas kaki, palm oil, karet dan barang dari karet, perabotan, ikan dan udang, olahan daging dan ikan dan lainnya.

    Selain AS, dua negara lain yaitu China dan India juga menjadi pasar utama ekspor nonmigas Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, pada tahun 2024 tiga negara itu berkontribusi sebesar 42,94 persen dari total ekspor nonmigas nasional.

    “Dengan China dan India kita tampaknya cukup baik, tapi kita perlu mencari pasar baru dan membuka peluang ekspor baru sehingga ketika terjadi masalah produk ekspor kita tetap aman,” ujar Evita lagi.

     

     

  • Ekonomi Dunia Bergejolak, Said Abdullah Dorong Pemerintah Bergerak di WTO dan Dalam Negeri

    Ekonomi Dunia Bergejolak, Said Abdullah Dorong Pemerintah Bergerak di WTO dan Dalam Negeri

    Ekonomi Dunia Bergejolak, Said Abdullah Dorong Pemerintah Bergerak di WTO dan Dalam Negeri
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI
    Said Abdullah
    menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia perlu segera mengambil langkah-langkah strategis baik di tingkat internasional maupun domestik untuk menjaga
    stabilitas ekonomi
    nasional di tengah ketidakpastian global yang makin kompleks.
    “Di dalam negeri, Indonesia tengah menghadapi tantangan serius, mulai dari penurunan daya beli masyarakat hingga volatilitas tinggi di pasar saham dan sektor keuangan,” ujarnya dalam keterangan pers, Rabu (3/4/2025).
    Sebagai respons terhadap ketidakpastian tersebut, Said merinci beberapa poin kebijakan yang perlu segera disiapkan oleh pemerintah.
    Pertama
    , mendorong inisiatif di forum World Trade Organization (
    WTO
    ). Pemerintah perlu melakukan penyehatan sistem perdagangan global yang lebih adil dan mendukung pertumbuhan ekonomi dunia secara berkelanjutan.
    “Kami tidak ingin kepentingan negara adidaya justru mengorbankan kesejahteraan masyarakat global,” tegasnya.
    Indonesia, lanjut Said, perlu kembali mengingatkan dunia atas tujuan utama WTO, yaitu menegakkan prinsip perdagangan nondiskriminatif dan meningkatkan kapasitas perdagangan internasional.
    Tujuan WTO lainnya adalah menjaga transparansi, mendorong perdagangan bebas, serta menjadi forum penyelesaian sengketa perdagangan antarnegara.
    “Kedua
    , menyiapkan langkah strategis dalam negeri,” ucap Said.
    Untuk merespons ketidakpastian global yang berkepanjangan, pemerintah juga perlu segera melakukan langkah-langkah strategis di dalam negeri, antara lain:
    Melindungi produk-produk ekspor Indonesia di pasar internasional dan mencari pasar alternatif jika pasar utama terhambat akibat kebijakan tarif yang membuat harga menjadi tidak kompetitif.
    “Langkah ini penting untuk mempertahankan surplus neraca perdagangan,” ujar Said.
    Memastikan kebijakan penempatan 100 persen devisa hasil ekspor di dalam negeri berjalan efektif dan dipatuhi oleh para eksportir.
    “Ini adalah cara untuk memperkuat cadangan devisa dan stabilitas rupiah,” kata Said.
    Menurut Said, penting untuk menyiapkan instrumen
    hedging fund
    sebagai pembayaran impor oleh para importir.
    Mengembangkan kerja sama bilateral
    currency swap
    dengan negara mitra dagang strategis, guna mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dalam transaksi internasional.
    Menyusun kebijakan fiskal kontra-siklus (
    counter-cyclical
    ) yang mendukung dunia usaha menghadapi perlambatan global, tanpa mengorbankan kesehatan fiskal nasional.
    Meningkatkan infrastruktur dan regulasi di sektor pasar saham dan keuangan untuk menjadikannya lebih inklusif dan menarik bagi investor global.
    Membangun sistem komunikasi publik yang terpercaya, dialogis, dan komunikatif, sebagai sumber informasi yang akurat yang dapat di rujuk oleh para pelaku usaha.
    Said menyampaikan keprihatinannya terhadap dinamika ekonomi global yang kembali diselimuti ketidakpastian akibat gelombang proteksionisme perdagangan, yang dimulai dari Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden
    Donald Trump
    .
    “Dunia kembali dihadapkan awan kelabu. Distorsi mulai terjadi akibat kebijakan pengenaan tarif dari berbagai negara, yang dipicu oleh memanasnya kembali tensi dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok,” jelasnya. 
    Hal tersebut, lanjut dia, menandai babak kedua
    perang dagang
    , setelah babak pertama terjadi pada 2018 silam.
    Padahal, dalam dua tahun terakhir, ekonomi dunia mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan pascapandemi Covid-19 dan perang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina. 
    “Namun, kondisi tersebut kembali terancam setelah Donald Trump kembali terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat pada November 2024 lalu,” imbuh Said.
    Di bawah kepemimpinan Trump, AS kembali masuk ke dalam arena konflik dagang dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar di dunia mencapai 27,7 triliun dollar AS.
    Tiongkok kini juga menyandang status sebagai kekuatan ekonomi baru dengan PDB sebesar 17,7 triliun dollar AS.
    Presiden Trump juga melancarkan kebijakan dagang agresif terhadap negara-negara tetangga seperti Kanada dan Meksiko, memperluas jangkauan gelombang proteksionisme yang kini mulai menyebar ke berbagai belahan dunia.
    Dalam berbagai pernyataannya, Trump menegaskan keberpihakan terhadap kebijakan tarif sebagai instrumen untuk meningkatkan penerimaan negara, mengurangi defisit perdagangan, serta memperkecil kesenjangan antara nilai ekspor dan impor. 
    “Pandangan tersebut sekaligus menandai pergeseran tajam posisi AS dari negara penganjur perdagangan bebas menjadi pengusung kebijakan proteksionis,” ucap Said.
    Pada era Presiden William McKinley, AS juga pernah menerapkan tarif tinggi lewat kebijakan McKinley Tariff pada 1890. 
    Kebijakan tersebut dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya depresi panjang global (
    long depression
    ) antara tahun 1873 hingga 1896.
    Kondisi saat ini menimbulkan kekhawatiran akan terulangnya petaka ekonomi global, terutama karena negara-negara besar, seperti Uni Eropa, Tiongkok, Kanada, dan Meksiko telah mulai merespons dengan kebijakan serupa.
    Hal yang paling memprihatinkan, Indonesia pun tak luput dari imbasnya. Pemerintahan Trump baru-baru ini menerapkan tarif sebesar 32 persen terhadap berbagai produk ekspor asal Indonesia ke pasar AS.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Rupiah Menguat Dampak Tarif Trump, Sinyal Positif atau Efek Sementara?

    Rupiah Menguat Dampak Tarif Trump, Sinyal Positif atau Efek Sementara?

    PIKIRAN RAKYAT – Nilai tukar rupiah dibuka menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat 4 April 2025 pagi. Rupiah naik sebesar 93 poin atau 0,55 persen menjadi Rp16.653 per dolar AS dari posisi sebelumnya di Rp16.746 per dolar AS.

    Penguatan ini terjadi di tengah dinamika global yang dipicu oleh kebijakan tarif baru yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump.

    Faktor Penguatan Rupiah

    Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian menilai bahwa rupiah akan kembali menemukan keseimbangan baru setelah sempat mengalami tekanan akibat pengumuman tarif resiprokal AS.

    “Dalam kondisi seperti sekarang ini, pelemahan ekonomi domestik dan pelemahan nilai tukar rupiah adalah hal yang lumrah terjadi dan rupiah akan berada dalam kondisi overshoot (pelemahan yang cepat dalam waktu pendek), untuk kemudian kembali menguat pada keseimbangan baru,” katanya.

    Fakhrul Fulvian menyoroti kebijakan baru Presiden AS Donald Trump yang mengenakan tarif tambahan 32 persen bagi produk asal Indonesia, yang sebelumnya sudah dikenakan tarif dasar 10 persen. Menurutnya, kebijakan ini dapat menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia untuk bernegosiasi dan mencari celah keuntungan di pasar ekspor.

    Selain itu, penguatan rupiah juga dipengaruhi oleh melemahnya dolar AS akibat kekhawatiran pasar global terhadap kemungkinan adanya retaliasi dari negara-negara lain terhadap kebijakan tarif AS.

    Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyebutkan bahwa kekhawatiran akan resesi di AS akibat kebijakan proteksionis Trump turut menekan nilai tukar dolar.

    “Rupiah diperkirakan akan menguat terhadap dolar AS yang melemah oleh kekhawatiran retaliasi negara-negara terhadap tarif Trump yang berpotensi menyebabkan resesi di AS,” tuturnya.

    Respon Global terhadap Tarif Trump

    Sejumlah negara besar telah menyatakan akan mengambil langkah balasan terhadap kebijakan tarif AS.

    Kanada, misalnya, berjanji akan menanggapi kebijakan ini dengan menerapkan tarif terhadap beberapa produk AS. Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, bahkan menegaskan bahwa negaranya akan membangun ekonomi yang lebih kuat untuk menghadapi tekanan dari AS.

    Uni Eropa (UE) juga tengah merancang paket kebijakan balasan untuk melindungi kepentingan bisnisnya. Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, menyebutkan bahwa pihaknya sedang menyusun langkah-langkah lanjutan yang akan diambil jika negosiasi dengan AS gagal.

    Sementara itu, China secara tegas menyatakan akan mengambil tindakan balasan yang diperlukan guna melindungi kepentingan ekonominya. Negara ini telah dikenakan tarif tambahan 34 persen oleh AS, yang semakin memperburuk hubungan dagang antara kedua negara.

    Langkah Indonesia Menghadapi Tekanan Tarif

    Meskipun menghadapi tantangan besar dari kebijakan tarif AS, pemerintah Indonesia tidak akan serta-merta mengambil langkah pembalasan. Sebaliknya, strategi negosiasi dan pendekatan diplomasi ekonomi akan menjadi prioritas utama.

    “Negosiasi bilateral antarnegara terkait perdagangan adalah hal yang selanjutnya akan dilakukan,” ujar Fakhrul. 

    Dia juga menekankan bahwa perjanjian ekonomi global kini lebih cenderung mengarah pada negosiasi bilateral daripada pendekatan multilateral seperti sebelumnya.

    Dalam menghadapi situasi ini, pemerintah Indonesia perlu melakukan realokasi anggaran untuk memperkuat ekonomi domestik. Selain itu, komunikasi yang baik dengan pasar keuangan dan masyarakat sangat diperlukan agar sentimen negatif akibat kebijakan proteksionis AS dapat diminimalkan.

    “Isu ketahanan pangan, energi, dan kesehatan menjadi hal penting terkait dengan meningkatnya tensi perang dagang,” ucap Fakhrul.

    Selain itu, dia melihat adanya peluang bagi Indonesia dalam kondisi ini. Beberapa sektor seperti tekstil, alas kaki, furnitur, komponen otomotif, dan nikel memiliki potensi besar untuk mengisi celah pasar yang ditinggalkan akibat tarif tinggi AS terhadap negara-negara lain.
    Namun demikian, Fakhrul mengingatkan bahwa negosiasi perdagangan dengan AS tidak akan mudah.

    “Kita harus sadar bahwa tidak ada lagi kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat yang berbasis aturan tetap. Negosiasi yang alot akan terjadi,” tuturnya.

    Dampak ke Pasar Keuangan dan Prospek Rupiah ke Depan

    Selain nilai tukar rupiah, pasar keuangan Indonesia juga turut terdampak oleh kebijakan tarif AS ini. Indeks harga saham sempat mengalami tekanan sebelum akhirnya menunjukkan pemulihan.

    “Sebagian besar dampak tarif ini sudah priced in (terprediksi) di pasar. Jika tidak ada kejutan besar lainnya, investor bisa mulai melihat peluang dari saham-saham yang telah terdiskon,” ujar Fakhrul.

    Sementara itu, Lukman Leong memproyeksikan bahwa kurs rupiah akan bergerak dalam kisaran Rp16.600 hingga Rp16.800 per dolar AS dalam beberapa waktu ke depan, dengan kecenderungan tetap menguat jika dolar AS terus melemah akibat ketidakpastian ekonomi di Negeri Paman Sam.

    “Pemerintah sebaiknya berusaha menegosiasi dan wait and see perkembangan lebih jauh,” ucapnya.

    Selain itu, data ekonomi AS yang menunjukkan pelemahan, seperti yang dirilis oleh Institute for Supply Management (ISM), semakin memperkuat sentimen negatif terhadap dolar AS, yang pada akhirnya turut memberikan dorongan bagi penguatan rupiah.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Obligasi AS Anjlok, Wall Street Terperosok

    Obligasi AS Anjlok, Wall Street Terperosok

    PIKIRAN RAKYAT – Pasar keuangan global kembali bergejolak setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor baru yang lebih besar dan luas terhadap banyak negara.

    Keputusan ini langsung memicu kekhawatiran pasar akan pecahnya perang dagang skala global, yang berdampak pada penurunan signifikan harga obligasi AS serta melonjaknya permintaan aset aman.

    Obligasi AS Anjlok Akibat Kepanikan Pasar

    Imbal hasil obligasi pemerintah AS mengalami penurunan tajam. Obligasi 10 tahun turun sebesar 11 basis poin menjadi 4,085%, sementara obligasi 2 tahun mengalami penurunan 9,5 basis poin ke level 3,809%. Penurunan ini menunjukkan bahwa investor mulai beralih ke aset yang lebih aman di tengah ketidakpastian ekonomi global.

    Sebagai informasi, satu basis poin setara dengan 0,01%, dan dalam dunia obligasi, harga dan imbal hasil bergerak dalam arah yang berlawanan. Penurunan imbal hasil obligasi menunjukkan bahwa investor lebih memilih untuk mengamankan asetnya daripada mengambil risiko lebih besar di pasar saham yang volatil.

    Trump: “Kami Akan Melawan Kecurangan Dagang”

    Donald Trump secara resmi menandatangani perintah eksekutif yang menetapkan tarif dasar 10% untuk impor ke AS, serta tarif lebih tinggi untuk ratusan negara yang dianggap melakukan praktik perdagangan tidak adil.

    “Kami akan mengenakan biaya kepada mereka sekitar setengah dari apa yang mereka kenakan kepada kami,” ujarnya dalam konferensi pers di Rose Garden, Gedung Putih.

    Menurut Donald Trump, kebijakan ini bukan hanya tentang tarif, tetapi juga untuk menangkal hambatan perdagangan non-moneter serta berbagai bentuk kecurangan lainnya yang merugikan AS. Trump juga meyakini kebijakan ini akan memperkuat industri dalam negeri dan mendorong lapangan kerja di AS.

    Namun, para ekonom justru memperingatkan bahwa langkah ini dapat memperlambat perekonomian AS. Kepala investasi UBS Global Wealth Management, Mark Haefele, mengatakan kebijakan ini dapat menekan pertumbuhan ekonomi AS hingga di bawah 1% pada 2025.

    Dia juga memperkirakan bahwa Federal Reserve (The Fed) akan terpaksa memangkas suku bunga sebesar 75-100 basis poin sepanjang tahun untuk menstabilkan ekonomi.

    Wall Street Terguncang, Kapitalisasi Pasar Hilang Triliunan Dolar

    Pasar saham AS mengalami kejatuhan terbesar sejak krisis COVID-19 pada Maret 2020. Total kerugian di pasar saham AS pada Kamis waktu setempat diperkirakan mencapai lebih dari $3 triliun (sekitar Rp47,5 kuadriliun). Indeks utama Wall Street mencatat penurunan tajam:

    S&P 500 turun 4,8% Dow Jones Industrial Average turun 4% Nasdaq Composite turun 6%

    “Sepertinya AS akan menuju resesi,” kata Gary Hufbauer dari Peterson Institute for International Economics.

    Menurutnya, jika resesi terjadi, nilai saham AS yang sudah tinggi sejak akhir 2024 dapat mengalami koreksi lebih lanjut.

    Sementara itu, Donald Trump tetap optimis dengan kebijakan ini. Dalam unggahan di media sosialnya, ia menulis dengan huruf besar:

    “Operasinya sudah selesai! Pasien hidup, dan sedang sembuh. Prognosisnya adalah bahwa pasien akan jauh lebih kuat, lebih besar, lebih baik, dan lebih tangguh daripada sebelumnya.”

    Namun, pasar tampaknya tidak sejalan dengan optimisme Trump. Indeks Volatilitas CBOE (VIX), yang dikenal sebagai “pengukur ketakutan” di Wall Street, melonjak ke level tertinggi dalam tiga minggu terakhir.

    Reaksi Global: Ancaman Perang Dagang

    Kebijakan tarif Trump telah memicu respons keras dari berbagai negara. Uni Eropa mengancam akan menerapkan langkah balasan dengan menaikkan tarif hingga 20% untuk produk-produk asal AS.

    China, sebagai salah satu mitra dagang terbesar AS, juga berjanji akan mengambil tindakan serupa. Negara lain seperti Korea Selatan, Meksiko, dan India masih menunggu perkembangan lebih lanjut sebelum mengambil keputusan.

    Sebaliknya, Australia yang hanya dikenakan tarif minimum 10% memutuskan untuk tidak menerapkan tarif balasan, melainkan menyiapkan rencana tanggapan ekonomi yang lebih fleksibel.

    “Kami akan memastikan bahwa perdagangan Australia tetap kompetitif di pasar global,” ujar Perdana Menteri Anthony Albanese dalam konferensi persnya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari ABC News.

    Nasib Perekonomian AS di Tengah Ketidakpastian

    Sejumlah analis memperkirakan kebijakan tarif baru ini akan berdampak besar pada industri AS sendiri. Saham-saham teknologi seperti Apple, Nvidia, dan Amazon mengalami koreksi tajam karena produksi mereka bergantung pada rantai pasok global.

    Sementara itu, sektor perbankan dan energi juga mengalami penurunan akibat melemahnya sentimen investor.

    Seiring dengan ketidakpastian yang meningkat, pelaku pasar kini menunggu pidato Ketua The Fed Jerome Powell serta laporan ketenagakerjaan nonfarm payrolls pada hari Jumat. Data ini akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai kesehatan ekonomi AS dan kemungkinan langkah selanjutnya dari bank sentral.

    Dengan situasi yang semakin memanas, pasar keuangan global kemungkinan akan terus mengalami volatilitas tinggi dalam beberapa bulan mendatang. Perang dagang yang baru ini bisa menjadi salah satu faktor penentu arah ekonomi global dalam jangka panjang.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News