Negara: Uni Eropa

  • Israel Kembali Bombardir Lebanon, 3 Orang Tewas

    Israel Kembali Bombardir Lebanon, 3 Orang Tewas

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan serangan Israel di Lebanon menewaskan tiga orang dan melukai beberapa lainnya. Israel mengklaim salah satu serangannya menyasar penyelundup senjata dari kelompok yang berafiliasi dengan Hizbullah.

    Dilansir AFP, Sabtu (8/11/2025), dua bersaudara dari kota Shebaa terkena serangan Israel saat keduanya berkendara di lereng Gunung Hermon di Lebanon tenggara.

    “Menyebabkan SUV (mobil) mereka terbakar dan mengakibatkan kematian mereka,” tulis laporan Kantor Berita Nasional resmi Lebanon.

    Militer Israel mengonfirmasi bahwa serangannya di dekat kota Shebaa menewaskan dua penyelundup dari Brigade Perlawanan Lebanon, sebuah kelompok yang berafiliasi dengan Hizbullah.

    “Mereka terlibat dalam penyelundupan senjata yang digunakan oleh Hizbullah dan aktivitas mereka merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap kesepahaman antara Israel dan Lebanon,” kata militer Israel.

    Kementerian Kesehatan Lebanon mengonfirmasi jumlah korban tewas di Shebaa, dan kemudian melaporkan bahwa serangan lain terhadap sebuah mobil di desa Baraashit di selatan telah menewaskan satu orang dan melukai empat orang.

    Serangan serupa yang dilakukan Israel pada Sabtu pagi terhadap sebuah mobil di dekat rumah sakit di kota Bint Jbeil di selatan Lebanon melukai tujuh orang.

    Serangan terbaru ini terjadi ketika Uni Eropa menyuarakan keprihatinan internasional atas serangan Israel yang terus berlanjut meskipun gencatan senjata telah berlangsung hampir setahun.

    “Fokus semua pihak harus tertuju pada pemeliharaan gencatan senjata dan kemajuan yang telah dicapai sejauh ini,” kata juru bicara urusan luar negeri Komisi Eropa, Anouar El Anouni.

    Israel berpendapat bahwa Lebanon bertindak terlalu lambat untuk melucuti senjata Hizbullah dan bersikeras bahwa mereka berhak melakukan operasi untuk melindungi perbatasan dan warganya dari serangan.

    Pada Kamis lalu, Israel mengumumkan serangkaian serangan di Lebanon selatan, dan mendesak warga sipil untuk mengungsi dari daerah-daerah yang menjadi sasaran.

    (fas/whn)

  • Rob Jetten Resmi Jadi PM Termuda Belanda

    Rob Jetten Resmi Jadi PM Termuda Belanda

    Jakarta

    Dewan Pemilihan Umum Belanda secara resmi menyatakan Rob Jetten menjadi Perdana Menteri (PM) Belanda. PM termuda Belanda itu diumumkan setelah memenangkan pemilu nasional.

    Dilansir kantor berita AFP, Jumat (7/11/2025), Dewan Pemilihan Umum Belanda mengumumkan pria sentris berusia 38 tahun itu meraih kemenangan tipis atas pemimpin anti-Islam Geert Wilders. Jetten menang dengan perolehan 29.668 suara.

    “Saya pikir kita telah menunjukkan kepada Eropa dan dunia bahwa gerakan populis bisa dikalahkan dengan kampanye positif untuk masa depan negara,” ujar Jetten kepada AFP pada pekan lalu.

    Sebelum memimpin negara dengan ekonomi terbesar kelima di Uni Eropa, Jetten harus terlebih dahulu membentuk koalisi. Proses ini memakan waktu berbulan-bulan.

    Di bawah sistem politik Belanda, tidak ada satu partai pun yang memperoleh cukup kursi di parlemen yang beranggotakan 150 orang untuk memerintah sendiri, dengan kompromi dan negosiasi yang krusial.

    Partai sentris D66 pimpinan Jetten memenangkan 26 kursi, menurut Dewan Pemilihan, jumlah terendah yang pernah diraih seorang pemenang pemilu. Partai sayap kanan ekstrem PVV yang dipimpin Wilders juga memperoleh 26 kursi.

    Sebanyak 15 partai memenangkan kursi di parlemen, termasuk satu partai yang mengkampanyekan hak-hak hewan dan satu kelompok yang mewakili kepentingan orang-orang berusia di atas 50 tahun.

    Forum for Democracy yang berhaluan kanan ekstrem meningkat dari tiga kursi menjadi tujuh, sementara partai sayap kanan ekstrem JA21 memperoleh sembilan kursi dari hanya satu kursi pada pemilu 2023.

    (fca/jbr)

  • Ada Apa Xi Jinping? Ekspor China Anjlok Terburuk Sejak Februari

    Ada Apa Xi Jinping? Ekspor China Anjlok Terburuk Sejak Februari

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ekspor China secara tak terduga mengalami penurunan tajam pada bulan Oktober. Data terbaru menunjukkan bahwa ekspor China menyusut 1,1% secara tahunan (yoy).

    Ini merupakan kinerja terburuk sejak Februari dan meleset jauh dari perkiraan pertumbuhan 3,0%. Data bea cukai Oktober yang dirilis pada hari Jumat (7/11/2025) menggarisbawahi bahwa “dorongan untuk memajukan pengiriman pesanan AS, yang bertujuan untuk mengalahkan tarif Trump yang akan datang, telah mereda”.

    “Tampaknya dorongan untuk mengirimkan barang ke AS menjelang kenaikan tarif telah mereda pada bulan Oktober,” kata Zhang Zhiwei, kepala ekonom di Baoyin Capital Management, dikutip Reuters.

    Pengiriman China ke AS anjlok signifikan sebesar 25,17% secara tahunan. Penurunan ini kontras dengan pertumbuhan pengiriman ke Uni Eropa (UE) dan ekonomi Asia Tenggara yang hanya tumbuh 0,9% dan 11,0% secara berturut-turut.

    Meskipun demikian, tidak ada negara lain yang mendekati penjualan tahunan China sebesar lebih dari US$ 400 miliar (Rp 6.675 triliun) dalam bentuk barang ke AS. Para ekonom memperkirakan kerugian ini telah memangkas pertumbuhan ekspor China sekitar 2 poin persentase, atau sekitar 0,3% dari PDB.

    Alicia Garcia-Herrero, kepala ekonom Asia-Pasifik di Natixis, memperkirakan momentum ekspor yang melemah ini akan berlangsung lama. Ia pun menunjuk “tangan China” yakni Vietnam.

    “Ekspor melalui Vietnam ke AS akan melambat setelah front-loading (pengiriman di muka) berakhir, dan kita berada di titik itu,” katanya.

    “Jadi saya pikir kuartal keempat akan jauh lebih sulit bagi China, yang berarti akan lebih sulit di paruh pertama tahun 2026 juga,” tambahnya.

    Meskipun China dan AS telah mencapai gencatan tarif sementara)bulan lalu, di mana Trump dan Presiden Xi Jinping setuju untuk memangkas tarif dan menunda sejumlah tindakan lain selama satu tahun, barang-barang China yang menuju AS masih menghadapi tarif rata-rata sekitar 45%. Angka ini jauh di atas batas 35% yang menurut beberapa ekonom dapat menghapus margin keuntungan produsen China.

    China telah berusaha keras untuk mendiversifikasi pasar ekspornya sejak kemenangan pemilu Trump, mencari hubungan perdagangan yang lebih erat dengan Asia Tenggara dan Uni Eropa. Namun, permintaan domestik yang tidak mencukupi tetap menjadi hambatan bagi pertumbuhan.

    Hal ini terlihat dari data impor, yang tumbuh pada laju paling lambat dalam lima bulan, hanya naik 1,0% dibandingkan kenaikan 7,4% pada bulan September. Kelesuan ini diperburuk oleh penurunan panjang di sektor properti.

    “Dengan intensifnya hambatan pertumbuhan dari serangkaian guncangan permintaan, terutama pada penjualan ritel dan ekspor, kami yakin kebijakan Beijing mungkin sekali lagi bergeser untuk memastikan stabilitas jangka pendek,” kata analis Nomura.

    (tps/șef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Menunggu Efek Stimulus Prabowo Saat Manufaktur Loyo

    Menunggu Efek Stimulus Prabowo Saat Manufaktur Loyo

    Bisnis.com, JAKARTA — Efek stimulus ekonomi yang digelontorkan pemerintah dipastikan belum berdampak ke perekonomian Juli-September atau kuartal III/2025. Selain pertumbuhannya melambat menjadi 5,04% (YoY), kontribusi manufaktur terhadap PDB belum kunjung kembali ke level prapandemi dan porsi tenaga kerja informal masih dominan. 

    Adapun pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 sebesar 5,04% secara tahunan (year on year/YoY) atau lebih rendah dari kuartal II/2025 yang mencapai 5,12% (YoY). Berdasarkan lapangan usahanya, industri pengolahan masih memberikan sumbangsih terbesar yakni 19,15% dengan pertumbuhan secara tahunan 5,54% (YoY). 

    Kendati distribusinya terbesar terhadap pertumbuhan PDB, sudah hampir 10 tahun distribusi manufaktur terhadap PDB selama periode kuartal III tidak menyentuh 20%. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, kontribusi manufaktur terhadap PDB terakhir menyentuh level 20% pada kuartal III yakni 20,10% pada kuartal III/2016. Pada kuartal I/2019, porsi manufaktur pernah menyentuh 20,07% terhadap PDB alias enam tahun yang lalu.

    Di sisi lain, proporsi penduduk bekerja sebagai buruh, karyawan, atau pegawai turun berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2025. Data itu dirilis oleh BPS pada hari yang sama pengumuman pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025, Rabu (5/11/2025). 

    Pada periode tersebut, BPS melaporkan bahwa jumlah penduduk bekerja sebanyak 146,54 juta orang. Sebesar 38,74% di antaranya berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai. Capaian itu meningkat dari periode Sakernas Agustus 2024 yakni sebanyak 0,65 juta orang. 

    Namun, apabila membandingkannya secara persentase dengan Agustus 2024, jumlah pekerja berstatus buruh, pegawai dan karyawan terpantau menurun. Agustus 2024 proporsinya sebesar 38,80%.

    Persentase pekerja informal juga masih dominan dalam pasar tenaga kerja RI. Hal itu ditunjukkan dari persentase pekerja informal yang masih sebesar 57,80%. Hal itu kendati dominasinya semakin menipis dari Sakernas Februari 2025 yang mencapai 59,40%, dan pada Sakernas Agustus 2024 57,95%.

    Kontribusi Manufaktur Terhadap PDB

    Menurut Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA, David Sumual, terjadi perubahan kondisi perekonomian saat ini dengan kondisi prapandemi atau sebelum 2020. Saat ini, investasi yang masuk ke Indonesia cenderung terkonsentrasi pada sektor yang lebih padat modal, bukan padat karya.

    Oleh sebab itu, investasi padat karya yang tak terlalu dominan membuat kebutuhan tenaga kerja dari investasi baru menjadi terbatas. 

    “Selain itu, perlambatan ekonomi di China juga memberi dampak lanjutan — melemahnya permintaan domestik China membuat produk-produk China membanjiri pasar global dengan harga lebih murah. Akibatnya, serapan tenaga kerja pun ikut tertekan,” terang David kepada Bisnis, Kamis (6/11/2025). 

    Adapun mengenai kontribusi manufaktur terhadap PDB, David menilai berbagai upaya pemerintah ke depan berpotensi memberikan daya ungkit terhadap kontribusi sektor manufaktur. Utamanya, hilirisasi sumber daya alam yang diharapkan memberikan nilai tambah terhadap komoditas.

    Tidak hanya itu, dia meyakini akses pasar Indonesia bisa semakin luas dengan sejumlah perjanjian perdagangan bebas seperti Kanada (ICA-CEPA) dan Uni Eropa (IEU-CEPA). Harapannya, free trade yang berlaku 2026-2027 itu bisa memperluas permintaan ekspor. 

    David menilai upaya pemerintah menstimulasi ekonomi bisa mendorong penciptaan lapangan kerja tapi tidak otomatis. Misalnya, injeksi kas pemerintah Rp200 triliun ke himbara untuk mendorong kredit. 

    Dia menyebut efek stimulus ke penyerapan tenaga kerja tidak otomatis terjadi, karena diperlukan permintaan kredit produktif yang kuat dan keyakinan pelaku usaha terhadap prospek ekonomi.

    “Jika sentimen pelaku usaha masih cenderung wait and see atau ekspansi belum dianggap layak secara komersial, maka stimulus likuiditas tersebut tidak akan sepenuhnya tertranslasi menjadi peningkatan investasi,” tuturnya. 

  • China Mulai Salip AS dalam Inovasi, Gimana Respons Eropa?

    China Mulai Salip AS dalam Inovasi, Gimana Respons Eropa?

    Jakarta

    “Scientia potestas est,” kata Francis Bacon lebih dari empat abad silam. Pengetahuan adalah kekuasaan. Pada masa ketika dunia mulai menggunakan teleskop dan mesin cetak, sang filsuf menegaskan bahwa pencapaian sains berkaitan erat dengan kekuasaan politik. Prinsip itu tetap relevan hingga hari ini.

    Di era kedigdayaan Amerika Serikat, perlombaan menentukan siapa yang memegang kendali atas pengetahuan — dan bagaimana ia digunakan – mencapai sebuah titik balik. Survei yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) menunjukkan pada 2023, ilmuwan Cina menjadi mitra utama dalam hampir separuh kolaborasi riset dengan peneliti Amerika Serikat.

    Jumlah tersebut menandakan pergeseran sejarah. Cina tidak lagi sekedar mengejar, tetapi kini memimpin di sejumlah bidang strategis dan kian mendiktekan agenda dalam isu-isu riset global.

    Cina memimpin: Perubahan peta kekuatan sains dunia

    Kebangkitan Cina di bidang ilmu pengetahuan tidak lagi diukur dari jumlah publikasi ilmiah atau penghargaan klasik seperti Nobel yang prestisius. Kini, tolok ukurnya lebih luas dan strategis.

    Analisis terhadap sekitar enam juta publikasi riset menunjukkan bahwa pada 2023, sekitar 45 persen komposisi kepemimpinan dalam penelitian bersama antara Amerika Serikat dan Cina, sudah dipegang oleh ilmuwan Tiongkok. Padahal pada 2010, angkanya baru 30 persen. Jika tren ini berlanjut, para peneliti memperkirakan Cina akan menyamai dominasi AS di bidang strategis seperti kecerdasan buatan, riset semikonduktor, dan ilmu material pada 2027 hingga 2028.

    Cina juga unggul dalam jumlah publikasi ilmiah. Laporan Riset dan Inovasi G20 terbaru mencatat hampir 900 ribu publikasi ilmiah berasal dari Cina, meningkat tiga kali lipat dibanding 2015. Dalam Nature Index, yang menilai 150 jurnal sains dan kedokteran teratas, Cina telah lama menyalip AS. Dari sepuluh institusi paling berpengaruh dalam indeks tersebut, tujuh di antaranya berasal dari Cina.

    Sementara itu, posisi negara-negara Barat terlihat semakin terdesak. Kendati Harvard University masih memimpin, tetapi peringkat dua hingga sembilan didominasi universitas-universitas Cina. Adapun Massachusetts Institute of Technology (MIT), ikon inovasi Amerika Serikat, berada di posisi ke-10.

    Mengapa Cina kian unggul dalam riset?

    Di sektor teknologi, termasuk melalui program Belt and Road Initiative (BRI), Cina menggelontorkan dana riset bernilai miliaran dolar AS untuk menjaring talenta internasional sekaligus memperluas koneksi akademik dan industri ke berbagai negara. Studi PNAS menyebut bahwa diplomasi sains menjadi instrumen yang sengaja digunakan Beijing untuk memperkuat pengaruh dan kemitraan globalnya.

    Apa kekuatan dan kelemahan Cina?

    Kecepatan eksekusi, investasi strategis, dan jaringan riset yang terpusat menjadi kekuatan utama Cina. Hasilnya terlihat jelas pada bidang teknik, elektronika, ilmu material, fisika, dan kimia, dengan tingkat sitasi yang tinggi di jurnal internasional.

    Namun kendali yang sangat terpusat juga membawa keterbatasan. Inovasi membutuhkan disiplin, tapi juga kebebasan agar tumbuh kreativitas yang kelak melahirkan terobosan. Di sinilah perbedaan terlihat: Dalam hal keleluasaan inovasi dan budaya riset korporasi, Amerika Serikat masih memiliki keunggulan besar dibanding Cina maupun Eropa.

    Di sisi lain, kerja sama riset internasional kini menghadapi tekanan. AS dan Eropa semakin memandang Cina sebagai rival strategis, sementara dinamika geopolitik dan ekonomi dewasa ini justru memperlebar jarak kolaborasi ilmiah antara ketiga kekuatan global.

    Persaingan AI antara Cina dan AS

    Persaingan terlihat jelas di arena baru, riset kecerdasan buatan. Kendati AS masih memimpin, terobosan model bahasa oleh Deepseek menunjukkan Cina bisa menciptakan teknologi serupa dengan biaya lebih rendah — dan dalam waktu yang lebih singkat. Harvard dan kampus-kampus top AS memang masih menjadi pusat inovasi, tetapi akademi riset Cina kini menipiskan jarak.

    Dalam jumlah hak paten kecerdasan buatan, Cina bahkan sudah menjadi pemain utama dunia. AS dinilai masih mampu bersaing, tetapi banyak institusi riset terbaik di Eropa tertinggal jauh dalam persaingan global.

    Mengapa AS dan Uni Eropa tertinggal?

    Kebangkitan Cina terjadi pada saat Amerika Serikat dan Eropa justru berada dalam kondisi melemah. Dunia riset di AS terdampak gejolak politik, pemangkasan anggaran, serta keluarnya banyak talenta terbaik. Kebijakan penghematan Presiden Donald Trump dan memburuknya hubungan AS dengan Cina membuat kolaborasi ilmiah menurun dan mendorong sebagian peneliti berpindah ke Cina.

    Uni Eropa sebenarnya berpeluang menarik talenta global yang kini merasa kurang diterima di AS. Namun, Eropa masih harus melangkahi ketertinggalan, yang kerap terhambat oleh perbedaan kepentingan nasional dan berbagai batasan internal, baik di dalam Uni Eropa maupun negara-negara Eropa lainnya.

    Dampak global: Kebangkitan Cina menggeser keseimbangan kekuatan

    Perkembangan Cina yang tampak tak terbendung tengah mengubah tatanan ekonomi dan geopolitik dunia. Cina kini ikut menentukan agenda riset internasional, sementara Eropa semakin tertinggal dalam perlombaan teknologi masa depan.

    Salah satu opsi bagi Eropa adalah menjalin kolaborasi strategis dengan tim riset Cina agar tetap dapat bersaing. Namun, masih menjadi pertanyaan terbuka bagaimana sistem riset Cina akan merespons meningkatnya fragmentasi kerja sama ilmiah dan ketegangan geopolitik yang terus berkembang.

    Peluang Eropa dalam keragaman riset

    Sebagai alternatif dari kecenderungan fragmentasi global, Eropa dapat membangun kekuatan riset bersama yang melampaui kepentingan nasional masing-masing negara. Keragaman bahasa, budaya, dan tradisi bukan kelemahan, melainkan sumber kreativitas dan inovasi yang tidak dimiliki oleh negara dengan sistem yang lebih seragam.

    Ungkapan “pengetahuan adalah kekuasaan” kembali relevan di sini. Dengan memanfaatkan keragaman sebagai pendorong inovasi, Eropa memiliki peluang untuk bangkit. Laporan pemantauan European Research Area (ERA) juga menunjukkan bahwa jika Eropa bekerja sama secara terarah dan menyatukan sumber dayanya, kawasan ini berpotensi menjadi kekuatan riset global yang mampu bersaing sejajar dengan Cina dan Amerika Serikat.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Ausirio Sangga Ndolu

    Editor: Prihardani Tuah Purba

    (ita/ita)

  • Admin Bisa Ubah Grup Facebook dari Privat ke Publik, Apa Privasi Anggota Tetap Aman?

    Admin Bisa Ubah Grup Facebook dari Privat ke Publik, Apa Privasi Anggota Tetap Aman?

    Di sisi lain, Komisi Eropa menyatakan teknologi Meta melakukan pelanggaran Undang Undang Layanan Digital (Digital Services Act/DSA) terkait pelaporan konten illegal bagi pengguna Facebook dan Instagram.

    Dalam pernyataan resminya, sebagaimana dikutip dari Arstechnica, Selasa (28/10/2025), Meta dinilai gagal dalam menyediakan mekanisme ‘Pemberitahuan dan Tindakan’ yang mudah digunakan dan diakses bagi pengguna untuk melaporkan konten ilegal, seperti materi pelecehan seksual anak dan konten teroris.

    Mekanisme pelaporan yang ada di Meta dianggap memaksakan beberapa langkah dan tuntutan yang tidak perlu kepada pengguna, bahkan mencurigai Meta menggunakan “pola gelap” atau desain antarmuka yang menipu.

    Selain itu, mekanisme banding atau pengajuan keberatan moderasi konten yang digunakan Facebook dan Instagram juga dikritik tidak memberi ruang bagi pengguna untuk menyertakan penjelasan atau bukti tambahan.

    “Hal ini menyulitkan pengguna di Uni Eropa untuk menjelaskan lebih lanjut mengapa mereka tidak setuju dengan keputusan konten Meta, membatasi efektivitas mekanisme banding,” ujar Komisi Eropa.

    Ancaman Sanksi Denda

    Meta masih diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan sebelum komisi membuat keputusan akhir. Namun, jika tuduhan ini terbukti, mereka berhak mengeluarkan keputusan ketidakpatuhan yang terancam denda hingga 6% dari seluruh pendapatan tahunan di seluruh dunia.

    “Komisi Eropa dapat menerapkan denda berkala agar Meta segera tunduk pada aturan,” ucap badan eksekutif Uni Eropa tersebut.

    Langkah Uni Eropa terhadap Meta berpotensi memancing reaksi keras terhadap pemerintahan Donald Trump, yang selama ini menolak kebijakan Eropa terhadap perusahaan teknologi AS dan mengancam akan memberikan tarif besar kepada negara-negara yang menerapkan aturan layanan digital terhadap perusahaan-perusahaan AS.

    “Uni Eropa telah mencapai kesepakatan tarif dengan AS pada musim panas lalu, namun pembahasan mengenai implementasi perjanjian itu masih terus berlanjut,” tulis The Wall Street Journal.

    Ketua Federal Trade Commission (FTC), Andrew Ferguson, sempat memperingatkan Meta dan sejumlah perusahaan teknologi lainnya agar tidak “menyensor warga AS untuk mematuhi hukum, tuntutan dari kekuatan asing”.

    Menanggapi tuduhan tersebut, Meta menyatakan tidak setuju dengan dugaan pelanggaran DSA dan akan berunding dengan Komisi Eropa mengenai hal ini. Perusahaan juga menegaskan telah menerapkan perubahan untuk mematuhi DSA.

  • Perluasan Uni Eropa, Montenegro ‘Si Paling Siap’ Bergabung

    Perluasan Uni Eropa, Montenegro ‘Si Paling Siap’ Bergabung

    Jakarta

    Laporan tahunan dari Brussels itu menjadi semacam rapor bagi negara-negara kandidat yang tengah menapaki jalan menuju keanggotaan penuh Uni Eropa.

    Saat ini terdapat sepuluh negara yang tengah berupaya masuk ke blok tersebut: Ukraina, Moldova, Albania, Bosnia-Herzegovina, Makedonia Utara, Kosovo, Serbia, Montenegro, Georgia, dan Turki.

    “Perluasan Uni Eropa merupakan kepentingan terbaik bagi kita,” tandas Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, kepada wartawan di Brussels.

    “Proses aksesi tetaplah adil, ketat, dan berbasis pada prestasi. Namun kini, target agar negara-negara baru bergabung dengan Uni Eropa pada 2030 menjadi lebih realistis,” ujarnya.

    Ukraina: Ambisi tinggi, masih butuh reformasi

    Meski masih menghadapi invasi Rusia yang terus berlangsung dan blokade politik dari Hungaria dalam negosiasi aksesi, Komisi Eropa memuji komitmen Kyiv untuk terus melangkah menuju keanggotaan penuh.

    Komisi Eropa juga menyatakan dukungannya terhadap rencana ambisius Ukraina untuk bergabung pada akhir 2028 — meski negara itu baru mengajukan permohonan keanggotaan pada 2022. Namun, laporan tersebut menegaskan bahwa reformasi harus dipercepat dan upaya pemberantasan korupsi diperkuat.

    Laporan itu mencatat adanya “tren negatif baru-baru ini”, termasuk tekanan terhadap lembaga-lembaga antikorupsi dan masyarakat sipil, dan menegaskan bahwa langkah-langkah seperti itu harus segera dibalikkan.

    “Kemajuan berkelanjutan juga diperlukan untuk memperkuat independensi, integritas, profesionalisme, dan efisiensi lembaga peradilan, kejaksaan, serta penegak hukum — juga dalam memerangi kejahatan terorganisir,” demikian isi laporan tersebut.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy kembali meminta Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban, untuk mengakhiri veto terhadap upaya Ukraina bergabung dengan Uni Eropa.

    “Kami sedang berperang demi kelangsungan hidup kami, dan kami berharap perdana menteri Hungaria mendukung kami — setidaknya tidak menghalangi kami,” tandas Zelenskyy dalam acara yang digelar Euronews di Brussels.

    Georgia: Demokrasi yang merosot tajam

    Sementara itu, Komisi Eropa menyebut Georgia hanya negara kandidat ‘di atas kertas’, dengan keprihatinan serius terhadap kondisi demokrasi di sana.

    Walau dukungan publik terhadap keanggotaan Uni Eropa sangat luas, pemerintah Georgia justru semakin mendekat ke Moskow dan menekan kelompok oposisi.

    “Situasi di Georgia memburuk secara tajam, dengan kemunduran demokrasi yang serius,” ujar Komisaris Perluasan Uni Eropa, Marta Kos.

    Partai berkuasa Georgian Dream diketahui membekukan pembicaraan aksesi dengan menuduh Brussels berupaya memicu revolusi di Georgia — tuduhan yang dengan keras dibantah oleh Uni Eropa.

    Pekan lalu, Ketua Parlemen Georgia, yang juga pejabat senior partai berkuasa, bahkan menyatakan bahwa tiga partai oposisi terbesar akan dilarang karena dianggap mengancam “tatanan konstitusional.”

    “Temuan laporan ini, sayangnya, menjadi pukulan berat bagi harapan Georgia untuk bergabung dengan Uni Eropa,” ujar Duta Besar Uni Eropa untuk Georgia, di Tbilisi, Pawel Herczynski, “Georgia tidak berada di jalur untuk menjadi anggota Uni Eropa — tidak pada tahun 2030, dan mungkin juga tidak sesudahnya.”

    Montenegro “si paling siap”

    Dari seluruh negara kandidat, Montenegro dinilai paling siap bergabung dengan Uni Eropa. Negara kecil di kawasan Balkan dengan populasi sekitar 600 ribu jiwa itu telah memulai negosiasi pada 2012, dan menargetkan selesainya pembahasan pada akhir 2026.

    “Kami berharap menjadi anggota baru berikutnya Uni Eropa,” ungkap Wakil Perdana Menteri Montenegro, Filip Ivanovic dalam konferensi Euronews.

    Berbicara mengenai Albania, yang berambisi menuntaskan negosiasi pada 2027, Marta Kos mengatakan kedua negara tersebut menunjukkan kemajuan paling signifikan dalam reformasi sepanjang tahun lalu.

    “Dengan kecepatan dan kualitas reformasi saat ini, kita mungkin dapat menuntaskan pembicaraan aksesi dalam beberapa tahun mendatang,” ujarnya.

    Namun, keanggotaan penuh tetap harus mendapat persetujuan dan ratifikasi dari seluruh negara anggota Uni Eropa.

    “Komisi akan tetap menuntut standar tertinggi dalam reformasi — terutama dalam penegakan hukum, lembaga demokrasi, dan kebebasan fundamental. Tidak akan ada jalan pintas,” tutup Kos.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Rizki Nugraha

    (ita/ita)

  • Maling Curi Uang Rp 11 Miliar Ditangkap, Begini Modusnya

    Maling Curi Uang Rp 11 Miliar Ditangkap, Begini Modusnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Otoritas penegak hukum Eropa berhasil menangkap sembilan tersangka pelaku pencurian uang yang diduga membentuk jaringan penipuan mata uang kripto dengan kerugian lebih dari 600 juta euro (sekitar Rp11 triliun) dari korban di berbagai negara.

    Para pelaku diketahui membuat platform investasi kripto palsu yang tampak resmi dan menjanjikan keuntungan tinggi. Mereka merekrut korban melalui berbagai cara, termasuk media sosial dan panggilan telepon acak (cold calling).

    Setelah korban menransfer aset kripto mereka, uang tersebut tak bisa dikembalikan. Para pelaku berhasil mencuri lebih dari 600 juta euro juta hasil penipuan menggunakan teknologi blockchain.

    Operasi penangkapan dilakukan secara serentak pada 27 dan 29 Oktober 2025 di Siprus, Spanyol, dan Jerman, di bawah koordinasi Eurojust, lembaga kerja sama peradilan Uni Eropa yang berkantor di Den Haag, Belanda.

    “Sebanyak sembilan tersangka ditangkap di rumah mereka di Siprus, Spanyol, dan Jerman atas dugaan pencucian uang hasil penipuan. Selain itu, penggeledahan menghasilkan penyitaan 800.000 euro di rekening bank, 415.000 euro dalam bentuk kripto, serta 300.000 euro uang tunai,” ujar Eurojust, dikutip dari Bleeping Computer, Rabu (5/11/2025).

    Kasus ini bukan yang pertama. Bulan lalu, polisi Eropa menangkap lima tersangka lain yang terkait jaringan penipuan investasi kripto besar-besaran dengan kerugian lebih dari 100 euro juta sejak 2018.

    Sebelumnya, polisi Spanyol juga menangkap lima tersangka yang diduga mencuci US$540 juta dari skema investasi kripto ilegal dan menipu lebih dari 5.000 korban di seluruh dunia.

    Kasus penipuan investasi kripto terus meningkat. Data Federal Trade Commission (FTC) AS menunjukkan bahwa warga Amerika kehilangan rekor US$12,5 miliar akibat berbagai penipuan sepanjang 2024, dengan investasi palsu menjadi penyumbang kerugian terbesar, mencapai US$5,7 miliar.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Mahkamah Pidana Internasional Ogah Pakai Microsoft Office, Ini Sebabnya

    Mahkamah Pidana Internasional Ogah Pakai Microsoft Office, Ini Sebabnya

    Jakarta

    Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) di Den Haag resmi mengumumkan langkah besar: meninggalkan Microsoft Office dan beralih ke OpenDesk, platform kolaborasi open source buatan Eropa.

    Keputusan ini menandai babak baru dalam upaya “kedaulatan digital” Eropa, sekaligus menunjukkan jarak yang semakin melebar antara lembaga-lembaga Uni Eropa dan penyedia perangkat lunak asal Amerika Serikat.

    Langkah ICC datang di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dan tekanan politik terhadap lembaga-lembaga internasional. Dalam laporan Euractiv, sejumlah sumber menyebut bahwa keputusan ini juga dipicu oleh dugaan insiden serius — Microsoft diduga sempat menghapus akun email milik Jaksa Penuntut ICC, Karim Khan, serta beberapa pejabat lainnya, setelah pemerintahan Donald Trump menjatuhkan sanksi baru terhadap ICC. Microsoft telah membantah tudingan tersebut, namun kepercayaan tampaknya sudah telanjur retak.

    Juru bicara Microsoft menegaskan bahwa perusahaan masih “menjaga hubungan baik” dengan ICC, dan tidak ada pembatasan apa pun yang menghalangi penyediaan layanan produktivitas di masa mendatang. Namun, ICC tampaknya sudah mantap untuk membangun sistem digital yang lebih independen dari pengaruh Amerika.

    OpenDesk sendiri merupakan paket perangkat lunak kantor yang dikembangkan oleh German Centre for Digital Sovereignty (ZenDiS) — lembaga yang didirikan pemerintah Jerman pada 2022 untuk mendorong kemandirian digital di sektor publik, demikian dikutip detikINET dari Techspot, Selasa (4/11/2025).

    Platform ini menyediakan layanan seperti Email, Chat, Kalender, Dokumen, dan Kontak, serta didesain sepenuhnya untuk berjalan di infrastruktur lokal tanpa ketergantungan pada server luar negeri. Dengan kata lain, OpenDesk hadir sebagai simbol perlawanan terhadap dominasi cloud komersial milik raksasa AS seperti Microsoft dan Google.

    ZenDiS juga diketahui bekerja sama dengan pemerintah Prancis untuk mengembangkan alternatif buatan lokal untuk Google Docs, dan baru-baru ini mengumumkan konsorsium baru bersama mitra dari Prancis, Italia, dan Belanda untuk membangun infrastruktur digital berdaulat di Eropa.

    Bagi ICC, keputusan ini bukan hanya soal efisiensi atau keamanan data, tetapi juga pernyataan politik: lembaga internasional kini tak ingin bergantung pada teknologi yang bisa dikontrol atau dipengaruhi oleh kekuatan asing.

    (asj/asj)

  • Komentar Keras Kanselir Jerman Suruh Pengungsi Suriah Angkat Kaki

    Komentar Keras Kanselir Jerman Suruh Pengungsi Suriah Angkat Kaki

    Jakarta

    Pengungsi Suriah yang berada di Jerman diminta pulang ke negaranya. Perintah itu disampaikan oleh Kanselir Jerman Friedrich Merz.

    Seperti dilansir kantor berita AFP dan Al-Arabiya, Selasa (4/11/2025), Merz mengatakan bahwa saat ini “tidak ada lagi alasan” bagi warga Suriah yang melarikan diri dari perang brutal selama 13 tahun di negara mereka untuk mencari suaka di Jerman. Ini merupakan komentar keras Merz terbaru tentang para pengungsi.

    “Bagi mereka yang menolak untuk kembali ke negara mereka, tentu saja kami dapat mengusir mereka,” katanya saat berkunjung ke Husum, di Jerman utara pada Senin (3/11) waktu setempat.

    Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul pada hari Kamis lalu dalam kunjungannya ke Damaskus, Suriah, mengatakan bahwa potensi warga Suriah untuk kembali ke negara asalnya “sangat terbatas” karena perang telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur negara itu.

    Pernyataan itu memicu reaksi keras dari Partai Uni Demokratik Kristen (CDU) pimpinan Merz dan Wadephul, yang telah berjuang untuk menghindari disalip oleh partai-partai sayap kanan dalam isu migrasi yang eksplosif.

    Merz mengatakan ia telah mengundang Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa, yang pasukannya menggulingkan penguasa lama Bashar al-Assad tahun lalu, untuk mengunjungi Jerman guna membahas “bagaimana kita dapat menyelesaikan masalah ini bersama-sama.”

    “Suriah membutuhkan seluruh kekuatannya, dan terutama warga Suriah, untuk membangun kembali,” kata Merz, seraya menambahkan ia yakin banyak yang akan kembali dengan sendirinya.

    Sekitar satu juta warga Suriah tinggal di Jerman, sebagian besar telah melarikan diri dari perang dalam eksodus massal pada tahun 2015 dan 2016.

    Pemerintahan Baru Suriah

    Diketahui rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad telah digulingkan pada 8 Desember tahun lalu. Pada saat itu, pemberontak memasuki ibu kota memaksa Assad kabur dari Damaskus.

    Assad telah memimpin Suriah sejak 2000 sebelum digulingkan tahun lalu. Dia menjadi presiden setelah ayahnya, Hafez al-Assad, yang menjadi Presiden Suriah sejak 1971, meninggal pada 2000.

    Usai penggulingan Assad, Suriah kemudian dipimpin oleh Presiden Ahmed al-Sharaa. Sharaa adalah yang memimpin serangan kilat yang menggulingkan rezim Bashar al-Assad.

    Pria yang sebelumnya dikenal dengan nama samaran Abu Mohammed al-Jolani ini adalah pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok dominan dalam aliansi pemberontak.

    Ia kemudian mengatakan HTS harus dihapus dari daftar organisasi teroris yang ditetapkan oleh PBB, AS, Uni Eropa, dan Inggris. HTS awalnya ditetapkan sebagai organisasi teroris lantaran merupakan kelompok sempalan al-Qaeda, walau kemudian memisahkan diri pada 2016.

    Sharaa mengatakan negaranya sudah lelah perang dan tidak akan menjadi ancaman bagi negara-negara tetangganya atau negara-negara Barat. Dalam wawancara dengan BBC di Damaskus, ia menyerukan agar sanksi terhadap Suriah dicabut.

    “Sekarang, setelah semua yang terjadi, sanksi-sanksi harus dicabut karena sanksi-sanksi tersebut ditujukan kepada rezim lama. Korban dan penindas tidak boleh diperlakukan dengan cara yang sama,” kata Sharaa seperti dilansir BBC, (21/12/2024).

    Halaman 2 dari 2

    (lir/lir)