Negara: Uni Emirat Arab

  • BRICS ranah baru aktualisasi prinsip bebas aktif Indonesia

    BRICS ranah baru aktualisasi prinsip bebas aktif Indonesia

    Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Kebijakan Hubungan Luar Negeri Darmansjah Djumala (ANTARA/HO-Koleksi Pribadi)

    BPIP: BRICS ranah baru aktualisasi prinsip bebas aktif Indonesia
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Jumat, 10 Januari 2025 – 06:55 WIB

    Elshinta.com – Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Kebijakan Hubungan Luar Negeri Darmansjah Djumala mengatakan dengan menjadi anggota BRICS, Indonesia memasuki ranah baru dalam upaya mengaktualisasikan prinsip bebas aktif dalam diplomasi dan kebijakan luar negerinya.

    “Diplomasi Indonesia melakukan langkah bersejarah dengan menjadi anggota BRICS,” kata Djumala dalam keterangan tertulis yang diterima di Pangkalpinang, Kamis.

    Dalam kesempatan ini, Djumala menggarisbawahi fakta bahwa penerimaan Indonesia sebagai anggota penuh relatif cepat. Niat Indonesia untuk ikut BRICS dinyatakan oleh Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Sugiono pada KTT BRICS di Kazan, Rusia, 24 Oktober 2024.

    “Hanya berselang dua setengah bulan, Kemenlu Brazil, sebagai Ketua BRICS saat ini, mengumumkan diterimanya Indonesia sebagai anggota penuh,” katanya.

    Menurut dia, cepatnya Indonesia diterima sebagai anggota menyiratkan sesuatu, yakni peran Indonesia dinilai penting dalam BRICS, terutama dalam tiga perspektif; yaitu geopolitik, ekonomi dan diplomasi.

    Pertama, dalam konteks geopolitik dunia sekarang ini, profil Indonesia sebagai pelopor Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Non Blok membawa nuansa kemandirian dan independensi dalam tarikan kepentingan politik global.

    Muruah prinsip bebas aktif akan terefleksi dalam kinerja diplomasi BRICS dalam interaksinya dengan kekuatan politik global lainnya. Pada titik ini Indonesia memperoleh ranah baru untuk mengaktualisasikan prinsip bebas-aktifnya.

    Kedua, dari perspektif ekonomi, Indonesia dipandang sebagai kekuatan ekonomi regional dengan pangsa pasar terbuka yang luas dengan kelas menengah cukup besar.

    Menurut Djumala, dengan status sebagai anggota G20 tidak sulit bagi Indonesia untuk berkontribusi dalam kerja sama BRICS, terutama dalam pembukaan akses pasar dan arus investasi.

    Ketiga, dari perspektif watak diplomasi, Indonesia selama ini sudah telanjur dikenal sebagai penengah atau bridge builder dalam banyak perbedaan kepentingan negara-negara dunia, seperti negara maju versus negara berkembang atau negara barat versus timur.

    Menjadi mediator kepentingan yang berbeda secara diametral sudah menjadi DNA diplomasi Indonesia, sebut Djumala. Watak mediasi seperti ini sangat diperlukan dalam menjembatani kepentingan antara BRICS dan kekuatan blok ekonomi global lainnya.

    “Sebenarnya di sinilah letak nilai lebih yang dimiliki Indonesia ketika menjadi anggota BRICS,” katanya.

    Djumala mengatakan adab diplomasi Indonesia yang menekankan pada upaya “menyatukan yang terbelah dan mendekatkan yang terpisah” akan mewarnai langkah BRICS ketika berhadapan dengan kepentingan blok ekonomi lain.

    Diplomasi nilai yang dibawa Indonesia yang diinspirasi oleh Pancasila, yaitu gotong royong (kerjasama) dan musyawarah (dialog), diharapkan dapat mewarnai kinerja BRICS manakala kelompok tersebut berinteraksi dengan kekuatan ekonomi global lain,” jelas Djumala.

    BRICS adalah forum kerjasama ekonomi negara-negara dari berbagai kawasan dunia. Saat ini BRICS beranggotakan 10 negara, yaitu Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Iran, Mesir, Etiopia, Uni Emirat Arab, dan Indonesia.

    Selain itu, BRICS juga diikuti12 negara mitra, yaitu Thailand, Malaysia, Vietnam, Aljazair, Belarus, Bolivia, Kuba, Kazakhstan, Nigeria, Turki, Uganda, dan Uzbekistan. Dalam level dunia, BRICS menguasai 37,82 persen PDB dunia dengan jumlah penduduk 48 persen dari total populasi dunia.

    Sumber : Antara

  • Djumala: BRICS ranah baru aktualisasi prinsip bebas aktif Indonesia

    Djumala: BRICS ranah baru aktualisasi prinsip bebas aktif Indonesia

    Pangkalpinang (ANTARA) – Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Kebijakan Hubungan Luar Negeri Darmansjah Djumala mengatakan dengan menjadi anggota BRICS, Indonesia memasuki ranah baru dalam upaya mengaktualisasikan prinsip bebas aktif dalam diplomasi dan kebijakan luar negerinya.

    “Diplomasi Indonesia melakukan langkah bersejarah dengan menjadi anggota BRICS,” kata Djumala dalam keterangan tertulis yang diterima di Pangkalpinang, Kamis.

    Dalam kesempatan ini, Djumala menggarisbawahi fakta bahwa penerimaan Indonesia sebagai anggota penuh relatif cepat. Niat Indonesia untuk ikut BRICS dinyatakan oleh Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Sugiono pada KTT BRICS di Kazan, Rusia, 24 Oktober 2024.

    “Hanya berselang dua setengah bulan, Kemenlu Brazil, sebagai Ketua BRICS saat ini, mengumumkan diterimanya Indonesia sebagai anggota penuh,” katanya.

    Menurut dia, cepatnya Indonesia diterima sebagai anggota menyiratkan sesuatu, yakni peran Indonesia dinilai penting dalam BRICS, terutama dalam tiga perspektif; yaitu geopolitik, ekonomi dan diplomasi.

    Pertama, dalam konteks geopolitik dunia sekarang ini, profil Indonesia sebagai pelopor Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Non Blok membawa nuansa kemandirian dan independensi dalam tarikan kepentingan politik global.

    Muruah prinsip bebas aktif akan terefleksi dalam kinerja diplomasi BRICS dalam interaksinya dengan kekuatan politik global lainnya. Pada titik ini Indonesia memperoleh ranah baru untuk mengaktualisasikan prinsip bebas-aktifnya.

    Kedua, dari perspektif ekonomi, Indonesia dipandang sebagai kekuatan ekonomi regional dengan pangsa pasar terbuka yang luas dengan kelas menengah cukup besar.

    Menurut Djumala, dengan status sebagai anggota G20 tidak sulit bagi Indonesia untuk berkontribusi dalam kerja sama BRICS, terutama dalam pembukaan akses pasar dan arus investasi.

    Ketiga, dari perspektif watak diplomasi, Indonesia selama ini sudah telanjur dikenal sebagai penengah atau bridge builder dalam banyak perbedaan kepentingan negara-negara dunia, seperti negara maju versus negara berkembang atau negara barat versus timur.

    Menjadi mediator kepentingan yang berbeda secara diametral sudah menjadi DNA diplomasi Indonesia, sebut Djumala. Watak mediasi seperti ini sangat diperlukan dalam menjembatani kepentingan antara BRICS dan kekuatan blok ekonomi global lainnya.

    “Sebenarnya di sinilah letak nilai lebih yang dimiliki Indonesia ketika menjadi anggota BRICS,” katanya.

    Djumala mengatakan adab diplomasi Indonesia yang menekankan pada upaya “menyatukan yang terbelah dan mendekatkan yang terpisah” akan mewarnai langkah BRICS ketika berhadapan dengan kepentingan blok ekonomi lain.

    Diplomasi nilai yang dibawa Indonesia yang diinspirasi oleh Pancasila, yaitu gotong royong (kerjasama) dan musyawarah (dialog), diharapkan dapat mewarnai kinerja BRICS manakala kelompok tersebut berinteraksi dengan kekuatan ekonomi global lain,” jelas Djumala.

    BRICS adalah forum kerjasama ekonomi negara-negara dari berbagai kawasan dunia. Saat ini BRICS beranggotakan 10 negara, yaitu Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Iran, Mesir, Etiopia, Uni Emirat Arab, dan Indonesia.

    Selain itu, BRICS juga diikuti12 negara mitra, yaitu Thailand, Malaysia, Vietnam, Aljazair, Belarus, Bolivia, Kuba, Kazakhstan, Nigeria, Turki, Uganda, dan Uzbekistan. Dalam level dunia, BRICS menguasai 37,82 persen PDB dunia dengan jumlah penduduk 48 persen dari total populasi dunia.

    Pewarta: Joko Susilo
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kiamat Paspor Meluas ke Tetangga RI, Ini Penggantinya

    Kiamat Paspor Meluas ke Tetangga RI, Ini Penggantinya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah negara diketahui mulai meninggalkan paspor fisik. Mereka menggantikannya dengan teknologi face recognition.

    Salah satunya adalah negara tetangga Indonesia, Singapura. Masyarakat setempat yang akan berpergian ke luar negeri tidak perlu lagi membawa paspor.

    Bukan hanya masyarakat, turis mancanegera yang masuk ke Singapura juga hanya perlu menunjukkan wajah saat keberangkatan. Pemerintah setempat mengklaim 1,5 juta orang sudah menggunakan sistem tersebut.

    Selain Singapura, beberapa negara diketahui juga mulai mengadopsi teknologi face recognition untuk pengganti passpor. Mengutip Wired, negara tersebut mulai dari Finalndia, Kanada, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, India, Inggris, dan Italia.

    Nampaknya face recognition akan kian banyak digunakan di masa depan. “Teknologi ini akan jadi metode mainstream untuk melakukan perjalanan dalam waktu dekat,” kata Athina Ioannou, dosen di University of Surrey, Inggris.

    Salah satunya adalah saat pandemi Covid-19 yang mendorong penggunaan face recognition. Karena saat itu masyarakat dunia diharuskan beraktivitas tanpa kontak, termasuk untuk perjalanan.

    Sebagai informasi, data wajah jadi salah satu data yang tersimpan pada chip NFC di e-paspor. Dengan begitu metode facial recignition dapat mengenali identitas seseorang yang bepergian ke luar negeri.

    Penggunaan face recognition diharapkan bisa memangkas waktu tunggu dan hambatan lain. Namun ini juga mengundang risiko baru soal keamanan.

    Misalnya risiko kebocoran data. Ini memungkinkan adanya aktivitas mata-mata pada penumpang perjalanan.

    (fab/fab)

  • Tak Takut RI Dikucilkan AS Karena Gabung BRICS, Luhut: Pasar Kita Lebih Besar!

    Tak Takut RI Dikucilkan AS Karena Gabung BRICS, Luhut: Pasar Kita Lebih Besar!

    Jakarta

    Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menanggapi terkait resminya Indonesia menjadi anggota kelompok BRICS (Brasil, Rusia, India, China dan South Africa). Dengan begini pasar Indonesia disebut akan lebih besar.

    “Apa keuntungan kita dengan BRICS, ya market kita lebih besar, market kita lebih besar,” kata Luhut dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (9/1/2025).

    Luhut menyebut Indonesia adalah negara berdaulat dan besar sehingga tidak berpihak kepada satu negara mana pun. Terlebih dengan kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Indonesia dinilai tidak takut dengan adanya retaliasi dari Barat atau Amerika Serikat (AS).

    “Indonesia terlalu besar untuk berpihak kepada satu negara, ya maksud saya waktu itu China dan Amerika. Kita nggak perlu (takut dengan retaliasi), apalagi sekarang ini dengan Bapak Presiden seperti Pak Prabowo, tidak perlu. Jadi kita perlu merdeka, perlu independen. Ya sedikit nakal-nakal lah,” ucap Luhut.

    Dengan pasar Indonesia yang lebih besar, Luhut menyebut Indonesia bisa meminimalisir persoalan yang terjadi di beberapa negara seperti China dan AS.

    “Karena ini masalah kalau kita nggak hati-hati dengan persoalan yang ada di Tiongkok sekarang dan juga persoalan di Eropa, di mana gas sekarang dari Rusia disetop mereka, itu akan terjadi nanti masalah krisis energi di Eropa dan dia turunkan ke China dan China masalah ekonominya juga sekarang lagi kurang baik dan Amerika kita uncertainty-nya tinggi karena tarif itu yang belum jelas mau berapa persen dinaikkan oleh Presiden Trump,” beber Luhut.

    Kehadiran DEN disebut akan memberikan saran dan rekomendasi kepada Prabowo, serta bagaimana evaluasi dan implementasi dari kebijakan ekonomi prioritas pemerintah yang dijalankan di lapangan.

    “Jadi kombinasi masalah ini memang betul-betul kami cermati dengan baik. Jadi itu salah satu tugas DEN tadi, memberikan masukan pada Presiden dalam proses pengambilan keputusan,” imbuhnya.

    Sebelumnya, pemerintah Brasil mengumumkan Indonesia telah resmi menjadi anggota penuh BRICS. Pengumuman itu disampaikan pada Senin (6/1) waktu setempat.

    Dilansir dari AFP, Kementerian Luar Negeri Brasil dalam sebuah pernyataan mengatakan Indonesia bersama dengan negara-negara anggota lainnya memiliki keinginan untuk mereformasi lembaga-lembaga pemerintahan global dan memberikan kontribusi positif terhadap kerja sama di negara-negara Selatan.

    Brasil saat ini memegang jabatan presiden bergilir BRICS pada tahun 2025. Pemerintah Brasil menyebut tawaran Indonesia untuk bergabung dengan BRICS telah disetujui dalam pertemuan puncak di Johannesburg pada tahun 2023.

    BRICS sendiri didirikan pada 2009 oleh Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan. Selain Indonesia, sejumlah negara baru yang bergabung dalam BRICS+ adalah Iran, Mesir, Ethiopia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA).

    (aid/kil)

  • Militan Suriah di Selatan Ragu Serahkan Senjata dan Gabung Pemerintah Baru – Halaman all

    Militan Suriah di Selatan Ragu Serahkan Senjata dan Gabung Pemerintah Baru – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Juru bicara kelompok bersenjata Ruang Operasi Selatan, Naseem Abu Arra, mengatakan para pejuang di ruangan tersebut, ragu dengan gagasan untuk membubarkan kelompok bersenjata yang diumumkan oleh pemerintahan baru Suriah pada 25 Desember 2024.

    Kelompok tersebut, mengendalikan Kegubernuran Daraa di wilayah Suriah selatan.

    Setelah presiden Bashar al-Assad digulingkan, penguasa de facto Suriah Ahmed al-Sharaa (Abu Mohammed al-Julani) mengatakan, kelompok bersenjata akan dibubarkan dan bergabung di bawah Kementerian Pertahanan Suriah yang baru.

    “Para pejuang ragu-ragu mengenai isu pelucutan senjata dan pembubaran barisan mereka seperti yang diperintahkan oleh penguasa baru,” kata Abu Arra dalam wawancara dengan Agence France-Presse, Rabu (8/1/2025).

    “Saya dan orang-orang yang bersama kami adalah kekuatan yang terorganisir di selatan, memiliki senjata dan peralatan berat, dan dipimpin oleh perwira yang membelot dari tentara rezim,” lanjutnya.

    Abu Arra menambahkan, kelompok Ruang Operasi Selatan yang dipimpin oleh Ahmed Al-Awda, terdiri dari ribuan pria yang tidak memiliki afiliasi Islam.

    Sumber yang dekat dengan kelompok tersebut, mengindikasikan Ahmed Al-Awda juga memiliki hubungan baik dengan Rusia, Yordania dan Uni Emirat Arab (UEA).

    Dua hari setelah jatuhnya rezim Suriah pada 8 Desember 2024, Ahmed Al-Awda bertemu kepala departemen operasi baru di Suriah, Ahmed Al-Sharaa.

    Namun, dia tidak berpartisipasi setelah itu dalam pertemuan yang dipimpinnya pada tanggal 25 Desember 2024, ketika Ahmed Al-Sharaa mengumpulkan para pemimpin faksi bersenjata dan setuju untuk berada di bawah payung Kementerian Pertahanan. 

    Perdana Menteri Suriah: Kementerian Pertahanan Akan Diatur Ulang

    Sebelumnya pada Minggu (22/12/2024), Ahmed Al-Sharaa menyatakan, faksi-faksi tersebut akan mengumumkan pembubaran mereka dan bergabung dengan tentara nasional Suriah yang baru.

    “Selama revolusi, ada banyak kelompok, tetapi itu tidak dapat berlanjut di negara ini,” kata Ahmed Al-Sharaa selama konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, di Damaskus pada Minggu.

    “Dalam beberapa hari mendatang, Kementerian Pertahanan akan diumumkan, dan sebuah komite pejabat militer senior akan dibentuk untuk menciptakan tentara masa depan Suriah. Setelah itu, kelompok-kelompok itu akan bubar,” lanjutnya.

    Meski sebagian besar faksi setuju, namun tidak jelas apakah kesepakatan itu mencakup faksi yang dipimpin Kurdi di timur laut Suriah.

    Sebelumnya, Perdana Menteri Suriah, Mohammed al-Bashir, mengatakan kementerian akan direstrukturisasi menggunakan mantan faksi pemberontak dan perwira yang membelot dari tentara mantan Presiden Bashar al-Assad, seperti diberitakan ABC Net.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Alasan Mengapa Keanggotaan Indonesia di BRICS Jadi Langkah Tepat Prabowo Menurut Pakar

    Alasan Mengapa Keanggotaan Indonesia di BRICS Jadi Langkah Tepat Prabowo Menurut Pakar

    GELORA.CO – Keanggotaan penuh Indonesia di BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) dinilai menjadi langkah tepat yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto. Guru Besar Politik Internasional Universitas Pelita Harapan (UPH) Prof. Aleksius Jemadu memandang bahwa keanggota BRICS menguntungkan Indonesia secara historis dan dari aspek sosio-ekonomi.

    “Karena secara historis The Global South (Negara-Negara Berkembang di Selatan) adalah habitat alamiah Indonesia,” kata Prof. Aleksius saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (8/1/2025).

    Selain itu, Aleksius memandang bahwa kebijakan luar negeri tersebut dapat mendukung program prioritas pemerintah di dalam negeri, khususnya ketahanan pangan dan diversifikasi energi. Sementara itu, dia mengatakan bahwa keanggotaan di BRICS bisa membawa keuntungan bagi Indonesia dengan mempertimbangkan potensi pasar yang begitu besar karena terdapat raksasa ekonomi masa depan dunia, yakni India dan China.

    “Keputusan itu juga melepaskan Indonesia dari keterikatan yang kaku dengan ASEAN yang selama ini membatasi ruang gerak dan manuver diplomasi kita. Apalagi di dalam BRICS sudah bergabung Thailand, Malaysia, dan Vietnam, yang menjadi pesaing kita di Asia Tenggara,” ujarnya.

    Walaupun demikian, dia mengatakan bahwa ada dua tantangan ke depannya bagi Indonesia usai menjadi anggota penuh BRICS, yakni pertama, persaingan internal antarnegara BRICS. Kemudian, kedua, prinsip bebas aktif yang masih dipertahankan agar tidak larut dalam pendekatan konfrontatif China terhadap Kelompok G7.

    Pakar hubungan internasional Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia Riska Sri Handayani menilai keanggotaan penuh Indonesia di BRICS menjadi gebrakan besar Presiden Prabowo Subianto menjelang 100 hari pemerintahannya. Walaupun demikian, dalam konteks politik dalam negeri, Riska mengingatkan pemerintah perlu menunjukkan kebermanfaatan keanggotaan penuh tersebut.

    “Pemerintah dalam hal ini harus bisa proaktif memanfaatkan keanggotaan pada BRICS dalam mengejar kepentingan nasionalnya. Ada banyak sektor-sektor yang dapat digarap dalam kerangka kerja sama antara negara-negara anggota, dan keanggotaan Indonesia nantinya akan dapat meningkatkan bargaining power (kekuatan tawar-menawar, red.) untuk kepentingan dalam negeri,” kata Riska saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.

    Kemudian dalam konteks politik luar negeri, dia menilai keanggotaan penuh tersebut dapat memperkokoh posisi The Global South atau Negara-Negara Berkembang di Selatan pada forum global dan membuka peluang kerja sama dengan negara-negara Utara Global.

    “Bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh BRICS diharapkan akan dapat membawa sentimen positif untuk menghindari ketegangan geopolitik dan konflik internasional, terlebih Indonesia selama ini dikenal sebagai negara nonblok,” ujarnya.

    Walaupun demikian, Riska mengatakan bahwa terdapat kekhawatiran adanya sentimen negatif dari Amerika Serikat terhadap keanggotaan penuh Indonesia di BRICS.

    “Hal ini terkait fakta adanya rivalitas antara Amerika Serikat-Rusia dan persaingan antara pemerintah Amerika Serikat dengan China. Terlebih lagi, fakta bahwa Amerika Serikat saat ini kembali di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump yang dapat mengulang kembali perang dagang pada tahun 2018 yang lalu,” jelasnya.

    Oleh sebab itu, dia mengingatkan bahwa penting bagi Indonesia untuk menjaga posisinya di luar pengaruh dan tarik-menarik kekuatan global.

    “Kedaulatan dan populasi 270 juta masyarakat adalah modal sekaligus tanggung jawab negara untuk mewujudkan apa yang menjadi kepentingan nasionalnya tanpa harus mengikatkan diri pada salah satu kekuatan,” ujarnya.

    Sementara, Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Jember (Unej) Prof. Abubakar Eby Hara mengatakan bahwa dalam konteks politik luar negeri, keanggotaan penuh Indonesia di BRICS menunjukkan komitmen jangka panjang.

    “Untuk mendorong tatanan hubungan internasional yang lebih adil. Ini sudah disuarakan sejak masa Bung Karno (Presiden Pertama RI Soekarno),” kata Prof. Eby saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.

    Menurut dia, dengan menjadi anggota penuh BRICS, Indonesia dapat membangun kekuatan secara politis untuk menghadapi kekuatan negara-negara lain. “Misalnya, untuk melawan kemunafikan Barat yang misalnya membela Israel yang jelas-jelas melakukan genosida dan pelanggaran HAM (hak asasi manusia),” ujarnya.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa keanggotaan penuh di BRICS membawa harapan peningkatan perdagangan dengan sesama negara anggota BRICS.

    “Para anggotanya juga sedang mencari alternatif kerja sama yang lebih menguntungkan, seperti menggunakan mata uang lokal sesama mereka. Ini sudah dipraktikkan oleh Rusia dengan China misalnya,” katanya.

    Sebelumnya, Senin (6/1/2025), Brasil sebagai pemegang presidensi BRICS tahun ini mengumumkan bahwa Indonesia telah resmi menjadi anggota organisasi internasional tersebut.

    “Indonesia, yang memiliki populasi dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, memiliki kesamaan pandangan dengan anggota-anggota BRICS lainnya terkait dukungan atas reformasi institusi global dan kontribusi positif untuk menguatkan kerja sama antara negara-negara Selatan Global,” demikian pernyataan Pemerintah Brasil.

    Bergabungnya Indonesia ke BRICS pertama kalinya disepakati oleh anggota-anggota BRICS dalam KTT di Johannesburg, Afrika Selatan, pada Agustus 2023. Namun, karena Indonesia melaksanakan pemilihan umum pada Februari 2024, Pemerintah RI secara resmi menyatakan niat bergabung ke dalam BRICS hanya setelah pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto terbentuk.

    Dalam pernyataannya, Brasil menilai Indonesia telah mendukung isu-isu yang menjadi prioritas selama presidensi Brasil di BRICS dari 1 Januari hingga 31 Desember 2025. BRICS didirikan pada 2009 dengan anggota Brasil, Rusia, India, dan China, serta Afrika Selatan yang bergabung pada 2011, yang kemudian akronim dibentuk dari huruf pertama negara anggota tersebut.

    Blok ini sekarang telah diperluas untuk mencakup Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab yang bergabung pada Desember 2023, namun kelompok tersebut memutuskan untuk tetap menggunakan nama BRICS. Selain Indonesia, BRICS juga menyambut tiga negara Asia Tenggara lainnya sebagai anggota baru, yaitu Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

    Anggota-anggota BRICS menguasai 40 persen populasi dunia dan 35 persen produk domestik bruto (PDB) global sehingga menjadikannya pemain yang penting di kancah internasional.

  • Indonesia Gabung BRICS, Akan Ada Perubahan Apa? – Halaman all

    Indonesia Gabung BRICS, Akan Ada Perubahan Apa? – Halaman all

    Indonesia telah secara resmi menjadi anggota BRICS, menambahkan ekonomi terbesar di Asia Tenggaradengan populasi terbanyak di kawasan tersebut ke dalam blok itu.

    BRICS didirikan oleh Brasil, Rusia, Cina, dan India pada tahun 2009, dan telah berkembang relevansinya sebagai forum internasional bagi negara-negara berkembang. Afrika Selatan bergabung segera setelah pertemuan puncak pertama. Lalu pada tahun 2024, Mesir, Iran, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab menjadi anggota.

    Didorong oleh anggota-anggota baru, BRICS berusaha memperkuat reputasinya sebagai alternatif bagi kelompok ekonomi utama G7 yang dipimpin Amerika Serikat.

    “Kami telah menegaskan beberapa kali bahwa BRICS merupakan platform penting bagi Indonesia untuk memperkuat kerja sama Selatan-Selatan dan memastikan bahwa suara dan aspirasi negara-negara Selatan Global terwakili dengan baik dalam proses pengambilan keputusan global,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Rolliansyah Soemirat, kepada DW.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Jakarta “berkomitmen untuk berkontribusi pada agenda yang dibahas oleh BRICS, termasuk upaya untuk mempromosikan ketahanan ekonomi, kerja sama teknologi, dan kesehatan masyarakat,” lanjut Rolliansyah Soemirat.

    Gabung BRICS, Prabowo berisiko ‘dimusuhi’ Barat?

    Presiden Indonesia sebelumnya, Joko Widodo, menolak bergabung dengan BRICS pada tahun 2023, dengan mengatakan Jakarta masih mempertimbangkan pro dan kontra dan tidak ingin “terburu-buru.” Sementara presiden yang baru saja terpilih yakni Prabowo Subianto tidak terlihat khawatir.

    Namun pergeseran di Jakarta menandakan lebih dari sekadar perubahan pemerintahan. Dengan tatanan global yang dipimpin Barat yang dipandang sebagai terkoyak secara politik, dilemahkan oleh kekacauan ekonomi dan perang di Ukraina dan Timur Tengah, negara-negara di Global Selatan semakin bersedia untuk bergerak lebih dekat ke Beijing dan Moskow dan berisiko membuat Washington berang.

    Lebih dari 30 negara, termasuk negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia dan Vietnam, kini telah menyatakan minat atau secara resmi mengajukan keanggotaan BRICS.

    BRICS inginkan dunia yang multipolar

    Evolusi BRICS menjadi blok geopolitik yang lebih besar juga didorong oleh kebangkitan Cina sebagai kekuatan ekonomi dan politik global. Pemerintah Cina sering menyerukan tatanan dunia yang multipolar, dan infrastruktur keamanan dan keuangan yang tidak secara eksklusif didominasi oleh AS. Anggota BRICS juga sering membahas dominasi global dolar AS, dan perlunya kerangka keuangan alternatif antarnegara.

    Secara diplomatis, BRICS penting bagi Cina dan Rusia sebagai simbol lanskap multipolar yang sedang berkembang. Forum BRICS pada 2024 yang diselenggarakan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin menunjukkan bahwa Moskow masih punya banyak kawan di seluruh dunia meskipun ada sanksi Barat.

    Mengomentari keputusan Indonesia bergabung dengan BRICS, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Guo Jiakun, memujinya sebagai “negara berkembang utama dan kekuatan penting di Dunia Selatan.”

    Penting untuk dicatat bahwa BRICS bukanlah kelompok yang secara terang-terangan anti-Barat. Indonesia, seperti halnya anggota pendiri BRICS, India, menikmati hubungan baik dengan negara-negara Barat, dan tidak mungkin memihak dalam pertikaian geopolitik antara AS dan para pesaingnya.

    Indonesia diharapkan jadi penyeimbang

    “Indonesia tidak bermaksud melepaskan diri dari Barat baik perlahan-lahan maupun secepatnya,” kata M. Habib Abiyan Dzakwan, peneliti di departemen hubungan internasional di Center for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, kepada DW.

    “Dalam DNA kebijakan luar negeri Indonesia, semua adalah sahabat sebagaimana dinyatakan oleh Prabowo juga,” katanya. Ia menambahkan bahwa Jakarta “hanya ingin memperluas lapangan permainannya.”

    “Jika Indonesia dapat mempertahankan posisi non-bloknya dan memengaruhi agenda BRICS dengan pandangan inklusif untuk tidak mengecualikan atau meniadakan Barat, saya kira mungkin tidak akan berdampak banyak pada hubungan kita dengan Barat,” menurut Habib.

    Teuku Rezasyah, pakar hubungan internasional lainnya dan dosen dari Universitas Padjadjaran di Jawa Barat, mengatakan kepada DW bahwa Indonesia dapat bertindak sebagai “penyeimbang” dalam BRICS, sekaligus menjaga hubungannya dengan AS dan UE.

    “Sebagai kekuatan menengah, menjadi anggota BRICS memberi Indonesia pengaruh dalam tatanan global,” katanya.

    Efek Donald Trump terhadap negara BRICS

    Ketika Presiden AS terpilih Donald Trump menjabat akhir bulan ini, AS diperkirakan akan menarik diri dari keterlibatan multilateral. Pada bulan November 2024, Trump juga mengancam anggota BRICS akan diputus dari ekonomi AS jika mata uang BRICS diciptakan.

    Alexander Raymond Arifianto, peneliti senior di Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam (RSIS), percaya bahwa pendekatan yang lebih transaksional oleh pemerintahan Trump dapat memberi Indonesia kesempatan untuk membangun kemitraan yang lebih kuat dalam organisasi regional.

    “Menjalin kemitraan yang saling menguntungkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya tidak hanya akan memperkuat posisi non-blok kawasan tersebut dalam tatanan geopolitik yang semakin tidak pasti, tetapi juga akan memperkuat status Indonesia sebagai pemimpin ASEAN serta mandat multilateralnya pada saat Amerika Serikat condong ke arah unilateralisme,” tulis Arifianto dalam sebuah artikel baru-baru ini.

    Laporan tambahan dari Jakarta oleh Prita Kusumaputri dan Iryanda Mardanuz

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

  • Resmi! Prabowo Gaet Investor Qatar untuk Bangun 1 Juta Rumah

    Resmi! Prabowo Gaet Investor Qatar untuk Bangun 1 Juta Rumah

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menggaet investor Qatar untuk proyek pembangunan 1 juta rumah rakyat. Kerja sama antara Indonesia dan Qatar ini diresmikan melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (8/1/2025).

    Kerja sama tersebut dilakukan untuk mendukung target program 3 juta rumah yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menyatakan bahwa Qatar nantinya tak menjadi satu-satunya investor asing yang akan masuk di bidang perumahan.

    “Ini terjadi berkat kepercayaan kepada Bapak Presiden (Prabowo) yang sangat tinggi, dan ini bukan hanya investor satu-satunya yang akan datang di bidang perumahan, dan Presiden mendapatkan banyak dukungan,” kata Maruarar kepada wartawan di Istana Merdeka, Rabu (8/1/2025).

    Maruarar mengatakan bahwa pemerintah menargetkan untuk menyediakan hunian layak sebanyak 3 juta dan kini telah berproses untuk pembangunan 1 juta rumah pertama.

    “Kami diberikan target 3 juta untuk membangun perumahan. Dalam 2 bulan 20 hari ini kurang lebih sudah sekitar 40,000 dibangun,” imbuhnya.

    Adapun, sebelumnya Prabowo turut menyaksikan Penandatangan kesepakatan MoU yang ditandatangani dan diwakilkan oleh pihak Indonesia yakni Maruarar dan pihak Qatar Sheikh Abdul Aziz Al Thani.

    Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah menyatakan bahwa pemerintah telah mengantongi komitmen inevstasi dari sejumlah negara lain untuk mendukung program 3 juta rumah Presiden Prabowo Subianto. Beberapa di antaranya yakni Uni Emirates Arab (UEA) hingga Tiongkok.

    “Jadi dari China itu mereka menunjukkan kemampuannya membangun ya. Jadi, ada satu perusahaan yang bisa membangun satu juta itu sendiri,” jelasnya.

    Diberitakan sebelumnya, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perumahan Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan bahwa Qatar dan Uni Emirat Arab (UEA) bersedia untuk membantu ikut membiayai penyediaan 7 juta unit perumahan bagi masyarakat Indonesia.

    Hashim mengaku mendengar langsung kabar tersebut dari Presiden RI Prabowo Subianto. Secara terperinci, dia menyebut bahwa pemerintah Qatar bersedia untuk membiayai 5 juta unit perumahan.

    “Juga ada dermawan dari Qatar secara pribadi akan bantu 1 juta unit perumahan. Saya juga berkunjung, ke Abu Dhabi [ibu kota UEA] dan pemerintah Abu Dhabi menyatakan akan bantu 1 juta unit perumahan. Jadi dua negara ini bersedia untuk membiayai 7 juta unit perumahan,” ujar Hashim, dilansir dari Antara, Jumat (27/12/2024).

  • Indonesia Gabung BRICS, Ini Untung dan Ruginya – Page 3

    Indonesia Gabung BRICS, Ini Untung dan Ruginya – Page 3

    Sebelumnya, Brasil, yang memegang posisi kepresidenan BRICS untuk tahun 2025, mengumumkan pada Senin, 6 Januari 2025, Indonesia telah diterima sebagai anggota penuh blok tersebut. Sebelumnya, status Indonesia adalah sebagai negara mitra BRICS.

    Kementerian Luar Negeri Brasil menyatakan bahwa para pemimpin BRICS telah menyetujui pencalonan Indonesia pada Agustus 2023. Namun, negara berpenduduk terbesar keempat di dunia ini baru secara resmi bergabung setelah terbentuknya pemerintahan baru tahun lalu.

    “Pemerintah Brasil menyambut bergabungnya Indonesia dalam BRICS,” demikian pernyataan resmi dari Brasil seperti dikutip dari VOA Indonesia, Selasa (7/1/2025).

    “Dengan populasi dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia berbagi komitmen dengan negara-negara anggota BRICS lainnya untuk mereformasi lembaga-lembaga tata kelola global, serta berkontribusi positif dalam memperdalam kerja sama Selatan-Selatan.”

    BRICS awalnya dibentuk oleh Brasil, Rusia, India, dan China pada 2009, kemudian menambahkan Afrika Selatan pada 2010. Tahun lalu, blok ini kembali diperluas dengan memasukkan Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab.

    Arab Saudi telah diundang untuk bergabung, namun belum mengambil langkah tersebut.

    Turki, Azerbaijan, dan Malaysia juga sudah mendaftar secara resmi, sementara beberapa negara lain telah menyatakan ketertarikan bergabung.

    Nama “BRICS” berasal dari sebuah istilah ekonomi yang digunakan pada awal 2000-an untuk menggambarkan negara-negara yang diprediksi bakal mendominasi perekonomian global pada 2050.

    Sebelum bergabungnya Indonesia, BRICS mencakup hampir 45 persen populasi dunia dan 35 persen produk domestik bruto global—berdasarkan paritas daya beli.

  • Indonesia Gabung BRICS, Langkah Strategis Perkuat Pengaruh di Kancah Global

    Indonesia Gabung BRICS, Langkah Strategis Perkuat Pengaruh di Kancah Global

    Jakarta, Beritasatu.com – Anggota Komisi I DPR Amelia Anggraini mengatakan keputusan Indonesia bergabung dengan BRICS merupakan langkah strategis untuk memperkuat pengaruh dan peran negara ini dalam tata kelola global.  

    “Dengan bergabungnya Indonesia, BRICS kini menjadi forum yang semakin inklusif dan representatif, mencakup hampir setengah populasi dunia dan berkontribusi signifikan terhadap ekonomi global, sebagai anggota Komisi I DPR RI, saya menyambut dengan penuh optimisme langkah bersejarah ini,” ujar Amelia kepada wartawan, Rabu (8/1/2024).

    Indonesia, kata Amelia, memiliki potensi besar untuk memanfaatkan keanggotaan di BRICS, khususnya dalam mendorong agenda-agenda yang relevan dengan kepentingan nasional. Agenda tersebut, antara lain penguatan kedaulatan digital, kerja sama keamanan, keberlanjutan ekonomi hijau, serta pengurangan kesenjangan pembangunan antarnegara.

    “Indonesia berada di posisi strategis sebagai penghubung antara BRICS dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Hal ini memberikan peluang untuk memperluas jejaring diplomasi ekonomi dan geopolitik, serta menciptakan sinergi antara ASEAN dan BRICS sebagai dua kekuatan ekonomi kawasan,” ungkap Ketua Kelompok Kapoksi BKSAP DPR dari Fraksi Nasdem ini.

    Amelia juga menilai keanggotaan Indonesia dalam BRICS mencerminkan kepercayaan global terhadap kemampuan dan stabilitas bangsa ini dalam memimpin berbagai inisiatif internasional. 

    Dalam konteks diplomasi parlementer, Amelia akan mendorong sinergi antara BKSAP DPR dan negara-negara anggota BRICS untuk memastikan bahwa kepentingan rakyat Indonesia, khususnya terkait keadilan ekonomi, akses teknologi, dan kedaulatan pangan, dapat terakomodasi dengan baik.

    “Kita harus memastikan bahwa keanggotaan ini memberikan manfaat nyata bagi rakyat Indonesia. Oleh karena itu, kolaborasi erat antara pemerintah, DPR, dunia usaha, dan masyarakat sipil sangat diperlukan untuk memaksimalkan potensi yang ada,” imbuh dia.

    “Mari kita jadikan momen ini sebagai titik tolak untuk memperkuat posisi Indonesia di panggung internasional dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045,” pungkas Amelia.

    Indonesia resmi diumumkan menjadi anggota BRICS oleh Pemerintah Brasil pada Senin (6/1/2025). Pencalonan Indonesia untuk bergabung BRICS telah didukung sejak Agustus 2023 oleh para pemimpin aliansi tersebut. Namun, Indonesia memilih untuk menunda keanggotaannya hingga pembentukan pemerintahan baru yang terpilih pada tahun lalu.

    “Pemerintah Brasil menyambut baik keanggotaan Indonesia di BRICS,” tulis pernyataan resmi Pemerintah Brasil yang memegang jabatan presiden kelompok tersebut untuk 2025, dikutip dari AP.

    “Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia berbagi komitmen yang sama dengan anggota lainnya dalam mereformasi lembaga tata kelola global dan memperdalam kerja sama Selatan-Selatan,” lanjut pernyataan resmi Pemerintah Brasil.

    BRICS dibentuk pada 2009 oleh Brasil, Rusia, India, dan China, lalu Afrika Selatan bergabung pada 2010. Pada tahun lalu, blok ini memperluas keanggotaannya dengan menerima Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab. Meski Arab Saudi telah diundang, negara tersebut belum secara resmi menjadi anggota.

    Sejumlah negara lain, termasuk Turki, Azerbaijan, dan Malaysia, telah mengajukan permohonan untuk bergabung, sementara beberapa lainnya menunjukkan minat untuk bergabung dengan BRICS.

    Blok ekonomi ini awalnya dibentuk sebagai penyeimbang bagi kelompok tujuh (G-7) yang terdiri dari negara-negara maju. BRICS juga menjadi simbol negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang diprediksi akan mendominasi ekonomi global pada 2050.