Negara: Uni Emirat Arab

  • Liga Arab, Gaza, dan Bayang-bayang Washington

    Liga Arab, Gaza, dan Bayang-bayang Washington

    loading…

    Eko Ernada. Foto/Istimewa

    Eko Ernada
    Dosen Hubungan Internasional Universitas Jember

    KETIKA para pemimpin Arab berkumpul di Kairo pada 4 Maret lalu, sorotan dunia tertuju pada mereka. Di balik ruangan megah yang menyimpan sejarah peradaban, tersirat harapan dan kegamangan. KTT Liga Arab kali ini bukan sekadar agenda diplomasi rutin, tetapi sebuah panggilan nurani di tengah puing-puing Gaza yang terus merintih. Di setiap jabat tangan dan senyum protokoler, ada tuntutan moral yang menggelayuti: bagaimana dunia Arab menyikapi luka yang terus menganga di Palestina?

    Dari pertemuan ini, lahirlah sederet komitmen yang, di atas kertas, tampak menjanjikan: rencana rekonstruksi Gaza tanpa pemindahan paksa, penolakan terhadap proyek AS yang hendak mengubah Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah,” serta janji pendanaan dari negara-negara Teluk. Namun, janji-janji ini menghadapi ujian di medan realitas. Sejarah menunjukkan bahwa keputusan yang dihasilkan di meja perundingan sering kali berakhir dalam kebuntuan eksekusi, terhambat oleh kepentingan politik dan diplomasi yang saling bertabrakan.

    Dilema Solidaritas dan GeopolitikSejarah mengajarkan bahwa dunia Arab sering tersandera oleh kepentingan yang saling berkelindan. Ada yang mengusung retorika solidaritas, tetapi di balik layar menjalin diplomasi senyap dengan Washington dan Tel Aviv. Ada yang lantang membela Palestina , tetapi ragu melawan arus kepentingan ekonomi dan geopolitik. Pertanyaannya tetap menggantung: apakah ini sekadar retorika yang menenangkan kegelisahan publik, atau benar-benar upaya nyata yang akan mengubah nasib Gaza?

    Beberapa negara Arab, seperti Yordania dan Aljazair, masih mempertahankan sikap tegas dalam mendukung Palestina. Namun, negara-negara Teluk seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab memiliki kepentingan ekonomi yang semakin dalam dengan Barat dan Israel. Dalam situasi seperti ini, solidaritas terhadap Palestina sering kali menjadi alat tawar-menawar politik. Bahkan, Arab Saudi yang sebelumnya dikenal sebagai pendukung utama perjuangan Palestina, kini cenderung mengambil pendekatan pragmatis dengan mempertimbangkan dampak normalisasi hubungan dengan Israel terhadap stabilitas regional.

    Di tingkat global, peran Amerika Serikat menjadi variabel kunci. Steven A. Cook, dalam bukunya The End of Ambition: America’s Past, Present, and Future in the Middle East, menyoroti bagaimana kebijakan AS di Timur Tengah sering kali dipengaruhi ambisi yang tidak sejalan dengan realitas politik kawasan. Di era Trump, kebijakan pragmatis-transaksional AS lebih fokus pada kepentingan jangka pendek ketimbang stabilitas jangka panjang. Trump melanjutkan kebijakan pro-Israel dengan memperkuat hubungan dengan pemerintahan Netanyahu dan mempercepat implementasi Abraham Accords. Dukungan AS terhadap pemukiman ilegal di Tepi Barat dan sikapnya terhadap Gaza memberi tekanan bagi negara-negara Arab untuk menyesuaikan diri dengan strategi Washington.

    Fragmentasi dan Ketidakefektifan Liga ArabFragmentasi internal yang terus berlangsung menjadi tantangan utama bagi Liga Arab dan semakin menghambat efektivitas diplomasi regional. Perpecahan antara negara-negara Teluk, sikap ambivalen Mesir terhadap konflik Gaza, serta kepentingan strategis Turki dan Iran yang sering berbenturan dengan negara-negara Arab lainnya menjadikan langkah kolektif sangat sulit. Tanpa kesatuan visi dan aksi, pernyataan bersama yang dihasilkan dari KTT hanya menjadi dokumen tanpa dampak nyata.

    Kegagalan Liga Arab dalam merespons krisis regional—seperti perang saudara Suriah, intervensi di Yaman, serta normalisasi dengan Israel—menunjukkan betapa besar dampak dari fragmentasi ini. Dalam isu Palestina, misalnya, perbedaan sikap terhadap Israel semakin melemahkan posisi tawar Palestina. Rashid Khalidi dalam The Hundred Years’ War on Palestine menunjukkan bagaimana negara-negara Arab lebih fokus pada agenda domestik daripada membela Palestina secara kolektif.

    Sejarah mencatat bagaimana fragmentasi internal Liga Arab menghambat respons terhadap agresi Israel ke Lebanon pada 1982. Ketika Israel melancarkan invasi untuk menumpas Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), tidak ada respons militer atau diplomatik yang solid dari Liga Arab. Fragmentasi serupa juga terjadi dalam menangani konflik Gaza saat ini, di mana perbedaan kepentingan antarnegara anggota menghambat tindakan yang lebih konkret.

    Selain itu, peran Iran dalam mendukung kelompok-kelompok seperti Hamas dan Hizbullah menjadi salah satu faktor utama yang memperburuk fragmentasi ini. Negara-negara Teluk yang pro-Barat dan negara-negara yang lebih terbuka terhadap pengaruh Iran, seperti Suriah dan Lebanon, memiliki sikap yang berbeda terhadap Tehran. Ketegangan ini semakin memperburuk kebijakan luar negeri negara-negara Arab secara keseluruhan, membuat mereka kesulitan untuk mengembangkan kebijakan kolektif yang efektif.

    Dinamika internal Liga Arab juga mencerminkan ketidakefektifan diplomasi regional akibat kurangnya kesatuan strategis. Shibley Telhami dalam The Stakes: America in the Middle East menegaskan bahwa negara-negara Arab sering kali tersandera oleh dinamika geopolitik global, yang semakin memperburuk fragmentasi. Ketidaksepakatan antarnegara Arab sering dimanfaatkan oleh kekuatan eksternal seperti Amerika Serikat dan Rusia untuk memperkuat posisi geopolitik mereka, semakin memperumit krisis di Timur Tengah.

    Jalan ke Depan: Retorika atau Tindakan Nyata?Liga Arab menghadapi dilema besar. Di satu sisi, mereka harus membuktikan bahwa pertemuan ini bukan sekadar ritual diplomasi tahunan. Di sisi lain, mereka harus menghadapi kenyataan bahwa tanpa dukungan nyata dari kekuatan global, rekonstruksi Gaza akan tetap menjadi janji yang tak terwujud.

  • Infinity Castle di Berbagai Negara, Indonesia Paling Awal

    Infinity Castle di Berbagai Negara, Indonesia Paling Awal

    JABAR EKSPRES – Setelah sebelumnya sempat bocor jadwal penayangan untuk Indonesia, kini jadwal lengkap perilisan Kimetsu no Yaiba: Infinity Castle di berbagai negara akhirnya terungkap.

    Film terbaru dari seri fenomenal ini siap mengguncang layar lebar di seluruh dunia.

    Baca juga : Ditengah Hiatus Panjang Kazuki Yao Pensiun Jadi Franky di Serial One Piece

    Film ini akan menghadirkan kelanjutan perjalanan Tanjiro dan kawan-kawan dalam pertempuran epik yang akan membawa kita masuk ke dalam Infinity Castle, markas besar para Iblis yang dipimpin langsung oleh sang antagonis utama, Muzan Kibutsuji.

    Disutradarai oleh Haruo Sotozaki dan diproduksi oleh Ufotable, film ini dipastikan akan memberikan pengalaman visual yang spektakuler, didukung oleh desain karakter dari Akira Matsushima serta musik dari Yuki Kajiura dan Go Shiina.

    Nah, buat kamu yang nggak sabar menantikan tayangnya di bioskop, berikut adalah jadwal lengkap Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba Infinity Castle di berbagai negara:

    Jadwal Rilis Internasional Kimetsu no Yaiba: Infinity Castle

    14 Agustus: Malaysia, Singapura, Pakistan15 Agustus: Kamboja, Indonesia, Vietnam20 Agustus: Filipina11 September: Meksiko, Cile, Peru, Argentina, Bolivia, Brasil, Karibia (Jamaika, Aruba, Suriname, Trinidad & Tobago, Curacao), Amerika Tengah, Kolombia, Republik Dominika, Ekuador, Paraguay, Uruguay, Venezuela, Australia, Selandia Baru, Thailand, Armenia, Azerbaijan, Bahrain, Kroasia, Republik Ceko, Denmark, Mesir, Etiopia, Georgia, Yunani, Hungaria, Islandia, Irak, Israel, Italia, Yordania, Kazakhstan, Kuwait, Lebanon, Lithuania, Makedonia, Belanda, Oman, Portugal, Qatar, Arab Saudi, Serbia, Slowakia, Slovenia, Swiss (berbahasa Italia), Suriah, Ukraina, Uni Emirat Arab.12 September: India, Mongolia, Spanyol, Bulgaria, Estonia, Finlandia, Kenya, Latvia, Nigeria, Norwegia, Polandia, Rumania, Afrika Selatan, Swedia, Turki, Inggris Raya.17 September: Belgia, Prancis, Afrika berbahasa Prancis, Luksemburg, Swiss (berbahasa Prancis).18 September: Moldova25 September: Austria, Jerman, Swiss (berbahasa Jerman)

    Sebelum menyapa para penggemarnya di seluruh dunia, film ini lebih dulu tayang perdana di Jepang pada bulan Juli sebagai penghormatan bagi negara asalnya.

    Baca juga : Kapan Blue Lock Season 3 Tayang? Ini Chapter di Manga Setelah Season 2

    Bukan sekadar film anime biasa, Kimetsu no Yaiba: Infinity Castle akan menjadi bagian dari trilogi movie yang dipersiapkan sebagai penutup perjalanan epik Tanjiro dalam membasmi iblis.

  • 5 Rekomendasi Film Islami untuk Menemani Puasa Ramadan

    5 Rekomendasi Film Islami untuk Menemani Puasa Ramadan

    Liputan6.com, Palangka Raya- Ramadan adalah bulan suci yang penuh berkah bagi umat Islam yang menjalani ibadah puasa. Selain sebagai momentum ibadah, Ramadan juga menjadi waktu yang baik untuk bersantai dan menikmati waktu bersama keluarga.

    Salah satu cara yang populer untuk mengisi waktu di bulan Ramadan adalah dengan menonton film. Kegiatan ini menjadi momen berharga untuk mempererat hubungan antar anggota keluarga di rumah.

    Selain sebagai hiburan, menonton film juga memberikan banyak manfaat positif, seperti meningkatkan kreativitas dan empati. Apalagi dengan kemajuan teknologi, menonton film menjadi lebih mudah.

    Dengan menonton film, seseorang dapat belajar untuk lebih memahami dan menghargai perbedaan. Banyak film yang beredar tidak hanya menghibur, tetapi juga mengandung nilai-nilai edukatif seperti film-film yang bertemakan islami.

    Film yang bertemakan Islami juga memberikan pembelajaran berharga bagi para penonton. Melalui sinematografi yang kuat, film ini menjadi media yang efektif dalam menyampaikan nilai-nilai keislaman. Berikut adalah 5 rekomendasi film yang bertemakan islami:

    1. The Message (Ar-Risalah)

    Film The Message menjadi tonggak penting dalam sejarah perfilman Islam di dunia. Film ini mengisahkan awal mula Islam melalui sudut pandang Hamza, paman Nabi Muhammad SAW.

    Dengan disutradarai oleh Moustapha Akkad, film ini memakan waktu produksi selama 6 tahun dan dirilis pada tahun 1976. Uniknya, dalam film ini tidak menampilkan sosok Nabi Muhammad SAW, baik dalam visual maupun suara.

    Dengan durasi 2 jam 57 menit, film ini menggambarkan perjuangan dakwah di Mekkah hingga Madinah. Dalam film ini juga diceritakan peristiwa penting dalam sejarah Islam.

    2. The Kingdom of Solomon

    Film ini bercerita mengenai kisah Nabi Sulaiman pasca wafatnya Nabi Daud yang merupakan ayahnya. Fokus utama cerita dalam film ini adalah perjuangan Nabi Sulaiman dalam menghadapi pasukan jin dan setan yang mengancam stabilitas kerajaannya.

    Dengan kebijaksanaan yang dimiliki, Nabi Sulaiman mampu berbicara dengan hewan dan kekuatan supranatural. Film ini juga menampilkan keagungan kerajaan Nabi Sulaiman, termasuk istana megah dan pasukan jin.

    3. Prophet Joseph

    Film Prophet Joseph menceritakan perjalanan Nabi Yusuf AS dari masa kecil hingga menjadi penguasa Mesir. Dalam film ini menggambarkan cobaan berat yang dialami Nabi Yusuf, mulai dari dibuang ke sumur oleh saudara-saudaranya hingga difitnah oleh istri pembesar Mesir.

    Prophet Joseph mengajarkan penontonnya tentang nilai-nilai kesabaran dan ketaqwaan dalam menghadapi ujian. Film ini juga menunjukkan bagaimana takdir Allah selalu menyertai orang-orang beriman.

    4. Testament: The Story of Moses

    Film ini merupakan serial dokumenter yang mengeksplorasi kehidupan Nabi Musa hingga akhirnya menjadi utusan dan pembebas. Serial ini tidak hanya menawarkan cerita yang mendalam, tetapi juga visual yang kuat.

    The Story Of Moses berupaya menghadirkan penggambaran sejarah yang akurat berdasarkan sumber-sumber keagamaan dan sejarah. Film ini juga menceritakan perjalanan hidup dan perjuangan dakwah Nabi Musa.

    5. Bilal: A New Breed of Hero

    Film animasi dari Uni Emirat Arab (UAE) ini digarap Barajoun Entertainment. Untuk proses pembuatannya, film ini melibatkan 250 animator dengan proses produksi memakan waktu selama 8 tahun.

    Sebagai film animasi, film ini mengisahkan perjuangan Bilal bin Rabah, seorang budak yang menjadi sahabat Rasulullah SAW. Film ini menghadirkan kisah inspiratif tentang keberanian dan keteguhan hati dalam menghadapi cobaan.

    Bilal dikenal sebagai budak Ethiopia yang menjadi ‘Muadzin Islam’ pertama bersuara merdu sekaligus sahabat Nabi Muhammad SAW. Sosoknya pun memberikan banyak inspirasi meski harus menghadapi siksaan demi mempertahankan keyakinannya.

  • 20 Negara Internet Paling Cepat di Dunia, RI Nomor Berapa?

    20 Negara Internet Paling Cepat di Dunia, RI Nomor Berapa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ookla, perusahaan analis jaringan internet, merilis daftar negara dengan internet tercepat di dunia per Januari 2025.

    Untuk menentukan peringkat negara, Ookla mengumpulkan data dari hasil pengujian pengguna yang menggunakan layanan Speedtest.

    Ookla mengukur dua jenis koneksi internet, yaitu internet mobile yang berasal dari jaringan seluler dan fixed broadband, yang disalurkan melalui kabel.

    Namun sayangnya Indonesia berada di urutan bawah, baik dari segi mobile maupun fixed broadband.

    Dalam lapor bertajuk Speedtest Global Index, kecepatan internet Indonesia masih tergolong lambat. Pada kategori internet mobile, kecepatan internet rata-rata Indonesia mencapai 40,44 Mbps yang membuatnya duduk di posisi ke-84 dari 104 negara di dunia yang disurvei.

    Sedangkan pada kategori fixed broadband, kecepatan rata-rata hanya 32.13 Mbps yang membuat Indonesia berada di posisi ke 121 dari 152 negara di dunia.

    Beberapa negara di Asia bahkan sudah melesat dengan kecepatan internet yang jauh lebih unggul. Singapura misalnya, yang menempati posisi pertama internet fixed broadband tercepat di dunia dengan kecepatan 336.45 Mbps.

    Dan Malaysia yang berada di posisi ke-11 dengan koneksi mobile tercepat di dunia dengan kecepatan yang mencapai 171.61 Mbps.

    Berikut daftar 20 negara dengan internet tercepat, berdasar jaringan mobile dan fixed broadband:

    Negara dengan Koneksi Internet Mobile Tercepat

    Uni Emirat Arab: : 545.94 mbps

    Qatar: 521.51 Mbps

    Kuwait: 314.39 Mbps

    Bulgaria: 252.05 Mbps

    Bahrain: 213.09 Mbps

    Brazil: 210.38 Mbps

    Saudi Arabia: 201.08 Mbps

    Denmark: 198.33 Mbps

    Korea Selatan: 195.27 Mbps

    Georgia: 184.56 Mbps

    Malaysia: 171.61 Mbps

    China: 171.01 Mbps

    Belanda: 170.70 Mbps

    Amerika Serikat: 164.85 Mbps

    Norwegia: 164.15 Mbps

    Singapura: 161.98 Mbps

    Macedonia Utara: 156.85 Mbps

    India: 151.80 Mbps

    Luxembourg: 151.37 Mbps

    Finlandia: 138.18 Mbps

    Negara dengan Koneksi Internet Fixed Broadband Tercepat

    Singapura: 336.45 Mbps

    Uni Emirat Arab: 310.05 Mbps

    Hong Kong (SAR): 305.71 Mbps

    Paris: 287.44 Mbps

    Islandia: 281.95 Mbps

    Chile: 276.77 Mbps

    Amerika Serikat: 274.16 Mbps

    Denmark: 247.62 Mbps

    Spanyol: 245.58 Mbps

    Swiss: 242.32 Mbps

    Romania: 238.22 Mbps

    China: 238.04 Mbps

    Thailand: 237.05 Mbps

    Macau (SAR): 233.79 Mbps

    Kanada: 231.74 Mbps

    Israel: 226.64 Mbps

    Taiwan: 226.59 Mbps

    Hongaria: 212.14 Mbps

    Jepang: 212.06 Mbps

    Portugal: 205.63 Mbps

    (fab/fab)

  • Kunjungi Ajinomoto, BPJPH Ingin Pastikan Implementasi Sistem Halal

    Kunjungi Ajinomoto, BPJPH Ingin Pastikan Implementasi Sistem Halal

    Karawang: Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Ahmad Haikal Hassan melakukan kunjungan kerja ke Pabrik Ajinomoto di Karawang. Tujuannya, ingin melihat implementasi Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) yang diterapkan.

    “Tujuan utama kami memastikan sistem jaminan produk halal berjalan baik. Kami datang ke sini untuk menyaksikan langsung penerapan SJPH, karena ini bagian dari tanggung jawab kami dalam memberikan rasa nyaman bagi masyarakat Indonesia,” kata Haikal.

    Haikal mendorong perkembangan ekosistem halal nasional sekaligus mempromosikan produk produk halal nasional supaya dapat bersaing di pasar global.

    “Alhamdulillah, Ajinomoto sudah mengekspor ke Malaysia, Uni Emirat Arab, Brunei Darussalam, dan banyak lainnya. Komitmen halal yang dipegang konsisten dijalankan dengan sangat baik,” kata Haikal.

    Direktur PT Ajinomoto Indonesia Hermawan Prajudi mengatakan, kunjungan BPJPH merupakan momentum untuk memperkuat kolaborasi dalam implementasi sistem jaminan produk halal.

    “Dukungan dari BPJPH sebagai pihak regulator memotivasi kami meningkatkan kualitas produk, dan memastikan kehalalannya, aman dan terpercaya untuk dikonsumsi,” kata Hermawan.

    Direktur PT Ajinomoto Indonesia Jasman Silalahi mengatakan, syariat Islam menjadi parameter dalam mengimplementasikan kebijakan halal.

    “Kami terus meningkatkan pemahaman, kesadaran, dan tanggung jawab sebagai produsen kepada seluruh karyawan tentang kehalalan produk,” kata Jasman.

    Deputi Pembinaan dan Pengawasan JPH BPJPH E.A Chuzaemi Abidin mengatakan, selain aktivitas pengawasan jaminan produk halal, mereka juga melakukan sosialisasi dan edukasi jaminan produk halal kepada pelaku usaha.

    “Untuk mengedukasikan regulasi dan kebijakan JPH, termasuk prosedur sertifikasi halal, hingga pentingnya implementasi SJPH dalam industri,” ujarnya.

    Karawang: Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Ahmad Haikal Hassan melakukan kunjungan kerja ke Pabrik Ajinomoto di Karawang. Tujuannya, ingin melihat implementasi Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) yang diterapkan.
     
    “Tujuan utama kami memastikan sistem jaminan produk halal berjalan baik. Kami datang ke sini untuk menyaksikan langsung penerapan SJPH, karena ini bagian dari tanggung jawab kami dalam memberikan rasa nyaman bagi masyarakat Indonesia,” kata Haikal.
     
    Haikal mendorong perkembangan ekosistem halal nasional sekaligus mempromosikan produk produk halal nasional supaya dapat bersaing di pasar global.

    “Alhamdulillah, Ajinomoto sudah mengekspor ke Malaysia, Uni Emirat Arab, Brunei Darussalam, dan banyak lainnya. Komitmen halal yang dipegang konsisten dijalankan dengan sangat baik,” kata Haikal.
     
    Direktur PT Ajinomoto Indonesia Hermawan Prajudi mengatakan, kunjungan BPJPH merupakan momentum untuk memperkuat kolaborasi dalam implementasi sistem jaminan produk halal.
     
    “Dukungan dari BPJPH sebagai pihak regulator memotivasi kami meningkatkan kualitas produk, dan memastikan kehalalannya, aman dan terpercaya untuk dikonsumsi,” kata Hermawan.
     
    Direktur PT Ajinomoto Indonesia Jasman Silalahi mengatakan, syariat Islam menjadi parameter dalam mengimplementasikan kebijakan halal.
     
    “Kami terus meningkatkan pemahaman, kesadaran, dan tanggung jawab sebagai produsen kepada seluruh karyawan tentang kehalalan produk,” kata Jasman.
     
    Deputi Pembinaan dan Pengawasan JPH BPJPH E.A Chuzaemi Abidin mengatakan, selain aktivitas pengawasan jaminan produk halal, mereka juga melakukan sosialisasi dan edukasi jaminan produk halal kepada pelaku usaha.
     
    “Untuk mengedukasikan regulasi dan kebijakan JPH, termasuk prosedur sertifikasi halal, hingga pentingnya implementasi SJPH dalam industri,” ujarnya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (FZN)

  • Mesir Lawan “Riviera Timur Tengah” Trump untuk Gaza di Depan Liga Arab

    Mesir Lawan “Riviera Timur Tengah” Trump untuk Gaza di Depan Liga Arab

    Jakarta, CNBC Indonesia – Mesir berkukuh untuk melawan rencana pencaplokan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump atas wilayah Gaza, Palestina. Hal ini tertuang dalam Visi Mesir untuk Gaza, yang akan dipresentasikan pada pertemuan puncak Liga Arab, Selasa (4/3/2025).

    Dalam laporan Reuters, visi ini akan menjadi penangkal ambisi Trump untuk Riviera Timur Tengah. Rencana ini juga akan menyingkirkan Hamas dan menggantinya dengan badan sementara yang dikendalikan oleh negara-negara Arab, Muslim, dan Barat.

    Berdasarkan rencana Mesir, lembaga yang dinamakan Misi Bantuan Pemerintahan akan menggantikan pemerintah yang dipimpin Hamas di Gaza untuk sementara tanpa batas waktu yang ditentukan. Badan ini bertanggung jawab atas bantuan kemanusiaan dan pembangunan kembali daerah itu, yang telah hancur akibat perang Hamas dan Israel.

    “Tidak akan ada pendanaan internasional yang besar untuk rehabilitasi dan pembangunan kembali Gaza jika Hamas tetap menjadi elemen politik yang dominan dan bersenjata di lapangan yang mengendalikan pemerintahan lokal,” demikian bunyi pembukaan yang menguraikan tujuan rancangan rencana Mesir tersebut.

    Rencana tersebut tidak menyebutkan siapa yang akan menjalankan misi tata kelola. Dikatakan bahwa rencana tersebut akan “memanfaatkan keahlian warga Palestina di Gaza dan di tempat lain untuk membantu Gaza pulih secepat mungkin”.

    Mesir, Yordania, dan negara-negara Teluk Arab telah berjuang selama hampir sebulan untuk merumuskan serangan diplomatik guna melawan rencana Trump mencaplok Gaza dan mengusir warganya. Sejumlah ide telah diajukan, dengan Mesir dianggap sebagai yang terdepan.

    Rencana Trump, yang membayangkan pembersihan Gaza dari penduduk Palestina, tampaknya menjauh dari kebijakan Timur Tengah AS yang telah lama berfokus pada solusi dua negara dan memicu kemarahan di antara warga Palestina dan negara-negara Arab. Meski begitu, ada satu garis merah yang telah ditetapkan oleh Washington.

    “Presiden Trump telah menegaskan bahwa Hamas tidak dapat terus memerintah Gaza,” kata Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih Brian Hughes ketika ditanya tentang rencana Mesir untuk Gaza dan apakah AS akan mendukungnya.

    “Meskipun Presiden tetap berpegang pada visinya yang berani untuk Gaza pasca perang, ia menyambut masukan dari mitra Arab kami di kawasan tersebut. Jelas usulannya telah mendorong kawasan tersebut untuk berunding daripada membiarkan masalah ini berubah menjadi krisis lebih lanjut.”

    Sementara itu, pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan kepada Reuters bahwa kelompok tersebut tidak mengetahui usulan semacam itu dari Mesir. Namun ia menegaskan bahwa tidak boleh ada kekuatan asing yang menguasai Gaza.

    “Hari berikutnya di Gaza hanya boleh diputuskan oleh Palestina,” katanya. “Hamas menolak segala upaya untuk memaksakan proyek atau bentuk pemerintahan non-Palestina, atau kehadiran pasukan asing di wilayah Jalur Gaza.”

    Kelompok Islam Palestina Hamas telah memerintah daerah kantong pantai tersebut sejak 2007. Hamas melancarkan serangan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 orang dan memicu gempuran balik dari Tel Aviv

    Serangan balik Israel sejak itu telah menewaskan 48.400 warga sipil Gaza, termasuk lansia dan anak-anak. Di sisi lain, infrastruktur di wilayah pesisir Palestina itu telah hancur hingga 70%.

    Rancangan Mesir tidak membahas masalah tindakan apa yang dapat diambil jika Hamas menolak melucuti senjata atau mundur dari politik. Proposal tersebut membayangkan Pasukan Stabilisasi Internasional yang sebagian besar berasal dari negara-negara Arab yang akan mengambil alih peran dalam memberikan keamanan.

    “Baik badan keamanan maupun pemerintahan akan ‘diatur, dibimbing, dan diawasi’ oleh dewan pengarah. Rancangan tersebut mengatakan dewan tersebut akan terdiri dari negara-negara Arab utama, anggota Organisasi Kerja Sama Islam, AS, Inggris, Uni Eropa dan negara-negara anggotanya, dan lainnya,” ujar rencana Mesir itu.

    “Kami sepakat dengan Mesir mengenai pembentukan komite yang terdiri dari para ahli Palestina yang akan membantu Otoritas Palestina dalam mengelola Jalur Gaza selama enam bulan. Komite tersebut terdiri dari para ahli Palestina dan berkoordinasi dengan Otoritas Palestina, dan tidak bertanggung jawab kepada badan-badan non-Palestina.”

    Biaya Pembangunan

    Sejak Hamas mengusir Otoritas Palestina dari Gaza setelah perang saudara singkat pada tahun 2007, Hamas telah menghancurkan semua oposisi di sana. Didukung oleh Iran, Hamas membangun aparat keamanan dan organisasi militer yang luas yang berbasis di sekitar jaringan terowongan.

    Rencana Mesir sendiri tidak merinci siapa yang akan membayar untuk membangun kembali Gaza, sebuah RUU yang diperkirakan oleh PBB lebih dari US$ 53 miliar (Rp 871 triliun). Dua sumber mengatakan kepada Reuters bahwa negara-negara Teluk dan Arab perlu berkomitmen setidaknya US$ 20 miliar (Rp 328 triliun) pada tahap awal.

    Proposal Mesir membayangkan bahwa negara-negara di dewan pengarah dapat membentuk dana untuk mendukung badan pemerintahan sementara dan mengatur konferensi donor untuk mencari kontribusi bagi rencana rekonstruksi dan pembangunan jangka panjang untuk Gaza.

    Negara-negara Teluk Arab penghasil minyak dan gas seperti Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA) dapat menjadi sumber pendanaan penting dari kawasan tersebut. Namun UEA, misalnya, melihat Hamas sebagai ancaman eksistensial dan tidak mungkin menawarkan pendanaan apapun hingga Hamas disingkirkan.

    Kementerian Luar Negeri di Qatar dan UEA serta kantor media internasional Arab Saudi tidak segera menanggapi permintaan komentar tentang rencana Mesir, atau pertanyaan tentang kesediaan mereka untuk memberikan dana guna membangun kembali Gaza.

    (luc/luc)

  • Rencana Alternatif Mesir atas Rencana Pembersihan Etnis Palestina di Gaza akan Menyingkirkan Hamas – Halaman all

    Rencana Alternatif Mesir atas Rencana Pembersihan Etnis Palestina di Gaza akan Menyingkirkan Hamas – Halaman all

    Rencana Alternatif Mesir Terhadap Rencana Pembersihan Etnis di Gaza akan ‘menyingkirkan Hamas’

    TRIBUNNEWS.COM- Inisiatif Mesir yang sangat dinanti-nantikan untuk melawan rencana Presiden AS Donald Trump untuk Gaza bertujuan untuk “menyingkirkan” Hamas dan mengganti pemerintahannya dengan “badan sementara” yang dipimpin barat dan Arab, menurut rancangan rencana yang dilihat oleh Reuters . 

    Rencana tersebut akan dipresentasikan pada pertemuan puncak Arab di ibu kota Mesir, Kairo, pada tanggal 4 Maret. 

    Rencana tersebut kabarnya bertujuan untuk membentuk badan ‘sementara’ yang dipimpin oleh negara-negara Barat dan Arab untuk menggantikan pemerintah saat ini di wilayah tersebut.

    Dokumen ini menyerukan “Misi Bantuan Pemerintahan” yang akan menggantikan pemerintah saat ini di wilayah tersebut untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. 

    Komite ini akan bertanggung jawab untuk memulai rekonstruksi dan memfasilitasi aliran bantuan kemanusiaan. 

    “Tidak akan ada pendanaan internasional yang besar untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Gaza jika Hamas tetap menjadi elemen politik yang dominan dan bersenjata di lapangan yang mengendalikan pemerintahan lokal,” demikian bunyi rancangan rencana Mesir tersebut. 

    Keamanan akan diawasi oleh “dewan pengarah” yang dipimpin oleh negara-negara Arab, anggota Organisasi Kerjasama Islam (OIP), AS, Inggris, dan negara-negara anggota UE. 

    Otoritas Palestina (PA) yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Reuters bahwa Gaza berada di bawah yurisdiksi PA, dan bahwa otoritas tersebut telah sepakat dengan Kairo mengenai komite ahli yang dikelola Palestina yang akan berkoordinasi dengan Ramallah.

    “Kami sepakat dengan Mesir mengenai pembentukan komite yang terdiri dari para ahli Palestina yang akan membantu Otoritas Palestina dalam mengelola Jalur Gaza selama enam bulan. Komite tersebut terdiri dari para ahli Palestina dan berkoordinasi dengan Otoritas Palestina, dan tidak bertanggung jawab kepada badan-badan non-Palestina,” kata pejabat anonim tersebut.

    Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan kepada Reuters bahwa dia belum mendengar adanya rencana semacam itu. 

    “Hari berikutnya di Gaza hanya boleh diputuskan oleh Palestina. Hamas menolak segala upaya untuk memaksakan proyek atau bentuk pemerintahan non-Palestina, atau kehadiran pasukan asing di wilayah Jalur Gaza,” kata Abu Zuhri. 

    Al-Araby al-Jadeed  melaporkan bulan lalu bahwa alternatif Mesir untuk rencana Trump di Gaza akan mencakup pendistribusian kembali penduduk Palestina di Gaza dan meluncurkan inisiatif rekonstruksi berskala luas yang akan berlangsung beberapa tahun. 

    Menurut laporan tersebut, persenjataan Hamas dan faksi-faksi perlawanan lainnya akan ditangani sedemikian rupa sehingga pengaturan dapat dilakukan untuk memberlakukan “pembatasan dan kontrol” pada depot-depot senjata tanpa pelucutan senjata secara menyeluruh, dengan mempertimbangkan berbagai kekhawatiran dan tuntutan para pemodal dan donor, sementara juga mempertimbangkan penolakan faksi-faksi bersenjata untuk menyerahkan senjata sampai negara Palestina terbentuk.

    Ini juga mencakup jalan menuju pembentukan solusi dua negara. 

    Presiden AS mengumumkan pada bulan Februari bahwa Washington bermaksud mengambil alih Gaza dan mengusir penduduknya. Ia mengklaim inisiatif tersebut bertujuan untuk menemukan lokasi yang lebih aman bagi warga Palestina sementara tim pembangunan internasional mengambil alih tugas membangun kembali jalur yang hancur dan terkepung itu.

    Trump menarik kembali pernyataannya pada tanggal 21 Februari, dengan mengatakan bahwa meskipun idenya “benar-benar berhasil,” ia tidak akan memaksakannya dan akan “menimbang dan merekomendasikannya.”

    Meskipun demikian, negara-negara Arab semakin menegaskan penolakannya terhadap pemindahan warga Palestina sebagai bagian dari rencana rekonstruksi dan pengelolaan pascaperang di Gaza. 

     

    Rencana Alternatif Mesir untuk ‘Gaza Riviera’ Donald Trump

    Sebuah rencana untuk Gaza yang disusun oleh Mesir sebagai balasan terhadap upaya Presiden AS Donald Trump untuk membersihkan Gaza secara etnis dan mengubahnya menjadi “Riviera” akan mengesampingkan Hamas dan menggantinya dengan badan-badan sementara yang dikendalikan oleh negara-negara Arab, Muslim dan Barat, menurut rancangan yang dilihat oleh Reuters .

    Visi Mesir untuk Gaza, yang akan dipresentasikan pada pertemuan puncak Liga Arab besok, tidak menyebutkan secara rinci apakah proposal tersebut akan dilaksanakan sebelum atau sesudah kesepakatan damai permanen untuk mengakhiri perang genosida Israel di daerah kantong tersebut.

    Rencana Trump , yang bertujuan membersihkan Gaza dari penduduk Palestina, tampaknya menjauh dari kebijakan Timur Tengah AS yang sudah berlangsung lama yang berfokus pada solusi dua negara dan memicu kemarahan di kalangan warga Palestina dan negara-negara Arab serta kelompok-kelompok hak asasi manusia yang memperingatkan hal itu akan menjadi kejahatan perang.

    Siapa yang akan memimpin Gaza setelah konflik berakhir masih menjadi pertanyaan besar yang belum terjawab dalam negosiasi mengenai masa depan daerah kantong itu. Hamas sejauh ini menolak gagasan tentang usulan yang dipaksakan kepada warga Palestina oleh negara lain.

    Rencana Kairo tidak membahas isu kritis seperti siapa yang akan menanggung biaya pembangunan kembali Gaza atau menguraikan rincian spesifik seputar bagaimana Gaza akan diperintah, atau bagaimana Hamas akan disingkirkan.

    Berdasarkan rencana Mesir, Misi Bantuan Pemerintahan akan menggantikan pemerintah di Gaza untuk periode sementara yang tidak ditentukan dan akan bertanggung jawab atas bantuan kemanusiaan dan memulai rekonstruksi wilayah kantong tersebut, yang telah dihancurkan oleh kampanye pemboman Israel.

    “Tidak akan ada pendanaan internasional yang besar untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Gaza jika Hamas tetap menjadi elemen politik yang dominan dan bersenjata di lapangan yang mengendalikan pemerintahan lokal,” kata pembukaan yang menguraikan tujuan rancangan rencana Mesir tersebut.

    Mesir, Yordania, dan negara-negara Teluk Arab telah berjuang selama hampir sebulan untuk merumuskan serangan diplomatik guna melawan rencana Trump. Sejumlah ide telah diajukan, dengan Mesir dianggap sebagai yang terdepan.

    Rencana tersebut tidak menyebutkan siapa yang akan menjalankan misi tata kelola. Disebutkan bahwa misi tersebut akan “memanfaatkan keahlian warga Palestina di Gaza dan di tempat lain untuk membantu Gaza pulih secepat mungkin.”

    Rencana tersebut dengan tegas menolak usulan AS untuk pemindahan massal warga Palestina dari Gaza, yang dianggap negara Arab seperti Mesir dan Yordania sebagai ancaman keamanan.

    Draf proposal tersebut dibagikan kepada Reuters oleh seorang pejabat yang terlibat dalam negosiasi Gaza yang ingin tetap anonim karena draf tersebut belum dipublikasikan.

    Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan kepada Reuters bahwa kelompoknya tidak mengetahui adanya usulan seperti itu dari Mesir.

    “Hari berikutnya di Gaza hanya boleh diputuskan oleh Palestina,” katanya. 

    “Hamas menolak segala upaya untuk memaksakan proyek atau bentuk pemerintahan non-Palestina, atau kehadiran pasukan asing di wilayah Jalur Gaza.”

    Draf Mesir tidak menyebutkan pemilihan umum mendatang.

    Kementerian Luar Negeri Mesir tidak segera menanggapi permintaan komentar, begitu pula kantor Perdana Menteri Israel, yang dukungannya terhadap rencana apa pun dipandang vital untuk mengamankan komitmen bahwa rekonstruksi di masa mendatang tidak akan dihancurkan lagi.

    Visi

    Usulan tersebut membayangkan Pasukan Stabilisasi Internasional yang terutama ditarik dari negara-negara Arab yang akan mengambil alih peran penyediaan keamanan dari Hamas, dengan pembentukan pasukan polisi lokal baru.

    Baik badan keamanan maupun badan pemerintahan akan “diatur, dibimbing, dan diawasi” oleh dewan pengarah. 

    Draf tersebut menyatakan bahwa dewan tersebut akan terdiri dari negara-negara Arab utama, anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa dan negara-negara anggotanya, dan lain-lain.

    Rencana tersebut tidak merinci peran pemerintahan pusat bagi Otoritas Palestina (PA), yang menurut jajak pendapat memiliki sedikit dukungan di antara warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki.

    Rencana tersebut tidak menyebutkan siapa yang akan membayar untuk membangun kembali Gaza, sebuah tagihan yang diperkirakan oleh PBB lebih dari $53 miliar . Dua sumber mengatakan kepada Reuters bahwa negara-negara Teluk dan Arab perlu berkomitmen setidaknya $20 miliar pada tahap awal rekonstruksi.

    Usulan Mesir membayangkan bahwa negara-negara di dewan pengarah dapat membentuk dana untuk mendukung badan pemerintahan sementara dan mengatur konferensi donor untuk mencari kontribusi bagi rencana rekonstruksi dan pembangunan jangka panjang untuk Gaza.

    Rencana tersebut tidak memuat janji keuangan spesifik apa pun.

    Negara-negara Teluk Arab penghasil minyak dan gas seperti Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab dapat menjadi sumber pendanaan penting dari kawasan tersebut.

     

     

    SUMBER: THE CRADLE, MIDDLE EAST MONITOR

  • Indonesia Kirim 19 Wakil ke Badminton Asia Championship 2025

    Indonesia Kirim 19 Wakil ke Badminton Asia Championship 2025

    JAKARTA – Indonesia mengirim kekuatan penuh sebanyak 19 wakil ke Kejuaraan Bulu Tangkis Asia atau Badminton Asia Championship (BAC) 2025 yang akan berlangsung pada April 2025.

    Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) secara resmi merilis kekuatan tersebut melalui akun Instagram resmi mereka pada Senin, 3 Maret 2025.

    Jumlah atlet tersebut diundang dalam dua tahap oleh Badminton Asia. Seperti diketahui, BAC menerapkan sistem undangan, serupa Kejuaraan Dunia BWF, berdasarkan peringkat dunia per 11 Februari 2025 untuk wilayah Asia.

    Berturut-turut Badminton Asia mengundang 11 wakil pada tahap pertama dan kemudian delapan di tahap kedua sehingga total 19 wakil Indonesia yang tampil di BAC 2025.

    Termasuk dalam skuad Indonesia nanti ialah ganda campuran Dejan Ferdinansyah/Siti Fadia Silva Ramadhanti, pasangan yang baru disatukan sejak awal tahun ini.

    Pebulu tangkis tunggal putri Ester Nurumi Tri Wardoyo juga ada di daftar setelah sempat absen karena kebugaran. Selain itu, ada juga Gregoria Mariska Tunjung, Putri Kusuma Wardani, dan Komang Ayu Cahya Dewi.

    Dua andalan Indonesia di nomor tunggal putra, Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting, ikut mendapat undangan di tahap pertama. Kedua nama itu adalah juara dalam dua tahun terakhir.

    Ginting terlebih dahulu mendapat gelar di ajang ini pada 2023 ketika berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab. Lalu, Jonatan melakukannya pada edisi tahun lalu di Ningbo, China.

    Kejuaraan Bulu Tangkis Asia (BAC) 2025 dijadwalkan berlangsung di Ningbo Olympic Sports Center Gymnasium, Ningbo, China, pada 8–13 April 2025.

    Daftar Lengkap Wakil Indonesia di BAC 2025

    Tunggal Putra

    Jonatan ChristieAnthony Sinisuka GintingChico Aura Dwi Wardoyo

    Tunggal Putri

    Gregoria Mariska TunjungPutri Kusuma WardaniEster Nurumi Tri WardoyoKomang Ayu Cahya Dewi

    Ganda Putra

    Fajar Alfian/Muhammad Rian ArdiantoSabar Karyaman Gutama/Moh Reza Pahlevi IsfahaniMuhammad Shohibul Fikri/Daniel MarthinLeo Rolly Carnando/Bagas Maulana

    Ganda Putri

    Febriana Dwipuji Kusuma/Amallia Cahaya PratiwiLanny Tria Mayasari/Siti Fadia Silva RamadhantiRachel Allessya Rose/Meilysa Trias PuspitasariSiti Sarah Azzahra/Agnia Sri Rahayu

    Ganda Campuran

    Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas MentariJafar Hidayatullah/Felisha Alberta Nathaniel PasaribuAmri Syahnawi/Nita Violina MarwahDejan Ferdinansyah/Siti Fadia Silva Ramadhanti

  • Fahri Hamzah: Kementerian dan Penjabat-pejabat BUMN Tidak Paham di Mana Ladang Permainannya

    Fahri Hamzah: Kementerian dan Penjabat-pejabat BUMN Tidak Paham di Mana Ladang Permainannya

    Di satu sisi, BUMN menganggap dirinya PT (perseroan terbatas) dengan keinginan mencari untung yang tinggi tapi faktanya mereka ditarik dalam pusaran politik yang kental. Mulai dari perbedaan kepentingan sektoral eksekutif sampai pengawasan legislatif yang tidak sehat bagi tradisi profesionalisme kerja.

    Kecenderungannya, Kementerian dan lembaga selalu ingin BUMN mau menjadi operator mereka sebab “mudah diajak ngomong”. Di sisi lain, lembaga legislatif tidak dibatasi wewenangnya dalam pengawasan teknis dan terkadang “mengawasi” lebih ketat dari pengawasan komisaris yang seharusnya detail dan profesional.

    “Dulu saya menyaksikan anggota legislatif dalam sidang-sidang komisi mengajukan pertanyaan dari perusahaan rekannya yang kalah tender dengan dengan begitu detail dan kasuistik. Kalau sudah demikian biasanya tidak bisa dihindari negosiasi di belakang layar,” jelasnya.

    Lebih jauh kata dia, sejak mengikuti dinamika dan polemik BUMN sampai sekarang, saya menemukan bahwa sekarang ini ada “Raksasa Tidur” yang bergerak tidak teratur dan jadwal bekerjanya tidak jelas, terhuyung-huyung berjalan tanpa arah dan centang perenang.

    Sementara, di luar sana di negara-negara seperti Norwegia, Qatar, uni emirat Arab, Singapore, Malaysia dan lain-lain, mereka mendapatkan banyak sekali uang dan manfaat dari pengelolaan sumber daya alam dari badan usaha milik negara untuk menjadi Sovereign Wealth Fund.

    “Saya terbayang-bayang bahwa suatu hari akan ada pemimpin yang berani secara ekstrim melakukan konsolidasi BUMN untuk menjadi entitas ekonomi yang lebih ter koordinasi (atau bahkan mungkin saya sebut terkomando), sehingga kekuatannya betul-betul menjadi menifestasi kekuatan nasional yang menunjukkan kepada seluruh dunia bahwa negara ini tidak saja kaya raya, tetapi juga mampu melahirkan kekuatan pasar yang superbesar dan kuat,” tandasnya. (*)

  • Mesir: Rencana Rekonstruksi Gaza Rampung, Dipresentasikan di Pertemuan Darurat Arab pada Selasa – Halaman all

    Mesir: Rencana Rekonstruksi Gaza Rampung, Dipresentasikan di Pertemuan Darurat Arab pada Selasa – Halaman all

    Mesir: Rencana Rekonstruksi Gaza Rampung, Dipresentasikan di Pertemuan Darurat Arab pada Selasa
     

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdel Aati, Minggu (2/3/2025) menyatakan kalau para menteri luar negeri dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) akan menggelar rapat di Arab Saudi setelah pertemuan puncak darurat Arab pada Selasa, 4 Maret 2025.

    Ia mengatakan kalau rencana rekonstruksi Gaza telah selesai dan akan disampaikan pada pertemuan puncak (konferensi tingkat tinggi/KTT) darurat Arab pada Selasa untuk disetujui.

    Abdel-Ati menambahkan, negaranya akan melanjutkan upaya intensif untuk memulai negosiasi tahap kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza.

    Dia juga menyinggung soal manuver Israel yang memblokir semua bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza dalam rangka menekan Hamas untuk menyetujui perpanjangan tahap pertama gencatan senjata.

    “Penggunaan bantuan sebagai senjata hukuman kolektif dan kelaparan di Gaza tidak dapat diterima dan tidak diperbolehkan,” katanya merujuk pada aksi Israel memblokir bantuan ke Gaza.

    Tolak Kelola Gaza Dengan Imbalan Keringanan Utang

    Sebelumnya, pada Rabu (26/2/2025), Mesir menyatakan, menolak usulan untuk mengelola Gaza karena mengganggap wacara itu sebagai hal yang ‘tidak dapat diterima’

    Mesir tidak mau mengambil alih pemerintahan Gaza, dengan menyebut gagasan tersebut bertentangan dengan sikap posisi Mesir dan negara-negara Arab yang telah lama berlaku terkait masalah Palestina.

    Mesir dan negara-negara Arab ingin masalah Palestina dikendalikan oleh faksi dan entitas Palestina dan terus mendorong ‘Solusi Dua Negara’ dengan Israel.

    “Setiap gagasan atau usulan yang menyimpang dari pendirian Mesir dan Arab [tentang Gaza]… ditolak dan tidak dapat diterima,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tamim Khalaf seperti dikutip kantor berita negara, MENA.

    Pernyataan ini dilontarkan sehari setelah pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid melontarkan gagasan tersebut.

    Mantan perdana menteri Israel dan pemimpin oposisi Yair Lapid mengadakan konferensi pers tentang anggaran negara yang akan datang, di Tel Aviv pada 16 Mei 2023. (JACK GUEZ / AFP)

    Imbalan Keringanan Utang

    Yair Lapid, Selasa, mengusulkan agar Mesir mengambil alih kendali administratif Jalur Gaza hingga 15 tahun dengan imbalan keringanan utang luar negerinya yang bernilai lebih dari 150 miliar dolar AS.

    Rencana tersebut mengusulkan  Mesir bertanggung jawab mengelola daerah kantong tersebut selama delapan tahun, dengan opsi untuk memperpanjangnya hingga 15 tahun.

    Lapid mengumumkan rencana tersebut saat berpidato di Foundation for Defense of Democracies (FDD) di Washington, DC dan kemudian mengunggahnya di X, menurut surat kabar Maariv, Israel.

    “Saya baru-baru ini menyampaikan rencana di Washington untuk hari setelah perang di Gaza,” tulisnya.

    “Inti dari rencana tersebut: Mesir akan memikul tanggung jawab atas Gaza selama (hingga) 15 tahun, sementara pada saat yang sama utang luar negerinya sebesar $155 miliar akan dibatalkan oleh masyarakat internasional.”

    “Setelah hampir satu setengah tahun pertempuran, dunia terkejut mengetahui bahwa Hamas masih menguasai Gaza,” tambahnya.

    Lapid menyalahkan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu karena gagal membangun “pemerintahan efektif di Gaza yang akan mengusir Hamas,”.

    Lapid juga mengatakan kalau Israel menghadapi dua masalah keamanan utama di sepanjang perbatasan selatannya.

    Masalah pertama Israel menurut dia adalah, “Dunia membutuhkan solusi baru untuk Gaza: Israel tidak dapat setuju Hamas tetap berkuasa, Otoritas Palestina tidak mampu menjalankan Gaza, pendudukan Israel tidak diinginkan, dan kekacauan yang terus berlanjut merupakan ancaman keamanan serius bagi Israel.”

    Masalah kedua, kata Lapid, adalah “ekonomi Mesir berada di ambang kehancuran dan mengancam stabilitas Mesir dan seluruh Timur Tengah: utang luar negeri sebesar $155 miliar tidak memungkinkan Mesir membangun kembali ekonominya dan memperkuat militernya.”

    Ia mengusulkan “satu solusi: Mesir akan memikul tanggung jawab pengelolaan Jalur Gaza selama 15 tahun, sementara utang luar negerinya akan ditanggung oleh masyarakat internasional dan sekutu regionalnya.”

    Selama 18 tahun terakhir, Israel telah memberlakukan blokade terhadap Gaza, yang secara efektif mengubahnya menjadi penjara terbuka.

    Genosida baru-baru ini telah menyebabkan sekitar 1,5 juta dari 2,4 juta penduduk daerah kantong itu mengungsi.

    Seorang warga Palestina berjalan di jalanan berdebu dengan latar belakang kehancuran Gaza karena bombardemen buta Israel selama satu tahun sejak 7 Oktober 2023. (MNA)

    Mesir Pemain Utama Pembangunan Gaza

    Lapid mengklaim bahwa selama 15 tahun, “Gaza akan dibangun kembali dan kondisi untuk pemerintahan sendiri akan tercipta. Mesir akan menjadi pemain utama dan akan mengawasi rekonstruksi, yang selanjutnya akan memperkuat ekonominya.”

    “Solusi ini memiliki preseden historis,” katanya.

    “Mesir pernah menguasai Gaza di masa lalu. Ini dilakukan dengan dukungan Liga Arab, dengan pemahaman bahwa ini adalah situasi sementara. Mesir melindungi Jalur Gaza atas nama Palestina. Inilah yang perlu terjadi lagi hari ini.”

    Mesir menguasai Jalur Gaza selama hampir dua dekade setelah berdirinya Israel pada tahun 1948, ketika milisi Zionis merebut tanah Palestina dan melakukan pembantaian yang menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi.

    Hamas sebelumnya menolak rencana untuk melucuti senjata atau dipindahkan dari Gaza, dengan menyatakan bahwa masa depan daerah kantong itu harus ditentukan melalui konsensus nasional Palestina.

    Israel terus menduduki wilayah Palestina, Suriah, dan Lebanon, menolak untuk menarik diri atau mengakui negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya dalam batas-batas sebelum tahun 1967.

    Gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan telah berlaku di Gaza sejak bulan lalu, menghentikan perang Israel, yang telah menewaskan hampir 48.350 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan meninggalkan daerah kantong itu dalam reruntuhan.

    November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

    Rekonstruksi Gaza Butuh Rp 327 Triliun

    Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi diperkirakan akan mengunjungi Riyadh untuk membahas rencana Arab untuk Gaza, yang dapat melibatkan pendanaan regional hingga 20 miliar dolar atau Rp 327 Triliun untuk rekonstruksi wilayah kantung Palestina itu.

    Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi kemungkinan akan mengunjungi Riyadh pada hari Kamis, menurut dua pejabat keamanan Mesir, untuk membahas rencana Arab untuk Gaza, yang mungkin melibatkan hingga $20 miliar atau Rp 327 Triliun dari wilayah tersebut untuk rekonstruksi.

    Negara-negara Arab bersiap untuk memperdebatkan rencana untuk Gaza sehari setelahnya sebagai tanggapan atas saran Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk membangun kembali wilayah di bawah kendali AS sambil membersihkan etnis Palestina.

    Berita ini muncul saat Kementerian Keamanan Israel mengumumkan rencana untuk membentuk direktorat untuk pemindahan paksa dan pembersihan etnis di Gaza dengan nama “emigrasi sukarela dari Gaza.”

    Rencana tersebut akan mencakup “pilihan keberangkatan,” yaitu cara mengusir warga Palestina dari tanah mereka , melalui darat, laut, dan udara. 

    Arab Saudi, Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, dan Qatar akan mengevaluasi dan membahas proposal Arab di Riyadh sebelum menyampaikannya pada pertemuan puncak Arab yang dijadwalkan di Kairo pada tanggal 4 Maret, empat orang yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters. 

    Pada hari Jumat, pertemuan para pemimpin negara Arab, termasuk Yordania, Mesir, UEA, dan Qatar, dijadwalkan di Arab Saudi, yang mendorong upaya Arab pada rencana Trump, tetapi beberapa sumber mengindikasikan tanggalnya belum ditetapkan.

    Pada konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat “akan mengambil alih,” “memiliki,” dan mengubah Jalur Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah.”  

    Lebih buruknya lagi, ia mengungkapkan minggu lalu bahwa warga Palestina tidak akan memiliki hak untuk kembali ke Gaza, dan menyatakan bahwa wilayah tersebut, “Saya akan memilikinya.”

    Usulan Arab, yang terutama didasarkan pada rencana Mesir, menyerukan pembentukan komite nasional Palestina untuk mengelola Gaza tanpa keterlibatan Hamas, serta keterlibatan internasional dalam rehabilitasi tanpa pemindahan warga Palestina ke luar negeri.

    Menurut peneliti Emirat Abdulkhaleq Abdullah, komitmen sebesar $20 miliar atau Rp 327 Triliun dari pemerintah Arab dan Teluk untuk dana tersebut, yang telah diidentifikasi oleh dua sumber sebagai jumlah yang masuk akal, mungkin menjadi motivasi yang efektif bagi Trump untuk mengadopsi konsep tersebut.

    Kabinet Otoritas Palestina menyatakan hari Selasa bahwa tahap pertama dari rencana yang sedang dipertimbangkan akan menelan biaya sekitar $20 miliar atau Rp 327 Triliun selama tiga tahun, sementara sumber-sumber Mesir mengungkapkan kepada Reuters bahwa pembicaraan tentang kontribusi keuangan kawasan itu masih berlangsung.

    Menurut orang dalam, rencana itu mengharuskan pembangunan kembali diselesaikan dalam waktu tiga tahun.

    Senator Richard Blumenthal mengatakan kepada wartawan di Tel Aviv pada hari Senin bahwa pembicaraannya dengan para pemimpin Arab, khususnya Raja Abdullah, menunjukkan bahwa “mereka memiliki penilaian yang sangat realistis tentang apa peran mereka seharusnya.”

     

     

     

    (oln/thntnl/anadolu/*)