4 Pulau Aceh untuk Sumut: Otonomi Kerdil, Tamparan di Wajah Perdamaian
Odri Prince Agustinus D. Sembiring adalah mahasiswa Magister Ilmu Politik di Departemen Politik dan Pemerintahan, Universitas Gadjah Mada. Minat risetnya berfokus pada representasi politik, ekologi politik, dan peran masyarakat sipil dalam mendorong transisi menuju keberlanjutan. Saat ini, ia tengah melakukan penelitian tentang paradoks kebijakan lingkungan di Norwegia dengan menggunakan pendekatan teori representasi deliberatif dan psikoanalisis politik. Untuk memperdalam pemahaman mengenai pembangunan global dan tata kelola sumber daya alam, Odri akan melanjutkan studi di Departemen Geografi, Norwegian University of Science and Technology (NTNU), Norwegia. Di sana, ia akan mengikuti sejumlah mata kuliah seperti Diskursus Pembangunan dan Globalisasi, Jaringan Produksi Global, Perencanaan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, serta Lanskap dan Perencanaan: Konsep, Teori, dan Praktik.
DI TENGAH
riuhnya janji desentralisasi dan otonomi khusus, narasi ironis kembali mencuat dari ujung barat Nusantara: kisah “hilangnya” empat pulau dari pangkuan Aceh.
Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, yang selama ini diakui dan dikelola oleh Kabupaten Aceh Singkil, tiba-tiba berpindah tangan secara sepihak ke Sumatera Utara melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.
Keputusan ini, yang menguap begitu saja dari meja birokrasi Jakarta, memicu gelombang protes dan kebingungan di Bumi Serambi Mekkah, merobek kain perdamaian yang terjahit.
Fakta ini, yang secara gamblang memperlihatkan arogansi kekuasaan pusat, dapat dianalogikan sebagai Jakarta yang seolah sedang bermain papan Monopoli, menggeser kepulauan seperti pion, tanpa sedikit pun mendengar suara lokal.
Ini bukan sekadar sengketa batas wilayah administratif semata. Lebih dari itu, kasus ini adalah cerminan telanjang dari krisis legitimasi dan efektivitas otonomi khusus Aceh pasca-MoU Helsinki.
Insiden ini secara fundamental mempertanyakan sejauh mana otonomi khusus benar-benar memberikan kekuasaan substantif, ataukah ia hanya menjadi simbol kosong di tengah upaya resentralisasi pusat yang tak kunjung berhenti?
Sengketa empat pulau ini bukanlah fenomena baru, melainkan episode terbaru dari ketegangan historis yang tak kunjung usai antara Jakarta dan Aceh.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengakui bahwa konflik ini telah berlangsung sejak tahun 1928.
Pola intervensi pusat yang berulang ini menunjukkan bahwa relasi kuasa antara Jakarta dan Aceh selalu diwarnai tarik ulur, bahkan setelah era Reformasi. Ini adalah “penyakit turunan” dalam hubungan pusat-daerah yang terus kambuh.
Pasca-Orde Baru, Indonesia mengadopsi desentralisasi secara besar-besaran pada 2001. Kebijakan ini, sebagaimana dianalisis oleh Ostwald (2016), dapat termotivasi secara politik untuk meredam tekanan sentrifugal dan separatisme yang mengancam stabilitas nasional setelah jatuhnya rezim Soeharto.
Namun, Hadiz (2010) dalam karyanya
Localising Power in Post-Authoritarian Indonesia
menunjukkan bahwa desentralisasi, alih-alih menyelesaikan masalah, justru dapat membuka medan konflik kewenangan yang baru.
Elite-elite lokal memang memanfaatkan ruang otonomi. Namun, mereka tetap berhadapan dengan logika dominasi pusat dan seringkali terjerat dalam sistem kekuasaan “predatory” yang memanfaatkan desentralisasi untuk kepentingan elite.
Dalam sengketa pulau ini, terlihat jelas bagaimana pemerintah pusat memilih untuk menunjukkan amnesia historis yang mencolok di hadapan klaim Aceh.
Aceh bersandar pada bukti-bukti historis, sosiologis, bahkan administratif yang kuat: KTP warga yang menetap di pulau-pulau tersebut adalah KTP Aceh, infrastruktur fisik seperti prasasti, mushala, dan dermaga dibangun dengan dana Pemerintah Aceh pada tahun 2012, dan batas wilayah telah diketahui turun-temurun oleh masyarakat lokal.
Namun, Kementerian Dalam Negeri justru menolak peta topografi tahun 1978 dan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) sebagai referensi resmi, mendasarkan keputusannya pada analisis spasial yang “lebih relevan”.
Pendekatan ini menunjukkan kecenderungan pemerintah pusat untuk mengabaikan konteks historis dan realitas lokal yang mengakar demi “kebenaran” administratif yang lebih baru dan sepihak.
Hal ini tidak hanya mencederai kepercayaan publik, tetapi juga mengindikasikan bahwa keputusan pusat mungkin didorong oleh motif tersembunyi.
Salah satu motif yang paling santer terdengar adalah potensi kandungan minyak dan gas bumi (migas) di sekitar pulau-pulau yang disengketakan, serta rencana investasi besar dari Uni Emirat Arab (UEA) di sana.
Jika ini benar, maka sengketa ini bukan lagi sekadar masalah administratif, melainkan konflik yang didorong oleh kepentingan sumber daya.
Aspinall (2014) dalam analisisnya tentang “predatory peace” di Aceh, mengemukakan bagaimana elite pasca-konflik, termasuk mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM), terlibat dalam praktik
rent-seeking
dan korupsi yang seringkali terkait dengan sumber daya alam.
Kondisi ini memperkuat narasi dominasi pusat yang berorientasi pada ekstraksi ekonomi, bukan pada keadilan administratif atau penghormatan otonomi.
Ini menguatkan kecurigaan bahwa “permainan Monopoli” Jakarta adalah manuver strategis untuk keuntungan ekonomi, bukan sekadar ketepatan batas wilayah.
Pemberian otonomi khusus Aceh, yang diformalkan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 (UU Pemerintahan Aceh) pasca-MoU Helsinki 2005, merupakan proyek kompromi monumental yang membuka jalan damai setelah konflik bersenjata berkepanjangan.
UU ini memberikan kewenangan luas bagi Aceh untuk mengatur urusan lokal, termasuk kehidupan beragama, pendidikan, adat, pengelolaan sumber daya alam, dan pembentukan partai politik lokal.
Namun, Aspinall (2014) mengindikasikan bahwa otonomi khusus ini “tidak menyentuh akar konflik relasi kuasa Jakarta–Aceh”.
Kasus sengketa pulau ini menjadi bukti nyata kegagalan otonomi khusus dalam mencegah intervensi pusat yang bersifat sepihak, meskipun UU 11/2006 telah memberikan otonomi yang luas, pemerintah pusat tetap mempertahankan “kewenangan Pemerintah” dalam bidang-bidang strategis seperti kebijakan luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, dan moneter/fiskal nasional.
Pemerintah Aceh memiliki bukti historis dan administratif yang kuat atas kepemilikan empat pulau tersebut.
Selain KTP warga dan pembangunan infrastruktur, terdapat pula dokumen resmi seperti Kesepakatan Bersama Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Aceh Tahun 1988.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla bahkan menegaskan bahwa Keputusan Mendagri yang memindahkan pulau-pulau ini “cacat formil” karena jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, yang merupakan dasar hukum resmi pembentukan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan mengatur batas wilayahnya.
Lebih lanjut, MoU Helsinki merujuk pada batas wilayah 1 Juli 1956.
Tindakan pemerintah pusat yang menggunakan regulasi di bawah undang-undang untuk mengubah batas wilayah yang diatur oleh undang-undang dan dirujuk dalam perjanjian damai menunjukkan pengikisan hierarki hukum.
Apabila keputusan menteri dapat secara sepihak mengubah batas yang ditetapkan oleh UU dan diperkuat kesepakatan internasional seperti MoU Helsinki, maka hal ini secara fundamental merusak prinsip negara hukum dan asas
lex superior derogat legi inferiori
(hukum yang lebih tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah).
Ini berarti status “khusus” Aceh bukan lagi hak konstitusional yang kokoh, melainkan hak istimewa yang rapuh dan mati di mata kehendak pusat.
Tindakan ini tidak hanya menciptakan ketidakpastian hukum bagi Aceh, tetapi juga menetapkan preseden berbahaya bagi daerah otonom lainnya di Indonesia, mengancam stabilitas hubungan pusat-daerah di seluruh Nusantara.
Ironisnya, pengikisan ini terjadi di bawah kepemimpinan Gubernur Aceh saat ini, Muzakir Manaf, yang notabene adalah mantan Panglima Besar Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Kehadirannya di kursi pemerintahan seharusnya menjadi simbol penguatan otonomi dan perdamaian, namun justru menjadi saksi bisu betapa rapuhnya janji-janji pusat di hadapan realitas kekuasaan.
Krisis ini juga mengancam rapuhnya kepercayaan pasca-konflik di Aceh. Otonomi khusus adalah hasil dari kompromi besar, di mana Gerakan Aceh Merdeka (GAM) “rela mengubur mimpi merdekanya menjadi otonomi khusus” demi perdamaian.
Ketika perdamaian telah dicapai, Aceh justru kehilangan empat pulaunya. Tentu, itu sangat menyakitkan hati, seperti diungkapkan oleh Alkaf.
Perasaan dikhianati ini sangat dalam, mengingat pengorbanan besar yang telah dilakukan. Bräuchler (2015) dalam karyanya
The Cultural Dimension of Peace
menekankan pentingnya memahami dan menghormati konsepsi lokal tentang konflik, keadilan, dan rekonsiliasi, yang seringkali berakar pada narasi budaya dan historis.
Mengabaikan dimensi ini, seperti yang dilakukan pemerintah pusat, dapat membahayakan upaya rekonsiliasi.
Pelanggaran kepercayaan ini berisiko menghidupkan kembali keluhan historis dan sentimen alienasi dari negara Indonesia, berpotensi memicu bentuk-bentuk resistensi baru dan merongrong perdamaian yang telah susah payah dibangun.
Resistensi masyarakat Aceh terhadap pemindahan empat pulau ini melampaui sekadar masalah batas wilayah administratif; ini adalah perjuangan yang mendalam untuk mempertahankan “harga diri” atau “marwah Aceh” dan identitas politik yang telah lama diperjuangkan.
Guru Besar Sosiologi Universitas Syiah Kuala, Ahmad Humam Hamid, secara tajam menyatakan bahwa bagi masyarakat Aceh, keputusan ini “bukan sekadar titik di peta, melainkan bagian dari ruang simbolik yang menyimpan memori konflik, perjuangan otonomi, dan perjanjian damai yang diperoleh dengan pengorbanan besar”.
Pernyataan ini menggarisbawahi betapa teritori terkait erat dengan narasi historis dan jati diri kolektif masyarakat Aceh.
Dalam konteks ini, perlawanan Aceh mencerminkan bagaimana desentralisasi, seperti yang dijelaskan oleh Bräuchler (2015), seharusnya membuka ruang bagi ekspresi identitas lokal sebagai bentuk perlawanan terhadap “kewajaran” negara pusat.
Penekanan pada bukti-bukti sosiologis dan historis yang diwariskan turun-temurun, seperti pengakuan warga yang ber-KTP Aceh di pulau-pulau tersebut dan penggunaan dana Aceh untuk pembangunan infrastruktur di sana, adalah manifestasi dari perlawanan yang mengakar pada legitimasi lokal dan historis.
Ini adalah upaya untuk menegaskan kembali keberdayaan dan identitas mereka di hadapan pemaksaan dari pusat.
Bagi daerah pasca-konflik dengan identitas yang kuat, integritas teritorial tidak dapat dipisahkan dari martabat kolektif dan narasi sejarah mereka.
Tindakan sepihak oleh pusat, meskipun mungkin dibenarkan secara administratif dari perspektif mereka, secara tidak sengaja dapat memicu kebencian yang mendalam dan memobilisasi perlawanan berbasis identitas, yang pada akhirnya mengancam perdamaian dan stabilitas.
Para akademisi, anggota DPR RI dari Aceh, dan aktivis telah memperingatkan secara eksplisit bahwa keputusan sepihak ini berpotensi memicu ketegangan baru dan “memanaskan kembali relasi hubungan antara Aceh dan pemerintah pusat”.
Mereka menyebutnya sebagai risiko “api dalam sekam” yang dapat mengancam stabilitas pasca-konflik, mengingat sejarah panjang perjuangan Aceh untuk otonomi dan bahkan kemerdekaan yang berdarah-darah.
Desakan agar Presiden Prabowo mengambil alih persoalan ini dan membatalkan SK Kemendagri menunjukkan tingkat urgensi dan kekhawatiran akan eskalasi.
Ironisnya, kebijakan desentralisasi yang menurut Ostwald (2016) awalnya dirancang sebagai manuver politik untuk meredam tekanan sentrifugal dan meningkatkan stabilitas pasca-Soeharto, kini justru menjadi pemicu ketidakstabilan baru.
Hadiz (2010) telah mengkritik bahwa desentralisasi seringkali menciptakan “arena baru konflik” di mana elite lokal memanfaatkan peluang untuk kepentingan mereka.
Dalam kasus ini, ambiguitas administratif atau intervensi pusat yang berlebihan telah menciptakan titik nyala baru.
Ini mengungkapkan paradoks mendasar: kebijakan yang dirancang untuk mencegah separatisme dan meningkatkan stabilitas dapat, jika diimplementasikan dengan buruk atau ditegakkan secara sepihak, menjadi sumber ketidakstabilan baru.
Desentralisasi yang sejati membutuhkan bukan hanya kerangka hukum, tetapi juga kemauan politik yang konsisten, penghormatan terhadap otonomi lokal, dan proses konsultatif yang transparan untuk menghindari konsekuensi yang tidak diinginkan yang mengancam kohesi nasional.
Kasus sengketa empat pulau ini secara brutal menelanjangi kerapuhan otonomi khusus Aceh di hadapan dominasi pusat.
Jika hak dasar atas teritori, yang merupakan inti dari kedaulatan lokal dan identitas politik, dapat digeser begitu saja dengan keputusan sepihak Kemendagri, maka otonomi khusus yang dijanjikan dalam MoU Helsinki dan UU 11/2006 tak lebih dari simbol kosong.
Ini adalah pengkhianatan terhadap semangat perdamaian dan kompromi yang telah dicapai dengan pengorbanan besar.
Dugaan adanya kandungan migas di pulau-pulau yang disengketakan memperkuat narasi bahwa dominasi pusat seringkali didorong oleh kepentingan ekonomi yang terselubung, bukan semata-mata efisiensi administrasi.
Ini sejalan dengan kritik Aspinall (2014) tentang “predatory peace” di Aceh, di mana elite pasca-konflik, termasuk mantan GAM, terlibat dalam praktik
rent-seeking
dan korupsi, seringkali terkait dengan sumber daya alam, dan dana otonomi khusus pun belum berdampak signifikan pada kesejahteraan masyarakat.
Konflik ini menggarisbawahi bahwa relasi kuasa Jakarta–Aceh masih didominasi oleh logika ekstraksi sumber daya, yang mengabaikan hak-hak dan martabat lokal.
Peristiwa ini secara telanjang menunjukkan bagaimana pemerintah pusat telah mengabaikan hierarki hukum, mengkhianati kepercayaan yang dibangun pasca-konflik, dan meremehkan bobot simbolis teritori bagi identitas Aceh.
Tindakan unilateral yang dianggap sewenang-wenang ini, yang tercermin dalam analogi “Jakarta bermain Monopoli,” secara fundamental mempertanyakan ketulusan desentralisasi dan otonomi khusus.
Mungkin sudah saatnya kita menyebutnya apa adanya: otonomi kerdil, hak istimewa yang telah dimutilasi, hanya ada di atas kertas, namun mati di lapangan.
Dalam negara kepulauan yang beragam seperti Indonesia, integrasi nasional bergantung pada keseimbangan yang rapuh antara otoritas pusat dan
otonomi daerah
, yang dibangun atas dasar kepercayaan dan saling menghormati.
Ketika kekuasaan pusat dipersepsikan tidak terkendali, sepihak, dan didorong oleh kepentingan ekstraktif, hal itu berisiko mengasingkan daerah-daerah, terutama yang memiliki sejarah konflik.
Ini dapat menyebabkan kebangkitan sentimen separatis atau ketidakpuasan yang meluas, yang pada akhirnya merongrong persatuan yang ingin dipertahankan oleh pemerintah pusat.
Untuk menjaga keutuhan bangsa dan merawat perdamaian yang telah diraih dengan susah payah, pemerintah pusat harus segera meninjau ulang keputusan ini.
Dialog konstruktif yang menghormati sejarah, identitas, dan martabat masyarakat lokal adalah satu-satunya jalan ke depan.
Mengabaikan suara lokal dan menggeser batas wilayah seperti pion di papan Monopoli hanya akan menabur benih konflik baru, mengancam fondasi perdamaian dan integrasi nasional yang rapuh.
Tanpa penghormatan tulus terhadap kekhususan dan kedaulatan teritori, otonomi khusus Aceh akan selamanya menjadi janji hampa, sebuah ironi pahit di tengah upaya membangun Indonesia yang adil dan beradab.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Negara: Uni Emirat Arab
-

dari Ranpur Amfibi hingga Drone Surveillance
Jakarta: EDGE Group, perusahaan teknologi dan pertahanan asal Uni Emirat Arab (UEA) ikut unjuk gigi di Indo Defence 2025 Expo and Forum. Sederet alutsista canggih mereka bawa di pameran pertahanan internasional yang digelar di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Vice President – International Business Development EDGE, Miles Chambers menyebut ini kali ketiga EDGE Group ikut Indo Defence. Keikutsertaan ini selain memamerkan teknologi dan sistem pertahanan canggih juga bentuk komitmen perusahaan terhadap pasar Indonesia.
“Ini merupakan komitmen kami terhadap pasar Indonesia, kami juga bekerja sama erat dengan sejumlah mitra lokal di Indonesia, baik pemerintah maupun sektor swasta. Karena pada akhirnya kami membawa peralatan ke pasar lokal, kami ingin memastikan hal ini dapat didukung dan dipertahankan,” kata Miles saat ditemui Medcom.id di JIExpo, Jumat, 13 Juni 2025.
Pamerkan Alutsista Canggih
Di Indo Defence tahun perusahaan yang berbasis di Abu Dhabi, UEA ini membawa berbagai alutsista canggih dari 18 perusahaan yang tergabung dalam portofolio EDGE. Lebih dari 90 solusi dan produk pertahanan canggih.“Dari platform kendaraan kami seperti kendaraan AJBAN 4X4 untuk patroli dan operasi darat hingga kendaraan amfibi 8X8 (Rabdan) dengan kemampuan tempur yang telah terbukti,” beber Miles.
Kendaraan tempur (ranpur) Rabda sendiri sempat mencuri perhatian Presiden Prabowo Subianto. Dalam kunjungan setelah membuka Indo Defence 2024 pada Rabu (11/6/2025) sempat mengunjungi stan EDGE Group. Kepala negara juga terlihat sempat melihat langsung bagian dalam kendaraan tempur yang bisa memuat 12 personel itu.
“Kendaraan tempur infanteri (IFV) ini mempunyai tingkat proteksi balistik dan ledakan yang sangat tinggi tetapi juga merupakan kendaraan amfibi. Bagi negara kepulauan seperti Indonesia kemampuan amfibi di negara dengan banyak pulau sangatlah penting,” jelas Miles.
(IFV Rabda 8X8. Foto: Medcom/Syahrul Ramadhan)
Tidak hanya kendaraan tempur, EDGE Group yang mempunyai fokus pada autonomous system ini juga menghadirkan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Garmoosha dan Unmanned Ground Vehicle (UGV) THeMIS.
“UAV untuk operasi tempur pengawasan. Kami juga memiliki kendaraan darat tanpa awak (UGV) dari salah satu perusahaan kami yang berinvestasi di Estonia, Milrem Robotics,” tambahnya.
(UGV TheMIS. Foto: Medcom/Syahrul Ramadhan)
EDGE juga membawa berbagai teknologi sensor berbasis AI, siber hingga solusi yang dirancang khusus untuk kebutuhan regional, mulai dari amunisi berpandu presisi, sistem keamanan komunikasi hingga keamanan siber.
Tentang EDGEEDGE sebuah perusahaan UEA yang mulai menjalankan bisnisnya sejak November 2019. EDGE adalah salah satu grup perusahaan teknologi canggih terkemuka dunia, yang didirikan untuk menghadirkan solusi pertahanan yang gesit, berani, dan disruptif, serta menjadi katalis perubahan dan transformasi.
EDGE berkomitmen untuk menghadirkan inovasi,produk, dan layanan ke pasar global dengan kecepatan dan efisiensi yang lebih tinggi, memposisikan UEA sebagai pusat global terkemuka untuk industri masa depan dan mencetak generasi talenta unggul di sektor ini.
Dengan fokus pada teknologi Revolusi Industri Keempat (4IR), EDGE mendorong pengembangan kapabilitas dalam negeri untuk ekspor global dan menjaga keamanan nasional. EDGE bekerja sama dengan operator garis depan dan mitra internasional, dan mengadopsi teknologi mutakhir seperti sistem otonom, sistem siber-fisik, sistem propulsi canggih, robotika, dan material pintar.
EDGE menggabungkan R&D, teknologi baru (emerging technologies), transformasi digital, dan inovasi pasar komersial dengan kapabilitas militer untuk mengembangkan solusi disruptif yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik pelanggannya.
Berkantor pusat di Abu Dhabi, EDGE menaungi lebih dari 35 entitas dalam enam klaster utama: Platforms & Systems, Missiles & Weapons, Space & Cyber Technologies, Trading & Mission Support, Technology & Innovation, and Homeland Security.
Jakarta: EDGE Group, perusahaan teknologi dan pertahanan asal Uni Emirat Arab (UEA) ikut unjuk gigi di Indo Defence 2025 Expo and Forum. Sederet alutsista canggih mereka bawa di pameran pertahanan internasional yang digelar di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Vice President – International Business Development EDGE, Miles Chambers menyebut ini kali ketiga EDGE Group ikut Indo Defence. Keikutsertaan ini selain memamerkan teknologi dan sistem pertahanan canggih juga bentuk komitmen perusahaan terhadap pasar Indonesia.
“Ini merupakan komitmen kami terhadap pasar Indonesia, kami juga bekerja sama erat dengan sejumlah mitra lokal di Indonesia, baik pemerintah maupun sektor swasta. Karena pada akhirnya kami membawa peralatan ke pasar lokal, kami ingin memastikan hal ini dapat didukung dan dipertahankan,” kata Miles saat ditemui Medcom.id di JIExpo, Jumat, 13 Juni 2025.
Pamerkan Alutsista Canggih
Di Indo Defence tahun perusahaan yang berbasis di Abu Dhabi, UEA ini membawa berbagai alutsista canggih dari 18 perusahaan yang tergabung dalam portofolio EDGE. Lebih dari 90 solusi dan produk pertahanan canggih.“Dari platform kendaraan kami seperti kendaraan AJBAN 4X4 untuk patroli dan operasi darat hingga kendaraan amfibi 8X8 (Rabdan) dengan kemampuan tempur yang telah terbukti,” beber Miles.
Kendaraan tempur (ranpur) Rabda sendiri sempat mencuri perhatian Presiden Prabowo Subianto. Dalam kunjungan setelah membuka Indo Defence 2024 pada Rabu (11/6/2025) sempat mengunjungi stan EDGE Group. Kepala negara juga terlihat sempat melihat langsung bagian dalam kendaraan tempur yang bisa memuat 12 personel itu.
“Kendaraan tempur infanteri (IFV) ini mempunyai tingkat proteksi balistik dan ledakan yang sangat tinggi tetapi juga merupakan kendaraan amfibi. Bagi negara kepulauan seperti Indonesia kemampuan amfibi di negara dengan banyak pulau sangatlah penting,” jelas Miles.
(IFV Rabda 8X8. Foto: Medcom/Syahrul Ramadhan)
Tidak hanya kendaraan tempur, EDGE Group yang mempunyai fokus pada autonomous system ini juga menghadirkan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Garmoosha dan Unmanned Ground Vehicle (UGV) THeMIS.
“UAV untuk operasi tempur pengawasan. Kami juga memiliki kendaraan darat tanpa awak (UGV) dari salah satu perusahaan kami yang berinvestasi di Estonia, Milrem Robotics,” tambahnya.
(UGV TheMIS. Foto: Medcom/Syahrul Ramadhan)
EDGE juga membawa berbagai teknologi sensor berbasis AI, siber hingga solusi yang dirancang khusus untuk kebutuhan regional, mulai dari amunisi berpandu presisi, sistem keamanan komunikasi hingga keamanan siber.
Tentang EDGE
EDGE sebuah perusahaan UEA yang mulai menjalankan bisnisnya sejak November 2019. EDGE adalah salah satu grup perusahaan teknologi canggih terkemuka dunia, yang didirikan untuk menghadirkan solusi pertahanan yang gesit, berani, dan disruptif, serta menjadi katalis perubahan dan transformasi.
EDGE berkomitmen untuk menghadirkan inovasi,produk, dan layanan ke pasar global dengan kecepatan dan efisiensi yang lebih tinggi, memposisikan UEA sebagai pusat global terkemuka untuk industri masa depan dan mencetak generasi talenta unggul di sektor ini.
Dengan fokus pada teknologi Revolusi Industri Keempat (4IR), EDGE mendorong pengembangan kapabilitas dalam negeri untuk ekspor global dan menjaga keamanan nasional. EDGE bekerja sama dengan operator garis depan dan mitra internasional, dan mengadopsi teknologi mutakhir seperti sistem otonom, sistem siber-fisik, sistem propulsi canggih, robotika, dan material pintar.
EDGE menggabungkan R&D, teknologi baru (emerging technologies), transformasi digital, dan inovasi pasar komersial dengan kapabilitas militer untuk mengembangkan solusi disruptif yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik pelanggannya.
Berkantor pusat di Abu Dhabi, EDGE menaungi lebih dari 35 entitas dalam enam klaster utama: Platforms & Systems, Missiles & Weapons, Space & Cyber Technologies, Trading & Mission Support, Technology & Innovation, and Homeland Security.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id(RUL)
-

UEA, Irak, dan Oman Protes ke FIFA serta AFC
JAKARTA – Asosiasi Sepak Bola Uni Emirat Arab (UEA FA) meminta agar FIFA dan AFC bersikap netral. Hal ini terkait keputusan menunjuk tuan rumah Putaran Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Sudah ada enam negara yang bakal melanjutkan perjuangan di Putaran Keempat. Mereka adalah Indonesia, UEA, Irak, Qatar, Oman, dan Arab Saudi.
Nantinya, keenam tim ini akan dibagi dalam dua grup. Juara masing-masing grup akan melaju ke Piala Dunia 2026, sementara tim di posisi runner-up akan melanjutkan asa lewat Putaran Kelima.
Pembagian tim ini akan ditentukan lewat undian atau drawing yang akan digelar di Osaka, Jepang, pada 17 Juli 2025. Agenda ini juga akan menentukan tuan rumah masing-masing grup.
Sebelum drawing digelar, nyatanya AFC telah memastikan bahwa Putaran Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 akan digelar di dua negara kontestan. Arab Saudi dan Qatar digadang-gadang yang akan menjadi kandidat kuat tuan rumah.
Ternyata situasi ini diprotes oleh UEA FA yang meminta agar FIFA dan AFC bisa bersikap netral dalam memilih negara tuan rumah.
“Asosiasi Sepak Bola (UEA) meminta FIFA dan AFC bersikap netral saat memilih negara tuan rumah untuk pertandingan play-off Asia.”
“Hal itu tertuang dalam surat resmi yang dikirimkan Asosiasi Sepak Bola UEA kepada FIFA dan Konfederasi Sepak Bola Asia, yang menegaskan pentingnya keadilan dan transparansi dalam proses seleksi, yang harus sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang menjamin hak seluruh tim nasional peserta play-off Asia,” tulis UEA FA dalam rilisnya yang diunggah di Instagram dikutip pada Jumat, 13 Juni 2025.
UEA juga telah resmi mengajukan permohonan untuk menjadi tuan rumah pertandingan Putaran Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026.
“UEA juga telah resmi mengajukan permohonan untuk menjadi tuan rumah pertandingan di salah satu dari dua grup, dalam batas waktu yang ditetapkan oleh Konfederasi Kontinental (AFC).”
“UEA telah mencapai keberhasilan signifikan dalam menjadi tuan rumah turnamen dan acara olahraga serta sepak bola internasional besar.”
“Perlu dicatat, tim nasional kami (UEA) dianggap sebagai tim dengan peringkat terbaik di antara tim-tim peserta play-off Asia, setelah finis di posisi ketiga grupnya dengan 15 poin,” tulis UEA FA.
Sebelumnya, Asosiasi Sepak Bola Irak (IFA) juga mendukung pernyataan yang meminta FIFA serta AFC untuk transparan dalam pemilihan tuan rumah Putaran Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Hal itu diungkapkan IFA melalui pernyataan resmi yang diunggah melalui akun Instagram resmi asosiasi pada Minggu, 8 Juni 2025.
“Hari ini, Asosiasi Sepak Bola Irak (IFA) mengirim surat resmi ke FIFA dan AFC, mendesak transparansi dan keadilan dalam proses pemilihan tuan rumah Putaran Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2024,” tulis IFA membuka pernyataan.
“Lewat surat ini, IFA mengkonfirmasi bahwa Irak sudah secara resmi mengajukan permintaan untuk menjadi salah satu tuan rumah dari dua grup berdasarkan jendela waktu yang sudah dibuat AFC,” sambung IFA.
Selain Irak, Oman juga menyuarakan kepada FIFA dan AFC agar penunjukan tuan rumah Putaran Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 bisa dilakukan dengan adil.
-

Iran Tangguhkan Semua Penerbangan Buntut Serangan Israel
Jakarta –
Iran menangguhkan semua penerbangan usai serangan Israel. Iran menangguhkan semua penerbangan domestik dan internasional.
Dikutip CNN, Jumat (13/6/2025), serangan Israel berlanjut pada Jumat pagi di berbagai kota, termasuk Tabriz, Kermanshah, Hamedan, Qasr-e Shirin, Kangavar. Serangan tersebut berdampak pada rute penerbangan.
Sementara itu, dikutip AFP, maskapai global membatalkan penerbangan ke Tel Aviv, Teheran, dan tujuan Timur Tengah lainnya atau mengalihkan rute pesawat. Hal itu dikarenakan wilayah udara ditutup setelah serangan Israel terhadap Iran.
Israel, Iran, Irak, Yordania, dan Suriah menutup wilayah udara mereka setelah Israel menyerang fasilitas militer dan nuklir di Iran. Israel mengatakan Teheran meluncurkan pesawat tanpa awak sebagai balasan.
Penerbangan Air India New Delhi-Wina dan Mumbai-London hendak memasuki wilayah udara Iran ketika Israel melancarkan serangannya, yang memaksa pesawat untuk kembali. Kemudian penerbangan London-New Delhi baru saja memasuki wilayah udara Iran dan dialihkan melalui Irak sebelum tiba di India satu jam kemudian.
Air India juga mengalihkan atau membatalkan 16 penerbangan antara India dan London serta kota-kota di Kanada dan Amerika Serikat ‘karena situasi yang berkembang di Iran’.
Emirates, maskapai penerbangan terbesar di Timur Tengah, membatalkan penerbangan ke dan dari Irak, Yordania, Lebanon, dan Iran setelah Israel melancarkan serangan.
Air France mengatakan akan menangguhkan penerbangannya ke dan dari Tel Aviv “hingga pemberitahuan lebih lanjut” menyusul penutupan wilayah udara Israel.
“Air France memantau dengan saksama situasi di Timur Tengah secara langsung,” kata juru bicara maskapai penerbangan Prancis itu kepada AFP, seraya menambahkan bahwa “keselamatan pelanggan dan awaknya adalah prioritas utama”.
Otoritas penerbangan Rusia Rosaviatsiya menginstruksikan maskapai penerbangan Rusia untuk tidak terbang di wilayah udara Israel, Yordania, Irak, dan Iran atau menggunakan bandara di Israel dan Iran. Dikatakan bahwa pembatasan akan tetap berlaku hingga 26 Juni atau hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Grup maskapai penerbangan Jerman Lufthansa menangguhkan penerbangan ke dan dari Teheran hingga 31 Juli. Maskapai ini juga memperpanjang penangguhan penerbangan Tel Aviv untuk periode yang sama.
Maskapai penerbangan Swiss, yang dimiliki oleh Lufthansa, menangguhkan penerbangan Tel Aviv hingga 25 Oktober sementara penerbangan ke Beirut ditangguhkan hingga akhir Juli.
Di Uni Emirat Arab, bandara Abu Dhabi juga memperingatkan “gangguan penerbangan diperkirakan terjadi hingga hari ini (Jumat)” sebagai akibat dari serangan Israel.
Bandara Dubai juga mengumumkan penundaan dan pembatalan penerbangan karena penutupan wilayah udara di Iran, Irak, dan Suriah.
Tonton juga “Radar Pesawat Komersial Hindari Wilayah Iran dan Irak” di sini:
(idn/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
-

Bobby Nasution Blak-blakan soal 4 Pulau Sengketa Sumut vs Aceh
Bisnis.com, MEDAN – Gubernur Sumatra Utara (Sumut) Bobby Nasution mengungkap keempat pulau yang kini jadi sengketa antara Sumut dan Aceh memiliki potensi yang dapat dikelola daerah.
Secara geografis keempat pulau di perbatasan Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah itu disebut Bobby berpeluang untuk menjadi daerah wisata.
“Secara geografis, dari sektor pariwisata pasti bagus,” kata Bobby di Medan, Kamis (12/6/2025).
Disinggung soal potensi migas dari keempat pulau tersebut yang disinyalir jadi pemicu sengketa Sumut dan Aceh, Bobby mengaku pihaknya tidak memiliki data penunjang.
Dia menegaskan bahwa penentuan kepemilikan Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek yang kini masuk wilayah Sumatra Utara di Tapanuli Tengah didasarkan pada keputusan pemerintah pusat.
Bobby pun membantah tegas narasi yang beredar dan menyebut Sumut ‘mencuri’ pulau dari wilayah Aceh. Menurutnya, pembahasan soal tapal batas Aceh-Sumut termasuk keempat pulau ini telah melalui proses panjang dan berlangsung puluhan tahun hingga kemudian keempat pulau tersebut ditetapkan Kementerian Dalam Negeri masuk ke wilayah Sumatra Utara.
“Jadi kalau bilang ada potensinya saya tidak pegang data, saya tidak berani sampaikan. Cuma, kalau memang ada potensinya ayo sama-sama [kita kelola], [dengan catatan] kalau [keempat pulau itu] tetap dijadikan milik pemerintah provinsi Sumatra Utara,” jelasnya.
Sebagai informasi, polemik kepemilikan 4 (empat) pulau yang jadi sengketa antara Sumut dan Aceh kian meruncing pasca Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menetapkan keempat pulau di perbatasan Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah itu masuk ke wilayah Sumatra Utara per April 2025. Wilayah ini juga diklaim oleh Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh.
Dari pemberitaan Bisnis sebelumnya, di tengah polemik muncul dugaan bahwa kawasan perairan di keempat pulau sengketa itu kaya akan sumber daya minyak dan gas bumi (migas).
Anggota DPR RI Muslim Ayub, misalnya, bahkan mengaitkan keputusan pusat itu dengan cadangan migas dan rencana investasi Uni Emirat Arab di Aceh Singkil yang disampaikan oleh Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi saat itu, pada tahun 2021 silam.
Keputusan Kemendagri tersebut kemudian menyulut amarah masyarakat Aceh. Tak sedikit video-video pendek beredar di media sosial yang menunjukkan ekspresi kemarahan masyarakat Aceh atas keputusan tersebut.
Dalam potongan video yang didapat Bisnis, mereka yang mengatasnamakan masyarakat Aceh menolak keras opsi kelola bersama atas keempat pulau seperti yang ditawarkan Bobby saat menemui Gubernur Aceh Muzakir Manaf di Banda Aceh beberapa waktu lalu.
Menanggapi hal itu, Bobby pun menyebut pihaknya terbuka untuk membahas ulang status kepemilikan keempat pulau.
“Konflik ini kan masalah kepemilikan. Kalau mau diselesaikan, bahas di Jakarta [Kemendagri]. Kalau belum diundang [oleh Kemendagri], kitalah yang inisiatif [mendatangi],” tegasnya.
-

Investasi Infrastruktur Kini Jadi Prioritas untuk Dongkrak Ekonomi Kreatif
Jakarta –
Kementerian Ekonomi Kreatif (Kementerian Ekraf) mendukung International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 sebagai wadah strategis yang mendorong kolaborasi mewujudkan infrastruktur yang berkelanjutan di Indonesia. Infrastruktur yang kuat, adaptif, dan inovatif tentunya akan menjadi jembatan yang kokoh bagi pertumbuhan ekonomi kreatif.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko Infra) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) selaku tuan rumah mengharapkan konferensi ini bisa mendorong pertukaran ide, memperkuat kolaborasi, dan mempercepat investasi dalam memajukan pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas nasional. AHY juga menekankan ICI 2025 bukan hanya forum diskusi, tetapi juga landasan aksi nyata yang berani untuk memperluas infrastruktur di Indonesia.
“ICI 2025 mengungkap tema infrastruktur berkelanjutan untuk masa depan, inovasi, dan kolaborasi. Ini akan menjadi forum yang menjadi landasan tindakan transformatif untuk menentukan arah perjalanan Indonesia. Keberhasilan kita akan bergantung pada apa yang kita bangun, bagaimana kita membangunnya, dan yang terpenting untuk siapa kita membangunnya,” kata AHY saat membuka acara yang berlangsung di Jakarta International Convention Center (JICC), Senayan, Jakarta pada Rabu, 11 Juni 2025.
ICI 2025 yang dimotori Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Kewilayahan (Kemenko Infra) berlangsung pada 11-12 Juni 2025 yang diikuti perwakilan pemerintah pusat dan daerah, lembaga keuangan, sektor swasta (perusahaan multinasional) terkait infrastruktur, organisasi internasional, para ahli, praktisi, serta akademisi. Sesi diskusi panel dan tematik hingga exhibition dari beragam booth diharapkan bisa memperkuat kolaborasi serta memajukan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Acara itu diikuti hampir 7 ribu peserta dari 26 negara mulai dari Indonesia, Singapura, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Myanmar, Iran, Turki, Uni Emirat Arab, Australia, Kanada, Norwegia, Spanyol, Hungaria, Denmark, Prancis, Inggris, Jerman, Uruguay, Finlandia, Swiss, Azerbaijan, China, Rusia, hingga Amerika Serikat. Selain itu hadir pula berbagai investor dan lembaga pembiayaan terkemuka seperti Macquarie (Australia), GIC (Singapura), World Bank, International Finance Corporation (IFC), Asian Development Bank (ADB), dan The Asia Group.
“Infrastruktur bukan hanya tentang apa yang kita bangun, tetapi tentang apa yang kita wujudkan. Ini memungkinkan seorang anak belajar dengan aman di sekolah, seorang petani bisa mengairi tanaman mereka dalam iklim yang berubah, sebuah keluarga mampu mengakses air bersih, dan seorang wirausahawan dapat memasarkan ide-ide kreatif mereka. Semoga ICI 2025 menjadi landasan bagi dunia yang lebih baik, lebih terhubung, dan lebih tangguh,” imbuh AHY.
Menteri Ekonomi Kreatif (Menteri Ekraf) Teuku Riefky Harsya yang turut hadir dalam ICI 2025 menilai infrastruktur penting sebagai fondasi yang mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif. Infrastruktur dinilai sangat erat dengan ekonomi kreatif seperti dalam hal aksesibilitas dan distribusi, konektivitas digital, hingga terciptanya ruang kreatif serta inovasi.
“Kami ingin memastikan infrastruktur yang memadai di Indonesia bisa menjadi fondasi dan akses bagi pengembangan subsektor ekonomi kreatif untuk menciptakan kolaborasi yang produktif dan berkelanjutan,” ujar Menteri Ekraf Teuku Riefky.
Kementerian Ekraf sebagai salah satu kolaborator turut mengaktivasi booth inovatif mulai dari layanan konsultasi kekayaan intelektual, pameran mini maket ruang kreatif, tur virtual dan video kota-kota kreatif terkait UNESCO Creative Cities Network (UCCN). Selain itu ada juga sosialisasi melalui poster tentang lokasi prioritas pengembangan ekonomi kreatif berbagai daerah di Indonesia.
“Melalui aktivasi booth dalam konferensi ini, kami ingin memperkenalkan Kementerian Ekonomi Kreatif yang punya layanan konsultasi kekayaan intelektual dan fasilitasi ruang kreatif untuk mendorong konektivitas dan investasi berbagai subsektor ekraf,” ujar Menteri Ekraf Teuku Riefky.
Dalam pembukaan ICI 2025 hadir pula Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Tamsil Linrung, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo, Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman Suryanagara, Menteri UMKM Maman Abdurrahman, Wakil Menteri Perhubungan Suntana, dan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia Ossy Dermawan.
Sedangkan para pejabat Kementerian Ekraf mendampingi Menteri Ekraf Teuku Riefky dalam acara yaitu Deputi Bidang Pengembangan Kebijakan Strategis Ekonomi Kreatif Cecep Rukendi, Staf Khusus Menteri Bidang Isu Strategis dan Antarlembaga Rian Firmansyah, serta Direktur Fasilitasi Infrastruktur Fahmy Akmal.
(fdl/fdl)
-

Pengelolaan Sampah Banyuwangi Jadi Rujukan Nasional, DPD RI Tinjau Langsung ke Lokasi
Banyuwangi (beritajatim.com) – Pengelolaan sampah secara sirkular yang diterapkan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mendapat perhatian dari Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Praktik baik yang telah dijalankan Banyuwangi itu menjadi acuan dalam perumusan kebijakan persampahan nasional.
Deputi Bidang Persidangan DPD RI, Oni Choituddin, menyebut Banyuwangi berhasil mengelola sampah secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari masyarakat hingga sektor swasta.
“Praktik baik dari Banyuwangi ini layak menjadi contoh bagi daerah lain. Inilah pertimbangan kami menggelar FGD di sini untuk mendapatkan masukan yang lebih komprehensif terkait tata kelola persampahan,” ujar Oni saat menghadiri Focus Group Discussion (FGD) terkait pengelolaan persampahan di Banyuwangi.
Ia menegaskan, hasil diskusi yang digelar di Banyuwangi akan dilaporkan ke pimpinan DPD RI dan dibawa ke masa sidang berikutnya untuk dijadikan dasar kebijakan nasional di bidang persampahan.
“Praktik-praktik yang ada di Banyuwangi akan kami laporkan ke pimpinan dan akan dibahas pada masa sidang berikutnya,” tambah Oni.
Sementara itu, Wakil Bupati Banyuwangi Mujiono menjelaskan bahwa penanganan sampah menjadi salah satu prioritas pembangunan daerah. Pemkab telah membangun sistem pengelolaan sampah dari hulu ke hilir melalui berbagai program strategis.
“Kami membuat regulasi persampahan, mulai peraturan daerah, peraturan bupati, hingga Surat Edaran tentang pengelolaan dan pengurangan penggunaan plastik. Kami juga aktif berkolaborasi dengan beberapa pihak untuk menangani sampah, seperti Norwegia, Austria dan Uni Emirat Arab,” terang Mujiono.
Ia menambahkan, sejak tahun 2018, Banyuwangi telah menjalankan Project Stop di Kecamatan Muncar yang mendirikan dua Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R), masing-masing berkapasitas 8 dan 10 ton per hari. Kedua TPS ini menjangkau 10 desa dan telah meraih Plakat Adipura sebagai TPS 3R Terbaik Nasional dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Selain itu, terdapat TPS 3R di Desa Balak, Kecamatan Songgon dengan kapasitas 84 ton per hari yang melayani 46 desa dari tujuh kecamatan sekitar. Bahkan saat ini, Pemkab Banyuwangi sedang membangun TPS 3R baru di Desa Karetan, Kecamatan Purwoharjo, dengan kapasitas 160 ton per hari yang akan menjangkau 37 desa.
“Selain juga akan dibangun dua terminal sampah Stasiun Peralihan Antara (SPA),” imbuh Mujiono. [alr/beq]
-

Anda Lolos Piala Dunia, Silakan Bawa Pulang
Jakarta –
Sebanyak 40 mobil BYD Song Plus DM-i menjadi hadiah manis dari Presiden Uzbekistan untuk pemain tim nasional sepakbola usai dipastikan lolos ke Piala Dunia 2026.
Presiden Uzbekistan menghadiahi tim nasional sepakbolanya berupa mobil BYD. Hadiah itu diberikan sebagai apresiasi karena untuk pertama kalinya berhasil mengantar Uzbekistan ke Piala Dunia. Puluhan mobil BYD berkelir hitam itu langsung diparkir di pinggir lapangan usai pertandingan Uzbekistan dan Qatar usai.
“Anda lolos ke Piala Dunia, ambil kuncinya dan bawa mereka (mobil BYD) pulang,” kata Presiden Uzbekistan Shavkat Mirziyoyev dilansir laman Nogomania.
Kepastian pemberian hadiah mobil sebenarnya sudah diketahui beberapa hari sebelumnya. Pengumuman hadiah pemberian mobil itu disampaikan Sekretaris Presiden Sherzod Asadov. Kala itu Uzbekistan memastikan diri masuk ke Piala Dunia 2026 meski bermain imbang dengan Uni Emirat Arab.
“Ribuan warga negara kita sedang bersiap untuk menyambut para pemain dengan penuh kehormatan di ibu kota. Pada upacara resmi yang didedikasikan untuk prestasi bersejarah tim nasional, mereka akan diberikan mobil BYD sebagai hadiah dari presiden,” kata Asadov pada 6 Juni.
Total ada 40 unit mobil BYD yang diberikan untuk para pemain dan staf. Di bagian kapnya terdapat stiker dengan warna khas bendera Uzbekistan. Kemudian terdapat juga stiker bertuliskan ‘Prezident Sovg’asi’ yang berarti hadiah presiden.
Adapun mobil yang diberikan untuk pemain timnas dan stafnya itu adalah BYD Song Plus DM-i Champion. Di Uzbekistan, BYD Song Plus DM-i Champion ini ditawarkan dalam dua versi yaitu 110 km Flagship dan 150 km Flagship.
Bicara performa, BYD Song Plus DM-i mengusung mesin 1.5 BYD Special High-Efficiency yang bisa memuntahkan tenaga 81 kW dan torsi 135 Nm. Sedangkan motor listrik yang disematkan di bagian depan punya tenaga 145 kW dan torsi 325 Nm. Transmisinya menggunakan electric hybrid system EHS dengan sistem penggerak FWD (Front Wheel Drive).
Soal harga, BYD Song Plus DM-i ini paling murah dijual seharga 387.2000.000 sum hingga 409.700.000 sum. Kalau dikonversi ke rupiah, maka paling murah dijual Rp 500 jutaan hingga yang termahal Rp 529 jutaan. (1 Uzbekistani Som = Rp 1,29).
Bila dihitung, kalau yang diberikan Presiden Shavkat adalah varian terendah, maka biaya yang dikeluarkan untuk 40 BYD Song Plus DM-i sebesar Rp 15,48 miliar. Sedangkan bila yang diberikan adalah varian tertinggi, maka biayanya Rp 21,16 miliar.
(dry/rgr)
-

Menhan Pastikan Gelaran Indo Defence 2024 Berjalan Lancar
Jakarta: Menteri Pertahanan Republik Indonesia (Menhan RI) Sjafrie Sjamsoeddin
didampingi Wakil Menteri Pertahanan Republik Indonesia memastikan kesiapan penyelenggara Indo Defence 2024.Pameran industri pertahanan internasional yang berlangsung di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat pada 11 hingga 14 Juni. Sebelum pembukaan pada 11 Juni Sjafrie turun tangan untuk meninjau secara langsung kesiapan penyelenggaraan Indo Defence 2024.
Dalam kunjungannya bersama Wamenhan, Donny Ermawan, Sjafrie secara seksama memeriksa kesiapan penyelenggaraan Indo Defence 2024 yang nantinya akan dikunjungi oleh Presiden RI Prabowo Subianto.
“Kita perlu memastikan segala sesuatunya berjalan dengan lancar dan optimal, tanpa ada
yang terlewat. Tampilkan yang terbaik,” tegas Menhan Sjafrie kepada seluruh panitia yang
terlibat.
Penegasan ini menggarisbawahi komitmen Kementerian Pertahanan untuk menyajikan Indo Defence 2024 sebagai ajang pameran yang sukses dan berkesan. Indo Defence 2024 yang diselenggarakan pada 11-14 Juni ini diharapkan menjadi ajang showcase kemampuan industri pertahanan nasional.
Pameran ini juga sekaligus menjadi platform penting untuk kolaborasi dengan mitra internasional, sehingga memberikan dampak positif bagi pengembangan industri pertahanan Indonesia.
Indo Defence 2024
Indo Defence 2024 diikuti 1.180 perusahaan dari 55 negara, menjadikan ajang ini sebagai pameran pertahanan terbesar di kawasan. Sejumlah negara, seperti Turki, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Amerika Serikat, dan Prancis, hadir untuk memamerkan keunggulan teknologi dan produk pertahanan masing-masing.Selain pelaku industri pertahanan, masyarakat umum juga bisa mengikuti pameran ini. Adapun jadwal untuk pengunjung umum dibuka pada Sabtu, 14 Juni 2025.
Buat kamu yang ingin melihat berbagai teknologi serta sistem pertahanan terbaru dari berbagai negara bisa langsung ke JIEXPO, tapi pastikan kamu sudah mengantongi tiket.
Tiket Indo Defence 2024 dibanderol Rp50 ribu. Untuk pembelian tiket dilakukan melalui aplikasi dan situs web BBO.
Jakarta: Menteri Pertahanan Republik Indonesia (Menhan RI) Sjafrie Sjamsoeddin
didampingi Wakil Menteri Pertahanan Republik Indonesia memastikan kesiapan penyelenggara Indo Defence 2024.
Pameran industri pertahanan internasional yang berlangsung di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat pada 11 hingga 14 Juni. Sebelum pembukaan pada 11 Juni Sjafrie turun tangan untuk meninjau secara langsung kesiapan penyelenggaraan Indo Defence 2024.
Dalam kunjungannya bersama Wamenhan, Donny Ermawan, Sjafrie secara seksama memeriksa kesiapan penyelenggaraan Indo Defence 2024 yang nantinya akan dikunjungi oleh Presiden RI Prabowo Subianto.“Kita perlu memastikan segala sesuatunya berjalan dengan lancar dan optimal, tanpa ada
yang terlewat. Tampilkan yang terbaik,” tegas Menhan Sjafrie kepada seluruh panitia yang
terlibat.
Penegasan ini menggarisbawahi komitmen Kementerian Pertahanan untuk menyajikan Indo Defence 2024 sebagai ajang pameran yang sukses dan berkesan. Indo Defence 2024 yang diselenggarakan pada 11-14 Juni ini diharapkan menjadi ajang showcase kemampuan industri pertahanan nasional.
Pameran ini juga sekaligus menjadi platform penting untuk kolaborasi dengan mitra internasional, sehingga memberikan dampak positif bagi pengembangan industri pertahanan Indonesia.
Indo Defence 2024
Indo Defence 2024 diikuti 1.180 perusahaan dari 55 negara, menjadikan ajang ini sebagai pameran pertahanan terbesar di kawasan. Sejumlah negara, seperti Turki, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Amerika Serikat, dan Prancis, hadir untuk memamerkan keunggulan teknologi dan produk pertahanan masing-masing.
Selain pelaku industri pertahanan, masyarakat umum juga bisa mengikuti pameran ini. Adapun jadwal untuk pengunjung umum dibuka pada Sabtu, 14 Juni 2025.
Buat kamu yang ingin melihat berbagai teknologi serta sistem pertahanan terbaru dari berbagai negara bisa langsung ke JIEXPO, tapi pastikan kamu sudah mengantongi tiket.
Tiket Indo Defence 2024 dibanderol Rp50 ribu. Untuk pembelian tiket dilakukan melalui aplikasi dan situs web BBO.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id(RUL)
-

Timnas Uzbekistan Lolos Piala Dunia, Dapat Mobil BYD dari Presiden
Jakarta –
Uzbekistan dipastikan lolos ke Piala Dunia 2026. Atas hasil itu, seluruh pemain dan staf kepelatihan mendapatkan hadiah 40 mobil BYD dari Presiden Shavkat Mirziyoyev.
Uzbekistan berhasil meraih kemenangan pada pertandingan final melawan Qatar pada kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. Pada pertandingan tersebut, Uzbekistan menang 3-0 lewat gol yang disarangkan oleh Tuguboev, Shomurodov, dan Sergeev.
Sejatinya sebelum putaran akhir kualifikasi, tim nasional Uzbekistan sudah memastikan tempat di Piala Dunia 2026 meski bermain imbang saat melawan Uni Emirat Arab. Ini merupakan kali pertama dalam sejarah, Uzbekistan bisa lolos ke Piala Dunia. Dilansir laman Kursiv Media, prestasi itu membuat Presiden Shavkat Mirziyoyev menandatangani dekrit untuk memberikan gelar kehormatan, medali, dan penghargaan kepada beberapa pemain dan pelatih tim nasional Timur Kapadze.
Tak cuma itu, Shavkat juga memberikan 40 mobil BYD kepada seluruh pemain dan staf Tim Nasional. 40 mobil BYD itu masuk ke lapangan usai pertandingan dengan Qatar berakhir. Mobil BYD yang diberikan itu adalah Song Plus DM-i Champion sebagaimana terlihat pada grille depan mobil.
BYD Song-Plus DM-i Champion merupakan mobil plug-in hybrid dengan dimensi panjang 4.775 mm, lebar 1.890 mm, dan tinggi 1.670 mm. Di balik dapur pacunya, mobil menggendong mesin 1.5 L yang dipadukan dengan baterai berkapasitas 18,3 kWh. Transmisinya mengusung EHS Electric Hybrid System. Mesin konvensionalnya bisa menghasilkan tenaga 102 kW dan torsi 265 Nm. Sedangkan motor listriknya bertenaga 145 kW dan torsi 325 Nm. Akselerasi 0-100 km/jam dapat ditempuh dalam waktu singkat, yakni mulai 5,9 detik.
Di Uzbekistan, mobil ini ditawarkan dengan banderol mulai 367.732.000 SOM atau kalau dirupiahkan maka harganya sekitar Rp 471,6 jutaan. (1 Uzbekistani Som = Rp 1,28). Dengan harga segitu, bila dihitung kasar, maka biaya yang dikeluarkan untuk 40 mobil maka biaya yang dikeluarkan Presiden Shavkat sebesar Rp 18,864 miliar.
Dengan harga segitu, fitur yang ditawarkan lengkap mulai dari airbag, fitur keselamatan, radar parkir, hingga fitur ADAS yang membantu pengendara dalam mengemudi.
(dry/din)
/data/photo/2025/06/13/684c27a68ec99.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)