Negara: Uni Emirat Arab

  • Di balik Sidang Majelis Umum PBB, Solusi Dua Negara dan Prabowo-Trump

    Di balik Sidang Majelis Umum PBB, Solusi Dua Negara dan Prabowo-Trump

    Nama Indonesia, terutama Presiden Prabowo Subianto sepertinya tengah naik daun. Presiden sejak resmi menjabat, memang sangat aktif melaksanakan diplomasi luar negeri

    Jakarta (ANTARA) – Desakan Indonesia untuk mewujudkan perdamaian di Palestina, terutama Gaza, tidak berhenti pada sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum ke-80 PBB, tetapi juga dalam berbagai moment setelah itu.

    Pada sore hari, 23 September, Presiden Prabowo bersama sejumlah pemimpin negara-negara Arab, melakukan pertemuan multilateral dengan Presiden AS Donald Trump. Pertemuan ini dicetuskan Amerika Serikat mendadak, hanya berselang beberapa hari saja sebelum konferensi mengenai Palestina berlangsung.

    Pertemuan tersebut hanya dihadiri secara terbatas oleh negara-negara yang dipandang Trump memiliki pengaruh besar dan kontribusi nyata bagi upaya perdamaian kawasan.

    Selain Indonesia dan Amerika Serikat, ada Qatar, Yordania, Turki, Pakistan, Mesir, Uni Emirat Arab, serta Arab Saudi.

    Trump memang diketahui dekat dengan Benjamin Netanyahu, bukan hanya karena posisinya sebagai Kepala Otoritas Israel, tapi juga secara pribadi.

    Merujuk pada pidatonya di sesi Debat Umum, Netanyahu bersikeras bahwa pihaknya hanya menargetkan Hamas, dia menolak klaim PBB yang menyebut Israel menjadikan kelaparan sebagai senjata perang meski ratusan hingga ribuan truk makanan untuk masyarakat Gaza terparkir di pintu masuk wilayah kantong tersebut.

    Di tengah kemajuan teknologi, raksasa teknologi yang bermarkas di negaranya, bahkan dengan platform Truth Social miliknya, mungkin hanya segelintir yang tahu bagaimana “dunia” Trump berputar, terbatas pada gelembung yang dia ciptakan sendiri atau orang terdekatnya, termasuk Netanyahu.

    Dengan Trump mendengar langsung dari negara-negara Arab dan Islam —yang tentu tidak pernah setuju atas tindakan genosida zionis Israel, pendudukan di beberapa wilayah Palestina, pembiaran kelaparan, pembunuhan warga sipil, hingga upaya pencaplokan Tepi Barat— diharapkan Trump mendapat sudut pandang lain bahwa situasi di Gaza sangat mengenaskan, tak lagi layak huni.

    Prabowo, terutama sejak menjabat sebagai Presiden RI, telah menegaskan komitmen Indonesia dalam mendukung perdamaian di Palestina melalui Solusi Dua Negara.

    Kutipan lengkapnya mengenai Solusi Dua Negara pada sesi Debat Umum SMU PBB adalah:

    “Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus, kita juga harus mengakui, kita juga harus menghormati, dan kita juga harus menjamin keselamatan dan keamanan Israel. Hanya dengan begitu kita bisa memiliki perdamaian sejati, perdamaian yang nyata, tanpa kebencian dan tanpa kecurigaan. Satu-satunya solusi adalah solusi dua negara.”

    Merujuk “solusi dua negara”, berarti solusi bagi penyelesaian atas konflik antara Israel dan Palestina adalah kedua belah pihak hidup berdampingan sebagai dua negara merdeka dan berdaulat.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Eropa Dihantui Kekurangan Minyak dan Gas, Rusia Bakal Jadi Solusinya

    Eropa Dihantui Kekurangan Minyak dan Gas, Rusia Bakal Jadi Solusinya

    JAKARTA – Eropa tidak akan dapat sepenuhnya meninggalkan sumber daya energi dari Rusia. Akan ada waktunya negara-negara, terutama di kawasan Eropa Barat, melanjutkan kerja sama untuk mendapatkan suplai sumber daya alam Rusia.

    Hal itu dikatakan pakar energi sekaligus Wakil ketua S&P GlobaCommodity Insights, Dave Ernsberger, di sela-sela konferensi Forum Pasar Energi internasional, yang diadakan di Fujairah, Uni Emirat Arab, belum lama ini.

    “Saya pikir akan selalu ada minat alami terhadap minyak dan gas Rusia di Eropa Barat, minat yang didorong oleh pasar. Saya membayangkan akan ada saatnya aliran akan kembali, tetapi mungkin tidak pada tingkat sebelumnya, karena sebenarnya telah terjadi substitusi yang mungkin lebih permanen,” kata kepada Tass.

    Ernsberger memandang negara-negara Eropa berpotensi mengalami pasokan energi tersendat di masa mendatang dan akan menjatuhkan penawaran membeli minyak dan gas alam cair dengan harga yang melambung.

    Kerugian itu dapat diminimalisir jika membeli pasokan energi dari negara yang lebih dekat, yakni Rusia.

    “Sumber pasokan alternatif—bukan minyak dan gas Rusia—berasal dari AS, Timur Tengah, dari tempat yang jauh lebih jauh, dan tidak dikirim melalui pipa, melainkan dikirim melalui kapal tanker, dan secara umum, pasokan ini lebih mahal dan lebih mudah terputus,” ujarnya.

    Ernsberger yakin bahwa transisi bertahap Eropa dari suplai energi Rusia, tidak hanya didorong oleh pecahnya permusuhan di Ukraina, tetapi juga oleh pengakuan akan perlunya diversifikasi sumber pasokan setelah peristiwa tahun 2021.

    Pada tahun 2021, negara-negara Eropa diketahui menghadapi krisis di tengah rendahnya cadangan di fasilitas penyimpanan gas bawah tanah menyusul penarikan bahan bakar musim dingin serta kekurangan energi akibat penurunan produksi ladang angin.

  • Indonesia dan 7 Negara OKI Sambut Baik Hamas yang Terima Sebagian Proposal Trump
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 Oktober 2025

    Indonesia dan 7 Negara OKI Sambut Baik Hamas yang Terima Sebagian Proposal Trump Nasional 6 Oktober 2025

    Indonesia dan 7 Negara OKI Sambut Baik Hamas yang Terima Sebagian Proposal Trump
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Indonesia bersama tujuh negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI): menyambut baik sikap Hamas yang menyetujui sebagian proposal damai dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terkait konflik Palestina-Israel.
    Hal itu disampaikan pemerintah Indonesia melalui keterangan resmi dari Kementerian Luar Negeri RI, Senin (6/10/2025).
    “Hari ini menyambut baik langkah-langkah yang diambil oleh Hamas terkait usulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengakhiri perang di Gaza, membebaskan semua sandera, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal, serta segera memulai perundingan mengenai mekanisme implementasi,” tulis Kemenlu RI.
    Selain Indonesia, 7 negara OKI yang menyambut baik sikap Hamas tersebut adalah Yordania, Uni Emirat Arab, Pakistan, Turkiye, Arab Saudi, Qatar, dan Mesir.
    Para Menteri Luar Negeri delapan negara OKI ini juga menyambut baik seruan Trump kepada Israel untuk segera menghentikan pengeboman dan memulai pelaksanaan perjanjian pertukaran, serta menyampaikan apresiasi atas komitmennya dalam mewujudkan perdamaian di kawasan.
    “Mereka menegaskan bahwa perkembangan tersebut merupakan peluang nyata untuk mencapai gencatan senjata yang komprehensif dan berkelanjutan, sekaligus menangani kondisi kemanusiaan kritis yang dihadapi rakyat di Jalur Gaza,” tulis Kemenlu RI.
    Para Menteri Luar Negeri juga menyambut pengumuman Hamas mengenai kesiapan untuk menyerahkan administrasi Gaza kepada Komite Administratif Palestina transisi yang terdiri dari teknokrat independen.
    Mereka menekankan perlunya segera memulai perundingan untuk menyepakati mekanisme implementasi usulan tersebut, serta membahas semua aspeknya.
    Para Menteri Luar Negeri menegaskan kembali komitmen bersama mereka untuk mendukung upaya pelaksanaan usulan tersebut, demi mencapai kesepakatan komprehensif yang menjamin penyaluran bantuan kemanusiaan tanpa hambatan ke Gaza, tidak adanya pengusiran terhadap rakyat Palestina, serta tidak diambilnya langkah-langkah yang mengancam keamanan dan keselamatan warga sipil.
    “Mereka juga menekankan pentingnya pembebasan sandera, kembalinya Otoritas Palestina ke Gaza, penyatuan Gaza dan Tepi Barat, serta tercapainya mekanisme keamanan yang menjamin keamanan semua pihak. Hal ini harus mengarah pada penarikan penuh Israel, pembangunan kembali Gaza, serta membuka jalan bagi perdamaian yang adil berdasarkan solusi dua negara,” tulis Kemenlu RI.
    Sebelumnya, dikutip dari 
    Kompas.id
    , Hamas setuju untuk membebaskan semua sandera Israel tersisa, tetapi Hamas menginginkan negosiasi lebih lanjut terkait masa depan Gaza dan hak-hak warga Palestina.
    Hamas menyampaikan tanggapan itu beberapa jam setelah Presiden Trump memberi Hamas batas waktu sampai dengan hari Minggu untuk menerima rencana perdamaian atau menghadapi “neraka”.
    Neraka yang dimaksud adalah Trump mengancam akan melakukan serangan militer yang lebih besar kepada Hamas.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • OPEC+ akan tingkatkan output minyak pada November 2025

    OPEC+ akan tingkatkan output minyak pada November 2025

    Wina (ANTARA) – Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan para mitranya, yang dikenal sebagai OPEC+, pada Minggu (5/10) memutuskan untuk meningkatkan output minyak sebesar 137.000 barel per hari (bph) pada November, setelah melakukan kenaikan serupa pada Oktober.

    Keputusan itu diumumkan usai pertemuan virtual negara-negara anggota, termasuk Arab Saudi, Rusia, Irak, Uni Emirat Arab, Kuwait, Kazakhstan, Aljazair, dan Oman, ungkap OPEC dalam sebuah pernyataan.

    “Mengingat prospek ekonomi global yang stabil dan fundamental pasar yang sehat, sebagaimana tecermin dalam rendahnya persediaan minyak, delapan negara tersebut akan menerapkan peningkatan produksi sebesar 137.000 bph pada November dari pemangkasan sukarela tambahan yang telah diumumkan sebelumnya,” kata organisasi itu.

    Penyesuaian produksi sukarela tambahan kelompok tersebut sebesar 1,65 juta bph pertama kali diterapkan pada April 2023 dan kemudian diperpanjang hingga akhir 2026.

    OPEC menjelaskan bahwa barel-barel tersebut dapat dikembalikan sebagian atau seluruhnya secara bertahap, bergantung pada kondisi pasar.

    Delapan negara itu akan kembali menggelar pertemuan pada 2 November mendatang untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.

    Sumber: Xinhua

    Pewarta: Xinhua
    Editor: Anton Santoso
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Harga Langganan Internet Rumah RI Termahal di Asean 2025, Filipina-Malaysia Kalah

    Harga Langganan Internet Rumah RI Termahal di Asean 2025, Filipina-Malaysia Kalah

    Bisnis.com, JAKARTA — Harga langganan internet tetap atau fixed broadband di Indonesia mencapai US$0,41 megabit per detik (Mbps), paling mahal dibandingkan dengan biaya internet di negara Asia Tenggara lainnya.

    Dilansir dari laman Visual Capitalist mengacu data We Are Social, harga yang dibayarkan orang untuk mengakses internet bervariasi di seluruh dunia. 

    Di Filipina, biaya rata-rata yang dihabiskan untuk berlangganan internet rumah mencapai US$0,14. Sementara itu Malaysia dan Vietnam masing-masing sekitar US$0,09 dan US$0,04. Singapura terendah di Asia Tenggara dengan tarif US$0,03 per Mbps. 

    Data dari We Are Social membandingkan biaya langganan internet dari lebih dari 60 negara pada 2025. Data tersebut membandingkan biaya internet fixed broadband per Mbps.

    Hasilnya, biaya internet termahal di dunia berasal dari negara-negara teluk dan Afrika sub-Sahara. Di puncak daftar, terdapat negara Uni Emirat Arab yang mencatatkan biaya rata-rata internet sebesar US$,31 per Mbps. 

    Biaya internet di Uni Emirat Arab jomplang dibandingkan negara dengan biaya internet paling mahal di posisi kedua yakni Ghana. Negara di Afrika itu memiliki biaya internet sebesar US$2,58.

    “Harga tinggi ini sering kali disebabkan oleh terbatasnya persaingan, tantangan infrastruktur, dan faktor regulasi,” tulis Visual Capitalist dalam laporannya dikutip Bisnis pada Sabtu (4/10/2025). 

    Swiss, Kenya, dan Maroko juga menempati peringkat tinggi dalam daftar negara dengan biaya internet tinggi. Kesemua negara itu memiliki biaya internet melebihi US$1 per Mbps.

    Sementara, sejumlah negara mencatatkan biaya internet paling murah. Negara-negara seperti Rumania misalnya memiliki  biaya internet US$0,01 per Mbps, Rusia US$0,02 per Mbps, dan Polandia US$0,03 per Mbps.

    Negara-negara Eropa Timur secara konsisten unggul dalam hal keterjangkauan, kemungkinan karena persaingan yang ketat dan investasi pemerintah dalam infrastruktur digital. 

    Adapun, negara-negara Asia seperti Vietnam, China, dan Korea Selatan menyediakan internet cepat dengan harga rendah, beberapa di antaranya hanya US$0,05 per Mbps.

    Di Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara dengan biaya internet paling mahal. Indonesia memiliki biaya internet sebesar US$0,41 per Mbps.

    Sementara, negara-negara di Asia Tenggara lainnya memiliki biaya internet masing-masing Filipina sebesar US$0,14 per Mbps, Malaysia sebesar US$0,09 per Mbps, Vietnam sebesar US$0,04 per Mbps, Singapura sebesar US$0,03 per Mbps, serta Thailand sebesar US$0,02 per Mbps.

  • Tanggal 3 Oktober Ada Peringatan Apa? Simak Momen Pentingnya! – Page 3

    Tanggal 3 Oktober Ada Peringatan Apa? Simak Momen Pentingnya! – Page 3

    Setiap tanggal 3 Oktober juga diperingati sebagai Hari Anti Alkohol Sedunia, yang bertujuan mendorong masyarakat untuk mengurangi atau berhenti mengonsumsi alkohol.

    Melansir dari laman National Day Calendar, asal usul hari ini bermula antara tahun 1890 dan 1900. Pada masa inilah Gerakan Temperansi Buddha dimulai. Hari ini dirayakan secara luas di Sri Lanka, serta beberapa negara lain di seluruh dunia.

    Gerakan-gerakan anti-alkohol sangat populer di negara-negara berbahasa Inggris. Gerakan-gerakan ini juga umum di kalangan orang Skandinavia. Sebagian besar gerakan ini dipimpin oleh para pemimpin agama pada masa itu.

    Beberapa organisasi anti-alkohol ini berhasil membujuk pemerintah di seluruh dunia untuk melarang penjualan alkohol. Namun, hal ini menimbulkan masalah lain karena orang-orang memproduksi alkohol secara ilegal.

    Pada akhirnya, larangan alkohol gagal di banyak negara. Namun, ada beberapa negara yang masih melarang alkohol. Negara-negara ini antara lain Yaman, Uni Emirat Arab, Pakistan, Somalia, Libya, Bangladesh, dan beberapa negara bagian di India.

     

  • Irak Sambut Baik Rencana Trump Akhiri Perang Gaza

    Irak Sambut Baik Rencana Trump Akhiri Perang Gaza

    JAKARTA – Irak menyambut baik rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri perang Israel di Gaza, membangun kembali wilayah tersebut, serta mencegah pengungsian paksa warga Palestina.

    Kementerian Luar Negeri Irak di platform media sosial AS, X, Rabu, 1 Oktober, memuji poin-poin dalam rencana tersebut yang meliputi penghentian perang, pembangunan kembali Jalur Gaza, pencegahan pengungsian paksa warga Palestina, serta menentang aneksasi Tepi Barat.

    Kementerian tersebut menyatakan harapan agar rencana ini dapat membantu mengakhiri penderitaan warga Palestina di Gaza dan memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan yang memadai tanpa pembatasan, sekaligus menghalangi segala upaya pemindahan paksa penduduk.

    Qatar pada Selasa (30/9) menegaskan kelompok Palestina, Hamas, telah menerima rencana yang diajukan Trump melalui mediator pada Senin (29/9) malam dan berjanji akan meninjaunya secara “bertanggung jawab.”

    Para menteri luar negeri dari Türkiye, Yordania, Uni Emirat Arab, Indonesia, Pakistan, Arab Saudi, Qatar, dan Mesir mengeluarkan pernyataan pada Senin yang menyatakan keyakinan mereka atas kemampuan Trump untuk menemukan jalan menuju perdamaian.

    Pada hari yang sama, Trump mengumumkan rencana 20 poin untuk mengakhiri perang Israel di Gaza dalam konferensi pers di Gedung Putih bersama kepala otoritas Israel Benjamin Netanyahu.

    Rencana tersebut menyerukan pembebasan semua sandera Israel dengan imbalan pembebasan puluhan tahanan Palestina, pelucutan senjata Hamas secara menyeluruh, penarikan bertahap pasukan Israel, serta pembentukan komite teknokratik dan apolitis Palestina untuk memerintah wilayah kantong tersebut.

    Rencana tersebut juga menyebutkan kemungkinan adanya jalan menuju penentuan nasib sendiri dan negara merdeka bagi Palestina, namun bukan sebagai jaminan.

    Sejak Oktober 2023, tentara Israel telah membunuh lebih dari 66.000 warga Palestina di Gaza, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Pengeboman tanpa henti telah membuat wilayah kantong tersebut tidak layak huni, menyebabkan kelaparan massal dan penyebaran penyakit.

  • 8 Negara Muslim Dukung Rencana Damai Trump untuk Gaza

    8 Negara Muslim Dukung Rencana Damai Trump untuk Gaza

    Jakarta

    Di tengah reruntuhan Gaza dan angka korban tewas yang menembus 66 ribu jiwa, delapan negara Muslim memberi restu atas rencana damai Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Hingga kini, Hamas menyatakan belum akan berkomentar karena masih harus mempelajari isi proposal tersebut.

    Dalam pernyataan bersama, delapan negara mayoritas Muslim—Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Qatar, Turki, Indonesia, dan Pakistan—menyambut baik peran AS dan menyatakan siap bekerja sama secara konstruktif untuk menyelesaikan konflik serta mendorong implementasi rencana damai.

    Mereka juga menekankan pentingnya mencegah pengusiran warga Palestina dan penolakan terhadap aneksasi wilayah Tepi Barat oleh Israel.

    Rencana damai Trump

    Rencana perdamaian yang diusulkan Trump terdiri dari 20 poin. Intinya, rencana ini mewajibkan gencatan senjata, pembebasan seluruh sandera oleh Hamas dalam waktu 72 jam setelah Israel menyetujuinya, serta pembentukan pemerintahan sementara di Gaza.

    Rencana ini tidak mewajibkan relokasi warga sipil ke luar Jalur Gaza, tetapi secara efektif memaksakan pembongkaran infrastruktur militer dan sekaligus mengakhiri kekuasaan Hamas.

    Pemerintahan sementara akan diawasi oleh badan yang disebut Dewan Perdamaian, dipimpin oleh Trump bersama mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair. Nantinya, Jalur Gaza akan tetap dikepung militer Israel, namun kendali internal akan dijalankan oleh pasukan keamanan internasional yang akan melatih kepolisian Palestina untuk mengambil alih tugas penegakan hukum.

    Warga Gaza sebut damai sebagai “lelucon”

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan dukungan terhadap rencana tersebut, namun menegaskan bahwa militer Israel akan tetap menduduki sebagian besar wilayah Gaza.

    Hamas belum memberikan respons resmi. Seorang pejabat senior mengatakan kelompoknya tengah menggelar diskusi internal bersama dengan faksi-faksi lain. Dia menyebut dokumen tersebut diterima dari mediator Mesir dan Qatar, dan akan mulai dibahas. Kelompok Jihad Islam, sekutu Hamas, menolak rencana tersebut dan menyebutnya sebagai “resep untuk agresi lanjutan terhadap rakyat Palestina”.

    Beberapa warga Gaza menyampaikan penolakan atas isi proposal yang diajukan Trump. Mereka menyebutnya sebagai taktik untuk membebaskan sandera tanpa mengakhiri perang. “Kami sebagai rakyat tidak akan menerima lelucon ini,” kata Abu Mazen Nassar, 52 tahun, warga Gaza.

    Dukungan lintas benua

    Presiden Prancis Emmanuel Macron sebaliknya menyambut baik rencana damai Trump, dan mengatakan Hamas “tidak punya pilihan selain membebaskan sandera dan menerima rencana ini.” Dia juga menyerukan, agar Israel menunjukkan komitmen penuh untuk mematuhi rencana damai.

    Kanselir Jerman Friedrich Merz juga mengungkapkan hal senada, yang menyebut rencana ini sebagai “peluang terbaik untuk mengakhiri perang”, dan mengapresiasi peran negara-negara Arab dalam menekan Hamas.

    Perdana Menteri Spanyol Pedro Snchez kembali menegaskan, solusi dua negara adalah satu-satunya jalan keluar. India, melalui Perdana Menteri Narendra Modi, menyebut rencana Trump sebagai “jalur yang layak menuju perdamaian berkelanjutan.” Australia juga mendukung proposal tersebut, menyebutnya mencerminkan penolakan terhadap aneksasi dan pengusiran paksa warga Palestina.

    Ancaman dari Trump

    Di wilayah Laut Tengah, Turki menyatakan siap mengawal misi kemanusiaan berupa konvoi kapal bantuan ke Gaza. Angkatan Laut Turki sebelumnya mengevakuasi aktivis dari kapal Johnny M yang rusak saat menuju Gaza dalam misi Global Sumud Flotilla. Tiga aktivis asal Mesir dilaporkan ditangkap di Kairo. Flotilla terdiri dari 52 kapal kecil yang membawa aktivis dari berbagai negara, serta bantuan kemanusiaan berupa makanan dan obat-obatan.

    Sementara itu, Otoritas Palestina di Tepi Barat menyambut rencana “tulus demi perdamaian” dari Trump, dan menyatakan kesiapan untuk melaksanakan reformasi. Pemerintah di Ramallah menyatakan ingin membentuk negara Palestina yang demokratis, non-militer, dan pluralistik.

    Otoritas Palestina juga berjanji akan menggelar pemilihan umum, dan mengakhiri kebijakan pembayaran santunan kepada keluarga militan yang terlibat serangan terhadap Israel.

    Di hadapan Netanyahu di Washington, Trump sempat melayangkan ancaman kepada Hamas jika menolak rencana damai. Dia mengatakan, dalam kasus tersebut, maka “Anda akan mendapat dukungan penuh saya untuk melakukan apapun yang Anda harus lakukan.”

    Editor: Agus Setiawan

    (ita/ita)

  • Foto Presiden Prabowo Muncul di Baliho Israel, Kemlu RI: Posisi Indonesia Sangat Clear

    Foto Presiden Prabowo Muncul di Baliho Israel, Kemlu RI: Posisi Indonesia Sangat Clear

    JAKARTA – Kementerian Luar Negeri RI menegaskan posisi Indonesia terkait konflik di Palestina dan Solusi Dua Negara tidak berubah dan sangat jelas.

    Hal ini disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Yvonne Mewengkang, terkait dengan kemunculan foto Presiden Prabowo Subianto di sejumlah baliho di Israel.

    Baliho berlogo Abraham Shield itu terpasang di sejumlah lokasi dan dalam berbagai ukuran di Tel Aviv, Israel, menampilkan Presiden Prabowo bersama Raja Yordania Abdullah II, Presiden Uni Emirat Arab Mohammed bin Zayed Al-Nahyan, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman, Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi, serta Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Baliho itu juga disertai seruan dan dukungan terhadap rencana Presiden Trump mengenai situasi di Timur Tengah, terkait dengan mengakhiri konflik Palestina-Israel.

    Presiden Trump juga diketahui berusaha untuk menormalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Arab lewat Abraham Accords.

    Jubir Kemlu RI Yvonne Mewengkan. (VOI/Fauzi)

    “Posisi Indonesia sangat clear, bahwa tidak akan ada pengakuan dan normalisasi dengan Israel baik melalui Abraham Accords atau platform lainnya, kecuali Israel terlebih dahulu mau mengakui Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat,” tegas Jubir Kemlu RI Yvonne dalam keterangan kepada wartawan, seperti dikutip Selasa 30 September.

    “Hal itu seperti yang pernah ditegaskan Menlu RI bahwa visi apa pun terkait Israel harus dimulai dari pengakuan terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Palestina,” tandasnya.

    Pekan lalu, Presiden Prabowo saat mengikuti High Level Week Sidang Majelis Umum PBB di New York dua kali menegaskan kesiapan Indonesia mengakui Israel dan mendukung jaminan keamanannya, setelah Palestina memperoleh kemerdekaannya dan diakui sebagai negara.

    Hal tersebut disampaikan Presiden Prabowo di dua kesempatan, pertama High-level International Conference for the Peaceful Settlement of the Question of Palestine and the Implementation of the Two-State Solution pada 22 September, sehari kemudian dalam Debat Umum Sidang Majelis Umum ke-80 PBB.

    Di hari yang sama dengan Debat Umum, Presiden Prabowo menghadiri pertemuan bertajuk “Multilateral Meeting on the Middle East” atas undangan Presiden Trump. Pertemuan yang digelar di Ruang Konsultasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Hari Selasa waktu setempat tersebut, dihadiri secara terbatas oleh negara-negara yang dipandang dapat membantu mewujudkan proses perdamaian di Timur Tengah.

    Israel Says Yes to Trump’s Plan

    The Israeli Coalition for Regional Security has launched a new nationwide billboard campaign urging the government to back President Donald Trump’s initiative to end the war in Gaza and expand the Abraham Accords.

    Featuring President Trump, PM… pic.twitter.com/1NHZYFDYEQ

    — הקואליציה לביטחון אזורי (@AbrahamShield25) September 28, 2025

    Selain Presiden Trump dan Presiden Prabowo, hadir dalam pertemuan itu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Emir Qatar Syekh Tamim ibn Hamad Al Thani, Raja Yordania Abdullah II, Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif, Perdana Menteri Mesir Mostafa Madbouly, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Persatuan Emirat Arab Syekh Abdullah bin Zayed Al Nahyan, serta Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud.

    Negara-negara tersebut dipandang Presiden Trump memiliki pengaruh besar dan kontribusi nyata bagi upaya perdamaian kawasan.

    “Pertemuan tersebut produktif dalam arti cukup maju dalam upaya penyelesaian konflik Timur Tengah, mencapai perdamaian serta gencatan senjata,” kata Menteri Luar Negeri RI Sugiono mengenai pertemuan Presiden Trump dengan Presiden Prabowo dan sejumlah perwakilan negara Arab-Islam tersebut.

    Terpisah, akun AbrahamShield25 dalam unggahan di media sosial X menuliskan, “Koalisi Israel untuk Keamanan Regional telah meluncurkan kampanye papan reklame nasional baru yang mendesak pemerintah untuk mendukung inisiatif Presiden Donald Trump untuk mengakhiri perang di Gaza dan memperluas Perjanjian Abraham.”

    “Koalisi – sebuah kelompok non-partisan yang terdiri dari 120+ pemimpin senior keamanan, kebijakan, dan ekonomi Israel – menyebut usulan Trump sebagai langkah serius dan bertanggung jawab untuk mengubah keuntungan militer Israel menjadi sebuah strategi,” lanjut unggahan tersebut.

    Unggahan ini muncul sehari jelang pertemuan Presiden Trump dengan PM Netanyahu di Washington DC pada 29 September. Pertemuan itu akan digunakan Presiden Trump untuk mendesak Israel menerima proposal 21 poin yang digagas guna mencapai kesepakatan gencatan senjata, mengakhiri perang di Gaza.

    Presiden Trump sendiri dalam wawancara dengan Majalah Time yang diterbitkan pada April lalu menyatakan keyakinannya untuk memperluas Perjanjian Abraham – yang diinisiasi pada periode pertama pemerintahannya –  dengan Arab Saudi, sebelum kemudian Ia akan pergi ke Qatar dan Uni Emirat Arab, dikutip dari The Times of Israel.

    Diketahui, Abraham Accords yang menjadi jembatan upaya normalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Arab ditandatangani oleh Bahrain, Uni Emirat Arab dan Israel pada 15 September 2020 di Washington DC, Amerika Serikat. Maroko menyusul Desember 2020 dan Sudan Januari 2021.

  • Respons Hamas-Israel soal Rencana Trump Akhiri Perang Gaza

    Respons Hamas-Israel soal Rencana Trump Akhiri Perang Gaza

    Jakarta

    Janji terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk segera mengakhiri perang di Gaza tampaknya disambut skeptis oleh sebagian besar pengamat. Penilaian tersebut tak lepas dari klaim palsu Trump baru-baru ini yang mengatakan bahwa dia telah mengakhiri tujuh perang.

    “Kita punya peluang nyata untuk mencapai KEJAYAAN DI TIMUR TENGAH. SEMUA PIHAK SIAP UNTUK SESUATU YANG ISTIMEWA, UNTUK PERTAMA KALINYA. KITA AKAN WUJUDKAN!!!” tulis Donald Trump di platform Truth Social-nya, Minggu (28/09).

    Trump merujuk pada rencana 21 poin miliknya, yang rinciannya mulai terungkap akhir pekan lalu, menjelang pertemuannya di Gedung Putih dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Senin (29/09), pertemuan keempat mereka tahun ini.

    Namun, apa sebenarnya yang tercantum dalam rencana tersebut?

    Menuju pembentukan negara Palestina

    Yang paling penting, rencana ini membuka jalan menuju pembentukan negara Palestina, sesuatu yang secara konsisten dan tegas ditentang oleh Israel, serta peta jalan masa depan untuk Gaza. Rencana tersebut juga menuntut pembebasan 20 sandera yang masih hidup di Gaza dan sejumlah sandera yang telah meninggal untuk ditukar dengan pembebasan ratusan warga Palestina yang ditahan di Israel. Hal ini harus dilakukan dalam 48 jam setelah kesepakatan dicapai.

    “Setelah semua sandera dibebaskan, Israel akan membebaskan 250 tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup, serta 1.700 warga Gaza yang ditahan setelahserangan 7 Oktober. Untuk setiap sandera Israel yang jasadnya dikembalikan, Israel akan menyerahkan jasad 15 warga Gaza yang telah meninggal,” demikian laporan dari The Washington Post.

    Rencana ini juga menuntut penggulingan Hamas, yang diakui sebagai organisasi teroris oleh Jerman, Uni Eropa, AS, dan beberapa negara Arab, serta komitmen dari Hamas untuk melucuti senjata.

    Poin lainnya mencakup rencana ekonomi untuk pertumbuhan Gaza, jaminan keamanan untuk Gaza yang dijaga oleh AS dan negara-negara kawasan, kesempatan bagi warga yang telah meninggalkan Gaza untuk kembali, tanpa ada pemaksaan bagi siapa pun yang masih tinggal di sana untuk pergi.

    Gaza nantinya akan dikelola oleh pemerintahan transisi. Mantan anggota Hamas bisa memilih untuk tetap tinggal dan ikut serta dalam rencana baru ini, atau diberi jalan aman untuk pindah ke negara lain yang tidak disebutkan.

    Selain itu, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) harus segera menghentikan semua operasinya setelah kesepakatan dan menyerahkan wilayah yang telah direbut. Israel juga harus berjanji tidak akan menduduki atau mencaplok wilayah Gaza. Komisi Penyelidikan di bawah Dewan HAM PBB (UNHRC) baru-baru ini menyatakan bahwa Israel telah melakukan genosida terhadap warga Palestina.

    Rencana ini juga mencakup jaminan bahwa bantuan dari lembaga internasional bisa masuk ke Gaza tanpa hambatan dari kedua pihak, meskipun tidak disebutkan soal Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang didukung oleh Israel dan AS.

    Asal-usul rencana 21 poin Trump

    Pada Senin (23/09), utusan AS Steve Witkoff mengatakan bahwa Donald Trump mengajukan rencana tersebut dalam sebuah pertemuan dengan para pemimpin dari negara-negara Arab dan Islam, yaitu Qatar, Arab Saudi, Indonesia, Turki, Pakistan, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Yordania di PBB. Saat itu Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas tidak diizinkan menghadiri Sidang Umum PBB, tempat pertemuan sela itu berlangsung, setelah pemerintah AS menolak memberinya visa.

    Dalam sebuah pernyataan bersama, negara-negara yang terlibat dalam pertemuan tersebut menyatakan bahwa mereka “menegaskan kembali komitmen untuk bekerja sama dengan Presiden Trump dan menekankan pentingnya kepemimpinannya untuk mengakhiri perang.”

    Rencana itu kabarnya juga mendapat dukungan dari Tony Blair Institute for Global Change yang dipimpin mantan perdana menteri Inggris tersebut. Beberapa laporan menyebut Blair akan memimpin Gaza International Transitional Authority (GITA) berdasarkan rencana ini. Namun, Blair dinilai tidak populer di Timur Tengah karena dukungannya terhadap invasi AS ke Irak tahun 2003. GITA bisa memegang kendali selama beberapa tahun hingga Otoritas Palestina dinilai memenuhi syarat yang diperlukan untuk menjalankan pemerintahan.

    Rencana ini muncul di tengah meningkatnya jumlah negara Barat, seperti Inggris, Prancis, dan Kanada, yang mengakui negara Palestina. Namun, Netanyahu menyebut keputusan itu sebagai “tindakan tercela.”

    Respons Hamas dan Israel

    Sementara Trump sangat percaya diri dengan rencananya, Netanyahu jauh lebih berhati-hati, meski tidak menolaknya. “Kami sedang mengerjakannya,” katanya kepada Fox News, Minggu (28/09). “Ini belum final, tapi kami sedang bekerja sama dengan tim Presiden Trump saat ini.”

    Pada Jumat (26/09), kepada kantor berita Reuters, seorang pejabat Hamas yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa Hamas belum pernah menerima pemaparan soal rencana tersebut.

    Kelompok itu kemudian merilis pernyataan pada hari Minggu (28/09) mengatakan “Hamas siap untuk mempertimbangkan secara positif dan bertanggung jawab setiap proposal yang datang dari para mediator, asalkan proposal itu melindungi hak-hak nasional rakyat Palestina.”

    Sementara itu, Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, menguraikan kesulitan yang akan dihadapi Netanyahu, meski dia mendukung rencana tersebut. Hal itu disampaikannya lewat akun X, Senin (29/09).

    Dia menulis bahwa keamanan Israel bergantung pada “tindakan, kendali kami atas wilayah, dan penegakan tanpa kompromi yang hanya bergantung pada (militer Israel) dan aparat pertahanan kami.” Bezalel juga menolak segala bentuk keterlibatan Otoritas Palestina, yang pernah memerintah Gaza hingga Hamas mengambil alih pada 2007.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Algadri Muhammad dan Muhammad Hanafi

    Editor: Hani Anggraini

    Lihat juga Video: Ini Isi 20 Poin Proposal Trump terkait Penyelesaian Perang di Gaza

    (ita/ita)