Negara: Ukraina

  • Putin Sambangi PM Narendra Modi, Berunding Pertahanan dengan India

    Putin Sambangi PM Narendra Modi, Berunding Pertahanan dengan India

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu dengan PM India Narendra Modi di New Delhi, India. Keduanya berunding soal pertahanan hingga perdagangan.

    Dilansir AFP, Jumat (5/12/2025), keduanya bertemu di tengah tekanan berat yang diberikan Amerika Serikat kepada mereka. Tak menghiraukan tekanan tersebut, PM Narendra Mdi bahkan menyambut langsung Putin di bandara.

    Ia juga menyambut Putin dengan karpet merah dan pelukan. Selanjutnya keduanya, berkendara bersama dalam mobil yang sama.

    Putin, dalam kunjungan pertamanya ke India sejak perang Ukraina, didampingi oleh Menteri Pertahanannya, Andrei Belousov, dengan kemungkinan kesepakatan jet tempur dan sistem pertahanan udara yang diperkirakan akan dibahas.

    Dalam sebuah wawancara dengan India Today, Putin mengaku senang bisa berkunjung ke India. “Sangat senang bertemu dengan sahabat saya Modi,” imbuhnya.

    “Jangkauan kerja sama kami dengan India sangat luas,” lanjut dia dalam pernyataan yang diterjemahkan oleh penyiar tersebut.

    “Menantikan interaksi kita nanti malam dan besok,” ujar Modi dalam sebuah unggahan di X.

    Ia akan menjamu Putin dalam jamuan makan malam pribadi pada Kamis malam, dilanjutkan dengan pertemuan puncak pada Jumat.

    “Persahabatan India-Rusia telah teruji oleh waktu dan telah sangat bermanfaat bagi rakyat kami,” tambah Modi, sambil mengunggah foto mereka dari dalam mobil.

    Hubungan perdagangan diperkirakan akan menjadi sorotan utama karena India berada di tengah situasi diplomatik yang sulit — bergantung pada impor minyak strategis Rusia sambil berusaha untuk tidak memprovokasi Presiden AS Donald Trump selama negosiasi tarif yang sedang berlangsung.

    (maa/maa)

  • Inggris-Norwegia Bentuk Armada Gabungan Pantau Kapal Selam Rusia

    Inggris-Norwegia Bentuk Armada Gabungan Pantau Kapal Selam Rusia

    JAKARTA – Inggris dan Norwegia mengumumkan perjanjian pertahanan bersejarah yang memungkinkan kedua negara mengoperasikan armada gabungan untuk melacak kapal selam Rusia dan melindungi infrastruktur bawah laut penting di Atlantik Utara.

    Pengumuman itu disampaikan bertepatan dengan kunjungan Perdana Menteri Norwegia Jonas Gahr Store ke London.

    Perjanjian yang dinamakan Lunna House Agreement tersebut digambarkan sebagai yang pertama di dunia.

    Di bawah skema ini, Angkatan Laut Inggris dan Angkatan Laut Norwegia akan bekerja sebagai satu kesatuan dengan memanfaatkan armada kapal fregat anti-kapal selam Type 26 buatan Inggris yang dapat dipertukarkan, kata pemerintah Inggris dalam pernyataannya.

    Armada gabungan itu akan terdiri atas delapan kapal Inggris dan sedikitnya lima kapal Norwegia, yang juga didukung oleh sistem otonom.

    Kesepakatan ini muncul setelah pemerintah Inggris melaporkan peningkatan 30 persen aktivitas kapal Rusia yang dianggap mengancam perairan Inggris dalam dua tahun terakhir.

    “Di tengah ketidakstabilan global yang mendalam, ketika semakin banyak kapal Rusia terdeteksi di perairan kami, kami harus bekerja dengan mitra internasional untuk melindungi keamanan nasional. Perjanjian bersejarah dengan Norwegia ini memperkuat kemampuan kami menjaga perbatasan serta infrastruktur vital yang menjadi sandaran kedua negara,” demikian pernyataan Inggris dilansir ANTARA dari Anadolu, Kamis, 4 Desember.

    “Melalui kerja sama angkatan laut di Atlantik Utara, kami meningkatkan keamanan, mendukung ribuan pekerjaan di Inggris, dan menampilkan kemampuan industri perkapalan kami di panggung global,” sambung pernyataan tersebut.

    Menteri Pertahanan Inggris John Healey dan Menteri Pertahanan Norwegia Tore O. Sandvik dijadwalkan menandatangani perjanjian itu di 10 Downing Street sebelum bertolak ke Portsmouth untuk bertemu Koalisi Kapabilitas Maritim Inggris–Norwegia, yang mendukung kebutuhan pelatihan dan peralatan angkatan laut Ukraina.

    Di bawah pengaturan baru ini, armada fregat gabungan akan berpatroli di celah strategis Greenland–Islandia–Inggris untuk menjaga kabel dan pipa bawah laut yang membawa komunikasi, listrik, dan gas.

    Kedua angkatan laut akan berbagi pemeliharaan, teknologi, dan peralatan untuk memastikan pengerahan cepat.

    Perjanjian tersebut juga mencakup partisipasi Inggris dalam program Norwegia mengembangkan kapal induk bagi sistem perang ranjau nirawak dan sistem bawah laut, serta pelatihan Royal Marines sepanjang tahun di Norwegia.

    Selain itu, disepakati pula penggunaan rudal serang laut Norwegia oleh Angkatan Laut Inggris, kolaborasi lebih dalam pada torpedo Sting Ray, latihan perang gabungan, serta upaya bersama memimpin penggunaan sistem otonom NATO di kawasan utara.

  • Xi Jinping Umumkan China Akan Beri Bantuan Rp 1 T untuk Palestina

    Xi Jinping Umumkan China Akan Beri Bantuan Rp 1 T untuk Palestina

    Jakarta

    Presiden China Xi Jinping mengumumkan bahwa pemerintahnya akan memberikan bantuan sebesar US$100 juta (sekitar Rp 1,6 triliun) kepada Palestina untuk membantu meringankan krisis kemanusiaan di Gaza dan mendukung upaya pembangunan kembali.

    Hal tersebut disampaikan Xi saat berbicara dalam konferensi pers bersama dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron setelah pertemuan mereka di Beijing, ibu kota China pada Kamis (4/12), dilansir kantor berita AFP, Kamis (4/12/2025).

    Xi pun menyerukan pembangunan kepercayaan politik yang lebih besar dengan Prancis, dengan menunjukkan dukungan satu sama lain sekaligus menunjukkan “kemandirian” masing-masing pihak.

    “Apa pun perubahan lingkungan eksternal, kedua belah pihak sebagai kekuatan besar harus selalu menunjukkan kemandirian dan visi strategis, menunjukkan saling pengertian dan saling mendukung dalam hal-hal inti dan isu-isu penting yang krusial,” ujarnya.

    “China dan Prancis harus menunjukkan rasa tanggung jawab mereka, mengibarkan panji multilateralisme … dan berdiri teguh di sisi sejarah yang benar,” imbuh pemimpin China tersebut.

    Macron bertemu dengan Xi pada Kamis pagi waktu setempat sebagai bagian dari kunjungan kenegaraan selama tiga hari yang berfokus pada perdagangan dan diplomasi.

    Pemimpin Prancis tersebut berupaya melibatkan Beijing dalam menekan Rusia untuk melakukan gencatan senjata dengan Ukraina, setelah serangkaian diplomasi baru-baru ini terkait rencana perdamaian yang dipimpin Amerika Serikat.

    “Kita menghadapi risiko disintegrasi tatanan internasional yang telah membawa perdamaian bagi dunia selama beberapa dekade, dan dalam konteks ini, dialog antara China dan Prancis menjadi lebih penting dari sebelumnya,” ujar Macron, Kamis (4/12).

    “Saya berharap China akan bergabung dalam seruan kami, upaya kami untuk mencapai, sesegera mungkin, setidaknya gencatan senjata dalam bentuk moratorium serangan yang menargetkan infrastruktur penting,” katanya.

    Tonton juga video “Xi Jinping Beri Lampu Hijau Konser K-Pop di China”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Putin Tegaskan Akan Ambil Alih Seluruh Donbas Ukraina!

    Putin Tegaskan Akan Ambil Alih Seluruh Donbas Ukraina!

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan bahwa Rusia akan mengambil kendali penuh atas wilayah Donbas, Ukraina dengan paksa, kecuali pasukan Ukraina mundur.

    Putin mengerahkan pasukan Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 setelah delapan tahun pertempuran antara para separatis yang didukung Rusia dan pasukan Ukraina di Donbas, yang terdiri dari wilayah Donetsk dan Luhansk.

    “Kami bebaskan wilayah-wilayah ini dengan kekuatan senjata, atau pasukan Ukraina meninggalkan wilayah-wilayah ini,” kata Putin kepada media India Today, Kamis (4/12) menjelang kunjungannya ke New Delhi, India, dilansir Al Arabiya, Kamis (4/12/2025).

    Sebelumnya, pemerintah Ukraina mengatakan tidak ingin menghadiahkan Rusia wilayahnya sendiri yang gagal dimenangkan Moskow di medan perang tersebut. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan Moskow tidak seharusnya diberi imbalan atas perang yang telah dimulainya.

    Rusia saat ini menguasai 19,2 persen wilayah Ukraina, termasuk Krimea, yang dianeksasinya pada tahun 2014, seluruh Luhansk, lebih dari 80 persen wilayah Donetsk, sekitar 75 persen wilayah Kherson dan Zaporizhzhia, serta sebagian kecil wilayah Kharkiv, Sumy, Mykolaiv, dan Dnipropetrovsk.

    Sekitar 5.000 km persegi (1.900 mil persegi) wilayah Donetsk masih berada di bawah kendali Ukraina.

    Putin menerima kunjungan utusan AS, Steve Witkoff dan Jared Kushner di Kremlin pada hari Selasa lalu, dan mengatakan bahwa Rusia telah menerima beberapa proposal AS terkait Ukraina, dan bahwa perundingan harus dilanjutkan.

    Tonton juga video “Progres Perdamaian di Ukraina Masih Gitu-gitu Aja”

    (ita/ita)

  • Mayoritas Warga Eropa Anggap Perang dengan Rusia Sangat Mungkin Terjadi

    Mayoritas Warga Eropa Anggap Perang dengan Rusia Sangat Mungkin Terjadi

    Jakarta

    Mayoritas warga di sembilan negara Uni Eropa melihat risiko tinggi pecahnya perang antara negara-negara anggota blok tersebut dan Rusia. Demikian menurut survei yang dilakukan oleh kelompok jajak pendapat Cluster 17 yang diterbitkan pada hari Kamis (4/12) di jurnal hubungan internasional Prancis, Le Grand Continent.

    Temuan survei tersebut, yang didasarkan pada sampel hampir 10.000 orang dari sembilan negara, muncul di tengah terus berkecamuknya perang Rusia-Ukraina yang berlangsung sejak tahun 2022, dan kekhawatiran bahwa perang tersebut dapat meluas lebih jauh.

    Bulan lalu, jenderal top Prancis, Fabien Mandon, memperingatkan bahwa Rusia sedang mempersiapkan konfrontasi baru pada tahun 2030. Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada hari Selasa lalu, bahwa jika Eropa menginginkan perang, “kami siap sekarang juga”.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (4/12/2025), polling tersebut menunjukkan 51 persen responden meyakini ada risiko “tinggi” atau “sangat tinggi” bahwa Rusia dapat berperang dengan negara mereka di tahun-tahun mendatang. Studi ini dilakukan dengan sampel 9.553 orang pada akhir November lalu.

    Negara-negara yang terlibat dalam studi ini adalah Prancis, Jerman, Italia, Spanyol, Polandia, Portugal, Kroasia, Belgia, dan Belanda, dengan sampel lebih dari 1.000 orang di masing-masing negara.

    Dalam polling itu, kekhawatiran akan konflik terbuka dengan Rusia beragam.

    Di Polandia, yang berbatasan dengan Rusia dan sekutunya, Belarusia, 77 persen responden menganggap risikonya tinggi atau sangat tinggi.

    Angka ini turun menjadi 54 persen di Prancis dan 51 persen di Jerman.

    Sementara itu, 65 persen responden Italia menganggap risikonya rendah atau bahkan tidak ada.

    Di Prancis, satu-satunya negara dalam survei tersebut yang memiliki senjata nuklir, 44 persen responden meyakini negara mereka “cukup” mampu mempertahankan diri dari agresi Rusia

    Di sisi lain, terdapat warga Belgia, Italia, dan Portugis, yang sangat yakin — masing-masing sebesar 87 persen, 85 persen, dan 85 persen — negara mereka tidak mampu mempertahankan diri.

    Tonton juga video “Putin: Jika Eropa Memutuskan Memulai Perang, Kami Siap Sekarang Juga”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Membaca Sinyal Kunjungan Putin ke India di Tengah Tekanan AS

    Membaca Sinyal Kunjungan Putin ke India di Tengah Tekanan AS

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin dijadwalkan tiba di India pada Kamis (04/12) untuk kunjungan selama dua hari. Hal ini menjadi sebuah sinyal kemitraan antara Moskow dan New Delhi, yang telah bertahan selama hampir delapan dekade di tengah gejolak geopolitik.

    Kunjungan Putin itu merupakan undangan dari Perdana Menteri India Narendra Modi, untuk menghadiri KTT tahunan India–Rusia ke-23 di ibu kota India. Ini merupakan kunjungan pertama Putin ke India sejak Rusia melancarkan invasi penuh ke Ukraina pada 2022.

    Kedua negara telah menyatakan keinginan untuk memperkuat “kemitraan strategis khusus dan istimewa”, istilah resmi hubungan India–Rusia yang diadopsi pada 2010, serta “bertukar pandangan mengenai isu-isu regional dan global yang menjadi kepentingan bersama,” demikian laporan Kementerian Luar Negeri India.

    Menjelang kunjungan tersebut, Juru Bicara Kremlin sekaligus Kepala Staf Putin, Dmitry Peskov, menegaskan pentingnya mempertahankan hubungan dan perdagangan bilateral Rusia–India. Komentar itu muncul ketika India menghadapi tarif dari Amerika Serikat atas pembelian minyak Moskow, di saat Rusia juga terus berupaya mengatasi semakin banyaknya sanksi Barat terkait perang di Ukraina.

    “Kita harus mengamankan perdagangan kita dari tekanan luar negeri,” ujar Peskov kepada wartawan. Dia menambahkan, pembahasan mengenai mekanisme pembayaran alternatif untuk menghindari sanksi juga sedang berlangsung.

    Agenda lain dalam kunjungan ini adalah perpindahan tenaga kerja, seiring semakin banyak warga India yang mencari pekerjaan di Rusia. Peskov juga menyinggung kerja sama pertahanan, termasuk penjualan sistem pertahanan udara S-400, jet tempur Sukhoi-57, dan reaktor nuklir modular kecil.

    India masih menjadi konsumen terbesar bagi Rusia dalam hal pembelian senjata. Selain itu, Rusia kini memasok lebih dari 35% impor minyak mentah India, jumlah ini jauh meningkat dari sekitar 2% sebelum perang Ukraina.

    Tarif AS dorong India dekati Rusia

    Meski ada tekanan Barat, sejumlah pakar dan diplomat yang dihubungi DW mengatakan hubungan India-Rusia tetap bertahan, termasuk ketika Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif terhadap India.

    “Kunjungan Putin mengirim pesan jelas ke blok Barat bahwa Rusia tidak terisolasi dalam urusan global,” ujar Rajan Kumar dari Centre of Russian Studies, Universitas Jawaharlal Nehru.

    Menurut Kumar, India melihat Rusia sebagai mitra strategis untuk menjaga keseimbangan hubungan dengan Barat dan Cina.

    “Kebijakan Trump menciptakan defisit kepercayaan dengan AS dan meningkatkan arti penting Rusia. Mengisolasi Rusia berarti mendorongnya semakin dekat ke Cina, sesuatu yang tidak diinginkan India,” katanya.

    Di sisi lain, meski Rusia menjaga hubungan kuat dengan Cina, Moskow juga waspada terhadap meningkatnya pengaruh geopolitik Beijing. Karena itu, Rusia mendorong keterlibatan lebih besar India dalam geopolitik Eurasia melalui forum multilateral seperti SCO dan BRICS.

    Tidak seperti negara-negara Barat, Rusia juga tidak mengkritik isu dalam negeri India atau memaksakan syarat dalam kerja sama bilateral.

    “Kunjungan Putin memperkuat kemitraan ‘khusus dan istimewa’ yang dibangun atas keselarasan kepentingan, kepercayaan historis, dan kalkulasi geopolitik bersama,” kata Kumar.

    Alasan kedekatan Rusia dan India

    Hubungan kedua negara berakar sejak kemerdekaan India pada 1947. Rusia (saat itu Uni Soviet) membangun citra positif dengan mendukung industrialisasi India dan memberikan dukungan diplomatik dalam sengketa Kashmir.

    Pada 1971, Moskow secara terbuka mendukung India dalam perang dengan Pakistan, sementara AS dan Cina berada di pihak Islamabad. India kemudian mulai membeli senjata buatan Soviet dalam jumlah besar dan memproduksi beberapa di antaranya secara lokal, termasuk tank T-72.

    Hubungan pertahanan itu tetap bertahan setelah Perang Dingin. Pada 1990-an, ketika Rusia membutuhkan dana, Moskow tetap membantu India memproduksi rudal dan jet tempur rancangan Rusia serta mengembangkan kapal selam bertenaga nuklir kelas Arihant.

    Pada 2002, kedua negara menandatangani perjanjian eksplorasi luar angkasa. Sejak Modi mulai menjabat pada 2014, kerja sama diperluas ke energi nuklir dan penjualan uranium.

    Ketika perang Ukraina memicu gejolak global pada 2022, India berhati-hati agar tidak memusuhi Rusia maupun Barat, termasuk ketika menyerukan penghentian perang tanpa mengecam langsung invasi Rusia.

    “Sebagai mitra lama, India dan Rusia telah membangun modal kepercayaan yang besar dan hal itu kini sangat berguna ketika keduanya menghadapi tantangan geopolitik dari AS maupun Cina,” kata D Bala Venkatesh Varma, mantan duta besar India untuk Rusia. Dia menambahkan bahwa hubungan kedua negara tetap kuat.

    “KTT ini dapat diperkirakan menjadi momen bagi kedua pemimpin untuk menginvestasikan kembali komitmen dalam kemitraan strategis bilateral,” tambahnya.

    Rusia dan India ingin ‘otonomi strategis’

    Menurut Harsh Pant dari lembaga kajian ORF di New Delhi, “AS mungkin mendorong India untuk mengurangi hubungan dengan Moskow, tetapi India menilai kerja sama pertahanan dan energi dengan Rusia terlalu berharga untuk dikorbankan.”

    Dia menggambarkan sikap diplomasi Washington sebagai hal yang tidak bisa diprediksi, sehingga dapat mendorong India mempertimbangkan secara hati-hati dalam memilih kemitraan.

    “Keseimbangan ini memungkinkan India mempertahankan hubungan kuat dengan Rusia sambil tetap mengelola kemitraan strategis dengan AS,” kata Pant.

    Dengan tujuan mencapai “otonomi strategis”, hubungan India-Rusia dianggap telah berakar jauh lebih dalam dibanding tekanan sesaat dari pemerintahan Trump.

    Kunjungan dua hari yang penuh sinyal politik

    Menurut mantan Menteri Luar Negeri India sekaligus mantan duta besar untuk Rusia, Kanwal Sibal, kunjungan Putin menunjukkan prioritas kebijakan luar negeri India di tengah pergeseran kekuatan global.

    “Momen kunjungan Putin ke Delhi menegaskan pendekatan dasar India sebagai kemitraan strategis, bukan permainan zero-sum,” kata Sibal.

    Dia menambahkan, “AS tidak bisa mendikte kebijakan luar negeri India. Kita harus mengakomodasi sekaligus menolak tekanan jika perlu.”

    Pendapat Sibal terlihat dalam strategi seimbang New Delhi. India sedang menegosiasikan kesepakatan dagang dengan AS untuk menurunkan tarif, menyikapi kekhawatiran Washington soal defisit perdagangan, dan memproses kesepakatan penting senilai US$1 miliar (sekitar Rp15,4 triliun) antara GE Aerospace (AS) dan Hindustan Aeronautics Limited (HAL) untuk memasok mesin jet bagi pesawat tempur Tejas, sementara pada saat yang sama menyambut Vladimir Putin sebagai tamu kehormatan.

    Menurut Sibal, kerja sama pertahanan dengan Washington terus berlanjut, “tetapi hal ini tidak mengurangi pentingnya strategis Rusia.”

    “India mengakomodasi kemitraan Amerika Serikat di mana hal itu menguntungkan, sambil menahan tekanan untuk meninggalkan Moskow. Kunjungan Putin menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri India beroperasi berdasarkan syaratnya sendiri, bukan preferensi Washington,” pungkasnya.

    Artikel ini pertama kali terbit dalan bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Fika Ramadhani

    Editor: Muhammad Hanafi

    (ita/ita)

  • Rudal Baru Jerman Arrow 3 Siap Tangkal Ancaman di Luar Angkasa

    Rudal Baru Jerman Arrow 3 Siap Tangkal Ancaman di Luar Angkasa

    Jakarta

    Jika rudal menyerang dari ketinggian yang besar, Arrow 3 dapat mencegatnya jauh sebelum rudal tersebut kembali ke atmosfer. Pada hari Rabu, 3 Desember, sistem pertahanan baru ini memasuki tahap operasional pertama. Angkatan Bersenjata Jerman (Bundeswehr) bertujuan untuk menonaktifkan rudal balistik bahkan saat berada di transisi menuju luar angkasa. Dengan langkah ini, Jerman menjadi negara pertama di luar Israel yang mengintegrasikan Arrow 3 ke dalam pertahanannya.

    Penerapan Arrow 3 dianggap sebagai reaksi langsung terhadap perang agresi Rusia di Ukraina dan meningkatnya ancaman rudal jarak jauh modern. Arrow 3 adalah bagian dari penataan ulang kebijakan keamanan Jerman sejak 2022, yang disebut “Zeitenwende,” termasuk peningkatan belanja pertahanan yang signifikan dan pembangunan pertahanan udara Eropa berlapis.

    Meskipun kemungkinan serangan rudal langsung dari ketinggian tinggi atau luar angkasa dianggap rendah bagi Jerman dan Eropa, negara-negara seperti Rusia memiliki rudal balistik jarak jauh yang dapat mencapai ketinggian ekstrem dan menjadi ancaman serius dalam krisis.

    Sebelumnya, Jerman tidak memiliki solusi militer untuk hal ini. Analisis NATO juga lama memperingatkan adanya celah pertahanan Eropa — yang kini diharapkan bisa ditutup oleh Arrow 3.

    Hit-to-Kill: Presisi, bukan ledakan

    Sistem pertahanan rudal Arrow 3 dikembangkan bersama oleh Israel dan AS, dan termasuk salah satu sistem paling modern di dunia untuk menangkis rudal antarbenua.

    Sistem pertahanan udara IRIS-T melindungi jarak pendek hingga sekitar 15 km, sedangkan Patriot menjangkau jarak menengah hingga sekitar 50 km — keduanya bersama-sama mengamankan ketinggian hingga 50 km.

    Arrow 3, di sisi lain, melindungi dari ancaman berjangkauan jauh dan terbang tinggi. Sistem ini dapat mencegat rudal penyerang pada ketinggian hingga 100 km, di transisi menuju luar angkasa, dengan jangkauan hingga 2.400 km. Ketiga sistem ini bersama-sama membentuk pertahanan rudal berlapis.

    Sistem ini bekerja berdasarkan prinsip Hit-to-Kill: rudal penyerang tidak dihancurkan dengan ledakan, tetapi dengan tumbukan langsung. Rudal intersepsi menabrak target pada lintasannya sebelum mencapai kembali atmosfer Bumi.

    Keuntungan metode ini adalah menghasilkan lebih sedikit puing dibanding ledakan konvensional, sehingga lebih aman di atas wilayah padat penduduk. Namun, sistem ini membutuhkan pengendalian presisi. Kepala hulu ledak juga dilengkapi sensor sendiri untuk koreksi target selama penerbangan.

    Perlindungan terhadap rudal balistik cepat

    Seperti Patriot, Arrow 3 terdiri dari tiga komponen utama bergerak:

    -Radar peringatan dini untuk mendeteksi lintasan rudal dengan cepat.

    –Sistem komando dan kendali untuk menganalisis ancaman dan memutuskan langkah intersepsi.

    -Peluncur rudal bergerak untuk menembakkan rudal intersepsi.

    Sistem ini dirancang terutama untuk menangkis rudal balistik, yang setelah diluncurkan mengikuti lintasan yang sebagian besar ditentukan gravitasi. Rudal ini pertama-tama dipercepat oleh mesin, naik ke ketinggian tinggi, bahkan sebagian mencapai luar angkasa, sebelum jatuh ke targetnya.

    Berbeda dengan rudal jelajah yang dikendalikan sepanjang penerbangan, rudal balistik hanya dikontrol pada fase awal peluncuran. Mereka sulit ditangkal karena kecepatan sangat tinggi, jarak tempuh jauh, dan ketinggian ekstrem. Rudal antarbenua modern, seperti Sarmat Rusia, bisa melaju lebih dari 20.000 km/jam.

    Holzdorf: Lokasi Arrow 3 Pertama di Jerman

    Lokasi pertama sistem Arrow 3 adalah pangkalan militer Holzdorf di Schnewalde, selatan Berlin, perbatasan tiga negara bagian: Brandenburg, Sachsen-Anhalt, dan Sachsen. Di sini, personel dan prosedur diuji serta integrasi ke jaringan pertahanan udara NATO dilaksanakan.

    Holzdorf menjadi titik awal pembangunan perisai nasional Jerman terhadap rudal jarak jauh. Dua lokasi tambahan direncanakan di Bayern dan Schleswig-Holstein. Perlindungan penuh Arrow 3 diperkirakan tercapai pada 2030. Dengan penyebaran fasilitas ke beberapa lokasi, perlindungan tetap terjaga jika komponen tertentu gagal saat krisis.

    Arrow 3 pertama kali dioperasikan secara resmi oleh Israel pada awal 2017. Berbeda dengan sistem Iron Dome (“Kubus Besi”) yang menangkis rudal dari Gaza dan Lebanon, Arrow 3 dirancang khusus untuk rudal jarak jauh.

    Dengan penempatan di Jerman, sistem ini menjadi bagian dari European Sky Shield Initiative (ESSI), inisiatif pertahanan udara Eropa yang digerakkan Jerman pada Oktober 2022.

    Kesepakatan militer terbesar Jerman–Israel

    Pada akhir September 2023, Jerman dan Israel menandatangani pembelian sistem Arrow 3 di Berlin— transaksi pertahanan terbesar Israel hingga saat ini, senilai sekitar 3,3 miliar euro. Sebagian anggaran digunakan untuk paket pemeliharaan dan dukungan agar sistem dapat beroperasi selama puluhan tahun.

    Kesepakatan ini lebih dari sekadar transaksi miliaran euro; ini memperkuat kemitraan keamanan Jerman–Israel, dan bagi Eropa, Arrow 3 merupakan langkah menuju kemandirian lebih besar dari sistem pertahanan AS.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Rizki Nugraha

    Tonton juga Video: Oktoberfest 2025 di Jerman Sempat Tutup Buntut Ancaman Bom

    (ita/ita)

  • Dampak Serangan Drone Rusia di Kramatorsk Ukraina

    Dampak Serangan Drone Rusia di Kramatorsk Ukraina

    Seorang warga berjalan di dekat gedung apartemen yang telah rusak akibat serangan drone Rusia, yang terjadi pada Senin malam, di tengah serangan Rusia terhadap Ukraina, di kota Kramatorsk, wilayah Donetsk, Ukraina, Selasa (2/12/2025). REUTERS/Anatolii Stepanov

  • AS dan Rusia Belum Menemukan Kompromi Terkait Wilayah Ukraina yang Diduduki

    AS dan Rusia Belum Menemukan Kompromi Terkait Wilayah Ukraina yang Diduduki

    JAKARTA – Perundingan Rusia dan Amerika Serikat terkait dengan upaya untuk mengakhiri perang di Ukraina pada Hari Selasa gagal menghasilkan terobosan, utamanya belum ada kompromi mengenai wilayah yang diduduki.

    Presiden Rusia Vladimir Putin menerima Utusan Khusus AS Steve Witkoff dan menantu Presiden Donald Trump Jared Kushner di Kremlin, setelah sebelumnya mengisyaratkan pasukannya siap untuk terus berjuang mencapai tujuan awal perang Rusia.

    Pertemuan ini merupakan momen krusial bagi Ukraina dalam apa yang bisa menjadi minggu yang menegangkan setelah berhari-hari diplomasi yang menegangkan. Inti dari pertemuan ini adalah rencana AS untuk mewujudkan perdamaian, yang sejak itu telah direvisi di bawah tekanan dari Kyiv dan para pendukungnya di Eropa.

    Mengenai wilayah Ukraina yang diduduki, “sejauh ini kami belum menemukan kompromi, tetapi beberapa solusi Amerika dapat didiskusikan,” kata Ajudan Presiden Rusia Yuri Ushakov setelah pertemuan di Kremlin, melansir Al Arabiya dari AFP (3/12).

    “Beberapa formulasi yang diusulkan tidak sesuai dengan kami, dan pekerjaan akan terus berlanjut,” tambahnya.

    Presiden Putin saat menerima Jared Kushner dan Steve Witkoff di Kremlin. (Kristina Kormilitsyna/Rossiya Segodnya via Kremlin)

    Kushner dan Witkoff menyampaikan kepada Putin versi baru rencana AS, yang telah digodok setelah versi awal menimbulkan kekhawatiran di Kyiv dan di tempat lain di Eropa bahwa rencana tersebut memberikan terlalu banyak konsesi kepada Moskow.

    Ushakov mengatakan rencana awal AS dipecah menjadi empat bagian, yang dibahas dalam pertemuan lima jam di Kremlin.

    “Ada beberapa poin yang bisa kami sepakati,” jelasnya, tetapi “presiden tidak menyembunyikan sikap kritis, bahkan negatif, kami terhadap sejumlah proposal.”

    Namun, perundingan di Moskow “bermanfaat,” kata Ushakov, dengan posisi Rusia dan AS tidak semakin jauh setelahnya.

    Sebelumnya, Presiden Putin telah menuntut agar Kyiv menyerahkan wilayah yang diklaim Moskow sebagai miliknya. Kremlin juga menolak pasukan Eropa mana pun di Ukraina untuk memantau gencatan senjata.

    Jared Kushner dan Steve Witkoff di Kremlin. (Kristina Kormilitsyna/Rossiya Segodnya via Kremlin)

    Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pada Hari Senin, rencana apa pun harus mengakhiri perang untuk selamanya, dan tidak hanya mengarah pada jeda pertempuran yang dimulai dengan serangan Moskow pada Februari 2022.

    Ia juga mengatakan dalam sebuah unggahan di media sosial, “tidak akan ada solusi sederhana.”

    “Yang penting adalah semuanya adil dan transparan. Tidak ada permainan yang dimainkan di belakang Ukraina. Tidak ada yang diputuskan tanpa Ukraina, tentang kami, tentang masa depan kami,” katanya.

    Dalam unggahan media sosialnya Ia mengatakan “pertanyaan yang paling sulit adalah tentang wilayah, tentang aset (Rusia) yang dibekukan Dan tentang jaminan keamanan.”

    CaptJared Kushner dan Steve Witkoff di Kremlin. (Kristina Kormilitsyna/Rossiya Segodnya via Kremlin)

    Terpisah, Presiden Trump sebelumnya mengatakan kemajuan dalam mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir empat tahun tidak akan mudah.

    “Rakyat kami sedang berada di Rusia saat ini untuk melihat apakah kami dapat menyelesaikannya,” ujarnya dalam rapat kabinet di Gedung Putih.

    “Ini bukan situasi yang mudah, percayalah. Benar-benar kacau,” tandasnya.

    Namun dalam wawancara yang disiarkan Selasa malam di Fox News, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan perundingan dengan Rusia “telah mencapai beberapa kemajuan” untuk mengakhiri perang dengan Ukraina.

    Diketahui, rencana perdamaian awal AS yang berisi 28 poin yang diungkapkan bulan lalu sangat sesuai dengan tuntutan Moskow, memicu tuduhan Rusia terlibat dalam penyusunannya, yang dibantah oleh Washington.

    Itu menimbulkan kekhawatiran Eropa, Washington dan Moskow dapat mencapai kesepakatan yang tidak terduga atau memaksa Ukraina untuk memberikan konsesi yang tidak adil.

    Presiden Putin belakangan menilai Eropa menyabotase kesepakatan mengenai konflik tersebut dan mengirimkan pesan jelas dengan mengatakan: “Kami tidak berencana untuk berperang dengan Eropa, tetapi jika Eropa menginginkannya dan memulainya, kami siap sekarang juga.”

    Witkoff sendiri telah bertemu dengan Presiden Putin beberapa kali. Tetapi, media AS melaporkan ini pertama kalinya Kushner bergabung dalam perundingan dengan Moskow.

  • Negosiasi 5 Jam, AS-Rusia Gagal Berkompromi Soal Wilayah Ukraina

    Negosiasi 5 Jam, AS-Rusia Gagal Berkompromi Soal Wilayah Ukraina

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu menantu Presiden AS Donald Trump, Jared Kushner, serta utusan khusus AS Steve Witkoff di Kremlin, setelah sebelumnya memberi sinyal bahwa pasukannya siap terus bertempur demi mencapai tujuan awal perang Rusia.

    Pertemuan tersebut adalah momen krusial bagi Ukraina dalam minggu yang diperkirakan penuh ketegangan, setelah beberapa hari diplomasi intensif. Inti dari pertemuan ini adalah rencana perdamaian AS, yang kemudian direvisi di bawah tekanan dari Kyiv dan para pendukungnya di Eropa.

    Mengenai wilayah Ukraina yang diduduki, “sejauh ini kami belum menemukan kompromi, tetapi beberapa solusi Amerika dapat dibahas,” ujar penasihat utama kepresidenan Rusia, Yuri Ushakov, setelah pertemuan di Moskow. “Beberapa rumusan yang diajukan tidak sesuai bagi kami, dan pekerjaan akan terus berlanjut,” tambahnya.

    Trump mengatakan bahwa kemajuan dalam mengakhiri perang yang hampir berlangsung empat tahun itu tidak akan mudah. “Perwakilan kami sedang berada di Rusia saat ini untuk melihat apakah kita bisa menyelesaikannya,” paparnya dalam rapat kabinet di Gedung Putih. “Situasi yang tidak mudah, biar saya katakan. Benar-benar berantakan.”

    Dalam wawancara yang disiarkan Selasa (03/12) malam di Fox News, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan pembicaraan dengan Rusia “telah menghasilkan beberapa kemajuan” untuk mengakhiri perang dengan Ukraina. Tidak jelas kapan tepatnya wawancara itu direkam.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pada hari Senin (01/12) bahwa setiap rencana harus mengakhiri perang secara permanen, dan bukan hanya menghasilkan jeda dalam pertempuran yang dimulai dengan ofensif oleh Moskow pada Februari 2022.

    Ia juga mengatakan dalam sebuah unggahan di media sosial bahwa “tidak akan ada solusi yang mudah.”

    Moskow menolak rencana yang telah diubah

    Kushner dan Witkoff akan menyerahkan versi baru rencana AS tersebut kepada Putin, yang telah dirumuskan ulang setelah versi awalnya memicu kekhawatiran di Kyiv dan Eropa bahwa rencana itu terlalu banyak memberi konsesi kepada Moskow.

    Ushakov mengatakan rencana awal AS terdiri dari empat bagian, yang dibahas selama pertemuan lima jam di Kremlin. “Ada beberapa poin yang bisa kami sepakati,” kata penasihat diplomatik utama Putin itu. Namun “presiden tidak menyembunyikan sikap kami yang kritis, bahkan negatif, terhadap sejumlah usulan.”

    Putin telah menuntut agar Kyiv menyerahkan wilayah yang diklaim Moskow sebagai miliknya. Kremlin juga menolak kehadiran pasukan Eropa di Ukraina untuk memantau gencatan senjata.

    Dalam unggahan di media sosialnya, Zelensky mengatakan “pertanyaan paling sulit berkaitan dengan wilayah, aset (Rusia) yang dibekukan dan jaminan keamanan.”

    Meski demikian, pembicaraan di Moskow “bermanfaat”, papar Ushakov, dan posisi Rusia dan AS tidak menjadi semakin berjauhan setelahnya.

    Tekanan Rusia

    Putin tampak mengirim pesan keras sesaat sebelum pembicaraan AS dimulai. Ia mengatakan bahwa Pokrovsk —benteng Ukraina Timur yang disebut pasukan Rusia baru-baru ini berhasil direbut — adalah “titik pijakan yang baik untuk menyelesaikan semua tugas yang ditetapkan pada awal operasi militer khusus,” – menggunakan istilah yang dipakai Kremlin untuk perang tersebut.

    Selain Pokrovsk, Kyiv berada di bawah tekanan di banyak front. Pasukan Rusia bergerak cepat pada November di Ukraina timur, dan Kyiv diguncang skandal korupsi yang berujung pada pengunduran diri negosiator utamanya — tangan kanan Zelensky.

    Moskow juga meningkatkan serangan drone dan rudal ke Ukraina dalam beberapa pekan terakhir, yang menyebabkan ratusan ribu orang hidup tanpa listrik dan pemanas. Zelensky menuding Kremlin berusaha “menghancurkan” negaranya.

    Di sisi lain, pemimpin Rusia menuduh Eropa mensabotase kesepakatan mengenai konflik tersebut dan mengirim pesan suram, dengan mengatakan: “Kami tidak berencana berperang dengan Eropa, tetapi jika Eropa menginginkannya dan memulai, kami siap saat ini juga.”

    Zelensky mengatakan ia berharap dapat membahas isu-isu kunci dengan presiden AS dan menyiratkan bahwa motivasi sebenarnya Moskow untuk pembicaraan dengan AS adalah guna melonggarkan sanksi Barat.

    Kehadiran Kushner

    Eropa khawatir Washington dan Moskow dapat mencapai kesepakatan tanpa melibatkan mereka atau memaksa Ukraina membuat konsesi yang tidak adil.

    Rencana awal AS yang terdiri dari 28 poin dan diungkap bulan lalu begitu dekat dengan tuntutan Moskow sehingga memicu tuduhan bahwa Rusia terlibat dalam penyusunannya, sesuatu yang dibantah Washington.

    Bloomberg melaporkan bulan lalu mengenai rekaman audio yang menunjukkan bahwa Witkoff membantu melatih pejabat Rusia tentang bagaimana Putin sebaiknya berbicara kepada Trump.

    Witkoff telah beberapa kali bertemu Putin, tetapi media AS melaporkan bahwa ini adalah pertama kalinya Kushner — yang juga membantu menengahi gencatan senjata antara Israel dan Hamasdi Gaza awal tahun ini — ikut dalam pembicaraan dengan Putin.

    *Editor: Rizki Nugraha

    Tonton juga video “Progres Perdamaian di Ukraina Masih Gitu-gitu Aja”

    (ita/ita)