Negara: Ukraina

  • Putin Telepon Kim Jong Un Sebelum Bertemu Trump, Bahas Apa?

    Putin Telepon Kim Jong Un Sebelum Bertemu Trump, Bahas Apa?

    Moskow

    Presiden Rusia, Vladimir Putin, melakukan percakapan telepon dengan pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong Un, sebelum pertemuan dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, digelar di Alaska pada Jumat (15/8) mendatang. Apa yang dibahas keduanya?

    Kremlin atau kantor kepresidenan Rusia, seperti dilansir Reuters, Rabu (13/8/2025), mengungkapkan bahwa Putin memberikan informasi terbaru mengenai rencana pembicaraan antara dirinya dan Trump pekan ini.

    Kantor berita resmi Korut, Korean Central News Agency (KCNA), juga melaporkan soal percakapan telepon kedua pemimpin itu, namun tanpa menyebutkan soal rencana pertemuan Putin-Trump.

    Kim Jong Un dan Putin, menurut laporan KCNA, membahas perkembangan hubungan kedua negara di bawah perjanjian kemitraan strategis yang ditandatangani tahun lalu.

    Disebutkan oleh KCNA dalam laporannya bahwa kedua pemimpin “menegaskan tekad mereka untuk memperkuat kerja sama di masa depan”.

    Putin, sebut laporan KCNA, menyampaikan apresiasinya atas bantuan Korut dalam “membebaskan” wilayah Kursk di Rusia bagian barat dalam perang melawan Ukraina.

    Disebutkan juga bahwa Putin juga mengapresiasi “keberanian, kepahlawanan, dan semangat pengorbanan diri yang ditunjukkan oleh para personel Tentara Rakyat Korea” — nama resmi militer Korut.

    Berdasarkan laporan intelijen Korea Selatan (Korsel), Korut telah mengirimkan lebih dari 10.000 tentaranya untuk mendukung operasi militer Rusia di bagian barat wilayahnya dalam konflik dengan Ukraina.

    Laporan intelijen Seoul menambahkan bahwa Pyongyang diyakini sedang merencanakan pengerahan pasukan lainnya ke Rusia.

    Sementara itu, pertemuan puncak antara Trump dan Putin yang dijadwalkan pada Jumat (15/8) di Alaska akan membahas perang Ukraina yang berkecamuk sejak Februari 2022, yang dipicu oleh invasi skala besar oleh Moskow. Pertemuan itu menjadi bagian dari upaya Trump untuk mengakhiri perang tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Layanan Seluler Starlink Meluncur Tahun Ini di Ukraina, Telah Lolos Uji Coba

    Layanan Seluler Starlink Meluncur Tahun Ini di Ukraina, Telah Lolos Uji Coba

    Bisnis.com, JAKARTA — Operator seluler terbesar milik Ukraina, Kyivstar berhasil melakukan uji lapangan pertama teknologi satelit langsung ke seluler Starlink di Eropa Timur pada Selasa (12/8/2025).

    “Uji coba berlangsung di wilayah Zhytomyr menggunakan teknologi langsung ke seluler Starlink,” kata pihak Kyivstar, dilansir Reuters, Rabu (13/8/2025).

    Saat uji lapangan tersebut dilakukan, CEO Kyivstar, Oleksandr Komarov dan Menteri Transformasi Digital Ukraina, Mykhailo Fedorov bertukar pesan melalui smartphone biasa.

    Uji lapangan teknologi satelit langsung ke seluler tersebut bertujuan untuk menyediakan konektivitas andal saat jaringan terestrial tidak tersedia selama konflik Ukraina-Rusia masih terus berlangsung.

    Teknologi komunikasi satelit menjadi aset penting bagi Ukraina yang masih dilanda perang dan Rusia menyerang infrastruktur di sana, yang pada akhirnya mengganggu komunikasi.

    Satelit yang diluncurkan Kyivstar dilengkapi dengan modem seluler canggih yang berfungsi seperti menara seluler di luar angkasa, memancarkan sinyal langsung ke smartphone di darat.

    Tidak hanya untuk Ukraina, sebetulnya teknologi komunikasi satelit sudah menjadi hal penting bagi masyarakat di dunia secara keseluruhan.

    Para penyedia telekomunikasi mulai beralih ke teknologi tersebut dalam upaya menghapus “zona mati” tanpa koneksi internet, terutama di daerah terpencil yang menghadapi tantangan geografis secara signifikan, atau biaya pemasangan jaringan terestrial yang terlalu mahal.

    Starlink milik SpaceX, yang juga menjadi pelopor internet satelit, telah menandatangani kesepakatan dengan perusahaan telekomunikasi di 10 negara untuk layanan langsung ke seluler. Kyivstar ditetapkan menjadi operator pertama di Eropa yang meluncurkannya.

    Untuk selanjutnya, Kyivstar dan Starlink berencana meluncurkan konektivitas langsung ke seluler secara komersial pada kuartal keempat 2025, dimulai dengan layanan pesan.

    “Data pita lebar satelit seluler direncanakan akan tersedia untuk khalayak yang lebih luas pada awal 2026,” jelas Komarov pada Juli, dikutip dari Reuters.

    CEO Kyivstar tersebut juga mengatakan, infrastruktur telekomunikasi Ukraina mampu bertahan dengan baik di bawah serangan Rusia yang meningkat. 

    Walaupun tahun lalu serangan telah melumpuhkan sekitar setengah kapasitas pembangkit listrik di Ukraina, tetapi, dari segi telekomunikasi, Komarov mengatakan mereka lebih tangguh dengan tetap mampu menjalankan layanan seluler hingga 10 jam selama pemadaman listrik nasional.

    VEON, selaku perusahaan induk Kyivstar juga tengah berdiskusi dengan provider lain, termasuk Project Kuiper milik Amazon, untuk memperluas layanan satelitnya untuk perangkat seluler di luar Ukraina. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • 100 Hari Kanselir Merz, Ada Retakan di Pemerintahan Jerman?

    100 Hari Kanselir Merz, Ada Retakan di Pemerintahan Jerman?

    Jakarta

    Sebelum genap 100 hari pun, surat kabar bersirkulasi terbesar di Jerman, Bild, sudah menjatuhkan vonis terhadap masa jabatan Kanselir Jerman Friedrich Merz.

    Harian konservatif itu menyebut Merz sebagai “kanselir yang kesepian harus menjelaskan kesalahan terbesarnya,” demikian bunyi editorial Bild pekan ini. Pernyataan itu merujuk pada keputusan Merz untuk menghentikan pengiriman senjata tambahan ke Israel yang berpotensi digunakan dalam perang di Gaza.

    Pembatasan ekspor senjata ke Israel diputuskan Merz tanpa melalui pembahasan internal di Partai CDU. Menurut Bild, dia juga tidak melibatkan rekan koalisi Uni Kristen Sosial (CSU) dalam pembuatan keputusan.

    Polemik itu menjadi salah satu dari serangkaian keputusan mendadak dan perubahan arah yang ditetapkannya sejak menjabat.

    Masa jabatan Friedrich Merz sejak awal dimulai dengan gejolak. Setelah pemilu pada 23 Februari 2025, ketika Bundestag berkumpul untuk memilih kepala pemerintahan, banyak pengamat saat itu berharap akan munculnya stabilitas politik.

    Pemerintahan sebelumnya yang terdiri dari koalisi sayap kiri-tengah, yakni Partai SPD, Partai Hijau, dan Partai Liberal Demokrat (FDP), runtuh hanya dalam tiga tahun, usai diwarnai pertikaian internal, terutama soal anggaran.

    Sementara itu, partai sayap kanan AfD berhasil menggandakan perolehan suara menjadi 20,8%. Survei dari lembaga Forsa awal Agustus 2025 bahkan menempatkan AfD di atas CDU/CSU, dengan dukungan 26% dibanding 24%.

    Utang pemerintah Jerman membengkak

    Pemerintah baru Merz sudah berusaha membuat gebrakan sebelum dilantik. Bersama Partai Hijau, yang kini berada di oposisi, koalisi CDU/CSU dan SPD berhasil menggalang mayoritas dua pertiga suara di Bundestag untuk mencabut pembatasan utang negara, meski selama kampanye berjanji untuk melindungi “rem utang” dalam konstitusi.

    Alhasil, pemerintahannya kini memiliki tambahan dana sebesar €500 miliar (sekitar Rp8,7 kuadriliun). Secara teori, batasan utang kini tidak lagi berlaku untuk kebijakan modernisasi angkatan bersenjata. Ditambah lagi anggaran sebesar €500 miliar (sekitar Rp8,7 kuadriliun) untuk infrastruktur seperti jalan, rel kereta api, dan sekolah, hingga membiayai inisiatif perlindungan iklim.

    Menteri Keuangan baru dari Partai SPD, Lars Klingbeil, mengatakan “lembaga OECD, Dana Moneter Internasional, Komisi Eropa, atau G7, dalam beberapa tahun terakhir, semua telah mendorong dan menyarankan Jerman untuk berinvestasi lebih banyak dan membuat aturan utang kami lebih fleksibel. Itu tidak mungkin dilakukan awalnya. Namun di pemerintahan sekarang, kami akhirnya melonggarkan aturan tersebut dan kami berinvestasi lebih banyak dari sebelumnya untuk kelangsungan masa depan Jerman.”

    Koalisi pemerintah juga telah melanggar janji kampanye lain, yakni keringanan dalam tarif listrik bagi masyarakat. Alih-alih, pemerintah mengumumkan pengurangan pajak listrik hanya untuk sektor industri, pertanian, dan kehutanan, dengan alasan tidak ada anggaran untuk pengurangan harga listrik secara menyeluruh.

    Fokus dalam kebijakan luar negeri

    Dalam 100 hari pertama, Merz banyak berkutat dalam urusan luar negeri. Tak lama setelah terpilih, dia melakukan kunjungan penting ke ibu kota Kyiv bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer untuk menunjukkan solidaritas Eropa kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.

    Pada awal Juni 2025, dia bertemu Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih dan mendapat sambutan hangat, yang terkesan kontras dengan sejumlah pemimpin lain. Merz juga tampak percaya diri dalam KTT Uni Eropa dan NATO.

    Sikap Merz yang sangat vokal dalam isu geopolitik membuat peran Menteri Luar Negeri Johann Wadephul acap tersisih. Kadang, pilihan kata Merz yang blak-blakan memicu kontroversi, seperti saat dia menyebut serangan Israel ke Iran pada 13 Juni 2025 sebagai “pekerjaan kotor yang dilakukan Israel untuk kita semua. Kita juga korban rezim ini. Rezim mullah ini telah membawa kematian dan kehancuran ke dunia. Dengan serangan, darah, dan gemuruh. Dengan Hizbullah, dengan Hamas.”

    Pembatasan imigrasi

    Pada urusan dalam negeri, isu pengendalian imigrasi ilegal menjadi fokus utama pemerintahan baru Jerman. Menteri Dalam Negeri Alexander Dobrindt dari Partai CSU bergerak cepat memperketat kontrol perbatasan, termasuk menolak permohonan suaka. Kebijakan ini juga dikritik karena dianggap melanggar hukum Uni Eropa (UE).

    Polandia, jiran di perbatasan timur, merespons keputusan Jerman dengan menerapkan kontrol perbatasan yang menyebabkan kemacetan panjang. Dobrindt membela kebijakannya dengan mengatakan “UE adalah kawasan yang terbuka. Namun, kami tidak ingin penyelundup ilegal, perdagangan manusia dan geng kriminal yang menentukan siapa yang boleh masuk ke wilayah (Jerman). Kami ingin keputusan politik yang menetapkan jalur legal ke Eropa, bukan menyerahkannya pada kejahatan.”

    Retakan dalam koalisi

    Sidang terakhir Bundestag sebelum libur musim panas ditutup dengan ketegangan. Agenda utama adalah pengangkatan tiga hakim baru untuk Mahkamah Konstitusi Federal. Biasanya, koalisi menyepakati nama-nama secara damai demi menjaga reputasi lembaga tinggi tersebut.

    Namun, kali ini, puluhan anggota konservatif menolak calon dari Partai SPD, Frauke Brosius-Gersdorf, meski sudah disetujui oleh komite bipartisan. Penolakan dipicu oleh kampanye di media sosial sayap kanan yang menyalahartikan pandangannya soal aborsi. Pada hari pemungutan suara, muncul tuduhan plagiarisme yang meragukan dan pemilihan pun dibatalkan.

    Partai SPD menyebut situasi itu sebagai pelanggaran kepercayaan serius. Meski Partai SPD tetap mendukung, Brosius-Gersdorf akhirnya menarik pencalonannya. Masalah penunjukan hakim ini akan berlanjut setelah masa reses musim panas dan menjadi krisis besar pertama dalam koalisi, yang mencoreng kinerja pemerintahan Merz setelah 100 hari menjabat.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman.

    Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

    Editor: Rizki Nugraha

    (ita/ita)

  • Polandia Usir 63 Warga Ukraina-Belarusia karena Bikin Ribut di Konser

    Polandia Usir 63 Warga Ukraina-Belarusia karena Bikin Ribut di Konser

    Warsawa

    Perdana Menteri (PM) Polandia, Donald Tusk, mengatakan negaranya mengusir sedikitnya 63 warga negara asing (WNA) asal Ukraina dan Belarusia. Pengusiran dilakukan setelah puluhan warga Ukraina dan Belarusia itu memicu keributan di sebuah konser yang berlangsung di Polandia.

    Tusk saat berbicara kepada wartawan, seperti dilansir AFP, Rabu (13/8/2025), mengatakan bahwa orang-orang tersebut berada di balik “kekacauan, perilaku agresif, dan provokasi tertentu” yang terjadi selama konser rapper Belarusia, Max Korzh, digelar di ibu kota Warsawa pada Sabtu (9/8) waktu setempat.

    Tusk menegaskan bahwa sebanyak 57 warga Ukraina dan enam warga Belarusia tersebut “harus meninggalkan negara ini secara sukarela atau secara paksa”.

    Dia menegaskan bahwa setiap orang harus menghormati hukum, apa pun kewarganegaraan mereka.

    “Polandia tidak bisa membiarkan sentimen anti-Ukraina berkobar,” kata Tusk, yang negaranya telah menjadi pendukung setia Ukraina sejak invasi militer Rusia pada Februari 2022 lalu.

    “Sebuah konflik antara Polandia dan Ukraina tentu akan menjadi hadiah bagi (Presiden Rusia Vladimir) Putin,” sebutnya.

    Rekaman video yang dibagikan secara online menunjukkan para penonton menyerbu arena selama pertunjukan rap di stadion nasional di Warsawa pada Sabtu (9/8) waktu setempat. Media lokal melaporkan ada sekitar 700.000 orang yang menghadiri konser tersebut.

    Kepolisian Polandia, dalam pernyataannya, mengatakan bahwa “polisi menahan 109 orang atas berbagai pelanggaran dan kejahatan, seperti kepemilikan narkoba, penyerangan terhadap petugas keamanan, kepemilikan dan membawa perangkat piroteknik, dan masuk tanpa izin ke area digelarnya acara massal”.

    Beberapa media yang beredar di media sosial tampak menunjukkan seorang penonton konser mengibarkan bendera Tentara Pemberontak Ukraina (UPA), kelompok gerilya yang berpihak pada Nazi Jerman. Simbol tersebut dilarang berdasarkan aturan hukum Polandia.

    “Kami melihat berbagai bendera dan simbol dipajang di sana. Kami mengumpulkan semua bukti ini dan mengirimkannya ke kantor kejaksaan,” kata juru bicara Kepolisian Polandia, Robert Szumiata, saat berbicara dengan televisi independen TVN24.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Trump Ikut Pertemuan Virtual dengan Zelensky Sebelum Jumpa Putin

    Trump Ikut Pertemuan Virtual dengan Zelensky Sebelum Jumpa Putin

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan menghadiri pertemuan virtual dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan para pemimpin Eropa lainnya. Pertemuan tersebut dilakukan menjelang pertemuan Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Alaska, AS.

    Pertemuan virtual tersebut diagendakan pada Rabu atau 2 hari sebelum Trump bertemu Putin, hal itu disampaikan seorang pejabat Gedung Putih kepada Anadolu. Pejabat tersebut mengonfirmasi keikutsertaan Trump dengan syarat anonim, sehari setelah Kanselir Jerman Friedrich Merz mengumumkan bahwa ia telah mengundang presiden AS, Zelensky, dan pejabat Eropa lainnya.

    Juru bicara pemerintah Jerman Stefan Kornelius mengatakan pertemuan virtual tersebut akan fokus untuk memberi tekanan pada Rusia. Pertemuan itu juga akan membahas tentang permintaan jaminan keamanan.

    “Akan berfokus pada opsi lebih lanjut untuk menekan Rusia dan persiapan untuk kemungkinan negosiasi perdamaian dan pertanyaan terkait klaim teritorial dan jaminan keamanan,” kata Kornelius, dilansir Anadolu, Rabu (13/8/2025)

    Pertemuan tersebut akan menyediakan berbagai format diskusi dengan partisipasi dari kepala negara dan pemerintahan Jerman, Finlandia, Prancis, Italia, Polandia, Inggris, dan Ukraina. Presiden Komisi Eropa, kepala Dewan Eropa, sekretaris jenderal NATO, dan wakil presiden AS juga diperkirakan akan bergabung dalam pembicaraan tersebut.

    Sementara itu, Gedung Putih sebelumnya menyebut pertemuan Trump dan Putin sebagai “latihan mendengarkan” bagi pemimpin Amerika tersebut.

    Juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt mengonfirmasi bahwa pertemuan puncak Putin dan Trump tersebut akan diadakan di Anchorage, kota terbesar di Alaska, pada hari Jumat. Di saat Presiden Trump akan menetapkan “tujuan” untuk dapat “mencapai pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana kita dapat mengakhiri perang ini.”

    “Hanya satu pihak yang terlibat dalam perang ini yang akan hadir, jadi ini adalah tugas presiden untuk pergi dan mendapatkan pemahaman yang lebih tegas dan lebih baik tentang bagaimana kita diharapkan dapat mengakhiri perang ini,” ujarnya kepada para wartawan di Gedung Putih.

    Leavitt menyinggung terkait Zelensky yang tidak akan hadir selama pertemuan tersebut. Ia menekankan bahwa pertemuan tersebut berlangsung atas permintaan Putin.

    Pembicaraan mendatang akan menjadi pertemuan tatap muka pertama antara presiden Rusia dan AS yang sedang menjabat sejak Juni 2021, ketika Putin bertemu dengan Presiden AS saat itu, Joe Biden, di Jenewa, Swiss. Pertemuan ini juga akan menandai pertama kalinya seorang presiden Rusia menginjakkan kaki di tanah Alaska sejak Kekaisaran Rusia menjual wilayah tersebut kepada AS pada tahun 1867.

    (yld/zap)

  • Israel Bersiap Kirim Serangan Baru, Netanyahu Minta Warga Gaza Keluar

    Israel Bersiap Kirim Serangan Baru, Netanyahu Minta Warga Gaza Keluar

    Jakarta

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyerukan kembali untuk ‘mengizinkan’ warga Palestina meninggalkan Gaza. Dia mengatakan seruan itu disampaikan karena militernya sedang mempersiapkan serangan yang lebih luas di wilayah Gaza.

    “Beri mereka kesempatan untuk meninggalkan, pertama-tama, zona pertempuran, dan secara umum meninggalkan wilayah tersebut, jika mereka mau,” ujarnya, merujuk pada arus keluar pengungsi selama perang di Suriah, Ukraina, dan Afghanistan, sebagaimana dilansir AFP, Rabu (13/8/2025).

    Di Jalur Gaza, Israel selama bertahun-tahun telah mengontrol ketat perbatasan dan melarang banyak orang pergi.

    “Kami akan mengizinkan ini, pertama-tama di Gaza selama pertempuran, dan kami pasti akan mengizinkan mereka meninggalkan Gaza juga,” kata Netanyahu.

    Bagi warga Palestina, setiap upaya untuk memaksa mereka meninggalkan tanah mereka akan mengingatkan mereka pada “Nakba”, atau bencana — pemindahan massal warga Palestina selama pembentukan Israel pada tahun 1948.

    Netanyahu telah mendukung usulan Trump tahun ini untuk mengusir lebih dari dua juta penduduk Gaza ke Mesir dan Yordania, sementara para menteri sayap kanan Israel telah menyerukan kepergian “sukarela” mereka.

    Serangan Baru Segera Mulai

    Sebelumnya, Netanyahu mengumumkan bahwa serangan militer terbaru terhadap Jalur Gaza akan segera dimulai. Netanyahu mengatakan bahwa dirinya berharap dapat menyelesaikan serangan terbaru ke Jalur Gaza dengan “cukup cepat”.

    Hal tersebut, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (11/8), disampaikan Netanyahu setelah rapat dengan kabinet keamanan Israel menyetujui rencana yang banyak dikritik untuk mengambil alih kendali atas Jalur Gaza.

    Dikatakan oleh Netanyahu, pada Minggu (10/8), bahwa dirinya tidak memiliki pilihan selain “menyelesaikan pekerjaannya” dan mengalahkan Hamas untuk membebaskan para sandera yang diculik dari wilayah Israel.

    Kantor Netanyahu mengatakan pada Minggu (10/8) malam bahwa sang PM Israel telah berbicara dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk membahas “rencana Israel untuk menguasai sisa benteng Hamas di Gaza”.

    Simak juga Video: Pensiunan Pilot Militer Israel Demo Minta Hentikan Perang di Gaza

    Halaman 2 dari 2

    (zap/yld)

  • Pertemuan Trump-Putin di Alaska, Siapa yang Diuntungkan?

    Pertemuan Trump-Putin di Alaska, Siapa yang Diuntungkan?

    Jakarta

    Vladimir Putin dan Donald Trump akan melakukan pertemuan pada 15 Agustus di Alaska. Hal ini diumumkan jelang akhir dari Ultimatum-Perang-Ukraina yang diajukan Presiden AS kepada pemimpin Rusia. Meski para pakar tidak melihat adanya terobosan baru dari pertemuan ini, namun beberapa hal dapat mendesak Putin untuk melakukan gencatan senjata.

    Siapa yang diuntungkan dari pertemuan yang ini?

    Pertemuan mendatang antara Putin dan Trump adalah pertemuan langsung pertama sejak Trump kembali terpilih sebagai Presiden AS. Pada pertengahan Juli, Trump menyatakan kekecewaannya kepada Putin, setelah melancarkan serangan udara terhadap Kyiv, dan menegaskan AS tidak diam atas tindakan Rusia.

    Setelah utusan khusus AS, Steve Witkoff, mengunjungi Putin di Kremlin pada 6 Agustus lalu, Gedung Putih mengumumkan saksi sekunder terhadap Rusia masih akan diberlakukan, dan juga memberikan sanksi tambahan terhadap negara-negara yang membeli minyak Rusia.

    Apa yang akan dibahas secara spesifik dalam pertemuan di Alaska masih belum jelas. Namun, pertemuan tersebut dipastikan akan membahas Ukraina, yang tidak hadir di sana. Baik Washington dan Moskow tidak berencana mengundang Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy.

    Para pengamat yang diwawancarai oleh DW meyakini, pertemuan tersebut akan menguntungkan Rusia. “Putin selalu berupaya agar dia dan Presiden AS – siapa pun yang menjabat posisi tersebut – menentukan nasib dunia. Citra ini diharapkan dapat menyebar ke seluruh dunia,” kata Mikhail Kasyanov, mantan Perdana Menteri Rusia tahun 2000 hingga 2004.

    Politikus oposisi Rusia Dmitry Gudkov, yang kini hidup sebagai eksil mengatakan, pertemuan di Alaska juga akan menjadi kesempatan langka bagi Putin untuk dapat berjabat tangan dengan salah satu pemimpin dunia Barat. Putin tidak ingin melewatkan kesempatan itu.

    “Bagi Putin, kesempatan untuk bertemu Trump sudah merupakan keuntungan besar. Trump pada dasarnya melegitimasi seorang penjahat perang dan memberinya hak untuk bernegosiasi dengan negara barat,” kata Gudkov. Jika Trump tidak ada, tambahnya, tidak akan ada yang bernegosiasi dengan Putin.

    Apa yang membuat Putin ingin menemui Trump?

    Kirill Rogov, ilmuwan politik dan juga pendiri media daring berbahasa Rusia “Re: Russia” yang menerbitkan analisis para ilmuwan Rusia, menyorot kian memburuknya kondisi ekonomi Rusia, melambatnya pergerakan pasukan Rusia di Ukraina, dan sanksi sekunder AS yang berpotensi membahayakan Rusia. Mengingat hal tersebut, Putin memiliki kepentingan untuk mengupayakan akhir dari perang.

    “Putin juga berharap, dapat menjual persetujuannya dengan harga yang jauh lebih tinggi daripada yang ia peroleh nantinya. Sebab hingga akhir tahun, posisi Putin akan makin memburuk jika serangan tidak berdampak dan tidak berubahnya situasi di medan perang,” kata Rogov. Pada saat yang sama, Rusia akan kehilangan India sebagai pembeli minyak mentah akibat sanksi lanjutan AS, dan terpaksa mempersiapkan serangan ofensif untuk tahun ketiga secara berturut-turut.

    Siapa diuntungkan gencatan senjata di ruang udara?

    Kremlin menyadari, kunjungan Steve Witkoff adalah kesempatan terakhir yang menghantarnya untuk bernegosiasi dengan Trump, menurut sumber anonim yang dikutip Bloomberg. Untuk hal tersebut, Putin mungkin memilih untuk ‘mengorbankan’ gencatan senjata di ruang udara.

    Menurut Dmitry Gudkow, langkah yang dikoordinasikan dengan administrasi Trump ini menguntungkan Moskow, bukan Kyiv. Pasalnya, Ukraina telah melakukan serangan balasan yang “efektif”, yang dalam beberapa waktu terakhir sering mengakibatkan penutupan bandara-bandara Rusia.

    Selain itu, gudang senjata, peralatan militer, dan kilang minyak di Rusia juga menjadi sasaran. Hal ini penting dari sudut pandang psikologis membuat warga Rusia menyadari bahwa perang juga terjadi di sekitar mereka, bukan hanya di televisi, kata Gudkov. “Jika serangan udara ini berhenti, Putin akan dengan tenang melanjutkan serangannya melalui darat, di mana Rusia memiliki keunggulan,” kata politisi oposisi tersebut.

    “Sikap Istimewa Trump Terhadap Putin”

    “Bahkan jika Trump dan Putin tidak mencapai kemajuan yang signifikan dalam pembicaraan mereka, Presiden Rusia mungkin dapat terhindar dari konsekuensi serius,” kata ilmuwan politik, Rogov.

    “Sikap Trump terhadap Putin selalu istimewa, hal ini lah yang diandalkan Putin. Trump selalu menghindari situasi yang menekan Putin secara langsung. Dan saat tekanan tidak terhindarkan, Trump memberikan peluang baru untuk mencapai kesepakatan, sehingga tekanan tidak benar benar diberikan,” jelas Rogov. Contohnya saja negosiasi antara kedua pemimpin negara yang dilakukan lewat dari tenggat waktu ultimatum.

    Apa yang dapat menekan Kremlin?

    Dmitrij Gudkow berpendapat, tidak ada lagi cara nyata yang efektif untuk menekan Rusia. Meskipun ada sanksi, ratusan tanker masih mengangkut minyak Rusia melintasi lautan dunia.

    Gudkow mengaitkan harapan akan gencatan senjata cepat, lebih dengan faktor internal daripada eksternal yang dapat menekan Kremlin.

    Semakin lama perang berlangsung, kata Gudkow, semakin sulit bagi Putin menjual perang dengan ‘kemenangan Rusia’. “Pada akhirnya, orang Rusia tidak akan peduli apakah Ukraina bergabung dengan NATO atau bagaimana perang ini berakhir – yang penting perang ini dapat berakhir,” kata politisi tersebut.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor Agus Setiawan

    Tonton juga video “Trump Ambil Alih Kendali Polisi Washington-Kerahkan Garda Nasional” di sini:

    (ita/ita)

  • Pertemuan Trump-Putin di Alaska, Siapa yang Diuntungkan?

    Pertemuan Trump-Putin di Alaska, Siapa yang Diuntungkan?

    Jakarta

    Vladimir Putin dan Donald Trump akan melakukan pertemuan pada 15 Agustus di Alaska. Hal ini diumumkan jelang akhir dari Ultimatum-Perang-Ukraina yang diajukan Presiden AS kepada pemimpin Rusia. Meski para pakar tidak melihat adanya terobosan baru dari pertemuan ini, namun beberapa hal dapat mendesak Putin untuk melakukan gencatan senjata.

    Siapa yang diuntungkan dari pertemuan yang ini?

    Pertemuan mendatang antara Putin dan Trump adalah pertemuan langsung pertama sejak Trump kembali terpilih sebagai Presiden AS. Pada pertengahan Juli, Trump menyatakan kekecewaannya kepada Putin, setelah melancarkan serangan udara terhadap Kyiv, dan menegaskan AS tidak diam atas tindakan Rusia.

    Setelah utusan khusus AS, Steve Witkoff, mengunjungi Putin di Kremlin pada 6 Agustus lalu, Gedung Putih mengumumkan saksi sekunder terhadap Rusia masih akan diberlakukan, dan juga memberikan sanksi tambahan terhadap negara-negara yang membeli minyak Rusia.

    Apa yang akan dibahas secara spesifik dalam pertemuan di Alaska masih belum jelas. Namun, pertemuan tersebut dipastikan akan membahas Ukraina, yang tidak hadir di sana. Baik Washington dan Moskow tidak berencana mengundang Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy.

    Para pengamat yang diwawancarai oleh DW meyakini, pertemuan tersebut akan menguntungkan Rusia. “Putin selalu berupaya agar dia dan Presiden AS – siapa pun yang menjabat posisi tersebut – menentukan nasib dunia. Citra ini diharapkan dapat menyebar ke seluruh dunia,” kata Mikhail Kasyanov, mantan Perdana Menteri Rusia tahun 2000 hingga 2004.

    Politikus oposisi Rusia Dmitry Gudkov, yang kini hidup sebagai eksil mengatakan, pertemuan di Alaska juga akan menjadi kesempatan langka bagi Putin untuk dapat berjabat tangan dengan salah satu pemimpin dunia Barat. Putin tidak ingin melewatkan kesempatan itu.

    “Bagi Putin, kesempatan untuk bertemu Trump sudah merupakan keuntungan besar. Trump pada dasarnya melegitimasi seorang penjahat perang dan memberinya hak untuk bernegosiasi dengan negara barat,” kata Gudkov. Jika Trump tidak ada, tambahnya, tidak akan ada yang bernegosiasi dengan Putin.

    Apa yang membuat Putin ingin menemui Trump?

    Kirill Rogov, ilmuwan politik dan juga pendiri media daring berbahasa Rusia “Re: Russia” yang menerbitkan analisis para ilmuwan Rusia, menyorot kian memburuknya kondisi ekonomi Rusia, melambatnya pergerakan pasukan Rusia di Ukraina, dan sanksi sekunder AS yang berpotensi membahayakan Rusia. Mengingat hal tersebut, Putin memiliki kepentingan untuk mengupayakan akhir dari perang.

    “Putin juga berharap, dapat menjual persetujuannya dengan harga yang jauh lebih tinggi daripada yang ia peroleh nantinya. Sebab hingga akhir tahun, posisi Putin akan makin memburuk jika serangan tidak berdampak dan tidak berubahnya situasi di medan perang,” kata Rogov. Pada saat yang sama, Rusia akan kehilangan India sebagai pembeli minyak mentah akibat sanksi lanjutan AS, dan terpaksa mempersiapkan serangan ofensif untuk tahun ketiga secara berturut-turut.

    Siapa diuntungkan gencatan senjata di ruang udara?

    Kremlin menyadari, kunjungan Steve Witkoff adalah kesempatan terakhir yang menghantarnya untuk bernegosiasi dengan Trump, menurut sumber anonim yang dikutip Bloomberg. Untuk hal tersebut, Putin mungkin memilih untuk ‘mengorbankan’ gencatan senjata di ruang udara.

    Menurut Dmitry Gudkow, langkah yang dikoordinasikan dengan administrasi Trump ini menguntungkan Moskow, bukan Kyiv. Pasalnya, Ukraina telah melakukan serangan balasan yang “efektif”, yang dalam beberapa waktu terakhir sering mengakibatkan penutupan bandara-bandara Rusia.

    Selain itu, gudang senjata, peralatan militer, dan kilang minyak di Rusia juga menjadi sasaran. Hal ini penting dari sudut pandang psikologis membuat warga Rusia menyadari bahwa perang juga terjadi di sekitar mereka, bukan hanya di televisi, kata Gudkov. “Jika serangan udara ini berhenti, Putin akan dengan tenang melanjutkan serangannya melalui darat, di mana Rusia memiliki keunggulan,” kata politisi oposisi tersebut.

    “Sikap Istimewa Trump Terhadap Putin”

    “Bahkan jika Trump dan Putin tidak mencapai kemajuan yang signifikan dalam pembicaraan mereka, Presiden Rusia mungkin dapat terhindar dari konsekuensi serius,” kata ilmuwan politik, Rogov.

    “Sikap Trump terhadap Putin selalu istimewa, hal ini lah yang diandalkan Putin. Trump selalu menghindari situasi yang menekan Putin secara langsung. Dan saat tekanan tidak terhindarkan, Trump memberikan peluang baru untuk mencapai kesepakatan, sehingga tekanan tidak benar benar diberikan,” jelas Rogov. Contohnya saja negosiasi antara kedua pemimpin negara yang dilakukan lewat dari tenggat waktu ultimatum.

    Apa yang dapat menekan Kremlin?

    Dmitrij Gudkow berpendapat, tidak ada lagi cara nyata yang efektif untuk menekan Rusia. Meskipun ada sanksi, ratusan tanker masih mengangkut minyak Rusia melintasi lautan dunia.

    Gudkow mengaitkan harapan akan gencatan senjata cepat, lebih dengan faktor internal daripada eksternal yang dapat menekan Kremlin.

    Semakin lama perang berlangsung, kata Gudkow, semakin sulit bagi Putin menjual perang dengan ‘kemenangan Rusia’. “Pada akhirnya, orang Rusia tidak akan peduli apakah Ukraina bergabung dengan NATO atau bagaimana perang ini berakhir – yang penting perang ini dapat berakhir,” kata politisi tersebut.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor Agus Setiawan

    Tonton juga video “Trump Ambil Alih Kendali Polisi Washington-Kerahkan Garda Nasional” di sini:

    (ita/ita)

  • Telepon India-Arab Saudi, Zelenskyy Galang Dukungan Jelang Pertemuan Trump-Putin

    Telepon India-Arab Saudi, Zelenskyy Galang Dukungan Jelang Pertemuan Trump-Putin

    JAKARTA – Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy berbicara dengan pemimpin India dan Arab Saudi pada Senin, dalam upaya memobilisasi dukungan bagi Kyiv di luar Eropa menjelang pertemuan yang direncanakan minggu ini antara Donald Trump dan Vladimir Putin.

    Zelenskyy memperoleh dukungan diplomatik dari Eropa dan aliansi NATO di tengah kekhawatira pemimpin AS dan Rusia mungkin mencoba mendikte persyaratan untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama 3,5 tahun.

    Dalam pernyataan terpisah pada Senin, 11 Agustus, Zelenskiy mengatakan ia telah berbicara dengan Perdana Menteri India Narendra Modi dan Putra Mahkota Saudi Mohammad bin Salman.

    Posisi keduanya mengambil posisi diplomatik yang hati-hati terkait invasi Rusia ke negara tetangganya.

    India adalah pembeli utama minyak Rusia dan Arab Saudi telah menempatkan diri sebagai mediator dalam konflik tersebut.

    Zelenskyy mengatakan dirinya berbicara dengan kedua pemimpin tersebut tentang penguatan posisi Ukraina dalam proses perdamaian apa pun.

    “Komunikasi dengan para pemimpin berlangsung hampir sepanjang waktu – kami terus berkomunikasi,” tulisnya di X.

    “Sekaranglah saatnya ada peluang nyata untuk mencapai perdamaian,” sambung Zelenskyy dilansir Reuters.

    Dalam percakapan panjang dengan Modi, Zelenskyy menerangkan dia juga membahas sanksi terhadap minyak Rusia.

    Trump pekan lalu mengenakan tarif tambahan sebesar 25% untuk barang-barang India, dengan alasan New Delhi terus mengimpor produk tersebut.

    “Saya mencatat bahwa perlu untuk membatasi ekspor energi Rusia, khususnya minyak, untuk mengurangi potensi dan kemampuannya dalam membiayai kelanjutan perang ini,” ujarnya.

    Menurut Presiden Ukraina, para pemimpin yang memiliki “pengaruh nyata terhadap Rusia” harus bertindak.

    Putin juga telah melakukan serangkaian panggilan telepon dalam beberapa hari terakhir, berbicara dengan para pemimpin China, India, Brasil, dan tiga negara bekas Uni Soviet untuk memberi pengarahan tentang kontaknya dengan Amerika Serikat terkait perang di Ukraina.

    Pada Rabu, Jerman akan mengadakan pertemuan virtual para pemimpin Eropa untuk membahas cara menekan Rusia agar mengakhiri perang di Ukraina menjelang panggilan telepon Eropa dengan Trump.

    Zelenskyy dan para pejabat Uni Eropa serta NATO diperkirakan akan menghadiri pertemuan tersebut.

    Presiden Ukraina sebelumnya memperingatkan konsesi apa pun kepada Rusia tidak akan meyakinkannya untuk menghentikan pertempuran di Ukraina. Tekanan terhadap Kremlin perlu ditingkatkan, kata Zelenskyy.

    “Rusia menolak untuk menghentikan pembunuhan, dan oleh karena itu tidak boleh menerima imbalan atau keuntungan apa pun,” tulisnya di X.

    “Konsesi tidak meyakinkan seorang pembunuh,” tegas dia.

  • 148 Negara Kini Akui Palestina, Siapa Saja & Manapula yang Tidak?

    148 Negara Kini Akui Palestina, Siapa Saja & Manapula yang Tidak?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sebanyak 148 negara kini mengaku kedaulatan negara Palestina. Ini menjadi update terbaru, dari total 193 negara yang tergabung dalam PBB.

    Ke-148 negara itu merepresentasikan 75% dari total negara di dunia. Lalu apa saja negara itu?

    Berikut daftarnya dari yang terbaru mengakui hingga yang paling awal, dikutip dari beragam sumber seperti Al-Jazeera dan CNN International, Selasa (12/8/2025).

    1.Meksiko: 20 Maret 2025

    2.Armenia: 21 Juni 2024

    3.Slovenia: 4 Juni 2024

    4.Irlandia: 22 Mei 2024

    5.Norwegia: 22 Mei 2024

    6.Spanyol: 22 Mei 2024

    7.Bahama: 8 Mei 2024

    8.Trinidad dan Tobago: 3 Mei 2024

    9.Jamaika: 24 April 2024

    10.Barbados: 20 April 2024

    11.Saint Kitts dan Nevis: 29 Juli 2019

    12.Kolombia: 3 Agustus 2018

    13.Saint Lucia: 14 September 2015

    14.Takhta Suci: 26 Juni 2015

    15.Swedia: 30 Oktober 2014

    16.Haiti: 27 September 2013

    17.Guatemala: 9 April 2013

    18.Thailand: 18 Januari 2012

    19.Islandia: 15 Desember 2011

    20.Brasil: 3 Desember 2011

    21.Grenada: 25 September 2011

    22.Antigua dan Barbuda: 22 September 2011

    23.Dominika: 19 September 2011

    24.Belize: 9 September 2011

    25.Saint Vincent dan Grenadines: 29 Agustus 2011

    26.Honduras: 26 Agustus 2011

    27.El Salvador: 25 Agustus 2011

    28.Suriah: 18 Juli 2011

    29.Sudan Selatan: 14 Juli 2011

    30.Liberia: 1 Juli 2011

    31.Lesotho: 3 Mei 2011

    32.Uruguay: 16 Maret 2011

    33.Paraguay: 29 Januari 2011

    34.Suriname: 26 Januari 2011

    35.Peru: 24 Januari 2011

    36.Guyana: 13 Januari 2011

    37.Chile: 7 Januari 2011

    38.Ekuador: 27 Desember 2010

    39.Bolivia: 17 Desember 2010

    40.Argentina: 6 Desember 2010

    41.Republik Dominika: 15 Juli 2009

    42.Venezuela: 27 April 2009

    43.Pantai Gading: 1 Desember 2008

    45.Lebanon: 30 November 2008

    46.Kosta Rika: 5 Februari 2008

    47.Montenegro: 24 Juli 2006

    48.Timor Leste: 1 Maret 2004

    49.Malawi: 23 Oktober 1998

    50.Kirgistan: 1 November 1995

    51.Afrika Selatan: 15 Februari 1995

    52.Papua Nugini: 13 Januari 1995

    53.Uzbekistan: 25 September 1994

    54.Tajikistan: 2 April 1994

    55.Bosnia dan Herzegovina: 27 Mei 1992

    56.Georgia: 25 April 1992

    57.Turkmenistan: 17 April 1992

    58.Azerbaijan: 15 April 1992

    59.Kazakstan: 6 April 1992

    60.Eswatini: 1 Juli 1991

    61.Filipina: 1 September 1989

    62.Vanuatu: 21 Agustus 1989

    63.Benin: 1 Mei 1989

    64.Guinea Khatulistiwa: 1 Mei 1989

    65.Kenya: 1 Mei 1989 Etiopia: 4 Februari 1989

    66.Rwanda: 2 Januari 1989

    67.Bhutan: 25 Desember 1988

    68.Afrika Tengah: 23 Desember 1988

    69.Burundi: 22 Desember 1988

    70.Botswana: 19 Desember 1988

    71.Nepal: 19 Desember 1988

    72.Kongo: 18 Desember 1988

    73.Polandia: 14 Desember 1988

    74.Oman: 13 Desember 1988

    75.Gabon: 12 Desember 1988

    76.Sao Tome dan Principe: 10 Desember, 1988

    77.Mozambik: 8 Desember 1988

    78.Angola: 6 Desember 1988

    79.Kongo: 5 Desember 1988

    80.Sierra Leone: 3 Desember 1988

    81.Uganda: 3 Desember 1988

    82.Laos: 2 Desember 1988

    83.Chad: 1 Desember 1988

    84.Ghana: 29 November 1988

    85.Togo: 29 November 1988

    86.Zimbabwe: 29 November 1988

    87.Maladewa: 28 November 1988

    88.Bulgaria: 25 November 1988

    89.Tanjung Verde: 24 November 1988

    90.Korea Utara: 24 November 1988

    91.Niger: 24 November 1988

    92.Rumania: 24 November 1988

    93.Tanzania: 24 November 1988

    94.Hongaria: 23 November 1988

    95.Mongolia: 22 November 1988

    96.Senegal: 22 November 1988

    97.Burkina Faso: 21 November 1988

    98.Kamboja: 21 November 1988

    99.Komoro: 21 November 1988

    100.Guinea: 21 November 1988

    101.Guinea-Bissau: 21 November 1988

    102.Mali: 21 November 1988

    103.China: 20 November 1988

    104.Belarus: 19 November 1988

    105.Namibia: 19 November 1988

    106.Rusia: 19 November 1988

    107.Ukraina: 19 November 1988

    108.Vietnam: 19 November 1988

    109.Siprus: 18 November 1988

    110.Republik Ceko: 18 November 1988

    111.Mesir: 18 November 1988

    112.Gambia: 18 November 1988

    113.India: 18 November 1988

    114.Nigeria: 18 November 1988

    115.Seychelles: 18 November 1988

    116.Slowakia: 18 November 1988

    117.Sri Lanka: 18 November 1988

    118.Albania: 17 November 1988

    119.Brunei Darussalam: 17 November 1988

    120.Djibouti: 17 November 1988

    121.Mauritius: 17 November 1988

    122.Sudan: 17 November 1988

    123.Afghanistan: 16 November 1988

    124.Bangladesh: 16 November 1988

    125.Kuba: 16 November 1988

    126.Yordania: 16 November 1988

    127.Madagaskar: 16 November 1988

    128.Nikaragua: 16 November 1988

    129.Pakistan: 16 November 1988

    130.Qatar: 16 November 1988

    131. Arab Saudi: 16 November 1988

    132.Serbia: 16 November 1988

    133.Uni Emirat Arab: 16 November 1988

    134.Zambia: 16 November 1988

    135.Aljazair: 15 November 1988

    136.Bahrain: 15 November 1988

    137.Indonesia: 15 November 1988

    138.Irak: 15 November 1988

    139.Kuwait: 15 November 1988

    140.Libya: 15 November 1988

    141.Malaysia: 15 November 1988

    142.Mauritania: 15 November 1988

    143.Maroko: 15 November 1988

    144.Somalia: 15 November 1988

    145.Tunisia: 15 November 1988

    146.Turki: 15 November 1988

    147.Yaman: 15 November 1988

    148.Iran: 4 Februari 1988

    Sementara beberapa negara akan mengakui di sidang PBB September nanti. Berikut antara lain:

    Australia

    Kanada

    Prancis

    Malta

    Portugal

    Inggris

    Lalu negara mana saja yang belum sama sekali mengakui?

    Amerika Serikat

    Panama

    Jerman

    Italia

    Austria

    Denmark

    Lithuania

    Moldova

    Kroasia

    Latvia

    Yunani

    Eritrea

    Kamerun

    Myanmar

    Korea Selatan

    Jepang

    Israel

    Selandia Baru (masih akan diputuskan melalui sidang parlemen bulan ini)

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]