Negara: Ukraina

  • Serahkan Donbas-Lupakan Ambisi Gabung NATO!

    Serahkan Donbas-Lupakan Ambisi Gabung NATO!

    Moskow

    Presiden Rusia Vladimir Putin disebut memiliki sejumlah tuntutan untuk Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menjelang prospek pertemuan keduanya untuk mengakhiri perang yang berkecamuk lebih dari tiga tahun terakhir.

    Tuntutan Putin itu, seperti dilansir Reuters, Jumat (22/8/2025), dibeberkan oleh tiga sumber yang memahami pemikiran level tinggi Kremlin.

    Putin, menurut ketiga sumber itu, menuntut Ukraina menyerahkan seluruh wilayah Donbas timur, meninggalkan ambisi bergabung aliansi NATO, tetap netral dan menjauhkan pasukan Barat dari wilayahnya.

    Pertemuan tertutup selama tiga jam antara Putin dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Alaska pada 15 Agustus lalu, menurut sumber anonim yang dikutip Reuters, membahas seperti apa kompromi Rusia mengenai Ukraina.

    Putin, dalam konferensi pers bersama Trump, mengatakan pertemuan itu diharapkan akan membuka jalan menuju perdamaian di Ukraina. Namun kedua pemimpin tidak memberikan rincian spesifik tentang apa yang mereka bahas.

    Dalam laporan paling detail mengenai tuntutan Putin yang disampaikan oleh pihak Rusia, Reuters menguraikan garis besar apa yang ingin dilihat Kremlin dalam kemungkinan kesepakatan damai untuk mengakhiri perang.

    Intinya, menurut sumber Rusia yang berbicara kepada Reuters, Putin telah berkompromi dengan tuntutan teritorial yang pernah diajukan pada Juni 2024, yang mengharuskan Kyiv menyerahkan empat provinsi yang diklaim Moskow sebagai bagian dari Rusia: Donetsk dan Luhansk di wilayah timur — yang membentuk Donbas — ditambah Kherson dan Zaporishzhia di wilayah selatan.

    Ukraina sebelumnya menolak tuntutan itu yang dianggap sama saja dengan menyerah.

    Dalam proposal terbarunya, menurut tiga sumber tersebut, Putin tetap pada tuntutan agar Ukraina sepenuhnya menarik diri dari wilayah Donbas yang masih dikuasainya. Sebagai imbalannya, imbuh sumber itu, Moskow akan menghentikan garis depan yang saat ini ada di Zaporizhzhia dan Kherson.

    Rusia, menurut ketiga sumber itu, juga bersedia menyerahkan sebagian kecil wilayah Kharkiv, Sumy, dan Dnipropetrovsk di Ukraina yang dikuasainya sebagai bagian dari kemungkinan kesepakatan.

    Soal rencana Ukraina bergabung NATO, menurut sumber-sumber tersebut, Putin berpegang pada tuntutan sebelumnya agar Kyiv meninggalkan ambisi tersebut. Putin juga menuntut NATO memberikan janji yang mengikat secara hukum bahwa mereka tidak akan memperluas aliansi lebih jauh ke timur Eropa.

    Selain itu, sebut ketiga sumber itu, Putin juga meminta pembatasan jumlah tentara Ukraina dan adanya kesepakatan soal tidak akan ada pasukan Barat yang dikerahkan ke Ukraina sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian.

    Otoritas Ukraina maupun Zelensky belum memberikan tanggapan langsung atas proposal tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Thailand-Kamboja Masih Bertempur, Tapi di Dunia Maya

    Thailand-Kamboja Masih Bertempur, Tapi di Dunia Maya

    Jakarta

    Thailand dan Kamboja memang sudah sepakat melakukan gencatan senjata sekitar tiga minggu lalu. Namun, kedua negara masih berperang di dunia maya demi memenangkan simpati internasional dan menggalang dukungan di dalam negeri.

    Sejak rentetan roket kiriman Kamboja menghantam Thailand pada 24 Juli silam yang kemudian dibalas serangan udara Thailand, pasukan media sosial Kamboja serta saluran media berbahasa Inggris yang dikontrol negara, menyebar tudingan dan hasutan yang sebagian besar tidak sesuai fakta.

    Taktik ini berhasil karena masyarakat Thailand yang juga memiliki masalah kepercayaan pada pemerintahnya menjadi mudah terpecah. Selain itu, dunia internasional juga belum berpihak pada Thailand.

    Alhasil, sengketa perbatasan yang telah berlangsung selama seabad ini makin meruncing dalam strategi berbeda.

    Adu informasi di media sosial

    Dengan memanfaatkan teknologi, Kamboja seolah piawai mengolah informasi. Padahal sebagian besar informasi yang dibagikan di media sosial kerap merupakan misinformasi dan disinformasi.

    Misalnya, Kamboja melaporkan pesawat tempur F16 Thailand telah ditembak jatuh dengan mengunggah gambar sebuah pesawat yang terbakar jatuh dari langit. Namun foto itu berasal dari Ukraina yang juga tengah berperang dengan Rusia.

    Tuduhan lain yang tidak berdasar adalah Thailand disebut telah menjatuhkan gas beracun disertai gambar pesawat pengebom air yang menjatuhkan bahan pemadam kebakaran berwarna merah muda. Faktanya, gambar itu adalah situasi kebakaran hutan di California beberapa waktu lalu.

    Bangkok juga gagal menyampaikan argumennya bahwa Kamboja bertanggung jawab atas eskalasi konflik dengan Thailand setelah menyerang pertama kali menggunakan roket sehingga menewaskan beberapa warga sipil Thailand.

    “Persepsinya Kamboja tampil lebih gesit, lebih tegas, dan lebih mengerti media. Sedangkan, Thailand selalu selangkah di belakang,” kata Clare Patchimanon, dalam siniar Lembaga Penyiaran Publik Thailand, Media Pulse.

    Mantan pemimpin Kamboja Hun Sen secara rutin menulis di Facebook untuk menuduh Thailand melanggar gencatan senjata (Hun Sen/ Facebook)

    Kondisi ini merupakan dampak dari hubungan pemerintah dan militer Thailand yang tidak harmonis. Bukan rahasia lagi, pemerintah Thailand yang didominasi Partai Pheu Thai pimpinan miliarder Thaksin Shinawatra berseberangan dengan militer Thailand.

    Situasi ini makin buruk pada Juni lalu.

    Hun Sen, mantan pemimpin Kamboja dan teman lama Thaksin, membocorkan percakapan telepon pribadi yang dilakukannya dengan putri Thaksin yaitu Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra.

    Paetongtarn memohon kepada Hun Sen untuk membantu menyelesaikan problem di perbatasan dan mengeluh jenderal tentara Thailand yang memimpin pasukan di sana menentangnya.

    Jenderal yang dimaksud adalah Letnan Jenderal Boonsin Padklang, komandan Angkatan Darat ke-2 yang kini cukup populer di Thailand dan punya banyak penggemar karena nasionalismenya yang tinggi walau bertentangan dengan pemerintah.

    Bocornya percakapan itu menyebabkan kegemparan politik di Thailand. Hal ini kemudian mendorong Mahkamah Konstitusi memberhentikan Paetongtarn yang kemudian sangat melemahkan pemerintah ketika krisis perbatasan bereskalasi.

    Sementara itu, Hun Sen berada di atas angin. Secara teknis, ia telah menyerahkan kekuasaan kepada putranya, Hun Manet. Namun, pengaruhnya setelah berkuasa hampir 40 tahun masih kuat. Tentara, partai yang berkuasa, dan media masih berada di bawah kendalinya.

    Sejak awal, Hun Sen rutin mengunggah foto-foto dirinya mengenakan seragam, tentara atau sedang meneliti peta militer dengan keterangan bernada mengejek Thailand dalam bahasa Khmer dan Inggris di halaman Facebook-nya.

    “Hun Sen sangat cerdas,” kata Sebastian Strangio, penulis buku Hun Sen’s Cambodia yang berisi laporan tentang kepemimpinannya.

    “Dia telah menggunakan taktik asimetris untuk memperlebar perpecahan yang sudah ada di Thailand. Dan fakta bahwa Kamboja sangat pandai dalam memainkan peran sebagai korban telah memberinya senjata ampuh lain untuk melawan Thailand di arena internasional,” sambung Strangio.

    BBC/ Jonathan HeadSeorang ahli bahan peledak Thailand menunjukkan cara mendeteksi ranjau di dekat lokasi seorang tentara Thailand terluka akibat ranjau darat pada 9 Agustus

    Meski motifnya dalam bermusuhan dengan keluarga Shinawatra masih belum jelas, tampaknya ia sedang mempersiapkan konflik yang lebih besar di perbatasan.

    Para pejabat Thailand mengakui mereka kesulitan melawan strategi yang digunakan pihak Kamboja.

    “Ini sangat berbeda dengan perang informasi yang pernah terjadi sebelumnya,” ujar Russ Jalichandra, wakil menteri luar negeri Thailand, kepada BBC.

    “Apa yang kami katakan harus kredibel dan dapat dibuktikan. Itulah satu-satunya senjata yang dapat kita gunakan untuk bertarung dalam perang ini. Dan kita harus berpegang teguh pada hal itu meski kadang kita tidak cukup cepat.”

    Sejak kapan sengketa perbatasan berlangsung?

    Thailand selalu berkeras sengketa perbatasannya dengan Kamboja harus diselesaikan secara bilateral, tanpa campur tangan pihak luar. Salah satunya dengan menggunakan Komisi Perbatasan Bersama yang dibentuk kedua negara sejak 25 tahun lalu. Namun, Kamboja ingin sengketa tersebut dibawa ke tingkat internasional.

    Kamboja adalah negara pertama yang mengajukan konflik perbatasan ini ke Dewan Keamanan PBB bulan lalu. Kamboja juga telah meminta Mahkamah Internasional untuk memutuskan letak perbatasan tersebut. Hal ini menciptakan dilema pada Thailand.

    Sebab, Thailand tidak mengakui yurisdiksi Mahkamah Internasional seperti banyak negara lain. Selain itu, ada ingatan kolektif Thailand mengenai kekalahan dan penghinaan di Mahkamah Internasional berkaitan sengketa perbatasan.

    Baik Thailand maupun Kamboja telah merekam kenangan pahit tentang kehilangan wilayah.

    Di pihak Kamboja, kenangan itu mengenai Kerajaan Khmer yang dulunya kuat tapi menjadi miskin karena perang dan revolusi akibat ambisi kerajaan-kerajaan tetangganya yang lebih besar.

    Di pihak Thailand, kenangan pahit tersebut adalah ketika kerajaan itu dipaksa mengorbankan wilayah pada awal abad ke-20 untuk mencegah kekuasaan kolonial Prancis atau Inggris.

    Saat Thailand menyetujui perbatasan baru dengan Kamboja yang diduduki Prancis, mereka mengizinkan pembuat peta dari Prancis untuk menggambar peta.

    Namun ketika Kamboja menjadi negara merdeka pada 1953, pasukan Thailand menduduki kuil Khmer yang disebut Preah Vihear atau Khao Phra Viharn dalam bahasa Thailand. Lokasi kuil berada di puncak tebing yang menjadi penanda perbatasan.

    Cambodian Mine Action Centre (CMAC)Pejabat Kamboja menunjukkan apa yang mereka duga sebagai kerusakan di kuil Preah Vihear akibat penembakan yang dilakukan oleh tentara Thailand

    Pihak Thailand berargumen bahwa kartografer Prancis telah melakukan kesalahan dengan memindahkan perbatasan dari daerah aliran sungai sebagai garis pemisah yang telah disepakati dan menempatkan kuil tersebut di Kamboja.

    Mahkamah Internasiona memutuskan bahwa terlepas dari kekurangan peta tersebut, Thailand gagal membuktikan wilayah itu adalah milik mereka 50 tahun sebelumnya.

    Penguasa militer Thailand saat itu terkejut dengan hasil keputusan tersebut dan ingin menyerang Kamboja, Namun, para diplomat Thailand membujuknya untuk menerima putusan tersebut dengan berat hati.

    Sensitivitas Thailand atas kekalahan pada 1962 membuat negara itu secara politis tidak menerima peran Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan sengketa perbatasan yang tersisa.

    Hal ini memungkinkan Hun Sen untuk menggambarkan Thailand sebagai negara yang menentang hukum internasional.

    Ranjau darat Kamboja

    Kini, Thailand melawan narasi Kamboja lebih efektif, yaitu penggunaan ranjau darat. Kedua negara adalah penandatangan Konvensi Ottawa yang melarang penggunaan ranjau anti-personel.

    Kamboja memiliki warisan traumatis sebagai salah satu negara yang paling banyak menggunakan ranjau darat di dunia. Jadi, tuduhan Thailand bahwa tentara Kamboja memasang ranjau anti-personel baru di sepanjang perbatasan, yang menyebabkan banyak tentara Thailand terluka, merupakan tuduhan yang janggal bagi pemerintah Kamboja.

    Awalnya, Kamboja menepis tuduhan tersebut, dengan mengatakan ranjau-ranjau itu adalah ranjau-ranjau tua yang tersisa dari perang saudara pada 1980-an.

    Pemerintah Thailand kemudian membawa sekelompok diplomat dan wartawan ke perbatasan untuk menunjukkan apa yang mereka temukan.

    Di atas sebuah meja di hutan, hanya beberapa ratus meter dari perbatasan, terdapat kumpulan amunisi yang menurut tim penjinak ranjau Thailand ditemukan dari area yang sebelumnya diduduki oleh pasukan Kamboja.

    Di antara amunisi-amunisi itu terdapat lusinan cakram plastik tebal berwarna hijau dengan diameter sebesar piring. Salah satunya adalah ranjau PMN-2 buatan Rusia yang mengandung sejumlah besar bahan peledak dan cukup untuk menyebabkan kerusakan anggota tubuh yang parah. Beberapa di antaranya terlihat masih baru dan belum pernah diletakkan.

    Hal ini mendorong Kamboja untuk menepis klaim Thailand sebagai tudingan yang tidak berdasar. Namun, BBC diperlihatkan ranjau-ranjau lain yang telah dipersenjatai dan dikubur baru-baru ini, bukan pada 1980-an.

    Atas hal ini, Thailand menyerukan tindakan terhadap Kamboja kepada para penandatangan Konvensi Ottawa lainnya. Thailand meminta negara-negara yang mendukung program-program penghapusan ranjau di Kamboja untuk berhenti mendanai program-program tersebut.

    Thailand berargumen bahwa penolakan Kamboja mengakui adanya ranjau darat atau penolakan menyetujui rencana penghapusan ranjau darat menunjukkan kurangnya itikad baik dalam menyelesaikan sengketa perbatasan.

    BBC/ Jonathan HeadRanjau PMN-2 buatan Rusia yang menurut militer Thailand baru-baru ini dipasang oleh tentara Kamboja

    Kamboja tak mau kalah. Mereka membalas dengan menuduh Thailand menggunakan amunisi tandan dan peluru fosfor putih. Meski tidak dilarang tapi dapat menimbulkan ancaman bagi non-kombatan; militer Thailand telah mengakui menggunakan amunisi tersebut tapi hanya untuk melawan sasaran militer.

    Kamboja juga telah mempublikasikan foto-foto yang menunjukkan kerusakan kuil Preah Vihear, sebuah Situs Warisan Dunia, akibat penembakan Thailandhal yang dibantah oleh militer Thailand.

    Tuduhan yang tak henti-hentinya dari kedua negara membuat upaya damai atas sengketa perbatasan mereka tidak mungkin terjadi.

    Hun Sen dan putranya telah diuntungkan secara politis karena dapat menggambarkan diri mereka sebagai pembela tanah Kamboja, tetapi konflik ini telah membuat tantangan politik yang dihadapi oleh pemerintah Thailand menjadi lebih buruk.

    Konflik ini telah memicu permusuhan yang intens antara kubu nasionalis Thailand dan Kamboja. Ratusan ribu pekerja migran Kamboja telah meninggalkan Thailand, yang akan memukul perekonomian Kamboja yang sudah mengalami kesulitan.

    “Kedua belah pihak menggambarkan perbatasan sebagai garis pemisah yang sakral di antara negara mereka,” kata Strangio.

    “Simbolisme ini sangat penting. Hal ini menyangkut pertanyaan yang sangat dalam tentang identitas nasional, dan ini adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar lagi oleh kedua belah pihak saat ini.”

    Read more about the Thai-Cambodia dispute

    (ita/ita)

  • Update Rusia: Putin Marah Besar-Ukraina Siap Hentikan Perang

    Update Rusia: Putin Marah Besar-Ukraina Siap Hentikan Perang

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Peperangan Rusia-Ukraina masih terus terjadi. Meski kedua negara sudah dalam koridor pembicaraan perdamaian yang diinisiasi Amerika Serikat (AS), pertempuran masih sengit antara dua negara eks Soviet itu.

    Berikut sejumlah perkembangan terbarunya dikutip berbagai sumber dalam beberapa jam terakhir per Jumat (22/8/2025):

    1. NATO Arahkan Jet Tempur Mendekat Ukraina.

    Ketegangan di perbatasan timur NATO kembali meningkat setelah Polandia mengumumkan pengerahan jet tempur dan peningkatan kesiapan pertahanan udara menyusul serangan rudal jarak jauh Rusia ke wilayah Ukraina yang berdekatan dengan perbatasannya.

    Langkah itu dilakukan untuk mengantisipasi risiko meluasnya serangan lintas batas yang berulang kali mengkhawatirkan negara-negara anggota aliansi.

    “Sehubungan dengan aktivitas penerbangan jarak jauh Federasi Rusia yang melancarkan serangan ke wilayah Ukraina, termasuk dengan penggunaan rudal hipersonik, pesawat Angkatan Udara Polandia dan penerbangan sekutu beroperasi di wilayah udara Polandia,” tulis militer Polandia di platform X, Kamis (21/8/2025).

    Komando Operasional Angkatan Bersenjata Polandia menegaskan bahwa seluruh kekuatan dan aset yang tersedia telah diaktifkan sesuai prosedur. “Pasangan jet tempur siaga telah dikerahkan, sementara sistem pertahanan udara dan radar pengintaian mencapai tingkat kesiapan tertinggi,” ungkap pernyataan itu.

    Militer Polandia menambahkan tindakan tersebut diambil untuk “memastikan keamanan wilayah Republik Polandia dan warganya,” khususnya di kawasan yang berbatasan langsung dengan Ukraina dan terdampak operasi militer Rusia.

    Langkah Polandia muncul setelah Rusia melancarkan serangan udara semalam ke kota Lviv, Ukraina barat, yang hanya berjarak puluhan kilometer dari perbatasan Polandia. Wali Kota Lviv, Andriy Sadovyi, mengatakan kota itu kembali mengalami malam mencekam akibat serangan kombinasi drone Shahed buatan Iran dan rudal Rusia.

    “Lviv mengalami malam yang bising. Musuh melancarkan serangan gabungan dengan drone Shahed dan rudal. Mereka kembali menghantam Jalan Olena Stepanivna, sama seperti sebulan lalu. Laporan awal menunjukkan adanya korban jiwa,” tulis Sadovyi di Telegram.

    “Satu orang meninggal dunia dan dua lainnya terluka akibat serangan ini. Semua layanan darurat telah bekerja di lokasi. Informasi mengenai kebakaran di beberapa lokasi lain juga sudah diterima dan sedang diperiksa. Komisi tanggap darurat sedang dibentuk,” imbuhnya.

    2. Rusia Tembak 574 Drone ke Ukraina

    Pemerintah Ukraina mengumumkan bahwa Rusia melancarkan salah satu serangan udara terbesar tahun ini. Menurut Angkatan Udara Ukraina, serangan semalam yang terjadi pada hari Kamis (21/8/2025) melibatkan total 574 drone dan 40 rudal balistik serta jelajah. Sebagai respons, sistem pertahanan udara Ukraina berhasil menembak jatuh 546 drone dan 31 rudal.

    Fokus utama serangan ini adalah wilayah barat Ukraina, area yang selama ini relatif aman dan diyakini menjadi lokasi penyimpanan sebagian besar bantuan militer dari sekutu Barat. Serangan tersebut juga secara spesifik menghantam sebuah pabrik elektronik milik Amerika Serikat yang berlokasi di dekat perbatasan Hungaria. Presiden American Chamber of Commerce di Ukraina, Andy Hunder, mengatakan bahwa serangan itu merupakan pukulan langsung terhadap investasi AS di negara tersebut.

    Menurut keterangan resmi, setidaknya satu orang tewas dan 15 lainnya terluka akibat serangan tersebut. Pada saat serangan terjadi, dilaporkan ada sekitar 600 pekerja shift malam di dalam pabrik elektronik yang diserang. Meskipun sebagian besar berhasil selamat, enam orang di antaranya mengalami luka-luka.

    Serangan ini terjadi di tengah upaya diplomatik yang kembali digencarkan oleh Amerika Serikat untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama tiga tahun. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengutuk serangan tersebut dan menyatakan bahwa tindakan Rusia ini membuktikan bahwa Moskow tidak memiliki niat tulus untuk berdamai. 

    Menanggapi tuduhan tersebut, Kementerian Pertahanan Rusia menegaskan bahwa serangan mereka menargetkan “perusahaan kompleks industri militer Ukraina,” termasuk pabrik drone, depot penyimpanan, lokasi peluncuran rudal, dan area di mana pasukan Ukraina berkumpul. Rusia membantah tuduhan menargetkan warga sipil. 

    3. Bos Nuklir Rusia Buka-bukaan Ada Ancaman Kolosal

    Kepala Badan Energi Atom Rusia (Rosatom) Alexey Likhachev memperingatkan bahwa Rusia menghadapi “ancaman kolosal” sehingga harus terus memperkuat persenjataan nuklirnya.

    “Dalam situasi geopolitik saat ini, ini adalah masa ancaman kolosal terhadap eksistensi negara kita,” ujar Likhachev pada Kamis (21/8/2025), dikutip kantor berita RIA Novosti.

    Menurutnya, senjata nuklir menjadi benteng terakhir kedaulatan Rusia.

    “Perisai nuklir, yang juga merupakan pedang, adalah jaminan kedaulatan kita. Hari ini kita memahami bahwa perisai nuklir di tahun-tahun mendatang harus terus ditingkatkan,” tegasnya.

    Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan nuklir antara Rusia dan aliansi pertahanan NATO yang dipimpin Amerika Serikat (AS), sejak Moskow menginvasi Ukraina.

    Rusia diketahui memiliki persenjataan nuklir terbesar di dunia dan dalam beberapa tahun terakhir gencar memodernisasi armadanya, termasuk dengan rudal hipersonik yang diklaim mampu menembus sistem pertahanan Barat.

    4. Ukraina: Perlu Bekukan Permusuhan di Medan Perang.

    Salah satu skenario untuk mengakhiri konflik Ukraina-Rusia adalah Kyiv menerima pembekuan permusuhan di sepanjang garis pertempuran saat ini. Hal ini disampaikan penasihat senior untuk Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Mykhailo Podolyak.

    Berbicara kepada surat kabar Italia La Repubblica dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada hari Kamis, ajudan senior itu mengomentari potensi konsesi yang bisa diberikan Kyiv untuk kesepakatan damai.

    “Posisi awal Ukraina adalah sebagai berikut: kami memahami bahwa salah satu skenario dasar untuk keluar dari perang ini adalah membekukan konflik di sepanjang garis depan,” kata Podolyak. Beberapa wilayah akan tetap menjadi wilayah Rusia secara “de facto,” tambahnya.

    “Secara de jure, tidak ada yang akan mengakui wilayah-wilayah itu sebagai wilayah Rusia, dan upaya besar perlu dikerahkan melalui “alat ekonomi, diplomatik, dan lainnya untuk mendapatkannya kembali,” kata Podolyak.

    Dalam skenario seperti itu, Kyiv juga harus dimasukkan ke dalam aliansi, tambah Podolyak. “Bukan NATO, tetapi aliansi tetap,” katanya. Menurut Podolyak, pengerahan kontingen militer ke Ukraina dari “berbagai negara” sedang dalam diskusi dengan sekitar sepuluh negara, terutama Prancis.

    5. Moskow Beri Syarat Pertemuan Putin-Zelensky.

    Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menguraikan syarat untuk pertemuan Putin-Zelensky. Hal ini disampaikannya pada hari Kamis (21/8/2025).

    Dalam pernyataannya, Lavrov mengatakan bahwa Presiden Rusia berulang kali menyatakan bahwa dia siap untuk bertemu, termasuk dengan Zelensky, jika ada pemahaman bahwa semua masalah yang memerlukan pertimbangan di tingkat tertinggi telah dibahas secara menyeluruh oleh para ahli dan menteri.

    “Pemimpin Ukraina mendesak pertemuan cepat dengan Putin karena dia ingin tetap menjadi sorotan dan khawatir bahwa perhatian komunitas internasional terhadapnya menurun,” kata Lavrov.

    Diplomat tinggi itu mencatat bahwa Zelensky sebelumnya menolak setiap pembicaraan dengan Putin dan bahkan menandatangani dekret pada tahun 2022 yang melarang negosiasi semacam itu, yang hingga kini belum dia batalkan.

    “Jelas, aktivitasnya terkait dengan penyelenggaraan pertemuan puncak dengan pemimpin Rusia juga memiliki tujuan untuk menampilkan fokusnya yang konon konstruktif pada proses penyelesaian, tetapi pada kenyataannya, ini hanyalah tentang mengganti kerja serius, keras, dan sulit dalam menyepakati prinsip-prinsip resolusi krisis yang berkelanjutan… dengan efek khusus dan trik dalam gaya KVN dan Kvartal 95,” katanya, merujuk pada acara-acara di mana Zelensky muncul selama masanya sebagai seorang komedian.

    (tps/tps)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Harga Minyak Dunia Melejit Imbas Ketidakpastian Upaya Perdamaian Rusia-Ukraina – Page 3

    Harga Minyak Dunia Melejit Imbas Ketidakpastian Upaya Perdamaian Rusia-Ukraina – Page 3

    Sebelumnya, harga minyak menguat pada perdagangan Rabu, 20 Agustus 2025. Kenaikan harga minyak ini seiring American Petroleum Institute melaporkan penurunan persediaan minyak mentah Amerika Serikat.

    Selain itu, investor menanti langkah selanjutnya dalam perundingan untuk mengakhiri perang Ukraina dengan sanksi terhadap minyak mentah Rusia yang masih berlaku saat ini.

    Mengutip CNBC, Kamis (21/8/2025), harga minyak Brent berjangka naik 66 sen atau 1% menjadi USD 66,45 per barel pada pukul 08.19 ET. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September bertambah 78 sen atau 1,25% menjadi USD 63,13.

    Harga minyak mentah turun lebih dari 1% pada hari Selasa di tengah optimisme bahwa kesepakatan untuk mengakhiri perang Ukraina-Rusia tampak semakin dekat. Namun, Presiden AS Donald Trump mengakui Presiden Rusia Vladimir Putin mungkin tidak ingin mencapai kesepakatan.

    “Tampaknya harga minyak turun pada suatu hari, diikuti oleh rebound pada hari berikutnya. Laporan API berada di sisi positif, jadi saya berasumsi beberapa dukungan harga berasal dari sana,” kata Analis di UBS, Giovanni Staunovo.

     

  • Potret Rusia Hujani Ukraina 614 Drone & Rudal, Pabrik AS Jadi Korban

    Potret Rusia Hujani Ukraina 614 Drone & Rudal, Pabrik AS Jadi Korban

    Di kota Lviv, serangan yang sama menewaskan satu orang, melukai tiga lainnya, serta merusak 26 rumah, menurut Gubernur Maksym Kozytskyi. Angkatan Udara Ukraina melaporkan bahwa Rusia meluncurkan 574 pesawat nirawak dan 40 rudal dalam serangan semalam, menjadikannya serangan terbesar pada Agustus ini. (REUTERS/Roman Baluk)

  • Bos Nuklir Rusia Buka-bukaan Ada Ancaman Kolosal, Perang Baru Dimulai?

    Bos Nuklir Rusia Buka-bukaan Ada Ancaman Kolosal, Perang Baru Dimulai?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kepala Badan Energi Atom Rusia (Rosatom) Alexey Likhachev memperingatkan bahwa Rusia menghadapi “ancaman kolosal” sehingga harus terus memperkuat persenjataan nuklirnya.

    “Dalam situasi geopolitik saat ini, ini adalah masa ancaman kolosal terhadap eksistensi negara kita,” ujar Likhachev pada Kamis (21/8/2025), dikutip kantor berita RIA Novosti.

    Menurutnya, senjata nuklir menjadi benteng terakhir kedaulatan Rusia.

    “Perisai nuklir, yang juga merupakan pedang, adalah jaminan kedaulatan kita. Hari ini kita memahami bahwa perisai nuklir di tahun-tahun mendatang harus terus ditingkatkan,” tegasnya.

    Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan nuklir antara Rusia dan aliansi pertahanan NATO yang dipimpin Amerika Serikat (AS), sejak Moskow menginvasi Ukraina.

    Rusia diketahui memiliki persenjataan nuklir terbesar di dunia dan dalam beberapa tahun terakhir gencar memodernisasi armadanya, termasuk dengan rudal hipersonik yang diklaim mampu menembus sistem pertahanan Barat.

    Di sisi lain, Washington juga memperkuat sistem pertahanan rudalnya. AS tengah mengembangkan perisai pertahanan berbasis ruang angkasa, yang oleh mantan Presiden Donald Trump dijuluki “Kubah Emas”.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 614 Drone-Rudal Rusia Hujani Ukraina, 1 Orang Tewas-Belasan Luka

    614 Drone-Rudal Rusia Hujani Ukraina, 1 Orang Tewas-Belasan Luka

    Kyiv

    Ratusan drone dan rudal Rusia menghujani wilayah Ukraina bagian barat pada Kamis (21/8) dini hari, yang tercatat sebagai serangan terbesar Moskow sejak pertengahan Juli lalu. Sedikitnya satu orang tewas dan belasan orang lainnya mengalami luka-luka akibat rentetan serangan tersebut.

    Angkatan Udara Ukraina, seperti dilansir AFP, Kamis (21/8/2025), melaporkan bahwa pasukan Rusia telah meluncurkan total 614 drone dan rudal terhadap wilayah barat negara tersebut. Lebih lanjut disebutkan Angkatan Udara Ukraina bahwa serangan udara Moskow itu terdiri atas 574 drone dan 40 rudal.

    Unit pertahanan udara Ukraina disebut telah menembak jatuh sebanyak 546 drone dan 31 rudal Rusia di antaranya.

    Dalam pernyataan via Telegram, Angkatan Udara Ukraina menyebut serangan udara Rusia itu tercatat di sebanyak 11 lokasi berbeda, dengan puing-puing drone serta rudal terjatuh di tiga lokasi.

    Laporan korban tewas akibat serangan Rusia itu disampaikan oleh kepala administrasi militer di kota Lviv yang ada di wilayah barat Ukraina, Maksym Kozytskyi.

    “Sedikitnya satu orang tewas dan dua orang lainnya luka-luka akibat serangan gabungan UAV (drone) dan rudal jelajah di Lviv. Puluhan bangunan permukiman mengalami kerusakan,” sebut Kozytskyi.

    Serangan Rusia juga dilaporkan melukai 12 orang lainnya di kota Mukachevo, yang terletak di dekat perbatasan Ukraina dengan Hungaria dan Slovakia. Beberapa korban luka itu kini mendapatkan perawatan medis di rumah sakit setempat.

    “Lima pasien dirawat di rumah sakit, dan satu pasien lainnya dipindahkan ke rumah sakit daerah,” kata Dewan Kota Mukachevo dalam pernyataannya.

    Serangan udara terbaru Moskow terhadap Kyiv ini terjadi saat terus berlangsungnya upaya yang dipimpin Amerika Serikat (AS) untuk mengakhiri perang yang berkecamuk selama lebih dari tiga tahun terakhir.

    Para pejabat Ukraina mengatakan pada Kamis (21/8) bahwa serangan-serangan itu menunjukkan Rusia tidak serius mengenai kesepakatan damai, meskipun upaya diplomatik AS semakin intensif dalam beberapa hari terakhir.

    “Rusia terus menunjukkan bahwa mereka tidak tertarik pada perdamaian,” sebut Perdana Menteri (PM) Ukraina Yulia Svyrydenko dalam pernyataannya.

    “Semalam, Ukraina menjadi sasaran serangan gabungan berskala besar: drone, rudal jelajah, dan rudal balistik, bahkan senjata hipersonik,” ucapnya.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Ukraina Andriy Sybiga, dalam pernyataan terpisah, menyebut serangan Rusia itu “tidak memiliki logika atau kebutuhan militer”. Dia menyebut rentetan serangan itu “hanyalah teror terhadap rakyat”.

    Lihat Video ‘Momen Drone Ukraina Tabrak Apartemen di Rostov-on-Don Rusia’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Negara Ini Jadi Opsi Pertemuan Putin-Zelensky

    Negara Ini Jadi Opsi Pertemuan Putin-Zelensky

    Berlin

    Para pemimpin Eropa terlihat lega karena upaya intensif mereka untuk memastikan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mendapat tempat dalam pembicaraan masa depan Ukraina akhirnya membuahkan hasil. Hanya saja, tantangan diplomatik yang sesungguhnya justru baru akan dimulai.

    Pertanyaannya, di mana lokasi yang benar-benar bisa mempertemukan Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin?

    “Di Eropa Ada Banyak Tempat Layak”

    Kepada DW, Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman Johann Wadephul mengatakan bahwa ada “banyak tempat layak di Eropa” untuk melakukan negosiasi. Berlin, kata dia, tidak berniat menjadi tuan rumah dan menyebut Swiss sebagai lokasi yang “selalu layak dari dulu”.

    Namun, menemukan “lokasi netral” dalam artian harfiah, antara Amerika Serikat, Rusia, Ukraina, dan mungkin negara-negara Eropa lainnya bukan hal mudah. Secara hukum, hal itu juga cukup rumit.

    Vladimir Putin saat ini menjadi buronan internasional. Dia didakwa oleh Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) dalam kasus dugaan kejahatan perang, termasuk pemindahan anak-anak secara ilegal dari wilayah Ukraina yang diduduki ke Rusia. Tuduhan ini, dibantah oleh Putin.

    Oleh karena itu, dakwaan ICC tersebut membuat perjalanan internasional Putin menjadi rumit. Secara teknis, 125 negara yang menjadi anggota ICC wajib menangkap siapa pun yang menjadi subjek surat perintah ICC jika memasuki wilayah mereka.

    Baik Rusia maupun AS tidak mengakui yurisdiksi ICC, sehingga muncul perdebatan hukum soal kekebalan yang dimiliki Putin. Pada hari Rabu (20/08), Washington meningkatkan tekanan diplomatik terhadap ICC dengan menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah hakim.

    Jerman dan Prancis Andalkan Swiss

    Menlu Swiss Ignazio Cassis mengatakan negaranya “lebih dari siap” untuk menjadi tuan rumah pertemuan tersebut. Pihak Prancis juga menyetujui hal tersebut dan mengatakan Jenewa adalah lokasi ideal untuk negosiasi perdamaian.

    Meskipun Swiss adalah anggota ICC, tapi pemerintahnya mengatakan Putin akan diberikan “kekebalan” untuk pembicaraan.

    Hanya saja, dosen hukum pidana Internasional dari University of Amsterdam Mathhias Holvoet mengatakan bahwa hal tersebut cukup lemah dari kaca mata hukum. Kepada DW dia mengatakan, dalam sistem demokrasi liberal, pihak yudikatif yang independen nonpemerintah, harusnya mengambil keputusan soal penangkapan tersebut.

    “Pada kenyataannya, saya menduga akan ada semacam kesepakatan antara eksekutif dan yudikatif untuk tidak mengeksekusi surat perintah penangkapan ini,” papar Holvoet, sambil mencatat bahwa ada sedikit konsekuensi untuk mengabaikan aturan ICC.

    Swiss memiliki sejarah panjang dalam hal netralitas. Mereka menjadi markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hingga menjaga jarak dengan Uni Eropa dan aliansi militer NATO. Namun, Swiss telah memberlakukan sanksi terhadap Rusia atas invasi ke Ukraina.

    Pemerintah Swiss mengatakan mereka telah terlibat dalam 30 proses perdamaian, termasuk pembicaraan tentang Armenia, Siprus, Mozambik, dan Sudan. Pada tahun 2021, Jenewa menjadi tuan rumah pembicaraan antara Putin dan mantan presiden AS Joe Biden.

    Wilayah Uni Eropa, di Luar NATO: Austria

    Kanselir Austria juga menawarkan ibu kota negaranya, Wina, sebagai calon tempat yang potensial. Austria adalah anggota Uni Eropa, tetapi telah netral secara militer sejak tahun 1950-an dan tetap berada di luar NATO.

    “Austria membayangkan dirinya sebagai jembatan antara timur dan barat,” kata Reinhard Heinisch, seorang profesor ilmu politik di University of Salzburg, kepada DW.

    Dia menyoroti rekam jejak Austria dalam hal diplomatik. Mulai dari pembicaraan AS-Rusia saat era Perang Dingin, hingga negosiasi tentang program nuklir Iran dalam dekade ini.

    Sebagai anggota ICC, Austria menghadapi dilema hukum yang sama dengan Swiss. Hanya saja, kata Heinisch, “Austria terkenal dengan komprominya,” dan menambahkan bahwa banyak hal dalam hukum Austria yang “masih bisa ditafsirkan.”

    Profesor hukum Holvoet menyebut penundaan surat perintah bisa dilakukan lewat kesepakatan dengan pihak Dewan Keamanan PBB. Hanya saja opsi itu, kata dia, secara politik tidak realistis.

    Kenangan Buruk di Budapest

    Pihak Paman SAM dikabarkan mempertimbangkan Hungaria sebagai lokasi. Negara Eropa Tengah tersebut mundur dari ICC awal 2025, setelah pengadilan mengeluarkan dakwaan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang merupakan sekutu dekat pemimpin Hungaria Viktor Orban.

    Secara hukum internasional, opsi ini mungkin lebih mudah, tapi secara politik, Budapest tidak disukai banyak negara Eropa. Perdana Menteri Polandia Donald Tusk bahkan mengingatkan bahwa Ukraina pernah mendapat jaminan keamanan yang gagal di Budapest pada 1994. Saat itu Ukraina menyerahkan senjata nuklirnya, sebagai imbalannya Ukraina mendapat jaminan dari AS, Rusia, dan Inggris.

    “Mungkin saya agak percaya dengan takhayul, tapi kali ini saya akan mencari tempat lain,” tulis Tusk di akun X resminya.

    Hungaria, juga dikenal sebagai pihak bermasalah utama di Uni Eropa. Mereka sering kali memblokir atau meringankan sanksi Uni Eropa terhadap Rusia.

    “Banyak pihak Uni Eropa melihat Orban sebagai semacam ‘kuda troya’ bagi kepentingan Rusia,” papar Heinisch. Namun, dia menambahkan, Eropa mungkin kesulitan menolak jika Trump dan Putin sepakat memilih Budapest, ibu lota Hungaria, sebagai lokasi pertemuan.

    Turki: Anggota NATO, Tapi di Luar ICC

    Media Turki mulai berspekulasi soal pertemuan Zelenskyy dan Putin di negara tersebut. Hal itu menyusul komunikasi antara Presiden Recep Tayyip Erdogan dengan Putin pada Rabu (20/08).

    Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut Putin berterima kasih atas “upaya Erdogan memfasilitasi pembicaraan Rusia-Ukraina di Istanbul.”

    Turki telah menjadi tuan rumah beberapa putaran pembicaraan tingkat rendah antara Kyiv dan Moskow tahun 2025 ini, termasuk pertukaran tahanan.

    Secara geografis, Turki berada di persimpangan Eropa dan Asia, dan seperti Rusia dan Ukraina, mereka memiliki garis pantai di Laut Hitam.

    Turki adalah anggota NATO, tapi bukan bagian dari Uni Eropa dan tidak menandatangani Statuta ICC. Meski telah memasok senjata ke Ukraina, Turki tetap menjaga hubungan baik dengan Moskow.

    Potensi Kawasan Teluk

    Kemungkinan pertemuan dilakukan di luar kawasan Eropa juga disebut-sebut, mulai dari Arab Saudi hingga Qatar. Keduanya memiliki rekam jejak sebagai mediator internasional dan bukan anggota ICC.

    Awal 2025, pejabat dari Ukraina, AS, dan Rusia mengadakan pembicaraan di Kota Jeddah, Arab Saudi. Pertemuan itu berakhir dengan keputusan Washington untuk kembali berbagi informasi intelijen kepada Kyiv.

    Qatar, tetangga Saudi, juga telah memediasi pembicaraan yang menghasilkan kesepakatan antara Rusia dan Ukraina untuk memulangkan sejumlah anak.

    Uni Eropa sebelumnya telah mendorong negara-negara Teluk agar lebih kritis terhadap Moskow, memperketat pengawasan terhadap pelanggaran sanksi, dan memberikan dukungan lebih besar kepada Ukraina.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

    Editor: Rahka Susanto

    (nvc/nvc)

  • Harga Minyak Melejit, Investor Menanti Upaya Perdamaian Ukraina – Page 3

    Harga Minyak Melejit, Investor Menanti Upaya Perdamaian Ukraina – Page 3

    Sebelumnya, harga minyak turun pada hari Selasa (Rabu waktu Jakarta) karena para pedagang mempertimbangkan soal kemungkinan pembicaraan antara Rusia, Ukraina dan AS untuk mengakhiri perang di Ukraina dapat menyebabkan pencabutan sanksi terhadap minyak mentah Rusia, sehingga meningkatkan pasokan minyak global.

    Dikutip dari CNBC, Rabu (20/8/2025), harga minyak mentah Brent turun 81 sen atau 1,22%, dan ditutup pada harga USD 65,79 per barel. Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) turun USD 1,07 atau 1,69%, dan ditutup pada USD 62,35 per barel.

    Setelah pertemuan di Gedung Putih pada hari Senin dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dan sekutu Eropa, Presiden AS Donald Trump mengumumkan dalam sebuah unggahan media sosial bahwa ia telah berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

     

     

  • Kim Jong Un Puji Tentaranya yang Bertempur di Rusia: Pasukan Heroik!

    Kim Jong Un Puji Tentaranya yang Bertempur di Rusia: Pasukan Heroik!

    Jakarta

    Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, memuji tentaranya yang dikerahkan untuk membantu Rusia dalam perang melawan Ukraina. Dia mengatakan tentaranya adalah pasukan heroik.

    “Tentara kami adalah pasukan yang heroik,” kata Kim dalam pidatonya kepada anggota militer Korea Utara sebagaimana laporan Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) yang dilansir AFP, Kamis (21/8/2025).

    Kim menyampaikan dukungan hangat kepada para perwira dan tentara yang bertugas di wilayah Kursk Rusia. Badan Intelijen Pyongyang mengatakan mereka telah mengirimkan lebih dari 10.000 tentaranya ke Rusia.

    “Tentara kami sekarang melakukan apa yang seharusnya, dan apa yang perlu dilakukan. Kami juga akan melakukannya di masa depan,” ucap Kim.

    Pernyataan Kim muncul di tengah upaya Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina, setelah mengadakan pembicaraan tingkat tinggi dengan para pemimpin kedua negara dalam beberapa hari terakhir.

    Seperti diketahui, Presiden Rusia Vladimir Putin, yang pekan lalu juga memuji pasukan Korea Utara sebagai “heroik” hingga kini menghindari pertemuan dengan mitranya dari Ukraina, Volodymyr Zelensky, untuk perundingan damai.

    Pada April lalu, Korea Utara untuk pertama kalinya mengonfirmasi bahwa mereka telah mengerahkan satu kontingen tentaranya ke garis depan di Ukraina, bersama pasukan Rusia.

    Badan intelijen Korea Selatan mengatakan Pyongyang mengirim lebih dari 10.000 tentara ke wilayah Kursk Rusia pada tahun 2024, beserta peluru artileri, rudal, dan sistem roket jarak jauh. Sekitar 600 tentara Korea Utara telah tewas dan ribuan lainnya terluka saat bertempur untuk Rusia.

    (zap/yld)