Negara: Ukraina

  • Bertemu Putin, Erdogan Serukan Gencatan Senjata Terbatas Rusia-Ukraina

    Bertemu Putin, Erdogan Serukan Gencatan Senjata Terbatas Rusia-Ukraina

    Jakarta

    Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Dalam pertemuan empat mata dengan Putin itu, Erdogan menyerukan gencatan senjata untuk mengakhiri perang Rusia dan Ukraina.

    Dilansir AFP, Jumat (12/12/2025), pertemuan keduanya terjadi hari ini di sela-sela KTT di Turkmenistan. Erdogan mengatakan upaya untuk mengakhiri perang Rusia dan Ukraina merupakan pilihan berharga bagi Putin.

    Kantor pemerintahan Erdogan mengusulkan adanya gencatan senjata terbatas terkait perang Ukraina dan Rusia. Gencatan senjata terbatas itu meliputi penghentian serangan ke fasilitas energi dan pelabuhan.

    Pernyataan Erdogan ini muncul setelah beberapa serangan terhadap kapal tanker yang terkait dengan Rusia di Laut Hitam. Beberapa di antaranya adalah serangan drone yang diklaim oleh Kyiv.

    Hal ini menuai kritik keras dari Ankara, yang kemudian memanggil utusan dari Rusia dan Ukraina. Pihak Turki memperingatkan bahwa serangan tersebut merupakan “eskalasi yang mengkhawatirkan”.

    Turki, yang berupaya mempertahankan hubungan dengan Moskow dan Kyiv sepanjang perang, mengendalikan Selat Bosporus, jalur penting untuk mengangkut gandum Ukraina dan minyak Rusia menuju Mediterania.

    Pada bulan November, Erdogan mengatakan kesepakatan gencatan senjata yang mencakup energi dan infrastruktur pelabuhan merupakan dasar potensial untuk negosiasi menuju perjanjian perdamaian komprehensif, selama pertemuan daring sekutu Ukraina.

    (ygs/rfs)

  • Rusia Bisa Serang NATO dalam 5 Tahun Ini, Eropa Diminta Bersiap!

    Rusia Bisa Serang NATO dalam 5 Tahun Ini, Eropa Diminta Bersiap!

    Berlin

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) NATO, Mark Rutte, menyerukan sekutu-sekutu aliansi tersebut untuk meningkatkan pertahanan guna mencegah perang yang mungkin dikobarkan Rusia. Rutte memperingatkan bahwa Moskow bisa saja menggunakan kekuatan militer untuk melawan NATO dalam lima tahun ke depan.

    Dalam pidatonya saat Konferensi Keamanan Munich di Berlin, ibu kota Jerman, seperti dilansir Reuters dan Anadolu Agency, Jumat (12/12/2025), Rutte mengatakan bahwa terlalu banyak sekutu NATO yang tidak merasakan urgensi ancaman Rusia di kawasan Eropa.

    “Kita perlu sangat jelas tentang ancaman tersebut Kita adalah target Rusia berikutnya,” kata Rutte dalam pidatonya.

    “Saya khawatir terlalu banyak yang diam-diam merasa puas. Terlalu banyak yang tidak merasakan urgensi. Dan terlalu banyak yang mempercayai bahwa waktu ada di pihak kita. Itu tidak benar. Waktu untuk bertindak adalah sekarang,” ucapnya.

    “Konflik ada di depan pintu kita. Rusia telah membawa perang kembali ke Eropa. Dan kita harus bersiap,” cetus Rutte.

    Dalam pidatonya pada Kamis (11/12) waktu setempat, Rutte memperingatkan negara-negara NATO bahwa Rusia dapat berada dalam posisi untuk menyerang negara-negara NATO dalam waktu lima tahun.

    Dia menekankan bahwa Rusia telah secara signifikan meningkatkan produksi pertahanan selama perang Ukraina, dengan memproduksi sekitar 2.000 rudal jelajah dan balistik tahun ini, serta memproduksi sekitar 2.900 drone setiap bulannya.

    Rutte mencetuskan agar negara-negara NATO segera meningkatkan pengeluaran dan produksi pertahanan untuk mencegah perang skala besar, yang pernah dialami generasi-generasi sebelumnya.

    “Pertahanan NATO sendiri dapat bertahan untuk saat ini. Tetapi dengan ekonominya yang didedikasikan untuk perang, Rusia bisa saja siap menggunakan kekuatan militer terhadap NATO dalam waktu lima tahun,” ujar Rutte memperingatkan.

    Dalam pidatonya, Rutte juga menuduh Rusia melancarkan perang hybrid yang semakin meningkat terhadap negara-negara Barat. Dia menyebut Moskow berada di balik kampanye rahasia, serangan sabotase terhadap infrastruktur penting, penyusupan drone, dan pelanggaran wilayah udara.

    “Respons NATO terhadap provokasi Rusia cenderung tenang, tegas, dan proporsional. Tetapi kita perlu bersiap untuk eskalasi dan konfrontasi lebih lanjut,” ujarnya.

    “Komitmen abadi kita terhadap Pasal 5 NATO, bahwa serangan terhadap satu negara adalah serangan terhadap semua negara, mengirimkan pesan yang kuat. Setiap agresor harus mengetahui bahwa kita dapat dan akan membalas dengan keras,” kata Rutte.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Kim Jong Un Bersumpah Berantas Pejabat Korut yang Jahat-Tidak Aktif

    Kim Jong Un Bersumpah Berantas Pejabat Korut yang Jahat-Tidak Aktif

    Pyongyang

    Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un bersumpah untuk memberantas “praktik jahat” di kalangan pejabat di negara tersebut. Dia juga menegur sikap kerja beberapa pejabat Korut yang disebutnya “tidak aktif” dan “tidak bertanggung jawab”.

    Teguran itu, seperti dilansir AFP, Jumat (12/12/2025), disampaikan Kim Jong Un saat berbicara dalam rapat komite pusat Partai Buruh Korea, partai yang berkuasa di Korut, yang digelar selama tiga hari di Pyongyang pada pekan ini. Rapat besar itu dihadiri para petinggi partai penguasa Korut.

    Pertemuan itu membahas isu-isu kebijakan utama serta rencana untuk kongres partai penguasa yang akan datang — kongres partai pertama dalam lima tahun terakhir di Korut. Diperkirakan kongres Partai Buruh Korea itu akan digelar bulan depan.

    Saat menutup rapat besar itu pada Kamis (11/12), menurut laporan kantor berita Korean Central News Agency (KCNA), Kim Jong Un mengecam “sudut pandang ideologis yang keliru dan sikap kerja yang tidak aktif dan tidak bertanggung jawab” dari beberapa pejabat Korut.

    Kim Jong Un menyerukan kepada para pejabat Korut untuk memiliki “keyakinan dan keberanian yang besar untuk masa depan perjuangan dan tujuan kita”.

    Tidak hanya itu, pemimpin tertinggi Korut ini juga “menegaskan bahwa praktik jahat harus dikoreksi”.

    KCNA tidak memberikan rincian spesifik soal “kekurangan dan praktik jahat” yang dimaksud Kim Jong Un itu.

    Namun laporan KCNA menyebut bahwa partai berkuasa di Korut telah mengungkap banyak “penyimpangan” disiplin — istilah lebih halus untuk praktik korupsi — beberapa waktu terakhir.

    Kim Jong Un juga melontarkan pujian kepada tentara-tentara Korut yang bertempur bersama militer Rusia dalam melawan Ukraina. Menurut perkiraan Korea Selatan (Korsel) — negara tetangga Korut, sedikitnya 600 tentara tewas dan ribuan tentara lainnya mengalami luka-luka dalam perang itu.

    “Kinerja mereka menunjukkan kepada dunia mengenai prestise yang dimiliki tentara dan negara kita sebagai tentara yang selalu menang dan menjadi pelindung sejati keadilan internasional,” kata Kim Jong Un dalam pujiannya.

    Para analis mengatakan bahwa Pyongyang menerima bantuan keuangan, teknologi militer, serta pasokan makanan dan energi dari Moskow sebagai imbalan atas pengiriman pasukan.

    Kim Jong Un, dalam pernyataannya, juga memuji upaya tahun ini dalam “memodernisasi” pertahanan negara untuk menghadapi “perubahan geopolitik dan teknologi global” yang besar.

    Rapat komite pusat Partai Buruh Korea dimulai pada Selasa (9/12) waktu setempat, hari yang sama ketika Korut menembakkan salvo artileri dari sistem peluncur roket multiple, yang menurut para analis dapat menjangkau wilayah Korsel.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Serangan Drone Ukraina Hantam 2 Pabrik Kimia Rusia

    Serangan Drone Ukraina Hantam 2 Pabrik Kimia Rusia

    Moskow

    Serangan drone Ukraina diklaim menghantam dua pabrik kimia yang ada di wilayah Novgorod dan Smolensk, Rusia. Pabrik-pabrik kimia itu disebut memproduksi komponen untuk peledak yang digunakan pasukan militer Moskow yang bertempur melawan pasukan Kyiv.

    Komandan Pasukan Drone Ukraina (USF), Mayor Robert ‘Maydar’ Brovdi, seperti dilansir Reuters dan Interfax-Ukraine, Jumat (12/12/2025), mengatakan bahwa pasukan UDF menyerang dua pabrik kimia Rusia, yang digunakan untuk produksi bahan peledak, pada Kamis (11/12) malam waktu setempat.

    Sejumlah infrastruktur militer, serta fasilitas penting dan strategis, termasuk sebuah kilang minyak, juga menjadi target serangan drone Ukraina.

    “Pada malam hari, tanggal 11 Desember, drone-drone USF menerangi pabrik-pabrik kimia di rawa-rawa,” kata Brovdi dalam pernyataan via Telegram pada Kamis (11/12) waktu setempat.

    “Fasilitas-fasilitas penting, strategis dan infrastruktur militer lainnya di Rusia juga terkena serangan, termasuk salah satu kilang minyak kecil,” sebutnya.

    Brovdi mengungkapkan dua pabrik kimia Rusia yang dihantam serangan drone Ukraina itu sebagai pabrik kimia Akron yang berada di area Veliky Novgorod dan pabrik kimia Dorogobuzh yang terletak di area Smolensk.

    Menurut Brovdi, pabrik kimia Akron memproduksi asam nitrat, amonia, dan amonium nitrat. Pabrik itu, sebut Brovdi, juga memproduksi komponen-komponen dasar untuk produksi bubuk mesiu dan bahan peledak untuk kepentingan militer Rusia.

    “Pabrik Kimia Dorogobuzh merupakan fasilitas produksi asam nitrat, amonia, nitroaminofosfit, amonium nitrat, dan produk-produk kimia lainnya untuk produksi TNT, oktogen, heksogen, dan bahan-bahan peledak lainnya untuk kepentingan pasukan pendudukan (Rusia-red),” ujarnya.

    Secara terpisah, laporan media lokal menyebut warga setempat mendengar suara ledakan di kota Novgorod. Gubernur Novgorod, Alexander Dronov, mengatakan bahwa sistem pertahanan udara diaktifkan di wilayahnya, dengan sedikitnya 19 drone telah ditembak jatuh.

    Pernyataan komandan pasukan drone Kyiv itu disampaikan setelah otoritas Rusia melaporkan serangan drone besar-besaran oleh Ukraina pada Kamis (11/12). Kementerian Pertahanan Rusia menyebut sedikitnya 287 drone Ukraina ditembak jatuh dalam semalam, di sejumlah wilayah yang mencakup Bryansk, Kaluga, Moskow, Tula, Nizhny Novgorod, Smolensk, Kursk, dan Ryazan.

    Disebutkan juga oleh Kementerian Pertahanan Rusia, seperti dilansir AFP, bahwa dari ratusan drone yang berhasil “dicegat dan ditembak jatuh” oleh pertahanan udara Rusia, sebanyak 32 drone di antaranya mengudara ke arah Moskow. Wali Kota Moskow Sergey Sobyanin memberikan pernyataan senada.

    Imbas serangan drone Ukraina itu, menurut otoritas penerbangan sipil Rusia, Rosaviatsia, semuanya empat bandara yang ada di area Moskow ditutup sementara. Otoritas Bandara Pulkovo di St Petersburg mengatakan pihaknya mengalihkan sejumlah penerbangan.

    Simak juka Video: Rusia Serang Apartemen di Ternopil Ukraina, 25 Orang Tewas-70 Luka-Luka

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • China Temukan Cara Lumpuhkan Satelit Starlink Elon Musk, Ongkosnya Mahal

    China Temukan Cara Lumpuhkan Satelit Starlink Elon Musk, Ongkosnya Mahal

    Bisnis.com, JAKARTA — Peneliti di China tengah menjajal metode baru untuk melumpuhkan jaringan internet satelit konstelasi, seperti Starlink, guna mengantisipasi potensi konflik di masa depan. 

    Berdasarkan studi terbaru, China diperkirakan membutuhkan ribuan drone untuk melakukan jamming atau pengacauan sinyal di wilayah seluas Taiwan.

    Melansir dari Dark Reading Kamis (11/12/2025), sebuah makalah akademis yang diterbitkan dalam jurnal Systems Engineering and Electronics mengungkapkan temuan tersebut. Peneliti dari dua universitas besar di China menemukan bahwa komunikasi yang disediakan oleh konstelasi satelit dapat diganggu, namun dengan biaya yang sangat besar.

    Studi tersebut mensimulasikan bahwa untuk memutus sinyal dari jaringan Starlink ke wilayah seluas Taiwan, militer membutuhkan pengerahan 1.000 hingga 2.000 drone yang dilengkapi perangkat jammer secara bersamaan.

    Diketahui sebelumnya, konstelasi satelit menjadi peran vital dalam perang Rusia dan Ukraina. Satelit terbukti menjadi urat nadi bagi pasukan Ukraina untuk menjaga konektivitas internet dan komunikasi militer tetap hidup meski di tengah gempuran serangan.

    Temuan ini menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah dan perusahaan antariksa global. Peneliti pertahanan siber senior di Center for Security Studies (CSS) ETH Zürich Clémence Poirier mengatakan bahwa riset ini adalah realita nyata mengenai strategi perang masa depan.

    Menurut Poirier, jika konflik pecah di Asia, terutama yang melibatkan China dan Taiwan, pemutusan konektivitas satelit akan menjadi strategi langkah pembuka.

    “Perusahaan antariksa harus memantau sistem mereka dengan ketat, memisahkan jaringan antara pelanggan sipil dan militer, serta memperbarui model ancaman mereka jika konflik terjadi,” ujar Poirier.

    Satelit kini memegang peran yang makin krusial, mulai dari menyediakan bandwidth berkecepatan tinggi berbiaya rendah untuk daerah pedesaan hingga komunikasi di zona konflik. 

    Hal ini menjadikan infrastruktur tersebut target utama. Sistem navigasi satelit global (GNSS) makin sering mengalami gangguan di sekitar zona perang, sementara peretas negara menargetkan kendali posisi satelit melalui serangan siber.

    Wakil Direktur Proyek Keamanan Dirgantara di Center for Strategic and International Studies (CSIS) Clayton Swope juga menjelaskan mengapa serangan siber dan perang elektronik terhadap satelit kini lebih diminati dibandingkan serangan fisik.

    Menurut Swope, taktik ini memiliki risiko kerusakan tambahan yang lebih kecil dan kemungkinan eskalasi ketegangan yang lebih rendah.

    “Serangan kinetik (fisik) masih menjadi kekhawatiran, tetapi sulit membayangkan serangan kinetik terjadi di masa damai atau ketegangan tinggi karena terlalu memicu eskalasi perang terbuka,” kata Swope.

    Sebaliknya, dia menilai serangan siber serta pengacauan sinyal sering terjadi sebagai taktik “zona abu-abu” yang dianggap tidak mengancam eskalasi yang tidak diinginkan secara langsung.

    Meski China meriset cara melumpuhkannya, jaringan satelit konstelasi sangat sulit untuk dilumpuhlan secara total. Karakteristik satelit ini yang bergerak cepat, berjumlah banyak, dan menggunakan berbagai teknik koreksi sinyal membuat interferensi menjadi tantangan berat.

    Sebagai contoh, Starlink saat ini mengoperasikan sekitar 9.000 satelit yang bergerak di low-earth orbit. Taiwan sendiri telah mengantisipasi risiko ini dengan menandatangani kontrak bersama Eutelsat OneWeb, konstelasi satelit lain yang memiliki lebih dari 600 satelit, untuk menjamin konektivitas jika terjadi bencana atau perang.

    Direktur Strategi dan Keamanan Nasional di The Aerospace Corp Sam Wilson menambahkan bahwa dengan beralihnya AS dan negara lain ke konstelasi satelit terdistribusi yang besar, senjata anti-satelit tradisional menjadi kurang bernilai secara strategis.

    “Menghancurkan satu aset memang akan menyebabkan kerusakan, tetapi tidak akan mematikan seluruh konstelasi. Hal ini mendorong musuh untuk mempertimbangkan vektor ancaman lain, termasuk perang elektronik dan siber,” jelas Wilson. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)

  • Diduga Kirim Bocah Ukraina ke Korut, Rusia Banjir Kecaman

    Diduga Kirim Bocah Ukraina ke Korut, Rusia Banjir Kecaman

    Jakarta

    Dua anak Ukraina disebut-sebut dikirim ke sebuah kamp untuk anak-anak elite Korea Utara. Kedua anak itu dipandang sejumlah analis sebagai pion dalam perang propaganda yang dijalankan Moskow dan Pyongyang. Sementara itu, seorang aktivis HAM mengatakan kedua anak tersebut adalah korban kejahatan perang.

    Pemindahan keduanya terungkap dalam kesaksian di hadapan subkomite Kongres AS pada 3 Desember yang disampaikan Kateryna Rashevska, pakar hukum dari Regional Center for Human Rights (RCHR) Ukraina.

    Kedua anak tersebut adalah Misha, 12 tahun, dari wilayah Donetsk yang diduduki Rusia, dan Liza, 16 tahun, dari Simferopol, ibu kota Krimea. Mereka termasuk di antara lebih dari 19.500 anak Ukraina yang menurut Kyiv ‘diculik’ dari wilayah Ukraina yang berada di bawah kendali Rusia.

    Sebagian besar dari 165 kamp anak yang didokumentasikan RCHR berada di Rusia dan Belarus. Namun, kedua negara tampak mempererat hubungan mereka sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.

    Sebagai bagian dari persekutuan baru antara kedua negara, Korea Utara memasok amunisi dan pasukan untuk perang di Ukraina, sementara Rusia membalas dengan bantuan pangan, bahan bakar dan teknologi militer.

    Aktivis HAM kecam langkah ‘propaganda’

    Rashevska mengatakan kepada DW bahwa kedua anak yang sempat tinggal di Songdowon International Children’s Camp, dekat kota pelabuhan Wonsan di Korea Utara, kemudian dipulangkan ke wilayah Ukraina yang diduduki Rusia.

    “Mereka menggunakan anak-anak kami untuk membangun kemitraan strategis dengan negara yang oleh AS ditetapkan sebagai sponsor terorisme, dan pada kenyataannya, ikut dalam kejahatan agresi terhadap tanah air anak-anak ini, terhadap Ukraina. Itu sama sekali tidak bisa diterima.”

    Kamp Songdowon yang dibangun pada 1960 awalnya ditujukan untuk menampung anak-anak dari negara-negara blok Komunis, dengan fasilitas seperti taman air, pantai, lapangan sepak bola, gimnasium, akuarium dan berbagai kegiatan, serta asrama di dalam kompleks.

    Setelah Uni Soviet runtuh, kamp ini bergeser menjadi tempat menginap anak-anak pejabat tinggi Korea Utara. Sejak hubungan Moskow dan Pyongyang kembali menghangat, kamp ini juga menerima anak-anak dari luar negeri.

    Kamp menanamkan propaganda sejak dini

    “Bentuknya sedikit mirip seperti kamp pramuka, tetapi dengan keluarga Kim sebagai pusatnya,” kata Dan Pinkston, profesor hubungan internasional di Troy University kampus Seoul, yang pernah mengunjungi fasilitas itu pada 2013.

    “Bagi anak-anak Korea Utara, kamp ini hampir seperti ritus kedewasaan. Mereka bisa melakukan berbagai aktivitas rekreasi, tetapi semua itu dibarengi porsi besar propaganda dan indoktrinasi. Ada poster, papan informasi dan slogan yang menyerang imperialisme.”

    “Tetapi, yang menarik adalah bagaimana Korea Utara dan Rusia kini semakin sering bekerja sama, termasuk mengatur kunjungan wisatawan, pebisnis, dan kini pelajar,” tambahnya.

    Pinkston menilai dua anak Ukraina yang dikirim ke Korea Utara mungkin bagian dari percobaan untuk melihat dampak indoktrinasi yang dibungkus sebagai ‘penghargaan’ atas perilaku baik mereka.

    “Ini semua bagian dari proses ‘Russifikasi’ terhadap anak-anak ini dan saya memperkirakan kunjungan serupa bisa bertambah ke depannya,” katanya.

    Analis lain melihatnya hanya sebagai propaganda. Andrei Lankov, profesor sejarah dan hubungan internasional asal Rusia di Kookmin University, Seoul, menyebut kunjungan itu sebagai “manipulasi yang sangat terang-terangan.”

    Apa pun motif Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin, Rashevska menegaskan komunitas internasional perlu berbuat lebih banyak untuk melindungi anak-anak Ukraina.

    ‘Perlakuan tidak manusiawi’

    “Bagi rezim Kim Jong Un, ini adalah cara yang lebih halus dan dapat diterima publik untuk memperdalam ‘kemitraan strategis’ dengan Rusia melalui ‘diplomasi anak’,” katanya.

    “Bagi Rusia, langkah ini efektif karena anak-anak dibawa ke negara yang kondisi hak asasi manusianya bahkan lebih buruk daripada Rusia. Tidak ada internet, tidak ada ponsel, tidak ada kemungkinan tetap menjalin kontak setelah pulang.”

    “Bahkan jika hanya satu anak yang terdampak. Bahkan jika hanya dua anak yang terdampak. Karena mereka adalah anak-anak kami. Anak bukan angka statistik. Anak bukan alat untuk mengguncang opini publik,” kata Rashevska.

    “Anak adalah masa depan kita. Dan masa depan itu seharusnya milik kita, tetapi telah dicuri. Itu perlu disuarakan.”

    Desakan pengembalian anak-anak Ukraina

    Majelis Umum PBB pekan lalu menyerukan pengembalian segera dan tanpa syarat anak-anak Ukraina yang “dipindahkan secara paksa” ke Rusia.

    Majelis mengadopsi resolusi tidak mengikat yang menuntut “Federasi Rusia menjamin pemulangan segera, aman dan tanpa syarat semua anak Ukraina yang telah dipindahkan atau dideportasi secara paksa.”

    Resolusi itu juga mendesak Moskow untuk menghentikan tanpa penundaan praktik pemindahan paksa, deportasi, pemisahan dari keluarga dan wali, perubahan status pribadi termasuk melalui kewarganegaraan, adopsi, atau penempatan di keluarga asuh, serta indoktrinasi terhadap anak-anak Ukraina.

    Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan resolusi tersebut memuat tuduhan yang mereka nilai berlebihan terhadap Rusia dengan menuduhnya mendeportasi anak-anak Ukraina, berbicara tentang ‘adopsi paksa’ dan upaya menghapus identitas mereka.

    “Rusia kembali menegaskan bahwa tuduhan deportasi anak-anak Ukraina tidak berdasar dan menyesatkan,” menurut pernyataan kementerian itu.

    “Ini sepenuhnya soal mengevakuasi anak-anak dari zona pertempuran ketika nyawa mereka terancam.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
    Diadaptasi oleh Rivi Satrianegara
    Editor: Rizki Nugraha

    (ita/ita)

  • Rusia Bisa Serang NATO dalam 5 Tahun Ini, Eropa Diminta Bersiap!

    Hanya Mau Damai Jika Untung

    Jakarta

    Sekjen Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO), Mark Rutte, menyindir Presiden Rusia Vladimir Putin soal perang Ukraina. Rutte mengatakan jika Amerika Serikat (AS) dan Eropa bisa menyepakati rencana mengakhiri perang di Ukraina, ini akan menjadi ujian untuk Putin.

    “Sejauh ini, (Presiden Rusia Vladimir) Putin hanya berperan sebagai pembawa perdamaian ketika itu menguntungkannya, untuk mengulur waktu agar perangnya dapat berlanjut,” kata Rutte dalam pidatonya di Berlin, seperti dilansir AFP, Kamis (11/12/2025).

    “(Trump) ingin mengakhiri pertumpahan darah sekarang, (dan) satu-satunya yang dapat membawa Putin ke meja perundingan”, kata Rutte.

    Rutte kemudian menantang Putin apakah dia ingin perdamaian atau melanjutkan perang.

    “Jadi, mari kita uji Putin. Mari kita lihat apakah dia benar-benar menginginkan perdamaian, atau apakah dia lebih suka pembantaian berlanjut,” ujar dia.

    Pada Rabu (10/12) kemarin, para pejabat Ukraina mengatakan mereka telah mengirimkan rencana terbaru kepada Washington untuk mengakhiri invasi Rusia, berdasarkan proposal 28 poin yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump bulan lalu.

    Kanselir Jerman Friedrich Merz mengatakan pembicaraan lebih lanjut dengan Amerika direncanakan akhir pekan ini. Dia menyebut pertemuan internasional tentang Ukraina “dapat berlangsung pada awal minggu depan”.

    Rutte kemudian mengatakan, dalam diskusi panel: “Apakah saya pikir ketika menyangkut Ukraina, AS dan Eropa (dapat) mencapai kesepakatan? Ya, saya yakin,” katanya.

    “Saya pikir kita bisa. Apakah saya yakin bahwa Rusia akan menerimanya? Saya tidak tahu. Inilah ujiannya,” imbuhnya.

    Kepala NATO juga menuduh China sebagai penyelamat Rusia dalam perang tersebut.

    “China ingin mencegah sekutunya kalah di Ukraina,” katanya dalam pidatonya di sebuah konferensi keamanan.

    “Tanpa dukungan China, Rusia tidak dapat melanjutkan perang ini,” lanjutnya.

    China, salah satu mitra dagang utama Rusia, mengatakan bahwa mereka memiliki posisi netral dalam konflik Ukraina, tetapi telah menahan diri untuk tidak mengutuk Rusia.

    Rutte juga memperingatkan konsekuensi finansial bagi NATO jika Ukraina berada di bawah kekuasaan pendudukan Rusia.

    “NATO harus secara substansial meningkatkan kehadiran militernya di sepanjang sayap timur. Dan sekutu harus melangkah lebih jauh dan lebih cepat dalam pengeluaran dan produksi pertahanan,” katanya.

    (lir/isa)

  • Rusia Tembak Jatuh 287 Drone Ukraina dalam Semalam

    Rusia Tembak Jatuh 287 Drone Ukraina dalam Semalam

    Moskow

    Pasukan militer Rusia menembak jatuh sebanyak 287 drone Ukraina dalam semalam. Angka itu menjadi jumlah tertinggi untuk drone yang ditembak jatuh dalam satu malam selama perang berkecamuk nyaris empat tahun terakhir.

    Kehadiran drone-drone Kyiv itu memaksa penutupan sementara bandara-bandara di area ibu kota Moskow.

    Kementerian Pertahanan Rusia dalam pernyataan via Telegram, seperti dilansir AFP, Kamis (11/12/2025), mengatakan bahwa dari drone-drone yang berhasil “dicegat dan ditembak jatuh” oleh pertahanan udara Rusia, sebanyak 32 drone di antaranya mengudara ke arah Moskow.

    Imbas serangan drone Ukraina itu, menurut otoritas penerbangan sipil Rusia, Rosaviatsia, semuanya empat bandara yang ada di area Moskow ditutup sementara.

    Otoritas Bandara Pulkovo di St Petersburg mengatakan pihaknya mengalihkan sejumlah penerbangan.

    Di Ukraina, kepala administrasi militer regional Poltava mengatakan bahwa Rusia telah menyerang fasilitas energi lokal semalam, hingga memicu kebakaran.

    Dalam wawancara pekan lalu, CEO operator gas milik negara, Naftogaz, Sergiy Koretsky, mengatakan kepada AFP bahwa Ukraina mungkin menghadapi musim dingin terberat sejak dimulainya serangan Rusia pada Februari 2022.

    Dia juga mengatakan bahwa serangan tahun ini lebih intens dan dimulai lebih awal di musim dingin, yang semakin memperparah dampaknya.

    Menurut analisis AFP terhadap statistik Angkatan Udara Ukraina, Rusia telah meluncurkan sejumlah besar drone dan rudal ke Ukraina dalam beberapa bulan terakhir.

    Kyiv dan sekutu-sekutunya telah mendorong rencana untuk mengakhiri konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II, dengan para pejabat Ukraina mengatakan pada Rabu (10/12) bahwa proposal yang diperbarui telah diajukan ke Amerika Serikat (AS).

    Tonton juga video “Rusia Ambil Alih Kota Pokrovsk-Vovchansk Ukraina”

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Uni Eropa Perkuat Sanksi dan Deportasi Demi Batasi Migrasi

    Uni Eropa Perkuat Sanksi dan Deportasi Demi Batasi Migrasi

    Brussels

    Jika merujuk kepada strategi keamanan terbaru Amerika Serikat (AS), yang mengkritik kebijakan migrasi Eropa mengarah pada “penghapusan peradaban,” hal yang mungkin terpikirkan adalah Uni Eropa (UE) sedang membuka lebar pintu perbatasan.

    Faktanya, keberadaan imigran ilegal terus menurun. Terlebih, Uni Eropa baru saja memperbarui kebijakan migrasi menjadi yang paling ketat sepanjang sejarah. Tujuannya, antara lain, untuk memudahkan negara-negara anggota menahan dan mendeportasi para pencari suaka yang ditolak.

    Menteri Imigrasi Denmark Rasmus Stoklund mengatakan bahwa langkah tersebut adalah reformasi baru untuk memperbaiki sistem yang “disfungsional” dan memulihkan “kontrol” negara.

    Namun, langkah ini menuai protes dari organisasi hak asasi manusia (HAM). Amnesty Internasional menuduh bahwa keputusan tersebut serupa dengan, “penangkapan masal, penahanan, dan deportasi yang mengerikan, serta tidak manusiawi di Amerika Serikat.”

    Rencana kirim imigran ke pusat detensi luar negeri

    Pada Senin (08/12), para menteri dalam negeri Uni Eropa mendukung serangkaian reformasi yang mencakup pengesahan hukum atas gagasan yang disebut “pusat pemulangan.” Hal itu bisa berarti pusat penahanan di luar Uni Eropa, tempat para migran dikirim untuk memproses permohonan suaka atau bahkan sebagai bagian dari tiket sekali jalan keluar dari Eropa.

    Namun, revisi aturan ini masih harus dinegosiasikan dengan Parlemen Eropa. Aturan tersebut memungkinkan negara anggota Uni Eropa membuat kesepakatan dengan negara di luar blok dan mengirim migran ke sana, meskipun mereka tidak memiliki keterkaitan dengan negara tersebut.

    Denmark mulai mempertimbangkan cara untuk mengirim migran ke Rwanda pada 2021, tapi negara anggota Uni Eropa pertama yang mencoba menerapkannya secara nyata adalah Italia.

    Pemerintahan sayap kanan di Roma telah mendirikan pusat penanganan migran di negara tetangga non-Uni Eropa, Albania, tahun 2024, tetapi pusat penanganan tersebut menghadapi tantangan hukum dan akhirnya ditangguhkan.

    Namun, pengamat kebijakan migrasi Helena Hahn mengatakan bahwa “masih belum jelas” bagaimana bentuk pusat pemulangan di luar model Italia dan terutama, negara-negara non-UE mana yang bersedia menampung migran yang ditujukan ke Eropa.

    Pengabaian tanggung jawab?

    Lembaga HAM dan Think Tank seperti Human Rights Watch dan Oxfam, mengecam Uni Eropa karena dianggap “mengabaikan tanggung jawab” karena mencoba mendelegasikan proses suaka.

    “Uni Eropa berusaha semakin mendorong tanggung jawabnya kepada negara-negara yang sudah menampung mayoritas pengungsi dengan sumber daya yang jauh lebih terbatas,” kata koalisi masyarakat sipil, pada tahun 2024.

    Pernyataan mereka menegaskan bahwa janji Uni Eropa untuk menegakkan hak-hak migran hanyalah “omong kosong.”

    Menteri Imigrasi Denmark Rasmus Stoklund menolak tuduhan tersebut. “Jika kami mengirim seseorang ke pusat pemulangan, kami akan bertanggung jawab untuk menghormati hak asasi mereka,” ujarnya kepada wartawan setelah pertemuan di Brussels.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Percepat deportasi dengan mendeklarasikan negara ‘aman’

    Negara anggota Uni Eropa juga mendukung proposal rancangan untuk mempercepat deportasi, yang menetapkan hukuman lebih berat bagi para migran yang mengabaikan perintah pengusiran. Dukungan terhadap aturan-aturan ini adalah tindak lanjut dari kesepakatan Uni Eropa dalam rencana untuk mengurangi kerjasama dengan negara-negara yang gagal diajak kerjasama dalam mendukung kebijakan deportasi.

    Para menteri dari negara-negara Uni Eropa juga memberi lampu hijau untuk daftar negara-negara yang dianggap “aman”. Kelompok tersebut adalah negara yang bisa mempercepat pengambilan keputusan untuk menolak izin tinggal bagi mereka yang kecil kemungkinannya untuk mendapat suaka.

    Contohnya, hanya 4% pencari suaka asal Bangladesh yang diterima di Uni Eropa tahun 2024. Bangladesh adalah negara teratas dalam daftar negara yang dianggap “aman” oleh Belgia. Negara-negara lain yang masuk daftar tersebut adalah India, Kolombia, Mesir, Maroko, dan Tunisia.

    Para menteri Uni Eropa sepakat bahwa negara-negara yang menjadi kandidat untuk tergabung di persekutuan seperti Montenegro, Moldova, atau Serbia perlu diberi status aman kecuali saat berada dalam situasi konflik atau pembatasan terhadap hak asasi manusia.

    Tampung para migran atau bayar denda

    Menurut Helena Hahn, Uni Eropa telah menyepakati satu rencana yang sedikit bertentangan dengan tren menuju pembatasan yang lebih ketat.

    Hal yang mereka sebut sebagai “pengumpulan solidaritas” akan membuat negara-negara anggota Uni Eropa di Eropa Utara dan Timur berada dalam posisi menerima lebih banyak migran dari negara-negara Selatan atau turut menyumbang dana untuk mendukung negara-negara seperti Cyprus, Spanyol, Italia, atau Yunani.

    Bagi Hahn, hal tersebut adalah “mekanisme untuk mengorganisir dan mengoordinasikan pembagian tanggung jawab terhadap para pencari suaka di antara negara-negara anggota.” Hal tersebut, menurutnya, dianggap sebagai “langkah besar.”

    “Pertanyaan-pertanyaan seputar relokasi, kuota, dan distribusi pencari suaka di seluruh Eropa dengan cara yang adil sudah selalu menjadi pembicaraan politis yang paling sensitif, yang menghambat implementasi sistem pencarian suaka di Eropa,” ucap Hahn.

    Penentuan soal negara-negara mana yang akan membayar, masih dibicarakan. Akan tetapi, Hungaria, salah satu anggota negara Uni Eropa telah menolak kewajiban denda. Hal ini bisa memunculkan sengketa hukum antara Brussels dan Budapest.

    Rasa khawatir masyarakat dan dinamika kelompok sayap kanan

    Semakin banyak warga Uni Eropa menganggap keberadaan para imigran sebagai masalah besar. Sebuah survei di awal tahun 2025 menunjukkan isu imigran menempati peringkat kedua setelah perang Rusia di Ukraina dalam daftar tantangan terbesar yang dihadapi Uni Eropa. Itu semua berada di atas kekhawatiran warga atas biaya hidup, perubahan iklim, keamanan, dan pertahanan.

    Partai-partai sayap kanan yang menekankan pesan anti-imigran semakin populer di banyak negara Uni Eropa, sementara kekuatan politik sentris berusaha merebut kembali dukungan suara.

    “Kami melihat agenda imigrasi yang sangat restriktif,” kata Helena Hahn kepada DW. Dia juga mencatat semakin banyak negara berupaya merumuskan “solusi inovatif” untuk mencegah, menahan, dan mendeportasi imigran.

    “Namun, sejauh ini hasilnya sangat sedikit,” paparnya. “Jadi, menurut saya, hal itu juga menunjukkan kelayakan politik dari beberapa gagasan yang tampaknya menyiratkan bahwa akan sangat mudah untuk memindahkan orang dari tempat A ke tempat B, tanpa memperhatikan pertimbangan politik, diplomatik, atau praktis apa pun.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Joan Aurelia Rumengan

    Editor: Muhammad Hanafi

    Tonton juga video “Trump soal Uni Eropa Denda X: Itu Bukan Hal yang Benar!”

    (nvc/nvc)

  • Putin Tawarkan Dukungan Nuklir kepada Prabowo di Kremlin, Ini Hasil Lengkap Pertemuan Bilateral

    Putin Tawarkan Dukungan Nuklir kepada Prabowo di Kremlin, Ini Hasil Lengkap Pertemuan Bilateral

    GELORA.CO – Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan Moskow siap membantu Indonesia mengembangkan energi nuklir.

    Itu sekaligus memuji hubungan pertahanan kedua negara yang disebutnya terus menguat.

    Pernyataan ini disampaikan saat menerima Presiden RI Prabowo Subianto dalam pertemuan di Kremlin, Rabu, 10 Desember 2025.

    Putin menyinggung adanya penurunan kecil ekspor gandum Rusia ke Indonesia tahun ini, dan menyatakan ingin membahasnya lebih lanjut.

    Pertemuan tersebut menjadi yang kedua kalinya antara Putin dan Prabowo di Rusia sepanjang tahun ini.

    Hal ini seiring upaya Moskow mempererat hubungan dengan negara-negara Global South di tengah isolasi Barat akibat perang Ukraina.

    Dalam percakapan yang disiarkan televisi, Prabowo menyebut hubungan kedua negara “sangat baik” dan mengundang Putin berkunjung ke Indonesia pada 2026 atau 2027.

    Itu merujuk pada kunjungan sang presiden Rusia ke India pekan sebelumnya.

    Rusia saat ini membangun sejumlah pembangkit listrik tenaga nuklir di berbagai negara.

    Kepada Prabowo, Putin menyatakan kesediaannya mendukung rencana Indonesia membangun PLTN pertama pada 2032 dengan kapasitas 500 MW.

    “Jika Anda memerlukan keahlian kami, para spesialis kami selalu siap membantu,” ujarnya.

    Putin juga mencatat sektor pertanian menjadi salah satu area kerja sama yang cukup positif, saat Indonesia mencatat sedikit surplus perdagangan dengan Rusia.

    Namun ia mengakui adanya penurunan pasokan gandum dan menyebut isu tersebut akan menjadi bagian dari agenda pembicaraan.

    Rusia, sebagai eksportir gandum terbesar di dunia, kembali memasok gandum ke Indonesia pada Oktober setelah sempat terhenti sejak Januari karena negosiasi mengenai akses produk.

    Badan keamanan pangan Rusia mengungkap Badan Karantina Indonesia memperpanjang sertifikasi keamanan pada Agustus, membuka jalan bagi pengiriman 52 ribu ton gandum pada Oktober.

    Agroexport, lembaga ekspor pertanian Rusia, memperkirakan total pasokan biji-bijian ke Indonesia pada 2024 dapat mencapai 1,3 juta ton yang mayoritas berupa gandum.

    Sebelum adanya kesepakatan terbaru, pengiriman tahun ini baru mencapai 123.000 ton pada Januari.

    Rusia saat ini berupaya memperluas pasar gandumnya di Asia, tetapi harus bersaing ketat dengan Amerika Serikat yang diperkirakan meningkatkan pasokan setelah menjalin sejumlah kesepakatan perdagangan baru di kawasan.

    Prabowo tetap teguh mempertahankan kebijakan luar negeri bebas-aktif Indonesia dan menegaskan Jakarta tidak akan bergabung dengan blok militer mana pun.

    Rusia pun mengapresiasi sikap Indonesia yang mereka nilai “seimbang” terkait konflik Ukraina.

    Kedua negara menggelar latihan angkatan laut bersama untuk pertama kalinya di Laut Jawa pada November 2024.

    Menurut Putin, kerja sama militer kedua negara menunjukkan perkembangan yang baik.

    Ia menyebut para perwira dan spesialis Indonesia secara rutin mengikuti pendidikan di universitas dan akademi militer Rusia.***