Negara: Ukraina

  • Presiden Moldova Bicara Soal Wagner di Balik Upaya Kudeta Dirinya

    Presiden Moldova Bicara Soal Wagner di Balik Upaya Kudeta Dirinya

    Jakarta

    Presiden Moldova, Maia Sandu, mengklaim bahwa kelompok tentara bayaran Wagner adalah kekuatan utama di balik upaya untuk mengobarkan kudeta terhadap dirinya. Hal ini diungkap pemimpi pro-Eropa itu kepada media Financial Times dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada hari Jumat (6/10) waktu setempat.

    Sandu, yang diwawancarai oleh Financial Times (FT) saat KTT Komunitas Politik Eropa Uni Eropa di Spanyol, mengklaim bahwa mendiang pemimpin Wagner, Yevgeny Prigozhin mendukung upaya untuk menggulingkannya.

    Dia juga mengatakan Moskow tetap terlibat dalam upaya untuk mengacaukan negara yang berada di antara Ukraina dan anggota Uni Eropa, Rumania tersebut. Terutama dengan menyalurkan uang ke Moldova untuk menyuap para pemilih pada pemilu lokal bulan depan.

    “Informasi yang kami miliki adalah rencana yang disiapkan oleh tim (Prigozhin),” kata Sandu kepada FT mengacu pada dugaan kudeta tersebut. Dia menambahkan bahwa kelompok paramiliter asal Rusia tersebut berusaha untuk membuat aksi-aksi protes anti-pemerintah, yang terjadi secara berkala sejak tahun lalu, berubah menjadi kekerasan.

    “Situasinya sungguh dramatis dan kami harus melindungi diri kami sendiri,” tutur Sandu, sebagaimana dikutip kantor berita Reuters, Sabtu (7/10/2023).

    Sebelumnya, Sandu menuduh Rusia pada bulan Februari lalu merencanakan kudeta terhadap pemerintah Moldova dengan mengeksploitasi aksi-aksi protes.

    Kementerian Luar Negeri Rusia telah menolak klaim tersebut dan menuduh Moldova menjalankan agenda anti-Rusia.

  • Balas Dendam, Giliran AS Usir Diplomat Rusia!

    Balas Dendam, Giliran AS Usir Diplomat Rusia!

    Jakarta

    Pemerintah Amerika Serikat mengusir dua diplomat Rusia. Sebuah langkah pembalasan setelah Moskow mengusir dua diplomat Amerika bulan lalu.

    “Sebagai respons terhadap pengusiran dua diplomat Kedutaan Besar AS di Moskow oleh Federasi Rusia, Departemen Luar Negeri membalas dengan menyatakan persona non grata kepada dua pejabat kedutaan Rusia yang beroperasi di Amerika Serikat,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller pada Jumat (6/10) waktu setempat, dikutip kantor berita AFP, Sabtu (7/10/2023).

    Sebelumnya, pemerintah Rusia mengatakan bulan lalu bahwa mereka mengusir dua diplomat AS karena berhubungan dengan seorang warga negara Rusia yang sebelumnya bekerja di konsulat AS di kota Vladivostok di timur jauh, Robert Shonov.

    Setelah pengurangan diplomat sebelumnya, Shonov mulai bekerja sebagai kontraktor dan Amerika Serikat mengatakan dia dipekerjakan untuk memantau secara rutin media Rusia yang tersedia untuk umum.

    Otoritas Rusia pada bulan Agustus lalu mengumumkan penangkapannya atas tuduhan menyebarkan informasi rahasia mengenai Ukraina.

    Departemen Luar Negeri “tidak akan mentolerir pola pelecehan yang dilakukan pemerintah Rusia terhadap diplomat kami,” kata Miller dalam sebuah pernyataan.

    “Tindakan Departemen ini mengirimkan pesan yang jelas bahwa tindakan yang tidak dapat diterima terhadap personel kedutaan kami di Moskow akan mempunyai konsekuensi,” imbuhnya.

    Tonton juga Video: Biden Ungkap Kemungkinan Bertemu Xi Jinping Pada November

  • Pecahan Granat Terkait Tewasnya Bos Wagner Jadi Temuan Mengejutkan

    Pecahan Granat Terkait Tewasnya Bos Wagner Jadi Temuan Mengejutkan

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin mengungkap temuan baru yang mengejutkan terkait kematian bos Wagner, Yevgeny Prigozhin. Putin menyebut tewasnya Prigozhin usai pesawat yang ditumpanginya jatuh di Rusia ada kaitannya dengan temuan granat.

    Dilansir AFP, Jumat (6/10/2023), Prigozhin dan beberapa petinggi Wagner Group lainnya tewas dalam kecelakaan pesawat di wilayah Tver, Rusia, pada 23 Agustus lalu. Penyebab jatuhnya pesawat itu masih diselidiki oleh Moskow, dengan juru bicara Kremlin Dmitry Peskov bulan lalu menyebut ‘kekejaman yang disengaja’ tidak bisa dikesampingkan.

    Tentara bayaran Wagner berperan penting dalam perebutan kota strategis Bakhmut dari pasukan Ukraina pada Mei lalu, yang menjadikan nama Prigozhin terkenal.

    Namun, Prigozhin melancarkan pemberontakan singkat terhadap kepemimpinan militer Rusia pada pertengahan Juni lalu, yang berujung kesepakatan dengan Kremlin agar dia pindah ke Belarusia.

    Berdasarkan kesepakatan itu, para tentara bayaran Wagner menghindari tuntutan pidana dan diberi pilihan untuk pindah ke Belarusia bersama pemimpin mereka, bergabung dengan Angkatan Bersenjata Rusia, atau pensiun.

    Temukan Pecahan Granat di Tubuh Korban

    Kritikus terhadap Kremlin dan negara-negara Barat telah menyatakan adanya tindakan mencurigkan dari jatuhnya pesawat di wilayah Rusia tersebut.

    Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:

  • Jika Ukraina Kalah, Bersiap Diserang Rusia

    Jika Ukraina Kalah, Bersiap Diserang Rusia

    Kyiv

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan negara-negara Eropa harus bersiap diserang Rusia. Dia menyebut serangan Rusia ke negara Eropa lain bisa terjadi kalau Ukraina kalah perang.

    Dilansir Reuters, Jumat (6/10/2023), Zelensky mengatakan Rusia dapat membangun kembali kemampuan militernya dan menyerang negara-negara Eropa lain dalam waktu lima tahun. Zelensky mengatakan hal itu dapat terjadi jika Eropa goyah dalam mendukung Kyiv.

    Hal itu disampaikan Zelensky dalam pertemuan puncak Komunitas Politik Eropa di Spanyol. Dia juga mengaku yakin bantuan keuangan Amerika Serikat (AS) dan Eropa untuk Ukraina tetap berlanjut meski ada ‘badai politik’ di Washington dan negara-negara lain.

    Dalam pidato yang emosional, Zelensky menjelaskan bagaimana anak-anak Ukraina di kota Kharkiv belajar dari jarak jauh atau menghadiri kelas di stasiun kereta bawah tanah karena khawatir serangan udara Rusia.

    “Sampai ada sistem pertahanan udara yang efektif, anak-anak tidak bisa bersekolah,” katanya pada pertemuan di kota Granada, Spanyol.

    Zelensky mengatakan pemberian bantuan peralatan militer tambahan ke Ukraina berarti telah membantu memastikan bahwa ‘drone, tank, atau senjata Rusia lainnya tidak akan menyerang siapa pun di Eropa’.

    “Kita tidak boleh membiarkan (Presiden Rusia Vladimir) Putin menggoyahkan belahan dunia lain dan mitra kita untuk menghancurkan kekuatan Eropa,” kata Zelensky.

    Pertemuan di Granada memberikan kesempatan kepada para pemimpin seperti Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak untuk menyatakan kembali komitmen mereka terhadap Ukraina. Hal itu dilakukan setelah gejolak politik di AS dan Eropa menimbulkan pertanyaan tentang kelanjutan dukungan negara-negara barat terhadap Ukraina.

    Perselisihan antara mayoritas Partai Republik di Dewan Perwakilan Rakyat AS juga memperumit negosiasi anggaran, termasuk bantuan AS ke Ukraina. Hal itu telah mendorong Presiden AS Joe Biden yang berasal dari Demokrat beralih dari keyakinan bahwa kesepakatan akan dibuat mengenai bantuan Ukraina, menjadi menyatakan keprihatinan secara terbuka.

    Dukungan di Eropa juga tampak kurang solid usai mantan Perdana Menteri pro-Rusia Robert Fico memenangkan pemilu di Slovakia akhir pekan lalu. Fico berjanji mengakhiri bantuan militer ke Ukraina.

    Zelensky pun mengaku prihatin. Namun, dia mengaku optimistis dengan dukungan yang berkelanjutan.

    “Situasi dengan Amerika Serikat berbahaya, ini adalah masa yang sulit,” katanya.

    “Saya pikir Amerika Serikat dan Eropa akan bersama-sama dengan Ukraina dan kita akan bersama-sama keluar dari krisis ini,” sambungnya.

    Ketua Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, mengatakan blok tersebut sedang mengerjakan paket bantuan Ukraina senilai 50 miliar euro untuk tahun 2024-2027. Dia mengaku ‘sangat yakin’ mengenai kelanjutan bantuan AS untuk Kyiv. Presiden Prancis Emmanuel Macron juga mengatakan Ukraina dapat terus mengandalkan dukungan dari Eropa.

    “Ada komitmen yang sangat dalam dan sangat kuat karena kita semua tahu bahwa kita sedang membicarakan Eropa dan kemungkinan besar perdamaian abadi di benua kita,” katanya.

    Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

  • Aktivis Perempuan Iran Narges Mohammadi Raih Nobel Perdamaian 2023

    Aktivis Perempuan Iran Narges Mohammadi Raih Nobel Perdamaian 2023

    Jakarta

    Hadiah Nobel Perdamaian 2023 diberikan kepada aktivis hak-hak perempuan, Narges Mohammadi, yang kini sedang dipenjara. Penghargaan bergengsi ini diberikan pada Jumat (6/10) atas perjuangannya melawan penindasan terhadap kaum perempuan di Iran.

    Mohammadi mendapat penghargaan “atas perjuangannya melawan penindasan terhadap perempuan di Iran dan perjuangannya untuk memajukan hak asasi manusia dan kebebasan bagi semua orang,” kata Berit Reiss-Andersen, ketua Komite Nobel Norwegia di Oslo, dikutip kantor berita AFP, Jumat (6/10/2023).

    Mohammadi telah menghabiskan sebagian besar waktunya selama dua dekade terakhir keluar masuk penjara karena kampanyenya menentang kewajiban berhijab bagi perempuan dan hukuman mati.

    Perempuan Iran itu adalah wakil presiden Pusat Pembela Hak Asasi Manusia (Defenders of Human Rights Centre) yang didirikan oleh pengacara hak asasi manusia Iran, Shirin Ebadi, yang juga merupakan penerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2003.

    “Perjuangan beraninya harus dibayar dengan kerugian pribadi yang sangat besar. Secara keseluruhan, rezim telah menangkapnya sebanyak 13 kali, menghukumnya sebanyak lima kali, dan menjatuhkan hukuman total 31 tahun penjara dan 154 kali cambukan,” kata Reiss-Andersen.

    Tahun lalu, dengan latar belakang perang di Ukraina, hadiah tersebut diberikan kepada trio simbolis yang menentang perang – kelompok hak asasi manusia Rusia Memorial, Pusat Kebebasan Sipil Ukraina, dan pembela hak asasi manusia asal Belarusia, Ales Bialiatski yang dipenjara.

  • AS Sita Pasokan Senjata Iran, Lalu Diberikan ke Ukraina

    AS Sita Pasokan Senjata Iran, Lalu Diberikan ke Ukraina

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) telah mengirimkan lebih dari 1 juta butir amunisi Iran yang disita tahun lalu, kepada Ukraina yang sedang bertempur melawan invasi Rusia. Amunisi sitaan itu diyakini hendak dipasok oleh Teheran untuk pemberontak Houthi di Yaman, ketika disita oleh Washington.

    Seperti dilansir Reuters, Jumat (6/10/2023), pengiriman senjata sitaan kepada Kyiv itu diumumkan oleh Komando Pusat Militer AS dalam pernyataannya pada Kamis (5/10) waktu setempat.

    Angkatan Laut AS selama bertahun-tahun telah menyita persenjataan yang diyakini berasal dari Iran dan ditujukan untuk para petempur yang didukung Teheran dalam konflik Yaman. Persenjataan itu biasanya diangkut menggunakan kapal-kapal penangkap ikan.

    Komando Pusat AS, yang bertanggung jawab atas operasi militer di Timur Tengah, dalam pernyataan terbaru mengungkapkan bahwa sekitar 1,1 juta peluru kaliber 7,62 mm telah dikirimkan ke Ukraina.

    Disebutkan bahwa peluru itu awalnya disita oleh pasukan Angkatan Laut AS pada Desember 2022 lalu, ketika saat itu sedang dipindahkan dari Garda Revolusi Iran kepada pemberontak Houthi di Yaman.

    “AS berkomitmen untuk bekerja sama dengan sekutu-sekutu dan mitra-mitra kami untuk melawan aliran bantuan mematikan dari Iran di kawasan, dengan segala cara yang sah termasuk melalui sanksi AS dan PBB, serta melalui larangan,” demikian pernyataan Komando Pusat AS.

    Terlepas dari itu, menurut Reuters, amunisi Iran itu sepertinya tidak akan memberikan perbedaan besar di medan perang, khususnya ketika senjata jarak jauh dan sistem pertahanan udara berada dalam daftar keinginan utama Ukraina.

  • Intelijen Inggris Laporkan Rusia Tembak Jatuh Jet Tempur Sendiri di Ukraina

    Intelijen Inggris Laporkan Rusia Tembak Jatuh Jet Tempur Sendiri di Ukraina

    Moskow

    Pasukan pertahanan udara Rusia dilaporkan telah menembak jatuh salah satu jet tempur mereka sendiri di wilayah Tokmak, Ukraina bagian barat daya. Jet tempur yang ditembak jatuh pasukan Moskow itu disebut sebagai jenis paling canggih yang beroperasi dalam invasi di Ukraina.

    Seperti dilansir Alarabiya News, Kamis (5/10/2023), informasi itu disampaikan oleh laporan intelijen terbaru Inggris yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan Inggris pada Rabu (4/10) waktu setempat. Disebutkan dalam laporan itu bahwa Rusia ‘kemungkinan besar’ telah menembak jatuh jet tempur mereka sendiri di Ukraina.

    “Pada 28 September 2023, pasukan pertahanan udara Rusia kemungkinan besar telah menembak jatuh salah satu jet tempur multi-role Su-35S FLANKER M milik mereka sendiri di atas wilayah Tokmak, yang berjarak sekitar 20 kilometer di belakang garis depan pertempuran saat ini,” sebut laporan intelijen Inggris itu.

    Dalam laporan itu, Kementerian Pertahanan Inggris juga menyebut bahwa jet tempur yang ditembak jatuh di Tokmak itu merupakan jet tempur kelima dari jenis Su-35S yang hancur dalam pertempuran dengan Ukraina.

    Puluhan pesawat militer Moskow lainnya, sebut laporan intelijen Inggris, telah hancur dalam perang yang terjadi sejak invasi dilancarkan ke Ukraina setahun lalu.

    “Meskipun Rusia telah kehilangan sekitar 90 pesawat jenis fixed wing sejak awal invasi, ini mungkin hanya kerugian kelima dari Su-35S, jet tempur paling canggih Rusia yang beroperasi secara luas,” demikian seperti disampaikan dalam laporan intelijen Inggris.

    Lebih lanjut disebutkan Kementerian Pertahanan Inggris dalam laporan intelijennya bahwa area ditembak jatuhnya jet tempur Su-35S oleh pasukan Rusia sendiri itu menjadi salah satu lokasi markas besar militer Moskow di Ukraina, yang dilindungi oleh pertahanan udara khusus dan memiliki kesiapan tempur sangat tinggi.

    Lihat juga Video: Komandan Laut Hitam Rusia Muncul Setelah Kabar Dibunuh Ukraina

  • Eropa Ambil Langkah Melindungi Teknologi Sensitif dari China

    Eropa Ambil Langkah Melindungi Teknologi Sensitif dari China

    Jakarta

    Komisi Eropa telah menyusun daftar teknologi sensitif yang harus dicermati dengan cermat untuk melihat risiko yang dapat ditimbulkan teknologi tersebut jika jatuh ke tangan lawan. Menurut para analis, teknologi yang diawasi terutama berasal dari Cina, meski para pejabat Uni Eropa (UE) bersikeras tidak menargetkan negara tertentu.

    “Teknologi saat ini menjadi jantung persaingan geopolitik,” ujar Wakil Presiden Komisi Eropa Vera Jourova dalam konferensi pers di Kota Strasbourg, Prancis, Selasa (09/10). “Uni Eropa ingin menjadi pemain, bukan taman bermain. Dan untuk menjadi pemain, kita memerlukan posisi Uni Eropa yang bersatu, berdasarkan penilaian risiko bersama.”

    Kekacauan rantai pasokan yang disebabkan oleh pandemi corona dan krisis energi, serta perang Rusia di Ukraina, menjadikan Uni Eropa lebih waspada terhadap ketergantungan. Misalnya, ketergantungan terhadap gas alam dari Moskow dan kebutuhan akan mineral penting Cina, yang merupakan kunci bagi teknologi energi ramah lingkungan.

    Karena itulah, pada tahun ini blok tersebut tengah mengembangkan strategi guna menjamin “keamanan ekonomi” mereka. Pendekatan ini juga mengikuti serangkaian langkah serupa yang diambil oleh Amerika Serikat, khususnya dalam pendekatan negara tersebut terhadap Beijing.

    Meskipun lembaga eksekutif Uni Eropa bersusah payah untuk tidak mengecualikan atau menyebut kata Cina pada pengumuman di hari Selasa itu, pengumuman tersebut jelas sejalan dengan strategi yang lebih luas yaitu “mengurangi risiko” hubungan dengan Beijing dan negara-negara lain, seperti yang dianut oleh Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, kata para ahli kepada DW.

    4 teknologi sensitif utama

    Untuk saat ini, Komisi Eropa mengidentifikasi empat bidang teknologi sensitif utama yakni semikonduktor canggih, kecerdasan buatan, kuantum komputer, dan bioteknologi.

    Langkah selanjutnya adalah berkonsultasi dengan negara-negara anggota UE dalam beberapa bulan mendatang untuk memutuskan tindakan yang akan diambil tahun depan. Ini bisa berarti pengendalian ekspor. Mungkin juga bukan.

    Kenapa 4 teknologi itu dinilai sangat sensitif?

    Cabang eksekutif UE memilih bidang-bidang yang dinilai berisiko berdasarkan tiga kriteria: kekuatan transformatifnya secara umum, yakni seberapa besar perubahan yang dapat dihasilkan, potensi untuk digunakan dalam bidang militer dan apakah teknologi ini dapat terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia.

    Agathe Demarais, analis dari Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa, mengatakan kepada DW bahwa sangat jelas bahwa kategori yang dipilih menargetkan adanya risiko dari Cina.

    Pertama, “semikonduktor memiliki aplikasi ganda untuk keperluan sipil, iPhone, dan keperluan militer, misil,” menurut Demarais.

    “UE dan AS sangat berhati-hati dalam melakukan apa pun yang akan membantu Cina meningkatkan kemampuan militernya,” kata Demarais, merujuk pada meningkatnya ketegangan antara Beijing dan pulau Taiwan.

    Kedua, kekhawatiran UE terhadap teknologi kecerdasan buatan juga berkaitan dengan perlindungan kebebasan sipil, kata Demarais. Cina menggunakan pendeteksi wajah untuk melacak mereka yang pembangkang. UE saat ini sedang dalam proses merundingkan undang-undang pertama di dunia yang mengatur AI, dan penggunaan pengenalan biometrik jarak jauh secara massal adalah salah satu topik perdebatan yang paling kontroversial.

    Ketiga, pengembangan komputer kuantum yang lebih cepat dan lebih kuat dibandingkan komputer biasa. Ini akan memiliki implikasi militer, ujar Demarais. Komputer kuantum kemungkinan dapat memecahkan metode enkripsi yang digunakan secara online untuk segala hal mulai dari pesan pribadi hingga perbankan. “Jika Anda memecahkan kode enkripsi, misalnya, komunikasi AS atau komunikasi militer, hal ini jelas mempunyai dampak yang besar,” jelas Demarais.

    Terakhir, bioteknologi digunakan secara luas dalam ilmu kedokteran namun juga menimbulkan kekhawatiran terhadap kebebasan sipil, kata Demarais. “Hal ini mempunyai implikasi yang sangat besar, misalnya jika Cina punya akses terhadap database DNA,” ujarnya. Ada juga kekhawatiran mengenai pengembangan persenjataan yang menggunakan bioteknologi.

    Tidak mudah mencapai konsensus di UE

    Untuk mengambil tindakan nyata tampaknya masih terlalu jauh bagi UE. John Lee, direktur konsultan East West Futures, mengatakan kepada DW bahwa menurutnya target untuk menyelesaikan penilaian risiko bersama hingga akhir tahun sangatlah sangat ambisius.

    Bagi Demarais dari ECFR, masalah besarnya adalah apakah negara-negara UE dapat sepakat mengenai betapa sulitnya untuk mencapai konsensus. Ia bahkan menilai bahwa cakupan daftar yang diterbitkan pada hari Selasa lebih sempit dari perkiraannya, dan tidak seluas inisiatif serupa di AS. Tahun lalu, Washington memberlakukan pembatasan ekspor semikonduktor canggih yang dapat digunakan untuk mendukung teknologi AI Cina.

    “Wacana pengurangan risiko telah menciptakan perpecahan di antara negara-negara anggota UE. Khususnya, perekonomian Jerman jauh lebih rentan terhadap Cina dibandingkan perekonomian Eropa lainnya,” kata Demarais.

    “Ekspor barang dan jasa Jerman ke Cina menyumbang lebih dari 3% PDB Jerman – angka tertinggi di UE dan dua kali lipat dibandingkan di Perancis, Italia, dan Spanyol,” kata Demarais.

    Di Beijing, daftar baru ini kemungkinan akan dianggap sebagai tanda lebih lanjut dari upaya UE untuk menjauhkan diri dari Cina, kata Demarais. “Saya pikir mereka khawatir dengan konteks ketegangan yang lebih luas dengan negara-negara Barat, karena negara Barat adalah pasar ekspor utama (bagi Cina).”

    (ae/yf)

    (ita/ita)

  • Jalan Penuh Liku Menuju Perluasan Uni Eropa

    Jalan Penuh Liku Menuju Perluasan Uni Eropa

    Jakarta

    Sejak Februari lalu, sebuah konsensus baru telah disepakati di Brussels: Uni Eropa perlu tumbuh lebih besar. Anggota-anggota Uni Eropa (UE) yang dulunya skeptis terhadap perluasan, kini mulai berpikir serius untuk menyambut calon-calon anggota baru seperti Ukraina, Moldova, dan negara-negara Balkan Barat lainnya ke dalam keanggotaan mereka.

    Pergeseran ini dipicu oleh invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina. Sebelumnya calon-calon anggota EU harus melewati serangkaian reformasi politik dan rintangan hukum yang berat untuk mencapai tujuan tersebut. Contohnya Makedonia Utara yang sudah antre sejak tahun 2005, masih juga belum diterima jadi anggota EU.

    Saat ini, pola pikir telah berubah. Seperti yang diungkapkan oleh seorang diplomat Uni Eropa: “Perluasan adalah sebuah kenyataan yang ada saat ini. Hal tersebut baru terjadi sejak sekitar satu setengah tahun yang lalu.”

    Namun Brussels mempunyai pekerjaan rumah sendiri yang harus diselesaikan jika ingin konsensus politik ini berjalan lancar. “Sebelum melakukan pembicaraan yang realistis dengan negara-negara yang ingin bergabung, kita harus memikirkan seperti apa sebenarnya perluasan UE itu – dan sejauh itulah jadinya,” ujar diplomat yang meminta untuk tidak disebutkan namanya itu mengatakan. DW.

    Memberikan keseimbangan kekuatan

    Pembicaraan soal perluasan EU telah dimulai. Awal bulan ini, sekelompok peneliti yang mendapat penugasan dari Prancis dan Jerman meluncurkan makalah yang penuh dengan gagasan tentang cara kerja dan jalan menuju ke arah itu. Thu Nguyen, seorang peneliti senior di bidang kebijakan dan Jacques Delors Center di Berlin, termasuk di antara mereka. Dia mengatakan kepada DW bahwa memikirkan kembali cara UE mengambil keputusan bisa menjadi tantangan politik yang paling besar.

    Daftar resmi negara-negara kandidat UE masih mengular: Ukraina, Moldova, Albania, Montenegro, Bosnia Herzegovina, Makedonia Utara, Serbia dan Turki. Georgia dan Kosovo juga dianggap sebagai “kandidat potensial”.

    Namun meski beranggotakan 27 negara, blok tersebut terkadang kesulitan mengambil tindakan. Langkah kebijakan luar negeri seperti memberikan sanksi kepada Rusia memerlukan dukungan bulat, yang berarti negosiasi kadang-kadang bisa memakan waktu berbulan-bulan karena negara-negara anggota harus memikirkan apa saja yang akan dilarang atau aset mana yang akan dibekukan.

    Di bawah sistem yang berlaku saat ini, Ukraina – dengan populasi lebih dari 40 juta jiwa – akan menjadi salah satu negara paling kuat secara politik di UE. “Semakin banyak negara anggota, semakin besar risiko adanya pemain veto yang menghalangi keputusan,” kata Nguyen.

    Oleh karena itu, Nguyen dan timnya menyarankan untuk menghapuskan suara bulat dan menghitung ulang jumlah suara mayoritas yang memenuhi syarat untuk memastikan UE yang lebih besar masih memiliki “kapasitas untuk bertindak.” Secara kontroversial, usulan tersebut juga akan mempersulit negara-negara besar seperti Prancis dan Jerman untuk memblokir kesepakatan.

    Namun reformasi seperti itu memerlukan perubahan undang-undang dasar blok, dan memerlukan dukungan dari negara-negara anggota yang akan kehilangan kekuasaan akibat perombakan tersebut. Dan, seperti yang diakui Nguyen, “suasana politik saat ini tidak terlalu mendukung perubahan perjanjian.”

    Sengketa gandum di Ukraina menunjukkan potensi peningkatan anggaran

    Lalu ada pertanyaan tentang bagaimana membagi dana UE untuk mengatasi kesenjangan ekonomi yang lebih dalam. Sebagian besar kandidat anggota UE yang saat ini antri, memiliki Produk Domestik Brutoo (PDB) per kapita yang lebih rendah dibandingkan negara anggota termiskin di blok tersebut, Bulgaria – dan dengan sekitar sepertiga dari anggaran Brussels saat ini dialokasikan untuk subsidi pertanian, kedatangan negara besar di bidang pertanian, Ukraina, akan secara radikal mengubah pola distribusi dana subsidi yang ada saat ini.

    Bulan lalu, Polandia, Slovakia dan Hongaria mengumumkan rencana embargo sepihak terhadap gandum Ukraina, untuk melindungi produsen mereka sendiri dari potensi penurunan harga. Bagi mantan komisaris perdagangan UE, Phil Hogan, hal ini menyiratkan jalan yang sulit di masa depan.

    “Harus ada perubahan kelembagaan besar-besaran, perubahan anggaran besar-besaran, dan adaptasi kebijakan terhadap kenyataan baru,” kata Hogan kepada DW. “Ukraina adalah negara besar dengan kepentingan pertanian yang besar. Dan gagasan bahwa kita akan mampu mengatasi masalah Ukraina menjadi anggota dengan kebijakan pertanian Uni Eropa yang terintegrasi penuh, akan menjadi tantangan besar.”

    “Bahkan berdasarkan pengalaman sebelumnya, terdapat sensitivitas seputar masalah perdagangan dengan Ukraina,” tambahnya. “Ketegangan antara Ukraina dan Eropa sehubungan dengan pertanian bukanlah hal yang baru – namun bisa Anda bayangkan tantangan seperti apa yang akan dihadapi para petani Eropa dalam konteks jika Balkan Barat dan Ukraina serta negara-negara lain menjadi bagian tak terpisahkan dari EU nantinya. “

    Namun, Hogan tetap berharap: “Saya sangat mendukung perluasan Uni Eropa dan memasukkan negara-negara Eropa yang mungkin tidak kita sukai ke dalam EU, ketimbang mereka berpaling ke kelompok Eropa lainnya yang tidak kita inginkan,” ujarnya secara terselubung mengacu pada pengaruh Rusia.

    “Politik adalah seni untuk mewujudkan apa yang mungkin terjadi dan saya berharap negara-negara anggota EU akan mengembangkan diri mereka sendiri dan warga negara mereka akan mengembangkan diri mereka untuk memastikan bahwa lingkungan kita berada dalam kondisi yang tidak terlalu tegang.”

    Berakhirnya persatuan yang semakin erat?

    Ada berbagai pertanyaan kecil mengenai berfungsinya UE yang lebih besar yang juga perlu dijawab: Berapa banyak lagi anggota parlemen yang akan masuk Parlemen Eropa? Berapa banyak lagi bahasa resmi UE yang ada? Bisakah setiap negara mempertahankan anggota Komisi Eropa yang berdedikasi?

    Mengingat permasalahan hukum dan politik yang mungkin terjadi di masa depan, beberapa pihak berpendapat sudah waktunya untuk memperluas definisi blok tersebut. Minggu ini, para pemimpin Eropa menuju ke Spanyol untuk menghadiri pertemuan ketiga Komunitas Politik Eropa (EPC). Dalam EPC, visi mengenai hubungan antarpemerintah yang lebih luas mulai terlihat.

    Pembentukan EPC digagas Presiden Perancis Emmanuel Macron. Ketika ia pertama kali mengemukakan gagasan tersebut secara terbuka pada tahun 2022, Macron mengatakan, dibutuhkan waktu “puluhan tahun” bagi Ukraina untuk bergabung dengan UE, dan mengusulkan pembentukan kelompok baru yang “akan memungkinkan negara-negara Eropa yang demokratis” untuk “menemukan ruang baru bagi kerja sama politik dan keamanan.”

    Saat ini, EPC secara formal tidak lebih dari sekedar ruang diskusi, tanpa struktur, hak suara, atau perjanjian yang mapan. Namun ini adalah satu-satunya forum yang menyatukan komunitas luas yang beranggotakan 45 undangan. EPC mencakup semua negara dan kandidat UE, negara-negara kaya yang berada di luar blok tersebut seperti Swiss, Norwegia, dan Inggris, serta bahkan negara-negara yang tengah bertikai Armenia dan Azerbaijan. Rusia tidak ada dalam daftar tamu.

    Bagi Thu Nguyen dan rekan-rekan penelitinya, struktur yang lebih longgar ini dapat memberikan petunjuk tentang apa yang mungkin terjadi jika UE gagal menyepakati rencana ekspansinya.

    Mereka menyarankan mungkin ada “lingkaran dalam” inti yang terdiri dari negara-negara UE yang terintegrasi erat, kemudian UE yang lebih luas, kemudian “anggota asosiasi” tingkat berikutnya yang menikmati beberapa manfaat terkait dengan pasar tunggal blok tersebut, dan “lingkaran luar” yang didasarkan pada EPC, yang menurut Nguyen “tidak akan mencakup segala bentuk integrasi dengan undang-undang UE yang mengikat… melainkan kerja sama berdasarkan pertimbangan geostrategis.”

    Siap untuk tahun 2030?

    Namun potensi pendekatan multicepat ini mungkin terbukti tidak populer, karena dipandang oleh sebagian orang sebagai hal yang menciptakan warga negara kelas dua di klub UE. Perdana Menteri Ukraina Dennis Shmyhal baru-baru ini mengatakan kepada media Politico bahwa negaranya “melakukan semua upaya maksimal untuk memastikan bahwa Ukraina akan menjadi anggota penuh Uni Eropa.”

    Komisi Eropa sering kali menegaskan, aksesi adalah proses yang berdasarkan prestasi dan tidak memiliki batas waktu. Namun, Presiden Dewan Eropa Charles Michel baru-baru ini menegaskan, blok tersebut harus siap untuk diperluas pada tahun 2030.

    Thu Nguyen juga mendukung target akhir dekade tersebut– namun ketika ditanya apakah target tersebut realistis, ia menjawab singkat: “Sulit untuk membuat prognosis.”

    “Ini adalah proses jangka panjang,” pungkas Nguyen. “Sementara kita masih berada di tingkat awal diskusi dan perdebatan.”

    ap/as

    (ita/ita)

  • Terancam Tak Dapat Bantuan AS Lagi, Ini Kata Ukraina

    Terancam Tak Dapat Bantuan AS Lagi, Ini Kata Ukraina

    Kyiv

    Pemerintah Ukraina memberikan reaksi diplomatis terhadap tidak masuknya bantuan untuk Kyiv dalam rencana anggaran yang baru saja diloloskan Kongres Amerika Serikat (AS). Kyiv meyakini dukungan Washington terhadap negaranya tidak melemah.

    Seperti dilansir Reuters, Senin (2/10/2023), tanggapan yang diberikan Menteri Luar Negeri (Menlu) Ukraina Dmytro Kuleba itu terkesan meremehkan pentingnya rancangan undang-undang (RUU) pendanaan sementara (stopgap bill) untuk pemerintah AS yang tidak menyertakan anggaran untuk bantuan bagi Ukraina.

    Diketahui bahwa bantuan militer AS dan negara-negara Barat lainnya sangat penting bagi Ukraina dalam melawan invasi besar-besaran yang dilancarkan Rusia sejak Februari 2022 lalu.

    Dalam tanggapannya, Kuleba mengatakan bahwa Ukraina sedang melakukan pembicaraan dengan Partai Republik dan Partai Demokrat dalam Kongres AS membahas persoalan itu.

    Kuleba juga menyebut bahwa drama seputar RUU pendanaan sementara yang mencegah penutupan pemerintah AS pada Sabtu (30/9) waktu setempat hanyalah sebuah ‘insiden’ dan bukan sesuatu yang sistemis.

    “Kami tidak merasa bahwa dukungan AS telah hancur…karena Amerika Serikat memahami bahwa yang dipertaruhkan di Ukraina jauh lebih besar daripada hanya Ukraina,” ujar Kuleba kepada wartawan saat menyambut kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell menjelang pertemuan para Menlu Uni Eropa di Kyiv.

    “Ini soal stabilitas dan prediktabilitas dunia, dan oleh karena itu, saya meyakini kita akan mampu menemukan solusi yang dibutuhkan,” cetusnya.

    Lihat juga Video ‘Komandan Laut Hitam Rusia Muncul Setelah Kabar Dibunuh Ukraina’: