Negara: Ukraina

  • PM Israel Salahkan PM Australia Soal Serangan ke Umat Yahudi di Sydney

    PM Israel Salahkan PM Australia Soal Serangan ke Umat Yahudi di Sydney

    Para pemimpin dunia menyampaikan belasungkawa dan reaksi terhadap serangan penembakan di Pantai Bondi, Sydney, Australia, hari Minggu kemarin (15/12).

    Serangan terjadi saat umat Yahudi di Sydney sedang merayakan hari pertama di pekan Hanukkah.

    Sejauh ini 15 korban serangan tewas. Satu dari dua pelaku penembakan juga tewas di lokasi kejadian.

    Sebanyak 38 orang lainnya, termasuk dua petugas polisi, terluka dan telah dibawa ke rumah sakit di seluruh kota.

    Berikut reaksi dari para pemimpin dunia tersebut.

    Israel

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyalahkan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese atas serangan penembakan mematikan di Bondi.

    Dalam pidatonya yang berapi-api semalam, Netanyahu mengatakan “antisemitisme adalah kanker” yang “menyebar ketika para pemimpin tetap diam.”

    “Saya menyerukan kepada Anda untuk mengganti kelemahan dengan tindakan, peredaan dengan tekad. Sebaliknya, perdana menteri, Anda mengganti kelemahan dengan kelemahan dan upaya meredakan dengan lebih banyak upaya untuk meredakan,” ujar Netanyahu.

    “Pemerintahan Anda tidak melakukan apa pun untuk menghentikan penyebaran antisemitisme di Australia. Anda tidak melakukan apa pun untuk mengekang sel-sel kanker yang tumbuh di negara Anda.

    “Anda tidak mengambil tindakan apa pun. Anda membiarkan penyakit ini [anti-Semitisme] menyebar dan hasilnya adalah serangan mengerikan terhadap orang Yahudi yang kita saksikan hari ini.”

    Amerika Serikat

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga mengomentari serangan mengerikan itu dan menyebutnya “murni serangan anti-Semit.”

    “Di Australia terjadi serangan yang mengerikan,” katanya pada hari Minggu, waktu AS, dalam perayaan Natal di Gedung Putih.

    “Ini adalah serangan yang mengerikan, 11 tewas, 29 luka parah. Dan itu jelas merupakan serangan anti-Semit.

    “Saya hanya ingin menyampaikan belasungkawa saya kepada semua orang.”

    Negara-negara Muslim

    Dalam pernyataannya Arab Saudi menegaskan sikapnya yang “menantang segala bentuk kekerasan, terorisme, ekstremisme” dan menyampaikan belang sungkawa terhadap keluarga korban serta pemerintah dan rakyat Australia.

    Kementerian Luar Negeri Iran turut mengecam serangan insiden penembakan di Pantai Bondi.

    “Serangan kekerasan terhadap warga sipil di Sydney. Teror dan pembunuhan massal harus dikecam, di mana pun terjadi, sebagai tindakan melawan hukum dan kriminal,” demikian pernyataan yang diunggah di akun X.

    Pernyataan yang serupa sudah dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri di Turki, Uni Emirat Arab, serta Qatar.

    Inggris

    Raja Charles mengatakan ia dan istrinya, Ratu Camilla “sangat terkejut dan sedih” mendengar berita serangan teroris anti-Semit terhadap warga Yahudi yang sedang merayakan Hanukkah di Bondi.

    “Hati kami turut berduka cita kepada semua orang yang terkena dampak begitu mengerikan, termasuk para petugas polisi yang terluka saat melindungi anggota komunitas mereka,” katanya dalam pesan yang dirilis oleh Istana Buckingham.

    “Kami memuji polisi, layanan darurat, dan anggota masyarakat yang tindakan heroiknya tidak diragukan lagi mencegah kengerian dan tragedi yang lebih besar.

    “Di saat-saat sulit, warga Australia selalu bersatu dalam persatuan dan tekad. Saya tahu bahwa semangat kebersamaan dan cinta yang bersinar begitu terang di Australia, dan cahaya di jantung Festival Hanukkah, akan selalu menang atas kegelapan kejahatan semacam itu.”

    Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengatakan ini adalah berita yang sangat menyedihkan dari Australia.

    “Inggris menyampaikan simpati dan belasungkawa kami kepada semua orang yang terkena dampak serangan mengerikan di pantai Bondi. Saya terus menerima informasi terbaru tentang perkembangan situasi ini,” uajrnya.

    Prancis

    Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan “Prancis menyampaikan belasungkawa kepada para korban, yang terluka, dan orang-orang terkasih mereka.”

    “Kami turut merasakan duka cita rakyat Australia dan akan terus berjuang tanpa henti melawan kebencian anti-Semit, yang menyakiti kita semua, di mana pun terjadi,” katanya.

    Malaysia

    Melalui akun X-nya, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan “tindakan kekerasan di Sydney telah merenggut nyawa yang tak bersalah.”

    “Saya sangat prihatin dengan serangan kekerasan di Sydney yang telah merenggut nyawa orang tak bersalah dan menyebabkan banyak lainnya terluka,” bunyi pernyataannya.

    “Saya mengutuk tindakan ini dengan sekeras-kerasnya. Tidak ada pembenaran untuk kekerasan yang ditujukan kepada warga sipil, apalagi serangan yang menargetkan orang berdasarkan ras atau agama, kapan pun dan di mana pun.”

    Ukraina

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy juga turut menyampaikan belasungkawanya.

    “Kami menyampaikan belasungkawa kepada keluarga dan orang-orang terkasih dari mereka yang tewas dan mendoakan kesembuhan yang cepat dan sepenuhnya bagi semua yang terluka,” ujar Presiden Zelenskyy.

    “Teror dan kebencian tidak boleh pernah gagal, keduanya harus dikalahkan di mana pun dan kapan pun.”

    Kanada

    Perdana Menteri Kanada Mark Carney mengatakan “Hanukkah adalah waktu terang di tengah kegelapan dan peringatan akan ketahanan bangsa Yahudi.”

    “Semoga kita semua mendukung dan memperkuat ketahanan itu untuk melindungi komunitas Yahudi kita dan untuk memastikan, yang lebih mendasar, bahwa semua orang dapat berkembang dalam setiap aspek masyarakat kita.

    Selandia Baru

    Perdana Menteri Selandia Baru Christoper Luxon mengungkapkan rasa terkejutnya setelah mengatakan “Australia dan Selandia Baru lebih dari sekadar teman, kami adalah keluarga.”

    “Saya terkejut melihat insiden menyerikan di Bondi, tempat yang dikunjungi warga Selandia Baru setiap hari. Pikiran saya, dan pikiran seluruh warga Selandia Baru, bersama mereka yang terkena dampak,” ujarnya.

  • Diandalkan di Indonesia, Ingin Dilumpuhkan di China

    Diandalkan di Indonesia, Ingin Dilumpuhkan di China

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia dan China merupakan negara  dengan populasi terbesar di dunia. Keduanya memiliki sikap berbeda terhadap satelit orbit rendah (LEO) Starlink milik Elon Musk.

    Pemerintah Indonesia saat ini sangat bergantung dengan konektivitas satelit, baik Satria-1 maupun Starlink, dalam berkomunikasi di wilayah terdampak banjir di Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh.

    Pada 3 Desember 2025, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyalurkan 32 unit perangkat Starlink untuk membantu masyarakat yang terdampak banjir dan longsor. Bantuan ini diberikan untuk mempercepat pemulihan layanan di wilayah yang mengalami kerusakan infrastruktur telekomunikasi. 

    Kepala Balai Monitor Kelas II Padang Kementerian Komdigi, M. Helmi, menjelaskan jumlah perangkat yang dikirimkan telah disesuaikan dengan permintaan dan kebutuhan masyarakat di lokasi bencana. 

    “Komdigi tidak memungut biaya untuk penggunaan Starlink ini oleh masyarakat terdampak bencana. Setelah masa tanggap darurat berakhir, kebijakan penggunaan akan disesuaikan, termasuk kemungkinan pemanfaatan komersial,” kata Helmi.

    Dia memaparkan perangkat Starlink memiliki jangkauan antara 500 meter hingga 1 kilometer dan dapat digunakan sekitar 60 pengguna sekaligus. 

    Kapasitasnya masih bisa ditingkatkan ketika perangkat dihubungkan dengan alat pendukung seperti hotspot tambahan. Kecepatan internet yang dihasilkan dapat mencapai hingga 300 Mbps.

    Helmi menambahkan Starlink dimanfaatkan sebagai jaringan pengganti sementara ketika BTS mengalami gangguan akibat listrik padam, putusnya transmisi, kerusakan fisik, maupun ketika melayani area blank spot. 

    “Akses komunikasi melalui satelit tidak bergantung pada kondisi infrastruktur darat, sehingga membantu percepatan pemulihan jaringan di daerah terdampak,” katanya.

    Perangkat penangkap sinyal Starlink

    Berbeda dengan Indonesia, pemerintah China saat ini justru tengah memikirkan cara untuk memadamkan satelit Starlink. Mereka khawatir Starlink hanya akan membuat kericuhan pada masa mendatang karena mereka dapat mengendalikan informasi lewat konektivitas satelit.

    Peneliti di China tengah menjajal metode baru untuk melumpuhkan jaringan internet satelit konstelasi, seperti Starlink, guna mengantisipasi potensi konflik di masa depan. 

    Berdasarkan studi terbaru, China diperkirakan membutuhkan ribuan drone untuk melakukan jamming atau pengacauan sinyal di wilayah seluas Taiwan.

    Melansir dari Dark Reading Kamis (11/12/2025), sebuah makalah akademis yang diterbitkan dalam jurnal Systems Engineering and Electronics mengungkapkan temuan tersebut. Peneliti dari dua universitas besar di China menemukan bahwa komunikasi yang disediakan oleh konstelasi satelit dapat diganggu, namun dengan biaya yang sangat besar.

    Studi tersebut mensimulasikan bahwa untuk memutus sinyal dari jaringan Starlink ke wilayah seluas Taiwan, militer membutuhkan pengerahan 1.000 hingga 2.000 drone yang dilengkapi perangkat jammer secara bersamaan.

    Diketahui sebelumnya, konstelasi satelit menjadi peran vital dalam perang Rusia dan Ukraina. Satelit terbukti menjadi urat nadi bagi pasukan Ukraina untuk menjaga konektivitas internet dan komunikasi militer tetap hidup meski di tengah gempuran serangan.

    Temuan ini menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah dan perusahaan antariksa global. Peneliti pertahanan siber senior di Center for Security Studies (CSS) ETH Zürich Clémence Poirier mengatakan bahwa riset ini adalah realita nyata mengenai strategi perang masa depan.

    Menurut Poirier, jika konflik pecah di Asia, terutama yang melibatkan China dan Taiwan, pemutusan konektivitas satelit akan menjadi strategi langkah pembuka.

    “Perusahaan antariksa harus memantau sistem mereka dengan ketat, memisahkan jaringan antara pelanggan sipil dan militer, serta memperbarui model ancaman mereka jika konflik terjadi,” ujar Poirier.

    Satelit kini memegang peran yang makin krusial, mulai dari menyediakan bandwidth berkecepatan tinggi berbiaya rendah untuk daerah pedesaan hingga komunikasi di zona konflik. 

    Hal ini menjadikan infrastruktur tersebut target utama. Sistem navigasi satelit global (GNSS) makin sering mengalami gangguan di sekitar zona perang, sementara peretas negara menargetkan kendali posisi satelit melalui serangan siber.

    Wakil Direktur Proyek Keamanan Dirgantara di Center for Strategic and International Studies (CSIS) Clayton Swope juga menjelaskan mengapa serangan siber dan perang elektronik terhadap satelit kini lebih diminati dibandingkan serangan fisik.

    Menurut Swope, taktik ini memiliki risiko kerusakan tambahan yang lebih kecil dan kemungkinan eskalasi ketegangan yang lebih rendah.

    “Serangan kinetik (fisik) masih menjadi kekhawatiran, tetapi sulit membayangkan serangan kinetik terjadi di masa damai atau ketegangan tinggi karena terlalu memicu eskalasi perang terbuka,” kata Swope.

    Sebaliknya, dia menilai serangan siber serta pengacauan sinyal sering terjadi sebagai taktik “zona abu-abu” yang dianggap tidak mengancam eskalasi yang tidak diinginkan secara langsung.

    Meski China meriset cara melumpuhkannya, jaringan satelit konstelasi sangat sulit untuk dilumpuhlan secara total. Karakteristik satelit ini yang bergerak cepat, berjumlah banyak, dan menggunakan berbagai teknik koreksi sinyal membuat interferensi menjadi tantangan berat.

    Sebagai contoh, Starlink saat ini mengoperasikan sekitar 9.000 satelit yang bergerak di low-earth orbit. Taiwan sendiri telah mengantisipasi risiko ini dengan menandatangani kontrak bersama Eutelsat OneWeb, konstelasi satelit lain yang memiliki lebih dari 600 satelit, untuk menjamin konektivitas jika terjadi bencana atau perang.

    Direktur Strategi dan Keamanan Nasional di The Aerospace Corp Sam Wilson menambahkan bahwa dengan beralihnya AS dan negara lain ke konstelasi satelit terdistribusi yang besar, senjata anti-satelit tradisional menjadi kurang bernilai secara strategis.

    “Menghancurkan satu aset memang akan menyebabkan kerusakan, tetapi tidak akan mematikan seluruh konstelasi. Hal ini mendorong musuh untuk mempertimbangkan vektor ancaman lain, termasuk perang elektronik dan siber,” jelas Wilson. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)

  • Harga Minyak Global Menguat, Pasar Cermati Potensi Surplus Pasokan

    Harga Minyak Global Menguat, Pasar Cermati Potensi Surplus Pasokan

    Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak dunia terpantau naik pada perdagangan awal pekan, Senin (15/12/2025) di tengah sentimen potensi kelebihan pasokan global dan meningkatnya ketegangan geopolitik.

    Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak jenis Brent terpantau menguat 0,4% ke level US$61,36 per barel. Sementara itu, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) naik 0,4% ke level US$57,68 per barel.

    Adapun, harga minyak dunia masih bergerak di dekat level terendah dalam hampir dua bulan. 

    Sepanjang tahun ini, harga minyak berpotensi mencatatkan penurunan tahunan, dipicu ekspektasi surplus pasokan yang kian membesar di tengah peningkatan produksi OPEC+ dan produsen lain, meski pertumbuhan konsumsi masih lesu.

    Aktivitas perdagangan minyak diperkirakan menipis menjelang libur Natal dan Tahun Baru, yang berpotensi membuat pergerakan harga lebih bergejolak. Pada awal perdagangan Asia, volume agregat kontrak Brent tercatat berada di bawah rata-rata harian.

    Meski demikian, ketidakpastian geopolitik masih menyuntikkan premi risiko ke harga minyak dan menahan pelemahan lebih dalam. Ukraina terus melancarkan serangan terhadap fasilitas energi Rusia, termasuk menghantam kilang utama dan depot minyak sepanjang akhir pekan. 

    Sementara itu, Amerika Serikat juga kembali mengirimkan utusan untuk putaran baru perundingan guna mengakhiri perang tersebut.

    Di kawasan lain, Iran mengklaim telah menyita sebuah kapal tanker asing di Teluk Oman yang dicurigai membawa bahan bakar selundupan. Sementara itu, AS mencegat sebuah kapal di lepas pantai Venezuela pekan lalu, seiring Presiden AS Donald Trump meningkatkan tekanan terhadap rezim Nicolas Maduro. 

    Selain itu, Trump juga berjanji akan melancarkan serangan AS terhadap kartel narkoba di daratan. “Premi geopolitik belum sepenuhnya hilang, tetapi untuk sementara tersisih oleh narasi kelebihan pasokan,” ujar Chief Investment Strategist Saxo Markets di Singapura, Charu Chanana. 

    Menurut Chanana, faktor geopolitik saat ini lebih berperan sebagai penahan penurunan harga ketimbang pemicu reli harga yang berkelanjutan.

  • China Waswas Starlink Picu Konflik Masa Depan, Misi Lumpuhkan Satelit Musk Dimulai

    China Waswas Starlink Picu Konflik Masa Depan, Misi Lumpuhkan Satelit Musk Dimulai

    Bisnis.com, JAKARTA — Peneliti di China mempelajari cara untuk melumpuhkan jaringan internet satelit konstelasi, seperti Starlink, guna mengantisipasi potensi konflik di masa depan. Terdapat beberapa metode yang ditemui meski ongkosnya cukup mahal.

    Diketahui jumlah satelit Starlink milik Elon Musk terus bertambah dan dikabarkan telah menembus lebih dari 10.000 pada Oktober 2025, menjadikannya konstelasi satelit terbesar di dunia yang mengorbit Bumi untuk menyediakan internet berkecepatan tinggi.

    China mulai khawatir. Berdasarkan studi terbaru, China memperkirakan butuh ribuan drone untuk melakukan jamming atau pengacauan sinyal di wilayah seluas Taiwan.

    Melansir dari Dark Reading Minggu (14/12/2025), sebuah makalah akademis yang diterbitkan dalam jurnal Systems Engineering and Electronics mengungkapkan temuan tersebut. Peneliti dari dua universitas besar di China menemukan bahwa komunikasi yang disediakan oleh konstelasi satelit dapat diganggu, namun dengan biaya yang sangat besar.

    Studi tersebut mensimulasikan bahwa untuk memutus sinyal dari jaringan Starlink ke wilayah seluas Taiwan, militer membutuhkan pengerahan 1.000 hingga 2.000 drone yang dilengkapi perangkat jammer secara bersamaan.

    Diketahui sebelumnya, konstelasi satelit menjadi peran vital dalam perang Rusia dan Ukraina. Satelit terbukti menjadi urat nadi bagi pasukan Ukraina untuk menjaga konektivitas internet dan komunikasi militer tetap hidup meski di tengah gempuran serangan.

    Temuan ini menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah dan perusahaan antariksa global. Peneliti pertahanan siber senior di Center for Security Studies (CSS) ETH Zürich Clémence Poirier mengatakan bahwa riset ini adalah realita nyata mengenai strategi perang masa depan.

    Menurut Poirier, jika konflik pecah di Asia, terutama yang melibatkan China dan Taiwan, pemutusan konektivitas satelit akan menjadi strategi langkah pembuka.

    “Perusahaan antariksa harus memantau sistem mereka dengan ketat, memisahkan jaringan antara pelanggan sipil dan militer, serta memperbarui model ancaman mereka jika konflik terjadi,” ujar Poirier.

    Satelit kini memegang peran yang makin krusial, mulai dari menyediakan bandwidth berkecepatan tinggi berbiaya rendah untuk daerah pedesaan hingga komunikasi di zona konflik. 

    Hal ini menjadikan infrastruktur tersebut target utama. Sistem navigasi satelit global (GNSS) makin sering mengalami gangguan di sekitar zona perang, sementara peretas negara menargetkan kendali posisi satelit melalui serangan siber.

    Wakil Direktur Proyek Keamanan Dirgantara di Center for Strategic and International Studies (CSIS) Clayton Swope juga menjelaskan mengapa serangan siber dan perang elektronik terhadap satelit kini lebih diminati dibandingkan serangan fisik.

    Menurut Swope, taktik ini memiliki risiko kerusakan tambahan yang lebih kecil dan kemungkinan eskalasi ketegangan yang lebih rendah.

    “Serangan kinetik (fisik) masih menjadi kekhawatiran, tetapi sulit membayangkan serangan kinetik terjadi di masa damai atau ketegangan tinggi karena terlalu memicu eskalasi perang terbuka,” kata Swope.

    Sebaliknya, dia menilai serangan siber serta pengacauan sinyal sering terjadi sebagai taktik “zona abu-abu” yang dianggap tidak mengancam eskalasi yang tidak diinginkan secara langsung.

    Meski China meriset cara melumpuhkannya, jaringan satelit konstelasi sangat sulit untuk dilumpuhlan secara total. Karakteristik satelit ini yang bergerak cepat, berjumlah banyak, dan menggunakan berbagai teknik koreksi sinyal membuat interferensi menjadi tantangan berat.

    Sebagai contoh, Starlink saat ini mengoperasikan sekitar 9.000 satelit yang bergerak di low-earth orbit. Taiwan sendiri telah mengantisipasi risiko ini dengan menandatangani kontrak bersama Eutelsat OneWeb, konstelasi satelit lain yang memiliki lebih dari 600 satelit, untuk menjamin konektivitas jika terjadi bencana atau perang.

    Direktur Strategi dan Keamanan Nasional di The Aerospace Corp Sam Wilson menambahkan bahwa dengan beralihnya AS dan negara lain ke konstelasi satelit terdistribusi yang besar, senjata anti-satelit tradisional menjadi kurang bernilai secara strategis.

    “Menghancurkan satu aset memang akan menyebabkan kerusakan, tetapi tidak akan mematikan seluruh konstelasi. Hal ini mendorong musuh untuk mempertimbangkan vektor ancaman lain, termasuk perang elektronik dan siber,” jelas Wilson. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)

  • Haru Biru Kim Jong Un Sambut Militer Korut seusai Misi di Rusia

    Haru Biru Kim Jong Un Sambut Militer Korut seusai Misi di Rusia

    Video: Haru Biru Kim Jong Un Sambut Militer Korut seusai Misi di Rusia

    Video Derita Warga Tangsel: Rumah Hampir Terkubur Gunung Sampah

    1,668 Views |

    Minggu, 14 Des 2025 10:21 WIB

    Kim Jong Un bersedih ketika menyambut kepulangan prajurit militer Korea Utara yang gugur di perang Rusia-Ukraina. Upacara militer besar-besaran pun digelar di Pyongyang.

    Diketahui Korea Utara telah mengirimkan 14.000 tentara untuk membantu Rusia. Dari jumlah tersebut, sudah ada 6.000 tentara Korea Utara yang gugur.

    Cariss Nayla/Ashri Fathan – 20DETIK

  • AS Bakal Cabut Sanksi ke Belarus

    AS Bakal Cabut Sanksi ke Belarus

    JAKARTA – Amerika Serikat akan mencabut sanksi terhadap Belarus sebagai tanda terbaru mencairnya hubungan antara Washington dan negara otokrasi yang terisolasi tersebut.

    John Coale, utusan khusus AS untuk Belarusia, bertemu dengan Presiden Belarus Alexander Lukashenko, untuk melakukan pembicaraan di ibu kota Belarusia, Minsk, pada Jumat dan Sabtu, 13 Desember.

    Sebagai sekutu dekat Rusia, Minsk telah menghadapi isolasi dan sanksi Barat selama bertahun-tahun. Lukashenko memerintah negara berpenduduk 9,5 juta jiwa itu dengan tangan besi selama lebih dari tiga dekade.

    N egara itu telah berulang kali dikenai sanksi oleh negara-negara Barat baik karena penindasan terhadap hak asasi manusia maupun karena mengizinkan Moskow menggunakan wilayahnya dalam invasi ke Ukraina pada tahun 2022.

    – https://voi.id/berita/542891/presiden-abbas-desak-italia-akui-negara-palestina

    – https://voi.id/berita/542879/belgia-siapkan-1-500-pasukan-untuk-misi-pengerahan-cepat-nato

    – https://voi.id/berita/542864/iran-naikkan-harga-bensin-subsidi

    – https://voi.id/berita/542862/terbelit-korupsi-eks-presiden-bolivia-luis-arce-ditahan-5-bulan-sambil-tunggu-persidangan

    – https://voi.id/berita/542850/kamboja-tuding-thailand-terus-jatuhkan-bom-meski-trump-umumkan-gencatan-senjata

    [/see_also]

  • Kapal Turki Lagi-lagi Diserang di Laut Hitam, Ukraina Tuding Rusia Pelakunya

    Kapal Turki Lagi-lagi Diserang di Laut Hitam, Ukraina Tuding Rusia Pelakunya

    Jakarta

    Kapal milik Turki yang membawa minyak bunga matahari kembali diserang saat berlayar di Laut Hitam. Ukraina menuding militer Rusia sebagai pelakunya.

    “Rusia melancarkan serangan terarah menggunakan drone terhadap kapal Turki ‘VIVA’, yang sedang dalam perjalanan ke Mesir membawa minyak bunga matahari,” kata angkatan laut Ukraina dilansir AFP, Minggu (14/12/2025).

    Militer Ukraina menyebut kapal Turki yang diserang berisi 11 awak kapal. Kapal berhasil melanjutkan perjalanan ke negara tujuan.

    Angkatan laut Ukraina juga menerbitkan video yang menunjukkan kapal Turki yang rusak usai diserang. Kondisi dek dipenuhi dengan air dan tampak mesin drone bukti penyerangan.

    Kapal tersebut berada di zona ekonomi eksklusif Ukraina, menggunakan koridor gandum yang mengikuti garis pantai Ukraina dan seharusnya menyediakan jalur aman untuk pengiriman pertanian vital melalui Laut Hitam.

    Ukraina sebelumnya juga telah menyebut serangan udara Rusia merusak sebuah kapal milik Turki di pelabuhan di wilayah Laut Hitam Odesa. Operator kapal tersebut dalam pernyataan turut mengungkapkan adanya serangan yang merusak kapal.

    Dilansir AFP, Jumat (13/12), serangan tersebut memicu seruan baru dari Ankara untuk menghentikan serangan terhadap infrastruktur pelabuhan, beberapa jam setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan secara pribadi mengangkat masalah ini dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    “Rusia melancarkan serangan rudal terhadap infrastruktur pelabuhan sipil di wilayah Odesa,” kata Menteri Restorasi Ukraina Oleksiy Kuleba di Telegram, menambahkan bahwa sebuah feri Turki telah rusak dan tidak ada korban jiwa.

    Perusahaan maritim Turki Cenk Shipping mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kapalnya “yang seluruhnya bermuatan buah-buahan segar, sayuran, dan persediaan makanan di rute Karasu-Odesa, menjadi sasaran serangan udara pada Jumat (12/12) pukul 16:00 waktu setempat, tak lama setelah berlabuh di pelabuhan Chornomorsk.”

    Gambar-gambar di media sosial menunjukkan kapal berwarna biru-putih itu terbakar. Kapal tersebut adalah feri sepanjang 185 meter yang berlayar di bawah bendera Panama, menurut dokumen informasi di situs web perusahaan tersebut.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan sebelumnya, bahwa “sebuah kapal sipil di pelabuhan Chornomorsk mengalami kerusakan,” tanpa menyebutkan kapal tersebut.

    “Ini sekali lagi membuktikan bahwa Rusia tidak hanya menolak untuk menganggap serius kesempatan diplomasi saat ini, tetapi juga melanjutkan perang yang bertujuan untuk menghancurkan kehidupan normal di Ukraina,” katanya di media sosial.

    (ygs/ygs)

  • Harga Minyak Hari Ini 13 Desember 2025 Amblas, Brent Sentuh Level Segini

    Harga Minyak Hari Ini 13 Desember 2025 Amblas, Brent Sentuh Level Segini

    Harga minyak turun lebih dari 1% pada hari Kamis (Jumat waktu Jakarta) karena investor mengalihkan fokus mereka kembali ke pembicaraan perdamaian Rusia-Ukraina dan tidak melihat dampak dari serangan pesawat tak berawak Ukraina atau penyitaan kapal tanker minyak yang dikenai sanksi oleh Amerika Serikat (AS) di lepas pantai Venezuela.

    Dikutip dari CNBC, Jumat (12/12/2025), harga minyak mentah Brent turun 93 sen, atau 1,49%, menjadi USD 61,28 per barel. Sedangkan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) AS kehilangan 86 sen atau turun 1,47% menjadi USD 57,60 per barel.

    “Ada sedikit dukungan setelah berita tentang serangan pesawat tak berawak. Namun tampaknya ada pergerakan menuju kemungkinan jalan menuju perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Hal itu menghilangkan dukungan dari pasar,” kata Analis Senioi Price Futures Group, Phil Flynn.

    Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan pada hari Kamis bahwa kunjungan utusan AS Steve Witkoff ke Moskow bulan ini telah menyelesaikan kesalahpahaman antara kedua negara. Lavrov menambahkan bahwa Moskow telah menyerahkan proposal Rusia tentang jaminan keamanan kolektif kepada Washington.

    Indeks acuan ditutup lebih tinggi sehari sebelumnya setelah AS mengatakan telah menyita sebuah kapal tanker minyak di lepas pantai Venezuela, seiring meningkatnya ketegangan antara kedua negara yang menimbulkan kekhawatiran tentang gangguan pasokan.

    “Sejauh ini, penyitaan tersebut belum berdampak pada pasar, tetapi eskalasi lebih lanjut akan menimbulkan volatilitas harga minyak mentah yang besar,” kata Analis Minyak Senior LSEG, Emril Jamil.

    “Pasar masih dalam ketidakpastian, mengamati perkembangan kesepakatan perdamaian Rusia-Ukraina,” ungkap dia.

     

     

  • Polisi Rusia Bakal Tetap Siaga di Donbas Ukraina Jika Kesepakatan Damai Terwujud

    Polisi Rusia Bakal Tetap Siaga di Donbas Ukraina Jika Kesepakatan Damai Terwujud

    JAKARTA – Pejabat senior Kremlin mengatakan polisi Rusia dan Garda Nasional akan tetap berada di Donbas, Ukraina timur, untuk mengawasi wilayah industri yang berharga itu, bahkan jika kesepakatan damai mengakhiri perang yang hampir empat tahun lamanya.

    Moskow akan memberikan restu untuk gencatan senjata hanya setelah pasukan Ukraina mundur dari garis depan, kata penasihat Kremlin Yuri Ushakov dalam pernyataan yang dipublikasikan pada Jumat, 12 Desember di harian bisnis Rusia Kommersant.

    Dilansir ABC News, Ushakov mengatakan kepada “sangat mungkin bahwa tidak akan ada pasukan (di Donbas), baik Rusia maupun Ukraina” dalam skenario pascaperang.

    Tetapi dia menyebut “akan ada Garda Nasional, polisi kita, semua yang diperlukan untuk menjaga ketertiban dan mengatur kehidupan.”

    Selama berbulan-bulan, para negosiator Amerika telah mencoba untuk menavigasi tuntutan masing-masing pihak karena Presiden AS Donald Trump mendesak agar perang Rusia segera berakhir dan semakin jengkel dengan penundaan.

    Upaya pencarian kompromi yang memungkinkan telah menemui hambatan besar terkait siapa yang berhak atas wilayah Ukraina yang selama ini diduduki pasukan Rusia.

  • Kapal Turki Lagi-lagi Diserang di Laut Hitam, Ukraina Tuding Rusia Pelakunya

    Kapalnya Rusak Akibat Serangan, Turki Serukan Akhiri Perang Rusia-Ukraina

    Jakarta

    Ukraina sebut serangan udara Rusia merusak sebuah kapal milik Turki di pelabuhan di wilayah Laut Hitam Odesa. Operator kapal tersebut dalam pernyataan turut mengungkapkan adanya serangan yang merusak kapal.

    Dilansir AFP, Jumat (13/12/2025), serangan tersebut memicu seruan baru dari Ankara untuk menghentikan serangan terhadap infrastruktur pelabuhan, beberapa jam setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan secara pribadi mengangkat masalah ini dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    “Rusia melancarkan serangan rudal terhadap infrastruktur pelabuhan sipil di wilayah Odesa,” kata Menteri Restorasi Ukraina Oleksiy Kuleba di Telegram, menambahkan bahwa sebuah feri Turki telah rusak dan tidak ada korban jiwa.

    Perusahaan maritim Turki Cenk Shipping mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kapalnya “yang seluruhnya bermuatan buah-buahan segar, sayuran, dan persediaan makanan di rute Karasu-Odesa, menjadi sasaran serangan udara hari ini pukul 16:00 waktu setempat, tak lama setelah berlabuh di pelabuhan Chornomorsk.”

    Gambar-gambar di media sosial menunjukkan kapal berwarna biru-putih itu terbakar. Kapal tersebut adalah feri sepanjang 185 meter yang berlayar di bawah bendera Panama, menurut dokumen informasi di situs web perusahaan tersebut.

    “Ini sekali lagi membuktikan bahwa Rusia tidak hanya menolak untuk menganggap serius kesempatan diplomasi saat ini, tetapi juga melanjutkan perang yang bertujuan untuk menghancurkan kehidupan normal di Ukraina,” katanya di media sosial.

    Erdogan telah menyerukan “gencatan senjata terbatas” terkait serangan terhadap pelabuhan dan fasilitas energi dalam perang Rusia-Ukraina, selama pembicaraan tatap muka dengan mitranya dari Rusia, Vladimir Putin, pada Jumat (12/12).

    Setelah serangan itu, Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan: “Kami sekali lagi menekankan pentingnya mengakhiri perang antara Rusia dan Ukraina secepatnya, dan kami menegaskan kembali perlunya kesepakatan untuk mencegah eskalasi di Laut Hitam, termasuk memastikan keselamatan maritim dan menangguhkan serangan yang menargetkan energi dan infrastruktur pelabuhan.”

    (rfs/rfs)