Negara: Ukraina

  • Rudal Rusia Hantam Ibu Kota Ukraina, Tewaskan 4 Orang

    Rudal Rusia Hantam Ibu Kota Ukraina, Tewaskan 4 Orang

    Kyiv

    Serangan rudal Rusia menghantam Kyiv, ibu kota Ukraina, pada Sabtu (18/1) waktu setempat. Sedikitnya empat orang tewas dan tiga orang lainnya mengalami luka-luka akibat serangan yang tergolong langka terhadap jantung ibu kota Ukraina tersebut.

    “Kami sudah mencatat empat orang tewas di distrik Shevchenkivsky,” ucap kepala administrasi militer Kyiv, Tymur Tkachenko, dalam pernyataan via Telegram, seperti dilansir AFP, Sabtu (18/1/2025).

    Distrik Shevchenkivsky merupakan area pusat ibu kota Ukraina. Tkachenko melaporkan tiga orang lainnya mengalami luka-luka akibat serangan tersebut.

    Kyiv sering menjadi target serangan drone dan rudal Rusia. Namun serangan yang memicu kematian jarang terjadi di ibu kota Ukraina tersebut, yang sangat dilindungi oleh sistem pertahanan udara dan lebih mampu menangkis serangan dibandingkan wilayah lainnya di negara tersebut.

    Beberapa jam sebelum serangan terjadi, Wali Kota Kyiv Vitali Klitschko memperingatkan adanya “ancaman rudal balistik” terhadap ibu kota dan mengatakan pertahanan udara kota tersebut telah diaktifkan.

    Dalam pernyataan terbaru, dia menyebut jendela sebuah gedung di distrik Shevchenkivsky pecah dan asap mengepul dari gedung tersebut, dengan pipa air di area tersebut juga mengalami kerusakan. Sebuah stasiun metro dekat pusat kota Kyiv juga mengalami kerusakan dan terpaksa ditutup sementara.

    Angkatan Udara Ukraina, dalam pernyataannya, menyebut pertahanan udara berhasil menembak jatuh dua rudal balistik Iskander dan menangkis 24 serangan drone Rusia pada dini hari. Namun serpihan rudal yang dicegat itu terjatuh di distrik Shevchenkivsky hingga memicu kerusakan pada bangunan industri dan jalur kereta bawah tanah dan gedung permukiman.

  • Biden Bocorkan Data Baru Bantuan ke Ukraina, Sombong Perkuat NATO, 1.340 Tentara Rusia Tewas Sehari – Halaman all

    Biden Bocorkan Data Baru Bantuan ke Ukraina, Sombong Perkuat NATO, 1.340 Tentara Rusia Tewas Sehari – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah mengungkapkan data baru tentang bantuannya kepada Ukraina, yang mengungkap dukungan yang sebelumnya dirahasiakan terhadap industri pesawat tak berawak militer negara itu.

    Seperti dilansir The New York Times , pejabat AS mengatakan pada 16 Januari 2025, mereka telah melakukan investasi besar yang membantu Ukraina memulai dan memperluas produksi drone.

    Sebagian besar bantuan AS untuk militer Ukraina, termasuk miliaran dolar untuk rudal, sistem pertahanan udara, tank, artileri, dan pelatihan, telah diumumkan ke publik.

    Namun, dukungan lainnya sebagian besar masih tersembunyi.

    Para pejabat AS mencatat, dukungan tersebut termasuk membantu Ukraina mengembangkan generasi baru pesawat tanpa awak, yang menurut para pejabat AS akan merevolusi cara peperangan dilakukan.

    Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan dukungan tersebut memiliki dampak strategis nyata pada perang.

    “Kami melihat bagaimana UAV menjadi semakin penting dalam pertempuran di Ukraina dan akan menjadi penting dalam semua pertempuran di masa depan,” kata Sullivan.

    Amerika Serikat menyediakan dana untuk mendukung produsen pesawat nirawak dan membeli suku cadang.

    Orang-orang yang mengetahui situasi tersebut menekankan bahwa Amerika Serikat juga telah mengirim perwira intelijen ke Ukraina untuk membantu mengembangkan program tersebut.

    Dalam wawancara awal minggu ini, Direktur CIA William Burns secara tidak langsung menyebutkan dukungan lembaganya terhadap program pesawat tak berawak di Ukraina.

    Sullivan mengatakan bahwa upaya pesawat tak berawak dimulai setelah serangan balasan pertama Ukraina pada musim gugur 2022 ketika batas kemampuan tradisional Ukraina menjadi jelas.

    Sullivan mencatat bahwa upaya-upaya ini dipercepat sebagai persiapan untuk serangan balik kedua Ukraina, yang kurang berhasil.

    Ukraina tidak memperoleh wilayah sebanyak yang diinginkannya, sebagian karena penggunaan UAV oleh Rusia.

    Setelah serangan balasan, pejabat AS mengatakan mereka dengan cepat meningkatkan dukungan untuk produsen drone Ukraina, membangun upaya Kyiv untuk mengembangkan industrinya sendiri.

    Selain bantuan keuangan, pemerintahan Biden berupaya membangun hubungan antara perusahaan teknologi AS dan produsen drone Ukraina.

    Musim gugur lalu, Pentagon mengalokasikan US$800 juta untuk produksi drone di Ukraina yang digunakan untuk membeli komponen drone dan membiayai produsen drone.

    Selama kunjungan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ke Gedung Putih pada September 2024, Presiden Biden mengatakan US$1,5 miliar lainnya akan diarahkan ke industri drone Ukraina.

    Para pejabat AS mengatakan pada tanggal 16 Januari bahwa mereka yakin investasi tersebut telah membuat pesawat tak berawak Ukraina lebih efektif dan mematikan.

    Mereka mencatat bahwa pesawat tak berawak angkatan laut Ukraina telah menghancurkan seperempat Armada Laut Hitam Rusia dan bahwa pesawat tak berawak yang dikerahkan di garis depan telah membantu memperlambat kemajuan Rusia di timur Ukraina.

    Sullivan mengatakan bahwa dorongan untuk membangun industri drone Ukraina telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bahwa pemerintahan Biden telah mulai memadukannya ke dalam industri pertahanan AS sendiri.

    Kepala Pentagon saat ini Lloyd Austin dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menulis opini bersama untuk The New York Times  yang menjelaskan bahaya pemotongan  bantuan militer ke Ukraina dan mengakhiri perang sebelum waktunya.

    Dalam pidato perpisahannya, Presiden Joe Biden menyebutkan Ukraina dalam konteks pencapaian kebijakan luar negerinya dan bagaimana ia telah ” memperkuat NATO “.

    Rusia Kehilangan Ribuan Tentara dalam Sehari

    Rusia telah kehilangan 1.340 tentara Rusia tewas dan terluka, 21 sistem artileri dan 13 kendaraan tempur lapis baja selama 24 jam terakhir.

    Hal ini diklaim oleh Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina dalam rilis di media sosial Facebook.

    Total kerugian tempur pasukan Rusia antara 24 Februari 2022 dan 18 Januari 2025 diperkirakan sebagai berikut [angka dalam tanda kurung mewakili kerugian terkini:

    -Sekitar 817.160 (+1.340) personel militer; 

    -9.803 (+0) tank;

    -20.394 (+13) kendaraan tempur lapis baja;

    -22.040 (+21) sistem artileri;

    -1.262 (+0) sistem roket peluncuran ganda;

    -1.046 (+0) sistem pertahanan udara;

    -369 (+0) pesawat sayap tetap;

    -331 (+0) helikopter;

    -22.579 (+13) UAV taktis dan strategis;

    -3.049 (+0) rudal jelajah;

    -28 (+0) kapal/perahu;

    -1 (+0) kapal selam;

    -34.325 (+69) kendaraan dan truk tangki bahan bakar;

    -3.699 (+0) kendaraan khusus dan perlengkapan lainnya.

    Pada hari sebelumnya, 17 Januari, dilaporkan bahwa Rusia telah kehilangan 1.670 tentara Rusia yang tewas dan terluka serta lebih dari 200 buah senjata dan peralatan militer Rusia.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha)

  • Presiden Iran Kunjungi Rusia, Teken Perjanjian Pertahanan dengan Putin

    Presiden Iran Kunjungi Rusia, Teken Perjanjian Pertahanan dengan Putin

    Moskow

    Presiden Iran Masoud Pezeshkian berkunjung ke Rusia dan bertemu langsung dengan Presiden Vladimir Putin. Dalam pertemuan ini, keduanya menandatangani kemitraan strategis selama 20 tahun yang akan memperdalam hubungan militer kedua negara, yang kemungkinan memicu kekhawatiran Barat.

    Di bawah perjanjian tersebut, seperti dilansir Reuters, Sabtu (18/1/2025), Teheran dan Moskow akan meningkatkan kerja sama di berbagai bidang, termasuk dinas keamanan, latihan militer, kunjungan kapal perang ke pelabuhan masing-masing, dan latihan gabungan untuk perwira militer.

    Menurut teks perjanjian tersebut, kedua negara tidak akan membiarkan wilayah mereka digunakan untuk tindakan apa pun yang mengancam negara lainnya dan tidak akan memberikan bantuan kepada agresor yang menyerang salah satu negara.

    Disebutkan juga bahwa kedua negara akan bekerja sama dalam melawan ancaman militer.

    Namun perjanjian tersebut tidak mencakup klausul pertahanan bersama seperti yang dimuat dalam perjanjian antara Rusia dan Korea Utara (Korut), yang menurut Barat, telah melibatkan pasukan Pyongyang dalam perang melawan Ukraina — hal ini tidak pernah dikonfirmasi juga tidak disangkal oleh Moskow.

    Juga tidak disebutkan secara spesifik mengenai transfer senjata, yang menjadi perhatian khusus Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya. Namun kedua negara telah mengatakan mereka akan mengembangkan “kerja sama militer-teknis”.

    Putin, saat mengomentari perjanjian ini, mengatakan Rusia dan Iran memiliki banyak pandangan yang sama mengenai urusan internasional.

    Tonton juga Video: Iran Gelar Latihan Perang, Siap Hadapi Israel dan Ancaman Trump

  • Bagaimana Masa Depan Tawanan Perang Korut di Ukraina?

    Bagaimana Masa Depan Tawanan Perang Korut di Ukraina?

    Kyiv

    Ukraina, Amerika Serikat (AS), dan Korea Selatan menuduh Korea Utara menyediakan lebih dari 10.000 tentara untuk berperang melawan Ukraina. Pasukan Korea Utara disebut tengah bertempur di wilayah Kursk, mengenakan seragam Rusia dan menggunakan senjata Rusia, menurut kantor berita Jerman, dpa.

    Ukraina mengumumkan telah menangkap dua tentara Korea Utara selama akhir pekan lalu. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memperkirakan akan ada lebih banyak tawanan perang dari Korea Utara.

    “Hanya masalah waktu sebelum pasukan kita berhasil menangkap yang lain,” tulis Zelenskyy di X.

    “Tidak boleh ada keraguan di dunia bahwa tentara Rusia bergantung pada bantuan militer dari Korea Utara.”

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Kyiv siap menyerahkan tawanan perang tersebut kepada pemimpin Korea Utara Kim Jong Un jika ia mengatur pembebasan tawanan perang Ukraina yang ditahan oleh Rusia.

    Hingga berita ini diturunkan, baik Korea Utara maupun Rusia belum pernah mengonfirmasi bahwa ada pasukan Pyongyang yang berperang melawan Ukraina.

    Opsi untuk tawanan perang dari Korea Utara

    “Kedua pria ini, dan warga Korea Utara lainnya yang ditangkap, punya tiga pilihan,” kata Chun In-bum, pensiunan letnan jenderal di Angkatan Darat Republik Korea dan sekarang menjadi peneliti senior di National Institute for Deterrence Studies, AS.

    “Mereka dapat meminta untuk dipulangkan ke Korea Utara, mereka dapat tinggal di Ukraina, atau mereka dapat meminta untuk pergi ke negara ketiga,” ujarnya.

    Zelenskyy merilis rekaman video yang dimaksudkan untuk memperlihatkan tawanan perang itu tengah diinterogasi. Salah satu prajurit terdengar berbicara kepada seorang pejabat Ukraina melalui seorang penerjemah, mengatakan bahwa dia tidak tahu akan berperang dengan Ukraina dan bahwa komandannya “mengatakan kepadanya bahwa itu hanya latihan,” kantor berita AFP melaporkan.

    Dalam komentar terjemahan yang dikutip AFP, salah satu pria tersebut mengatakan ingin kembali ke Korea Utara. Yang lain mengatakan akan melakukan apa yang diperintahkan, tetapi jika diberi kesempatan, ingin tinggal di Ukraina.

    Pembahasan saat ini sedang berlangsung dengan diplomat Korea Selatan untuk menguraikan kemungkinan konsekuensi dari kepulangan mereka ke Korea Utara.

    “Mereka akan langsung dieksekusi,” kata Chun kepada DW.

    “Bagi rezim Korea Utara, pertimbangan utamanya adalah kerahasiaan. Fakta bahwa orang-orang ini menyerah, alih-alih bunuh diri, seperti yang ditunjukkan dokumen-dokumen yang telah disita oleh Ukraina, berarti mereka gagal mengikuti perintah,” katanya.

    Korban tewas dari tentara Korea Utara meningkat

    Badan intelijen Korea Selatan, yang bekerja sama dengan pemerintah Ukraina, memperkirakan bahwa sedikitnya 300 tentara Korea Utara yang diterjunkan ke konflik tersebut telah tewas dan 2.700 lainnya terluka.

    Toshimitsu Shigemura, profesor yang khusus mengamati kepemimpinan Korea Utara di Universitas Waseda Tokyo, juga yakin bahwa rezim di Pyongyang tidak akan mengizinkan orang-orang tersebut untuk kembali ke Korut, dan bahwa mereka berpotensi menceritakan apa yang mereka alami.

    “Saya pikir hampir dapat dipastikan bahwa mereka akan dibunuh, meskipun ada kemungkinan mereka akan dijebloskan ke penjara, yang pada dasarnya merupakan hukuman mati,” katanya kepada DW.

    Ia menambahkan bahwa sangat disayangkan wajah para pria tersebut ditampilkan di media sosial.

    “Apakah mereka memilih untuk kembali atau tidak, pihak berwenang di Korea Utara tidak ingin berita tentang apa yang telah terjadi di Rusia diteruskan ke seluruh penduduk.”

    Shigemura yakin bahwa keputusan Kim untuk mengerahkan pasukan ke Ukraina adalah sebuah kesalahan karena hampir mustahil untuk meredakan rumor tentang ini. Ada kemungkinan juga, katanya, bahwa Putin tidak mengatakan risiko sebenarnya akan bahaya jika terlibat dalam operasi tersebut.

    Beberapa laporan media menunjukkan bahwa Rusia mengerahkan pasukan Korea Utara yang bersenjata ringan dan kurang terlatih dalam serangan mendadak terhadap posisi Ukraina yang telah dipersiapkan, dan menempatkan pasukan Rusia sebagai cadangan.

    Chun yakin kedua tahanan itu, serta kemungkinan yang akan ditahan nantinya, akan “melakukan hal yang bijaksana dan pergi ke Korea Selatan…. Apa pun yang terjadi, ini adalah tragedi,” katanya.

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

    (nvc/nvc)

  • Pererat Hubungan Rusia-Iran, Putin & Pezeshkian Setujui Pakta Kerja Sama Militer Berdurasi 20 Tahun – Halaman all

    Pererat Hubungan Rusia-Iran, Putin & Pezeshkian Setujui Pakta Kerja Sama Militer Berdurasi 20 Tahun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Rusia Vladimir Putin dan mitranya dari Iran, Masoud Pezeshkian, resmi memperdalam hubungan militer antara kedua negara mereka pada hari Jumat (17/1/2025).

    Komitmen tersebut resmi terjadi setelah keduanya menandatangani kemitraan strategis selama 20 tahun yang kemungkinan akan menjadi perhatian bagi negara-negara Barat. 

    Dikutip dari Reuters, melalui perjanjian tersebut, Rusia dan Iran akan meningkatkan kerja sama di berbagai bidang, termasuk layanan keamanan mereka, latihan militer, kunjungan kapal perang, dan pelatihan bersama bagi perwira.

    Kedua negara juga sepakat untuk tidak membiarkan wilayah mereka digunakan untuk tindakan yang mengancam negara lainnya dan tidak akan memberikan bantuan kepada agresor yang menyerang salah satu negara, menurut pakta tersebut.

    Melalui pakta tersebut, Iran dan Rusia juga menyatakan bahwa mereka akan bekerja sama untuk mengatasi ancaman militer.

    Namun, perjanjian tersebut tidak mencakup klausul pertahanan bersama seperti yang ada dalam perjanjian antara Rusia dan Korea Utara.

    Adapun klausul yang telah dibuat oleh Rusia bersama Korea Utara tersebut menjadi sorotan negara-negara Barat karena dituding jadi penyebab pengerahan pasukan Korea Utara untuk berperang di Ukraina.

    Moskow sendiri belum mau mengonfirmasi ataupun membantah tudingan dari negara-negara barat tersebut meskipun beberapa tentara dari Korea Utara sudah ditangkap oleh pihak Ukraina.

    Sementara itu terkait topik persenjataan, tidak ada penyebutan khusus mengenai transfer senjata dalam pakta antara Iran dan Rusia.

    Kedua belah pihak hanya menyatakan bahwa Rusia dan Iran akan bersama-sama mengembangkan “kerja sama militer-teknis”.

    Pezeshkian, yang melakukan kunjungan pertama ke Kremlin setelah memenangkan pemilihan presiden pada Juli lalu, memuji perjanjian tersebut sebagai babak baru yang penting dalam hubungan bilateral bersama Rusia.

    Sementara itu, Putin mengatakan Moskow dan Teheran memiliki pandangan yang sama dalam banyak hal terkait urusan internasional.

    “Perjanjian ini menciptakan kondisi yang lebih baik untuk kerja sama bilateral di semua bidang,” kata Putin.

    “Kita membutuhkan lebih sedikit birokrasi dan lebih banyak tindakan konkret. Apa pun kesulitan yang diciptakan oleh pihak lain, kita akan mampu mengatasinya dan maju ke depan,” tambah Putin, merujuk pada sanksi Barat terhadap kedua negara. 

    Putin mengatakan Rusia secara teratur memberi informasi kepada Iran tentang apa yang terjadi dalam konflik Ukraina dan bahwa mereka sering berkonsultasi tentang peristiwa di Timur Tengah dan wilayah Kaukasus Selatan.

    Putin juga mengatakan bahwa pekerjaan untuk membangun pipa gas yang membawa gas Rusia ke Iran melalui Azerbaijan sedang berlangsung meskipun menghadapi kesulitan.

    Dia menambahkan, meskipun ada penundaan dalam pembangunan reaktor nuklir baru untuk Iran, Putin juga terbuka untuk mengambil lebih banyak proyek nuklir yang ditawarkan Teheran.

    (Tribunnews.com/Bobby)

  • Bank Dunia Proyeksikan Ekonomi Negara Berkembang Melambat Tahun Ini – Halaman all

    Bank Dunia Proyeksikan Ekonomi Negara Berkembang Melambat Tahun Ini – Halaman all

     

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia

    TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Bank Dunia meminta negara-negara berkembang agar bersiap menghadapi tahun-tahun yang lebih sulit di masa datang.

    Bank Dunia menyatakan, pertumbuhan ekonomi negara berkembang menunjukkan tanda-tanda perlambatan dan hanya sedikit negara yang akan naik dari status berpenghasilan rendah ke status berpenghasilan maju dalam 25 tahun ke depan. 

    Itu berarti ratusan juta orang diperkirakan akan tetap menderita kemiskinan ekstrem, kelaparan dan kekurangan gizi.

    “Negara-negara berkembang, yang memulai abad ini dengan lintasan untuk menutup kesenjangan pendapatan dengan negara-negara terkaya, semakin tertinggal,” ujar Indermit Gill, kepala ekonom Bank Dunia dilansir Business Time,

    Bank tersebut mencatat dalam laporan tersebut bahwa ekonomi pasar berkembang dan negara berkembang – yang meliputi Tiongkok, India, dan Brasil berkontribusi sekitar 60 persen dari pertumbuhan global sejak tahun 2000, dua kali lipat dari pangsa mereka pada tahun 1990.

    Namun, mereka kini menghadapi ancaman eksternal dari langkah-langkah proteksionis dan fragmentasi geopolitik, serta hambatan dalam menerapkan reformasi struktural.

    Laju negara-negara berpendapatan rendah dan negara dengan pendapatan nasional bruto per kapita sekitar 3 dolar AS per hari mengalami stagnasi.

    Menurut Bank Dunia, perekonomian dunia diperkirakan melandai,  tumbuh 2,7 persen pada tahun ini dan tahun depan, tidak berubah dari proyeksi sebelumnya pada bulan Juni.

    Angka tersebut bahkan berada di bawah rata-rata 3,1 persen sebelum pandemi Covid-19, terlalu lemah untuk membantu negara-negara miskin mengejar ketertinggalan dari negara-negara kaya.

    Perlambatan ekonomi ini terjadi usai terjadinya gangguan pada komoditas dan rantai pasokan imbas ketegangan geopolitik pasca perang Rusia di Ukraina sejak 2022, lalu perang Israel melawan Hamas dan Hizbullah sejak tahun lalu.

    Masalah ini semakin diperparah dengan adanya perubahan kebijakan perdagangan yang diterapkan Presiden terpilih AS Donald Trump, meningkatnya persaingan antara AS dan Tiongkok hingga menciptakan tekanan dalam perdagangan global.

    Serangkaian masalah ini yang membuat tekanan pada pertumbuhan ekonomi dunia khususnya negara-negara berkembang.

    Bahkan sejak tahun 2000, masih ada 26 negara yang mengalami stagnasi akibat pertumbuhan yang lemah.

    “Negara-negara berkembang tidak seharusnya berilusi tentang perjuangan yang akan datang: 25 tahun ke depan akan menjadi pekerjaan rumah yang lebih berat dari 25 tahun terakhir,” tulis Gill.

     

  • Welcome Trump 2.0, Ekonomi Dunia Diramal Ngeri-Ngeri Sedap

    Welcome Trump 2.0, Ekonomi Dunia Diramal Ngeri-Ngeri Sedap

    Jakarta, CNBC Indonesia – Donald Trump, presiden terpilih Amerika Serikat (AS), tak lama lagi dilantik sebagai orang nomor satu di Negeri Paman Sam. Dirinya telah menarik perhatian besar sebagai sosok yang kontroversial dengan platform kebijakan ekonominya yang radikal.

    Adapun 2025 diperkirakan akan menjadi tahun penuh tantangan bagi perekonomian global, dengan tingkat pertumbuhan yang diproyeksikan stabil oleh Dana Moneter Internasional (IMF), namun kurang memuaskan sebesar 3,2%. Sementara itu, Bank Dunia mematok proyeksi yang lebih pesimistis, yakni 2,7% sekaligus menjadi kinerja terlemah bersama sejak 2019, kecuali kontraksi tajam yang terjadi di puncak pandemi Covid-19.

    Kombinasi inflasi, suku bunga, dan tarif perdagangan menjadi faktor kunci yang akan mempengaruhi dinamika ekonomi di tahun mendatang.

    Sepekan sebelum Natal, pemotongan suku bunga ketiga berturut-turut oleh Federal Reserve AS memberikan angin segar bagi jutaan peminjam Amerika. Namun, pasar saham merosot tajam setelah Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, menyatakan bahwa tidak akan ada banyak pemotongan suku bunga tambahan di tahun 2025.

    “Dari sini, kita memasuki fase baru, dan kita akan berhati-hati terhadap pemotongan lebih lanjut,” ujar Powell, dikutip dari BBC, Jumat (17/1/2025).

    Dalam beberapa tahun terakhir, pandemi Covid-19 dan perang di Ukraina telah menyebabkan lonjakan harga di seluruh dunia. Meski kenaikan harga mulai melambat, inflasi pada November tetap meningkat di AS, zona euro, dan Inggris, masing-masing mencapai 2,7%, 2,2%, dan 2,6%.

    Target inflasi 2% mungkin lebih mudah dicapai jika ekonomi terus tumbuh, namun banyak bank sentral menghadapi tantangan di tahap akhir penurunan inflasi ini.

    Perang Dagang

    Ketidakpastian global semakin diperparah oleh kebijakan perdagangan yang direncanakan oleh Trump. Sejak memenangkan pemilu pada November, Trump terus mengancam akan memberlakukan tarif baru terhadap mitra dagang utama seperti China, Kanada, dan Meksiko hingga 60%. Bahkan, semua mitra dagang pun akan dikenai tarif baru antara 10%-20%.

    “AS sedang menuju kebijakan yang lebih isolasionis, menaikkan tarif untuk melindungi industri manufaktur dalam negeri,” kata Luis Oganes, Kepala Riset Makro Global di JP Morgan.

    Kebijakan tarif baru berpotensi merugikan ekonomi negara-negara yang sangat bergantung pada perdagangan dengan AS, termasuk Meksiko dan Kanada.

    Direktur Ekonomi Global dan Program Keuangan Chatam House, Creon Butler, menilai meski Trump menjanjikan tarif menyeluruh, kemungkinan besar ia akan menggunakan tarif sebagai alat tawar-menawar untuk mendapatkan manfaat bagi AS.

    Hasil akhirnya akan bergantung pada respons negara-negara lain, terutama blok perdagangan utama seperti China dan Uni Eropa, yang kemungkinan akan melakukan retaliasi yang ditargetkan dan mencari negosiasi.

    Sementara itu, Maurice Obstfeld, mantan Kepala Ekonom IMF, menyatakan bahwa tarif ini dapat menyebabkan gangguan besar di sektor otomotif yang sangat bergantung pada rantai pasok lintas negara.

    Visi Ekonomi Trump

    Deputi Kepala Ekonom Bank Dunia, Ayhan Kose, memperingatkan bahwa tarif perdagangan yang diancam akan diperkenalkan oleh Trump pada impor ke AS dapat memiliki dampak ekonomi global yang luas.

    Menurutnya, tarif adalah bagian sentral dari visi ekonomi Trump. Ia melihatnya sebagai cara untuk menumbuhkan ekonomi AS, melindungi lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan pajak.

    Perlu jadi perhatian, AS adalah importir terbesar di dunia, dengan China, Meksiko, dan Kanada menyumbang sekitar 40% dari total impor barang AS sebesar US$3,2 triliun per tahun. Ancaman tarif ini membuat banyak pemimpin dunia khawatir karena akan membuat barang mereka lebih mahal di pasar terbesar dunia.

    Kose menyatakan bahwa “meningkatnya ketegangan perdagangan antara ekonomi besar” adalah salah satu kekhawatiran terbesar Bank Dunia terhadap ekonomi global pada 2025.

    “Kapan pun Anda memperkenalkan pembatasan pada perdagangan, akan ada konsekuensi buruk yang paling sering dialami oleh negara yang memperkenalkan pembatasan tersebut,” katanya.

    Bank Dunia menyatakan bahwa bahkan peningkatan 10% dalam tarif AS pada impor dari setiap negara dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,2% jika negara-negara tidak membalas. Jika mereka membalas, ekonomi global dapat terkena dampak lebih parah.

    Kose menambahkan bahwa tingkat pertumbuhan yang rendah yang diproyeksikan untuk ekonomi dunia pada 2025 berarti standar hidup tidak akan meningkat “dengan kecepatan yang kita lihat di masa lalu”. Sebelum pandemi, pertumbuhan rata-rata lebih dari 3% per tahun.

     

    (luc/luc)

  • Bagaimana Masa Depan Tawanan Perang Korea Utara di Ukraina? – Halaman all

    Bagaimana Masa Depan Tawanan Perang Korea Utara di Ukraina? – Halaman all

    Ukraina, Amerika Serikat (AS), dan Korea Selatan menuduh Korea Utara menyediakan lebih dari 10.000 tentara untuk berperang melawan Ukraina.

    Pasukan Korea Utara disebut tengah bertempur di wilayah Kursk, mengenakan seragam Rusia dan menggunakan senjata Rusia, menurut kantor berita Jerman, dpa.

    Ukraina mengumumkan telah menangkap dua tentara Korea Utara selama akhir pekan lalu.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memperkirakan akan ada lebih banyak tawanan perang dari Korea Utara.

    “Hanya masalah waktu sebelum pasukan kita berhasil menangkap yang lain,” tulis Zelenskyy di X. “Tidak boleh ada keraguan di dunia bahwa tentara Rusia bergantung pada bantuan militer dari Korea Utara.”

    Kyiv siap menyerahkan tawanan perang tersebut kepada pemimpin Korea Utara Kim Jong Un jika ia mengatur pembebasan tawanan perang Ukraina yang ditahan oleh Rusia.

    Hingga berita ini diturunkan, baik Korea Utara maupun Rusia belum pernah mengonfirmasi bahwa ada pasukan Pyongyang yang berperang melawan Ukraina.

    Opsi untuk tawanan perang dari Korea Utara

    Namun, tentara Korea Utara yang ditangkap itu memiliki pilihan lain jika mereka tidak ingin kembali ke tanah air mereka yang otoriter.

    “Kedua pria ini, dan warga Korea Utara lainnya yang ditangkap, punya tiga pilihan,” kata Chun In-bum, pensiunan letnan jenderal di Angkatan Darat Republik Korea dan sekarang menjadi peneliti senior di National Institute for Deterrence Studies, AS.

    “Mereka dapat meminta untuk dipulangkan ke Korea Utara, mereka dapat tinggal di Ukraina, atau mereka dapat meminta untuk pergi ke negara ketiga,” ujarnya.

    Zelenskyy merilis rekaman video yang dimaksudkan untuk memperlihatkan tawanan perang itu tengah diinterogasi. Salah satu prajurit terdengar berbicara kepada seorang pejabat Ukraina melalui seorang penerjemah, mengatakan bahwa dia tidak tahu akan berperang dengan Ukraina dan bahwa komandannya “mengatakan kepadanya bahwa itu hanya latihan,” kantor berita AFP melaporkan.

    Dalam komentar terjemahan yang dikutip AFP, salah satu pria tersebut mengatakan ingin kembali ke Korea Utara. Yang lain mengatakan akan melakukan apa yang diperintahkan, tetapi jika diberi kesempatan, ingin tinggal di Ukraina.

    Pembahasan saat ini sedang berlangsung dengan diplomat Korea Selatan untuk menguraikan kemungkinan konsekuensi dari kepulangan mereka ke Korea Utara.

    “Mereka akan langsung dieksekusi,” kata Chun kepada DW.

    “Bagi rezim Korea Utara, pertimbangan utamanya adalah kerahasiaan. Fakta bahwa orang-orang ini menyerah, alih-alih bunuh diri, seperti yang ditunjukkan dokumen-dokumen yang telah disita oleh Ukraina, berarti mereka gagal mengikuti perintah,” katanya.

    Korban tewas dari tentara Korea Utara meningkat

    Badan intelijen Korea Selatan, yang bekerja sama dengan pemerintah Ukraina, memperkirakan bahwa sedikitnya 300 tentara Korea Utara yang diterjunkan ke konflik tersebut telah tewas dan 2.700 lainnya terluka.

    Toshimitsu Shigemura, profesor yang khusus mengamati kepemimpinan Korea Utara di Universitas Waseda Tokyo, juga yakin bahwa rezim di Pyongyang tidak akan mengizinkan orang-orang tersebut untuk kembali ke Korut, dan bahwa mereka berpotensi menceritakan apa yang mereka alami.

    “Saya pikir hampir dapat dipastikan bahwa mereka akan dibunuh, meskipun ada kemungkinan mereka akan dijebloskan ke penjara, yang pada dasarnya merupakan hukuman mati,” katanya kepada DW. Iamenambahkan bahwa sangat disayangkan wajah para pria tersebut ditampilkan di media sosial.

    “Apakah mereka memilih untuk kembali atau tidak, pihak berwenang di Korea Utara tidak ingin berita tentang apa yang telah terjadi di Rusia diteruskan ke seluruh penduduk.”

    Shigemura yakin bahwa keputusan Kim untuk mengerahkan pasukan ke Ukraina adalah sebuah kesalahan karena hampir mustahil untuk meredakan rumor tentang ini. Ada kemungkinan juga, katanya, bahwa Putin tidak mengatakan risiko sebenarnya akan bahaya jika terlibat dalam operasi tersebut.

    Beberapa laporan media menunjukkan bahwa Rusia mengerahkan pasukan Korea Utara yang bersenjata ringan dan kurang terlatih dalam serangan mendadak terhadap posisi Ukraina yang telah dipersiapkan, dan menempatkan pasukan Rusia sebagai cadangan.

    Chun yakin kedua tahanan itu, serta kemungkinan yang akan ditahan nantinya, akan “melakukan hal yang bijaksana dan pergi ke Korea Selatan…. Apa pun yang terjadi, ini adalah tragedi,” katanya.

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

  • Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1059: Zelensky Terima Sistem Pertahanan Gravehawk Baru dari Inggris – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1059: Zelensky Terima Sistem Pertahanan Gravehawk Baru dari Inggris – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Inilah sejumlah peristiwa yang terjadi dalam perang Rusia-Ukraina, yang telah memasuki hari ke-1059 pada Jumat (17/1/2025).

    Pada Kamis (16/1/2025), pemimpin Partai Buruh yang merupakan Perdana Menteri Britania Raya, Keir Starmer, mengumumkan bahwa Ukraina akan menerima sistem pertahanan udara baru yang dikembangkan cepat dan diberi nama Gravehawk.

    Sistem ini merupakan bagian dari dukungan lebih lanjut yang diberikan Inggris kepada Ukraina dalam menghadapi ancaman udara, khususnya dari serangan rudal dan drone Rusia.

    Simak peristiwa lainnya berikut ini.

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1059:
    Dikembangkan 2 Negara

    Gravehawk merupakan sistem pertahanan udara yang dirancang untuk memperkuat kemampuan Ukraina dalam melawan ancaman dari udara, terutama dengan memanfaatkan rudal udara-ke-udara yang dimodifikasi.

    Sistem ini dikembangkan oleh Inggris dan Denmark dan memiliki ukuran yang relatif kompak, kira-kira seukuran peti kemas, The Guardian melaporkan.

    Hal ini memungkinkan Gravehawk untuk dipasang di darat dan meluncurkan rudal yang sudah dimiliki oleh angkatan bersenjata Ukraina.

    Keistimewaan Gravehawk

    Keistimewaan utama dari sistem Gravehawk adalah kemampuannya untuk memanfaatkan rudal Ukraina yang sudah ada, yang sebelumnya digunakan untuk melawan ancaman dari pesawat udara.

    Dengan memodifikasi rudal udara-ke-udara, Gravehawk memungkinkan peluncuran dari darat untuk menembak jatuh ancaman udara, seperti rudal dan drone, yang diluncurkan oleh pasukan Rusia.

    Pemerintah Inggris mengungkapkan bahwa dua prototipe Gravehawk telah diuji di Ukraina pada bulan September 2024 dan menunjukkan hasil yang positif.

    Setelah berhasil melewati uji coba, 15 unit Gravehawk akan dikirimkan ke Ukraina sepanjang tahun 2025, memberikan kemampuan tambahan dalam memperkuat pertahanan udara negara tersebut.

    Menurut Keir Starmer, sistem pertahanan udara baru ini adalah salah satu langkah penting untuk mendukung Ukraina dalam mempertahankan wilayahnya dari agresi Rusia.

    Dukungan ini juga menegaskan komitmen Inggris untuk terus berdiri bersama Ukraina, memastikan bahwa mereka memiliki alat yang diperlukan untuk melindungi diri dari ancaman yang terus berkembang.

    Gravehawk menjadi bagian dari berbagai inisiatif internasional yang bertujuan membantu Ukraina meningkatkan pertahanan udara mereka di tengah konflik yang masih berlangsung.

    Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pertahanan udara Ukraina, memberikan mereka kemampuan lebih besar dalam mengatasi serangan dari udara dan memperkuat posisi mereka dalam pertempuran melawan Rusia.

    Pertemuan Zelensky dan Trump

    Pertemuan antara Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, dan Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, diperkirakan akan segera berlangsung.

    Pertemuan itu tampaknya akan terjadi setelah pelantikan Trump pada Senin (20/1/2025).

    Kepala Kantor Kepresidenan Ukraina, Andriy Yermak, mengungkapkan hal tersebut dalam sebuah siaran telethon.

    Menurut Yermak, pihak berwenang Ukraina berniat untuk memulai pembicaraan dan konsultasi resmi segera setelah pelantikan Trump.

    “Dan saya memperkirakan akan segera ada pertemuan antara Presiden Trump, yang secara resmi akan menjabat,” ungkap Yermak, dikutip dari Suspilne.

    “Presiden kita Zelensky untuk membahas rencana dan langkah konkret untuk mengakhiri perang ini,” kata Yermak.

    Yermak juga menekankan, Amerika Serikat “tidak bisa kuat” sampai Ukraina menerima perdamaian yang adil.

    Italia Kirim Paket Bantuan Militer Baru ke Ukraina

    Italia telah mengirimkan paket bantuan militer baru yang berisi senjata modern untuk Ukraina.

    Paket bantuan ini bertujuan untuk memberikan kemampuan serangan yang lebih kuat kepada pasukan Ukraina dalam menghadapi agresi Rusia.

    Kabar ini diumumkan oleh Menteri Pertahanan Ukraina, Rustam Umyerov, setelah pertemuan dengan Menteri Pertahanan Italia, Guido Crozetto, di Kyiv.

    Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak sepakat untuk memperkuat kerja sama di bidang pertahanan dan membahas upaya kerjasama dalam industri pertahanan.

    “Berita utamanya adalah paket bantuan militer lain dari Italia sedang dikirim ke Ukraina,”

    “Ini adalah persenjataan modern yang akan membantu tentara kita melancarkan serangan kuat kepada musuh,” ujar Kementerian Pertahanan Ukraina dalam sebuah pernyataan resmi.

    Paket bantuan ini diharapkan dapat memperkuat posisi Ukraina dalam menghadapi ancaman dari Rusia dengan memberikan peralatan tempur yang lebih canggih dan efektif.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Bank Dunia: Negara Berkembang Siap-Siap Hadapi Tantangan Ekonomi

    Bank Dunia: Negara Berkembang Siap-Siap Hadapi Tantangan Ekonomi

    Bisnis.com, JAKARTA – Bank Dunia memperingatkan negara berkembang akan menghadapi tahun-tahun yang lebih sulit di masa mendatang. Pertumbuhan global yang terlalu lambat untuk meningkatkan standar hidup dan iklim ketidakpastian kebijakan yang tinggi akan menghalangi investasi negara maju di negara berkembang.

    Berdasarkan laporan Global Economic Prospects yang dirilis Bank Dunia, Jumat (17/1/2025), prospek pertumbuhan jangka panjang untuk negara-negara berkembang adalah yang terlemah sejak awal abad ini. Bank Dunia menyebut, jumlah negara yang akan naik dari status berpenghasilan rendah ke status berpenghasilan menengah dalam 25 tahun ke depan akan sangat rendah.

    Hal tersebut berarti ratusan juta orang akan tetap terperosok dalam kemiskinan ekstrem, kelaparan, dan kekurangan gizi.

    “Negara-negara berkembang, yang memulai abad ini dengan lintasan untuk menutup kesenjangan pendapatan dengan negara-negara terkaya, sebagian besar sekarang semakin tertinggal,” ujar kepala ekonom Bank Dunia, Indermit Gill, dalam laporan itu dikutip dari Bloomberg.

    Bank Dunia memproyeksikan perekonomian dunia tumbuh 2,7% pada 2025 dan 2026, tidak berubah dari prospek sebelumnya pada bulan Juni. Catatan tersebut di bawah rata-rata 3,1% sebelum pandemi Covid-19 — terlalu lemah untuk membantu negara-negara miskin mengejar ketertinggalan dari negara-negara kaya.

    Bank Dunia menyebut, sebagian besar negara berkembang menghadapi tantangan termasuk investasi yang lemah dan peningkatan produktivitas, populasi yang menua, dan krisis lingkungan. Perekonomian global menghadapi tantangan lebih lanjut dari pergeseran kebijakan perdagangan dan ketegangan geopolitik.

    Perang Rusia di Ukraina sejak 2022 dan perang Israel melawan Hamas dan Hizbullah sejak tahun lalu telah berdampak pada ekonomi global melalui gangguan pada komoditas dan rantai pasokan, sementara meningkatnya persaingan antara AS dan China telah menciptakan tekanan dalam perdagangan global.

    Sementara itu, Presiden terpilih AS Donald Trump telah berjanji untuk mengenakan sejumlah tarif, yang mengancam akan mengubah pola perdagangan dan berpotensi memicu inflasi.

    Bank Dunia menyebut, negara-negara pasar berkembang dan negara berkembang — yang meliputi China, India, dan Brasil — menyumbang sekitar 60% pertumbuhan global sejak tahun 2000, dua kali lipat dari kontribusi mereka pada tahun 1990-an. Namun, mereka kini menghadapi ancaman eksternal dari langkah-langkah proteksionis dan fragmentasi geopolitik, serta hambatan dalam menerapkan reformasi struktural.

    Sementara itu, laju pertumbuhan negara-negara berpendapatan rendah — negara-negara dengan pendapatan nasional bruto per kapita sekitar US$3 per hari — untuk mencapai status negara berpendapatan menengah telah terhenti.

    Meski 39 negara tercatat ‘naik kelas’ sejak 2000, masih ada 26 negara yang mengalami stagnasi akibat pertumbuhan yang lemah, kekerasan dan konflik, serta dampak perubahan iklim yang meningkat.

    “Negara-negara ekonomi berkembang seharusnya tidak memiliki ilusi tentang perjuangan yang akan datang, 25 tahun ke depan akan menjadi perjuangan yang lebih berat daripada 25 tahun terakhir,” ujar Gill.