Negara: Ukraina

  • Uni Eropa Cari Strategi Bersama untuk Hadapi Trump

    Uni Eropa Cari Strategi Bersama untuk Hadapi Trump

    Jakarta

    Pada hari pelantikan Donald Trump sebagai presiden baru Amerika Serikat (AS), tidak ada kemajuan besar bagi Uni Eropa (UE). Setidaknya untuk saat ini, Presiden AS itu belum mengumumkan tarif impor apa pun terhadap produk UE. Selama kampanye, Trump mengancam akan mengenakan tarif baru sebesar 10 hingga 20 persen pada produk impor dari UE.

    Eropa memang bukan prioritas paling atas dalam pada jam-jam pertama masa jabatan kedua Trump, seperti yang juga dicatat di Parlemen Uni Eropa pada hari Selasa (21/01). Akan tetapi, UE juga tengah mempersiapkan strategi untuk menghadapi pemerintahan baru Trump.

    Pada Forum Ekonomi Dunia di Davos di Swiss, Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen berbicara mendukung langkah-langkah pragmatis. “Kami akan bersikap pragmatis, tetapi kami akan selalu berpegang pada prinsip kami,” tegas politisi senior itu. Prioritas utama sekarang adalah membahas kepentingan bersama antara AS dan UE serta bersikap terbuka terhadap negosiasi.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Pada hari Senin (20/01), Trump mengatakan ingin menyeimbangkan defisit perdagangan dengan UE baik melalui tarif atau melalui ekspor energi yang lebih besar, seperti minyak dan gas alam.

    “Strategi ganda” perdagangan

    Di Parlemen Uni Eropa, Komisaris Perdagangan Maro efovi menekankan bahwa Uni Eropa sudah menjadi importir terbesar gas alam cair dari AS. Sekitar 50 persen gas LNG di UE berasal dari AS. Namun, delegasi dari Slowakia mengatakan bahwa mereka siap memperluas kerja sama strategis ini dengan pemerintahan Trump yang baru, dengan mempertimbangkan kemungkinan negosiasi. Namun, pada saat yang sama, mereka juga siap membela kepentingan sah jika diperlukan.

    Pendekatan ini kemungkinan besar adalah apa yang disebut sebagai “strategi ganda” oleh Bernd Lange, Ketua Komite Perdagangan Uni Eropa. Menurut politisi beraliran Demokrat Sosial itu, UE harus bernegosiasi jika memungkinkan dan mempertahankan diri terhadap serangan jika perlu.

    Anggota parlemen serukan persatuan Eropa

    Ada kesepakatan luas di antara anggota parlemen bahwa eskalasi konflik perdagangan dengan Donald Trump harus dicegah. Delegasi dari Spanyol, Francisco Jose Milln Mon, menekankan bahwa perang dagang tidak akan menguntungkan siapa pun.

    UE juga harus berupaya menjalin hubungan perdagangan dengan AS, kata politisi dari Partai Rakyat Eropa berhaluan konservatif itu. Selain itu, Eropa harus bertindak bersama-sama dan tidak mencoba mencari kesepakatan secara terpisah dengan Washington.

    Anggota Parlemen Partai Hijau Anna Cavazzini juga percaya bahwa “Eropa bersatu” harus menjadi jawaban untuk “Membuat Amerika hebat kembali”. Ini juga berarti tidak sedikit pun melepaskan kendali pengaturan atas perusahaan teknologi besar. Cavazzini mengimbau Komisi Uni Eropa untuk menggunakan pengaruh yang tersedia berdasarkan Undang-Undang Layanan Digital.

    Terutama dengan latar belakang pelantikan Trump dan kedekatannya dengan Elon Musk, pemilik Platform X, UE kembali mendapatkan momentum untuk berdiskusi tentang cara memastikan bahwa perusahaan teknologi besar mematuhi aturan. Undang-Undang Layanan Digital menetapkan bahwa tindakan harus diambil terhadap konten yang melanggar hukum dengan ancaman denda.

    Kritik dan pujian terhadap Trump

    Ada juga kata-kata yang jelas tentang Greenland, khususnya dari anggota parlemen Denmark seperti Stine Bosse. Anggota kelompok liberal Renew menekankan bahwa masa depan Greenland hanya dapat ditentukan oleh penduduk Greenland. Bahkan setelah menjabat, Trump menegaskan kembali bahwa Amerika Serikat membutuhkan Greenland untuk “keamanan internasional”.

    Sosial Demokrat Vytenis Povilas Andriukaitis mengkritik keputusan Trump untuk menangguhkan perjanjian iklim Paris, menyebutnya sebagai “aib.” Pihak Lithuania juga menyesalkan bahwa Ukraina tidak disebutkan dalam pidato pelantikan.

    Pujian terhadap tindakan pertama Donald Trump saat menjabat terutama datang dari kubu sayap kanan. Misalnya, Christine Anderson, anggota partai ekstremkanan Jerman Alternative fr Deutschland (AfD), yang memuji pidato pelantikan Trump sebagai “angin segar”. Ia akan memulihkan keamanan dalam negeri dengan menutup perbatasan dan mendeportasi semua migran ilegal.

    Di akhir perdebatan, Komisaris Perdagangan efovi menyatakan keyakinannya bahwa tidak ada masalah antara dua mitra dekat seperti AS dan Eropa yang tidak dapat diselesaikan dengan cara yang bersahabat dan kooperatif.

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Prospek Pertumbuhan Ekonomi Global 2025 Dibayangi Kebijakan Baru Donald Trump

    Prospek Pertumbuhan Ekonomi Global 2025 Dibayangi Kebijakan Baru Donald Trump

    Jakarta, Beritasatu.com – Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) memperkirakan ekonomi global akan tumbuh stabil pada 2025 dengan inflasi yang terus menurun. Namun, prospek ini dibayangi oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang direncanakan meliputi pemangkasan pajak, penerapan tarif tinggi pada barang asing, pelonggaran regulasi bisnis, dan deportasi massal imigran ilegal di Amerika Serikat.

    Dilansir dari AP, Kamis (23/1/2025), IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global mencapai 3,3% pada 2025 dan 2026, naik dari 3,2% di tahun sebelumnya. Meski demikian, pertumbuhan ini masih lebih lambat dibandingkan rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 3,7% dalam periode 2000–2019. Lambannya pertumbuhan ini merupakan dampak dari guncangan global, seperti pandemi Covid-19 dan invasi Rusia ke Ukraina.

    IMF memproyeksikan inflasi global akan turun dari 5,7% pada 2024 menjadi 4,2% pada 2025 dan 3,5% pada 2026. Namun, Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas mengingatkan, rencana kebijakan Trump dapat meningkatkan inflasi dalam jangka pendek.

    “Pemotongan pajak besar-besaran dan tarif tinggi pada barang asing dapat memanaskan ekonomi dan inflasi AS, serta merugikan negara-negara pengekspor. Deportasi massal juga berpotensi menimbulkan kekurangan tenaga kerja, sehingga meningkatkan biaya operasional bisnis,” jelas Gourinchas.

    Gourinchas juga mencatat, pelonggaran regulasi bisnis yang direncanakan Trump dapat mendukung pertumbuhan jangka menengah apabila dilakukan secara tepat. Namun, deregulasinya yang berlebihan dapat melemahkan perlindungan keuangan dan meningkatkan risiko ketidakstabilan ekonomi.

    IMF memperkirakan ekonomi AS akan tumbuh sebesar 2,7% pada 2025, naik dari 2,2% dari perkiraan sebelumnya. Pertumbuhan ini didukung oleh pasar tenaga kerja yang kuat, peningkatan produktivitas, dan masuknya imigran yang membantu mengatasi kekurangan tenaga kerja.

    Sebaliknya, kawasan zona euro diproyeksikan hanya tumbuh sebesar 1% pada 2025, naik dari 0,8% pada 2024 tetapi turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 1,2%. Gourinchas menyoroti lemahnya momentum manufaktur, rendahnya kepercayaan konsumen, dan dampak berkelanjutan dari guncangan harga energi akibat invasi Rusia ke Ukraina sebagai hambatan utama.

    Di sisi lain, ekonomi China, sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia, diperkirakan melambat dari 4,8% pada 2024 menjadi 4,6% pada 2025 dan 4,5% pada 2026. Pasar perumahan yang lesu dan kurangnya stimulus ekonomi berpotensi memicu stagnasi ekonomi yang diperburuk oleh deflasi.

    Prakiraan IMF ini dirilis sehari setelah Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan global sebesar 2,7% pada 2025 dan 2026. Perbedaan proyeksi ini disebabkan oleh pendekatan IMF yang memberikan bobot lebih besar pada negara berkembang dengan pertumbuhan lebih cepat.

    Meskipun proyeksi IMF menunjukkan sedikit optimisme, baik IMF maupun Bank Dunia mengingatkan bahwa pertumbuhan ini masih belum cukup untuk secara signifikan mengurangi kemiskinan di negara-negara berpenghasilan rendah.

  • Video: Trump Ancam Putin Agar Akhiri Perang Dengan Ukraina

    Video: Trump Ancam Putin Agar Akhiri Perang Dengan Ukraina

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Donald Trump meningkatkan tekanan terhadap Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina. Dalam pernyataan terbarunya di Truth Social, Trump bahkan mengancam akan memberlakukan pajak, tarif, dan sanksi tinggi pada Rusia jika kesepakatan perdamaian tidak segera tercapai.

    Selengkapnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia (Kamis, 23/01/2025) berikut ini.

  • Panas! Trump Ultimatum Putin, Rusia Respons Begini

    Panas! Trump Ultimatum Putin, Rusia Respons Begini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rusia merespons ancaman Amerika Serikat yang siap memberlakukan pajak, tarif, dan sanksi tinggi pada Rusia jika negara tersebut tidak menghentikan perang di Ukraina.

    Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Polyanskiy, mengatakan Rusia membutuhkan kejelasan mengenai apa yang dimaksud Trump dengan “kesepakatan”.

    “Ini bukan sekadar soal mengakhiri perang. Ini tentang menyelesaikan akar penyebab krisis Ukraina,” ujarnya, dilansir The Guardian, Kamis (23/1/2025).

    Sementara itu, Alexander Kots, seorang koresponden pro-perang terkemuka di Komsomolskaya Pravda, menyebut ancaman Trump sebagai ultimatum. “Lebih baik bersiap untuk yang terburuk. Sebentar lagi, kita mungkin akan merindukan masa-masa pemerintahan Biden,” tulisnya di Telegram.

    Adapun Presiden Rusia Vladimir Putin tetap mempertahankan posisi kerasnya dalam negosiasi damai. Ia menuntut Ukraina tidak bergabung dengan NATO, mengadopsi status netral, dan menjalani demiliterisasi sebagian.

    Selain itu, Putin bersikeras agar Barat mencabut sanksi terhadap Rusia serta mengakui kendali Rusia atas Krimea dan empat wilayah Ukraina yang diklaimnya sejak 2022.

    Dalam menunjukkan kekuatannya, Putin mengadakan pembicaraan dengan sekutu utamanya, Presiden Iran Masoud Pezeshkian, di Moskow pada Jumat lalu. Ia juga berbicara melalui video dengan pemimpin Tiongkok, Xi Jinping, pada Selasa.

    Efektivitas Ancaman Ekonomi Trump

    Dalam pernyataannya, Trump tidak menyebut rencana pemberian senjata tambahan kepada Ukraina, melainkan fokus pada penggunaan langkah ekonomi untuk menekan Rusia. Namun, dengan hubungan dagang yang semakin menyusut antara AS dan Rusia, efektivitas ancaman tarif ini dipertanyakan.

    Pada 11 bulan pertama 2024, perdagangan antara kedua negara hanya mencapai US$3,4 miliar, jauh dibandingkan perdagangan tahunan AS dengan Eropa yang mencapai US$1,5 triliun.

    Tatiana Stanovaya, pendiri firma analisis politik R.Politik, mengatakan bahwa meskipun Trump berusaha memaksa Putin untuk bernegosiasi, pemimpin Rusia tersebut tampaknya yakin bahwa ia memiliki sumber daya untuk bertahan lebih lama dari Ukraina.

    “Kesepakatan damai dengan syarat Rusia akan menghemat sumber daya yang signifikan, tetapi tanpa kesepakatan seperti itu, Putin siap bertempur selama diperlukan,” tulisnya di X.

    Stanovaya juga mencatat bahwa kondisi ekonomi Rusia saat ini tidak cukup untuk memaksa Kremlin bernegosiasi dengan Ukraina. Jika tidak ada kesepakatan yang menguntungkan dengan Trump, kemungkinan besar Rusia akan terus memperpanjang konflik.

    (luc/luc)

  • Trump Ancam Tambah Sanksi ke Rusia Jika Tak Sepakat Akhiri Perang di Ukraina

    Trump Ancam Tambah Sanksi ke Rusia Jika Tak Sepakat Akhiri Perang di Ukraina

    Jakarta

    Presiden AS Donald Trump mengatakan akan menambah tarif baru terhadap ancaman sanksi kepada Rusia jika negara itu tidak membuat kesepakatan untuk mengakhiri perang di Ukraina. Trump menyebut tarif ini juga dapat diterapkan ke negara peserta lainnya.

    Trump menyebut kemungkinan ia akan mengenakan sanksi terhadap Rusia jika Presiden Vladimir Putin menolak berunding guna mengakhiri konflik yang telah berlangsung hampir tiga tahun tersebut.

    “Jika kita tidak membuat ‘kesepakatan’, dan segera, saya tidak punya pilihan lain selain mengenakan Pajak, Tarif, dan Sanksi tingkat tinggi pada apa pun yang dijual oleh Rusia ke Amerika Serikat, dan berbagai negara peserta lainnya,” kata Trump dalam postingan di media sosialnya, dilansir Reuters, Kamis (23/1/2025).

    Dalam postingan Trump tersebut tidak menyebutkan negara-negara mana yang dia anggap sebagai peserta dalam konflik tersebut.

    Pemerintahan mantan Presiden Joe Biden sebelumnya menjatuhkan sanksi berat kepada ribuan entitas di sektor perbankan, pertahanan, manufaktur, energi, teknologi, dan sektor-sektor lain di Rusia sejak invasi besar-besaran Moskow ke Ukraina pada Februari 2022, yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan menghancurkan kota-kota.

    Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy mengatakan Rusia akan melihat apa yang menurut Trump berarti “kesepakatan” untuk mengakhiri perang di Ukraina.

    “Ini bukan sekadar masalah mengakhiri perang,” kata Polyanskiy kepada Reuters.

    Menjelang kemenangannya dalam pemilihan umum pada 5 November, Trump menyatakan puluhan kali bahwa ia akan mencapai kesepakatan antara Ukraina dan Rusia pada hari pertamanya menjabat, jika tidak lebih awal. Namun, para pembantu Trump telah mengakui bahwa kesepakatan untuk mengakhiri perang bisa memakan waktu berbulan-bulan atau lebih lama.

    Awal bulan ini, Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi terberatnya terhadap pendapatan energi Rusia, yang menargetkan produsen minyak dan gas Gazprom Neft dan Surgutneftegas, serta 183 kapal yang merupakan bagian dari apa yang disebut armada tanker gelap yang bertujuan menghindari pembatasan perdagangan Barat lainnya.

    (yld/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Baru Menjabat, Trump Bakal Hadapi ‘Aliansi yang Tidak Suci’

    Baru Menjabat, Trump Bakal Hadapi ‘Aliansi yang Tidak Suci’

    Jakarta, CNBC Indonesia – Selama masa jabatan pertamanya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menerapkan diplomasi khasnya dengan musuh-musuh Washington. Ia secara terbuka berteman dengan Rusia dan Korea Utara sementara secara terpisah memberikan tekanan pada China dan Iran.

    Melansir Reuters, Rabu (22/1/2025), Trump kali ini menghadapi tantangan yang berbeda: kelompok antagonis AS yang lebih bersatu yang semakin dekat setelah invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022.

    Trump, yang mulai menjabat pada hari Senin, telah berjanji untuk mengakhiri perang Rusia di Ukraina, mengekang program nuklir Iran, dan melawan China sambil membangun militer AS.

    Namun dalam beberapa tahun terakhir, Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin telah menjalin “kemitraan tanpa batas,” dengan Beijing memberi Rusia dukungan ekonomi yang dibutuhkannya untuk mempertahankan perangnya di Ukraina.

    Pada Selasa, Putin dan Xi mengusulkan pendalaman lebih lanjut dari kemitraan strategis mereka selama panggilan telepon yang panjang setelah Trump dilantik sebagai presiden AS.

    Rusia juga telah menandatangani pakta strategis dengan Korea Utara pada Juni 2024 dan Iran pada Jumat.

    Pengelompokan empat musuh AS, yang baru-baru ini disebut oleh Joe Biden untuk Choma sebagai “aliansi yang tidak suci,” mengakibatkan hilangnya pengaruh bagi AS dan mitranya, kata para analis.

    “Dilema bagi Trump, yang telah menyatakan keinginan untuk ‘berhubungan baik dengan Rusia,’ dan yang mencoba menekan China dalam perdagangan, adalah bahwa kemitraan Moskow dengan Beijing membatasi keinginan Rusia untuk terlibat dengan Washington dan kerentanan Tiongkok terhadap tekanan AS,” kata Daniel Russel dari Institut Kebijakan Masyarakat Asia yang berbasis di Washington, yang mengepalai kebijakan Asia Timur di bawah mantan Presiden Barack Obama.

    Rusia telah melewati sanksi Barat yang ketat sebagian besar berkat pembelian besar-besaran minyak Rusia oleh China dan pasokan barang-barang penggunaan ganda yang menurut pemerintahan Biden sebelumnya menopang basis industri pertahanan Rusia, tuduhan yang dibantah China.

    Korea Utara memasok tentara dan senjata untuk Rusia di Ukraina dan telah dengan cepat memajukan program rudal nuklirnya. Dan para ahli khawatir Iran, meskipun dilemahkan oleh serangan Israel terhadap proksi regionalnya, dapat memulai kembali upayanya untuk membangun senjata nuklir.

    Anggota pemerintahan baru mengakui tantangan tersebut.

    “China membeli minyak dari Iran dengan harga beberapa sen per dolar, Iran menggunakannya untuk mengirim rudal dan pesawat nirawak ke Rusia, yang kemudian menghantam infrastruktur penting Ukraina,” kata Mike Waltz, penasihat keamanan nasional yang baru dalam sebuah wawancara dengan Fox News pada bulan November.

    Dalam sidang konfirmasi Senat minggu lalu, Menteri Luar Negeri Marco Rubio menyebut China sebagai ancaman paling serius yang dihadapi Amerika Serikat dan menuduh Moskow, Teheran, dan Pyongyang menebar “kekacauan dan ketidakstabilan.”

    Zack Cooper, seorang peneliti senior yang berfokus pada Asia di American Enterprise Institute, mengatakan ia berpikir tim Trump “akan mencoba memisahkan negara-negara dari China.”

    “Mereka tampaknya ingin memisahkan Rusia, Korea Utara, dan Iran dari China, yang berarti membedakan ancaman-ancaman ini daripada menyiratkan bahwa mereka saling terkait,” kata Cooper. “Jadi mendorong kesepakatan dengan Pyongyang dan kesepakatan lainnya dengan Moskow tampaknya paling mungkin bagi saya.”

    (pgr/pgr)

  • Ampuhnya Rantis Brigade Liut Ukraina Lolos Ledakan Ranjau Anti-Tank, Ranpur Rusia Justru Lumpuh – Halaman all

    Ampuhnya Rantis Brigade Liut Ukraina Lolos Ledakan Ranjau Anti-Tank, Ranpur Rusia Justru Lumpuh – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Saat menjalankan misi tempur di sektor Toretsk, salah satu kendaraan lapis baja Brigade Liut dari Kepolisian Nasional Ukraina selamat dari ledakan ranjau antitank musuh.

    Meskipun lapisan pelindung kendaraan mengalami beberapa deformasi, kedua prajurit yang berada di dalam kendaraan mobilitas infanteri Novator tetap aman dan sehat.

    Hal ini dilaporkan oleh layanan pers Ukrainian Armor (bagian dari NAUDI), produsen kendaraan lapis baja, dikutip dari Defence Express.

    Defense Express menekankan, meskipun contoh di atas mungkin tampak lokal, namun hal itu menyoroti kualitas produksi yang tinggi dan karakteristik kinerja kendaraan lapis baja buatan Ukraina.

    Perlu juga dicatat bahwa awak Novator yang rusak menerima kendaraan baru untuk terus melaksanakan tugas mereka.

    Menunjukkan betapa pentingnya jenis kendaraan lapis baja ini bagi unit penyerangan Pasukan Pertahanan Ukraina.

    Selain itu, dapat diasumsikan bahwa ledakan ranjau antitank Rusia terjadi di salah satu jalan garis depan, menggarisbawahi pentingnya memperoleh kendaraan Novator tambahan untuk mendukung logistik di zona pertempuran.

    Perlu juga dicatat bahwa pada saat ledakan terjadi, bukan hanya lapisan pelindung kendaraan yang berfungsi sebagaimana mestinya, tetapi sistem pemadam kebakaran juga aktif dengan segera, sehingga dapat meringankan dampak ledakan ranjau Rusia.

    Dalam konteks ini, penting untuk menyoroti mengapa Pembela Ukraina membutuhkan sebanyak mungkin kendaraan lapis baja seperti Novator, terutama karena tingkat perlindungan dan kualitas produksinya yang tinggi.

    Sebelumnya, KNDS Deutschland telah membuat usaha patungan dengan perusahaan Ukraina yang tidak disebutkan namanya .

    Ranpur Infanteri Rusia Lumpuh

    Operator batalion sistem tak berawak dari Brigade Mekanik ke-110 berhasil melumpuhkan dua kendaraan tempur infanteri Rusia yang berusaha maju ke posisi Ukraina.

    Operasi yang direkam dalam video dan dibagikan oleh batalion tersebut pada tanggal 21 Januari itu menunjukkan keefektifan taktik pesawat nirawak Ukraina.

    Pasukan Rusia telah melengkapi kendaraan mereka dengan perisai anti-drone dan sistem peperangan elektronik, yang bertujuan untuk melawan ancaman udara.

    Namun, pilot Ukraina dengan cekatan menetralkan sistem ini sebelum menargetkan IFV.

    Kendaraan pertama terbakar, diikuti dengan yang kedua.

    “Kita semua senang menyaksikan peralatan musuh terbakar! Dua kendaraan lapis baja telah menemui ajalnya,” komentar batalion tersebut, menggarisbawahi efektivitas operasi mereka.

    Operasi ini menyoroti meningkatnya peran pesawat tak berawak dalam peperangan modern.

    Serta kemampuan Ukraina untuk beradaptasi dan mengatasi tantangan teknologi yang ditimbulkan oleh musuh.

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1064

    Trump Usulkan Sanksi Baru terhadap Rusia

    Donald Trump mengungkapkan, Gedung Putih mungkin akan mengenakan sanksi baru terhadap Rusia jika Putin tidak mau berunding untuk mengakhiri perang di Ukraina.

    Dalam sebuah pernyataan pada Senin (20/1/2025), Trump menyebutkan bahwa Putin “harus membuat kesepakatan” untuk menghentikan konflik yang berlangsung.

    Menurut Trump, jika Putin menolak untuk bernegosiasi, dia akan menghancurkan Rusia.

    Sejak perang dimulai, AS telah memberlakukan sanksi berat terhadap Rusia sebagai respons terhadap invasi ke Ukraina.

    Trump tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai jenis atau bentuk sanksi tambahan yang mungkin diterapkan.

    Dia menambahkan bahwa semua opsi, termasuk pemberlakuan sanksi lebih lanjut, akan dipertimbangkan dalam upaya untuk menyelesaikan krisis ini.

    Trump Klaim Punya Kesepahaman Kuat dengan Putin

    Donald Trump mengklaim, Rusia tidak akan pernah melakukan invasi ke Ukraina jika ia menjadi presiden Amerika Serikat, bukan Joe Biden.

    Trump mengatakan bahwa ia memiliki “kesepahaman yang sangat kuat” dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Katanya, jika ia memimpin, “serangan semacam itu” tidak akan pernah terjadi.

    Menurut Trump, Putin tidak menghormati Biden, itu yang membuat situasi berbeda jika Trump yang memimpin.

    Trump juga menambahkan bahwa pemerintahannya sebelumnya sudah mempertimbangkan masalah terkait pengiriman senjata ke Ukraina.

    Ia berpendapat, Uni Eropa (UE) seharusnya mengambil peran yang lebih besar dalam mendukung Ukraina dalam konflik ini.

    Trump menilai, Biden tidak mampu mengelola hubungan internasional dengan baik, terutama dengan Putin, yang menurutnya sangat cerdas dan paham situasi.

    Trump Klaim Desak Xi Jinping Campur Tangan Setop Perang Ukraina

    Donald Trump mengungkapkan, ia telah mendesak Presiden Tiongkok, Xi Jinping, untuk campur tangan dalam upaya menghentikan perang di Ukraina.

    Trump menyatakan bahwa ia memberi tahu Xi bahwa Tiongkok memiliki “banyak kekuasaan” untuk membantu menyelesaikan konflik ini, sama seperti Amerika Serikat.

    “Saya berkata, ‘Anda harus menyelesaikannya’,” ungkap Trump.

    Meskipun demikian, ia menilai bahwa Xi tidak banyak bertindak terkait hal tersebut, meskipun pembicaraan antara mereka telah berlangsung.

    Rusia Caplok Pemukiman Volkove 

    Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan pasukan mereka berhasil merebut pemukiman Volkove di wilayah Donetsk timur, pada Selasa (21/1/2025) .

    Itu adalah sebuah desa yang diperkirakan memiliki sekitar dua lusin penduduk sebelum perang dimulai.

    Di wilayah lain yang lebih utara, tepatnya di kota Kupiansk, serangan menggunakan pesawat nirawak Rusia melukai tiga polisi Ukraina dan dua warga lanjut usia, menurut laporan dari pihak berwenang setempat.

    Pasukan Rusia dilaporkan berada sekitar 2 kilometer di luar kota Kupiansk, berdasarkan informasi dari pejabat setempat dan sumber-sumber terkait.

    Sementara itu, di wilayah selatan Donetsk timur, kepala layanan kereta api nasional menyatakan bahwa pasukan Rusia melancarkan serangan terhadap infrastruktur kereta api, yang menyebabkan tiga anggota staf terluka akibat serangan tersebut.

    Zelensky Berpidato di DAVOS

    Dikutip dari Suspilne, Presiden Volodymyr Zelensky menyampaikan pidato penting di Forum Ekonomi Dunia di DAVOS.

    Zelensky menekankan bahwa Eropa sedang berada di titik balik dan harus muncul sebagai kekuatan global yang tak bisa diabaikan oleh dunia.

    Ia menyatakan bahwa saat ini, perhatian global lebih terfokus pada Amerika Serikat.

    Yang menjadi sorotan terutama tentang kebijakan pemerintahan Donald Trump, aliansi internasional, serta langkah-langkah yang akan diambil untuk mengakhiri perang.

    Zelensky juga menekankan pentingnya bagi Eropa untuk bersaing dengan kekuatan besar lainnya dalam hal prioritas, aliansi strategis, dan pengembangan teknologi untuk memastikan benua ini tidak tertinggal dalam percaturan global.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha, Andari Wulan Nugrahani)

  • Rusia-China Bahas Nasib Hubungan Mereka di Era Trump

    Rusia-China Bahas Nasib Hubungan Mereka di Era Trump

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara dengan Presiden Cina Xi Jinping tentang kedekatan hubungan mereka sehari setelah Donald Trump dilantik sebagai presiden ke-47 Amerika Serikat.

    Dalam panggilan video yang berlangsung lebih dari 1,5 jam pada Selasa (21/01), Putin dan Xi membahas prospektif hubungan negara mereka selama masa pemerintahan Donald Trump.

    Keduanya punya hubungan pribadi yang kuat, dan semakin erat setelah Putin menginvasi Ukraina pada tahun 2022. Cina menjadi pelanggan utama minyak dan gas Rusia dan sumber teknologi utama di tengah sanksi Barat yang luas terhadap Moskow.

    Dalam percakapan dengan Xi, Putin menekankan bahwa hubungan Rusia-Cina didasarkan pada kepentingan bersama, kesetaraan, dan saling menguntungkan, dengan mencatat bahwa hubungan tersebut “tidak bergantung pada faktor politik internal dan lingkungan internasional saat ini.”

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    “Kami bersama-sama mendukung pengembangan tatanan global multipolar yang lebih adil, dan berupaya untuk memastikan keamanan yang tak terpisahkan di Eurasia dan dunia secara keseluruhan,” kata Putin kepada Xi dalam pernyataan yang disiarkan oleh TV pemerintah Rusia. “Upaya bersama oleh Rusia dan Cina memainkan peran penting dalam menstabilkan urusan global.”

    Xi juga memuji eratnya kerja sama mereka dengan menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan Putin guna “memimpin hubungan Cina-Rusia ke tingkat yang lebih tinggi, mengatasi ketidakpastian lingkungan eksternal dengan stabilitas dan ketahanan hubungan Cina-Rusia,” dan “menjaga keadilan dan kewajaran internasional.”

    Putin, Xi Jinping berharap hubungan positif dengan Trump

    Meski mereka tidak secara langsung menyebut Trump dalam cuplikan panggilan telepon yang disiarkan di televisi, Kremlin mengatakan bahwa mereka menyinggung kemungkinan kontak dengan pemerintahan baru AS.

    Presiden Cina berbicara melalui telepon dengan Trump pada hari Jumat (17/01) dan menyatakan harapan untuk hubungan positif dengan AS.

    Trump mengancam akan mengenakan tarif dan tindakan lain terhadap Cina pada masa jabatan keduanya.

    Penasihat urusan luar negeri Putin, Yuri Ushakov, mengatakan kepada wartawan bahwa panggilan telepon Putin-Xi telah direncanakan sebelumnya dan tidak secara khusus dikaitkan dengan pelantikan Trump. Namun, ia mencatat bahwa Xi memberi pengarahan kepada Putin tentang hal itu.

    Putin dan Xi Jinping menyatakan kesiapan untuk mengembangkan hubungan dengan Washington atas dasar saling menguntungkan dan saling menghormati jika tim Trump menunjukkan minat dalam hal itu, katanya.

    Putin, yang belum berbicara dengan Trump, mengucapkan selamat kepadanya atas pelantikannya dalam pidato yang disiarkan televisi selama panggilan video dengan para pejabat dan menyambut baik niatnya untuk membuka dialog dengan Moskow.

    Trump mengatakan kepada wartawan hari Senin (21/01) setelah menjabat bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy telah mengatakan kepadanya bahwa ia ingin membuat kesepakatan damai dan berharap Putin akan setuju. Trump menambahkan bahwa jika tidak mencapai kesepakatan, Putin berpotensi menghancurkan perekonomian Rusia.

    Ushakov mengelak mengomentari pernyataan Trump, dengan mengatakan Kremlin sedang menunggu “proposal konkret yang dapat menjadi dasar untuk kontak.”

    “Kami terbuka dan siap untuk dialog serius dengan pemerintahan baru AS mengenai konflik Ukraina, dan jika sinyal yang relevan datang dari Washington, kami akan menerimanya dan siap untuk melakukan pembicaraan,” katanya. Namun ia menambahkan bahwa Kremlin belum menerima sinyal tersebut.

    Moskow siap “berdialog tentang Ukraina” dengan Trump

    Berbicara kepada Dewan Keamanan Rusia pada hari Senin, Putin memuji keterbukaan Trump untuk berdialog. “Kami mendengar pernyataan dari Trump dan anggota timnya tentang keinginan mereka untuk memulihkan kontak langsung dengan Rusia,” kata Putin.

    “Kami juga mendengar pernyataannya tentang perlunya melakukan segala hal untuk mencegah Perang Dunia III. Kami tentu menyambut baik pendekatan tersebut dan mengucapkan selamat kepada presiden terpilih AS atas pelantikannya.”

    Putin juga menekankan bahwa dialog harus didasarkan pada “dasar yang setara dan saling menghormati, dengan mempertimbangkan peran penting negara kita dalam beberapa isu utama dalam agenda global, termasuk penguatan stabilitas dan keamanan global.”

    Moskow terbuka untuk berdialog dengan pemerintahan Trump terkait Ukraina, kata Putin. Ia juga menekankan perlunya menghormati kepentingan Rusia dan menambahkan bahwa “hal terpenting adalah menyingkirkan akar penyebab krisis.”

    Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov pada hari Rabu (22/01) mengatakan Moskow melihat celah untuk menjalin kesepakatan dengan pemerintahan baru AS di bawah Presiden Donald Trump, kantor berita Interfax melaporkan.

    “Saat ini, kami tidak dapat mengatakan apa pun tentang tingkat kapasitas pemerintahan yang akan datang untuk bernegosiasi, tetapi tetap saja, dibandingkan dengan keputusasaan dalam setiap aspek dari kepala Gedung Putih sebelumnya (Joe Biden), ada peluang, meskipun kecil,” kata Ryabkov, menurut Interfax.

    ae/yf (AP, Reuters)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Donald Trump Mengguncang Politik Jerman

    Donald Trump Mengguncang Politik Jerman

    Jakarta

    Donald Trump telah mengonfirmasi semua ketakutan terburuk dari banyak politisi Jerman. Entah dengan mengancam untuk mengakhiri kebijakan perlindungan iklim dan menampar tarif impor untuk barang-barang Eropa, atau membayangkan imperialisme baru yang mengklaim Terusan Panama dan Greenland.

    Meski demikian, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengucapkan selamat kepada Presiden Amerika Serikat (AS) yang baru atas pelantikannya.

    Scholz mendoakan “kekuatan dan kesuksesan” untuk tugas-tugas yang akan datang, dan menambahkan bahwa, “bersama-sama, kita dapat memberikan momentum penting di kedua sisi Atlantik untuk kebebasan, perdamaian dan keamanan, serta kemakmuran dan pembangunan ekonomi.”

    Namun Scholz tidak hadir di Washington, begitu pula pemimpin oposisi Jerman Friedrich Merz dari partai konservatif Christian Democratic Union (CDU). Trump hanya mengundang politisi yang berpikiran sama dengannya, seperti Perdana Menteri Italia Georgia Meloni dan Presiden Argentina Javier Milei.

    Pesan diplomatik yang sensitif

    Sebagian besar politisi Jerman mengisyaratkan atau secara terbuka menyatakan bahwa mereka lebih suka melihat kandidat dari Partai Demokrat, Kamala Harris, yang masuk ke Gedung Putih.

    Hanya partai sayap kanan Jerman, Alternative for Germany (AfD), yang tampaknya menantikan pemerintahan Trump. Loyalis Trump, Elon Musk, secara terbuka mendukung AfD di platform X ketika ia menulis bahwa, “hanya AfD yang dapat menyelamatkan Jerman” dan menyebut Scholz sebagai “orang bodoh yang tidak kompeten”.

    Penilaian sensitif dari Duta Besar Jerman untuk AS, Andreas Michaelis, dinilai berkontribusi pada meningkatnya ketegangan trans-Atlantik. Sebuah pesan diplomatik yang ditujukan kepada Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock yang berisi kritik keras terhadap Trump, bocor ke media.

    Kandidat kanselir Jerman dari partai tengah-kanan CDU, Friedrich Merz, menganggap hal tersebut sebagai bencana bagi hubungan Jerman-Amerika.

    “Ini adalah pukulan besar bagi reputasi pemerintah Jerman di Washington. Tidak seorang pun dari pemerintah federal ini akan dapat menemukan teman bicara di Washington dalam waktu dekat,” kata Merz dalam sebuah wawancara dengan lembaga penyiaran Jerman, Deutschlandfunk.

    Merz: Orang Eropa harus bersatu

    Ketika Kanselir Scholz mengambil sikap konfrontatif dan mengkritik tajam klaim Trump atas Greenland, Friedrich Merz justru bersikap lebih terbuka.

    Menurut jajak pendapat, Merz memiliki peluang bagus untuk menjadi kanselir Jerman berikutnya setelah pemilihan umum tanggal 23 Februari mendatang. Dalam hal ini, ia harus berhadapan langsung dengan Trump sebagai kepala pemerintahan Jerman.

    Merz mengatakan bahwa ia berniat untuk bertemu dengan Trump “secara langsung” dan fokus untuk “menyatukan kepentingan Eropa.”

    “Selama negara-negara anggota Eropa bersatu, mereka akan dihormati di dunia, termasuk di AS. Selama mereka terpecah belah, tidak ada yang akan menganggap kita serius,” kata Merz dalam sebuah pertemuan partai-partai Eropa kanan-tengah di Berlin.

    “Jadi, dalam pandangan saya, ini adalah seruan terakhir untuk bertindak,” lanjutnya.

    Dalam surat ucapan selamat untuk Trump, Merz menulis bahwa, “jika rakyat Jerman memberi saya mandat sebagai kanselir, akan menjadi salah satu prioritas saya untuk bekerja sama dengan Anda menuju babak baru dalam hubungan kita.”

    ‘Eropa siap menghadapi tarif’

    Kamar Dagang dan Industri Jerman, atau DIHK, telah memperingatkan akan adanya konsekuensi serius terkait ancaman tarif impor AS.

    “Dampak dari tarif baru AS akan serius bagi perekonomian Jerman,” kata Kepala Eksekutif DIHK Helena Melnikov kepada surat kabar Jerman, Rheinische Post.

    Menurutnya, di Jerman, setiap empat pekerjaan bergantung pada ekspor, dan setiap pekerjaan kedua adalah industri.

    Itulah sebabnya, berbeda dengan Merz, Menteri Urusan Ekonomi Jerman Robert Habeck mengambil sikap yang lebih agresif: “Eropa sudah siap. Jika Amerika memberlakukan tarif yang tidak saya harapkan atau inginkan, Eropa pasti akan ada dalam posisi mengambil tindakan balasan, termasuk yang mempengaruhi ekonomi Amerika,” kata Habeck dalam sebuah wawancara dengan DW.

    Habeck, yang tanggung jawabnya juga mencakup aksi iklim, menyebut penarikan diri Trump dari perjanjian iklim Paris sebagai “sinyal yang fatal bagi dunia.”

    Namun di dalam negeri, ia juga harus menyaksikan isu-isu perlindungan iklim semakin terdesak dan semakin jauh dari agenda selama kampanye pemilu yang sedang berlangsung.

    Diundang atau tidak diundang

    Ketika menjadi kanselir Jerman, Angela Merkel dari CDU berurusan dengan Trump selama masa kepresidenannya yang pertama. Kini, ia sekali lagi berbicara untuk melanjutkan kemitraan yang erat dengan AS.

    Dalam memoarnya yang baru-baru ini diterbitkan, politisi yang sudah lama berkecimpung di dunia politik ini secara terbuka mengungkapkan kesulitan-kesulitan yang dialaminya dengan Trump pada saat itu.

    Pada acara tahun baru partainya, Merkel berpendapat bahwa kemitraan trans-Atlantik Jerman dengan AS saat ini lebih penting daripada beberapa tahun yang lalu. Ia menambahkan bahwa hanya mungkin “untuk memastikan bahwa (Presiden Rusia Vladimir) Putin tidak memenangkan perang dan Ukraina tetap menjadi negara merdeka” dengan bantuan AS dan aliansi NATO.

    Trump telah mengindikasikan bahwa ia ingin mengakhiri dukungan untuk Ukraina dan sebaliknya mencari cara untuk mengakhiri perang dengan Putin. Ada kekhawatiran bahwa Ukraina harus memberikan “konsesi teritorial” untuk mencapai hal tersebut.

    Sementara itu, partai sayap kanan AfD, yang masih terisolasi di parlemen Jerman, melihat bahwa mereka sedang naik daun berkat Trump.

    AfD dan Trump memiliki kedekatan dalam isu-isu migrasi dan kebijakan energi. Namun, AfD juga berulang kali membuat pernyataan anti-Amerika. Meski demikian, kedekatan Trump dengan AfD terlihat jelas di Washington, di mana Kanselir Federal Olaf Scholz tidak diundang ke pelantikan, tetapi dua politisi AfD yang terkemuka, Tino Chrupalla dan Beatrix von Storch, hadir di sana.

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Iran Dilaporkan Uji Coba Robot Tempur, Kembangkan Model Baru – Halaman all

    Iran Dilaporkan Uji Coba Robot Tempur, Kembangkan Model Baru – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Militer Iran sedang menguji robot tempur dan mengembangkan model baru, menurut pejabat militer tinggi.

    Wakil Komandan Angkatan Darat Iran, Brigadir Jenderal Nozar Nemati, mengatakan kepada Tehran Times bahwa pasukannya mulai menggunakan perangkat tersebut dalam latihan perang dua bulan lalu.

    Menurut Newsweek, pengerahan robot tempur oleh Iran menandakan ambisi negara tersebut untuk bersaing secara militer dengan negara-negara lain.

    Ketegangan Iran dengan AS dan Israel terus meningkat setelah mantan Presiden Donald Trump berjanji untuk kembali menerapkan tekanan maksimum terhadap Iran, serta ancaman kemungkinan serangan Israel terhadap situs nuklir Iran.

    Menurut laporan Tehran Times, beberapa robot tempur digunakan dalam latihan ofensif yang dilakukan Iran di timur laut negara itu dua bulan lalu.

    Latihan tersebut melibatkan unit artileri lapis baja, tim serangan udara, operator pesawat nirawak, unit perang elektronik, dan kelompok rudal, menurut Nemati.

    Namun, Nemati tidak merinci lebih lanjut tentang jenis robot tempur yang sedang diuji.

    Berbicara tentang upaya Iran dalam memajukan teknologi untuk keperluan tempur, baik ofensif maupun defensif, Nemati menambahkan:

    “Kami juga sedang merancang dan menerapkan koneksi antara pasukan khusus dan robot untuk peperangan masa depan, sambil menggunakan berbagai pesawat nirawak penyerang dan sistem terpadu untuk melawan pesawat nirawak musuh.”

    “Pencapaian ini mencerminkan komitmen kami untuk mengembangkan teknologi mutakhir dalam Angkatan Darat,” tambahnya.

    Latihan perang ini melibatkan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Angkatan Darat (Artesh), dan Penjaga Pantai, yang mensimulasikan operasi kontraterorisme.

    Militer berlatih untuk mencegah serangan bunker di dekat fasilitas nuklir Iran di wilayah tengah dan utara, tambah Tehran Times.

    Menurut laporan Iran Press, robot tempur Iran termasuk kendaraan darat tak berawak (UGV) dan kendaraan udara tak berawak (UAV).

    Teheran telah mengembangkan Heidar-1, sebuah UGV untuk pengintaian dan tembakan presisi.

    Teheran juga telah mengembangkan pesawat nirawak Shahed-136, UAV “kamikaze” yang telah digunakan dalam serangan Rusia terhadap Ukraina.

    Selain itu, Iran juga sedang mengintegrasikan kecerdasan buatan ke dalam sistem rudalnya untuk meningkatkan akurasi serangan mereka, dengan tujuan meminimalkan korban sipil, menurut Iran International.

    Pada tanggal 18 Januari, di sebuah lokasi yang dirahasiakan di Teluk Persia, Iran juga membuka pangkalan angkatan laut bawah tanah baru.

    Pangkalan ini dirancang untuk menampung armada kapal yang mampu meluncurkan rudal jarak jauh.

    Angkatan bersenjata Teheran juga telah menerima 1.000 pesawat nirawak buatan dalam negeri yang memiliki kemampuan anti-benteng dan teknologi siluman canggih dengan jangkauan 1.200 mil.

    Hingga kini, belum jelas konflik apa yang sebenarnya dipersiapkan Iran dengan latihan-latihan ini.

    Perlombaan Teknologi Tempur Modern

    Dilansir Newsweek, Iran berusaha mengikuti tren global menuju robotika di bidang militer.

    Dalam perang Rusia dengan Ukraina, unit tempur Ukraina yang dikenal sebagai Medoid mengerahkan anjing robot yang dikembangkan oleh perusahaan manajemen risiko Inggris dan produsen pesawat nirawak Brit Alliance.

    Ukraina juga akan segera menggunakan pesawat tempur droid baru dengan sistem robotik dan senapan mesin terpasang.

    Rusia, di sisi lain, telah berinvestasi besar dalam robot tempur.

    Rusia memanfaatkan kecerdasan buatan untuk memodernisasi teknologi militernya bersama China, mengembangkan UGV seperti Uran-9, tank robot, Platform-M, sistem roket serang, serta Soratnik, tank drone seberat tujuh ton.

    China juga sedang mengembangkan teknologi militer otonomnya sendiri, seperti “robot pembunuh,” yang diperkirakan akan siap tempur dalam dua tahun ke depan.

    AS juga telah berinvestasi dalam sektor ini melalui Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA).

    Proyek-proyeknya termasuk Legged Squad Support System (LS3) untuk tentara, dan program Robotic Autonomy in Complex Environments with Resiliency (RACER) untuk meningkatkan kemampuan UGV, menurut siaran pers dari DARPA.

    Israel juga merupakan salah satu produsen utama sistem udara tak berawak (UAS), yang dirancang untuk pengumpulan intelijen, pemantauan perbatasan, serta pelaksanaan misi, menurut Israel Aerospace Industries.

    Negara lain yang berinvestasi dalam robotika tempur antara lain Inggris, Korea Selatan, India, Prancis, dan Jerman, menurut berbagai laporan.

    (Tribunnews.com/Tiara Shelavie)