Negara: Ukraina

  • Sebanyak 124 Jurnalis Terbunuh Tahun Lalu, 2024 Jadi Tahun Paling Mematikan bagi Pekerja Media

    Sebanyak 124 Jurnalis Terbunuh Tahun Lalu, 2024 Jadi Tahun Paling Mematikan bagi Pekerja Media

    PIKIRAN RAKYAT – Jumlah jurnalis yang terbunuh pada tahun 2024 mencapai rekor, menurut laporan yang dirilis oleh Committee to Protect Journalists. Setidaknya 124 jurnalis dan pekerja media terbunuh di seluruh dunia, dan sekitar dua pertiga dari mereka adalah warga Palestina yang dibunuh oleh Israel selama perang melawan Hamas di Gaza.

    Rekor sebelumnya adalah 113 jurnalis yang terbunuh pada tahun 2007, selama Perang Irak.

    Negara-negara lain termasuk Sudan, Pakistan, Meksiko, dan Suriah juga memiliki beberapa kasus jurnalis yang terbunuh tahun lalu, menurut laporan tersebut.

    CPJ menganggap jurnalis atau pekerja media sebagai seseorang yang meliput berita atau mengomentari urusan publik, dalam media apa pun. Agar dapat dimasukkan dalam daftarnya, kematian orang tersebut harus terkait dengan pekerjaan. Kematian tersebut dapat disengaja atau tidak disengaja, seperti jika seorang jurnalis terbunuh di zona konflik.

    Kematian seorang jurnalis tidak akan dimasukkan jika ada bukti bahwa mereka menghasut kekerasan dengan efek yang akan segera terjadi atau secara langsung berpartisipasi sebagai kombatan dalam konflik bersenjata pada saat kematian mereka.

    CPJ mengatakan bahwa mereka hanya memasukkan kasus yang dikonfirmasi dalam laporannya, yang berarti mereka menemukan bukti yang menunjukkan bahwa jurnalis tersebut terbunuh sehubungan dengan pekerjaan mereka; mereka mengatakan menganggap semua kasus zona perang sebagai yang dikonfirmasi.

    Meningkatnya Konflik Global Menyebabkan Rekor Kematian

    Dari 124 jurnalis yang terbunuh pada tahun 2024, laporan CPJ mengatakan 82 orang tewas di tengah perang di Gaza dan tiga orang tewas di Lebanon, tempat Israel memerangi Hizbullah. Dalam sedikitnya 10 kasus, CPJ mengatakan penyelidikannya menentukan bahwa para jurnalis itu sengaja menjadi sasaran. Kelompok itu mengatakan terus menyelidiki apakah sedikitnya 20 kasus lainnya mungkin disengaja.

    Tiga puluh satu jurnalis yang terbunuh di Gaza adalah pekerja lepas Palestina yang menurut CPJ masuk untuk mengisi kekosongan informasi setelah banyak outlet berita berhenti beroperasi di wilayah tersebut.

    Peningkatan kematian jurnalis terjadi di tengah meningkatnya jumlah konflik secara global, menurut CPJ. Pembunuhan jurnalis lainnya pada tahun 2024 terjadi di lebih dari puluhan negara, termasuk Sudan, Pakistan, dan Meksiko.

    Sudan dan Pakistan masing-masing menyaksikan enam pembunuhan jurnalis, sementara Meksiko mengalami lima pembunuhan. Empat jurnalis tewas di Suriah. Tiga tewas di Myanmar, di mana wartawan bawah tanah semakin diperlakukan sebagai kombatan musuh, menurut CPJ. Tiga kematian jurnalis lainnya tercatat di Irak, menandai kematian jurnalis pertama di sana sejak 2020. Dua jurnalis tewas di Haiti, tempat geng-geng sekarang secara terbuka mengklaim bertanggung jawab atas pembunuhan jurnalis.

    CPJ mengatakan bahwa mereka menemukan negara-negara tempat jurnalis dibunuh dengan sengaja sering kali mencoba mengubur bukti pembunuhan, mengalihkan kesalahan, dan menghindari akuntabilitas. Tindakan semacam itu menempatkan jurnalis yang masih hidup dalam bahaya yang lebih besar, kata kelompok itu, dan menghilangkan kemungkinan keadilan bagi mereka yang telah meninggal.

    Di seluruh dunia, jurnalis juga telah diintimidasi, disensor, dan ditangkap atau diserang. Insiden semacam itu dilaporkan di Kamerun, Somalia, dan Afghanistan, meskipun tidak ada jurnalis yang tewas di negara-negara tersebut. Tidak ada juga kematian jurnalis dalam perang antara Ukraina dan Rusia, meskipun beberapa serangan yang mungkin ditargetkan menyebabkan wartawan terluka, kata CPJ. Seorang jurnalis Ukraina yang ditahan pada Agustus 2023 meninggal dalam tahanan Rusia tahun lalu.

    “Kondisi dapat menjadi lebih mematikan bagi pers ketika mereka yang membunuh wartawan tidak dimintai pertanggungjawaban. Dan semakin sedikit wartawan berarti semakin sedikit informasi bagi warga yang mencari kebenaran,” kata CPJ.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Warga Ukraina Marah Merasa Dikhianati Donald Trump, Ini Penyebabnya – Halaman all

    Warga Ukraina Marah Merasa Dikhianati Donald Trump, Ini Penyebabnya – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, UKRAINA – Langkah Amerika Serikat (AS) menginisiasi perundingan perdamaian dengan Rusia dikecam sekutu-sekutu Ukraina di Eropa.

    Bahkan warga Ukraina melampiaskan kemarahannya kepada Presiden AS Donald Trump karena merasa dikhianati.

    Pemerintahan Donald Trump dinilai memulai pembicaraan untuk mengakhiri invasi Rusia tanpa melibatkan negara yang diserang yakni Ukraina.

    Padahal AS selama ini adalah sekutu dekat Ukraina.

    Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth membantah anggapan bahwa negaranya telah berkhianat kepada Ukraina. 

    Hegseth menyebut langkah perundingan ini sebatas menunjukkan AS menginginkan perdamaian.

    “Tidak ada pengkhianatan di sini, hanya ada pengakuan bahwa seluruh dunia dan Amerika Serikat berkepentingan dan menginginkan perdamaian. Sebuah perdamaian yang dirundingkan,” kata Hegseth dikutip Associated Press, Kamis (13/2/2025).

    Donald Trump berencana menggelar pertemuan tatap muka dengan Presiden Rusia Vladimir Putin mengenai Ukraina.

    Pada Rabu (12/2/2025), kedua pemimpin tersebut dilaporkan melangsungkan pembicaraan telepon selama hampir 90 menit.

    Sebelumnya, usulan AS untuk mengakhiri perang Ukraina menuai kontroversi karena meminta Kiev menyerahkan wilayah ke Rusia.

    Donald Trump juga menegaskan Ukraina tidak bisa bergabung dengan NATO.

    Warga Ukraina Marah

    ‘Saya merasa marah dan dikhianati’ begitu rakyat Ukraina yang melampiaskan kemarahannya kepada Donald Trump atas sikap AS itu.

    Hal pertama yang dipikirkan Olena Litovchenko, ketika dia membaca berita panggilan telepon Donald Trump kepada Vladimir Putin adalah bahwa akhirnya mungkin sudah waktunya baginya untuk meninggalkan Ukraina.

    “Rasanya Ukraina sedang ditipu,” kata Litovchenko, seorang pelatih pribadi yang lahir di Kyiv dan telah tinggal di kota itu selama perang.

    Dia percaya bahwa prospek kekalahan Ukraina semakin dekat dengan pendekatan Trump itu.

    Untuk pertama kalinya ia berpikir bahwa ia mungkin harus pergi, demi putrinya.

    “Tetapi kemudian, pergi dan ke mana? Eropa pasti akan menjadi tujuan berikutnya. Pergi ke Australia? Saya tidak tahu. Saya merasa marah dan dikhianati.”

    Dikutip dari The Guardian, kemarahan dan pengkhianatan merupakan emosi yang umum menimpa mereka yang ditanyai di jalan-jalan pusat kota Kyiv pada hari Kamis. 

    Dalam tiga bulan sejak kemenangan Donald Trump dalam pemilihan umum, banyak orang di Ukraina berharap bahwa keadaan tidak akan seburuk yang diperkirakan di bawah presiden baru.

    Mungkin Trump akan menjalin hubungan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dengan mengakui politisi lain yang memiliki latar belakang di dunia hiburan dan bisnis pertunjukan. 

    Mungkin dia akan secara tak terduga memberi Ukraina kebebasan penuh untuk menyerang Rusia, berbeda dengan pemerintahan Joe Biden, yang selalu mendesak kehati-hatian dan takut mengambil risiko eskalasi. 

    Mungkin perilaku kacau Trump entah bagaimana akan menghasilkan peristiwa angsa hitam yang akan mengayunkan konflik ke arah yang menguntungkan Ukraina.

    Namun harapan-harapan ini tampaknya terungkap sebagai ilusi.

    Berita tentang panggilan telepon panjang Trump dengan Putin tersiar hingga ke Kyiv, diikuti oleh laporan-laporan tentang konferensi pers berikutnya.

    Dimana Trump menepis gagasan bahwa Ukraina akan menjadi mitra yang setara dalam pembicaraan potensial dan bahkan tampak mengisyaratkan bahwa Rusia mungkin memiliki hak untuk mempertahankan sebagian wilayah Ukraina yang disita karena “mereka merampas banyak tanah dan mereka berjuang untuk tanah itu”.

    Tanpa merujuk pada nilai-nilai bersama atau kebutuhan untuk melawan Rusia, Trump malah berbicara tentang peringkat jajak pendapat Zelenskyy yang buruk dan mengatakan bahwa ia ingin mendapatkan kembali uang yang telah dikirim AS sebagai bantuan ke Ukraina.

    Pernyataan Trump merupakan “hujan dingin” bagi para pendukung Ukraina, tulis Oleh Pavlyuk, dalam kolom untuk situs berita populer Evropeiska Pravda.

    Ia menambahkan bahwa Trump telah menghancurkan dua pilar utama kebijakan luar negeri AS di Ukraina hingga saat ini: memastikan koordinasi terlebih dahulu dengan Kyiv sebelum melakukan kontak dengan Kremlin, dan bersikeras bahwa Ukraina harus memutuskan sendiri kapan akan mengajukan permohonan perdamaian.

    “Saya merasa kecewa dan marah. Tidak ada kepastian bahwa perang ini akan berakhir bagi kami, karena Trump tidak menganggap kami sebagai pihak yang setara dalam negosiasi ini,” kata Oleksii, seorang pekerja berusia 34 tahun di sebuah perusahaan IT.

    Serhii, seorang prajurit berusia 39 tahun yang sedang cuti dari garis depan, mengatakan bahwa dia kurang percaya pada Trump untuk melakukan kesepakatan yang menguntungkan Ukraina.

    “Kita lihat bagaimana dia selama masa jabatan presiden pertamanya … keset Putin,” katanya.

    Seperti banyak orang lainnya, ia memiliki perasaan campur aduk tentang keseluruhan konsep perundingan perdamaian, takut hal itu hanya akan menyebabkan perang lebih lanjut setelah Rusia punya waktu untuk berkumpul kembali, tetapi menyadari bahwa pasukan Ukraina tidak dapat berperang tanpa batas waktu.

     

  • Di Balik Obrolan Trump-Putin, Kala Eropa Tersedak Kenyataan Kalau AS Kini Bukan Lagi Penyelamat – Halaman all

    Di Balik Obrolan Trump-Putin, Kala Eropa Tersedak Kenyataan Kalau AS Kini Bukan Lagi Penyelamat – Halaman all

    Makna Obrolan Trump-Putin, Kala Eropa Tersedak Kenyataan Kalau AS Kini Bukan Lagi Guardian Angel

    TRIBUNNEWS.COM – Panggilan telepon antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, Rabu (12/2/2025) dinilai punya makna mendalam terkait realias baru hubungan AS dengan para sekutu mereka di Eropa, khususnya terkait aliansi keamanan.

    Sebagai catatan, obrolan Trump-Putin berisi rencana mereka untuk mengakhiri perang di Ukraina dan sepakat untuk bertukar kunjungan.

    Reporter senior CNN, Stephen Collinson, menganalisis, panggilan telepon antar-presiden tersebut sebagi satu di antara dua kejutan geopolitik yang akan mengubah hubungan transatlantik, merujuk pada aliansi pertahanan negara-negara Eropa, NATO.

    Satu kejutan lainnya adalah, juga pada Rabu, kepergian Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth ke Brussels dan meminta sekutu Eropa untuk “mengambil alih kepemilikan keamanan konvensional di benua itu.”

    Collinson menggarisbawahi, dua kejutan ini menggambarkan kalau AS, di bawah kendali Trump, kini punya kebijakan luar negeri dan keamanan yang cenderung tidak lagi ramah bagi para sekutunya, khususnya mereka yang tidak menghasilkan keuntungan materialistis bagi negara Paman Sam.

    “Titik balik ini menyoroti jargon ‘America First’ Trump dan kecenderungannya untuk melihat setiap isu atau aliansi sebagai proposisi nilai dolar dan sen,” kata ulasan tersebut, dikutip Kamis.

    Artinya, meminjam istilah ‘matre’ untuk menunjukkan hal yang mengutamakan sisi matrialistis, AS kini akan lebih menimbang untung-rugi dalam jalinannya terhadap negara-negara sekutunya. 

    Selain berubah ‘matre’ demi AS, sikap Trump ini juga dinilai sebagai gambaran betapa sang presiden AS tak lagi mematuhi saran-saran yang berlandaskan pada pakem lama kebijakan luar negeri Barat.

    Kebijakan luar negeri yang lazimnya dijalankan AS lazimnya bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional, keamanan, dan kemakmuran ekonomi baik untuk AS maupun bagi negara-negara sekutunya. 

    Collinson menyebut pakem ini dengan istilah ‘mitologi’ yang sudah tidak dipakai lagi oleh Trump karena dianggap andil dalam kegagalan pada masa jabatan pertamanya di kursi presiden AS, empat tahun lalu.

    Dengan kata lain, Trump kini berfokus pada keuntungan materi dan strategis AS semata, dan untuk itu, kepentingan para sekutu tidak lagi menjadi hal utama. 

    Ilustrasi tank M1 Abram buatan AS yang disumbangkan ke Ukraina (Kementerian Pertahanan Ukraina)

    Bukan Lagi Guardian Angel

    Collinson juga menyoroti sikap AS terhadap aliansi pertahanan Eropa, NATO.
     
    “Meskipun Hegseth tetap berkomitmen membantu NATO, sesuatu yang mendasar telah berubah,” kata sang jurnalis.

    Ulasannya menyinggung soal peran besar Amerika memenangkan dua perang dunia yang dimulai di Eropa dan kemudian menjamin kebebasan benua itu dalam menghadapi ancaman Soviet.

    Namun, kata Collinson, makan siang tidak lagi gratis, dan AS meminta jatah lebih dalam porsi bagiannya.

    “Trump mengatakan di jalur kampanye bahwa ia mungkin tidak akan membela anggota aliansi yang belum cukup berinvestasi dalam pertahanan. Dengan demikian, ia menghidupkan kembali poin abadi yang dikemukakan dengan sangat fasih oleh Winston Churchill pada tahun 1940 tentang kapan “Dunia Baru, dengan segala kekuatan dan kekuasaannya” akan melangkah “untuk menyelamatkan dan membebaskan yang lama”,” kata ulasan Collinson menggambarkan paradigma baru AS terhadap hubungannya dengan negara-negara Eropa.

    Sebenarnya, tanda-tanda pemerintahan Trump ‘akan lebih matre’ dan lebih menuntut ke sekutu-sekutu AS di Eropa, sudah terlihat lebih mana.

    Namun, aksi dan pernyataan terang-terangan dari kubu Trump seperti membuat Eropa tersedak kenyataan kalau AS bukan lagi ‘Guardian Angel’ yang murah hati memberi perlindungan secara murah atau bahkan gratis.

    Terlebih, AS merasa dikerjai karena banyak negara-negara di Eropa banyak yang lebih mementingkan anggaran keperluan sosial ketimbang pertahanan.

    Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte mengatakan kepada Parlemen Eropa bulan lalu bahwa orang-orang Eropa harus menyediakan lebih banyak uang untuk militer mereka.

    “Jika Anda tidak melakukannya, ambil kursus bahasa Rusia atau pergilah ke Selandia Baru,” katanya.

    Wujud kegerahan AS atas sikap negara-negara Eropa soal anggaran pertahanan ditegaskan Hegseth.

    Ia memformalkan permintaan Trump agar anggota aliansi membelanjakan 5 persen dari PDB untuk pertahanan dan mengatakan AS akan memprioritaskan konfliknya yang semakin meningkat dengan Tiongkok dan keamanan perbatasannya daripada Eropa. 

    “Amerika Serikat tidak akan lagi menoleransi hubungan yang tidak seimbang yang mendorong ketergantungan,” kata kepala Pentagon yang baru tersebut.

    Collinson menyebut, pendekatan baru yang keras AS ini tidak seperti fantasi Trump untuk menggusur warga Palestina di Gaza untuk membangun “Riviera Timur Tengah.” 

    “Ini adalah respons rasional terhadap realitas politik yang berubah.  Generasi Terhebat yang berjuang dalam Perang Dunia II dan menghasilkan presiden yang memahami bahaya kekosongan kekuasaan di Eropa telah tiada. Setiap orang Amerika yang memiliki ingatan dewasa tentang Perang Dingin melawan Uni Soviet setidaknya berusia pertengahan 50-an,” kata dia dalam ulasannya untuk menjelaskan kalau perimbangan kekuatan dunia sudah berubah. 

    Realitasnya adalah, pesaing terkuat Amerika Serikat, China, ada di Asia, bukan Eropa. 

    “Jadi, wajar bagi Trump untuk bertanya mengapa benua itu masih belum mengambil alih pertahanan dirinya sendiri 80 tahun setelah kekalahan Nazi,” kata ulasan tersebut mencermati cara pandang Trump yang memandang NATO terlalu bergantung ke AS.

    “Presiden Amerika dan pemimpin Eropa (dalam beberapa dekade belakanan) berturut-turut telah gagal memikirkan kembali NATO untuk abad ke-21. Jika melihat ke belakang, aliansi transatlantik itu membuat dirinya sangat rentan terhadap presiden Amerika yang paling transaksional dan nasionalis (Trump) sejak abad ke-19,” sambung ulasan tersebut.

    Tulisan itu dimaksudkan untuk menohok NATO yang cenderung mengandalkan AS untuk maju bertempur, sedangkan mereka ‘asyik’ memikirkan negara masing-masing.

    Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio mengusulkan dalam sebuah wawancara baru-baru ini di “The Megyn Kelly Show” di Sirius XM bahwa AS seharusnya tidak menjadi “ujung tombak” keamanan Eropa, tetapi justru sebagai “back stopper”, beking di belakang.

    Rubio menegur negara-negara besar Eropa. “Ketika Anda bertanya kepada mereka, mengapa Anda tidak bisa menghabiskan lebih banyak uang untuk keamanan nasional, argumen mereka adalah karena itu akan mengharuskan kita melakukan pemotongan pada program kesejahteraan, tunjangan pengangguran, agar bisa pensiun pada usia 59 tahun dan semua hal lainnya,” kata Rubio. 

    “Itu pilihan yang mereka buat. Tapi kita mensubsidi itu?”

    Perlakuan Trump terhadap sekutu seperti Kanada dan Meksiko, serta seruannya agar Denmark menyerahkan Greenland, menunjukkan rasa jijiknya terhadap kebijakan luar negeri multilateral AS di masa lalu. 

    Ia selalu memuji Putin dan Presiden China Xi Jinping atas kecerdasan dan kekuatan mereka. Jelas ia menganggap mereka satu-satunya lawan bicara yang layak bagi pemimpin tangguh dari negara adidaya lainnya, Amerika Serikat.

    “Agenda Trump bukan tentang keamanan Eropa: ia berpendapat bahwa AS tidak perlu membayar keamanan Eropa,” kata Nicholas Dungan, pendiri dan CEO CogitoPraxis, konsultan strategis di Den Haag.

    “Ini bukan era baru hubungan transatlantik, melainkan era baru hubungan negara-negara besar global yang menggantikan struktur kelembagaan tatanan internasional liberal yang disengaja.”

    PRESIDEN ZELENSKY – Foto yang diambil dari laman President.gov.ua tanggal 5 Februari 2025 menunjukkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Presiden Ukraina nyatakan kesiapannya untuk berunding dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin. (President.gov.ua)

    Kabar Buruk Bagi Ukraina

    Ujian pertama realitas baru AS-Eropa ini akan datang melalui Ukraina.

    Trump mengatakan kalau negosiasi untuk mengakhiri perang Ukraina akan dimulai “segera” setelah panggilan teleponnya dengan Putin.

    Perlu dicatat, Putin adalah sosok yang telah dikucilkan oleh Barat sejak invasi militer Rusia ke Ukraina, sebuah negara demokrasi berdaulat, tiga tahun lalu.

    Obrolan Trump-Putin ini tidak menyertakan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, sebuah tanda yang mengkhawatirkan bagi pemerintah di Kyiv. 

    Selama ini, Zelensky berada di pusat (prioritas) semua hal yang dilakukan pemerintahan Joe Biden dalam perang tersebut. 

    “Trump memang menelepon Zelensky pada hari Rabu, tetapi presiden Amerika tersebut sudah memicu kekhawatiran bahwa dia akan menyusun resolusi yang menguntungkan Rusia,” kata ulasan tersebut. 

    Ketika ditanya oleh seorang reporter apakah Ukraina akan menjadi mitra yang setara dalam perundingan damai, Trump menjawab: “Itu pertanyaan yang menarik,” dan tampak berpikir dengan hati-hati, sebelum menjawab, “Saya katakan itu bukan perang yang baik untuk dilakukan,”.

    Ucapan Trump ini tampaknya menunjukkan kalau dia mempercayai pernyataan Putin kalau konflik tersebut adalah ‘kesalahan sebuah negara yang secara brutal diserbu oleh negara tetangga yang otoriter.’

    Pernyataan Hegseth juga terus terang menyudutkan posisi Ukraina dalam konfliknya dengan Rusia.

    “Ia memaparkan titik awal AS untuk negosiasi tersebut: Ukraina tidak dapat kembali ke perbatasannya sebelum tahun 2014 sebelum invasi Krimea, Ukraina tidak dapat bergabung dengan NATO, dan pasukan AS tidak akan berperan dalam pasukan keamanan apa pun untuk menjamin perdamaian pada akhirnya,” kata laporan tersebut. 

    Pasukan penjaga perdamaian apa pun harus terdiri dari pasukan Eropa dan non-Eropa dan tidak akan tercakup dalam klausul pertahanan bersama NATO — yang berarti AS tidak bisa campur tangan menyelamatkan aliansi ini jika terjadi bentrokan dengan pasukan Moskow.

    Sebagai catatan, mantan Presiden Joe Biden juga enggan membahas kemungkinan Ukraina mendapatkan keanggotaan NATO, karena khawatir akan terjadi bentrokan dengan Rusia yang memiliki senjata nuklir yang dapat berubah menjadi Perang Dunia III. 

    “Dan desakan Trump bahwa pasukan penjaga perdamaian Eropa tidak akan mengenakan seragam NATO akan dilihat sebagai langkah yang sama bijaksananya oleh banyak pengamat untuk menghindari menyeret AS ke dalam konflik dengan Rusia,” papar ulasan tersebut

    Namun, Rabu juga merupakan hari terbaik bagi Putin sejak invasi, karena hari itu menyapu bersih banyak ‘mimpi’ yang diperjuangkan Ukraina dalam perangnya dengan Rusia. 

    Hegseth berpendapat bahwa ia hanya mengutarakan kenyataan yang ada di lapangan.

    “Dan ia ada benarnya. Tidak seorang pun di AS atau Eropa berpikir waktu dapat diputar kembali ke tahun 2014. Dan Ukraina tidak dapat merebut kembali wilayahnya di medan perang meskipun mendapat bantuan miliaran dolar dari Barat,” papar ulasan tersebut.

    “Namun, dengan menyingkirkan isu-isu tersebut dari meja perundingan, Trump, yang seharusnya menjadi pembuat kesepakatan tertinggi, telah merampas kesempatan Ukraina untuk mendapatkan konsesi dari teman lamanya, Putin,” kata ulasan tersebut. 

    “Seperti yang terjadi saat ini, Trump tampaknya tidak keberatan Rusia mempertahankan hasil rampasan invasi yang tidak beralasan itu,” lanjut tulisan tersebut.

    Sikap AS terhadap negosiasi yang cenderung menguntungkan Rusia ini dinilai bukan hal yang mengejutkan.

    “Sebab, seperti Rusia, Amerika sekarang memiliki presiden yang percaya bahwa negara-negara besar berhak melakukan ekspansionisme di wilayah pengaruh regional mereka. Namun, memberi Rusia penyelesaian yang menguntungkan akan menjadi preseden yang buruk,” kata ulasan tersebut.

    Kemesraan yang Mengerikan

    Panggilan telepon AS-Rusia dan pertemuan puncak mendatang dengan Putin di Arab Saudi, yang menurut Trump akan segera terjadi, bisa jadi kode kalu Trump tidak hanya mengeluarkan Zelensky dari kesepakatan – tetapi Eropa juga.

    Dalam sebuah pernyataan, Prancis, Jerman, Polandia, Italia, Spanyol, Uni Eropa, Komisi Eropa, ditambah Inggris dan Ukraina, memperingatkan kalau “Ukraina dan Eropa harus menjadi bagian dari setiap negosiasi.”

    Dan mereka memperingatkan Trump, yang tampaknya menginginkan kesepakatan damai dengan cara apa pun, bahwa “perdamaian yang adil dan abadi di Ukraina merupakan syarat yang diperlukan untuk keamanan transatlantik yang kuat.”

    Mantan Perdana Menteri Swedia Carl Bildt merasa khawatir dengan panggilan telepon yang mesra antara Trump dan Putin. 

    “Yang mengganggu tentu saja adalah kita memiliki dua orang besar, dua ego besar… yang percaya bahwa mereka dapat mengatur semua masalah sendiri,” katanya kepada Richard Quest di CNN International.

    Bildt membangkitkan analogi sejarah yang paling memberatkan yang mungkin terjadi — peredaan Adolf Hitler oleh Inggris yang memungkinkan Nazi untuk mencaplok Sudetenland.

    “Bagi telinga orang Eropa, ini terdengar seperti Munich. Kedengarannya seperti dua pemimpin besar yang menginginkan perdamaian di zaman kita, (atas) negara yang jauh yang tidak mereka ketahui. Mereka sedang mempersiapkan untuk membuat kesepakatan di atas kepala negara tertentu. Banyak orang Eropa tahu bagaimana film itu berakhir.”

    Strategi Trump Masih belum Jelas

    Hancurnya banyak keinginan dan harapan Zelensky berarti bahwa persetujuan Kyiv terhadap kesepakatan Putin-Trump tidak dapat dianggap remeh. 

    Dan setelah kemenangannya yang stabil di medan perang, tidak ada kepastian bahwa pemimpin Rusia itu sangat menginginkan penyelesaian yang cepat seperti Trump, yang telah lama mendambakan Hadiah Nobel Perdamaian.

    Namun, kerangka penyelesaian yang memungkinkan telah menjadi topik pembicaraan pribadi di Washington dan ibu kota Eropa selama berbulan-bulan, bahkan selama pemerintahan Biden.

    Seperti yang dijelaskan Hegseth, harapan Ukraina untuk mendapatkan kembali semua tanahnya yang hilang tidaklah realistis.

    Yang mungkin muncul adalah solusi yang sejalan dengan pemisahan Jerman setelah Perang Dunia II, dengan wilayah yang diduduki Rusia dibekukan di bawah kendalinya sementara wilayah Ukraina lainnya — di sisi lain perbatasan yang keras — tetap menjadi negara demokrasi.

    Mungkin wilayah barat akan diizinkan untuk bergabung dengan Uni Eropa, seperti Jerman Barat lama. Namun kali ini, pasukan AS tidak akan membuatnya aman untuk kebebasan.

    “Posisi AS terhadap Ukraina sebagaimana diutarakan hari ini seharusnya tidak mengejutkan siapa pun di Eropa: itu hanyalah apa yang telah dikatakan oleh orang dalam Eropa kepada saya secara rahasia, di saluran rahasia, di balik layar selama dua tahun: Ukraina Barat dan Ukraina Timur, seperti Jerman Barat dan Jerman Timur, tetapi dalam kasus ini – Uni Eropa Ya, NATO Tidak,” kata Dungan.

    “Solusi semacam itu akan memunculkan ironi sejarah yang kejam. Putin, yang menyaksikan dengan putus asa dari jabatannya sebagai perwira KGB di Dresden saat Uni Soviet bubar, mungkin akan segera menciptakan Jerman Timur baru di Eropa abad ke-21 dengan bantuan Amerika,” tulis kesimpulan Collinson dalam ulasannya.
     
     

  • Video: Rusia Tuduh Ukraina Serang Konvoi Pakar Tenaga Nuklir

    Video: Rusia Tuduh Ukraina Serang Konvoi Pakar Tenaga Nuklir

    Jakarta, CNBC Indonesia –Kementerian Pertahanan Rusia menuduh pasukan ukraina menyerang konvoi Pakar Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) yang menuju Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Zaporizhzhia.

    Selengkapnya dalam program Nation Hub  CNBC Indonesia, Kamis (13/02/2025).

  • Apa yang Spesial di Berlinale 2025? – Halaman all

    Apa yang Spesial di Berlinale 2025? – Halaman all

    Festival Film Internasional Berlinale ke-75 berlangsung dari tanggal 13 hingga 23 Februari 2025 dengan menampilkan hampir 250 film. Festival dimulai pada hari Kamis dengan pemutaran perdana “The Light”, karya Tom Tykwer. Sineas Jerman di balik film “Run Lola Run” (1998) dan serial “Babylon Berlin” ini kembali dengan film drama yang dibintangi oleh Lars Eidinger dan Nicolette Krebitz. Film ini menggambarkan sebuah keluarga kelas menengah yang kehidupannya berubah setelah seorang pembantu rumah tangga dari Suriah memasuki kehidupan mereka.

    Dalam acara pembukaan, aktris Inggris, Tilda Swinton, menerima penghargaan Honorary Golden Bear, penghargaan Beruang Emas Kehormatan tersebut diberikan untuk dedikasi dan pengabdian seumur hidup aktris tersebut di industri perfilman. Aktris asal Skotlandia ini rutin menghadiri Berlinale selama bertahun-tahun, baik sebagai ketua juri di tahun 2009 maupun mendampingi film-filmnya. Sejauh ini 26 filmnya telah ditayangkan pada festival film tersebut.

    Edward Berger akan menyampaikan pidato pada malam penghargaan tersebut. Sutradara yang dinominasikan Oscar untuk film “Conclave” dan “All Quiet on the Western Front” itu kini sedang menggarap film produksi Netflix yang dibintangi oleh Swinton, berjudul “The Ballad of a Small Player.”

    Juri internasional juga akan diperkenalkan pada upacara pembukaan Berlinale. Sutradara Amerika Serikat, Todd Haynes (Film “Carol,” “I’m Not There”) akan menjadi ketua juri internasional.

    Rekan-rekan juri adalah artis Cina, Fan Bingbing, sutradara dan aktor Jerman, Maria Schrader, sutradara Maroko-Prancis, Nabil Ayouch, desainer kostum Jerman Bina Daigeler, sutradara Argentina, Rodrigo Moreno, serta kritikus film dan pembawa acara podcast AS, Amy Nicholson.

    Tujuh anggota juri akan memilih pemenang Beruang Emas dan Perak tahun ini, yang penganugrahannya akan dilakukan pada tanggal 22 Februari.

    Sorotan kompetisi

    Keseluruhan program menampilkan hampir 250 film yang terbagi dalam beberapa kategori. Kompetisi utama Berlinale terdiri dari 19 karya film, yang mewakili 26 negara.

    ‘Mantan’ Pemenang Berlinale 2021 kembali mengikuti kompetisi adalah sineas Rumania, Radu Jude, yang mempersembahkan “Kontinental ’25.” Empat tahun lalu, Radu Jude memenangkan Beruang Emas melalui film “Bad Luck Banging atau Loony Porn.” Sutradara Korea, Hong Sang-soo, yang telah mengoleksi beberapa penghargaan Silver Bears beberapa tahun terakhir, kembali dengan film “What Does that Nature Say to You.”

    Dua film Tiongkok, “Girls on Wire,” yang disutradarai oleh Vivian Qu, dan ‘Living the Land,’ yang disutradarai oleh Huo Meng membuat debut dunia mereka lewat kompetisi ini.

    Ada juga produksi film bersama antar negara Jerman, Kanada, Italia, Palestina, Qatar, Yordania dan Arab Saudi – yakni film “Yunan” karya Ameer Fakher Eldin dan dibintangi oleh komedian Lebanon, Georges Khabbaz, dan aktris legendaris Jerman, Hanna Schygulla, yang terkenal dengan filmnya bersama sutradara Rainer Werner Fassbinder.

    Hanya ada satu film dokumenter dalam kompetisi utama, “Timestamp,” karya Kateryna Gornostai. Film ini memberikan wawasan tentang kehidupan sekolah di Ukraina setelah invasi Rusia ke negara tersebut.

    Bintang film yang akan menghadiri di festival ini

    Film-film kompetisi akan menghadirkan para selebriti di Berlin: “Blue Moon” karya Richard Linklater, yang dibintangi oleh Ethan Hawke, Margaret Qualley, dan Andrew Scott. Sineas Amerika Serikat ini pernah memenangkan penghargaan Silver Bear untuk sutradara terbaik untuk film “Before Sunrise” (1995) dan “Boyhood” (2014).

    “If I Had Legs I’d Kick You,” karya Mary Bronstein, dibintangi oleh Rose Byrne dan A$AP Rocky. “The Ice Tower,” yang disutradarai oleh Lucile Hadzihalilovic, menampilkan bintang Prancis Marion Cotillard. Sebagai pemeran utama dalam film “Dreams” karya Michel Franco, aktris Jessica Chastain juga akan hadir di Berlin.

    Berlinale Special adalah bagian dari festival ini yang menyorot para selebritas dalam perayaan dengan menggelar karpet merah. Bong Joon Ho, pembuat film “Parasite” yang meraih penghargaan, akan hadir di Berlin untuk pemutaran perdana film fiksi ilmiah terbarunya, “Mickey 17”, yang dibintangi oleh Robert Pattinson.

    Timothee Chalamet juga dijadwalkan akan hadir di Berlinale untuk debut film “A Complete Unknown,” di mana ia berperan sebagai Bob Dylan.

    Festival ini juga akan menyambut bintang “Euphoria”, Jacob Elordi, yang akan menemani serial TV Justin Kurzel, “The Narrow Road to the Deep North.”

    Dan tak ketinggalan, aktor Inggris, pemeran Doctor Strange, Benedict Cumberbatch, juga akan hadir di Berlin untuk pemutaran perdana “The Thing with Feathers” di Eropa.

    Adakah film Indonesia?

    Tahun ini terdapat empat film Indonesia yang ditampilkan di Berlinale. Untuk Kategori Penonton Muda atau Generation Kplus, terdapat film Little Rebel Cinema Club garapan Sutradara Khozy Rizal. Khozy Rizal memulai debutnya di dunia perfilman Indonesia lewat Film Makassar is a City for Footballl Fans di tahun 2021.

    Untuk Kategori Berlinale Shorts, yaitu film pendek yang akan ditampilkan, terdapat dua film dari Indonesia. Film bergenre horror Sammi, Who Can Detach His Body Parts karya Rein Maychaelson yang dibintangi Mai Djenar Maisa Ayu dan Jefri Nichol, serta film garapan Timoteus Anggawan Kusno, berjudul After Colossus, kisah fiksi mistis di era Reformasi.

    Selain itu tak ketinggalan untuk kategori Forum Expanded, dimana dalam kategori ini para pembuat film melakukan ekplorasi terhadap medium film itu sendiri. Film Mirage:Eigenstate karya Riar Rizaldi, mengeksplorasi ragam interpretasi tentang realitas melalui interpretasi mistis sufi monorealisme, hingga teori mekanika kuantum.

    Masih merupakan festival politik

    Di luar acara karpet merah yang mewah, festival ini juga menyoroti berbagai peristiwa terkini dan bersejarah.

    Dengan festival film yang berlangsung 80 tahun setelah pembebasan Auschwitz, pemutaran film monumental “Shoah” (1985) karya Claude Lanzmann menjadi bagian dari program khusus. Selain itu ada film dokumenter baru yang mengulas kembali karya terobosan representasi Holocaust dalam sinema, berjudul “All I Had was Nothingness”, karya Guillaume Ribot.

    “Teman-teman yang Tak Diinginkan: Bagian I – Udara Terakhir di Moskow” adalah film dokumenter tentang para intelektual yang diusir ke pengasingan di bawah rezim Rusia saat ini. “Das Deutsche Volk” mengulas kembali penembakan rasis di Hanau pada tahun 2020. Dan “A Letter to David” adalah sebuah surat sinematik untuk sandera Hamas, David Cunio, yang masih ditahan di Gaza.

    Tantangan yang ‘menyenangkan’ dan debut direktur Tricia Tuttle

    Dibandingkan dengan Cannes dan Venesia, Berlin selalu dianggap sebagai festival film yang paling politis di Eropa.

    “Orang-orang sering bertanya kepada kami apakah kami adalah festival yang politis. Dan ya, meskipun saya akan mengatakan bahwa kami adalah festival sosial, politik ada dalam DNA kami. […] Berlin adalah kota yang sarat dengan sejarah. Kami tidak menghindar dari hal ini,” kata direktur festival, Tricia Tuttle, menjelang acara tahun ini. Ini adalah edisi pertama Berlinale di bawah kepemimpinan Tuttle.

    Tahun lalu, kritik terhadap politik Israel selama acara penghargaan – khususnya oleh sutradara Israel dan Palestina dalam film dokumenter “No Other Land” – menimbulkan tuduhan antisemitisme dari beberapa politisi Jerman.

    Dengan festival yang sebagian besar didanai oleh publik, Tuttle kini menghadapi tantangan untuk memenuhi persyaratan anggota parlemen Jerman, sambil tetap mengizinkan para seniman untuk mengekspresikan diri mereka secara bebas.

    Kurator kelahiran AS ini pada presentasi Berlinale mengatakan, “banyak pembuat film dari negara-negara Arab yang telah mendekati kami selama beberapa minggu terakhir, hanya untuk memastikan bahwa festival ini merupakan ruang untuk dialog dan wacana yang terbuka.”

    “Jujur saja, ini adalah sebuah tantangan. Tahun ini benar-benar menantang. Setiap festival selalu menantang. Kita hidup di dunia yang sangat terpecah belah dan terbagi-bagi dan [di mana] wacana tidak selalu ramah dan terbuka,” ujarnya, sambil menambahkan, proses penyusunan program bersama tim festival ”sangat menggembirakan dan menyenangkan, serta merupakan suatu keistimewaan tersendiri.”

    Di luar perdebatan politik, salah satu misi Tuttle adalah merevitalisasi festival Berlin melalui program yang modern dan menyegarkan.

    Salah satu contoh perubahan yang telah dipelopori oleh Tuttle untuk mencapai tujuan ini adalah dengan memperkenalkan sebuah program baru yang kompetitif, yang disebut Perspectives. Ini secara eksklusif akan menampilkan debut film panjang demi menyediakan “platform yang lebih menonjol bagi para pembuat film baru,” katanya. Salah satu karya yang berkompetisi akan memenangkan penghargaan Best First Feature Award, yang akan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar €50.000, atau setara 851 juta rupiah.

    Diharapkan dalam perjalanannya, para penggemar film akan menemukan kisah baru yang ingin mereka ikuti di tahun-tahun mendatang.

    Diadaptasi dari artikel DW Bahasa Inggris

  • Masa Depan NATO di Persimpangan Jalan, AS-Rusia Jadi Aktor Utama

    Masa Depan NATO di Persimpangan Jalan, AS-Rusia Jadi Aktor Utama

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Pertahanan Prancis Sebastien Lecornu memperingatkan bahwa masa depan aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dapat bergantung pada Amerika Serikat (AS) dan Rusia, yang memulai negosiasi untuk mengakhiri perang di Ukraina.

    Lecornu mengatakan sekutu NATO perlu berpikir jangka panjang dan meningkatkan industri pertahanan mereka, sebab Washington menuntut agar Eropa mengambil alih keamanan ke tangannya sendiri.

    “Ini momen kebenaran yang krusial,” kata Lecornu kepada wartawan menjelang pertemuan NATO di Brussels pada Kamis (13/2/2025), seperti dikutip AFP.

    “Orang-orang menyebutnya aliansi militer paling penting dan terkuat dalam sejarah. Itu benar secara historis, tetapi pertanyaannya adalah, apakah itu akan tetap benar 10 atau 15 tahun dari sekarang?” tambahnya.

    Presiden AS Donald Trump pada Rabu mengejutkan Ukraina dan sekutu Eropa Washington dengan menyetujui untuk meluncurkan perundingan damai. Hal ini muncul setelah panggilan telepon pertamanya yang diumumkan secara publik dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Selain itu Lecornu mengatakan Prancis dan negara-negara lain berkomitmen untuk berbuat lebih banyak. Namun ia memperingatkan bahwa uang harus dibelanjakan dengan bijak, dengan alasan bahwa hanya mengisi “hanggar” dengan perlengkapan AS, “tanpa mencari efisiensi militer yang nyata” akan menjadi “kegagalan” bersejarah bagi Eropa.

    Menyampaikan kekhawatiran Eropa bahwa Trump dapat memaksa Ukraina ke dalam kesepakatan damai yang buruk, Lecornu memperingatkan bahwa hal ini dapat membuat Putin dan pesaing Barat lainnya, termasuk Iran, Korea Utara, dan China, menjadi lebih berani.

    “Entah kita berada dalam parameter diskusi yang benar-benar akan membawa perdamaian melalui kekuatan, atau, sebaliknya, itu akan menjadi perdamaian melalui kelemahan”, katanya menambahkan bahwa yang terakhir dapat menyebabkan “situasi keamanan yang dramatis” dan “meluasnya konflik”.

    Pada Kamis, menjelang perundingan NATO di Brussels, Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth sempar menggambarkan konflik Ukraina sebagai “pengaturan ulang pabrik bagi NATO, sebuah kesadaran bahwa aliansi ini harus kuat, kokoh, dan nyata”.

    Ia menggaungkan tuntutan Trump agar sekutu-sekutunya meningkatkan target belanja pertahanan mereka menjadi lima persen dari PDB, meskipun ia tampaknya memberikan sedikit kelonggaran dengan menyatakan pertumbuhan dapat bersifat bertahap.

    “Dua persen dari PDB tidaklah cukup. Tiga dan empat dan akhirnya, seperti yang dikatakan Presiden Trump, lima persen dari belanja pertahanan sangatlah penting,” kata Hegseth.

    “Ada mesin perang Rusia yang berusaha mengambil lebih banyak tanah di Ukraina, dan melawannya merupakan tanggung jawab penting Eropa.”

    Amerika Serikat telah mendukung keamanan Eropa melalui NATO selama tujuh dekade terakhir. Sekutu-sekutu AS telah meningkatkan belanja mereka dalam menghadapi invasi Rusia ke Ukraina dan berjanji untuk berbuat lebih banyak untuk mendukung Kyiv.

    (luc/luc)

  • Ukraina Minta Trump Cairkan Aset Rusia Senilai Rp5.059 T, Bakal Dipakai untuk Borong Senjata AS – Halaman all

    Ukraina Minta Trump Cairkan Aset Rusia Senilai Rp5.059 T, Bakal Dipakai untuk Borong Senjata AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Ukraina melobi presiden terpilih AS Donald Trump, agar Kiev diberikan izin menggunakan aset Rusia senilai 300 miliar dolar atau sekitar Rp 5.059 triliun yang saat ini tengah dibekukan.

    Kabar ini terungkap setelah pejabat Eropa membocorkan upaya Ukraina yang tengah melobi pemerintahan Presiden AS Donald Trump untuk mengizinkan mereka menggunakan aset Rusia yang dibekukan.

    Aset tersebut kabarnya akan digunakan Ukraina untuk memborong sejumlah senjata tempur canggih buatan AS.

    Ide untuk menyita aset Rusia dan menggunakannya untuk membeli senjata AS sebelumnya telah dibahas dalam berbagai pertemuan antara Ukraina, dengan tim Trump dalam beberapa minggu terakhir.

    Sejauh ini Gedung Putih belum menanggapi permintaan komentar terkait laporan ini.

    Namun mengutip laporan salah satu sumber kepercayaan Bloomberg, presiden Trump tidak memberikan indikasi untuk mendukung gagasan pemerintah Ukraina. 

    Total Aset Rusia yang Dibekukan

    Sejak Rusia melancarkan agresi ke Ukraina tepatnya pada 2022 silam, Amerika dan para sekutunya sepakat untuk membekukan aset-aset milik Bank Sentral Rusia total senilai 300 miliar dolar.

    Adapun sebagian besar aset Rusia dengan nilai 213 miliar disimpan di clearinghouse Euroclear yang berkantor pusat di Brussels, Belgia.

    Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen kemudian menyarankan agar menggunakan keuntungan ini untuk membeli senjata bagi Kiev serta membiayai rekonstruksi Ukraina. 

    Beberapa orang di Kyiv, juga telah mendesak pencairan dana ini, menginginkan G7 untuk mencairkan seluruh dana beku milik Rusia.

    Akan Tetapi presiden bank tersebut, Christine Lagarde, memperingatkan bahwa langkah tersebut berisiko melanggar tatanan internasional.

    Kekhawatiran serupa turut diungkapkan Jerman, Luksemburg, dan Belgia, tempat sebagian besar aset disimpan melalui Euroclear.

    Mereka khawatir dengan gagasan yang diajukan Ukraina, karena penggunaan aset Rusia yang disita akan memicu dampak negartif terhadap stabilitas keuangan serta risiko hukum dan risiko lainnya. 

    Rusia Ancam Pembalasan Penuh

    Merespon rencana pencairan aset Rusia yang dibekukan untuk Ukraina, pemerintah Moskow di bawah kepemimpinan Vladimir Putin mengancam akan melakukan”pembalasan penuh”.

    Pembalasan ini dilakukan bila UE dan AS nekat menggunakan pendapatan dari aset Rusia yang dibekukan untuk membantu Ukraina.

    Ini lantaran Rusia menganggap tindakan ini ilegal dan merusak dasar-dasar sistem keuangan global.

    “Kami berbicara tentang upaya untuk melegitimasi pencurian di tingkat negara,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova.

    Rusia tak mengungkap balasan apa yang akan diterapkan untuk menghukum UE dan AS.

    Namun menurut kabar yang beredar Rusia akan mengidentifikasi properti AS, termasuk sekuritas, yang bisa digunakan sebagai kompensasi atas kerugian akibat penyitaan aset Rusia yang dibekukan di Amerika Serikat.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Prabowo Bela Palestina di World Governments Summit: Waktunya Bangun Kembali Gaza

    Prabowo Bela Palestina di World Governments Summit: Waktunya Bangun Kembali Gaza

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto mengemukakan komitmen Indonesia dalam membela Palestina dan mendorong pembangunan kembali kota Gaza dalam forum internasional World Governments Summit pada Kamis (13/2/2025).

    Berbicara secara daring, orang nomor satu di Indonesia menyerukan kepada para pemimpin dunia bahwa penderitaan Gaza harus dihentikan dan pembangunan kembali perlu segera dilakukan.

    Lebih lanjut, dia menyoroti lingkungan internasional yang berubah dengan sangat cepat, yang ditandai dengan ketidakstabilan dan proteksionisme ekonomi. Menurutnya, jika tidak dihadapi dengan bijak, perubahan itu dapat menjadi tidak terkendali.

    “Negara-negara, berapa pun ukurannya, harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip ini dan melindungi dunia dari konflik yang tak terkendali—baik di Ukraina, Gaza, atau krisis yang muncul di Afrika, seperti Kongo Timur,” kata Prabowo.

    Dia melanjutkan bahwa apa yang terjadi di Gaza merupakan tragedi yang mendalam. Meskipun gencatan senjata telah diberlakukan, harapan dan doa saja, menurutnya, tidak cukup. Perdamaian harus dipastikan terwujud.

    “Gaza sudah cukup menderita! Sekarang saatnya membangun kembali rumah-rumah, membuka kembali sekolah-sekolah, dan memulihkan keadaan yang normal,” serunya.

    Dia pun menyatakan bahwa Indonesia mendukung upaya-upaya menuju penyelesaian yang adil dan langgeng, yang berlandaskan pada solusi dua negara.

    Di sisi lain, dia menilai bahwa retorika belaka pun tidak cukup untuk menghadapi tantangan ketidakstabilan dunia.

    Dengan demikian, dia menyerukan agar masyarakat internasional berupaya untuk menghentikan kekerasan di Gaza dan juga di wilayah lainnya.

    “Dunia tidak boleh membiarkan siklus kekerasan terus berlanjut. Krisis di Ukraina, Gaza, Kongo Timur, dan wilayah Afrika lainnya, mencerminkan semakin luasnya erosi stabilitas global. Indonesia memahami bahwa retorika saja tidak cukup untuk menghadapi tantangan ini,” pungkas Prabowo.

  • Presiden ajak negara-negara bantu Gaza bangkit di World Gov’t Summit

    Presiden ajak negara-negara bantu Gaza bangkit di World Gov’t Summit

    Indonesia mendukung upaya-upaya menuju penyelesaian yang adil dan langgeng, yang berlandaskan kepada solusi dua negara.

    Jakarta (ANTARA) – Presiden RI Prabowo Subianto mengajak kembali negara-negara yang menghadiri forum World Governments Summit di Dubai, Uni Emirat Arab, Kamis, untuk membantu Gaza bangkit setelah kota Palestina itu luluh lantak dibombardir oleh militer Israel.

    Prabowo, yang berbicara melalui sambungan video conference (vicon) dari kediamannya, Hambalang, Jawa Barat, menilai gencatan senjata yang saat ini berlaku di Gaza belum cukup untuk menghentikan kekerasan yang dilakukan oleh militer Israel kepada rakyat Palestina.

    “Gaza sudah cukup menderita! Sekarang saatnya membangun kembali rumah-rumah, membuka kembali sekolah-sekolah, dan memulihkan keadaan yang normal,” kata Presiden Prabowo saat berpidato dalam forum World Governments Summit.

    Presiden menekankan kembali bahwa Indonesia tetap berkeyakinan perdamaian abadi di Gaza hanya dapat terwujud jika rakyat Palestina sepenuhnya merdeka, dan solusi dua negara segera disepakati oleh Palestina dan Israel.

    “Indonesia mendukung upaya-upaya menuju penyelesaian yang adil dan langgeng, yang berlandaskan kepada solusi dua negara,” kata Presiden Prabowo.

    Prabowo juga menilai retorika tak cukup untuk mendukung tercapainya tujuan perdamaian di Gaza.

    Presiden memandang perlu ada langkah-langkah konkret yang dilakukan oleh negara-negara dan komunitas internasional untuk memastikan Israel tak menggempur Gaza serta menyiksa rakyat Palestina.

    “Dunia tidak boleh membiarkan siklus kekerasan terus berlanjut. Krisis di Ukraina, Gaza, Kongo Timur, dan wilayah Afrika lainnya mencerminkan stabilitas global yang terkikis. Indonesia berkeyakinan retorika saja tak cukup untuk menghadapi tantangan ini,” ujar Presiden.

    Presiden Prabowo lantas mengingatkan negara-negara peserta World Governments Summit jika krisis itu dibiarkan, perubahan yang tak terkendali akan mengancam stabilitas dunia.

    “Negara-negara, sebesar apa pun ukurannya, harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip ini, dan melindungi dunia dari konflik yang tak terkendali, baik di Ukraina, Gaza, maupun krisis yang muncul di Afrika seperti di Kongo,” kata Prabowo.

    World Governments Summit merupakan konferensi tingkat tinggi yang digelar rutin tiap tahun oleh Uni Emirat Arab.

    Dalam forum itu, pemimpin dari berbagai negara berkumpul bersama lembaga-lembaga dunia seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), para ahli dari berbagai sektor, organisasi masyarakat sipil, industri, dan sektor swasta.

    Forum itu pertama digelar pada tahun 2013 di Dubai.

    Untuk pertemuan tahun ini, delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

    Dalam pertemuan puncak World Governments Summit, Kamis, Presiden Prabowo sempat mengucapkan minta maaf karena tak dapat hadir secara langsung.

    “Saya berharap bisa hadir secara langsung, tetapi jadwal saya tidak memungkinkan. Beberapa jam yang lalu, saya baru saja terpilih untuk 5 tahun ke depan sebagai ketua umum partai politik saya,” kata Presiden merujuk kepada Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Gerindra di Hambalang, Jawa Barat, Kamis.

    Pewarta: Genta Tenri Mawangi
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Prabowo di World Government Summit: Indonesia Siap Jadi Jembatan Dunia

    Prabowo di World Government Summit: Indonesia Siap Jadi Jembatan Dunia

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya peran aktif dunia dalam menjaga stabilitas global dengan prinsip perdamaian, keadilan, dan saling menghormati.

    Hal ini disampaikannya saat sesi pembicaraan bersama Presiden Republik Indonesia dalam World Government Summit 2025 yang dilakukan secara daring, Kamis (13/2/2025).

    Kepala Negara menyampaikan bahwa dunia saat ini menghadapi tantangan besar termasuk konflik di Ukraina, Gaza, dan Kongo Timur yang memerlukan solusi berbasis dialog dan keadilan.

    “Kita berada pada momen sulit dalam sejarah. Lanskap internasional berkembang pesat, ditandai dengan ketidakstabilan dan proteksionisme ekonomi. Jika kita tidak bertindak bijak, perubahan ini bisa menjadi tidak terkendali,” ujarnya dalam forum itu.

    Presiden Ke-8 RI itu pun menekankan bahwa Indonesia selalu menjunjung tinggi ketiga prinsip tersebut dalam diplomasi global. 

    Menurutnya, Indonesia secara tegas mendukung solusi dua negara (two states solution) dalam konflik Israel dan Palestina, serta mendesak upaya nyata untuk mengakhiri siklus kekerasan.

    “Dunia tidak bisa membiarkan siklus kekerasan terus berlanjut. Krisis yang terjadi di Ukraina, Gaza, Kongo Timur, dan wilayah lain di Afrika mencerminkan terkikisnya stabilitas global secara lebih luas. Indonesia memahami bahwa retorika saja tidak cukup untuk menghadapi tantangan-tantangan ini,” imbuhnya.

    Selain itu, Kepala Negara menyatakan komitmen Indonesia dalam mempertahankan diplomasi yang seimbang dengan negara-negara besar, seperti Amerika Serikat dan Republik Rakyat China (RRC).

    Dia menekankan bahwa Indonesia turut menjalin kemitraan global dengan meningkatkan peran di organisasi internasional seperti BRICS, OECD, CPTPP, dan Indo-Pacific Forum.

    “Kami berusaha untuk mendengarkan sebanyak yang kami katakan, menjalin kemitraan berdasarkan kepercayaan dan saling menghormati,” ujarnya.

    Dengan visi diplomasi aktif, kata Prabowo, Indonesia juga berkomitmen untuk terus menjadi jembatan antara dunia utara dan selatan, serta berkontribusi dalam menciptakan tatanan global yang lebih damai dan stabil.

    Namun, Presiden asal Manado ini menuturkan bahwa Indonesia harus tetap menjaga stabilitas dan kesejahteraan domestik untuk dapat berperan aktif dalam diplomasi global tersebut.

    “Kita harus mengerjakan pekerjaan rumah kita sendiri di dalam negeri. Pengaruh dan kemampuan kita untuk berkontribusi dalam stabilitas global saling berhubungan dengan kekuatan, ketahanan, dan kemajuan ekonomi, serta kesejahteraan sosial bangsa dan rakyat kita,” pungkas Prabowo.