Negara: Ukraina

  • Perang Eropa Makin Membara? Inggris Siap Kirim Pasukan ke Ukraina

    Perang Eropa Makin Membara? Inggris Siap Kirim Pasukan ke Ukraina

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perdana Menteri (PM) Keir Starmer mengatakan pihaknya siap menempatkan pasukan Inggris di Ukraina. Hal ini akan berlaku jika ada kesepakatan untuk mengakhiri perang dengan Rusia.

    Dalam tulisannya di Daily Telegraph, yang dikutip Senin (17/2/2025), Starmer mengatakan Inggris “siap memainkan peran utama” dalam pertahanan dan keamanan Ukraina. Termasuk, komitmen sebesar 3 miliar poundsterling (Rp61 triliun) per tahun hingga 2030.

    “Saya tidak mengatakannya dengan enteng. Saya merasa sangat bertanggung jawab atas potensi menempatkan prajurit pria dan wanita Inggris dalam bahaya,” kata Starmer, seperti dikutip The Guardian.

    “Namun, peran apa pun dalam membantu menjamin keamanan Ukraina berarti membantu menjamin keamanan benua kita, dan keamanan negara ini. Akhir perang ini, ketika tiba saatnya, tidak bisa hanya menjadi jeda sementara sebelum Putin menyerang lagi,” tambahnya lagi.

    Starmer mengatakan krisis Rusia dan Ukraina adalah “momen sekali dalam satu generasi”. Ini, tambahnya, menjadi pernyataan “eksistensial” bagi Eropa.

    Sejak invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada Februari 2022, PM Inggris menolak untuk mempertimbangkan secara terbuka pengiriman tentara Inggris. Para panglima militer yakin Inggris tidak dapat memenuhi komitmen militernya yang ada, bahkan sebelum keterlibatan dalam pasukan penjaga perdamaian Ukraina, dengan anggaran pertahanan yang ada sebesar 64 miliar poundsterling yang setara dengan 2,33% dari PDB.

    Namun, orang dalam mengatakan, Inggris bersedia menyediakan pasukan untuk pasukan penjaga perdamaian multinasional jika itu yang muncul dari upaya diplomatik. Ini merupakan pertama kalinya Starmer, yang secara secara eksplisit, menyatakan bahwa ia mempertimbangkan untuk mengerahkan pasukan penjaga perdamaian Inggris ke Ukraina.

    Komentar tersebut muncul sesaat sebelum pembicaraan darurat dengan para pemimpin Eropa di Paris pada Senin. Para pemimpin akan berusaha menyusun strategi sebagai tanggapan terhadap desakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mencapai kesepakatan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan kekhawatiran AS akan mengurangi komitmen pertahanannya di Eropa.

    (sef/sef)

  • Bisakah China Gantikan AS sebagai Pemimpin Dunia?

    Bisakah China Gantikan AS sebagai Pemimpin Dunia?

    Jakarta

    Kehadiran Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) JD Vance minggu lalu di Munich Security Conference (MSC) tahun ini menarik begitu banyak perhatian dan menjadi sorotan internasional, terutama dari para pemimpin Eropa.

    Kembalinya Presiden AS Donald Trump ke Gedung Putih membuat para pemimpin negara-negara Uni Eropa cukup gelisah, dan ketidakpastian begitu terasa dalam konferensi tahun ini. Oleh karena itu, semua mata kini tertuju pada Vance untuk melihat bagaimana ia akan meredakan kekhawatiran itu.

    Namun, pidato Vance di Konferensi Keamanan München pada Jumat (14/02) pekan lalu itu justru memperburuk keadaan. Kritik tajamnya terhadap Eropa membuat banyak peserta kesal.

    Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius bahkan menyebut pernyataan Vance itu “tidak dapat diterima.” Komentar Vance tentang perang Rusia-Ukraina juga membuat Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan, “hubungan yang terjalin selama puluhan tahun antara Eropa dan AS kini harus berakhir.”

    Sementara itu, Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi, yang juga berbicara di Konferensi Keamanan München itu menyampaikan pidatonya dengan lebih ramah dan bersahabat, saat merujuk Eropa. Ia mengatakan, negaranya melihat Eropa sebagai mitra bukan pesaing, dan menawarkan untuk memainkan “peran konstruktif” dalam dialog perdamaian Ukraina-Rusia.

    Wang Yi mengatakan kepada Kanselir Jerman Olaf Scholz bahwa Cina siap memperdalam “kerja sama secara utuh” dengan Jerman sebagai bagian dari upaya bilateral positif untuk menjaga perdamaian dan stabilitas global.

    Kesempatan bagi Cina

    Sementara AS menarik diri dari forum dan perjanjian internasional serta mengancam untuk keluar dari NATO di bawah kepemimpinan Trump, Cina tampaknya justru semakin aktif terlibat dalam urusan global.

    Apakah ini berarti Beijing siap menggantikan Washington sebagai pemimpin global?

    “Tidak diragukan lagi bahwa sebagai kekuatan yang sedang naik daun, Cina ingin menjadi yang terbaik,” kata Graham Allison, profesor politik internasional di Universitas Harvard dan pakar Cina, kepada DW di sela-sela Konferensi Keamanan München.

    “Jika AS menarik diri dari perjanjian dagang, negara-negara yang menginginkan perjanjian dagang agar berkembang secara ekonomi, misalnya Cina, akan mengisi kekosongan ini,” tambahnya.

    Allison menegaskan, jika Trump terus meninggalkan badan-badan internasional, “Cina akan menjadi juaranya. Presiden Cina Xi Jinping telah melihat ada banyak peluang di luar sana, dan jika AS memainkan kartunya dengan buruk, itu memudahkan Beijing untuk lebih sukses.”

    Cina telah berinvestasi secara besar-besaran di banyak bagian dunia, termasuk Asia dan Afrika, yang meningkatkan pengaruhnya di kawasan-kawasan itu dalam beberapa dekade terakhir. Baik itu di Afganistan maupun Timur Tengah, Cina telah menggunakan pengaruhnya untuk menengahi konflik-konflik di sana.

    Bisakah Eropa dan Cina jadi lebih erat?

    Yao Yang, direktur Pusat Riset Ekonomi Cina di Universitas Peking, mengatakan kepada DW bahwa Eropa perlu mengadopsi kebijakan independen terhadap Cina, jika ingin menjalin hubungan yang lebih erat.

    “Jika AS (di bawah kepemimpinan Trump) ingin memberi lebih banyak prioritas pada masalah domestiknya, maka Eropa seharusnya melakukan hal yang sama,” kata Yao. “Eropa harus melakukannya untuk pertahanan, keamanan, dan kebijakan luar negeri mereka. Ada banyak ruang bagi Cina dan Eropa untuk berkolaborasi.”

    Namun, hubungan erat Cina dengan Rusia bisa menjadi hambatan. Beijing baru-baru ini menyambut langkah Trump untuk menjalin kontak dengan rekannya, Presiden Rusia Vladimir Putin, untuk mengakhiri perang di Ukraina dan mengatakan bahwa Cina siap memainkan perannya.

    “Cina ingin mempresentasikan dirinya sebagai pembawa perdamaian, bahwa mereka tidak mendukung perang, dan mereka ingin terlibat dalam upaya menghentikan perang,” menurut Allison.

    Yao juga meyakini bahwa mengakhiri perang Rusia di Ukraina adalah kepentingan ekonomi Cina. “Cina berdagang dengan Rusia dan Ukraina. Jadi Beijing pasti ingin mendorong perdamaian di wilayah itu,” tegasnya.

    Namun, agar Eropa dapat mempercayai Cina, akan sangat penting jika Presiden Xi tidak mendukung kesepakatan yang bertentangan dengan kepentingannya sendiri.

    Wang Yi juga berusaha meyakinkan para pemimpin Eropa di München bahwa Cina dapat dipercaya, dan perdamaian di Ukraina bisa tercapai jika semua pihak yang terlibat berpartisipasi dalam negosiasi.

    Artikel ini diadaptasi dari bahasa Inggris

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Rusia Cegat-Hancurkan 90 Drone Ukraina

    Rusia Cegat-Hancurkan 90 Drone Ukraina

    Jakarta

    Otoritas Rusia mengatakan bahwa pasukannya telah mencegat dan menghancurkan 90 drone Ukraina, termasuk puluhan di atas Laut Azov, dan sebuah rudal jelajah antikapal Neptune.

    Serangan drone Ukraina itu terjadi pada saat para pemimpin Amerika Serikat dan Rusia, Donald Trump dan Vladimir Putin, telah mengatakan bahwa mereka ingin mengadakan pembicaraan segera untuk mengakhiri konflik, yang dipicu oleh serangan Rusia di Ukraina hampir tiga tahun lalu.

    “Pada malam hari, sistem pertahanan udara mencegat dan menghancurkan 90 drone Ukraina tanpa menimbulkan korban,” kata kementerian pertahanan Rusia di Telegram, dilansir kantor berita AFP, Senin (17/2/2025).

    Drone-drone itu dicegat di delapan wilayah — 38 drone di atas Laut Azov, 24 di wilayah Krasnodar, dan 15 di atas semenanjung Krimea.

    Trump mengatakan bahwa ia yakin Putin benar-benar ingin menghentikan pertempuran di Ukraina, sementara pemerintahannya telah memperingatkan sekutu-sekutu NATO-nya bahwa Eropa tidak akan lagi menjadi prioritas keamanan utamanya.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Bakal Segera Bertemu Putin, Perdamaian Rusia-Ukraina di Depan Mata? – Halaman all

    Trump Bakal Segera Bertemu Putin, Perdamaian Rusia-Ukraina di Depan Mata? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan dirinya akan segera bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Pertemuan antara Donald Trump dengan Vladimir Putin ini untuk membahas perang antara Rusia dan Ukraina yang tak kunjung berakhir.

    Mengutip Reuters, Trump mengatakan bahwa dirinya sudah bekerja keras untuk mencapai perdamaian antara Rusia dengan Ukraina.

    Ia, kata Trump, meyakini Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky ingin menghentikan pertempuran.

    Komentar Trump ini muncul saat AS dan Rusia tengah mempersiapkan pembicaraan awal di Arab Saudi dalam beberapa hari mendatang.

    Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio pada Minggu (16/2/2025) kemarin mengatakan Ukraina dan Eropa akan menjadi bagian dari “negosiasi nyata” untuk mengakhiri perang.

    Rubio mengisyaratkan bahwa pembicaraan AS dengan Rusia minggu ini adalah kesempatan untuk melihat seberapa serius Putin tentang perdamaian.

    Diplomat tertinggi AS itu mengecilkan kekhawatiran Eropa tentang disingkirkannya mereka dari perundingan awal antara Rusia dan Amerika Serikat yang akan berlangsung di Arab Saudi dalam beberapa hari mendatang.

    Dalam wawancara dengan CBS News, Rubio mengatakan proses negosiasi belum dimulai dengan sungguh-sungguh, dan jika perundingan berlanjut, Ukraina dan negara-negara Eropa lainnya akan dilibatkan.

    “Presiden Trump berbicara kepada Vladimir Putin minggu lalu, dan dalam pembicaraan itu, Vladimir Putin menyatakan minatnya pada perdamaian, dan presiden menyatakan keinginannya untuk mengakhiri konflik ini dengan cara yang bertahan lama dan melindungi kedaulatan Ukraina,” kata Rubio.

    “Sekarang, jelas hal itu harus ditindaklanjuti dengan tindakan, jadi beberapa minggu dan hari ke depan akan menentukan apakah ini serius atau tidak.”

    “Pada akhirnya, satu panggilan telepon tidak akan menghasilkan perdamaian,” tegasnya.

    Utusan AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff dan penasihat keamanan nasional Mike Waltz dijadwalkan berangkat ke Arab Saudi pada Minggu malam.

    Rubio mencatat bahwa ia akan tetap berada di Arab Saudi karena perjalanan resmi yang telah diatur sebelumnya.

    “Komposisi delegasi Rusia belum ditetapkan,” katanya.

    Ancaman Zelensky

    Zelensky sempat memberikan ancaman bahwa Ukraina tidak akan pernah menerima keputusan apa pun antara AS dan Rusia mengenai hasil negosiasi perdamaian tanpa partisipasi Kyiv.

    Komentar Zelensky muncul di tengah laporan bahwa delegasi AS akan bertemu dengan Rusia pada 18 Februari 2025 di Arab Saudi untuk memulai negosiasi yang bertujuan mengakhiri perang di Ukraina.

    “Kami memiliki tempat ini di meja perundingan sejak awal, dan kami adalah yang pertama berada di meja perundingan ini karena perang terjadi di Ukraina,” ucap Zelensky, dikutip dari Kyiv Independent.

    Zelensky mencatat bahwa Ukraina tidak akan pernah menerima kesepakatan damai yang dinegosiasikan atas nama mereka.

    “Kami berterima kasih atas semua dukungan, persatuan di AS seputar dukungan Ukraina–bahkan dukungan bipartisan–kami berterima kasih atas semua ini, tetapi tidak ada pemimpin di dunia yang dapat membuat kesepakatan dengan Putin tanpa kami,” ungkapnya.

    Kekhawatiran muncul mengenai peran Ukraina dalam negosiasi tersebut, dengan pejabat Eropa menekankan bahwa Kyiv tidak boleh dikesampingkan.

    Kyiv belum menerima undangan untuk menghadiri pertemuan di Riyadh, dengan Zelensky mengatakan kepada wartawan bahwa ia mengetahui tentang pertemuan tersebut melalui laporan media.

    “Kami tidak membicarakannya. Media memberitakan sesuatu. Saya melihat seseorang mengatakan akan ada pertemuan di Arab Saudi. Saya tidak tahu apa itu,” kata Zelensky pada 15 Februari 2025 lalu.

    Mykhailo Podolyak, penasihat Zelensky, membantah bahwa Ukraina akan berpartisipasi dalam pertemuan mendatang antara Rusia dan Amerika Serikat di Arab Saudi.

    “Tidak ada hal yang layak dibahas di meja perundingan,” kata Podolyak di TV Ukraina.

    Sebelumnya pada hari itu, 16 Februari, Trump menegaskan kembali bahwa Zelensky akan memiliki suara dalam proses tersebut dan menyebutkan kemungkinan mengizinkan negara-negara Eropa untuk membeli senjata buatan AS untuk Ukraina. (*)

  • Trump Bilang Akan Segera Bertemu Putin Bahas Perang Ukraina

    Trump Bilang Akan Segera Bertemu Putin Bahas Perang Ukraina

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan dirinya akan segera bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Trump meyakini Putin benar-benar ingin mengakhiri perang di Ukraina.

    “Belum ada waktu yang ditentukan, tapi hal itu bisa terjadi dalam waktu dekat,” kata Trump saat berbicara kepada wartawan, seperti dilansir AFP, Senin (17/2/2025).

    Pernyataan itu disampaikan Trump beberapa jam setelah Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio berusaha mengecilkan harapan soal pertemuan tingkat tinggi di Riyadh, Arab Saudi, untuk mengakhiri perang Ukraina.

    Dengan Rubio akan memimpin delegasi tingkat tinggi AS dalam diskusi dengan para pejabat Rusia di ibu kota Saudi dalam beberapa hari mendatang, serangkaian diplomasi terjadi ketika perang brutal di Ukraina memasuki tahun ketiga.

    Trump, ketika berbicara dengan wartawan setelah penerbangan dengan pesawat kepresidenan Air Force One, mengatakan timnya telah berbicara “panjang dan keras” dengan para pejabat Rusia, termasuk utusan Timur Tengah Steve Witkoff yang disebut Trump telah bertemu Putin selama tiga jam baru-baru ini.

    “Saya pikir dia (Putin) ingin berhenti berperang,” klaim Trump.

    Saat ditanya lebih lanjut apakah dirinya meyakini bahwa Putin ingin merebut seluruh wilayah Ukraina, Trump menjawab: “Itu adalah pertanyaan saya kepadanya.”

    “Jika dia terus melanjutkan… hal itu akan menimbulkan masalah besar bagi saya,” imbuhnya.

    “Saya pikir dia ingin mengakhirinya, dan mereka ingin mengakhirinya dengan cepat. Keduanya. Zelensky juga ingin mengakhirinya,” ujar Trump, merujuk pada Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

    Trump dan Putin melakukan percakapan telepon yang panjang pada Rabu (12/2) pekan lalu, dan sepakat untuk segera memulai perundingan gencatan senjata. Namun seruan itu mengejutkan Ukraina dan sekutu-sekutu AS di NATO, dengan Zelensky menegaskan “tidak ada keputusan mengenai Ukraina tanpa Ukraina”.

    Dalam wawancara dengan NBC News yang disiarkan pada Minggu (16/2) waktu setempat, Zelensky menuding Putin sebagai “pembohong berantai” dan tidak bisa dipercayai sebagai mitra negosiasi.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Yakin Putin Ingin Perang Rusia-Ukraina Berakhir Secepatnya

    Trump Yakin Putin Ingin Perang Rusia-Ukraina Berakhir Secepatnya

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan dirinya segera bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam perundingan perdamaian Rusia-Ukraina. Trump meyakini Putin ingin menghentikan pertempuran di Ukraina.

    “Belum ada waktu yang pasti, tapi hal itu bisa terjadi dalam waktu dekat,” kata Trump dilansir AFP, Senin (17/2/2025).

    Nantinya Menlu AS Marco Rubio akan memimpin delegasi tingkat tinggi Amerika dalam diskusi dengan pejabat Rusia di ibu kota Arab Saudi dalam beberapa hari mendatang. Pertemuan itu dalam serangkaian diplomasi yang sedang berlangsung saat perang Ukraina mendekati ulang tahun ketiganya.

    Trump mengatakan timnya telah diskusi panjang dan alot dengan pejabat Rusia, termasuk utusannya untuk Timur Tengah Steve Witkoff yang disebutnya bertemu Putin selama tiga jam baru-baru ini.

    “Saya pikir dia ingin berhenti berperang,” kata Trump.

    Ketika ditanya apakah dia yakin Putin ingin merebut seluruh wilayah Ukraina, Trump mengatakan: “Itu adalah pertanyaan saya kepadanya”.

    “Jika dia terus melanjutkan… itu akan menimbulkan masalah besar bagi saya,” tambah Trump.

    “Saya pikir dia (Putin) ingin mengakhirinya, dan mereka ingin mengakhirinya dengan cepat. Keduanya,” katanya, seraya menambahkan “Zelensky juga ingin mengakhirinya.”

    Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memiliki keyakinan berbeda dengan Trump. Zelensky meyakini Rusia saat ini sedang bersiap perang untuk melawan NATO.

    Namun, Trump mengabaikan pernyataan Zelensky itu. Dia bahkan mengaku “tidak sedikit pun khawatir” dengan pernyataan Zelensky itu.

    (zap/yld)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Ukraina Tak Diundang AS dan Rusia dalam Perundingan Perdamaian

    Ukraina Tak Diundang AS dan Rusia dalam Perundingan Perdamaian

    Jakarta

    Kyiv tidak diundang dalam pembicaraan antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia mengenai perang di Ukraina. Perundingan ini hanya dilakukan pihak AS dan Rusia.

    Dilansir BBC, Senin (17/2/2025), informasi ini disampaikan oleh sumber di pemerintahan Ukraina. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebelumnya sudah memperingatkan AS agar Ukraina dilibatkan dalam perundingan perdamaian.

    Utusan Khusus AS untuk Ukraina Keith Kellog mengatakan Kyiv akan terlibat dalam pembicaraan hari Senin di Arab Saudi, namun sumber tersebut mengatakan tidak ada delegasi yang akan hadir.

    Para pemimpin Eropa juga belum diminta untuk bergabung dalam diskusi tersebut, dan malah akan bertemu pada Senin di Paris pada pertemuan puncak yang diatur secara tergesa-gesa oleh Presiden Perancis, karena khawatir benua tersebut tidak bisa ikut dalam perundingan.

    Pertemuan terpisah tersebut dilakukan setelah minggu yang penuh gejolak di mana Washington mengisyaratkan perubahan drastis dalam pendekatannya terhadap perang di Ukraina.

    Utusan Gedung Putih untuk Timur Tengah Steve Witkoff membenarkan bahwa dia melakukan perjalanan ke Arab Saudi untuk bicara tatap muka pertama antara as dan Rusia. Pertemuan itu untuk mengakhiri konflik Rusia-Ukraina.

    Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengungkapkan Witkoff sudah bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin “untuk jangka waktu yang sangat lama, sekitar tiga jam”.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dan Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz juga akan bertemu dengan perunding Rusia di Arab Saudi, kurang dari seminggu setelah Trump melakukan panggilan telepon dengan pemimpin Rusia Vladimir Putin. Percakapan telepon ini mengakhiri pembekuan kontak langsung antara Moskow dan Washington selama tiga tahun.

    Zelensky diketahui telah berulang kali menolak menerima perjanjian perdamaian yang dinegosiasikan tanpa Ukraina. Zelensky mengatakan kepada jaringan televisi AS NBC bahwa ia “tidak akan pernah menerima keputusan apa pun antara Amerika Serikat dan Rusia mengenai Ukraina, tidak akan pernah”.

    (zap/yld)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Populer Internasional: Rusia Cetak Uang Tunai Suriah – Pesan Keras Al-Qassam saat Pertukaran Sandera – Halaman all

    Populer Internasional: Rusia Cetak Uang Tunai Suriah – Pesan Keras Al-Qassam saat Pertukaran Sandera – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rangkuman berita populer Tribunnews di kanal Internasional dapat disimak di sini.

    Suriah menerima pengiriman uang kertas baru dari Rusia di tengah kelangkaan uang tunai di negara tersebut.

    Sementara itu, Brigade Al-Qassam menyampaikan pesan keras kepada Israel dan Amerika selama pertukaran sandera.

    Selengkapnya, berikut berita populer Internasional dalam 24 jam terakhir.

    1. Rusia Cetak Uang Tunai Baru untuk Suriah, Barat Masih Ragu-Ragu Cabut Sanksi

    EKONOMI SURIAH – Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic yang diambil pada Minggu (16/2/2025), menampilkan laporan berita mengenai nilai pound Suriah yang naik seminggu setelah jatuhnya rezim Presiden Bashar al-Assad. Rusia kirimkan uang kertas baru ke Suriah karena ekonomi Suriah yang masih sulit dan Barat belum mencabut seluruh sanksinya terhadap negara tersebut. (Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic)

    Bank sentral Suriah menerima pengiriman uang kertas pound/lira Suriah baru dari Rusia untuk mengatasi kekurangan uang tunai yang telah memperparah kondisi ekonomi negara tersebut.

    Mengutip Financial Times, Bank Sentral Suriah mengumumkan pada Jumat (14/2/2025) bahwa uang lira Suriah telah tiba dari Rusia melalui Bandara Internasional Damaskus.

    Namun, pihak bank tidak mengonfirmasi jumlah pastinya.

    Para bankir dan pelaku bisnis sebelumnya menyatakan bahwa kelangkaan uang tunai sangat menghambat perekonomian Suriah.

    Pengiriman ini menjadi bukti bahwa Suriah masih bergantung pada Rusia, tempat di mana lira Suriah telah dicetak selama bertahun-tahun.

    Seorang produsen dan pengecer tekstil, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa kelangkaan uang tunai telah mencapai titik kritis.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    2. Pesan Keras Al-Qassam saat Pertukaran Sandera: Tidak Ada Pemindahan Warga Palestina dari Gaza

    Sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam menyampaikan pesan tegas saat pertukaran sandera pada hari Sabtu (15/2/2025).

    Brigade Al-Qassam mengibarkan spanduk dengan pesan tegas yang menolak rencana Amerika Serikat tentang pemindahan warga Palestina dari Gaza dalam upacara serah terima sandera.

    Rencana tersebut, yang sebelumnya diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump, bertujuan untuk mengambil alih Gaza serta memindahkan warganya ke negara-negara tetangga.

    Salah satu spanduk yang dipamerkan memuat tulisan, “Kami adalah prajurit, wahai Yerusalem, jadilah saksi,” dalam tiga bahasa: Arab, Inggris, dan Ibrani, dikutip dari Anadolu Ajansi.

    Spanduk tersebut juga menampilkan bendera negara-negara Arab, termasuk Palestina, Mesir, Yordania, Lebanon, Aljazair, dan Arab Saudi.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    3. Beraninya Zelensky Tolak Trump soal Jatah Mineral, AS dan Rusia Berunding di Arab Saudi

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dalam pertemuan tertutup hari Rabu, menolak tawaran pemerintahan Trump untuk melepaskan setengah dari sumber daya mineral negara itu dengan imbalan dukungan AS.

    Kesepakatan yang tidak biasa itu akan memberikan Amerika Serikat 50 persen saham di semua sumber daya mineral Ukraina, termasuk grafit, lithium, dan uranium, sebagai kompensasi atas dukungan masa lalu dan masa depan dalam upaya perang Kyiv melawan Rusia, menurut dua pejabat Eropa.

    Seorang pejabat Ukraina dan seorang pakar energi yang diberi pengarahan tentang proposal tersebut mengatakan bahwa pemerintahan Trump juga mengupayakan sumber daya energi Ukraina.

    Negosiasi terus berlanjut, menurut pejabat Ukraina lainnya, yang, seperti pejabat lainnya, berbicara dengan syarat anonim mengingat sensitivitas pembicaraan tersebut, seperti disebutkan Miami Herald.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    4. Ramai-ramai Jaksa AS Mundur, Ogah Patuhi Perintah Trump untuk Setop Skandal Korupsi Walikota New York

    Enam jaksa Amerika Serikat (AS) di New York dan Washington DC, memilih mengundurkan diri.

    Pengunduran diri massal ini merupakan bentuk penolakan mereka untuk mematuhi perintah Presiden Donald Trump.

    Pasalnya, mereka diminta untuk membatalkan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Wali Kota New York, Eric Adams.

    Sejak awal menjabat, Trump memecat jaksa-jaksa yang menangani kasus hukum yang menyeret dirinya.

    Selain itu, ia juga menuntut informasi mengenai ribuan agen FBI yang terlibat dalam penyelidikan serangan 6 Januari di Gedung Capitol AS.

    Penjabat Jaksa AS untuk Distrik Selatan New York, Danielle Sassoon, mengundurkan diri melalui surat sepanjang delapan halaman.

    Dalam suratnya, Sassoon menjelaskan pengacara Adams “berulang kali menyiratkan adanya quid pro quo” atau pertukaran, menawarkan bantuan kepada Trump dalam isu imigrasi jika kasus ini dihentikan.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    (Tribunnews.com)

  • Yevheniia Kravchuk: Ukraina Siapkan Langkah Strategis Jika AS Hentikan Bantuan Militer ke Kiev – Halaman all

    Yevheniia Kravchuk: Ukraina Siapkan Langkah Strategis Jika AS Hentikan Bantuan Militer ke Kiev – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Deputi Parlemen Ukraina Yevheniia Kravchuk menegaskan, Ukraina siap mengambil langkah strategis untuk mempertahankan diri jika terjadi penghentian bantuan militer dari Amerika Serikat.

    “Jika bantuan militer dari Amerika Serikat berhenti, Ukraina tentu harus meningkatkan produksi militernya sendiri,” ujar Kravchuk dalam wawancara di Munich Security Conference 2025, Yevheniia Kravchuk, dikutip Senin, 17 Februari 2025.

    Saat ini Ukraina sudah memproduksi sejumlah peralatan militer penting, termasuk howitzer kaliber 155 mm, jutaan drone, drone deep strike, FPV (First-Person View), dan drone laut.

    Selain memperkuat kemampuan produksi dalam negeri, Ukraina juga berencana memperluas kerja sama militer dengan negara-negara Eropa.

    Kravchuk menyatakan dukungannya terhadap pandangan yang menyebutkan bahwa Eropa harus berperan lebih besar dalam menjaga keamanan benua tersebut.

    “Kami setuju dengan pernyataan yang dibuat oleh Trump dan pemerintahannya bahwa Eropa harus turun tangan lebih banyak. Ini adalah isu keamanan benua Eropa,” jelasnya.

    Kravchuk juga menyoroti bahwa dukungan militer AS tidak hanya bermanfaat bagi Ukraina, tetapi juga mendukung ekonomi AS.

    “Senjata yang diberikan Amerika Serikat kepada kami diproduksi di Amerika Serikat,” ujarnya.

    “Ini adalah bagian dari ekonomi mereka, dengan banyak pabrik yang mempekerjakan orang Amerika. Jadi, ini bukan sesuatu yang merugikan ekonomi AS,” tambahnya.

    Dengan situasi geopolitik yang dinamis, Ukraina terus memperkuat posisinya untuk mempertahankan diri dari agresi Rusia sambil memaksimalkan dukungan internasional.

    Munich Security Conference menjadi ajang penting bagi Ukraina untuk mempertegas komitmen ini kepada komunitas global.

    Sebelumya, Presiden AS Donald Trump meminta bantuan AS ke Ukraina senilai 500 miliar (Rp 8.192 triliun) dikompensasi dalam bentuk penyerahan mineral logam tanah jarang di Ukraina kepada AS.

    Dalam wawancara baru-baru ini, Donald Trump menekankan bahwa Washington harus mendapatkan kompensasi, khususnya dalam bentuk mineral logam tanah jarang, sebagai imbalan atas dukungan substansialnya kepada Kiev.

    Dukungan Amerika terhadap Ukraina kini datang dengan harga yang mahal—kekayaan mineral senilai $500 miliar, menurut Presiden AS Donald Trump.

    Pada bagian kedua wawancara untuk Fox News yang ditayangkan Senin malam, Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat harus diberi kompensasi atas bantuan keuangan besar yang telah diberikannya kepada Kiev dalam perangnya melawan Rusia.

    “Saya katakan kepada mereka [Ukraina] bahwa saya menginginkan logam tanah jarang senilai $500 miliar. Dan mereka pada dasarnya setuju untuk melakukannya, jadi setidaknya kita tidak merasa bodoh,” kata Trump.

    “Kalau tidak, kami bodoh. Saya katakan kepada mereka bahwa kami harus—’kami harus mendapatkan sesuatu. Kami tidak bisa terus membayar uang ini,’” imbuhnya.

    Ukraina Punya Cadangan Mineral Penting: Lithium dan Titanium 

    Ukraina memiliki cadangan mineral penting yang signifikan, seperti lithium dan titanium, yang sangat penting bagi industri modern. 

    Negara ini juga memiliki cadangan batu bara, minyak, gas, dan uranium yang sangat besar.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah memanfaatkan prospek keterlibatan AS dalam mengembangkan sumber daya negaranya untuk mempertahankan dukungan Trump. 

    Usulan tersebut juga dimasukkan dalam “rencana kemenangan” Ukraina, yaitu kerangka kebijakan ekonomi dan keamanan yang dirancang untuk memastikan perdamaian abadi dengan Rusia.

    “Orang Amerika paling banyak membantu, dan karena itu orang Amerika harus mendapatkan keuntungan paling banyak,” kata Zelensky dalam sebuah wawancara dengan Reuters pada hari Jumat. 

    “Saya juga ingin membicarakan hal ini dengan Presiden Trump.”

    Trump sebelumnya telah menyatakan minatnya untuk memanfaatkan kekayaan sumber daya Ukraina, menekankan ambisinya untuk mengalahkan China dalam mengamankan bahan-bahan penting.

    Awal bulan ini, ia mengatakan kepada wartawan di Ruang Oval, “Kami tengah berupaya membuat kesepakatan dengan Ukraina, yang mana mereka akan mengamankan apa yang kami berikan kepada mereka dengan tanah jarang dan berbagai hal lainnya.”

     

  • Trump-Putin ‘Main Belakang’ di Perang Ukraina, Eropa Uring-uringan

    Trump-Putin ‘Main Belakang’ di Perang Ukraina, Eropa Uring-uringan

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Donald Trump tampaknya mengubah arah diplomasi global dengan mengutamakan negosiasi langsung dengan Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina, sebuah langkah yang membuat para pemimpin Eropa dan pejabat Ukraina khawatir akan tersingkir dari proses tersebut.

    Dilansir The Associated Press, sejumlah pejabat tinggi pemerintahan Trump, termasuk Menteri Luar Negeri Marco Rubio, Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz, dan utusan khusus Steve Witkoff, dikabarkan akan bertolak ke Arab Saudi dalam waktu dekat untuk melakukan pembicaraan dengan perwakilan Rusia.

    Namun, belum jelas sejauh mana pejabat Ukraina atau Eropa akan dilibatkan dalam perundingan yang direncanakan berlangsung di Riyadh.

    Seorang pejabat AS yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan bahwa Washington masih melihat negosiasi ini sebagai tahap awal dan formatnya masih dapat berubah.

    “Presiden Zelensky akan terlibat dalam negosiasi,” kata Trump kepada wartawan pada Minggu (16/2/2025), tetapi ia tidak memberikan rincian lebih lanjut.

    Langkah ini muncul setelah pernyataan dari sejumlah penasihat utama Trump, termasuk Wakil Presiden JD Vance, yang menimbulkan kekhawatiran di Kyiv dan berbagai ibu kota Eropa.

    Eropa Merasa Tersingkir dari Proses Negosiasi

    Dalam pidatonya di Munich Security Conference pada Sabtu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengungkapkan kekecewaannya terhadap pendekatan baru AS yang cenderung mengabaikan Eropa dalam proses perdamaian.

    “Dekade hubungan lama antara Eropa dan Amerika telah berakhir,” ujar Zelensky. “Mulai sekarang, segalanya akan berbeda, dan Eropa harus menyesuaikan diri dengan perubahan ini.”

    Meskipun Gedung Putih membantah bahwa Eropa tidak diajak berkonsultasi, berbagai pertemuan tingkat tinggi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan Trump masih meninggalkan banyak tanda tanya.

    Dalam kunjungannya ke Eropa, Vance telah berbicara dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy, Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier, serta Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte.

    Namun, banyak pejabat Eropa yang tetap merasa bahwa mereka hanya menjadi penonton dalam strategi baru Trump ini.

    “Mereka mungkin tidak menyukai urutan negosiasi yang sedang berlangsung, tetapi mereka tetap dikonsultasikan,” ujar Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz dalam wawancara dengan Fox News Sunday. “Pada akhirnya, negosiasi ini berada di bawah kepemimpinan Presiden Trump untuk mengakhiri perang ini.”

    Rencana Negosiasi AS-Rusia: Ukraina di Posisi Lemah?

    Laporan terbaru menunjukkan bahwa Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin telah berbicara melalui telepon minggu lalu, di mana keduanya menyepakati dimulainya pembicaraan tingkat tinggi untuk mengakhiri perang.

    Awalnya, perundingan ini dipresentasikan sebagai dialog dua arah antara Washington dan Moskow, tetapi Trump kemudian mengklarifikasi bahwa Ukraina juga akan terlibat-meskipun tidak dijelaskan di tahap mana mereka akan berpartisipasi.

    Tidak jelas apakah ada perwakilan Ukraina yang akan bergabung dalam pembicaraan di Riyadh. Namun, seorang pejabat Ukraina mengatakan bahwa delegasi Kyiv saat ini sedang berada di Arab Saudi untuk membuka jalan bagi kemungkinan kunjungan Zelensky.

    Sementara itu, Trump mengeklaim bahwa Putin sebenarnya ingin mengakhiri perang tetapi mengingatkan bahwa Rusia tetaplah kekuatan militer yang tangguh.

    “Saya pikir dia ingin menghentikan pertempuran,” kata Trump. “Mereka memiliki mesin perang yang besar dan kuat. Anda tahu, mereka mengalahkan Hitler dan Napoleon. Mereka telah bertempur selama waktu yang sangat lama.”

    Pendekatan baru ini membuat beberapa mantan pejabat AS angkat bicara. Heather Conley, mantan Wakil Asisten Menteri Luar Negeri untuk Eropa Tengah di era Presiden George W. Bush, mengatakan bahwa strategi Trump ini seolah menghidupkan kembali pendekatan geopolitik abad ke-19 dan awal abad ke-20.

    “AS tampaknya berusaha menciptakan pendekatan baru berdasarkan konsep kekuatan besar,” ujar Conley. “Seperti dalam sejarah, hanya negara-negara besar yang memutuskan nasib bangsa lain dan mengambil alih apa yang menguntungkan kepentingan ekonomi serta keamanan mereka, baik melalui pembelian maupun paksaan.”

    Pendekatan ini juga menimbulkan perdebatan internal di dalam pemerintahan Trump sendiri. Beberapa pejabat mendukung rekonsiliasi cepat dengan Rusia, sementara yang lain khawatir bahwa Putin hanya ingin memecah belah aliansi transatlantik dan meningkatkan pengaruh Rusia di Eropa.

    Trump Dorong Rusia Kembali ke G7, Eropa Berang

    Dalam pernyataannya pekan lalu, Trump juga menyebut bahwa ia ingin melihat Rusia kembali bergabung dengan kelompok negara-negara maju G7 (sebelumnya G8 sebelum Rusia dikeluarkan pada 2014).

    “Saya ingin mereka kembali. Saya pikir itu adalah kesalahan untuk mengeluarkan mereka,” ujar Trump. “Ini bukan soal apakah saya suka atau tidak suka Rusia, tetapi saya rasa Putin akan sangat senang jika bisa kembali.”

    Pernyataan ini memicu kemarahan di kalangan pejabat Eropa, yang selama bertahun-tahun telah memberlakukan sanksi terhadap Moskow atas aneksasi Krimea.

    Kesepakatan “Mineral Langka” dengan Ukraina

    Selain itu, ada juga ketegangan yang muncul terkait proposal AS agar Ukraina memberikan akses ke cadangan mineral langka sebagai imbalan atas bantuan militer senilai US$66 miliar yang telah diberikan Washington kepada Kyiv sejak perang dimulai.

    Presiden Zelensky sendiri dikabarkan menolak menandatangani kesepakatan ini untuk saat ini, karena merasa bahwa kesepakatan tersebut terlalu menguntungkan AS dan tidak memberikan jaminan keamanan yang cukup bagi Ukraina.

    Gedung Putih menilai penolakan Zelensky sebagai langkah yang tidak bijaksana dan menegaskan bahwa perjanjian itu justru akan mempererat hubungan ekonomi antara AS dan Ukraina, sesuatu yang tidak diinginkan oleh Moskow.

    Eropa Bersiap Menghadapi Era Baru

    Dalam menghadapi pendekatan baru Trump ini, para pemimpin Eropa mulai menyesuaikan strategi mereka. Presiden Prancis Emmanuel Macron telah mengumumkan bahwa ia akan mengumpulkan pemimpin Eropa di Paris pada Senin untuk mengadakan pertemuan darurat guna membahas langkah selanjutnya terkait Ukraina.

    “Angin persatuan sedang bertiup di Eropa, seperti yang belum pernah kita rasakan sejak masa pandemi Covid-19,” ujar Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noël Barrot kepada media nasional.

    Langkah ini menandakan bahwa Eropa tidak akan tinggal diam menghadapi perubahan kebijakan Washington dan berusaha mencari cara untuk tetap memiliki suara dalam penyelesaian konflik di Ukraina.

    (luc/luc)