Negara: Ukraina

  • Dunia Krisis Kepemimpinan, Multilateralisme Harus Diperkuat

    Dunia Krisis Kepemimpinan, Multilateralisme Harus Diperkuat

    loading…

    Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti krisis kepemimpinan global dan melemahnya multilateralisme dalam Tokyo Conference 2025 yang dihelat di Tokyo Prince Hotel, Jepang, Selasa (4/3/2025). Foto: Ist

    TOKYO – Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti krisis kepemimpinan global dan melemahnya multilateralisme dalam forum Tokyo Conference 2025 yang dihelat di Tokyo Prince Hotel, Jepang, Selasa (4/3/2025).

    Dalam pidato kuncinya, SBY menekankan pentingnya kerja sama internasional untuk mengatasi konflik global, perubahan iklim, dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

    “Kita hidup di dunia yang penuh gejolak, di mana kepercayaan terhadap tatanan berbasis aturan semakin goyah,” ujar SBY.

    Dia menyoroti berbagai konflik yang masih berlangsung, seperti di Ukraina, Gaza, Kongo, Sudan, dan Myanmar sebagai bukti bahwa dunia belum berhasil mencapai perdamaian yang diharapkan sejak berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1945.

    SBY juga mengkritisi mundurnya beberapa negara besar dari komitmen multilateral, seperti Amerika Serikat yang menarik diri dari Perjanjian Iklim Paris dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    Menurutnya, hal ini memperparah krisis kepemimpinan global. “Ketika satu negara menarik diri harus ada negara lain yang siap melangkah maju. Dunia sangat membutuhkan kepemimpinan yang berani, berwawasan luas, dan mampu menawarkan solusi, bukan malah memperburuk keadaan ” ujarnya.

    Reformasi Dewan Keamanan PBBUntuk memperkuat multilateralisme, SBY mengusulkan beberapa langkah di antaranya mereformasi Dewan Keamanan PBB dengan membatasi hak veto negara-negara P5, meningkatkan operasi perdamaian, serta menjamin pendanaan yang stabil bagi PBB agar tidak mudah dipolitisasi.

    SBY juga menekankan pentingnya kepemimpinan kolektif dalam berbagai isu global. Tidak ada satu negara pun yang mampu menghadapi tantangan global sendirian.

    Dia menyebut misalnya Indonesia bisa memimpin dalam perlindungan hutan, Jepang dalam teknologi iklim, Uni Eropa dalam pendanaan karbon, dan China dalam pengembangan kendaraan listrik (EV).

    SBY menutup pidatonya dengan mengajak negara-negara dunia kembali pada semangat kerja sama, kemitraan, dan kolaborasi.

    “Jika kita ingin menghindari bencana iklim, mencegah perang dunia, dan mengurangi penderitaan manusia, tidak ada jalan lain selain bekerja sama,” katanya.

  • Seruan Amerika Serikat Keluar dari NATO Menguat, Aliansi Negara Barat di Ambang Keruntuhan? – Halaman all

    Seruan Amerika Serikat Keluar dari NATO Menguat, Aliansi Negara Barat di Ambang Keruntuhan? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wacana yang dilemparkan pejabat di Kabinet Donald Trump, Elon Musk, soal kemungkinan Amerika Serikat (AS) keluar dari NATO, mengejutkan dunia internasional.

    Elon Musk telah AS untuk keluar dari NATO dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

    Ini terlihat dari postingannya 2 Maret lalu di akun media sosial X.

    “Saya setuju,” tulisnya menanggapi sebuah posting dari seorang komentator politik sayap kanan yang mengatakan “sudah waktunya” bagi AS untuk meninggalkan NATO dan PBB, dikutip dari Kyiv Independent Selasa (4/3/2025).

    Pemberitaan ini muncul setelah beberapa anggota parlemen Republik mengajukan sebuah RUU tentang keluarnya AS dari PBB. 

    Para politisi partai Trump bernaung itu mengklaim bahwa organisasi tersebut tidak sejalan dengan agenda “America First” pemerintahan Trump.

    Meskipun banyak yang memandang langkah ini sebagai perubahan besar yang dapat meruntuhkan aliansi Barat, analisis lebih mendalam menunjukkan bahwa dampaknya mungkin tidak seburuk yang diperkirakan.

    Pernyataan Trump tentang potensi penarikan AS dari NATO telah memicu ramalan buruk mengenai runtuhnya tatanan global, disintegrasi keamanan Eropa, dan pengabaian terhadap Ukraina.

    Namun, menurut Einars Graudins, seorang ahli militer dan mantan perwira senior Angkatan Bersenjata Latvia, diskusi ini lebih tepat dilihat sebagai taktik tawar-menawar dalam kebijakan luar negeri AS, bukan sebagai perubahan kebijakan definitif.

    Trump, yang memiliki latar belakang sebagai pebisnis, selama ini mengkritik sekutu-sekutunya karena dianggap tidak memberikan kontribusi yang cukup terhadap aliansi.

    Ia berargumen bahwa jika Eropa ingin mendapatkan perlindungan dari AS, mereka harus menanggung beban finansial yang lebih besar.

    Ini mencerminkan pendekatan pragmatis yang berfokus pada penyeimbangan biaya, bukan penghancuran aliansi.

    Dampak dari penarikan AS dari NATO akan terasa tidak hanya di Eropa tetapi juga di Timur Tengah, yang melibatkan pemain kunci seperti Turki.

    Kehilangan ini akan menjadi kerugian bagi AS, yang akan kehilangan pengaruh geopolitik, tidak hanya di Eropa tetapi juga di kawasan Eurasia yang lebih luas.

    Meskipun spekulasi mengenai penarikan ini semakin menguat, kemungkinan untuk penarikan total masih dipertanyakan.

    Sebaliknya, ini lebih mungkin merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mendorong Eropa menuju otonomi yang lebih besar dalam urusan pertahanan.

    Eropa tidak dalam posisi defensif.

    Negara-negara seperti Prancis dan Inggris memiliki kemampuan nuklir, dan negara-negara Eropa lainnya memiliki keahlian teknologi untuk mengembangkan deteren mereka sendiri jika diperlukan.

    Meskipun AS adalah tulang punggung NATO, kekuatan Eropa tidak dapat dianggap remeh.

    Dari perspektif finansial, beban pemeliharaan NATO terus menjadi perhatian di Washington.

    AS telah menjadi pendana utama aliansi ini, dan pembicaraan mengenai penarikan dapat dipahami sebagai taktik negosiasi untuk mendorong negara-negara Eropa meningkatkan pengeluaran pertahanan mereka.

    Dalam konteks yang lebih luas, debat ini mencerminkan penilaian kembali prioritas strategis AS, dengan fokus yang semakin meningkat pada kawasan Indo-Pasifik dan tantangan dari pengaruh China.

    Mengurangi komitmen di Eropa dapat membebaskan sumber daya untuk menghadapi ancaman yang dirasakan di Asia.

    Ketakutan akan runtuhnya tatanan keamanan global tampaknya berlebihan.

    Yang terjadi saat ini adalah upaya untuk merundingkan kembali syarat keterlibatan AS di Eropa, mendorong sekutu NATO untuk meningkatkan tanggung jawab finansial dan militer mereka.

    Tantangan nyata bagi Eropa adalah memanfaatkan momen ini untuk memperkuat kemampuan pertahanannya dan mengurangi ketergantungan pada Washington.

    Transformasi NATO menjadi kemitraan yang lebih seimbang, di mana AS berperan sebagai mitra strategis daripada penjamin, mungkin adalah skenario yang lebih realistis di tengah perubahan dinamika geopolitik abad ke-21.

    Trump hentikan bantuan untuk Ukraina

    Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengejutkan sekutu NATO dengan menghentikan seluruh bantuan militer AS kepada Ukraina pada Senin malam, waktu setempat.

    Langkah ini diambil sebagai upaya untuk menekan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky agar mengakhiri perang dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh Trump.

    Menurut seorang pejabat Gedung Putih, “Presiden telah jelas bahwa dia fokus pada perdamaian. Kami perlu mitra kami untuk berkomitmen pada tujuan itu juga. Kami sedang menangguhkan dan meninjau bantuan kami untuk memastikan bahwa itu berkontribusi pada solusi.”

    Keputusan ini menimbulkan keraguan atas kemampuan Ukraina untuk mempertahankan diri dari invasi Rusia, dengan jeda bantuan juga mencakup bantuan yang sudah dijadwalkan oleh pemerintahan Biden.

    Seorang pejabat lainnya menginformasikan kepada Fox News bahwa ini bukan penghentian permanen, melainkan hanya jeda.

    Semua peralatan militer yang belum dikirim ke Ukraina akan dihentikan, dan semua bantuan di masa depan kini terancam.

    Trump mengeluarkan peringatan tajam setelah Zelensky menyatakan bahwa akhir perang masih sangat jauh.

    Dalam pernyataannya, Trump menuduh Zelensky tidak ingin perdamaian selama Ukraina mendapatkan dukungan dari AS.

    “Zelensky ingin perang selamanya, sebuah mesin giling yang tidak pernah berakhir,” tulis Elon Musk di X sebagai tanggapan terhadap komentar Trump.

    Di tengah ketegangan ini, Trump mengkritik upaya Eropa untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh penarikan dukungan AS.

    Dia menyebut koalisi yang dipimpin Inggris sebagai lemah karena bergantung pada dukungan Amerika untuk perdamaian.

    Sementara itu, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengumumkan rencana untuk meningkatkan pengeluaran pertahanan Eropa, termasuk rencana pinjaman pertahanan sebesar 150 miliar Euro, sebagai respons terhadap ketidakpastian dukungan AS.

    Kondisi ini membuat pertahanan Ukraina semakin rentan, terutama tanpa bantuan sistem pertahanan udara seperti rudal Patriot.

    Serangan Rusia terhadap infrastruktur sipil terus berlangsung, sementara drone militer Ukraina melancarkan serangan balik dengan membakar kilang minyak Rusia.

    Mike Waltz, Penasihat Keamanan Nasional AS, menegaskan bahwa “hari-hari dukungan tanpa batas dari Amerika untuk Ukraina sudah berakhir.”

    Ia menambahkan bahwa kesabaran rakyat Amerika tidak tak terbatas dan mendesak Zelensky untuk lebih bersedia berdialog demi perdamaian.

    Sebelum pengumuman pengurangan bantuan, diperkirakan bahwa pasukan Rusia akan membutuhkan lebih dari 83 tahun untuk merebut 80 persen wilayah Ukraina yang tersisa, asalkan mereka dapat mempertahankan kerugian personel yang besar.

    Namun, Zelensky sebelumnya mengindikasikan bahwa Ukraina hanya dapat bertahan enam bulan tanpa dukungan AS.

    Dr. Kenton White, ahli politik dan hubungan internasional di Universitas Reading, menyatakan bahwa Ukraina akan kesulitan tanpa dukungan AS, yang memiliki kapasitas lebih besar untuk memproduksi dan menyuplai senjata serta peralatan militer yang diperlukan untuk perang modern.

    Dengan situasi yang semakin rumit, Trump terus mendesak untuk kesepakatan cepat guna mengakhiri perang di Ukraina, sementara hubungan antara AS dan sekutu Eropa semakin memburuk.

  • SBY: Dunia Krisis Kepemimpinan, Multilateralisme Harus Diperkuat – Halaman all

    SBY: Dunia Krisis Kepemimpinan, Multilateralisme Harus Diperkuat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM TOKYO – Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti krisis kepemimpinan global dan melemahnya multilateralisme dalam forum Tokyo Conference 2025 yang dihelat di Tokyo Prince Hotel, Jepang, Selasa, 4/3/2025.

    Dalam pidato kuncinya, SBY menekankan pentingnya kerja sama internasional untuk mengatasi konflik global, perubahan iklim, dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

    “Kita hidup di dunia yang penuh gejolak, di mana kepercayaan terhadap tatanan berbasis aturan semakin goyah,” ujar SBY.

    Ia menyoroti berbagai konflik yang masih berlangsung, seperti di Ukraina, Gaza, Kongo, Sudan, dan Myanmar sebagai bukti bahwa dunia belum berhasil mencapai perdamaian yang diharapkan sejak berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1945.

    SBY juga mengkritisi mundurnya beberapa negara besar dari komitmen multilateral, seperti Amerika Serikat yang menarik diri dari Perjanjian Iklim Paris dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    Menurutnya, hal ini memperparah krisis kepemimpinan global.

    “Ketika satu negara menarik diri, harus ada negara lain yang siap melangkah maju. Dunia sangat membutuhkan kepemimpinan yang berani, berwawasan luas, dan mampu menawarkan solusi, bukan malah memperburuk keadaan,” katanya.

    Reformasi Dewan Keamanan PBB

    Untuk memperkuat multilateralisme, SBY mengusulkan beberapa langkah.

    Di antaranya mereformasi Dewan Keamanan PBB dengan membatasi hak veto negara-negara P5, meningkatkan operasi perdamaian, serta menjamin pendanaan yang stabil bagi PBB agar tidak mudah dipolitisasi.

    SBY juga menekankan pentingnya kepemimpinan kolektif dalam berbagai isu global.

    ” Tidak ada satu negara pun yang mampu menghadapi tantangan global sendirian,” ujar SBY.

    Ia menyebut misalnya Indonesia bisa memimpin dalam perlindungan hutan, Jepang dalam teknologi iklim, Uni Eropa dalam pendanaan karbon, dan China dalam pengembangan kendaraan listrik (EV).

    SBY menutup pidatonya dengan mengajak negara-negara dunia kembali pada semangat kerja sama, kemitraan, dan kolaborasi.

    “Jika kita ingin menghindari bencana iklim, mencegah perang dunia, dan mengurangi penderitaan manusia, tidak ada jalan lain selain bekerja sama,” katanya.

    “Seperti kata pepatah Afrika, jika ingin pergi cepat, pergilah sendiri. Tapi jika ingin pergi jauh, pergilah bersama,” tambahnya.

    Konferensi yang juga menghadirkan secara online Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, dan mantan Perdana Menteri Selandia Baru, Helen Clark, ini berfokus menyoroti kerja sama internasional dan pemulihan perdamaian dalam rangka memperingati 80 tahun berdirinya PBB.

    Tokyo Conference, untuk diketahui, diselenggarakan oleh Genron NPO, sebuah lembaga pemikir independen nirlaba yang berbasis di Jepang.

    Didirikan pada tahun 2001 oleh Yasushi Kudo, yang hingga kini menjadi presidennya, Genron NPO bertujuan memperkuat demokrasi di Jepang, mempromosikan perdamaian di Asia Timur Laut, dan mengembangkan solusi bagi berbagai masalah global.

    Dengan berlangsungnya Tokyo Conference 2025, dunia diingatkan kembali bahwa di tengah ketidakpastian global, demokrasi, kepemimpinan visioner, dan kerja sama internasional tetap menjadi kunci dalam menjaga perdamaian dan kemakmuran bersama.

  • OJK: Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Tetap Stabil di Tengah Tantangan Ekonomi Global – Halaman all

    OJK: Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Tetap Stabil di Tengah Tantangan Ekonomi Global – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) tetap terjaga, di tengah tantangan perekonomian global dan domestik.

    Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, pertumbuhan ekonomi global relatif stagnan dengan inflasi di beberapa negara maju mulai menunjukkan tren penurunan. 

    “Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 26 Februari 2025 menilai stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) tetap terjaga,” kata Mahendra dalam Konferensi Pers RDK Bulanan, Selasa (4/3/2025). 

    Dari sisi domestik, kata Mahendra inflasi cukup terkendali dengan inflasi Januari tercatat 0,76 persen secara tahunan, dan inflasi inti sebesar 2,26 persen secara tahunan yang menunjukkan permintaan domestik masih cukup baik. 

    “Namun demikian, perlu dicermati indikator permintaan domestik lainnya, di antaranya berlanjutnya penurunan penjualan kendaraan baik motor dan mobil, penurunan penjualan semen, serta perlambatan pertumbuhan harga dan penurunan volume penjualan rumah,” ujarnya.

    Di sisi supply, kata Mahendra PMI Manufaktur pada Januari 2025 naik ke level 51,9 dari sebelumnya 51,2. Kinerja eksternal juga tetap solid di tengah perlambatan ekonomi global.

    “Terlihat pada surplus neraca perdagangan yang terus berlangsung, pada Januari 2025 meningkat ke 3,45 miliar dolar AS (Des-24 setara 2,24 miliar dolar AS), tumbuh sebesar 71,71 persen secara tahunan,” ungkapnya.

    Mahendra bilang, volatilitas pasar tetap tinggi seiring ketidakpastian kebijakan ekonomi dan geopolitik yang terus berkembang. Di Amerika Serikat (AS), pertumbuhan ekonomi tetap solid dengan aktivitas ekonomi didukung oleh konsumsi domestik. 

    Kemudian inflasi berada di level 3 persen secara tahunan pada Januari 2025 dan core CPI naik ke 3,3 persen secara tahunan, menunjukkan bahwa tekanan harga di luar sektor energi dan pangan masih cukup tinggi. 

    “Pasar tenaga kerja tetap kuat dengan tingkat pengangguran turun ke 4 persen, meski angka peningkatan Nonfarm Payroll jauh lebih rendah dari ekspektasi pasar,” jelas Mahendra.

    Di Tiongkok, pertumbuhan ekonomi cenderung tertahan dengan CPI tercatat masih rendah sebesar 0,5 persen secara tahunan dan indeks harga produsen (PPI) terus mengalami kontraksi. 

    Adapun PMI masih di zona ekspansi namun turun menjadi sebesar 50,1, di bawah ekspektasi pasar. 

    Di satu sisi, kebijakan moneter cenderung netral bahkan kata Mahendra, The Fed hanya akan memangkas Fed Fund Rate (FFR) 1 hingga 2 kali di tahun 2025. 

    Sementara sisi geopolitik, upaya penyelesaian konflik Ukraina dan Rusia belum menemukan titik terang pasca pertemuan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih. 

    Bahkan pertemuan itu tidak mencapai kesepakatan. Selain itu, rencana penerapan tarif baru AS terhadap negara mitra dagang juga meningkatkan ketidakpastian.

    “Sementara itu, Bank Sentral mempertahankan suku bunga acuan, menunjukkan pendekatan hati-hati dalam pelonggaran moneter. Tiongkok juga memperketat regulasi ekspor rare earth yang dapat berdampak pada industri teknologi global,” jelas dia.

  • AS Setop Bantuan Senjata ke Ukraina, Pakar: Melumpuhkan

    AS Setop Bantuan Senjata ke Ukraina, Pakar: Melumpuhkan

    Washington

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memerintahkan penghentian sementara pengiriman bantuan militer ke Ukraina. Trump menegaskan dirinya kini fokus pada perdamaian untuk perang antara Ukraina dan Rusia. Pakar pun mengemukakan dampak terhentinya aliran senjata canggih AS ke Ukraina.

    Dituturkan pejabat Gedung Putih yang enggan disebut namanya, seperti dilansir Reuters, pemerintahan Trump menangguhkan bantuan militer untuk Ukraina di masa depan. “Kami menghentikan sejenak dan meninjau bantuan kami untuk memastikan bahwa bantuan itu berkontribusi terhadap solusi,” kata pejabat Gedung Putih tersebut.

    Bloomberg melaporkan semua peralatan militer yang saat ini belum berada di Ukraina akan dihentikan sementara pengirimannya, termasuk persenjataan yang sedang transit di pesawat dan kapal atau menunggu di area transit di Polandia.

    “Imbasnya akan besar. Saya akan menyebutnya sebagai melumpuhkan,” kata Mark Cancian, penasihat senior di Center for Strategic and International Studies yang dikutip detikINET dari CNN.

    Cancian memperkirakan Ukraina akan merasakan dampak dari penghentian bantuan dalam waktu dua hingga empat bulan, karena bantuan dari negara-negara Eropa membantu Ukraina tetap bertahan untuk saat ini dari Rusia.

    “Itulah sebabnya mereka tidak ‘jatuh dari tebing’, tapi ketika pasokan Anda dipangkas setengah, pada akhirnya itu akan terlihat (dampaknya) di garis depan,” kata Cancian.

    “Garis depan mereka akan terus melemah dan akhirnya akan hancur dan Ukraina harus menerima penyelesaian perdamaian yang merugikan, bahkan bencana besar,” imbuhnya.

    Cancian memperingatkan bahwa pemerintahan Trump memiliki lebih banyak bentuk bantuan ke Ukraina yang juga dapat dihentikan, termasuk informasi intelijen dan pelatihan pasukan Ukraina. “Mungkin ada jalan keluar dari ini, tapi itu akan sangat memalukan bagi Zelensky,” kata Cancian.

    Menurut Kiel Institute, hampir setengah dari 103 miliar poundsterling dukungan militer yang dikirim ke Ukraina oleh sekutunya berasal dari AS. Angkanya sedikit lebih dari 51 miliar poundsterling. Adapun senjata yang paling signifikan dan canggih dari AS ke Ukraina antara lain meliputi:

    – Tiga baterai pertahanan udara Patriot dan amunisi. Sistem canggih bernilai jutaan dolar ini sangat penting untuk melindungi langit Ukraina dari serangan rudal Rusia.

    – Ratusan sistem rudal taktis jarak jauh (ATACMS). Ukraina telah menggunakan rudal ini, yang memiliki jangkauan ratusan kilometer, untuk menyerang target jauh di dalam Rusia.

    – Lebih dari 40 sistem roket artileri mobilitas tinggi (Himars) dan amunisi. Sistem-sistem ini terbukti penting dalam pertempuran di garis depan.

    – 31 tank Abrams dan 45 tank T-72B

    – Jutaan butir artileri, amunisi, dan granat

    – Ratusan ribu sistem antitank yang sangat penting di awal perang bagi Ukraina untuk menangkis serangan Rusia dalam waktu singkat.

    – Ratusan pengangkut personel lapis baja dan kendaraan tempur infanteri, ditambah ribuan kendaraan tambahan.

    – 20 helikopter Mi-17

    – Lebih dari 100 kapal patroli pesisir dan sungai serta rudal antikapal

    (fyk/rns)

  • Di forum Tokyo Conference, SBY dorong penguatan multilateralisme

    Di forum Tokyo Conference, SBY dorong penguatan multilateralisme

    Jakarta (ANTARA) – Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti krisis kepemimpinan global dan mendorong penguatan multilateralisme, saat berbicara dalam forum Tokyo Conference 2025 yang digelar di Tokyo, Jepang, pada Selasa.

    SBY, sebagaimana keterangan diterima di Jakarta, menekankan dalam pidato kuncinya bahwa kerja sama internasional diperlukan untuk mengatasi konflik global, perubahan iklim, dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

    “Kita hidup di dunia yang penuh gejolak, di mana kepercayaan terhadap tatanan berbasis aturan semakin goyah,” kata SBY.

    SBY menyoroti berbagai konflik yang masih berlangsung, seperti di Ukraina, Gaza, Kongo, Sudan, dan Myanmar.

    Menurut dia, kondisi itu membuktikan bahwa dunia belum sepenuhnya mencapai perdamaian yang diharapkan sejak berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1945.

    Selain itu, SBY juga mengkritisi mundurnya beberapa negara besar dari komitmen multilateral, seperti Amerika Serikat yang menarik diri dari Perjanjian Iklim Paris dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    “Ketika satu negara menarik diri, harus ada negara lain yang siap melangkah maju … Dunia sangat membutuhkan kepemimpinan yang berani, berwawasan luas, dan mampu menawarkan solusi, bukan malah memperburuk keadaan,” ucap SBY.

    Guna memperkuat multilateralisme, SBY mengusulkan beberapa langkah, di antaranya mereformasi Dewan Keamanan PBB dengan membatasi hak veto negara-negara anggotanya, meningkatkan operasi perdamaian, serta menjamin pendanaan yang stabil bagi PBB agar tidak mudah dipolitisasi.

    Di sisi lain, dia menekankan pentingnya kepemimpinan kolektif dalam berbagai isu global. Sebab, menurut dia, tidak ada satu negara pun yang mampu menghadapi tantangan global sendirian.

    Dicontohkan SBY, Indonesia bisa memimpin dalam perlindungan hutan, Jepang dalam teknologi iklim, Uni Eropa dalam pendanaan karbon, dan China dalam pengembangan kendaraan listrik.

    Lebih lanjut SBY menutup pidatonya dengan mengajak negara-negara dunia kembali pada semangat kerja sama, kemitraan, dan kolaborasi.

    “Jika kita ingin menghindari bencana iklim, mencegah perang dunia, dan mengurangi penderitaan manusia, tidak ada jalan lain selain bekerja sama … Seperti kata pepatah Afrika, jika ingin pergi cepat, pergilah sendiri, tetapi jika ingin pergi jauh, pergilah bersama,” tutur SBY.

    Tokyo Conference diselenggarakan oleh Genron NPO, sebuah lembaga pemikir independen nirlaba yang berbasis di Jepang. Konferensi tersebut juga menghadirkan secara daring Sekretaris Jenderal PBB António Guterres dan mantan Perdana Menteri Selandia Baru Helen Clark.

    Tokyo Conference pada tahun ini berfokus menyoroti kerja sama internasional dan pemulihan perdamaian dalam rangka memperingati 80 tahun berdirinya PBB. Melalui forum itu, diingatkan kembali bahwa demokrasi, kepemimpinan visioner, dan kerja sama internasional tetap menjadi kunci dalam menjaga perdamaian dan kemakmuran bersama di tengah ketidakpastian global.

    aca juga: Kontribusi dalam misi perdamaian PBB cara RI jadi “penyeimbang” global

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Sosok 7 Pakar Rudal Senior Rusia yang Terbang Misterius ke Iran di Tengah Memanasnya Timteng – Halaman all

    Sosok 7 Pakar Rudal Senior Rusia yang Terbang Misterius ke Iran di Tengah Memanasnya Timteng – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sejumlah pakar rudal senior Rusia tercatat berkunjung ke Iran selama setahun belakangan.

    Berdasarkan data perjalanan, Reuters memberitakan ada tujuh pakar rudal yang pergi dari Moskow ke Teheran lewat dua penerbangan tanggal 24 April dan 17 September tahun kemarin.

    Enam dari tujuh insinyur itu menggunakan paspor yang digunakan untuk keperluan resmi negara.

    Kantor berita asal Inggris itu tidak bisa mengetahui dengan pasti apa yang dilakukan ketujuh pakar tersebut di Iran. Tujuan mereka masih misterius.

    Seorang pejabat tinggi Kementerian Pertahanan Iran mengatakan para pakar rudal Rusia sudah berkunjung beberapa kali ke tempat produksi rudal Iran tahun lalu.

    Beberapa kunjungan dilakukan pada bulan September 2024. Pejabat Iran itu meminta identitasnya dirahasiakan.

    Sementara itu, seorang pejabat pertahanan Barat mengatakan ada sejumlah pakar rudal Rusia yang berkunjung ke pangkalan rudal Iran pada bulan yang sama. Pangkalan itu berada sekitar 15 km dari Pelabuhan Amirabad.

    RUDAL RUSIA – Foto yang diambil dari laman Kementerian Pertahanan Rusia tanggal 4 Maret 2025 memperlihatkan sebuah rudal Rusia ditembakkan tahun 2024.

    Tujuh pakar Rusia itu memiliki latar belakang militer senior. Berdasarkan informasi dari database Rusia, dua orang berpangkat kolonel dan dua orang berpangkat letnan kolonel.

    Dua orang adalah pakar sistem pertahanan rudal. Tiga orang memiliki spesialisasi bidang artileri dan roket. Satu orang memiliki latar belakang pengembangan senjata canggih. Adapun yang lainnya masih bekerja dalam bidang pengujian rudal.

    Penerbangan mereka ke Iran terjadi ketika Iran sedang terlibat perseteruan sengit dengan Israel. Kedua belah pihak saling melancarkan serangan secara langsung pada bulan April dan Oktober 2024.

    Reuters menghubungi ketujuh pakar Rusia itu. Lima di antaranya membantah telah pergi ke Iran dan bekerja untuk militer.

    Kementerian Pertahanan dan Luar Negeri Iran memilih bungkam. Kementerian Luar Negeri Rusia juga menolak buka suara mengenai hal itu.

    Rusia dan Iran telah mempererat kerja sama pertahanan. Pada bulan Januari kemarin kedua negara itu menandatangani perjanjian militer di Moskow.

    Adanya perjanjian dengan Iran itu membuat Rusia bisa mengerahkan banyak drone Shahed rancangan Iran ke medan tempur di Ukraina.

    Identitas pakar rudal

    Kelompok peretas bernama Hooshyaran-e Vatan mengungkapkan informasi tentang kunjungan para pakar rudal Rusia.

    Hooshyaran-e Vatan mengatakan ketujuh orang di atas pergi ke Iran dengan status VIP.

    Reuters berusaha mencocokkan informasi dari kelompok peretas itu dengan data penumpang untuk penerbangan pada bulan September. Data itu disediakan oleh narasumber yang memiliki akses terhadap database Rusia.

    Dua di antara pakar itu adalah Denis Kalko (48) dan Vadim Malov (46) yang memesan kursi pesawat dalam penerbangan bulan April.

    Kalko bekerja di Akademi Pertahanan Antipesawat Militer, Kementerian Pertahanan Rusia. Adapun Malov bekerja di satuan militer yang melatih pasukan rudal antipesawat.

    Andrei Gusev (45), Alexander Antonov (43), dan Marat Khusainov (54) juga memesan kursi dalam penerbangan bulan April.

    Gusev adalah letkol yang bekerja sebagai Wakil Kepala Fakultas Roket Umum dan Amunisi Artileri di Institut Teknik Artileri Penza.

    Antonov bekerja di Direktorat Roket dan Artileri Utama di Kementerian Pertahanan. Khusainov adalah seorang kolonel yang bekerja di area uji coba rudal di Kapustin Yar.

    Adapun dua pakar yang terbang ke Iran pada bulan September adalah Sergei Yurchenko (46) dan Oleg Fedosov (46).

    Yurchenko bekerja di Direktorat Roket dan Artileri, sedangkan Fedosov bekerja di Direktorat Riset Antarlayanan dan Proyek Khusus.

    (*)

  • AS Setop Bantuan Militer ke Ukraina, Rusia: Terbaik untuk Perdamaian

    AS Setop Bantuan Militer ke Ukraina, Rusia: Terbaik untuk Perdamaian

    Moskow

    Kremlin atau istana kepresidenan Rusia mengomentari langkah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menghentikan bantuan militer untuk Ukraina. Kremlin menyebut langkah Washington itu menjadi kontribusi terbaik bagi perdamaian.

    Namun ditegaskan oleh Kremlin bahwa Rusia perlu mengklarifikasi rincian langkah Trump tersebut.

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, seperti dilansir Reuters, Selasa (4/2/2024), terkesan berhati-hati terhadap laporan penghentian bantuan AS untuk Ukraina tersebut. Dia mengatakan detail soal langkah terbaru AS itu perlu diperhatikan.

    Langkah penangguhan bantuan militer Washington untuk Kyiv itu diungkapkan oleh seorang pejabat Gedung Putih yang enggan disebut namanya, seperti dilansir Reuters. Gedung Putih, atau Trump sendiri, belum memberikan pernyataan resmi soal hal tersebut.

    “Jika ini benar, maka ini adalah keputusan yang benar-benar dapat mendorong rezim Kyiv untuk melakukan proses perdamaian,” sebut Peskov dalam pernyataannya.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    adSlot.innerHTML = “;

    console.log(“🔍 Checking googletag:”, typeof googletag !== “undefined” ? “✅ Defined” : “❌ Undefined”);

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    console.log(“✅ Googletag ready. Displaying ad…”);
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    console.log(“⚠️ Googletag not loaded. Loading GPT script…”);
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    console.log(“✅ GPT script loaded!”);
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’).addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;

    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”; // Clear previous ad content
    ads[currentAdIndex](); // Load the appropriate ad

    console.log(“🔄 Ad refreshed:”, currentAdIndex === 0 ? “Creative B” : “Creative A”);
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function(entries) {
    entries.forEach(function(entry) {
    if (entry.isIntersecting) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    console.log(“👀 Iklan mulai terlihat, menunggu 30 detik…”);

    setTimeout(function () {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    console.log(“✅ Iklan terlihat 30 detik! Memulai refresh…”);
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    }
    }, viewTimeThreshold);
    }
    } else {
    console.log(“❌ Iklan keluar dari layar, reset timer.”);
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.5 });

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (adSlot) {
    ads[currentAdIndex](); // Load the first ad
    observer.observe(adSlot);
    }
    });

    “Jelas bahwa Amerika Serikat sejauh ini merupakan pemasok utama perang ini. Jika Amerika Serikat berhenti (menjadi pemasok senjata) atau menangguhkan pasokan ini, mungkin hal ini akan menjadi kontribusi terbaik bagi perdamaian,” tegasnya.

    Trump memerintahkan penghentian pengiriman bantuan militer ke Ukraina menyusul cekcok dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Gedung Putih pekan lalu. Langkah ini memperdalam perpecahan yang telah terjadi di antara kedua negara yang pernah bersekutu tersebut.

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Trump, yang berbicara via telepon dengan Presiden Vladimir Putin pada 12 Februari lalu, mengatakan dirinya ingin dikenang sebagai “pembuat perdamaian”. Dia mengubah kebijakan AS terhadap Ukraina dengan membuka pembicaraan bilateral dengan Moskow dalam upaya mencapai resolusi konflik.

    Trump juga menilai perang yang berkecamuk di Ukraina, selama tiga tahun terakhir, berisiko memicu Perang Dunia III. Dia bahkan menyebut Kyiv tidak memiliki pilihan lainnya selain berdamai.

    Peskov mengatakan Rusia menyambut baik pernyataan Trump soal keinginannya untuk perdamaian di Ukraina.

    “Kam mendengar pernyataannya tentang keinginannya untuk membawa perdamaian ke Ukraina, dan hal ini disambut baik. Kami melihat hal-hal tertentu dan menerima informasi tertentu mengenai usulan tindakan ke arah ini. Hal ini juga disambut baik. Namun kami akan terus melihat bagaimana situasi berkembang dalam kenyataannya,” ujarnya.

  • Trump Marah Zelensky Bilang Perdamaian Ukraina-Rusia Masih Sangat Jauh

    Trump Marah Zelensky Bilang Perdamaian Ukraina-Rusia Masih Sangat Jauh

    Washington DC

    Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Ukraina semakin menjadi. Presiden Donald Trump marah mendengar Presiden Volodymyr Zelensky mengatakan perdamaian antara Kyiv dan Rusia masih “sangat jauh”. Trump menuding Zelensky menghalangi perdamaian.

    Trump dalam postingan media sosial, seperti dilansir The Guardian dan Associated Press, Selasa (4/3/2025), menyertakan tautan berita soal komentar Zelensky yang menyebut perdamaian “sangat, sangat jauh”.

    “Ini adalah pernyataan terburuk yang bisa disampaikan oleh Zelensky, dan Amerika tidak akan tahan lebih lama lagi dengan pernyataan itu!” tegas Trump dalam komentarnya pada Senin (3/3) waktu setempat.

    “Itulah yang saya katakan, orang ini tidak menginginkan ada perdamaian selama dia mendapat dukungan Amerika, dan Eropa, dalam pertemuan dengan Zelensky, menyatakan dengan tegas bahwa mereka tidak dapat melakukan pekerjaan ini tanpa AS,” ucapnya.

    “Mungkin bukan pernyataan bagus yang disampaikan untuk menunjukkan kekuatan melawan Rusia. Apa yang mereka pikiran?” tanya Trump.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    adSlot.innerHTML = “;

    console.log(“🔍 Checking googletag:”, typeof googletag !== “undefined” ? “✅ Defined” : “❌ Undefined”);

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    console.log(“✅ Googletag ready. Displaying ad…”);
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    console.log(“⚠️ Googletag not loaded. Loading GPT script…”);
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    console.log(“✅ GPT script loaded!”);
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’).addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;

    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”; // Clear previous ad content
    ads[currentAdIndex](); // Load the appropriate ad

    console.log(“🔄 Ad refreshed:”, currentAdIndex === 0 ? “Creative B” : “Creative A”);
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function(entries) {
    entries.forEach(function(entry) {
    if (entry.isIntersecting) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    console.log(“👀 Iklan mulai terlihat, menunggu 30 detik…”);

    setTimeout(function () {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    console.log(“✅ Iklan terlihat 30 detik! Memulai refresh…”);
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    }
    }, viewTimeThreshold);
    }
    } else {
    console.log(“❌ Iklan keluar dari layar, reset timer.”);
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.5 });

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (adSlot) {
    ads[currentAdIndex](); // Load the first ad
    observer.observe(adSlot);
    }
    });

    Gedung Putih menginginkan Zelensky menunjukkan lebih banyak keterbukaan terhadap konsesi potensial untuk mengakhiri pertempuran. Namun Zelensky menolak gagasan tersebut sambil mendesak jaminan keamanan dari AS dalam pertemuan di Gedung Putih pada Jumat (28/2) lalu yang berakhir cekcok.

    Dalam pernyataan lanjutan, Trump menyebut Zelensky “tidak akan bertahan lama” kecuali dia menyerah pada tekanan dan membuat kesepakatan sesuai dengan persyaratan yang diajukan AS.

    “Seharusnya tidak terlalu sulit untuk membuat kesepakatan. Hal ini bisa dilakukan dengan sangat cepat,” kata Trump kepada wartawan, merujuk pada gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina.

    “Sekarang, mungkin seseorang tidak ingin membuat kesepakatan, dan jika seseorang tidak ingin membuat kesepakatan, saya pikir orang tersebut tidak akan bertahan lama,” sebutnya merujuk pada Zelensky.

    Zelensky Bilang Perdamaian dengan Rusia Sangat Jauh

    Komentar Zelensky yang memancing kemarahan Trump disampaikan ketika dia ditanya soal inisiatif Eropa untuk mengakhiri peran Ukraina-Rusia. Prancis sebelumnya menawarkan gencatan senjata parsial selama satu bulan antara Ukraina dan Rusia, dalam upaya menghentikan pertempuran.

    Zelensky meyakini perdamaian dengan Rusia masih jauh. “Kita berbicara soal langkah pertama hari ini, dan oleh karena itu, sampai langkah tersebut ada di atas kertas, saya tidak ingin membicarakannya secara detail,” katanya.

    “Kesepakatan untuk mengakhiri perang masih sangat, sangat jauh, dan belum ada yang memulai semua langkah ini. Perdamaian yang kita ramalkan di masa depan haruslah adil, jujur, dan yang terpenting berkelanjutan,” ujar Zelensky.

    Pernyataan ini menyusul adu mulut di Ruang Oval ketika Trump menuduh Zelensky “bertaruh dengan Perang Dunia III” dan memberitahunya untuk kembali ketika “dia siap untuk perdamaian”.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Ukraina Selidiki Serangan Mematikan Rusia di Kamp Militer

    Ukraina Selidiki Serangan Mematikan Rusia di Kamp Militer

    JAKARTA – Ukraina menyebut serangan rudal Rusia terhadap tempat pelatihan militer pada akhir pekan menyebabkan kematian dan cedera. Ukraina memastikan penyelidikan kriminal sedang dilakukan atas kemungkinan kelalaiannya.

    Kementerian Pertahanan Rusia membagikan video yang disebut serangan rudal balistik Iskander-M di kamp di wilayah Dnipropetrovsk pada Sabtu, 1 Maret akhir pekan lalu.

    Rusia mengatakan serangan tersebut menimbulkan banyak korban.

    Sementara Oleksandr Syrskyi, panglima militer Ukraina, mengatakan melalui Telegram, Rusia menyerang dengan bom tandan tetapi tidak mengungkapkan rincian korban.

    Badan penegak hukum Ukraina mengatakan pihaknya telah membuka penyelidikan kriminal atas kemungkinan kelalaian atas serangan tersebut, tanpa memberikan rincian kesalahan apa yang mungkin terjadi.

    “Kami menyaksikan keputusan-keputusan yang tidak tepat waktu dan pembelajaran yang tidak diambil,” kata komandan pasukan darat Ukraina Mykhailo Drapatyi melalui Telegram dilansir Reuters, Senin, 3 Maret.

    Otoritas Ukraina mengatakan mereka yang bertanggung jawab akan ditemukan.

    “Tidak ada yang akan bersembunyi di balik penjelasan atau laporan resmi,” sambungnya.

    Syrskyi mengatakan seorang kepala pusat pelatihan dan seorang komandan unit militer diberhentikan dari tugasnya, dan pemeriksaan diperintahkan untuk menerapkan larangan pertemuan di luar.

    Selama tiga tahun invasi skala penuh Rusia, pasukan Moskow menimbulkan korban beberapa kali dalam serangan terhadap lembaga pendidikan militer Ukraina dan berbagai pertemuan formal di luar ruangan.