Negara: Ukraina

  • Ukraina Bagi-Bagi 100 Kaus Bertuliskan Quote Zelensky dari Pertemuannya dengan Trump, Khusus Donatur – Halaman all

    Ukraina Bagi-Bagi 100 Kaus Bertuliskan Quote Zelensky dari Pertemuannya dengan Trump, Khusus Donatur – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Ukraina meluncurkan penggalangan dana dengan memanfaatkan debat panas antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dengan Presiden AS Donald Trump, dilansir The Hill.

    Jumat (28/2/2025) lalu, Zelensky diundang ke Ruang Oval Gedung Putih untuk membahas berbagai masalah keamanan dengan Trump dan juga wakilnya, JD Vance.

    Namun pertemuan itu berakhir kacau karena ketidakpuasan Zelensky terhadap sikap Trump yang dinilai lunak terhadap Rusia.

    Zelensky diusir dari pertemuan tersebut dan konferensi pers bersama yang diagendakan setelah itu, dibatalkan.

    Namun, terdapat momen-momen viral dari pertemuan itu.

    Salah satunya, saat Zelensky ditegur karena tidak menggunakan jas.

    Zelensky memang selalu mengenakan pakaian bertema militer sejak Rusia menginvasi negaranya tiga tahun lalu.

    United24, sebuah platform yang disponsori negara Ukraina yang menggalang dana di tengah perang yang sedang berlangsung, mengundi 100 kaos bertuliskan tanggapan Zelensky atas teguran tersebut.

    ““I’ll wear a costume when the war is over,” yang artinya, “Saya akan mengenakan kostum saat perang berakhir.”

    Dalam bahasa Ukraina, kata “kostum” digunakan sebagai istilah terjemahan untuk jas.

    Undian ini terbuka bagi mereka yang berdonasi $24 atau lebih untuk upaya pertahanan Kyiv.

    Deskripsi dalam United24 tertulis:

    “Kami akan mengundi 100 kaos di antara mereka yang menyumbangkan $24 atau lebih untuk kendaraan evakuasi medis lapis baja guna membantu menyelamatkan para pembela Ukraina di garis depan.”

    “Kaus ini menekankan kata-kata Presiden kita — sebuah pengingat bahwa ada waktu dan tempat untuk segalanya.”

    “Akan ada saatnya kita semua bisa mengenakan jas.”

    “Sekarang, saatnya untuk membantu Ukraina mengakhiri perang ini.”

    “Anda memiliki semua kartu untuk mendukung Ukraina — sekarang saatnya untuk memainkannya.”

    “Donasikan untuk membantu Ukraina mengakhiri perang ini dan menangkan sesuatu untuk dikenakan alih-alih jas.”

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Kenapa Trump Musuhi Eropa dan Sekutu Lama?

    Kenapa Trump Musuhi Eropa dan Sekutu Lama?

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat secara terang-terangan melecehkan sekutu lama di Eropa dan Ukraina, ketika pada saat yang sama melunak kepada Rusia. Skenario yang terasa mustahil di masa lalu itu kini menjadi tontonan siaran langsung di bawah pemerintahan Donald Trump di Gedung Putih.

    Lantas, mau dibawa ke mana arah kebijakan luar negeri AS di masa depan?

    Amerika Serikat sejatinya telah berjanji melindungi Ukraina, sejak Kyiv mengembalikan senjata nuklir kepada Rusia pada Desember tiga puluh tahun silam, dengan janji mendapat jaminan keamanan dari Moskow dan Washington.

    Pun sejak invasi Rusia tahun 2021, AS menjadi pemasok terbesar perlengkapan perang bagi Ukraina. Namun usai percekcokan terbuka antara Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenksyy di Gedung Putih, Jumat (28/2) silam, AS menghentikan semua pengiriman senjata ke sekutu dekatnya itu.

    Sikap Trump mengingkari perjanjian lama dan solidaritas transatlantik sebabnya diyakini dapat menggeser keseimbangan geopolitik global. Bagi Eropa dan Ukraina, ketidakpastian ini menuntut kesiapan untuk menghadapi kemungkinan bahwa Washington tak lagi bisa diandalkan sebagai sekutu utama.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    adSlot.innerHTML = “;

    console.log(“🔍 Checking googletag:”, typeof googletag !== “undefined” ? “✅ Defined” : “❌ Undefined”);

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    console.log(“✅ Googletag ready. Displaying ad…”);
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    console.log(“⚠️ Googletag not loaded. Loading GPT script…”);
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    console.log(“✅ GPT script loaded!”);
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’).addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;

    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”; // Clear previous ad content
    ads[currentAdIndex](); // Load the appropriate ad

    console.log(“🔄 Ad refreshed:”, currentAdIndex === 0 ? “Creative B” : “Creative A”);
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function(entries) {
    entries.forEach(function(entry) {
    if (entry.isIntersecting) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    console.log(“👀 Iklan mulai terlihat, menunggu 30 detik…”);

    setTimeout(function () {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    console.log(“✅ Iklan terlihat 30 detik! Memulai refresh…”);
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    }
    }, viewTimeThreshold);
    }
    } else {
    console.log(“❌ Iklan keluar dari layar, reset timer.”);
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.5 });

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (adSlot) {
    ads[currentAdIndex](); // Load the first ad
    observer.observe(adSlot);
    }
    });

    Enam pekan masa jabatan Trump kian jelas mengindikaskan arah kebijakan diplomasi untuk empat tahun ke depan. Di bawah pemerintahannya, AS bersedia mengorbankan Ukraina demi mendekat kepada Rusia. Alih-alih melibatkan sekutu lama, Trump justru mengambil sikap permusuhan terhadap Eropa.

    “Uni Eropa diciptakan untuk mengacaukan AS,” kata Trump pada Rabu (26/2) lalu. Pada hari Jumat, dia dan wakilnya JD Vance mendamprat Volodymyr Zelensky dalam siaran langsung di televisi. Padahal, presiden Ukraina sebenarnya datang untuk menyegel perjanjian bahan mentah seperti yang diminta AS. Ketika Zelensky menuntut jaminan keamanan yang lebih solid, dia dianggap “tidak berterimakasih” dan “menghina rakyat AS” oleh Trump dan Vance.

    Trump akhiri aliansi Barat?

    Sejarawan Jerman Norbert Frei, yang mengepalai Pusat Jena untuk Sejarah Abad ke-20 di Universitas Jena, melihat ini sebagai akhir dari tatanan dunia setelah Perang Dunia Kedua dan titik balik sejarah dalam skala runtuhnya Uni Soviet.

    “Tujuannya jelas, yakni dominasi tiga serangkai global dengan Donald Trump, Xi Jinping, dan Vladimir Putin,” kata Frei di stasiun radio publik Deutschlandfunk. “Yang tidak mau diakui Trump sekarang adalah bahwa AS sebagai adidaya sedang merosot. Dan Trump sedang menyingkirkan satu-satunya sekutu sejati, yaitu Eropa. Dan Eropa ini sekarang benar-benar berdiri sendiri.”

    Sebab itu pula, Eropa melangsungkan konsultasi diplomatik untuk menemukan jawaban bersama, yang pertama di London, kemudian pada pertemuan puncak khusus Uni Eropa di Brussels. “Saya berharap mereka menyadari bahwa kita tengah menyaksikan perubahan arah yang jelas dalam politik dunia,” kata Mikhail Alexseev, ilmuwan politik di Universitas Negeri San Diego di California, menjelang diskusi tersebut.

    “Insiden di Ruang Oval bukan sekadar pertikaian antara dua pemimpin. Ini menandakan perubahan besar orientasi AS dari Eropa. Kita tidak bisa lagi menganggap remeh jaminan keamanan AS, tidak hanya untuk Ukraina tetapi mungkin juga untuk NATO,” kata Alexseev kepada DW.

    “Keretakan besar tidak dapat dikenali”

    Setahun yang lalu, Trump meminta Eropa untuk menginvestasikan hingga lima persen anggaran belanja nasional untuk pertahanan di masa depan.

    Laura von Daniels, kepala kelompok penelitian Amerika di Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan, SWP, di Berlin, juga menunjukkan ketidakpastian besar di bidang keamanan. Namun begitu, dia juga menepis dugaan keretakan besar dalam hubungan transatlantik.

    “Saya yakin ini akan menjadi situasi yang sulit, dan Trump siap merugikan kepentingan Uni Eropa. Baik dalam hal kebijakan keamanan maupun kebijakan ekonomi, misalnya dengan tarif hukuman. Namun, dia juga tidak berkepentingan untuk menceraikan Eropa dalam semalam.”

    Von Daniels menunjuk pada rencana kebijakan ekonomi Trump, dia mengincar Eropa sebagai pasar untuk menjual gas alam cair, LNG. Oleh karena itu, tekanan ekonomi kemungkinan akan terus meningkat. “Tarif baja dan aluminium akan diberlakukan pada 12 Maret,” kata von Daniels. Pada musim semi dan panas, Eropa harus menghadapi tarif lebih besar – misalnya pada mobil.

    Dengan langkah ini, Trump ingin menyeimbangkan neraca perdagangan antara UE dan AS. Menurut data AS, pada tahun 2024 AS telah membeli barang dan jasa dari Eropa senilai hampir satu triliun euro lebih banyak daripada sebaliknya.

    Secara keseluruhan, hubungan transatlantik cukup berguna bagi Trump, kata pakar SWP: “Pertanyaannya tentu saja dibenarkan apakah dia akan terus mengidentifikasikan diri sebagai aliansi Barat.”

    Gabriel: Trump Ingin Melemahkan Eropa

    Mantan Menteri Luar Negeri Jerman, Sigmar Gabriel, menilai pemerintahan AS di bawah Donald Trump tidak lagi menganggap Eropa sebagai mitra strategis. Dalam wawancara dengan harian Augsburger Allgemeine, Gabriel menuduh Trump tidak memahami atau menghargai Eropa.

    “Pandangan dunianya bertolak belakang dengan visi kerja sama internasional yang dianut Eropa. Saya yakin dia ingin melemahkan atau bahkan menghancurkan Eropa, karena kita sebenarnya cukup kuat jika bersatu dan itu mengganggunya,” ujar Gabriel.

    “Yalta 2.0”: Trump dan Putin Atur Ulang Dunia?

    Gabriel juga menyoroti rencana pembicaraan antara Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin mengenai kemungkinan mengakhiri perang di Ukraina. Dia membandingkan situasi ini dengan Konferensi Yalta 1945, ketika AS, Uni Soviet, dan Inggris membagi wilayah pengaruh di Eropa usai Perang Dunia II.

    “Trump membayangkan semacam ‘Yalta 2.0’, di mana para ‘pemimpin kuat’ dunia membagi wilayah kekuasaan mereka, sementara negara-negara kecil harus mencari cara untuk bertahan hidup,” katanya.

    Pengamat politik dari Yayasan Sains dan Politik, SWP, Laura von Daniels, juga menilai bahwa Trump melihat Ukraina sebagai penghalang utama dalam upayanya menjalin kesepakatan langsung dengan Putin. Insiden di Gedung Oval pada Jumat lalu, kata von Daniels, memiliki karakteristik yang mirip dengan kepemimpinan otoriter.

    Tanpa AS, Rusia Bisa Menang?

    Sementara itu, Institute for the Study of War di Washington memperingatkan bahwa penghentian bantuan AS untuk Ukraina dapat meningkatkan kemungkinan kemenangan Rusia. Jika ini terjadi, Putin bisa merasa semakin percaya diri untuk memperluas pengaruhnya ke negara-negara bekas Uni Soviet lainnya, termasuk anggota Uni Eropa dan NATO seperti Estonia, Latvia, dan Lituania.

    Di sisi lain, jika AS mundur dari konflik ini, dampaknya bisa lebih luas: Washington akan kehilangan pengaruh global, sementara Rusia semakin mengukuhkan dominasinya di kawasan.

    Artikel diadaptasi dari DW Bahasa Jerman

    Tonton juga Video Geramnya Trump Gegara Zelensky Bilang Perang Ukraina Bakal Panjang

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Verkhovna Rada Akui Peran Krusial AS Agar Perdamaian Ukraina-Rusia Tercapai – Halaman all

    Verkhovna Rada Akui Peran Krusial AS Agar Perdamaian Ukraina-Rusia Tercapai – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pada Senin (3/3/2025), Parlemen Ukraina, Verkhovna Rada, menyatakan Kyiv sangat bergantung pada dukungan Amerika Serikat (AS) dalam hal keamanan.

    Mereka juga memuji peran Presiden Donald Trump yang dianggap sangat penting dalam menciptakan upaya perdamaian untuk mengakhiri konflik dengan Rusia,  Reuters melaporkan.

    Parlemen Ukraina menegaskan rakyat Ukraina sangat mendambakan perdamaian lebih dari siapa pun di dunia.

    Mereka percaya bahwa usaha Presiden Trump dalam menjaga perdamaian akan sangat berpengaruh untuk mengakhiri permusuhan dengan cepat dan mencapai perdamaian, tidak hanya untuk Ukraina tetapi juga untuk Eropa dan dunia secara keseluruhan.

    Pernyataan ini disampaikan setelah pertemuan yang panas antara Presiden Trump dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, di Ruang Oval Gedung Putih pada Jumat (28/2/2025).

    Dalam pertemuan tersebut, Trump dan Wakil Presiden JD Vance beberapa kali mengkritik Zelensky.

    AS menuduhnya tidak menunjukkan rasa terima kasih atas bantuan militer dan ekonomi yang telah diberikan AS kepada Ukraina selama bertahun-tahun.

    Verkhovna Rada menyambut baik upaya Presiden Trump untuk memulai proses negosiasi demi mencapai perdamaian.

    Parlemen Ukraina juga mengungkapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada Trump, Kongres AS, serta rakyat Amerika atas dukungan yang kuat dan konsisten terhadap kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas teritorial Ukraina.

    Parlemen Ukraina menegaskan bahwa kemitraan strategis dengan AS sangat penting, terutama dalam eksplorasi sumber daya mineral kritis. 

    Trump, yang berorientasi bisnis, menyatakan secara terang-terangan jika Ukraina ingin bertahan, Zelensky harus segera membuat kesepakatan damai.

    Trump percaya bahwa kesepakatan itu bisa dicapai dengan cepat karena ia yakin bahwa Rusia dan rakyat Ukraina juga ingin perdamaian.

    Sementara itu, analisis menunjukkan bahwa langkah Trump selanjutnya terkait kesepakatan bisnis yang melibatkan Ukraina belum dapat diprediksi.

    Beberapa pengamat, seperti Anna Borshchevskaya dari Washington Institute for Near East Policy, mencatat bahwa Eropa kini meningkatkan upaya untuk menghalangi Rusia.

    Setelah pertemuan tersebut, Presiden Zelensky meninggalkan Gedung Putih dan terbang ke Eropa untuk bertemu dengan sekutunya di benua itu.

    Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menunjukkan dukungan Inggris terhadap Ukraina.

    Starmer mengumumkan bantuan senilai $2 miliar untuk rudal pertahanan udara dan menawarkan pasukan penjaga perdamaian.

    Pada hari yang sama, Zelensky menegaskan Ukraina memerlukan dukungan AS yang berkelanjutan untuk mencegah keberhasilan Rusia dan memastikan bahwa kegagalan Ukraina bukan hanya kegagalan negara-negara Eropa dan AS.

    Reaksi terhadap Upaya Perdamaian

    Di sisi lain, Juru Bicara Presiden Rusia, Dmitry Peskov, menanggapi dengan mengatakan bahwa upaya Washington dan kesiapan Moskow tidak akan cukup untuk mengakhiri perang, karena elemen penting masih hilang.

    China juga menyatakan dukungannya terhadap penyelesaian damai.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menegaskan mereka tidak terlibat dalam krisis Ukraina dan mendukung semua upaya yang mengarah pada penyelesaian masalah secara damai. 

    Di Washington, Gedung Putih mengonfirmasi sedang meninjau dan menunda bantuan untuk memastikan bahwa bantuan tersebut berkontribusi pada solusi perdamaian yang berkelanjutan.

    Trump juga mengisyaratkan bahwa ia akan memberikan pidato besar terkait Ukraina pada sidang gabungan Kongres pada Selasa malam (4/3/2025), VOA melaporkan.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Harga Minyak Anjlok ke Level Terendah, Harga BBM Bakal Turun? – Page 3

    Harga Minyak Anjlok ke Level Terendah, Harga BBM Bakal Turun? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak dunia turun ke posisi terendah dalam beberapa bulan pada hari Selasa (Rabu waktu Jakarta) setelah laporan mengenai rencana OPEC+ untuk melanjutkan peningkatan produksi pada bulan April. Sementara tekanan harga minyak lebih lanjut diterapkan oleh tarif AS terhadap Kanada, Meksiko, dan China serta tarif pembalasan Beijing.

    Harga minyak Brent berjangka ditutup 58 sen lebih rendah, atau 0,8%, pada USD 71,04 per barel. Harga terendah sesi ini adalah USD 69,75 per barel, terendah sejak September.

    Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 11 sen per barel atau 0,2%, menjadi USD 68,26. Harga acuan sebelumnya turun menjadi USD 66,77 per barel, terendah sejak November.

    “Tren penurunan harga minyak saat ini terutama disebabkan oleh keputusan OPEC+ untuk meningkatkan produksi dan penerapan tarif AS,” kata Ahli Strategi Komoditas Phillip Nova, Darren Lim.

    Ia mengatakan faktor lainnya adalah keputusan Presiden Donald Trump untuk menghentikan semua bantuan militer AS ke Ukraina setelah bentrokan di Ruang Oval dengan Presiden Volodymyr Zelenskiy minggu lalu.

    OPEC+, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, pada hari Senin memutuskan untuk melanjutkan rencana peningkatan produksi minyak pada bulan April sebesar 138.000 barel per hari, yang pertama sejak 2022.

    Langkah tersebut mengejutkan pasar, kata Bjarne Schieldrop, kepala analis komoditas di SEB.

    “Perubahan strategi OPEC terlihat seperti mereka lebih mengutamakan politik daripada harga. Politik tersebut kemungkinan terkait dengan upaya Donald Trump,” kata Schieldrop, merujuk pada seruan presiden AS untuk menurunkan harga minyak.

    Tarif AS  sebesar 25% pada impor dari Kanada dan Meksiko mulai berlaku pada pukul 12:01 dini hari EST (0501 GMT) pada hari Selasa, dengan tarif 10% pada energi Kanada, sementara tarif pada impor barang-barang Tiongkok dinaikkan menjadi 20% dari 10%.

    Para analis memperkirakan tarif akan mengekang aktivitas ekonomi dan permintaan energi, sehingga membebani harga minyak.

     

     

  • OJK Nilai Stabilitas Sektor Jasa Keuangan RI Tetap Terjaga

    OJK Nilai Stabilitas Sektor Jasa Keuangan RI Tetap Terjaga

    JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga meskipun menghadapi tantangan perekonomian global dan dinamika penting dalam perkembangan domestik.

    Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyampaikan pertumbuhan ekonomi global relatif stagnan dan inflasi di beberapa negara maju mulai menunjukkan tren penurunan. Namun volatilitas pasar tetap tinggi seiring ketidakpastian kebijakan ekonomi dan geopolitik yang terus berkembang.

    “Di Amerika Serikat, pertumbuhan ekonomi solid dengan aktivitas ekonomi didukung oleh konsumsi domestik. Inflasi berada di 3 persen pada Januari 2025 dan Core CPI atau Indeks Harga Konsumen naik ke 3,3 persen,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa, 4 Maret.

    Menurutnya hal ini menunjukkan bahwa tekanan harga di luar energi dan pangan masih cukup tinggi. Serta pasar tenaga kerja tetap kuat dan kebijakan moneter cenderung netral.

    Dari sisi geopolitik, Mahendra menyampaikan upaya penyelesaian konflik Ukraina belum menemukan titik terang sekalipun telah dilakukan berbagai pertemuan di tingkat internasional dan bahkan pertemuan terakhir antara Presiden Amerika Serikat dengan Presiden Ukraina terlihat jelas tidak mencapai kesepakatan.

    Selain itu, Mahendra mengatakan rencana penerapan tarif baru Amerika Serikat terhadap negara mitra dagang utamanya nampaknya semakin pasti akan diterapkan dan hal itu akan meningkatkan ketidakpastian perekonomian, utamanya perdagangan global.

    Dari sisi perekonomian nasional, Mahendra menyampaikan inflasi cukup terkendali dengan menunjukkan inflasi pada Januari sebesar 0,76 persen dan inflasi inti sebesar 2,26 persen hal ini menunjukkan permintaan domestik masih cukup baik.

    Meski demikian, Mahendra menyampaikan tetap perlu dicermati indikator permintaan domestik lainnya seperti berlanjutnya penurunan penjualan kendaraan baik motor dan mobil, penurunan penjualan semen serta perlambatan pertumbuhan harga dan penurunan volume penjualan rumah.

    Mahendra menyampaikan dari sisi Manufaktur pada Januari tahun 2025 ini naik ke level 51,9 persen dari sebelumnya 51,2 persen.

    “Kinerja eksternal tetap solid di tengah perlambatan ekonomi global terlihat pada surplus neraca perdagangan yang terus berlangsung dimana kinerja neraca perdagangan pada Januari 2025 menunjukkan surplus 3,45 miliar dolar AS atau tumbuh 71 persen year on year,” ujarnya.

  • Analis Militer Israel: Trump Pimpin Koalisi Preman, Netanyahu Potensial Dikadali – Halaman all

    Analis Militer Israel: Trump Pimpin Koalisi Preman, Netanyahu Potensial Dikadali – Halaman all

    Analis Militer Israel: Trump Pimpin Koalisi Preman, Netanyahu Potensial Dikadali
     
    TRIBUNNEWS.COM – Israel saat ini bisa jadi tengah dihinggapi euforia dan kepercayaan diri tinggi menghadapi berbagai front peperangan seiring dukungan penuh dari Amerika Serikat (AS).

    Namun, analis militer Israel, Nahum Barnea, mengingatkan, Israel, khususnya Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, potensial terperangkap oleh sosok yang sejauh ini dia sanjung-sanjung, Presiden AS, Donald Trump.

    Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di media Israel, Yedioth Ahronoth, Barnea menggambarkan Donald Trump sebagai pemimpin “koalisi preman” atau “aliansi penjahat”.

    Menurutnya, koalisi para preman ini terdiri dari Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Cina Xi Jinping.

    Barnea beralasan, ketiga sosok pemimpin negara kaya ini berupaya untuk, “Menggambar ulang lingkup pengaruh global menurut visi yang didasarkan pada kekuasaan dan ekspansi, jauh dari nilai-nilai demokrasi tradisional.”

    Sayangnya, kata Barnea, pemerintah Israel kini mendapati dirinya menjadi bagian dari aliansi ini.

    “Israel menjadi bagian dari koalisi preman ini karena diuntungkan oleh pendekatan yang dilakukan Trump dalam mengelola politik internasional, tetapi Barnea juga memperingatkan bahwa Israel mungkin dikhianati oleh perilaku Trump yang tidak menentu,” tulis Khaberni, mengulas analisis Barnea di Yedioth Ahronoth, dikutip Rabu (5/3/2025).

    ZELENSKY DIUSIR – Tangkapan layar YouTube The White House menunjukkan momen di mana Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden AS Donald Trump terlibat adu mulut di Ruang Oval Gedung Putih, Jumat (28/2/2025). Setelah terjadi adu mulut itu, Zelensky ‘diusir’ oleh Trump untuk segera meninggalkan Gedung Putih. (Tangkapan Layar YouTube The White House)

    Trump dan Aliansi Kekuasaan, Insiden Penghinaan Zelensky

    Barnea mengatakan kalau apa yang terjadi di Amerika Serikat sejak pemilu terakhir adalah “revolusi” yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam politik Amerika.

    Hal itu, kata dia, karena Trump sedang mengatur ulang prioritas, nilai-nilai, dan kebijakan, melewati aturan tradisional dalam hubungan dalam dan luar negeri.

    Trump yang mengusung tagline ‘Make America Great Again’, digambarkan menabrak semua aturan dan etika dalam pemerintahan baik di lingkup nasional maupun internasional.

    “Barnea menunjukkan, lembaga politik Amerika dan juga masyarakat internasional berada dalam keadaan terguncang karena pendekatan (pola dan cara) Trump yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata ulasan tersebut.

    Sang analis militer mengemukakan dua teori untuk menjelaskan perilaku presiden AS tersebut saat ini.

    “Sebagian percaya bahwa gerakannya (Trump) yang keras hanyalah taktik negosiasi untuk mendapatkan kesepakatan yang lebih baik, sementara yang lain percaya bahwa ia (Trump) sedang membawa Amerika dan dunia menuju bencana, dan mungkin menuju perang dunia ketiga,” kata Barnea dari ulasan tersebut.

    Barnea mencontohkan pertemuan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dengan Trump di Gedung Putih, yang dianggapnya sebagai penghinaan yang disengaja.

    Menurut CNN, ketika Trump menyambut Zelensky keluar dari mobilnya dengan mengenakan seragam militernya yang biasa presiden Ukraina itu kenakan, Trump dengan sinis berkomentar kepada wartawan, “Lihat dia, dia datang dengan menyamar.”

    “Tidak berhenti di situ, Zelensky pun ditanyai pertanyaan-pertanyaan yang mengejek tentang pakaiannya, kemudian ia dihina oleh Trump dan wakilnya, JD Vance, sebelum ia diusir dari Gedung Putih, dan tiba-tiba dikeluarkan dari jamuan makan siang yang dijadwalkan,” ulas Barnea.

    Berdasarkan dua teori yang diajukannya, analis militer itu mencoba menjelaskan konsekuensi dari posisi Trump terhadap Zelensky, dengan mengatakan, “Bagi sebagian orang, reaksi presiden Ukraina – yang dengan cepat mengeluarkan pernyataan menyanjung Trump dan menyusun rencana gencatan senjata baru – merupakan bukti bahwa semua itu hanyalah taktik negosiasi.”

    “Namun bagi yang lain, episode itu merupakan tanda jelas bahwa Trump mengkhianati sekutu tradisionalnya, yang menimbulkan kekhawatiran di Eropa dan kegembiraan di Moskow,” kata Barnea.

    Selama ini, AS dan Eropa, khususnya NATO, dianggap sebagai sebuah kesatuan yang tidak terpisahkan, hal yang kini penuh keraguan atas metode yang dilakukan Trump dalam memimpin AS.

    Guna memperjelas betapa hipokritnya AS di bawah kepemimpinan Trump saat ini, Barnea menunjukkan kalau miliarder Elon Musk -sosok pendukung utama Trump- mengunggah sebuah tweet yang menyerukan pembubaran NATO, dengan bertanya, “Ketika Amerika dan Rusia sepakat, siapa yang butuh NATO?”

    Barnea yakin bahwa cara Trump memperlakukan Zelensky menyampaikan pesan yang jelas kepada sekutu Washington, bahwa: “Dukungan Amerika tidak terjamin, dan bisa menguap kapan saja.”

    Barnea menjelaskan bahwa perilaku ini tidak dapat dipisahkan dari pendekatan Trump dalam mengelola kebijakan luar negeri AS.

    “Karena ia (Trump) berupaya memaksakan dirinya sebagai poros utama dalam menentukan masa depan aliansi internasional,” kata Barnea.

    PASUKAN ISRAEL – Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English pada Selasa (18/2/2025) menunjukkan pasukan israel berada di pos di Lebanon Selatan pada 15 Februari 2025. Juru bicara militer Israel, Letnan Kolonel Nadav Shoshani pada hari Senin (17/2/2025) mengatakan bahwa pihaknya tidak akan menarik pasukan dari 5 pos di Lebanon Selatan. (Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English)

    Israel Bagian dari “Koalisi Preman”

    Barnea mengadopsi teori kalau Trump berusaha membentuk “koalisi preman’ yang mencakup Amerika Serikat, Rusia, dan Cina, di mana negara-negara adidaya tersebut membagi wilayah pengaruh di dunia menurut persamaan kekuatan dan bukan hukum internasional.

    Menurut visi ini, menurut Barnea, “Putin akan mendapatkan Ukraina dan mungkin negara-negara Baltik, presiden Tiongkok akan menginvasi Taiwan, sementara Trump mungkin berusaha menguasai Greenland.”

    Ia juga meramalkan kalau Uni Eropa “akan menyusut atau runtuh, dan partai-partai sayap kanan akan mengambil alih Eropa, sehingga memudahkan Trump dan Putin untuk berbagi kendali atasnya, sebuah skenario yang menakutkan bagi negara-negara seperti Jerman dan Prancis yang masih berpegang teguh pada prinsip-prinsip tradisional Uni Eropa.”

    Barnea yakin kalau Israel dapat dengan mudah berintegrasi ke dalam “dunia baru” ini, dengan mengatakan, “Trump menghormati kekuasaan (kekuatan), yang saat ini berada di tangan Israel, dan menghormati kendali atas wilayah, yang juga dikuasainya. Ia juga membenci nilai-nilai demokrasi tradisional, hak asasi manusia, dan keadilan, yang juga telah menjadi bagian dari pendekatan pemerintah Israel.”

    Analis militer ini menegaskan bahwa pemerintah Israel bertindak saat ini dengan keberanian yang belum pernah terjadi sebelumnya, melewati batas merah yang berlaku pada masa jabatan presiden Amerika sebelumnya, baik dari Partai Republik maupun Demokrat.

    Analisis Barnea tersebut mengindikasikan kalau pemerintah Benjamin Netanyahu saat ini sedang mengeksploitasi dukungan tanpa syarat dari pemerintahan Trump pada tahap ini untuk memaksakan fakta di lapangan, yaitu sebagai berikut:

    Pelanggaran perjanjian yang disepakati Israel dalam kerangka kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas.
    Memelihara lokasi militer dan keberadaan pasukan IDF di dalam wilayah Suriah dan secara terbuka menyatakan kalau pasukan Israel akan tetap berada di sana selamanya.
    Israel mengancam akan campur tangan dalam konflik antara rezim Suriah dan komunitas Druze di Jaramana, meskipun kedua pihak menolak intervensi Israel.
    Mempertahankan posisi militer di Lebanon meskipun ada perjanjian gencatan senjata.
    Ribuan warga Palestina diusir dari kamp-kamp pengungsi di Tepi Barat, termasuk wilayah dalam “Area A” Otoritas Palestina.
    Mencegah masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza.
    Meninggalkan tahap kedua negosiasi kesepakatan pertukaran tahanan, yang menghasilkan pembebasan 59 tahanan, baik yang hidup maupun yang telah meninggal.

    Harus digarisbawahi, rentetan hal-hal di atas berisiko besar terhadap situasi perang menyeluruh di kawasan.

    Israel yang saat ini terlena dalam buaian AS dengan dukungan penuhnya, bisa jadi terjebak dalam pusaran konflik yang kesemuanya menjadikannya sebagai ‘target bersama’ alias common enemy.

    NETANYAHU DAN TRUMP – Foto ini diambil pada Senin (10/2/2025) dari publikasi resmi YouTube The White House pada Jumat (7/2/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) dan sekutunya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan), berbicara kepada wartawan di Gedung Putih. (YouTube The White House)

    Dukungan yang Tidak Pasti

    Meskipun pendekatan Trump ini tampaknya bermanfaat bagi Israel dalam jangka pendek, Barnea memperingatkan kalau “dukungan yang diberikan Trump sama sekali tidak terjamin,” dengan mencatat bahwa “Zelensky mengira ia mendapat dukungan Trump, tetapi ia menemukan bahwa dukungan ini dapat berubah menjadi penghinaan yang tiba-tiba.”

    Ia menambahkan, “Netanyahu mengikuti apa yang terjadi pada presiden Ukraina, dan mungkin ia merasa khawatir bahwa situasi tersebut dapat terjadi lagi kepadanya kapan saja, dan oleh karena itu ia bergegas untuk memaksakan lebih banyak fakta di lapangan di Gaza, Tepi Barat, Suriah, dan Lebanon untuk mengantisipasi perubahan mendadak posisi Trump.”

    Barnea bertanya-tanya tentang risiko yang dihadapi Israel dengan menggambarkan, “Apakah Israel telah menaruh semua telurnya dalam satu keranjang dengan bertaruh sepenuhnya pada Trump?”

    Dalam situasi perjudian itu, Barnea memperingatkan Israel bahwa setiap perubahan mendadak dalam suasana politik AS dan Trump dapat membuat Tel Aviv menghadapi dilema yang tak terduga.

    Barnea menegaskan kalau “tidak adanya kesamaan nilai di antara para ‘teman’ membuat pengkhianatan menjadi masalah waktu,” seraya menekankan kalau “Netanyahu sangat menyadari kalau suasana hati sahabat karibnya (Trump) dapat berubah setiap saat, yang mendorongnya untuk mempercepat langkah-langkah pencegahannya sebelum terlambat.”

    Barnea juga menekankan kalau sejarah telah membuktikan kalau aliansi yang didasarkan pada kepentingan jangka pendek sering kali runtuh pada ujian serius pertama.

    Dia memperingatkan, “Israel tidak tahu seperti apa suasana hati sahabat terbesarnya (AS) besok.”

     

    (oln/YA/khbrn/*)

     

  • Bantuan Militer AS untuk Ukraina Disetop Trump

    Bantuan Militer AS untuk Ukraina Disetop Trump

    Jakarta

    Bantuan militer Amerika Serikat (AS) untuk Ukraina dihentikan Presiden AS Donald Trump. Penghentian dilakukan Trump karena tengah fokus perdamaian perang antara Ukraina dan Rusia.

    Dirangkum detikcom seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Selasa (4/3/2025) Donald Trump memerintahkan penghentian sementara pengiriman bantuan militer ke Ukraina. Trump menegaskan dirinya kini fokus pada perdamaian untuk perang antara Ukraina dan Rusia.

    Seorang pejabat Gedung Putih yang enggan disebut namanya mengatakan bahwa pemerintahan Trump menangguhkan bantuan militer untuk Ukraina di masa depan.

    “Kami menghentikan sejenak dan meninjau bantuan kami untuk memastikan bahwa bantuan itu berkontribusi terhadap solusi,” kata pejabat Gedung Putih tersebut.

    Keputusan ini diambil setelah rapat digelar antara para penasihat keamanan nasional utama Trump di Gedung Putih. Keputusan ini menyusul cekcok yang terjadi antara Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Ruang Oval Gedung Putih beberapa hari lalu.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    adSlot.innerHTML = “;

    console.log(“🔍 Checking googletag:”, typeof googletag !== “undefined” ? “✅ Defined” : “❌ Undefined”);

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    console.log(“✅ Googletag ready. Displaying ad…”);
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    console.log(“⚠️ Googletag not loaded. Loading GPT script…”);
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    console.log(“✅ GPT script loaded!”);
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’).addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;

    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”; // Clear previous ad content
    ads[currentAdIndex](); // Load the appropriate ad

    console.log(“🔄 Ad refreshed:”, currentAdIndex === 0 ? “Creative B” : “Creative A”);
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function(entries) {
    entries.forEach(function(entry) {
    if (entry.isIntersecting) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    console.log(“👀 Iklan mulai terlihat, menunggu 30 detik…”);

    setTimeout(function () {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    console.log(“✅ Iklan terlihat 30 detik! Memulai refresh…”);
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    }
    }, viewTimeThreshold);
    }
    } else {
    console.log(“❌ Iklan keluar dari layar, reset timer.”);
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.5 });

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (adSlot) {
    ads[currentAdIndex](); // Load the first ad
    observer.observe(adSlot);
    }
    });

    Trump Fokus Perdamaian Ukraina-Rusia

    Foto: Presiden AS Donald Trump (Getty Images via AFP/CHIP SOMODEVILLA).

    Menurut pejabat Gedung Putih itu, Trump telah memperjelas bahwa dirinya fokus pada perdamaian.

    “Kami juga membutuhkan mitra kami untuk berkomitmen terhadap tujuan tersebut,” ucapnya.

    Media terkemuka Bloomberg melaporkan bahwa semua peralatan militer yang saat ini belum berada di Ukraina akan dihentikan sementara pengirimannya, termasuk persenjataan yang sedang transit di pesawat dan kapal atau menunggu di area transit di Polandia.

    Disebutkan juga bahwa Trump memerintahkan Menteri Pertahanan (Menhan) AS Pete Heghseth untuk melaksanakan penangguhan pengiriman itu.

    Laporan ini muncul beberapa jam setelah Trump mengatakan kepada wartawan di Gedung Putih bahwa dirinya tidak membahas penangguhan bantuan militer ke Ukraina, namun mengatakan bahwa Zelensky “seharusnya lebih menghargai” dukungan AS

    Nyaris tiga tahun perang berkecamuk, Washington telah memberikan bantuan senilai miliaran dolar Amerika kepada Ukraina.

  • Kain Lukis Nasrafa, Jejak Kreativitas dari Solo ke Panggung Dunia – Halaman all

    Kain Lukis Nasrafa, Jejak Kreativitas dari Solo ke Panggung Dunia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Di sudut Kota Solo yang sarat budaya, sebuah kisah inspiratif lahir dari tangan-tangan kreatif yang berani bermimpi besar.

    Kain Lukis Nasrafa, bukan sekadar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)  biasa, tetapi sebuah ruang bagi seni dan ekspresi yang menggema hingga ke mancanegara.

    Berawal dari Kampung Petoran, Kecamatan Jebres, kini karya-karya Nasrafa telah menjejak di panggung internasional, menjadi saksi perjalanan ketekunan dan kecintaan pada seni yang tiada henti.

    Galeri Nasrafa bukan hanya tempat bagi sekadar transaksi jual beli, tetapi juga menjadi laboratorium kreatif yang menarik banyak sekolah dan komunitas untuk datang, belajar, serta menyelami proses panjang dari sehelai kain polos yang kemudian disulap menjadi mahakarya penuh warna.

    Produk-produk Nasrafa telah menyabet berbagai penghargaan bergengsi, termasuk apresiasi dari Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.

    Namun lebih dari sekadar trofi dan piagam, kehadiran Nasrafa telah menjadi bukti bahwa kreativitas, jika diasah dengan sepenuh hati, mampu menembus batas hingga ke Negeri Sakura.

    Lahir pada 20 Januari 2012, Nasrafa bukan sekadar bisnis, melainkan misi untuk mewadahi kreativitas anak muda Solo yang berbakat dalam seni lukis.

    Sang pendiri, Yani Mardiyanto, memilih nama Nasrafa sebagai akronim dari ketiga buah hatinya, yakni Nasywa, Rafi, dan Fadhil, sebagai bentuk doa dan harapan agar usaha ini terus berkembang.

    Bermodalkan Rp 12 juta, ia memulai segalanya dari nol, membeli kain jilbab polos, cat air, serta peralatan sederhana lainnya.

    Namun, seperti banyak kisah sukses lainnya, jalan yang ditempuh tidaklah mudah.

    Pada masa-masa awal, Yani harus berkeliling dari pintu ke pintu, menyodorkan brosur, dan memperkenalkan produk Nasrafa kepada para wisatawan di Pasar Klewer dan Pasar Gedhe.

    Kala itu, belum ada media sosial yang bisa mempercepat promosi. 

    Semua dilakukan dengan kesabaran, keyakinan, dan kerja keras.

    “Dulu belum ada media sosial buat promosi seperti sekarang ini, jadi harus susah payah jualan mulut (memasarkan) sampai sebar brosur,” ungkapnya ketika ditemui Tribunnews pada Minggu (2/3/2025).

    Kesabaran itu membuahkan hasil. 

    Nasrafa mulai dikenal luas setelah mengikuti berbagai pameran seni dan produk kreatif yang difasilitasi dinas Pemerintah Kota Surakarta hingga Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

    Bagi Yani, pameran bukan sekadar ajang jualan, tetapi juga medan terbaik untuk memperkenalkan produk yang tidak bisa sekadar dijelaskan dalam katalog, tetapi perlu dirasakan langsung keindahan dan keunikannya.

    Berkat ketekunannya, Nasrafa akhirnya lolos kurasi Dinas UMKM dan Perindustrian Kota Surakarta, membuka pintu bagi lebih banyak kesempatan.

    Dari sehelai kain, kini karya seni Nasrafa telah hadir dalam berbagai bentuk.

    Motif khas bunga dan daun tetap menjadi identitas utama, tetapi Nasrafa tak berhenti berinovasi.

    Berevolusi, kreativitas para seniman Nasrafa dapat ditemukan dalam bentuk tas, pouch, syal, kemeja, kaus, payung, hingga topi. 

    Setiap sapuan kuas menghadirkan kisah, menjadikan setiap produk bukan hanya barang konsumsi, tetapi juga bagian dari seni yang hidup dan bercerita.

    Tembus Pasar Global

    Produk kain lukis Nasrafa, Industri Kecil Menengah (IKM) asal Solo, Jawa Tengah, turut serta dalam Indonesia Fair di Namba Marui Department Store, Osaka, Jepang. Pameran tersebut berlangsung dari 24-30 Mei 2023. (Dok Nasrafa / ITPC Osaka)

    Karya-karya Nasrafa pun mulai mencuri perhatian dunia.

    Pada 2019, Nasrafa menerima undangan eksklusif untuk mengikuti pameran Manila Fame di Filipina.

    Tak lama berselang, produk-produk Nasrafa mulai diekspor ke Singapura dan Amerika Serikat, membawa cita rasa seni Solo ke berbagai belahan dunia.

    Tahun 2022 menjadi tonggak bersejarah lainnya ketika Nasrafa dipilih sebagai satu dari lima UMKM Indonesia yang dipamerkan di Osaka Lifestyle Show Jepang, di bawah naungan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Osaka.

    Tahun berikutnya, Nasrafa kembali menorehkan jejak di Namba Marui Department Store, Osaka, melalui ajang Indonesia Fair.

    Di sana, motif sakura menjadi primadona, membaur harmonis dengan nuansa budaya Jepang yang kaya.

    Seperti halnya ombak yang tak selalu tenang, perjalanan Nasrafa pun diwarnai pasang surut.

    Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah dampak dari konflik Rusia-Ukraina yang membuat ekspor ke Eropa terhenti sejak akhir 2022.

    Namun, di balik setiap tantangan, selalu ada peluang. Yani kini tengah membidik pasar Turki dengan produk unggulan terbaru: tas pandan lukis, yang menghadirkan keindahan alami dalam sentuhan seni yang unik dan berkelas.

    Terbantu Dana Pinjaman

    Grafis – Perjalanan Nasrafa dari dibentuk hingga ikuti pameran internasional (Tribunnews/Wahyu Gilang Putranto)

    Dalam menjaga stabilitas bisnisnya, Yani memanfaatkan berbagai fasilitas perbankan, salah satunya adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI.

    Menurutnya, KUR BRI menjadi jawaban saat tak ada peluang lagi untuk mengembangkan usaha.

    Apalagi dampak pandemi Covid-19 menjadi tantangan besar tak hanya baginya, bahkan bagi sebagian besar pengusaha.

    Bermula dari pinjaman Rp 20 juta, kemudian meningkat menjadi Rp 100 juta, dana ini menjadi darah segar yang memungkinkan Nasrafa terus berinovasi.

    Tak hanya permodalan, BRI juga membuka pintu bagi Nasrafa untuk mengikuti berbagai pameran, sekaligus membantu penguatan merek agar lebih dikenal luas.

    “KUR BRI ini kan memang dikenal para pelaku UMKM dan pengusaha ya, jadi saya mengajukan dan sangat terbantu untuk permodalan saat situasi sedang susah,” paparnya.

    Di usianya yang ke-57, Yani tak hanya bermimpi untuk membesarkan Nasrafa, tetapi juga ingin menjadikannya sebagai warisan bagi generasi mendatang.

    Baginya, Nasrafa bukan sekadar bisnis, tetapi juga media untuk menginspirasi, membuka peluang bagi para seniman muda, dan mengangkat seni lukis kain ke tingkat yang lebih tinggi.

     “Kami ingin terus berinovasi, menembus pasar baru, dan memastikan bahwa warisan budaya ini tetap lestari hingga anak cucu,” ujarnya penuh keyakinan.

    KUR BRI

    Grafis Pengajuan KUR BRI

    BRI telah menyalurkan pinjaman kredit usaha rakyat (KUR) tahun 2024 sebesar Rp 184,98 triliun.

    Sepanjang tahun 2024, BRI berhasil menyalurkan KUR sebesar Rp 184,98 triliun.

    Demikian menjadikan BRI sebagai perbankan dengan penyaluran KUR terbesar dibanding perbankan nasional lainnya.

    Penyaluran KUR BRI itu pun menjangkau lebih dari 4 juta debitur atau pelaku UMKM di seluruh wilayah Indonesia, memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

    Keberhasilan penyaluran KUR BRI tersebut juga diikuti dengan kualitas kreditnya yang terjaga.

    Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, strategi pengelolaan KUR yang diterapkan BRI berhasil menjaga tingkat Non-Performing Loan (NPL) tetap sehat, yaitu di level 2 persen. Hal ini menunjukkan pengelolaan risiko yang baik dalam penyaluran kredit kepada segmen UMKM.

    “KUR itu 100?nanya berasal dari bank. Dana bank dihimpun dari masyarakat, deposito, tabungan, dan giro. KUR diberikan kepada masyarakat yang belum bankable namun feasible. Jadi, ketika terjadi kredit macet, 70 persen risiko dibayar oleh asuransi, dan 30 persen ditanggung bank. Dan itu kita sekarang bisa di-manage NPL KUR itu di sekitar 2%,” ujar Sunarso dalam siaran pers, Kamis (23/1/2025).

    Sunarso menambahkan bahwa tingkat NPL sebesar 3% pada kredit di segmen UMKM masih dianggap ideal, mengingat karakteristik segmen tersebut berbeda dengan kredit korporasi.

    Menurutnya, pada tahap awal (front-end), fokusnya adalah menjangkau sebanyak mungkin nasabah baru tanpa proses seleksi yang terlalu ketat. 

    Kemudian, pada tahap mid-end dilakukan maintenance.

    Apabila terjadi kredit macet, tahap back-end berperan untuk mengelola risiko, mencakup penagihan yang diwujudkan dalam recovery rate untuk menjaga kualitas kredit.

    Strategi ini memungkinkan BRI untuk terus mendukung pertumbuhan UMKM dengan tetap menjaga kesehatan portofolio kredit.

    Upaya BRI tersebut sejalan dengan Asta Cita Pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang menapaki 100 hari kerja.

    Dalam hal ini Asta Cita ketiga yaitu meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, dan juga Asta Cita keenam khususnya dalam hal mendorong pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.

    Sementara itu, Kementerian BUMN RI berupaya mempercepat implementasi Asta Cita tersebut.

    Menteri BUMN RI Erick Thohir menjabarkan bahwa inisiasi tersebut mulai dari hilirisasi, pembangunan infrastruktur, pelayanan masyarakat, stabilisasi harga pangan, hingga pengembangan sumber daya manusia dan energi berkelanjutan.

    Baginya, kolaborasi lintas kementerian dan badan menjadi momentum strategis untuk menjawab tantangan pembangunan yang semakin kompleks.

    “Dalam waktu kurang dari 100 hari, kita telah menunjukkan langkah nyata dan dampak langsung yang dirasakan oleh masyarakat. Hal ini menjadi bukti bahwa gotong royong adalah kunci keberhasilan,” pungkas Erick Thohir.

    (*)

  • Eropa Pecah! 2 Negara NATO Ini Ancam Blokir Kebijakan UE untuk Ukraina

    Eropa Pecah! 2 Negara NATO Ini Ancam Blokir Kebijakan UE untuk Ukraina

    Jakarta, CNBC Indonesia – Hungaria dan Slovakia memberikan ancaman untuk memblokir deklarasi bersama Uni Eropa (UE) mengenai Ukraina selama pertemuan puncak pada pekan ini. Keduanya meminta agar adanya perubahan dalam strategi blok tersebut mengenai dukungan kepada Ukraina, yang sedang berperang dengan Rusia.

    Mengutip TVP, Selasa (4/3/2025), para pemimpin UE akan berkumpul untuk pertemuan puncak luar biasa pada Kamis guna membahas dukungan tambahan untuk Ukraina, jaminan keamanan Eropa, dan pendanaan untuk pertahanan Eropa.

    Menurut rancangan pernyataan yang disiapkan untuk pertemuan tersebut, negara-negara anggota harus mengonfirmasi bahwa tidak akan ada negosiasi apapun mengenai Ukraina tanpa Ukraina. Mereka juga meminta setiap perjanjian damai untuk Kyiv harus disertai dengan jaminan keamanan yang kuat dan kredibel bagi negara tersebut.

    Rancangan tersebut juga menetapkan bahwa semua bantuan untuk Ukraina, termasuk bantuan militer, akan diberikan dengan penuh penghormatan terhadap kebijakan keamanan dan ‘pertahanan negara-negara anggota tertentu’ sambil mempertimbangkan kepentingan semua negara UE.

    Namun, Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban dan mitranya dari Slovakia, Robert Fico, telah mengancam akan memblokir deklarasi bersama tersebut. Dalam sebuah surat kepada Presiden Dewan Eropa António Costa pada hari Sabtu, Orban menulis ada perbedaan strategis dalam pendekatan kedua negara terhadap Ukraina.

    “UE harus mengikuti langkah Amerika Serikat (AS) dan meluncurkan pembicaraan langsung dengan Rusia terkait gencatan senjata dan perdamaian berkelanjutan di Ukraina. Pendekatan ini tidak sesuai dengan yang tercermin dalam rancangan kesimpulan,” tulis Orban.

    Orban kemudian mengusulkan pembatasan kesimpulan tertulis untuk mendukung resolusi Dewan Keamanan PBB yang diadopsi pada 24 Februari. Resolusi yang disponsori AS ini tidak menyebut Rusia sebagai agresor, tidak mengutuk invasi Rusia, dan menyebut konflik tersebut sebagai “perang Rusia-Ukraina,” serta menyerukan diakhirinya konflik tersebut untuk selamanya.

    “Resolusi tersebut menandakan fase baru dalam sejarah konflik dan menjadikan semua bahasa yang disetujui sebelumnya oleh Dewan Eropa tidak relevan.”

    Perdana Menteri Slovakia Robert Fico menyuarakan sikap yang sama dengan Orban. Ia mengatakan negaranya memiliki keraguan tentang strategi ‘perdamaian melalui kekuatan’ UE, yang menurutnya hanya akan memperpanjang perang di Ukraina.

    “Ukraina tidak akan pernah cukup kuat untuk bernegosiasi dari posisi kekuatan militer. Slovakia tidak akan mendukung Ukraina baik secara finansial maupun militer, tetapi akan menghormati keputusan negara-negara UE lainnya yang memilih untuk melakukannya,” ujarnya.

    “Slovakia mengusulkan, antara lain, perlunya gencatan senjata segera (terlepas dari kapan kesepakatan damai final dicapai) yang ditolak oleh Presiden (Ukraina) (Volodymyr) Zelensky dan sejumlah besar negara anggota UE.”

    Fico dan Orban secara terbuka mengkritik bantuan militer UE ke Ukraina dan sanksinya terhadap Rusia. Mereka juga mendukung sikap Presiden AS Donald Trump yang menegaskan bahwa penyelesaian damai adalah satu-satunya jalan yang layak untuk mengakhiri perang di Ukraina.

    Para pemimpin Slovakia dan Hungaria ini juga telah lama dituduh menjalankan kebijakan yang bersahabat dengan Moskow meskipun negara mereka merupakan anggota UE dan NATO.

    (luc/luc)

  • SBY: Dunia Butuh Pemimpin Berani, Bijaksana dan Bisa Menghadapi Tantangan Global dengan Solusi Nyata – Halaman all

    SBY: Dunia Butuh Pemimpin Berani, Bijaksana dan Bisa Menghadapi Tantangan Global dengan Solusi Nyata – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, TOKYO – Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut bahwa dunia saat ini tengah mengalami perasaan seolah-olah menuju ke arah yang salah.

    Kepercayaan terhadap tatanan dunia, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), perlu ditata ulang.

    “Tema konferensi ini, ‘Kerja Sama Internasional dan Pemulihan Perdamaian’ sangat tepat waktu dan relevan mengingat situasi internasional yang kita hadapi saat ini.

    Terlebih lagi, konferensi penting ini diadakan di Jepang, sebuah negara yang telah membangun reputasi sebagai promotor kuat multilateralisme,” ungkap SBY pada Selasa (4/3/2025) dalam Konferensi Tokyo 2025 yang diselenggarakan oleh Yayasan Genron Jepang.

    Menurutnya, saat ini dunia berada dalam kondisi yang bergejolak.

    Dunia semakin terfragmentasi, ditandai dengan meningkatnya persaingan geopolitik, menurunnya tingkat kepercayaan, serta melemahnya kerja sama antarnegara.

    “Kepercayaan terhadap tatanan dunia berbasis aturan benar-benar terguncang. Ada perasaan luas bahwa dunia tidak dalam keadaan baik dan sedang menuju ke arah yang salah,” tuturnya.

    Sementara itu, menurut para ilmuwan, dunia telah melampaui ambang batas kenaikan suhu 1,5 derajat Celsius yang ditetapkan dalam Perjanjian Iklim Paris.

    “Dan secara berbahaya sedang menuju dunia dengan kenaikan suhu 2 derajat Celsius atau lebih. Kita juga sangat tertinggal dalam mencapai beberapa target utama Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) pada tahun 2030,” katanya.

    Ditambahkan, tahun 2025 ini juga menandai peringatan 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II dan berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    “Sudah sepantasnya kita mengingat kembali alasan didirikannya PBB. Alasan-alasan tersebut dinyatakan dengan jelas dalam Pembukaan dan Pasal 2 Piagam PBB. Yang paling relevan dalam Piagam PBB adalah mandatnya, saya kutip: ‘untuk menyelamatkan generasi mendatang dari bencana perang, yang dua kali dalam hidup kita telah membawa kesedihan yang tak terkira bagi umat manusia,” katanya.

    “PBB dimaksudkan untuk menggantikan dunia yang anarkis dan kejam, di mana yang kuat selalu menang. Di mana negara yang kuat dapat dengan sewenang-wenang menyerang dan mencaplok wilayah negara lain tanpa konsekuensi,” katanya.

    Hal ini, tambahnya, merupakan upaya besar untuk menggantikan kekerasan dengan tatanan internasional berbasis aturan, di mana semua negara—baik besar maupun kecil, kaya maupun miskin—memiliki kedudukan yang setara.

    Negara-negara diharapkan saling menghormati kedaulatan dan integritas wilayah satu sama lain, serta berkomitmen menyelesaikan konflik melalui jalur damai tanpa kekerasan.

    “Betapa indahnya dunia seperti itu. Namun, kita semua tahu betul bahwa perang tidak lenyap sejak PBB didirikan. Memang benar bahwa kita tidak pernah mengalami perang dunia sejak 1945. Namun, lihatlah situasi saat ini—Ukraina, Gaza, Kongo, Sudan. Dan di kawasan kita, lihatlah perang saudara di Myanmar. Delapan puluh tahun kemudian, PBB belum berhasil dalam misinya untuk menghapuskan perang selamanya,” katanya.

     

    “Dari sudut pandang saya, PBB adalah perpaduan antara kegagalan dan keberhasilan. Kegagalannya terlihat dari berbagai perang yang masih berkecamuk saat ini. Namun, keberhasilannya tampak dalam lahirnya negara-negara merdeka dari bayang-bayang kolonialisme serta berbagai konflik yang berhasil diselesaikan. Tetapi dalam makna yang lebih dalam, setiap kegagalan PBB adalah kekalahan bagi multilateralisme, dan setiap keberhasilan PBB adalah kemenangan bagi multilateralisme.”

    Multilateralisme mengharuskan negara-negara untuk bekerja sama. Jika negara-negara tidak dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama, maka PBB tidak akan berfungsi secara efektif.

    “Berita buruknya adalah saat ini multilateralisme sedang mengalami krisis. Amerika Serikat, sebagai salah satu pendiri PBB, tengah menarik diri dari keterlibatan multilateral, termasuk keluar dari Perjanjian Iklim Paris dan WHO. Persaingan geopolitik semakin membatasi kerja sama multilateral dan regional.”

    Menurut SBY, egoisme negara semakin berkembang, mengalahkan semangat kerja sama.

    “‘Saya-isme’, alih-alih ‘kita-isme’, berkembang pesat. Beberapa badan PBB mengalami defisit pendanaan. Dewan Keamanan PBB lumpuh—tidak mampu menghentikan genosida di Gaza, atau mengakhiri perang di Ukraina. Ada persepsi kuat mengenai standar ganda dalam penerapan hukum dan norma internasional. Dan seiring dengan meningkatnya ketegangan serta melebarnya kesenjangan, dialog menjadi semakin sulit. Lalu, apa yang harus kita lakukan?”

    SBY menekankan bahwa dunia tidak boleh terjebak dalam situasi ini secara permanen.

    “Biaya bagi perdamaian dunia dan kelangsungan hidup umat manusia akan terlalu besar jika kita membiarkan ini terus terjadi. Jika satu negara mundur, pasti ada negara lain yang bersedia maju untuk memimpin. Namun, negara mana atau kelompok negara mana?”

    Menurutnya, krisis multilateralisme juga merupakan krisis kepemimpinan.

    Dunia membutuhkan pemimpin yang berani, bijaksana, dan mampu menghadapi tantangan global dengan solusi nyata.

    “Saya yakin banyak pemimpin seperti ini, baik di belahan bumi selatan maupun utara. Beberapa dari mereka mungkin terjebak dalam nasionalisme sempit dan populisme yang picik. Namun, jika mereka mampu keluar dari perangkap ini, mereka bisa membantu mengarahkan dunia ke arah yang benar,” katanya.

    Solusi pertama untuk mengatasi lemahnya multilateralisme adalah memperkuat Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    “Kita harus menyembuhkan kelumpuhan Dewan Keamanan PBB dengan membebaskannya dari hak veto negara-negara P5. Majelis Umum harus diberdayakan. Operasi penjagaan perdamaian harus ditingkatkan. Dan harus ada sistem pendanaan yang stabil agar tidak ada negara besar yang bisa mengintimidasi PBB dengan ancaman penarikan dana,” tuturnya.

    Namun, reformasi PBB hanya bisa terwujud jika ada persatuan di antara para anggotanya.

    “Multilateralisme memberi kesempatan bagi semua negara untuk berpartisipasi dan memimpin. Misalnya, dalam menangani perubahan iklim, Indonesia dapat berperan dalam perlindungan hutan sebagai penyerap karbon global. Jepang dapat memimpin dalam teknologi ramah lingkungan. Uni Eropa dapat membantu dalam pendanaan iklim. Tiongkok dapat memimpin dalam pengembangan kendaraan listrik. Jika berbagai negara bersatu dalam semangat Piagam PBB, kita bisa mewujudkan tatanan dunia yang lebih baik di abad ke-21,” katanya.

    SBY menutup pidatonya dengan seruan agar dunia kembali ke jalur kerja sama dan kemitraan untuk menghindari bencana global.

    “Pepatah Afrika mengatakan jika Anda ingin pergi cepat, pergilah sendiri. Jika Anda ingin pergi jauh, pergilah bersama-sama,” katanya.

    Diskusi konperensi Tokyo juga dilakukan kelompok Pencinta Jepang silakan bergabung ke; tkyjepang@gmail.com dengan menuliskan nama alamat dan nomor whatsapp. (Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo dari Jepang)