Negara: Ukraina

  • Zelensky dan Tim AS Tiba di Arab Saudi, Ukraina Usulkan Gencatan Senjata Udara-Laut dengan Rusia – Halaman all

    Zelensky dan Tim AS Tiba di Arab Saudi, Ukraina Usulkan Gencatan Senjata Udara-Laut dengan Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ukraina akan mengusulkan gencatan senjata di udara dan laut dalam pertemuannya dengan delegasi Amerika Serikat (AS) di Arab Saudi.

    Delegasi Ukraina dan AS tiba di Arab Saudi pada hari Senin (10/3/2025) untuk melakukan pembicaraan pada hari Selasa (11/3/2025).

    Pertemuan tersebut bertujuan untuk menengahi pembicaraan dengan Rusia yang diharapkan akan mengakhiri perang Rusia-Ukraina.

    Menjelang keberangkatannya ke Arab Saudi, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan Ukraina menginginkan perdamaian.

    “Kami selalu mengatakan Rusia adalah satu-satunya alasan berlanjutnya perang,” kata Zelensky pada Senin.

    Ia mengatakan Ukraina telah mencari perdamaian sejak awal perang.

    Televisi pemerintah Saudi melaporkan kedatangan Zelensky di Jeddah, kota pelabuhan di Laut Merah tempat pertemuan puncak Ukraina-AS akan berlangsung pada hari ini.

    Zelensky mengatakan tim Ukraina terdiri atas Kepala Staf Andriy Yermak, Menteri Luar Negeri Andriy Sybiha, dan Menteri Pertahanan Rustem Umerov.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio yang memimpin tim AS juga terbang ke Jeddah.

    “Kami optimistis dengan pertemuan besok dan berterima kasih kepada Arab Saudi karena telah menjadi tuan rumah konferensi ini,” kata Marco Rubio kepada wartawan dalam perjalanannya ke Arab Saudi, Senin (10/3/2025).

    “Kita dapat memulai dengan gencatan senjata di Ukraina dan kemudian beralih ke negosiasi,” lanjutnya.

    Ia mengatakan Inggris dan Prancis memainkan peran positif dalam pembicaraan dengan Ukraina, serta menekankan tidak akan ada gencatan senjata di Ukraina tanpa konsesi dari kedua belah pihak.

    Dalam wawancara itu, Marco Rubio mengatakan belum ada tanggal spesifik untuk pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Namun, ia yakin pemerintah AS memiliki alat untuk menekan Rusia agar mau berdamai dengan Ukraina.

    Sebelumnya, seorang pejabat Ukraina mengatakan mereka akan mengusulkan gencatan senjata udara dan laut selama pembicaraan dengan AS di Arab Saudi.

    “Kami punya usulan gencatan senjata di udara dan laut karena kedua opsi gencatan senjata ini mudah dilaksanakan, mudah dipantau dan bisa dimulai,” kata pejabat yang meminta dirahasiakan identitasnya itu.

    Selain itu, pertemuan tim Ukraina dan AS di Jeddah bertujuan untuk meningkatkan kerja sama antara AS dan Ukraina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Tentara Ukraina: Jika Kami Kehabisan Peluru dari Amerika, Kami Akan Cari Senjata Lain – Halaman all

    Tentara Ukraina: Jika Kami Kehabisan Peluru dari Amerika, Kami Akan Cari Senjata Lain – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Tentara Ukraina mengungkapkan dampak dari keputusan Presiden AS, Donald Trump, yang memangkas dukungan militer untuk melawan serangan Rusia.

    Sejumlah tentara yang bertugas di unit pertahanan udara dekat Kyiv berbagi pandangan mereka dengan Business Insider pada Jumat (8/3/2025).

    Demi alasan keamanan, mereka meminta untuk hanya disebut dengan nama depan.

    Para tentara ini mengungkapkan kekecewaan mereka, tetapi menegaskan mereka akan tetap menemukan cara untuk bertahan dan berjuang.

    “Ini bukan keputusan rakyat Amerika, tetapi keputusan satu orang,” kata Oleksiy, salah satu tentara Ukraina.

    “Sangat disayangkan, tetapi kami akan terus berjuang.”

    Jeda Bantuan Militer AS Membuat Ukraina Rentan

    Trump memerintahkan penghentian sementara bantuan militer ke Ukraina pada 3 Maret 2025.

    Hal itu dilakukan untuk menekan Ukraina agar mau bernegosiasi dalam proses perdamaian dengan persyaratan yang dianggap tidak menguntungkan.

    Tak hanya bantuan militer, AS juga memangkas akses Ukraina ke informasi intelijen serta membatasi penggunaan citra satelit penting.

    Keputusan ini membuat Ukraina semakin rentan terhadap serangan Rusia, yang semakin berani di medan perang dan luar wilayah konflik.

    Beberapa pejabat Ukraina bahkan melaporkan, Rusia kini tengah memperluas serangannya.

    Selain itu, beberapa senjata terbaik Ukraina tidak dapat digunakan secara maksimal, sementara kekhawatiran tentang pasokan amunisi terus meningkat.

    Prajurit Ukraina: Akan Gunakan Senjata Apa Pun yang Tersedia

    Pejabat Ukraina mengatakan dampak penuh dari penghentian bantuan AS masih harus dipantau, tetapi konsekuensinya bisa terasa di seluruh sektor pertahanan.

    Salah satu yang terdampak adalah unit pertahanan udara dari Pasukan Pertahanan Teritorial Ukraina.

    Mereka mengandalkan senapan mesin Browning M2 kaliber .50, yang dipasang di truk, untuk menembak jatuh pesawat nirawak Rusia yang membawa bahan peledak.

    “Jika kami kehabisan amunisi untuk senapan mesin Amerika, kami akan menggunakan senjata lain,” ujar Oleksiy.

    Meskipun kalibernya lebih kecil, ia menegaskan mereka tetap akan menjalankan tugas mereka.

    Sementara itu, Oleksiy lainnya—wakil komandan unit pertahanan udara—mengatakan nyawa warga Ukraina sangat bergantung pada bantuan militer AS.

    “Kami berharap masalah ini segera terselesaikan,” katanya.

    “Kami berjuang di tanah kami sendiri dan akan terus mempertahankannya.”

    Ketidakpastian Masa Depan Ukraina Tanpa Dukungan AS

    ZELENSKY DAN TRUMP – Foto ini diambil pada Rabu (5/3/2025) dari YouTube The White House, memperlihatkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump (kanan) dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kiri) berbincang dalam pertemuan di Gedung Putih pada hari Jumat, 28 Februari 2025. Tentara Ukraina mengatakan bahwa mereka kecewa dengan keputusan Trump memotong bantuan militer tetapi mereka akan terus berjuang. (YouTube The White House)

    Pada akhir Februari lalu, dalam sebuah perdebatan sengit dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, di Ruang Oval, Trump menyatakan bahwa ragu Ukraina bisa memenangkan perang melawan Rusia.

    Kini, ketidakpastian terkait masa depan Ukraina terus meningkat jika bantuan AS terus dihentikan.

    Beberapa pejabat dan anggota parlemen Ukraina berharap negara mereka bisa bertahan dengan mengandalkan industri pertahanan yang berkembang pesat serta dukungan dari negara-negara Eropa.

    Namun, sebagian besar dukungan AS, terutama dalam pertahanan udara, dinilai sangat krusial.

    Serhiy Rakhmanin, anggota Komite Parlemen Ukraina untuk Keamanan Nasional, Pertahanan, dan Intelijen, mengatakan kepada Business Insider, meskipun Ukraina dapat mengelola operasi taktis di garis depan tanpa AS, keterlibatan Washington tetap sangat penting dalam strategi perang jangka panjang.

    “Sulit untuk mengatakannya, kita lihat saja nanti,” ujar Svitlana, satu-satunya perempuan di unit pertahanan udara.

    Pejabat Ukraina Peringatkan Dampak Global

    Beberapa pejabat Ukraina menganggap keputusan AS dapat membawa konsekuensi lebih luas.

    Oleksandr Markushyn, komandan TDF sekaligus wali kota Irpin, kota di pinggiran Kyiv, mengaku terkejut dengan kebijakan Trump.

    Berbicara melalui penerjemah dalam wawancara terpisah pada Sabtu (9/3/2025), Markushyn memperingatkan, jika AS tidak lagi membantu Ukraina, Rusia bisa memperluas agresinya ke negara-negara Eropa lainnya.

    Sebagai pemimpin pertahanan Ukraina di Irpin selama minggu-minggu awal invasi, ia menegaskan, hanya Amerika Serikat yang memiliki kekuatan untuk menghentikan Rusia.

    “Amerika Serikat adalah negara yang kuat,” katanya. “Jika bukan AS, tidak ada yang akan menghentikan Rusia.”

    Rusia Diprediksi Akan Manfaatkan Situasi

    Hingga kini, belum jelas berapa lama jeda bantuan militer AS akan berlangsung.

    Trump kerap menyuarakan ketidakpuasannya terhadap pendekatan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, dalam upaya AS mengakhiri invasi Rusia, yang kini telah berlangsung lebih dari tiga tahun.

    Menurut Institute for the Study of War, sebuah lembaga kajian konflik yang berbasis di Washington DC, Rusia kemungkinan besar akan memanfaatkan situasi ini untuk meningkatkan serangan rudal dan drone terhadap Ukraina.

    Pejabat Ukraina mengonfirmasi, serangan terbaru Rusia pada akhir pekan menewaskan lebih dari 12 orang dan melukai belasan lainnya.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Dituding Mata-mata, Dua Diplomat Kedubes Inggris di Moskow Diusir Rusia – Halaman all

    Dituding Mata-mata, Dua Diplomat Kedubes Inggris di Moskow Diusir Rusia – Halaman all

    TRIBUNEWS.COM – Pada  Senin waktu setempat (10/3/2025), Rusia mengumumkan akan mengusir dua diplomat asal Inggris dari negara Beruang Merah tersebut.

    Kedua diplomat yang selama ini bertugas di Kedutaan Besar Inggris di Moskow terrsebut diusir atas tuduhan melakukan kegiatan spionase.

    Kabar tersebut disampaikan oleh Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB), dalam pernyataan yang dikutip oleh kantor berita Rusia RIA Novosti.

    FSB menyatakan, kedua diplomat tersebut telah memberikan data pribadi palsu saat meminta izin untuk masuk ke negara itu.

    Keduanya juga dituduh terlibat dalam aktivitas intelijen dan subversi yang diduga mengancam keamanan Rusia.

    Namun demikian, FSB tidak memberikan secara rinci bukti-bukti apa saja yang mendukung klaim tersebut.

    Menurut laporan RIA Novosti, FSB telah memutuskan untuk mencabut akreditasi kedua diplomat tersebut, dan mereka diperintahkan untuk meninggalkan Rusia dalam waktu dua minggu.

    Kementerian Luar Negeri Rusia, dalam pernyataan terpisah menyebutkan, mereka telah memanggil seorang pejabat dari Kedutaan Besar Inggris terkait kejadian tersebut.

    “Moskow tidak akan menoleransi aktivitas petugas intelijen Inggris yang tidak dideklarasikan di wilayah Rusia,” bunyi pernyataan tersebut.

    Menanggapi kabar deportasi tersebut, pemerintah Inggris menyebut apa yang dilakukan pihak Rusia adalah “tuduhan jahat dan tanpa dasar.”

    Kecaman tersebut secara publik disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Inggris di London.

    “Ini bukan pertama kalinya Rusia membuat tuduhan jahat dan tanpa dasar terhadap staf kami,”  demikian pernyataan pihak Kemenlu Inggris menanggapi peristiwa tersebut.

    Pihak Kemenlu Inggris tidak memberikan langkah lebih lanjut terkait kebijakan atau respons yang akan dilakukan terkait pengusiran dari Rusia tersebut dalam rilisnya.

    Rusia dan Inggris Saling Usir Diplomat

    Pengusiran diplomat antara Inggris dari Rusia bukanlah peristiwa pertama yang terjadi di Kremlin.

    Pada tahun lalu, FSB juga mengusir tujuh diplomat Inggris dengan tuduhan serupa yakni melakukan aktivitas spionase di Rusia. 

    Enam pengusiran diumumkan pada bulan September, dan satu lagi pada bulan November tahun lalu. 

    Inggris sempat melakukan “pembalasan” pada bulan Februari lalu dengan mencabut kredensial seorang atase di Kedutaan Besar Rusia di London.

    Pemerintah Inggris kala itu menyebut kebijakan pencabutan kredensial yang dilakukan adalah tanggapan atas pengusiran serupa yang dilakukan Rusia pada bulan November.

    Selain itu, Pemerintah Inggris juga membatasi kegiatan diplomatik Moskow di London.

    Sebelumnya pada Mei 2024, Inggris juga sempat mengusir atase pertahanan Rusia di London dengan tuduhan bahwa ia adalah seorang petugas intelijen yang tidak dideklarasikan.

    Inggris juga menutup beberapa properti diplomatik Rusia di negara itu yang menurut mereka digunakan untuk kegiatan spionase.

    Beberapa hari kemudian, Rusia membalas dengan mengusir atase pertahanan Inggris.

    Pengusiran diplomat baik utusan Barat yang bekerja di Rusia maupun diplomat Rusia di negara-negara Barat pun semakin sering terjadi sejak Moskow meluncurkan invasi ke Ukraina pada tahun 2022.

    Pada 2023, outlet berita Rusia, RBC, melaporkan bahwa negara-negara Barat dan Jepang telah mengusir total 670 diplomat Rusia antara awal tahun 2022 hingga Oktober 2023.

    Sementara itu, Moskow merespons dengan mengusir 346 diplomat.

    Menurut RBC, jumlah ini lebih banyak dibandingkan gabungan pengusiran selama 20 tahun sebelumnya.

    (Tribunnews.com/Bobby)

  • Zelensky Tiba di Jeddah Jelang Perundingan Ukraina dengan AS

    Zelensky Tiba di Jeddah Jelang Perundingan Ukraina dengan AS

    Jakarta

    Presiden Volodymyr Zelensky tiba di Jeddah pada Senin waktu setempat menjelang perundingan antara Ukraina, Amerika Serikat beserta perwakilan Arab Saudi. Zelensky juga dijadwalkan bertemu putra mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS).

    Dilansir AFP dan Aljazeera, Senin (10/3/2025), televisi pemerintah Saudi melaporkan kedatangan Zelensky di Jeddah, kota pelabuhan di Laut Merah tempat pertemuan puncak Ukraina-AS akan diadakan pada hari Selasa.

    “Kami mendarat di Jeddah,” kata seorang pejabat dari delegasi Ukraina dilansir AFP.

    Sementara, pertemuan antara Zelensky dan Pangeran MBS dilakukan sebelum bertemu dengan diplomat AS.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio juga sedang dalam perjalanan ke Jeddah.

    Di tengah perjalanan menuju Jeddah bersama Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz, Rubio optimistis pertemuan antara para pejabat senior Amerika dan Ukraina di Jeddah membuahkan hasil.

    Ia menekankan sangat penting meninggalkan pertemuan dengan perasaan yang kuat bahwa Ukraina siap “melakukan hal-hal sulit” dalam pembicaraan, sama seperti Rusia.

    Kemudian, penghentian sementara bantuan keuangan AS untuk Ukraina merupakan sesuatu yang menurut Rubio diharapkan dapat diselesaikan.

    Yang juga dipertaruhkan adalah bantuan militer dan intelijen yang sebelumnya ditawarkan oleh Amerika Serikat yang membantu Kyiv sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada tahun 2022.

    (taa/jbr)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Diancam AS Soal Nuklir, Komandan AD Iran: Jari Kami di Pelatuk, Siap Hantam Agresor, Apa Kata Rusia? – Halaman all

    Diancam AS Soal Nuklir, Komandan AD Iran: Jari Kami di Pelatuk, Siap Hantam Agresor, Apa Kata Rusia? – Halaman all

    Tak Terima Iran Diancam AS Soal Nuklir, Komandan AD Iran: Jari Kami di Pelatuk, Siap Hantam Agresor, Apa Kata Rusia?

    TRIBUNNEWS.COM – Komandan Angkatan Darat Militer Iran, Brigadir Jenderal Kiumars Heidari mengatakan pasukannya sepenuhnya siap untuk memberikan respons tegas terhadap setiap kemungkinan tindakan agresi terhadap negara tersebut. 

    Berbicara kepada wartawan pada Senin (10/3/2025), Heidari mengatakan Angkatan Bersenjata Iran ‘tanpa henti’ mengikuti arahan Pemimpin Revolusi Iran,  Ayatollah Seyyed Ali Khamenei.

    “Jari Angkatan Bersenjata Iran sudah di pelatuk dan mereka dalam keadaan siap sepenuhnya,” tambahnya.

    Ia mencatat kalau Angkatan Bersenjata Iran telah melakukan semua persiapan yang diperlukan dan memiliki semua sumber daya untuk melawan ancaman apa pun dan akan mengalahkan apa yang dia indentifikasikan sebagai ‘para agresor.’

    LEPAS LANDAS – Tangkap layar dari Al Arabiya, Rabu (5/3/2025) menunjukkan jet tempur Amerika Serikat (AS) lepas landas dari kapal induk mereka. AS mengerahkan kembali kapal Induk USS Harry S Truman ke perairan Timur Tengah, khususnya Laut Merah, sehari setelah menerapkan gerakan Houthi sebagai organisasi teroris, Selasa (4/3/2025). (tangkap layar/al arabiya)

    AS Siap Main Cara Halus atau Kasar ke Iran

    Pernyataan komandan AD Iran ini terjadi setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meningkatkan tekanan terhadap Iran dalam seminggu terakhir soal nuklir.

    Trump mengklaim kalau Teheran ‘dapat ditangani’ baik melalui cara militer atau dengan mencapai kesepakatan atas program nuklirnya. 

    Namun, Ayatollah Khamenei pada Sabtu mengatakan kalau desakan AS untuk mengadakan pembicaraan dengan Iran tidak bertujuan untuk menyelesaikan masalah.

     Khamenei menekankan kalau Iran tidak akan pernah memenuhi keinginan dan desakan dari ‘negara-negara penindas’.

    Hal itu mengindikasikan kalau Iran bersikap untuk enggan bernegosiasi dengan AS di bawah tekanan. 

    Belum Ada Surat Trump yang Masuk

    Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan Republik Iran belum menerima surat dari Presiden AS Trump.

    Berbicara dalam konferensi pers mingguannya pada Senin, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei berbicara tentang perkembangan terakhir di Iran dan kawasan itu.

    Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh wartawan tentang surat Trump kepada Iran, dia berkata, “Kami tidak menerima surat.”

    Ditanya tentang posisi Iran mengenai negosiasi, diplomat senior Iran itu mengatakan, “Kebijakan politisi Amerika adalah intimidasi. Republik Iran tidak pernah menolak untuk bernegosiasi. (Namun) Republik Iran tidak akan pernah menerima negosiasi di bawah tekanan.

    Mengutuk sanksi kejam Barat terhadap Iran, Baghaei mencatat, “Sanksi sepihak AS terhadap bangsa Iran tidak memiliki pembenaran atau dasar hukum dan benar-benar ilegal.”

    Dia juga mendesak negara-negara di kawasan itu untuk membuat keputusan berdasarkan kepentingan dan kekhawatiran nasional mereka, dan hubungan baik dengan Republik Iran, dan tidak membiarkan tekanan ilegal dan intimidasi Amerika Serikat untuk secara negatif mempengaruhi hubungan mereka dengan bangsa Iran dan menciptakan hasutan dan perpecahan di negara-negara di kawasan itu.

    PELURU ARTILERI – Angkatan bersenjata Iran melontarkan peluru artileri dalam sebuah latihan militer. Angkatan Darat Iran menyatakan siap merespons setiap ancaman yang datang seiring datangnya tekanan dari Amerika Serikat (AS) yang mendesak Iran untuk mau berunding soal program nuklirnya. (mna/tangkap layar)

    Rusia: Iran Negara Berdaulat

    Terkait situasi tersebut, Rusia menegaskan sikapnya yang memandang kalau Iran memiliki kedaulatan untuk menerima atau tidak menerima negosiasi dari negara mana pun tanpa ada tekanan dan desakan.

    Kremlin, yang ditanya pada Senin apakah Rusia telah mengadakan konsultasi dengan Iran sebelum atau setelah Teheran menanggapi surat dari Presiden AS Donald Trump yang mendesak negara itu untuk menegosiasikan kesepakatan nuklir, menyatakan kalau Iran merumuskan posisi kebijakannya sendiri.

    Ditanya apakah Moskow telah berkonsultasi dengan Teheran sebelum atau sesudah surat Trump, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada wartawan:

    “Tidak. Iran adalah negara berdaulat dan secara independen merumuskan posisinya tentang isu-isu kebijakan luar negeri utama. Jelas bahwa kontak yang sangat tegang ada di depan.”

    Trump sebelumnya mengatakan dia akan menerapkan kembali kebijakan “tekanan maksimum” terhadap Iran.

    Tekanan maksimum ini bertujuan mencegah negara itu membangun senjata nuklir, bahkan ketika dia telah mengisyaratkan keterbukaan terhadap perjanjian nuklir baru dengan Teheran.

    Rusia dan Iran telah mendekat sejak awal perang di Ukraina, dengan Teheran menyediakan drone bagi Moskow.

    Mengenai kemungkinan pembicaraan tentang program nuklir Teheran, Peskov mengatakan: “Jelas bahwa Iran sedang mencari negosiasi berdasarkan saling menghormati, negosiasi yang konstruktif.”

    “Kami, tentu saja, untuk bagian kami, akan terus melakukan segala sesuatu yang tergantung pada kami, segala sesuatu yang mungkin, untuk membawa proses ini menyelesaikan berkas nuklir Iran ke arah yang damai.”

     

    (oln/mna/alarbya/*)

     

  • Geng Musuh AS Terjunkan Militer dekat Arab Jelang Nego Damai Ukraina

    Geng Musuh AS Terjunkan Militer dekat Arab Jelang Nego Damai Ukraina

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketegangan geopolitik makin meningkat dengan diumumkannya latihan militer gabungan antara Rusia, China, dan Iran di lepas pantai Iran. Di saat yang bersamaan, delegasi Ukraina bersiap menggelar perundingan dengan perwakilan Amerika Serikat di Arab Saudi untuk membahas solusi damai bagi perang yang terus berlangsung dengan Rusia.

    Dilansir Newsweek, Kementerian Pertahanan China mengumumkan pada Minggu (9/3/2025) bahwa latihan militer gabungan bertajuk “Security Belt 2025” akan berlangsung bulan ini di dekat Pelabuhan Chabahar, Iran Tenggara, yang berbatasan langsung dengan Laut Oman. Latihan ini melibatkan armada dari ketiga negara, termasuk setidaknya satu kapal perusak dan kapal pendukung dari China.

    Kantor berita Iran juga melaporkan bahwa latihan ini akan diawasi oleh sejumlah negara, termasuk Azerbaijan, Afrika Selatan, Oman, Qatar, dan Uni Emirat Arab. Latihan serupa telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pada Maret 2024 dan Maret 2023, sebagai bentuk peningkatan kerja sama militer antara ketiga negara.

    Kerja sama ini makin memperkuat aliansi strategis antara Rusia, China, dan Iran, yang oleh banyak pengamat sering disebut sebagai bagian dari “Axis of Evil”, istilah yang digunakan untuk menggambarkan negara-negara yang berseberangan dengan kepentingan AS dan sekutunya.

    Ketiga negara ini memiliki kepentingan bersama dalam menentang dominasi AS di berbagai wilayah, termasuk Timur Tengah dan Eropa Timur.

    Perundingan Perdamaian

    Di sisi lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengumumkan pada Sabtu bahwa ia akan bertemu dengan Putra Mahkota dan Perdana Menteri Arab Saudi, Mohammed bin Salman, dalam beberapa hari mendatang. Setelah pertemuan itu, pejabat tinggi Ukraina akan tetap berada di Arab Saudi untuk melakukan pembicaraan dengan perwakilan AS pada Selasa.

    Delegasi Ukraina mencakup Kepala Kantor Presiden Ukraina Andriy Yermak, Wakil Kepala Kantor Presiden Pavlo Palisa, serta Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan Ukraina, Andriy Sybiha dan Rustem Umerov.

    “Di pihak kami, kami berkomitmen penuh untuk dialog konstruktif, dan kami berharap dapat mendiskusikan serta menyepakati langkah-langkah dan keputusan yang diperlukan,” ujar Zelensky.

    Ia juga menambahkan bahwa terdapat “usulan realistis” yang akan diajukan dalam perundingan tersebut.

    Utusan Presiden AS Donald Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, mengonfirmasi bahwa pihaknya tengah mengatur pertemuan dengan Ukraina, kemungkinan di Riyadh atau Jeddah. Namun, perubahan kebijakan Washington terhadap Kyiv belakangan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan sekutu Eropa Ukraina.

    Salah satu momen paling kontroversial adalah ketika Zelensky mendapatkan teguran keras dari Trump dan Wakil Presiden JD Vance dalam kunjungannya ke Gedung Putih baru-baru ini. Hal ini semakin menegaskan potensi pergeseran sikap AS terhadap konflik Ukraina-Rusia.

    Trump bahkan menghentikan seluruh bantuan militer AS yang sedang dalam perjalanan ke Ukraina, termasuk pasokan yang hanya berjarak beberapa mil dari perbatasan Ukraina. Selain itu, ia juga menangguhkan sebagian berbagi intelijen AS dengan Kyiv.

    Keith Kellogg, utusan Trump untuk Ukraina dan Rusia, menyatakan bahwa Kyiv “membawa masalah ini kepada diri mereka sendiri.” Sementara itu, Trump sendiri mengatakan pada Jumat bahwa AS “berjalan baik dengan Rusia” dan menambahkan bahwa lebih mudah baginya untuk bekerja sama dengan Moskow dibandingkan dengan Kyiv.

    Dampak Latihan Militer

    Latihan militer gabungan Rusia, China, dan Iran dipandang sebagai unjuk kekuatan terhadap AS dan sekutunya. Kehadiran kapal perang dari tiga negara besar ini di perairan strategis seperti Laut Oman juga dapat meningkatkan ketegangan dengan negara-negara Barat.

    Sementara itu, hasil perundingan Ukraina-AS masih belum pasti. Beberapa analis menilai bahwa dengan menurunnya dukungan AS terhadap Ukraina, posisi Kyiv dalam negosiasi dengan Rusia bisa semakin lemah.

    Sejumlah pihak juga khawatir bahwa pendekatan Trump yang lebih lunak terhadap Moskow dapat mengarah pada kesepakatan damai yang tidak sepenuhnya menguntungkan bagi Ukraina.

    Andriy Yermak mengungkapkan bahwa ia telah berbicara dengan Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz dan “menyepakati pertemuan tim kami dalam waktu dekat.” Namun, masih belum jelas bagaimana AS akan menyeimbangkan kebijakannya dalam perang ini.

    (luc/luc)

  • Putin Menggila Jelang Negosiasi Damai, Rusia Rebut 3 Wilayah Ukraina

    Putin Menggila Jelang Negosiasi Damai, Rusia Rebut 3 Wilayah Ukraina

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pasukan Rusia pada Minggu (9/3/2025) merebut kembali tiga permukiman lagi di wilayah Kursk barat Rusia. Kementerian Pertahanan negara tersebut menyebutnya sebagai bagian dari operasi untuk mengusir pasukan Ukraina di wilayah itu.

    Pernyataan kementerian, yang diunggah di aplikasi perpesanan Telegram, menyusul laporan oleh para blogger Rusia bahwa pasukan khusus Rusia telah menyelinap bermil-mil melalui pipa gas di dekat kota Sudzha sebagai upaya untuk mengejutkan pasukan Ukraina.

    Tiga permukiman yang sekarang berada di bawah kendali Rusia menurut kementerian, ialah Malaya Lokhnya, Cherkasskoye Porechnoye, dan Kositsa, di mana semuanya terletak di utara Sudzha.

    “Angkatan bersenjata Federasi Rusia terus mengalahkan kelompok tentara Ukraina di wilayah wilayah Kursk,” kata pernyataan itu, seperti dikutip Reuters pada Senin (10/3/2025).

    Laporan sebelumnya oleh para blogger Rusia tentang operasi jaringan pipa tersebut tampaknya merupakan tipu muslihat yang ditujukan untuk menghentikan ribuan tentara Ukraina di wilayah tersebut. Ini terjadi menjelang perundingan Ukraina dengan Amerika Serikat (AS) mengenai kemungkinan kesepakatan damai untuk mengakhiri perang.

    Pasukan Ukraina merebut sekitar 1.300 km persegi (500 mil persegi) wilayah Kursk Rusia pada Agustus 2024 dalam upaya untuk mendapatkan posisi tawar dalam negosiasi mendatang dan untuk memaksa Rusia mengalihkan pasukan dari Ukraina timur.

    Rusia telah menekan upayanya untuk mendapatkan kembali kendali atas wilayah tersebut dengan beberapa keberhasilan dalam beberapa hari terakhir. Peta sumber terbuka pada Jumat menunjukkan kontingen Kyiv di Kursk hampir terkepung setelah kemajuan cepat Rusia.

    “Tutup kuali berasap hampir tertutup,” kata mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev di Telegram. “Serangan terus berlanjut.”

    Yuri Podolyaka, seorang blogger militer pro-Rusia kelahiran Ukraina, mengatakan pasukan khusus Rusia merayap hampir 16 km (10 mil) di sepanjang bagian dalam pipa gas selebar 1,5 meter dan menghabiskan beberapa hari di dalam pipa sebelum mengejutkan pasukan Ukraina dari belakang dekat Sudzha.

    Sementara blogger perang pro-Rusia Two Majors mengatakan pertempuran besar sedang berlangsung di Sudzha dan pasukan Rusia telah mengejutkan tentara Ukraina dengan memasuki daerah tersebut melalui pipa gas.

    Sebuah pernyataan dari pasukan penyerang udara Ukraina mengatakan bahwa tentara Rusia telah menggunakan pipa tersebut dalam upaya untuk mendapatkan pijakan, tetapi Rusia segera terdeteksi dan diserang dengan roket, artileri, dan pesawat tanpa awak.

    Staf Umum militer Ukraina dalam laporan sore hari mengatakan pasukannya menangkis 15 serangan Rusia di wilayah Kursk, dengan enam bentrokan bersenjata masih berlangsung. Mereka juga melaporkan 12 serangan udara Rusia terhadap posisi mereka.

    Jaringan pipa Urengoy-Pomary-Uzhgorod era Soviet digunakan untuk membawa gas dari Siberia barat melalui Sudzha ke Ukraina tetapi Ukraina menghentikan semua transit gas Rusia melalui wilayahnya mulai 1 Januari.

    Serangan Ukraina ke Kursk pada bulan Agustus adalah serangan paling serius di wilayah Rusia sejak invasi Nazi ke Uni Soviet pada tahun 1941.

    (luc/luc)

  • Rusia Jatuhkan Bom FAB3000 di Knyazhyi, Putus Rantai Logistik Tentara Ukraina di Front Kursk – Halaman all

    Rusia Jatuhkan Bom FAB3000 di Knyazhyi, Putus Rantai Logistik Tentara Ukraina di Front Kursk – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, KIEV – Sebuah video yang beredar di media sosial menunjukkan serangan udara Rusia menggunakan bom panduan FAB3000 UMPK yang menghantam jembatan di Knyazhyi, sebuah pemukiman yang dikuasai Ukraina di wilayah Kursk, Rusia, Minggu (9/3/2025).

    Rekaman tersebut memperlihatkan dampak serangan yang menyebabkan kerusakan signifikan pada jembatan tersebut.

    Meskipun tanggal pasti serangan ini masih belum jelas, video yang dirilis menyoroti upaya berkelanjutan Rusia untuk mengganggu jalur pasokan Ukraina di sepanjang front Kursk, yang merupakan area penting dalam konflik ini.

    Serangan ini mencerminkan strategi Moskow dalam menargetkan infrastruktur guna melemahkan logistik Ukraina seiring berlanjutnya perang yang telah memasuki tahun ketiga.

    Berdasarkan laporan terbaru, pasukan Rusia telah berhasil merebut kembali sekitar 400 kilometer persegi wilayah di Kursk Oblast sejak akhir 2024, membalikkan beberapa pencapaian awal Ukraina.

    Menurut Institute for the Study of War, kemajuan Rusia bersifat inkremental namun konsisten, dengan pasukan memanfaatkan superioritas udara dan artileri untuk mendorong mundur posisi Ukraina.

    Keterangan dalam video yang beredar di Channel Telegram bloger militer Rusia menyebutkan, serangan udara Rusia dengan bom berpemandu FAB-3000 UMPK menghantam jembatan jalan di pemukiman Knyazhiy-2 yang dikuasai Ukraina, Kursk Oblast, Rusia.

    Pemukiman seperti Sudzha, yang terletak di selatan Knyazhyi-2, telah menjadi titik fokus pertikaian, dengan pasukan Rusia yang bertujuan untuk mengamankan pusat logistik utama.

    Serangan darat ini sejalan dengan serangan udara di Knyazhyi-2, yang menunjukkan upaya terkoordinasi untuk mengisolasi unit Ukraina dengan memutus rute pasokan mereka.

    Penggunaan FAB-3000 UMPK dalam serangan ini menandai pengerahan langka salah satu senjata konvensional terkuat Rusia.

    FAB-3000, yang awalnya merupakan bom jatuh bebas era Soviet, memiliki berat lebih dari 3.000 kilogram, atau sekitar 6.600 pon, dan telah dilengkapi dengan Modul Gliding and Correction Universal (UMPK) untuk mengubahnya menjadi amunisi berpemandu presisi.

    Peningkatan ini, yang dikembangkan oleh Tactical Missiles Corporation Rusia, mencakup sayap yang dapat dilipat dan sistem pemandu yang mengintegrasikan navigasi inersia dengan teknologi GLONASS berbasis satelit, yang memungkinkan bom meluncur hingga 60 kilometer dari titik pelepasannya.

    Hulu ledak itu sendiri membawa sekitar 1.400 kilogram bahan peledak tinggi, setara dengan hampir 1,5 ton TNT, yang membuatnya mampu menimbulkan kerusakan dahsyat.

    Menurut laporan Juli 2024 oleh Army Recognition, sebuah outlet berita pertahanan, radius ledakan FAB-3000 dapat meluas hingga lebih dari 900 meter, dengan efek fragmentasi mencapai hingga 1.000 meter atau sekitar 0,6 mil.

    Gelombang kejutnya sendiri dapat menyebabkan kerusakan struktural yang parah ratusan meter dari lokasi ledakan, menjadikannya alat yang tangguh terhadap posisi atau infrastruktur yang dibentengi seperti jembatan.

    Para ahli telah mencatat bahwa meskipun UMPK FAB-3000 menawarkan potensi kerusakan yang signifikan, akurasinya telah menjadi titik pertikaian.

    Sebuah analisis tahun 2024 oleh Yayasan Pertahanan Demokrasi Long War Journal mengutip klaim Rusia tentang kemungkinan kesalahan melingkar [CEP] sebesar 10 meter, yang berarti setengah dari bom harus mendarat dalam jarak tersebut dari targetnya.

    Namun, bukti video dari serangan sebelumnya, termasuk yang dibagikan di saluran Telegram, menunjukkan CEP mendekati 30 meter, yang menunjukkan presisi yang lebih rendah daripada yang digembar gemborkan. 

    Margin kesalahan ini, meskipun masih efektif terhadap target besar seperti jembatan atau bangunan, membatasi kegunaannya untuk serangan tepat sasaran.

    Ukuran dan kekuatan senjata juga mengorbankan jangkauan, dengan sumber seperti TASS, kantor berita negara Rusia, melaporkan pada bulan Juli 2024 bahwa jarak luncur FAB-3000 lebih pendek daripada rekan-rekannya yang lebih kecil, seperti FAB-500, yang dapat mencapai 70 kilometer.

    Terlepas dari kompromi ini, penyebaran bom di Knyazhyi-2 menunjukkan keinginan Rusia untuk meningkatkan daya tembaknya untuk mencapai tujuan taktis.

    UMPK FAB-3000 telah didokumentasikan hanya dalam beberapa contoh selama perang di Ukraina, yang mencerminkan statusnya sebagai senjata khusus daripada senjata rutin di gudang senjata Rusia.

    Salah satu penggunaan paling awal yang dikonfirmasi terjadi pada tanggal 20 Juni 2024, ketika saluran Telegram Rusia merilis rekaman serangan terhadap sebuah rumah sakit di Lyptsi, sebuah desa di wilayah Kharkiv, Ukraina.

    Defense Express, sebuah outlet analisis militer Ukraina, melaporkan bahwa bom tersebut meleset dari sasaran yang dituju sekitar 15 meter tetapi tetap menyebabkan kerusakan besar karena daya ledaknya.

    Penyebaran penting lainnya terjadi pada bulan September 2024, ketika sebuah FAB-3000 UMPK menyerang Vovchansk, juga di Oblast Kharkiv, yang menargetkan posisi pertahanan Ukraina, sebagaimana didokumentasikan dalam utas Reddit di komunitas CombatFootage.

    Hingga berita ini diturunkan, tingkat kerusakan penuh pada jembatan Knyazhyi-2 masih belum terverifikasi, tanpa ada pernyataan resmi dari otoritas Rusia atau Ukraina yang mengonfirmasi hasil serangan tersebut.

    Meskipun demikian, perilisan video tersebut berfungsi sebagai pengingat yang jelas tentang eskalasi persenjataan dan taktik yang sedang berlangsung, dengan kedua belah pihak beradaptasi dengan sifat konflik yang berlarut-larut.

    Apakah FAB-3000 akan digunakan secara lebih luas atau tetap menjadi senjata khusus?

    Semua itu bergantung pada kapasitas produksi Rusia dan dinamika yang berkembang di garis depan Kursk, di mana kendali jalur pasokan terus membentuk lintasan perang.

  • Tesla Babak Belur, Tanda Kehancuran Elon Musk Makin Jelas

    Tesla Babak Belur, Tanda Kehancuran Elon Musk Makin Jelas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kerajaan bisnis Elon Musk kian terpuruk sejak ia masuk ke Gedung Putih. Musk ditunjuk sebagai pemimpin Lembaga Efisiensi Pemerintah atau DOGE di pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

    Ternyata, hal ini membawa petaka bagi perusahaan mobil listrik Tesla miliknya. Saham Tesla merosot tajam sejak Musk ditunjuk sebagai nakhoda DOGE. Bahkan, ada gerakan anti Elon Musk dan anti Tesla yang menggema. 

    Pemilik Tesla ramai-ramai memasang stiker yang menghujat Elon Musk. Mereka seakan terjebak, sebab harga mobil Tesla anjlok dan tak menguntungkan jika dijual. Penjualan mobil Tesla juga mengalami penurunan di Eropa dan beberapa wilayah lain.

    Musk, yang diketahui sebagai pendukung garis terdepan Trump saat kampanye Pilpres AS. Publik sudah mulai mengkritik hal tersebut, tetapi kemarahan mereka memuncak saat Musk terang-terangan memasang pose yang mengingatkan dengan Nazi.

    Saham Tesla Anjlok

    Saham Tesla telah turun selama tujuh minggu sejak Musk bekerja untuk pemerintah. Saham Tesla akhir minggu lalu ditutup US$270,48, dikutip dari CNBC Internasional, Senin (10/3/2025).

    Saham tersebut menurun lebih dari 10%. Tesla pernah berada di level terendah pada pemilihan presiden 5 November lalu yakni US$251,44.

    Saham perusahaan mobil listrik itu sempat menanjak hingga pada puncaknya yang mencapai US$480 pada 17 Desember 2024 lalu. Namun, kembali anjlok hampir setengahnya pada pekan lalu.

    Sejak pertengahan Desember itu, kapitalisasi pasar Tesla juga ambles lebih dari US$800 miliar.

    Kontroversi DOGE

    Musk menjadi sosok yang menggenjot efisiensi besar-besaran di pemerintah AS. Mulai dari pengurangan tenaga kerja, penghapusan program pemerintah, hingga merencanakan konsolidasi lembaga. 

    Berbagai upaya itu dilakukan Musk sembari tetap mendorong kontrak-kontrak pemerintah dengan berbagai perusahaan miliknya.

    Jabatannya di pemerintah juga tak menghentikan aktivitasnya di media sosial. Ia mengecam keputusan apapun yang tidak disukai dan memberikan narasi pada masalah antara Rusia serta Ukraina.

    Hal ini membuat sentimen anti Musk dan anti Tesla berkembang pesat. Bukan hanya di AS, namun meluas hingga Eropa.

    Bahkan hal tersebut juga memunculkan ledakan protes. Tindakan kriminal pembakaran serta vandalisme juga diduga dilakukan di fasilitas Tesla.

    (fab/fab)

  • Trump Stop Bantuan ke Ukraina, Negara Baltik Alami Dilema

    Trump Stop Bantuan ke Ukraina, Negara Baltik Alami Dilema

    Jakarta

    Bagi ketiga negara bekas Uni Soviet ini, perang di Ukraina bukan sekadar konflik di perbatasan, melainkan garis pertahanan pertama. Jika Ukraina kalah, pasukan Rusia akan kembali berada di gerbang Baltik. Maka, bagi mereka, mendukung Ukraina adalah masalah eksistensial.

    Namun, permusuhan Trump terhadap Kyiv dan sikap lunaknya kepada Presiden Rusia Vladimir Putin menimbulkan kegelisahan di wilayah tersebut. Di sisi lain, sekitar dua ribu tentara AS masih ditempatkan di tiga negara Baltik. Ketika ditanya apakah pasukan ini akan tetap berada di benteng timur NATO, Trump awalnya menegaskan komitmennya terhadap Polandia, sebelum kemudian ragu-ragu dan berkata, “Baltik… itu kawasan yang juga sulit, tapi kami berkomitmen.”

    Trump kembali menekankan bahwa negara-negara Eropa harus meningkatkan kontribusi mereka dalam pertahanan. “Saya ingin melihat mereka menyamakan kontribusi, karena mereka masih jauh di bawah apa yang telah kami keluarkan,” ujarnya.

    Dilema pertahanan negara Baltik

    Ironisnya, negara-negara Baltik justru termasuk yang paling tinggi dalam pengeluaran pertahanan dibandingkan PDB mereka. Pada 2024, Estonia mengalokasikan 3,43%, Latvia 3,15%, dan Lituania 2,85%. Merespons situasi geopolitik yang semakin panas, ketiga negara telah berjanji meningkatkan anggaran pertahanan hingga 5% dari PDB mereka.

    Tomas Jarmalavicius, kepala studi di International Centre for Defense and Security di Tallinn, Estonia, mengatakan bahwa negara-negara Baltik kini menghadapi tantangan dalam menjaga dua jalur komunikasi yang semakin bertentangan.

    “Di satu sisi, AS tetap menjadi sekutu utama bagi Eropa dan Baltik. Di sisi lain, kami harus meningkatkan bantuan ke Ukraina agar mereka menang, meningkatkan tekanan terhadap Rusia, dan berinvestasi lebih besar dalam pertahanan Eropa,” ujar Jarmalavicius kepada DW.

    Namun, dia memperingatkan bahwa keseimbangan ini semakin sulit dijaga. “Akan tiba saatnya kami harus memilih: terus mendukung Ukraina atau mempertahankan keterlibatan AS. Karena bisa jadi, kami tidak bisa memiliki keduanya sekaligus,” tambahnya.

    Komitmen Estonia tak berubah

    Perdana Menteri Estonia, Kristen Michal, menegaskan bahwa negaranya akan terus bekerja sama dengan AS dalam berbagai aspek, terutama terkait Ukraina. “Untungnya, tidak ada negara NATO yang harus memilih antara aliansi NATO dan opsi lainnya, karena menurut saya NATO masih bekerja sebagaimana mestinya,” ujar Michal kepada DW.

    Namun, dengan dinamika geopolitik yang terus berubah, pertanyaan besar bagi negara-negara Baltik adalah seberapa lama mereka bisa tetap berada di tengah sebelum akhirnya dipaksa untuk memilih.

    Meskipun dilatari sejumlah pertentangan diplomasi, Amerika Serikat dan Ukraina masih berusaha membangun kerja sama dalam isu sumber daya mineral dan jaminan keamanan. Menurut Perdana Menteri Estonia, Kristen Michal, Eropa dapat memberikan sebagian perlindungan dan pendanaan untuk Ukraina, tetapi keterlibatan AS tetap sangat diperlukan.

    Di sisi lain, Michal melihat ada sisi positif dari tekanan Trump terhadap Eropa. “Jika Anda tahu bahwa Anda kaya dan di kawasan Anda ada ancaman dari Rusia, maka Anda harus berkontribusi dalam pertahanan. Seharusnya alarm ini sudah berbunyi sejak lama, bahkan tanpa Trump. Tapi sekarang, mungkin Trump justru membantu membunyikan alarm ini. Mungkin pesan yang buruk sekalipun tetap memiliki makna,” ujarnya.

    Taktik negosiasi atau perubahan haluan?

    Andzejs Viumsons, Sekretaris Negara di Kementerian Luar Negeri Latvia, mengatakan bahwa masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan pasti terkait kebijakan terbaru Trump. “Semua sinyal yang kami terima dari Washington, termasuk yang terbuka untuk publik, menunjukkan bahwa ini adalah bagian dari taktik negosiasi dengan Ukraina. Itu memberi saya harapan bahwa ini bukan sesuatu yang final dan tidak bisa diubah,” kata Viumsons kepada DW.

    Dia juga menegaskan bahwa tidak ada indikasi bahwa pemerintahan AS saat ini bersikap pro-Rusia. “Dari semua pembicaraan yang kami lakukan dengan pemerintahan baru atau dengan menteri luar negeri mereka, tidak ada yang menunjukkan bahwa AS akan meninggalkan kami atau tiba-tiba menjadi sahabat Rusia,” tambahnya.

    Tak ada alternatif selain AS

    Linas Kojala, Direktur Pusat Studi Geopolitik dan Keamanan di Vilnius, Lithuania, mengatakan bahwa negara-negara Baltik berusaha tetap positif terhadap AS karena tidak ada pengganti yang sepadan dalam hal keamanan.

    “Mungkin dalam tiga, lima, tujuh, atau sepuluh tahun ke depan, Eropa bisa menggantikan peran AS, tetapi itu membutuhkan banyak uang, waktu, dan kemauan politik. Saat ini, kami harus melakukan segala yang diperlukan untuk menyelamatkan hubungan dengan AS,” ujar Kojala.

    Dia mengibaratkan negara-negara Baltik sebagai kapal laut yang dinahkodai AS. “Kami bisa melompat dari kapal, tetapi tidak ada kapal lain di sekitar. Saat ini, tidak ada alternatif langsung yang bisa kami andalkan,” jelasnya.

    Jika ada pilihan lain, reaksi negara-negara Baltik terhadap Trump mungkin akan berbeda. “Beberapa pernyataan Trump sangat sulit diterima dan bertentangan langsung dengan kepentingan Ukraina,” tambah Kojala.

    Pertahanan mandiri

    Ke depan, prioritas negara-negara Baltik adalah hal-hal yang masih dapat mereka kendalikan: terus mendukung Ukraina, memperkuat pertahanan mandiri, dan meningkatkan kerja sama dengan sekutu Eropa seperti Jerman, Prancis, dan Inggris.

    Meski selama ini mereka merasa Eropa kurang berkontribusi dalam pertahanan, rencana pertahanan senilai €800 miliar yang diusulkan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dianggap sebagai langkah ke arah yang benar.

    “Saya ingat setengah tahun lalu, ketika saya baru menjabat, saya berbicara dengan Ursula von der Leyen dan meminta agar pertahanan bisa dipercepat serta aturan anggaran diubah. Saat itu dia mengatakan belum ada peluang. Kemarin saya mengingatkan dia tentang hal itu—dan akhirnya, kami sampai di titik ini,” pungkas Michal.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris

    Lihat juga Video ‘Vandalisme di Resor Golf Trump: Ditulisi ‘Gaza Tidak untuk Dijual”:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu