Negara: Ukraina

  • Upaya Gencatan Senjata Rusia-Ukraina: Jerman Sebut Jalan Buntu – Halaman all

    Upaya Gencatan Senjata Rusia-Ukraina: Jerman Sebut Jalan Buntu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kepala diplomat Jerman, Annalena Baerbock, menyatakan bahwa upaya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengamankan gencatan senjata dalam konflik Rusia-Ukraina telah menemui jalan buntu.

    Dalam pernyataannya pada Selasa, 1 April 2025, Baerbock menekankan pentingnya dukungan berkelanjutan dari sekutu Eropa bagi Ukraina, di tengah serangan yang terus berlanjut dari kedua belah pihak.

    “Karena jalan buntu antara AS dan Rusia dalam mencapai kesepakatan gencatan senjata, dukungan sekutu Eropa untuk Ukraina sangat penting,” ungkap Baerbock.

    Situasi di Medan Perang

    Serangan mematikan dari Rusia dan Ukraina masih berlangsung, dengan kedua negara bersiap untuk kampanye musim semi di sepanjang garis depan yang membentang sekitar 1.000 kilometer.

    Meskipun Rusia tidak meluncurkan pesawat nirawak Shahed ke Ukraina pada 31 Maret 2025, Andrii Kovalenko, kepala cabang antidisinformasi Dewan Keamanan Ukraina, menyatakan bahwa tidak ada perubahan signifikan dalam strategi Rusia.

    “Saat ini, ini tidak berarti apa-apa,” kata Kovalenko melalui Telegram.

    Teguran Trump kepada Putin dan Zelensky

    Pada 30 Maret 2025, Donald Trump menegur baik Presiden Rusia Vladimir Putin maupun Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

    Trump menunjukkan frustrasinya terhadap pertempuran yang terus berlanjut dan mengeklaim bahwa kemajuan telah dibuat dalam negosiasi.

    Ia juga mengancam akan menjatuhkan sanksi lebih lanjut terhadap Moskow, sambil menuduh Zelensky berusaha menarik diri dari kesepakatan dengan AS terkait akses sumber daya mineral Ukraina.

    Putin, di sisi lain, menolak usulan AS untuk penghentian pertempuran selama 30 hari.

    Gencatan senjata parsial di Laut Hitam, yang diharapkan bisa memfasilitasi pengiriman yang lebih aman, juga tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh negosiator Kremlin.

    Pandangan Kremlin

    Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menjelaskan bahwa Rusia memandang upaya untuk mengakhiri perang sebagai proses yang berlarut-larut.

    “Kami tengah berupaya menerapkan beberapa ide terkait penyelesaian masalah Ukraina. Pekerjaan ini masih berlangsung,” ucap Peskov dalam konferensi pers.

    Ia menegaskan bahwa belum ada hal konkret yang dapat diumumkan dan proses ini terhambat oleh substansi yang kompleks.

    Seruan untuk Tekanan Internasional

    Sementara itu, Zelensky menyatakan bahwa serangan Rusia tidak menunjukkan tanda-tanda mereda.

    Dalam pidatonya, ia menekankan bahwa kebrutalan serangan Rusia berlangsung setiap hari dan malam, menunjukkan ketidakpedulian Putin terhadap diplomasi.

    Zelensky mendesak komunitas internasional untuk memberikan tekanan lebih lanjut terhadap Rusia, termasuk sanksi baru, untuk mendorong negosiasi.

    “Geografi dan kebrutalan serangan Rusia menunjukkan bahwa Putin tidak peduli dengan diplomasi,” tegasnya.

    Dengan situasi yang semakin memanas, dukungan dari sekutu Eropa dan tekanan internasional menjadi kunci dalam upaya menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun ini.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Menlu China Wang Yi Kunjungi Rusia, Dukung Normalisasi Hubungan AS-Rusia – Halaman all

    Menlu China Wang Yi Kunjungi Rusia, Dukung Normalisasi Hubungan AS-Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, menegaskan bahwa hubungan antara China dan Rusia adalah persahabatan yang abadi dan tidak pernah bermusuhan.

    Pernyataan ini disampaikan dalam wawancara dengan kantor berita Rusia, RIA Novosti, selama kunjungan tiga harinya ke Moskow.

    Wang Yi menyatakan, “Prinsip teman selamanya tidak pernah musuh berfungsi sebagai dasar hukum yang kuat untuk memajukan kerja sama strategis pada tingkat yang lebih tinggi.”

    Pernyataan ini muncul di tengah upaya Presiden AS Donald Trump untuk menengahi pembicaraan perdamaian antara Rusia dan Ukraina.

    Normalisasi Hubungan AS-Rusia

    Dalam wawancaranya, Wang Yi juga menyambut baik tanda-tanda normalisasi hubungan antara Amerika Serikat dan Rusia.

    Ia menekankan pentingnya kekuatan besar dalam bertindak sebagai faktor stabilisasi di dunia saat ini.

    “Sangat menggembirakan bahwa Rusia dan Amerika Serikat telah bergerak untuk memperbaiki hubungan,” ujarnya.

    Perundingan Gencatan Senjata Ukraina

    Wang Yi menyoroti bahwa perundingan gencatan senjata terbaru di Ukraina telah menunjukkan hasil yang positif.

    Ia menekankan perlunya melanjutkan dialog meskipun ada perbedaan pandangan dan tantangan di medan perang.

    “Langkah menuju perdamaian, meskipun tidak begitu besar, bersifat konstruktif. Ada baiknya untuk terus membangunnya,” tambahnya.

    Wang Yi juga menegaskan bahwa China siap memainkan peran dalam menyelesaikan konflik di Ukraina.

    Ia mengusulkan pemberantasan penyebab krisis melalui dialog dan negosiasi untuk mencapai perjanjian damai yang adil, jangka panjang, dan mengikat bagi semua pihak.

    “Dengan perdamaian, tidak ada rasa sakit dan tidak ada hasil. Anda perlu bekerja keras untuk mencapainya,” ujarnya.

    Sebelumnya, Kremlin mengumumkan bahwa Presiden Rusia, Vladimir Putin, akan menerima kunjungan Wang Yi, yang juga dijadwalkan untuk mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Wang Yi: China dan Rusia Adalah Sahabat Selamanya, Tak Pernah Bermusuhan – Halaman all

    Wang Yi: China dan Rusia Adalah Sahabat Selamanya, Tak Pernah Bermusuhan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan Rusia dan China adalah sahabat selamanya dan tidak pernah bermusuhan.

    “Prinsip ‘teman selamanya, tidak pernah musuh’ … berfungsi sebagai dasar hukum yang kuat untuk memajukan kerja sama strategis pada tingkat yang lebih tinggi,” kata Wang Yi dalam wawancara dengan kantor berita negara Rusia, RIA Novosti, selama kunjungannya ke Moskow pada Selasa (1/4/2025)

    Dalam pernyataanya, Wang Yi juga menyambut baik tanda-tanda normalisasi hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia.

    Saat ini, Wang Yi sedang dalam kunjungan tiga hari ke Moskow untuk pembicaraan kerja sama strategis.

    Perjalanan tersebut terjadi di tengah upaya Presiden AS Donald Trump dalam menengahi pembicaraan perdamaian antara Rusia dan Ukraina.

    Wang Yi mengatakan kondisi global saat ini mengharuskan kekuatan besar bertindak sebagai faktor stabilisasi, jadi sangat menggembirakan bahwa Rusia dan Amerika Serikat telah bergerak untuk memperbaiki hubungan.

    “(Ini) bagus untuk menstabilkan keseimbangan kekuatan antara kekuatan-kekuatan besar dan menginspirasi optimisme dalam situasi internasional yang mengecewakan,” kata Wang Yi.

    Wang Yi mengatakan perundingan gencatan senjata Ukraina baru-baru ini telah membuahkan beberapa hasil dan harus dilanjutkan, meskipun terdapat perbedaan pandangan dan situasi sulit di medan perang.

    “Langkah menuju perdamaian, meskipun tidak begitu besar, bersifat konstruktif – ada baiknya untuk terus membangunnya,” kata Wang Yi.

    “Dengan perdamaian, tidak ada rasa sakit dan tidak ada hasil. Anda perlu bekerja keras untuk mencapainya,” lanjutnya.

    Menurutnya, kesepakatan damai harus mengikat dan dapat diterima oleh semua pihak.

    Ia juga menegaskan kembali bahwa China siap memainkan peran dalam menyelesaikan perang di Ukraina.

    “Kami menganjurkan pemberantasan penyebab krisis melalui dialog dan negosiasi, yang pada akhirnya mencapai perjanjian perdamaian yang adil, jangka panjang, dan mengikat yang dapat diterima oleh semua pihak,” kata Wang Yi.

    Sebelumnya, Kremlin mengatakan pada hari Senin (31/3/2025) bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin akan menerima kunjungan Wang Yi, yang juga akan mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Rusia Umumkan Mobilisasi Massal, Targetkan 160.000 Warga untuk Wajib Militer – Halaman all

    Rusia Umumkan Mobilisasi Massal, Targetkan 160.000 Warga untuk Wajib Militer – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemimpin Rusia, Vladimir Putin, akan merekrut 160.000 warga Rusia untuk program wajib militer yang dilaksanakan dua kali setahun.

    Pasukan baru ini, akan menggantikan sebagian dari mereka yang telah menyelesaikan masa wajib militer di Rusia, yang berlangsung selama 12 bulan bagi pria berusia antara 18 hingga 30 tahun.

    Dekrit terbaru yang dikeluarkan pada Senin, 31 Maret, menyebutkan bahwa 160.000 pria berusia 18 hingga 30 tahun yang bukan anggota cadangan akan dipanggil untuk bertugas dalam program mobilisasi musim semi tahun ini, yang dimulai pada 1 April hingga 15 Juli.

    “Untuk pelaksanaan, mulai 1 April hingga 15 Juli 2025, warga negara Rusia berusia 18 hingga 30 tahun yang tidak termasuk dalam cadangan dan wajib menjalankan dinas militer, akan dipanggil dalam jumlah 160.000 orang,” demikian bunyi dekrit tersebut, menurut Interfax Rusia.

    Mereka yang telah menyelesaikan masa tugas wajib militer juga akan dibebastugaskan, sesuai keputusan tersebut.

    “Pemecatan dari dinas militer bagi prajurit, pelaut, sersan, dan perwira rendahan yang masa tugas wajib militernya telah berakhir akan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Federal 28 Maret 1998, 53-FZ ‘Tentang Tugas Militer dan Dinas Militer,’” demikian bunyi keputusan tersebut.

    Interfax melaporkan pada mobilisasi musim gugur tahun 2024, Rusia berhasil merekrut 133.000 personel baru.

    Warga yang dipanggil untuk bertugas dilarang meninggalkan negara dan akan dikenakan denda sebesar 30.000 rubel jika menghindari wajib militer, menurut laporan BBC pada Agustus 2023.

    Kyiv Post melaporkan bahwa dalam mobilisasi Putin pada tahun 2024, yang melibatkan hampir 150.000 wajib militer, aturan hukum menyatakan bahwa mereka tidak dapat ditempatkan di luar Rusia selama dua tahun.

    Namun, beberapa dilaporkan telah dikirim ke garis depan di Ukraina secara tidak sengaja.

    Wajib militer juga dapat ditekan atau dipaksa menandatangani kontrak dengan militer Rusia dan kemudian dikirim ke garis depan, menurut Andrii Kharuk, seorang profesor di Akademi Angkatan Darat Nasional Hetman Petro Sahaidachnyi, kepada Kyiv Post.

    Pada musim panas tahun 2024, media Rusia melaporkan bahwa setelah serangan di Kursk oleh Ukraina, rekrutan baru segera dikirim ke garis depan dalam upaya menahan serangan tersebut.

    Menurut Ukraina, jumlah korban personel militer Rusia sejak Moskow melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina pada 2022 telah mencapai 915.230 hingga 31 Maret 2025.

    Upaya Gencatan Senjata Rusia-Ukraina

    Amerika Serikat tengah mengupayakan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina untuk mengakhiri perang secara permanen.

    Namun, banyak kendala yang masih ditemui.

    Pada 31 Maret, Presiden AS Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif sekunder pada ekspor minyak Rusia jika Presiden Rusia Vladimir Putin tidak mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang di Ukraina, seperti dilansir Kyiv Independent.

    “Saya ingin melihat (Putin) membuat kesepakatan sehingga kita bisa menghentikan tentara Rusia dan Ukraina, serta orang-orang lainnya, dari terbunuh,” kata Trump kepada wartawan di Ruang Oval.

    “Saya ingin memastikan dia menindaklanjuti hal itu, dan saya pikir dia akan melakukannya. Saya tidak ingin menerapkan tarif sekunder pada minyaknya. Namun, saya pikir itu adalah sesuatu yang akan saya lakukan jika dia tidak melaksanakan tugasnya.”

    Komentar Trump mengenai Rusia muncul hanya sehari setelah ia mengatakan kepada NBC News bahwa dirinya “kesal” dan “sangat marah” terhadap obsesi Putin yang terus menuntut pemerintahan transisi untuk menggantikan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.

    Trump sebelumnya telah mengancam akan mengenakan tarif tambahan terhadap Rusia, termasuk tarif 25 persen untuk semua minyak.

    Perdagangan antara AS dan Rusia berada pada titik terendah sepanjang masa akibat sanksi yang dijatuhkan oleh AS dan sekutu Barat lainnya sebagai tanggapan atas invasi Rusia ke Ukraina.

    Namun, pemerintahan Trump telah memperluas diplomasi dengan Moskow dan menyatakan bahwa pihaknya terbuka untuk menjajaki kemitraan perdagangan.

    Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan pada 31 Maret bahwa Trump menyampaikan ketidaksenangannya terhadap para pemimpin Rusia dan Ukraina di tengah upaya untuk mengamankan gencatan senjata dalam perang skala penuh tersebut.

    Selama konferensi pers di Ruang Oval, Trump juga menyinggung upaya yang sedang dilakukan untuk mencapai kesepakatan mineral dengan para pejabat Ukraina.

    Seorang sumber di Kantor Kepresidenan Ukraina mengatakan kepada Kyiv Independent bahwa keanggotaan Ukraina di NATO bukan bagian dari pembahasan seputar kesepakatan mineral.

    “Kami tidak mengaitkan (kesepakatan mineral dengan NATO), itu adalah kesalahpahaman,” kata sumber tersebut.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Jegal Bisnis Putin, AS Kenakan Tarif 25 Persen Bagi Negara Pembeli Minyak Rusia – Halaman all

    Jegal Bisnis Putin, AS Kenakan Tarif 25 Persen Bagi Negara Pembeli Minyak Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan memberlakukan tarif impor 25 persen kepada negara-negara yang membeli minyak mentah Rusia.

    Ancaman tarif sekunder ini diberlakukan setelah Presiden AS Donald Trump mengungkapkan kemarahannya terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Putin awalnya mengusulkan pembentukan pemerintahan sementara di Ukraina di bawah pengawasan PBB.

    Akan tetapi usulan ini segera ditolak oleh Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres.

    Merespon penolakan tersebut Pejabat Rusia terus menyebut (jabatan) Zelensky tidak sah karena Ukraina belum mengadakan pemilu sejak masa jabatannya berakhir.

    Ketegangan ini lantas membuat Trump murka, Trump menilai pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin telah menghalangi upaya gencatan senjata, menghambat berlangsungnya proses penyelesaian perang di Ukraina.

    “Jika Rusia dan saya tidak dapat membuat kesepakatan untuk menghentikan pertumpahan darah di Ukraina, dan jika saya pikir itu adalah kesalahan Rusia, saya akan mengenakan tarif sekunder pada minyak, pada semua minyak yang keluar dari Rusia,” kata Trump.

    “Itu berarti, jika Anda membeli minyak dari Rusia, Anda tidak dapat berbisnis di Amerika Serikat. Akan ada tarif 25 persen untuk semua minyak, tarif 25-50 persen untuk semua minyak,” imbuhnya..

    Imbas perseteruan tersebut, Trump mengancam akan memberlakukan tarif 25 persen hingga 50 persen untuk impor minyak Rusia. 

    Tak sampai disitu, jika Rusia tidak menunjukkan itikad baik, Trump berencana menerapkan sanksi tambahan yang serupa dengan kebijakan terhadap Venezuela.

    Dia menyatakan tindakan keras terhadap ekspor minyak Venezuela berhasil mengisolasi negara tersebut secara ekonomi. 

    Apabila sanksi tambahan yang direncanakan Trump benar-benar direalisasikan maka hal tersebut diproyeksi akan berdampak signifikan bagi bisnis minyak Rusia.

    Mengingat saat ini ekspor minyak Rusia sudah dikenai berbagai sanksi dari AS, Uni Eropa, dan negara-negara G7.

    Kesepakatan Gencatan Senjata Rusia-Ukraina

    Terpisah, meskipun kecewa terhadap Putin, Trump menegaskan bahwa upaya perdamaian antara Rusia dan Ukraina terus mengalami kemajuan secara bertahap.

    Trump juga mengungkapkan bahwa ia berencana berbicara dengan Putin dalam waktu dekat. Namun, hingga kini Gedung Putih belum memberikan keterangan terkait waktu pasti perbincangan tersebut atau apakah Trump juga akan berbicara dengan Zelensky.

    Sebelumnya Presiden Rusia Vladimir Putin sepakat melakukan gencatan senjata dengan Ukraina, sesuai dengan usulan Presiden AS Donald Trump.

    Dalam keterangan resminya Putin mengungkap bahwa Rusia bersedia menghentikan serangan terhadap fasilitas dan infrastruktur energi di Ukraina selama 30 hari kedepan.

    Kendati Putin sepakat untuk berhenti menyerang infrastruktur energi Ukraina selama 30 hari, akan tetapi Putin tetap menolak rencana Trump yang menginginkan penghentian penuh pertempuran selama 30 hari.

    Penolakan tersebut diungkap Putin lantaran adanya sejumlah masalah yang perlu diselesaikan sebelum perang dapat diakhiri.

    Beberapa isu yang menjadi perhatian Moskow diantaranya terkait bagaimana gencatan senjata akan ditegakkan serta kemungkinan bahwa hal ini akan memberikan kesempatan bagi Ukraina untuk memperkuat pasukannya dengan bantuan militer Barat.

    Tak hanya itu, Kremlin juga mendesak sekutu AS agar memberikan izin bank milik negara Rusia yang terkena sanksi terhubung dengan sistem pembayaran internasional.

    (Tribunnews.com/Namira)

  • Rusia Umumkan Mobilisasi Massal, Targetkan 160.000 Warga untuk Wajib Militer – Halaman all

    Putin Genjot Rekrutmen, Tambah 160 Ribu Tentara Untuk Perkuat Pertahanan Negara   – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Rusia Vladimir Putin kembali memerintahkan negaranya untuk merekrut 160.000 prajurit baru pada 15 Juli 2025.

    Jumlah tersebut meningkat dari rancangan sebelumnya, di mana wajib militer musim semi tahun lalu hanya memanggil 150.000 orang sementara di tahun 2022 hanya merekrut 134.500.

    Rekrutmen tambahan direncanakan Putin sejalan dengan upaya Moskow yang tengah memperluas jajaran militernya.

    Setelah sebelumnya Putin  memerintahkan untuk menambah jumlah tentaranya menjadi 1,5 juta prajurit aktif, peningkatan sekitar 180.000 tentara selama tiga tahun.

    Tak hanya itu, Rusia juga turut menyelenggarakan wajib militer dua kali setahun, dengan pria berusia 18-30 tahun memenuhi syarat diwajibkan mengikuti wajib militer.

    Kremlin dan Kementerian Pertahanan menegaskan bahwa pasukan yang mengikuti wajib militer tidak dikirim ke medan perang melainkan bertugas menjaga pertahanan negara.

    “Kampanye wajib militer yang akan datang sama sekali tidak terkait dengan operasi militer khusus di Ukraina,” kata Kementerian Pertahanan di media sosial, dikutip dari The Moscow Times.

    Putin Tawarkan Gaji Tinggi

    Untuk meningkatkan jumlah pasukan yang bertugas menjaga pertahanan negara, Putin menawarkan gaji tinggi dan bonus pendaftaran yang besar bagi ratusan ribu orang yang mendaftar sebagai tentara kontrak berbayar.

    Siapa pun yang menerima tawaran tersebut akan mendapat 5,2 juta rubel atau sekitar Rp 973 juta.

    Sementara mereka yang bersedia bergabung dalam pertempuran di Ukraina juga bisa menerima pembayaran tunai satu kali sebesar sekitar 5.690 dolar AS – 11.390 dolar AS jika terluka saat perang.

    Bagi keluarga prajurit yang tewas dalam pertempuran juga akan menerima biaya sebesar 34.150 dolar AS atau sekitar Rp 554 juta.

    Pengumuman itu dirilis usai Presiden Rusia Vladimir Putin memerintah militer untuk menambah jumlah pasukan.

    Rusia Disebut Krisis Pasukan

    Mencuatnya isu rekrutmen ini membuat sejumlah pihak berspekulasi jika Rusia kini tengah mengalami krisis pasukan.

    Pada awal tahun AS mengungkapkan bahwa Rusia  tengah mengalami krisis pasukan setelah lebih dari 700.000 tentara menjadi korban sejak memulai invasi ke Ukraina pada tahun 2022.

    Hal itu diungkap oleh Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin melalui laman resmi Menhan AS.

    “Sejak 2022, Rusia telah menderita lebih dari 700.000 korban di Ukraina. Jumlah itu lebih banyak dari yang dialami Moskow dalam semua konfliknya sejak Perang Dunia II digabungkan,” imbuh Austin melansir Defense.gov.

    “Korban Rusia di Ukraina kini melebihi dua pertiga dari total kekuatan tentara Rusia pada awal perang yang dipilih Putin. Pada bulan November 2024 saja, Rusia kehilangan hampir 1.500 tentara per hari,” imbuhnya

    Senada dengan proyeksi AS, Angkatan Bersenjata Ukraina memperkirakan 707.540 tentara Rusia tewas atau terluka hingga November 2024. 
     
    Sementara Pemerintah Inggris melaporkan sekitar 700.000 tentara Rusia tewas atau terluka pada November 2024.

    Korut Bantu Kirim Pasukan Tambahan ke Rusia

    Lebih lanjut, untuk menggenjot kekuatan pasukan Putin di medan perang, Presiden Korea Utara (Korut) kembali mengirimkan 3.000 tentara tambahan ke Rusia.

    Dengan tambahan pasukan ini, total prajurit Korut yang berada di Rusia diperkirakan mencapai sekitar 11 ribu tentara.

    Adapun para pasukan Korsel itu diberangkatkan menuju Kurs dengan menggunakan kapal kargo dan pesawat militer Rusia, sebagaimana dikutip dari CNN International.

    “Bala bantuan yang dikirim pada bulan Januari dan Februari itu menambah sekitar 11.000 pasukan yang telah dikirim Korea Utara ke Rusia sejauh ini,” ujar laporan Kepala Staf Gabungan Korea Selatan.

    Tak hanya mengirim pasukan tambahan, Pyongyang juga memasok amunisi tambahan berupa rudal balistik jarak pendek.

    Serta sekitar 220 howitzer dan peluncur roket ganda 240 milimeter, yang diharapkan dapat memperkuat pertahanan Rusia di medan perang.

    (Tribunnews/Namira)

  • Harga Minyak Mentah Dunia Melonjak di Tengah Ancaman Tarif AS

    Harga Minyak Mentah Dunia Melonjak di Tengah Ancaman Tarif AS

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan hampir 2% ke level tertinggi dalam lima minggu pada Senin (31/3/2025), dipicu oleh kekhawatiran bahwa pasokan global dapat terganggu apabila Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melanjutkan rencananya untuk menerapkan tarif tambahan terhadap Rusia dan kemungkinan tindakan militer terhadap Iran.

    Harga minyak mentah Brent mengalami kenaikan sebesar US$ 1,11 atau 1,5% dan ditutup pada level US$ 74,74 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik US$ 2,12 atau 3,1% ke level US$ 71,48 per barel. Ini menjadi level penutupan tertinggi Brent sejak 24 Februari dan level tertinggi WTI sejak 20 Februari.

    Dilansir dari Reuters, Trump pada Minggu (30/3/2025) menyatakan ia kecewa dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan mempertimbangkan tarif sekunder sebesar 25%-50% kepada pembeli minyak Rusia apabila ia menilai Rusia menghambat upayanya untuk mengakhiri konflik di Ukraina. Ancaman ini menjadi faktor utama yang diawasi oleh para pelaku pasar minyak, meskipun Trump mengisyaratkan belum ada rencana segera untuk menerapkannya.

    Rusia dan AS saat ini sedang menjajaki kemungkinan penyelesaian damai untuk konflik di Ukraina. Sementara itu, China dan India, sebagai pembeli utama minyak Rusia, memiliki peran penting dalam menentukan efektivitas sanksi sekunder terhadap ekspor minyak Rusia.

    Selain itu, Trump juga mengancam Iran dengan serangan militer dan tarif sekunder apabila negara tersebut gagal mencapai kesepakatan nuklir dengan AS.

    Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menegaskan AS akan menghadapi konsekuensi serius apabila melanjutkan ancamannya. Berbagai faktor ini yang membuat harga minyak mentah dunia naik. 

  • Dahyatnya Kenaikan Harga Emas, Kini Tembus USD 3.100 per Ons – Page 3

    Dahyatnya Kenaikan Harga Emas, Kini Tembus USD 3.100 per Ons – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga emas melonjak ke level tertinggi sepanjang sejarah, menembus angka USD 3.100 per ons dalam reli yang mencerminkan salah satu kenaikan paling signifikan dalam sejarah logam mulia. Kenaikan harga emas ini didorong oleh berbagai faktor, termasuk ketidakpastian ekonomi global dan kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat.

    Harga Emas Sentuh Rekor Tertinggi

    Dikutip dari CNBC, Selasa (1/4/2025), pada hari Senin, harga emas di pasar spot mencapai rekor baru sebesar USD 3.124,07 per ons.

    Lonjakan ini terjadi di tengah meningkatnya permintaan emas sebagai aset safe haven, dengan faktor utama seperti kebijakan suku bunga The Fed, ketegangan geopolitik, serta aliran dana ke Exchange Traded Funds (ETF) berbasis emas.

    Emas diperkirakan akan mencatat kenaikan kuartalan terbesar sejak September 1986. Hingga tahun 2025, emas telah mencetak 19 rekor harga tertinggi, dengan tujuh di antaranya berada di atas level USD 3.000.

    Sejak awal tahun 2025, harga emas telah naik 18%, setelah sebelumnya mengalami lonjakan 27% pada tahun 2024.

    Faktor-Faktor yang Mendorong Kenaikan Harga Emas

    Menurut Alexander Zumpfe, seorang trader logam mulia di Heraeus Metals Jerman, harga emas saat ini didorong oleh berbagai faktor, antara lain:

    Ketidakpastian geopolitik di Timur Tengah dan Eropa
    Kekhawatiran inflasi global
    Kebijakan moneter The Fed, yang berpotensi memangkas suku bunga lebih lanjut
    Meningkatnya permintaan dari investor dan bank sentralTarif dagang yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump

    Presiden Trump dijadwalkan mengumumkan kebijakan tarif baru pada 2 April, dengan tarif otomotif mulai berlaku pada 3 April. Hal ini semakin memperburuk ketidakpastian pasar dan mendorong investor untuk beralih ke emas sebagai aset lindung nilai.

    Menurut Nikos Tzabouras, analis pasar senior di Tradu.com, ketidakpastian geopolitik semakin meningkat, terutama dengan konflik yang masih berlangsung di Timur Tengah dan belum tercapainya kesepakatan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina.

    Selain itu, pernyataan kontroversial Trump mengenai Rusia, Iran, dan Greenland juga turut memperkeruh situasi global, membuat emas batangan semakin menarik bagi investor yang mencari perlindungan dari volatilitas pasar.

     

  • Harga Minyak Naik ke Level Tertinggi dalam 5 Minggu – Page 3

    Harga Minyak Naik ke Level Tertinggi dalam 5 Minggu – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak naik sekitar 2% ke level tertinggi dalam lima minggu pada Senin (1/4) akibat kekhawatiran pasokan akan menurun jika Presiden AS Donald Trump menindaklanjuti ancamannya untuk memberlakukan lebih banyak tarif pada Rusia dan kemungkinan menyerang Iran.

    Kenaikan Harga Minyak Global

    Dikutip dari CNBC, Selasa (1/4/2025), harga minyak Brent naik USD 1,11 atau 1,5% dan menetap di USD 74,74 per barel.  Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik USD 2,12 atau 3,1% menjadi USD 71,48 per barel.

    Ini merupakan harga penutupan tertinggi Brent sejak 24 Februari dan tertinggi WTI sejak 20 Februari. Selisih harga antara Brent dan WTI turun menjadi USD 3,02 per barel, level terendah sejak Juli 2024.

    Menurut analis, ketika selisih harga Brent dan WTI turun di bawah USD 4 per barel, perusahaan energi kurang terdorong untuk mengirim kapal untuk mengambil minyak mentah AS, yang dapat mengurangi ekspor minyak dari AS.

    Ancaman Sanksi AS terhadap Rusia dan Iran

    Trump menyatakan pada Minggu bahwa ia “sangat marah” terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin dan akan mengenakan tarif sekunder 25%-50% kepada pembeli minyak Rusia jika merasa Moskow menghambat upayanya untuk mengakhiri perang di Ukraina.

    “Ancaman Trump mengenai tarif sekunder pada minyak Rusia dan Iran menjadi faktor yang dipantau pelaku pasar minyak, meskipun ia mengindikasikan belum berencana menerapkannya saat ini,” kata analis UBS Giovanni Staunovo. “Namun, ada risiko pasokan yang lebih besar di masa depan.”

    Kremlin menyatakan bahwa Rusia dan AS sedang membahas kemungkinan penyelesaian damai di Ukraina. China dan India, sebagai pembeli utama minyak Rusia, akan memainkan peran kunci dalam efektivitas sanksi sekunder tersebut.

    Selain itu, Trump juga mengancam akan menyerang Iran dan memberlakukan tarif sekunder jika Teheran tidak mencapai kesepakatan dengan Washington mengenai program nuklirnya. Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menegaskan bahwa AS akan menerima pukulan keras jika bertindak sesuai ancamannya. Sementara itu, Garda Revolusi Iran menyita dua kapal tanker asing di Teluk Persia yang diduga menyelundupkan lebih dari 3 juta liter minyak solar.

     

  • Populer Internasional: Rudal Balistik Houthi Yaman Targetkan Israel – IDF Usir Warga Rafah – Halaman all

    Populer Internasional: Rudal Balistik Houthi Yaman Targetkan Israel – IDF Usir Warga Rafah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rangkuman berita populer Tribunnews di kanal Internasional dapat disimak di sini.

    Houthi melancarkan serangan udara terhadap Israel.

    Kelompok itu juga bentrok dengan Angkatan Laut AS.

    Sementara itu di Rafah, IDF mengusir warga Palestina saat hari raya Idulfitri.

    Selengkapnya, berikut berita populer internasional dalam 24 jam terakhir.

    1. Rudal Balistik Houthi Yaman ‘Sikat’ Israel, Pasukan Ansarallah juga Bentrok dengan Angkatan Laut AS

    Gerakan Yaman Ansarallah atau Houthi meluncurkan rudal balistik ke Israel pada Minggu (30/3/2025).

    Houthi juga mengumumkan konfrontasi baru atau bentrok dengan Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) di wilayah tersebut. 

    Sementara pesawat AS meningkatkan serangan udara mereka di Yaman.

    Menurut tentara Israel, sistem pertahanan udaranya mencegat rudal tersebut sebelum memasuki wilayah udara Israel.

    Gambar menangkap peluncuran rudal pencegat yang ditujukan untuk menetralisir rudal Yaman, mengutip Palestine Chronicle, Senin (31/3/2025). 

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    2. Duka Selimuti Gaza, IDF Paksa Warga Angkat Kaki Dari Rafah saat Perayaan Idul Fitri 2025

    Perayaan hari raya Idul Fitri di Gaza berubah menjadi duka usai Militer Israel mengeluarkan perintah evakuasi besar-besaran yang mencakup sebagian besar Rafah.

    Dalam keterangan resmi yang dikutip NBC News, Militer Israel memerintahkan seluruh penduduk Rafah untuk angkat kaki, mengevakuasi diri mereka jelang operasi besar-besaran yang akan digelar IDF di Gaza.

    “Militer memerintahkan warga Palestina untuk menuju Muwasi, kamp tenda kumuh di sepanjang pantai Gaza,” ujar sumber yang mengetahui laporan tersebut.

    Perintah evakuasi dikeluarkan PM Israel Benjamin Netanyahu selama Idul Fitri, hari raya umat Islam yang biasanya menandai berakhirnya bulan puasa Ramadan.
     
    BACA SELENGKAPNYA >>>

    3. Zelensky Tolak Kesepakatan Tanah Jarang, Trump Beri Peringatan

    Pada Minggu (30/3/2025), Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengeklaim Presiden Ukraina, Volodymyr  Zelensky, berusaha menarik diri dari kesepakatan terkait logam tanah jarang.

    Dikutip dari The Guardian, Trump mengatakan bahwa jika hal itu terjadi, Zelensky akan menghadapi “masalah yang sangat besar.”

    Gedung Putih dikabarkan meminta bagian dari pendapatan sumber daya mineral Ukraina selama bertahun-tahun, ditambah bunga, sebagai imbalan atas bantuan militer.

    Zelensky disebut terbuka terhadap kesepakatan ini, tetapi berhati-hati terhadap ketentuannya.

    Sementara itu, pemerintahan Trump terus mendorong agar perjanjian segera ditandatangani.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    4. Trump Ancam Lakukan Pengeboman, Khamenei: Iran Tidak Akan Diam, Siap Serang Balik

    Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei pada Senin (31/3/2025) memberikan tanggapan keras terhadap ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang akan mengebom Teheran jika tak setujui kesepakatan nuklir dengan AS.

    Dalam pidato yang disiarkan di televisi sehari setelah ancaman Trump, Khamenei memperingatkan bahwa Iran akan memberikan balasan keras jika AS nekat mengebom Teheran.

    “Permusuhan AS dan Israel selalu ada. Mereka mengancam akan menyerang kita, yang menurut kami tidak mungkin terjadi, tetapi jika mereka melakukan kejahatan, mereka pasti akan menerima balasan yang keras,” kata Khamenei, dikutip dari Iran International.

    Tidak hanya itu, Khamenei juga mengatakan bahwa nantinya seluruh warga Iran akan turun tangan memberikan balasan kepada AS.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    (Tribunnews.com)