Negara: Uganda

  • Tuai Protes, Vatikan Bela Keputusan Izinkan Pemberkatan Pasangan Sejenis

    Tuai Protes, Vatikan Bela Keputusan Izinkan Pemberkatan Pasangan Sejenis

    Vatican City

    Vatikan merilis pernyataan terbaru yang isinya mengklarifikasi dan membela keputusan untuk mengizinkan pemberkatan bagi pasangan sesama jenis. Dalam klarifikasinya, Vatikan menyangkal bahwa keputusan itu menyimpang dari doktrin dan mengimbau adanya “kehati-hatian” di negara-negara tertentu.

    Seperti dilansir AFP, Jumat (5/1/2024), pernyataan klarifikasi itu dimuat dalam dokumen yang dirilis oleh Dikasteri Doktrin Iman pada Kuria Roma, perangkat administratif Takhta Suci di Vatikan, pada Kamis (4/1) waktu setempat.

    Pernyataan itu dirilis setelah muncul protes dari uskup-uskup tertentu, khususnya di Afrika, atas keputusan terbaru Vatikan yang diumumkan pada Desember 2023 lalu.

    Keputusan Vatikan, yang disetujui Paus Fransiskus, soal mengizinkan para pastor memberikan berkat kepada pasangan “tidak normal” dan pasangan sesama jenis dalam keadaan tertentu, ditafsirkan oleh sebagian umat Katolik yang konservatif, termasuk di Afrika, sebagai kemunduran terhadap isu pernikahan sesama jenis dan homoseksualitas yang ditentang keras oleh Gereja.

    Vatikan, dalam pernyataan klarifikasi pada Kamis (4/1), menegaskan tetap berpegang pada keputusan yang diumumkan bulan lalu. Dijelaskan Vatikan bahwa keputusan itu yang dimuat dalam dokumen setebal delapan halaman yang dirilis Dikasteri Doktrin Iman itu sudah “jelas dan pasti soal pernikahan dan seksualitas”.

    “Tidak ada ruang untuk menjauhkan diri kita secara doktrinal dari Deklarasi ini atau untuk menganggapnya sesat, bertentangan dengan Tradisi Gereja atau menghujat agama,” tegas Dikasteri Doktrin Iman Vatikan dalam pernyataan klarifikasinya.

    Deklarasi yang dimuat dalam dokumen Vatikan yang dirilis 18 Desember lalu itu memperingatkan bahwa para pastor hanya bisa memberikan berkat kepada pasangan sesama jenis, orang-orang yang bercerai, atau pasangan yang tidak menikah, dalam konteks “non-ritual” dan tidak pernah dalam kaitannya dengan pernikahan atau persatuan sipil.

    Lihat juga Video ‘UU Anti-LGBT ‘Ekstrem’ Uganda Menuai Sorotan Dunia’:

    Ditegaskan Dikasteri Doktrin Iman Vatikan dalam pernyataannya bahwa berbagai konferensi uskup di seluruh dunia menyampaikan reaksi yang “dapat dimengerti” terhadap keputusan Vatikan itu dan “menyoroti perlunya periode refleksi pastoral yang lebih lama”.

    Dalam pernyataannya, Dikasteri Doktrin Iman Vatikan juga menekan bahwa dalam keadaan tertentu, pemberian berkat kepada pasangan sesama jenis tidak akan pantas untuk dilakukan.

    “Jika ada undang-undang yang mengecam tindakan menyatakan diri sendiri sebagai seorang homoseksual dengan hukuman penjara dan dalam beberapa kasus dengan penyiksaan dan bahkan kematian, maka sudah jelas bahwa pemberkatan adalah tindakan yang tidak bijaksana,” sebut Dikasteri Doktrin Iman Vatikan.

    Lebih lanjut, Dikasteri Doktrin Iman Vatikan mengimbau adanya “kehati-hatian dan perhatian terhadap konteks gerejawi dan budaya lokal” dalam menerapkan tindakan tersebut.

    Tanpa menyebut nama negara tertentu, Dikasteri Doktrin Iman Vatikan mengatakan bahwa di beberapa negara, “ada masalah budaya dan bahkan hukum yang kuat yang memerlukan waktu dan strategi pastoral yang melampaui jangka pendek”.

    Sejak terpilih tahun 2013 lalu, Paus Fransiskus bersikeras membuka pintu Gereja bagi semua umat, termasuk dari komunitas LGBT. Namun upaya tersebut mendapat perlawanan kuat dari kalangan tradisional dan konservatif.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Theodor Herzl, Pencetus Zionisme Israel yang Bikin Palestina Menderita

    Theodor Herzl, Pencetus Zionisme Israel yang Bikin Palestina Menderita

    Jakarta, CNN Indonesia

    Israel dilabeli negara zionis karena mendirikan negara dengan mencaplok wilayah Palestina. Gerakan ini dicetuskan oleh aktivis politik Yahudi dan jurnalis berkewarganegaraan Austria-Hungaria bernama Theodor Herzl.

    Serbuan Israel di jalur Gaza yang sudah dianggap sebagai genosida membangkitkan amarah masyarakat dunia.

    Kecaman publik global kepada kaum Zionis merujuk pada Israel, sekutu, dan pendukungnya yang melakukan kebrutalan untuk memusnahkan warga Palestina.

    Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune mengatakan akan terus berusaha menghentikan tragedi kemanusiaan atas kejahatan yang dilakukan oleh entitas Zionis di Gaza, dikutip dari Associated Press News.

    Dilansir dari Britannica, Zionisme merupakan gerakan nasionalis Yahudi yang bertujuan untuk menciptakan dan mendukung negara nasional Yahudi di Palestina.

    Bagi sebagian orang, gerakan Zionisme menjadi kesempatan bagi bangsa Yahudi untuk mendapatkan pembebasan nasional dan bisa memimpin pemerintahan mereka sendiri. Namun bagi yang lain, Zionisme merupakan proyek kolonial yang rasis.

    Salah satu tokoh penting dibalik zionisme adalah Theodor Herzl. Berikut profil Theodor Herzl.

    Pria kelahiran Tahun 1860 ini disebut sebagai “Bapak Zionisme” politik modern. Setiap tahun pada tanggal 10 bulan Ibrani Iyar, Israel merayakan libur nasional dengan “Hari Herzl”.

    Herzl meninggal lebih dari 40 tahun sebelum negara Israel terbentuk. Namun, Herzl merupakan seorang organisator, propagandis, dan diplomat yang berperan besar membuat Zionisme menjadi gerakan politik berpengaruh di dunia.

    Seorang penulis bernama Gol Kalev menerbitkan buku “Yudaism 3.0: Judaism’s Transformation to Zionism” yang didedikasikan untuk Herzl.

    “Jika kita dapat mendalami pemikiran dan filosofi Herzl, kita dapat menerapkannya pada banyak isu strategis saat ini, [bahkan] dalam siklus berita dan dunia yang ramai.” ungkap Kalev, dikutip dari The Jerusalem Post.

    Keterlibatan Herzl dalam gerakan Zionisme dimulai saat terjadinya Kasus Mata-Mata pada 1894 dan 1895. Pada peristiwa tersebut, seorang perwira Yahudi Perancis, Alfred Dreyfus, dituduh sebagai mata-mata Jerman dan dipenjara seumur hidup. Hal ini menjadi pencetus gelombang luas anti-Semitisme di Perancis.

    Herzl, jurnalis Yahudi yang saat itu bekerja sebagai koresponden di Paris untuk surat kabar harian Austria, menulis buku berjudul ‘Der Judenstaat’ atau ‘Negara Yahudi’ yang diterbitkan Tahun 1896, dikutip dari Egypt Today.

    Salah satu sub judul yang tertulis dalam buku tersebut adalah ‘Upaya Menemukan Solusi Modern terhadap Pertanyaan Yahudi’.

    Herzl juga sadar akan terjadinya persaingan ekonomi antara Yahudi dan non-Yahudi yang akhirnya menimbulkan kebencian anti-Yahudi.

    Ketegangan rasial berkelanjutan di Perancis dan negara di sekitarnya membuat Herzl merasa bahwa Eropa tidak lagi bisa dijadikan tempat tinggal orang Yahudi.

    Herzl berkomitmen untuk membebaskan bangsa Yahudi dari tekanan Eropa. Herzl membentuk berbagai skema, seperti revolusi sosialis dan perpindahan agama secara masal menjadi Kristen, dilansir dari History Today.

    Satu-satunya solusi yang dipilih Herzl untuk memperjuangkan Yahudi adalah melalui pendekatan nasional. Herzl mengusulkan kepada orang-orang bangsa Yahudi untuk membentuk negara mereka sendiri.

    Bersambung ke halaman berikutnya…

    Herzl pada mulanya mengusulkan dua lokasi geografis, yaitu Palestina dan Argentina. Herzl juga menargetkan Uganda sebagai tempat perlindungan sementara bagi bangsa Yahudi untuk menghindari anti-Semitisme.

    Ambisi Herzl untuk membentuk negara Yahudi di Palestina tidak lagi bisa dibendung. Herzl ingin negara Yahudi juga turut ambil bagian dari proyek kolonialisme Eropa di timur. Oleh karena itu, Herzl membentuk penghalang untuk memisahkan Eropa dan Asia.

    Herzl sempat ingin menyelenggarakan kongres Zionis pertamanya di Munich, Jerman, tetapi mendapat penolakan dari Majelis Yahudi dan para nabi.

    Kongres pertama Zionis tingkat dunia akhirnya berhasil diselenggarakan Tahun 1897 di Basel, Swiss yang dihadiri oleh 200 delegasi dari 24 negara.

    Di hadapan ratusan delegasi, Herzl mengumumkan pendirian Organisasi Zionis Dunia. Tujuan dari gerakan Zionisme ini adalah mendirikan tanah air nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina yang diakui oleh hukum internasional.

    Herzl mempresentasikan suatu proyek besar Yahudi yang disebut sebagai “Proyek Basel”.

    Kongres Zionis terus berlanjut dengan sidang yang diadakan setiap tahunnya. Pada sidang kedua Tahun 1898, dibentuk “Dana Penyelesaian” yang digunakan untuk menyokong keuangan Organisasi Zionis Dunia.

    Kampanye donasi menargetkan orang-orang Yahudi kaya yang ada di Barat. Dukungan dana juga ditarik dari keuntungan perusahaan dan lembaga-lembaga besar mereka.

    Konferensi-konferensi berikutnya mulai melibatkan negara-negara besar untuk terlibat.

    Dalam konferensi tersebut, dirumuskan tiga jalur agar tercapainya tujuan Zionisme, yaitu pengembangan pemukiman di Palestina melalui pertanian, penguatan budaya Yahudi, dan mendapatkan persetujuan internasional atas proyek Zionis.

    Herzl menggunakan strategi menghindari penyebutan “negara Yahudi” saat Kongres Pertama Zionis diadakan dan lebih memilih istilah “tanah air”. Hal ini bertujuan untuk menghindari kebencian terhadap orang Yahudi di Eropa dan di Kekaisaran Ottoman.

    Pada kongres keenam Tahun 1903 di Basel, untuk pertama kalinya dikenalkan proposal pendirian negara Yahudi di Uganda. Wacana ini mendapat pertentangan dari 178 delegasi.

    Perdebatan terjadi akibat wacana kelangsungan proyek Zionis selain di Palestina. Dikhawatirkan akan terjadi perpecahan dan konflik di tengah kemajuan yang sudah dicapai sejak 1897.

    Herzl berusaha meyakinkan para delegasi dengan janji mencari solusi dan mengirimkan komite pencari fakta untuk melihat kondisi di Gaza.

    Herzl meninggal sebelum kongres ketujuh dilaksanakan Tahun 1905. Kemudian David Wolffsohn, zionis Rusia dan rekan dekat Herzl, terpilih sebagai presiden baru Organisasi Zionis Dunia, .

    Proyek Uganda mulai ditinggalkan, tetapi tekad untuk menyukseskan Proyek Basel yang dicetuskan oleh Herzl terus berlanjut.

    Konsep “negara” yang dibawa oleh Herzl membuat pemukiman Yahudi di Palestina yang lebih pasti.

    Zionis kian mengintervensi pemerintahan Palestina dengan berusaha masuk dalam urusan politik. Didirikan “Kantor Tanah Israel” di Jaffa yang menarik pemodal Yahudi untuk mendanai ladang jeruk dan buah-buahan lainnya.

    Pengembangan lahan pertanian semakin meluas di Boria, Magdala di utara Danau Tiberias, dan di Rehovot dan Lod.

    Kantor Tanah Israel berperan penting dalam pembentukan lingkungan “Ahuzat Bayit”, yang kemudian menjadi pusat kota Ibrani pertama, Tel Aviv.

    Dukungan terhadap bangsa Yahudi dari negara besar, salah satunya Inggris semakin nyata dengan adanya Deklarasi Balfour pada 2 November 1917.

    Deklarasi Balfour dikeluarkan oleh pemerintah Inggris untuk mendukung pendirian rumah nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina.