Negara: Turki

  • 2 Polisi Turki Tewas Ditembak, Remaja 16 Tahun Ditangkap

    2 Polisi Turki Tewas Ditembak, Remaja 16 Tahun Ditangkap

    Ankara

    Dua polisi Turki tewas ditembak dan dua personel lainnya mengalami luka-luka dalam serangan penembakan yang terjadi di sebuah kantor polisi di dekat kota Izmir pada Senin (8/9). Seorang remaja putra berusia 16 tahun telah ditangkap terkait penembakan mematikan tersebut.

    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Ali Yerlikaya, seperti dilansir AFP, Senin (8/9/2025), mengatakan bahwa serangan “keji” di kantor polisi di Balcova, distrik yang ada di sebelah barat kota resor Izmir, menewaskan dua polisi dan membuat satu polisi lainnya mengalami “luka parah”.

    “Tersangka dalam insiden tersebut, berinisial EB dan berusia 16 tahun, telah ditangkap dan penyelidikan telah dibuka,” kata Yerlikaya dalam pernyataan via media sosial X.

    Gubernur Izmir Suleyman Elban, saat berbicara kepada media lokal Turki di lokasi serangan, mengatakan si tersangka tinggal di ruas jalanan yang sama dengan lokasi kantor polisi yang diserang. Si tersangka dalam kondisi luka-luka saat ditangkap.

    “Tersangka pembunuhan adalah seorang remaja berusia 16 tahun yang tinggal di jalan ini. Dia tidak memiliki catatan kriminal atau catatan penangkapan sebelumnya atas kejahatan apa pun,” ucap Elban saat berbicara kepada televisi swasta NTV,

    Dia menambahkan bahwa remaja tersebut “ditangkap dalam kondisi luka-luka”.

    Tidak diketahui secara jelas mengapa kantor polisi di distrik Balcova itu diserang. Namun rekaman video yang dipublikasikan situs berita Gercek Gundem menunjukkan seseorang yang mengenakan penutup wajah atau balaclava, memakai atasan hitam dan celana panjang pucat, sedang jogging di trotoar sambil membawa senapan dan kemudian masuk ke dalam gedung.

    Sebuah video lainnya yang beredar luas menunjukkan tersangka tergeletak di atas trotoar dan sedang ditangani oleh paramedis. Tersangka, dalam video itu, tampak dalam kondisi sadar, namun bagian belakang celananya berlumuran darah dan beberapa selongsong peluru berserakan di sekitarnya.

    Rekaman video ketiga yang beredar menunjukkan sekelompok warga sipil membantu menyeret tersangka ke dalam mobil polisi.

    Kantor berita DHA melaporkan pelaku penyerangan menggunakan “senjata laras panjang”. Sedangkan NTV menggambarkan senjata pelaku sebagai “pump-action shotgun”.

    Menyusul penembakan itu, kepolisian setempat mengerahkan personelnya ke seluruh area dan memberlakukan langkah-langkah keamanan yang ketat.

    Lihat juga Video: 2 Polisi Australia Tewas Ditembak di Victoria, Pelaku Masih Diburu

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Studi Ungkap Wanita ‘Alumni’ COVID Rentan Kena Penyakit Jantung-Stroke, Ini Alasannya

    Studi Ungkap Wanita ‘Alumni’ COVID Rentan Kena Penyakit Jantung-Stroke, Ini Alasannya

    Jakarta

    Sebuah studi baru yang dipublikasikan di European Heart Journal mengungkap kaitan penyakit jantung dengan wanita yang pernah terkena COVID-19. Penelitian tersebut menemukan, infeksi COVID-19 dapat mempercepat penuaan pembuluh darah hingga sekitar lima tahun, terutama pada wanita.

    Seiring bertambahnya usia, pembuluh darah secara alami menjadi lebih kaku. Namun, studi baru ini menunjukkan bahwa infeksi COVID dapat mempercepat proses tersebut. Hal ini penting karena pembuluh darah yang lebih kaku meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, termasuk stroke dan serangan jantung.

    “Sejak pandemi, kami telah mempelajari bahwa banyak orang yang terinfeksi Covid mengalami gejala yang dapat berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Namun, kami masih mempelajari apa yang terjadi di dalam tubuh yang menyebabkan gejala-gejala ini.” tutur Profesor Rosa Maria Bruno dari Université Paris Cité, Prancis, yang memimpin penelitian ini.

    COVID sendiri diketahui dapat langsung memengaruhi pembuluh darah. Hal ini bisa menyebabkan apa yang disebut penuaan pembuluh darah dini, yaitu kondisi ketika pembuluh darah menjadi lebih tua dibanding usia biologis seseorang, sehingga ia lebih rentan terkena penyakit jantung.

    “Jika itu terjadi, kita perlu mengidentifikasi siapa yang berisiko pada tahap awal untuk mencegah serangan jantung dan stroke,” lanjutnya.

    Adapun studi ini studi ini melibatkan 2.390 orang dari 16 negara berbeda, Austria, Australia, Brasil, Kanada, Siprus, Prancis, Yunani, Italia, Meksiko, Norwegia, Turki, Inggris, dan AS, yang direkrut antara September 2020 hingga Februari 2022. Peserta dikategorikan berdasarkan empat kelompok, yakni Tidak pernah terkena COVID, baru terkena COVID namun tidak dirawat di rumah sakit, dirawat di ruang perawatan umum, serta peserta yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU).

    Para peneliti menilai usia vaskular peserta dengan perangkat yang mengukur kecepatan gelombang tekanan darah dari arteri karotis (leher) ke arteri femoralis (paha). Pengukuran ini disebut carotid-femoral pulse wave velocity (PWV). Semakin tinggi nilainya, semakin kaku pembuluh darah dan semakin tua usia vaskular seseorang. Pengukuran dilakukan enam bulan setelah infeksi dan diulang 12 bulan kemudian.

    Selain itu, peneliti juga mencatat faktor demografis seperti jenis kelamin, usia, dan kondisi lain yang memengaruhi kesehatan kardiovaskular.

    Hasil Penelitian

    Setelah mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, peneliti menemukan bahwa semua kelompok pasien yang pernah terinfeksi COVID, termasuk yang hanya mengalami gejala ringan, memiliki pembuluh darah lebih kaku dibandingkan mereka yang tidak pernah terinfeksi. Efek ini lebih jelas pada wanita dan pada pengidap long COVID dengan gejala seperti sesak napas dan kelelahan.

    Rata-rata peningkatan PWV pada wanita dengan infeksi COVID ringan adalah 0,55 meter per detik, pada wanita yang dirawat di rumah sakit 0,60 m/s, dan pada yang dirawat di ICU mencapai 1,09 m/s. Peneliti menyebut peningkatan sekitar 0,5 m/s sudah bermakna secara klinis, setara dengan penuaan lima tahun, serta meningkatkan risiko penyakit jantung sekitar 3 persen pada wanita usia 60 tahun.

    Orang yang telah divaksinasi umumnya memiliki pembuluh darah yang lebih lentur dibandingkan yang tidak divaksin. Dalam jangka panjang, penuaan pembuluh darah akibat COVID tampak stabil atau sedikit membaik.

    Alasan Wanita ‘Alumni’ COVID Bisa Kena Penyakit Jantung

    “Ada beberapa kemungkinan penjelasan mengenai dampak COVID terhadap pembuluh darah,” kata Prof Bruno.

    Virus SARS-CoV-2 menempel pada reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) yang terdapat di lapisan pembuluh darah. Virus menggunakan reseptor ini untuk masuk dan menginfeksi sel, yang kemudian dapat menyebabkan disfungsi vaskular dan mempercepat penuaan pembuluh darah. Respon peradangan dan sistem imun tubuh juga berperan.

    Salah satu alasan adanya perbedaan antara pria dan wanita mungkin terkait fungsi sistem imun. Wanita cenderung memiliki respon imun yang lebih cepat dan kuat, sehingga lebih terlindungi dari infeksi. Namun, respon yang sama juga bisa memperparah kerusakan pembuluh darah setelah infeksi awal.

    Prof Bruno mengatakan, penuaan pembuluh darah mudah diukur dan bisa ditangani dengan pengobatan yang tersedia luas, seperti perubahan gaya hidup, obat penurun tekanan darah, dan obat penurun kolesterol. Bagi orang yang mengalami percepatan penuaan pembuluh darah, penting untuk melakukan segala cara guna menurunkan risiko serangan jantung dan stroke.

    Ia dan timnya akan terus memantau peserta penelitian selama beberapa tahun ke depan untuk mengetahui apakah percepatan penuaan pembuluh darah tersebut benar-benar meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/suc)

  • Gerhana Bulan 7-8 September Jadi yang Terlama, Ada Lagi Maret 2026

    Gerhana Bulan 7-8 September Jadi yang Terlama, Ada Lagi Maret 2026

    Jakarta

    Pada malam 7-8 September, wilayah Australia, Asia, Afrika, dan sebagian Eropa menyaksikan pemandangan spektakuler semua fase Gerhana Bulan Total ‘Blood Moon’.

    Selama fenomena yang berlangsung sekitar lima jam ini, Bulan purnama akan bergerak menembus bayangan Bumi. Bulan secara bertahap akan ditelan oleh bayangan tersebut, berubah warna menjadi merah tembaga (itu sebabnya dijuluki ‘Blood Moon’ atau ‘Bulan Berdarah’) selama 82 menit.

    Durasi yang panjang menjadikannya Gerhana Bulan Total terlama sejak 2022. Mengutip Time and Date, Gerhana Bulan Total berikutnya akan berlangsung selama 58 menit pada 2-3 Maret 2026.

    Tidak seperti Gerhana Matahari Total, yang hanya dapat disaksikan dari jalur totalitas yang sempit, Gerhana Bulan Total dapat disaksikan dari mana pun di sisi malam Bumi. Sayangnya bagi wilayah Amerika Utara, gerhana ini terjadi di sisi siang.

    Meskipun demikian, gerhana ini sangat terlihat. Fase total dan parsialnya diamati oleh 5,8 miliar orang atau sekitar 71% populasi dunia. Di antara kota-kota pertama yang mengalami totalitas adalah Sydney, Melbourne, dan Perth di Australia, Tokyo di Jepang, serta Seoul di Korea Selatan.

    Sedangkan fase yang terakhir mencakup Moskow di Rusia, Ankara di Turki, dan Bukares, Rumania, dengan Bulan yang mengalami gerhana terlihat saat Bulan terbit dari Eropa Barat.

    Gerhana Bulan dapat dilihat dengan mata telanjang, dan tidak memerlukan peralatan khusus. Namun, untuk memperbesar detail permukaan Bulan dan benar-benar mengamati bayangan Bumi yang merayap, teleskop yang bagus atau teropong bintang akan sangat membantu.

    Di Indonesia, fenomena ini diamati mulai pukul 22.28 WIB pada 7 September hingga 03.55 WIB keesokan harinya. Sebagian besar wilayah Indonesia cerah saat fenomena ini terjadi, sehingga para pengamat langit dapat menikmati momen gerhana dengan mata telanjang dari seluruh Indonesia.

    (rns/rns)

  • Duh! Studi Bawa Kabar Nggak Enak Bagi Wanita ‘Alumni’ COVID, Bisa Kena Penyakit Ini

    Duh! Studi Bawa Kabar Nggak Enak Bagi Wanita ‘Alumni’ COVID, Bisa Kena Penyakit Ini

    Jakarta

    Dari Long COVID hingga masalah kesehatan berkepanjangan, para ahli masih terus meneliti dampak jangka panjang infeksi COVID-19. Sebuah studi terbaru menemukan, infeksi COVID dapat mempercepat penuaan pembuluh darah hingga sekitar lima tahun, terutama pada perempuan.

    Penelitian ini dipimpin oleh Profesor Rosa Maria Bruno dari Université Paris Cité, Prancis, dan hasilnya dipublikasikan di European Heart Journal.

    Seiring bertambahnya usia, pembuluh darah secara alami akan menjadi lebih kaku. Namun, studi ini menemukan, COVID-19 dapat mempercepat proses tersebut. Pengerasan pembuluh darah meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, termasuk stroke dan serangan jantung.

    “Sejak pandemi, kita tahu banyak orang yang setelah terkena COVID mengalami gejala yang bertahan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Namun, kami masih mencari tahu apa yang terjadi di dalam tubuh hingga menimbulkan gejala tersebut,” jelas Prof Bruno, dikutip dari Times of India.

    “Kami tahu COVID bisa langsung memengaruhi pembuluh darah. Hal ini dapat menyebabkan apa yang kami sebut penuaan pembuluh darah dini-artinya pembuluh darah menjadi lebih tua dari usia kronologis seseorang, sehingga lebih rentan terhadap penyakit jantung. Jika itu benar terjadi, kita harus bisa mengenali siapa saja yang berisiko sejak dini untuk mencegah serangan jantung dan stroke,” tambahnya.

    Untuk memahami dampak COVID terhadap pembuluh darah, peneliti menganalisis 2.390 orang dari 16 negara, yakni Austria, Australia, Brasil, Kanada, Siprus, Prancis, Yunani, Italia, Meksiko, Norwegia, Turki, Inggris, dan AS, pada periode September 2020-Februari 2022.

    Peserta dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu mereka yang tidak pernah terkena COVID, mereka yang baru terkena COVID namun tidak dirawat di rumah sakit, mereka yang dirawat di ruang perawatan biasa, serta mereka yang dirawat di ICU.

    Penuaan pembuluh darah diukur enam bulan setelah infeksi, lalu diulang 12 bulan kemudian. Semakin kaku pembuluh darah, semakin tinggi usia vaskular seseorang.

    Peneliti menemukan, orang yang pernah terkena COVID, termasuk yang hanya mengalami gejala ringan, memiliki pembuluh darah lebih kaku dibanding mereka yang tidak pernah terinfeksi. Efek ini lebih kuat pada perempuan dan pada penderita long COVID dengan gejala seperti kelelahan dan sesak napas.

    Pada perempuan yang mengalami infeksi ringan, kekakuan arteri rata-rata meningkat 0,55 m/s. Angka ini naik menjadi 0,60 m/s bila dirawat di rumah sakit, dan 1,09 m/s bila dirawat di ICU.

    Menurut peneliti, peningkatan 0,5 m/s dianggap relevan secara klinis, setara dengan penuaan sekitar lima tahun, serta meningkatkan risiko penyakit jantung sebesar 3 persen pada perempuan berusia 60 tahun. Studi juga menunjukkan, orang yang sudah divaksinasi memiliki pembuluh darah yang lebih lentur dibandingkan yang tidak divaksinasi.

    “Ada beberapa kemungkinan penjelasan mengenai dampak COVID pada pembuluh darah. Virus SARS-CoV-2 menyerang reseptor ACE2 yang terdapat pada lapisan pembuluh darah untuk masuk dan menginfeksi sel. Hal ini bisa menyebabkan disfungsi vaskular dan mempercepat penuaan pembuluh darah. Respon imun dan peradangan tubuh juga turut berperan,” ujar Prof Bruno.

    Perbedaan antara laki-laki dan perempuan mungkin terkait dengan sistem imun. Perempuan umumnya memiliki respon imun yang lebih cepat dan kuat, yang di satu sisi melindungi dari infeksi, tapi di sisi lain bisa memperburuk kerusakan pembuluh darah setelah infeksi. Untungnya, penuaan pembuluh darah mudah diukur dan bisa ditangani dengan perubahan gaya hidup, obat penurun tekanan darah, serta obat penurun kolesterol.

    “Bagi orang dengan penuaan vaskular yang dipercepat, penting untuk melakukan segala upaya guna mengurangi risiko serangan jantung dan stroke,” tambahnya.

    Dalam editorial pendamping, Dr. Behnood Bikdeli dari Harvard Medical School, Boston, AS, menegaskan meski ancaman akut pandemi sudah mereda, kini muncul tantangan baru: sindrom pasca-COVID. WHO mendefinisikannya sebagai gejala yang muncul tiga bulan setelah infeksi dan bertahan setidaknya dua bulan.

    “Studi menunjukkan hingga 40 persen penyintas COVID mengalami sindrom ini.”

    Menurutnya, studi besar berskala internasional ini menunjukkan bahwa kekakuan arteri tetap bertahan pada orang yang pernah terinfeksi. Analisis berdasarkan jenis kelamin menyoroti perbedaan mencolok, perempuan pada semua kelompok COVID-19 menunjukkan peningkatan signifikan kekakuan pembuluh darah, terutama mereka yang dirawat di ICU (+1,09 m/s).

    “Studi CARTESIAN menunjukkan bahwa COVID-19 telah menua arteri kita, terutama pada perempuan dewasa. Pertanyaannya adalah apakah kita dapat menemukan target yang dapat dimodifikasi untuk mencegah hal ini pada lonjakan infeksi di masa mendatang, dan mengurangi dampak buruk pada mereka yang mengidap penuaan vaskular akibat COVID-19,” tambah peneliti.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/suc)

  • Pajak Kendaraan Indonesia Salah Satu Tertinggi di Dunia, Masyarakat Dapat Apa?

    Pajak Kendaraan Indonesia Salah Satu Tertinggi di Dunia, Masyarakat Dapat Apa?

    Jakarta

    Gaikindo menyebut pungutan pajak yang diambil pemerintah dari sektor otomotif mahal. Malah dicap sebagai salah satu yang paling tinggi di dunia.

    Tingginya pajak kendaraan di Indonesia memengaruhi inudtsri otomotif itu sendiri. Apalagi di tengah penurunan angka penjualan mobil sejak akhir 2024.

    Kalau bicara komparasi persentase pajak dengan harga mobil baru, pajak di Indonesia sebenarnya lebih kecil dibanding Bangladesh, Nepal, atau Turki. Tapi dibanding beberapa negara tetangga di ASEAN, pemilik kendaraan di RI tetap harus bayar lebih banyak. Duh!

    Tonton obrolan tim redaksi detikOto tentang tingginya pajak di Indonesia, perbandingan dengan negara tetangga, serta pengaruhnya pada industri, dan fasilitas untuk publik.

    (din/din)

  • Politik sebagai Konten: Transformasi Gerakan Sosial di Era Digital
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 September 2025

    Politik sebagai Konten: Transformasi Gerakan Sosial di Era Digital Nasional 8 September 2025

    Politik sebagai Konten: Transformasi Gerakan Sosial di Era Digital
    Profesor di Unika Atmajaya, Full Member Sigma Xi, The Scientific Research Honor Society, Magister Hukum di IBLAM School of Law dan Doktor Hukum di Universitas Pelita Harapan
    FENOMENA
    yang merebak di ruang publik Indonesia dalam beberapa minggu terakhir, memperlihatkan bagaimana dinamika politik kini tidak lagi sekadar berkutat pada ruang rapat parlemen, ruang sidang pengadilan, atau jalan-jalan kota yang penuh demonstran, tapi juga muncul sebagai konten digital yang dikonsumsi, dibagikan, dan diperdebatkan secara masif.
    Ketika gagasan politik dirangkum dalam simbol sederhana berupa angka, warna, dan infografis lalu beredar cepat melalui ponsel jutaan orang, kita menyaksikan kelahiran bentuk artikulasi politik baru.
    Tidak hanya di Indonesia, fenomena serupa telah terjadi di berbagai belahan dunia, dari Amerika Serikat dengan tagar
    #BlackLivesMatter
    , Hong Kong dengan
    Umbrella Movement
    , hingga Eropa dengan
    Fridays for Future.
    Semua menghadirkan satu pola yang semakin jelas: politik tidak lagi sekadar proses formal institusional, melainkan juga performa visual dan naratif yang dirancang agar cocok dengan logika algoritme media sosial.
    Kasus 17+8 Tuntutan Rakyat yang meledak di Indonesia adalah contoh paling mutakhir, di mana 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang disusun dengan ringkas, tapi resonan, dikemas dalam warna pink yang lembut, namun penuh makna, dan dipopulerkan oleh influenser digital yang sebelumnya tidak dikenal sebagai aktivis politik.
    Fenomena ini menimbulkan banyak pertanyaan tentang masa depan demokrasi, hubungan antara estetika digital dengan substansi politik, dan sejauh mana masyarakat bisa bergantung pada gerakan berbasis viralitas untuk menyelesaikan problem struktural yang dalam.
    Masalah yang tersirat dari semua ini adalah bagaimana politik sebagai praksis kolektif kini menghadapi tantangan ganda.
    Di satu sisi, keberhasilan gerakan
    digital-first
    menunjukkan bahwa partisipasi rakyat masih sangat hidup, bahkan justru menemukan ruang ekspresi baru di luar kanal formal.
    Di sisi lain, keterbatasan struktur, kerapuhan organisasi, dan risiko superfisialitas mengintai, sebab logika media sosial cenderung lebih menyukai konten singkat, emosional, dan mudah dibagikan ketimbang argumentasi panjang yang penuh nuansa.
    Di sinilah problem konseptual muncul: apakah gerakan yang lahir dari viralitas dapat bertahan melampaui siklus trending?
    Apakah politik yang disajikan sebagai konten mampu menembus sistem hukum, kebijakan, dan birokrasi yang penuh resistensi?
    Pertanyaan semacam ini membawa kita pada dilema epistemologis dan normatif yang mengingatkan pada perdebatan lama tentang peran opini publik dalam demokrasi.
    Jürgen Habermas, dalam karya monumentalnya tentang ruang publik, menekankan pentingnya diskursus rasional yang terbentuk dalam arena komunikasi.
    Namun, pada era media sosial, yang kita hadapi bukan sekadar diskursus rasional, melainkan banjir konten yang mencampuradukkan opini, emosi, dan simbol.
    Teori-teori tentang gerakan sosial membantu kita memahami transisi ini. Manuel Castells, sosiolog asal Spanyol, dalam analisisnya tentang jaringan komunikasi, menggambarkan bahwa kekuatan masyarakat kini terletak pada kemampuan membentuk jaringan horizontal yang mem-
    bypass
    institusi formal.
    Konsep
    networked movement
    menjelaskan mengapa gerakan tanpa pemimpin tunggal, tanpa organisasi mapan, tetap bisa meluas cepat karena jaringannya bersifat desentral.
    Zeynep Tufekci, peneliti asal Turki-Amerika, juga menekankan hal serupa dalam kajiannya tentang protes digital.
    Ia menunjukkan bahwa kekuatan viralitas bisa menciptakan mobilisasi masif dalam waktu singkat, tetapi tanpa kapasitas organisasi yang kokoh, gerakan tersebut rentan kehilangan arah setelah momen awal.
    Persis di sinilah kita melihat paradoks. Gerakan 17+8 di Indonesia mampu menggalang dukungan luas hanya dalam hitungan hari. Namun, pertanyaan yang muncul adalah, apakah ia bisa bertahan lebih lama dan menghasilkan perubahan struktural nyata?
    Jika kita menggeser pandangan ke ranah filsafat politik, kita menemukan refleksi yang memperkaya analisis ini.
    Alexis de Tocqueville, ketika menganalisis demokrasi Amerika pada abad ke-19, sudah menyinggung tentang bahaya tirani mayoritas dan ketidakstabilan opini publik yang cepat berubah.
    Pada masa kini, fenomena itu menemukan bentuk digitalnya: opini publik yang viral dapat menjadi basis legitimasi sesaat, tetapi tidak selalu membawa konsistensi kebijakan.
    Hannah Arendt, dengan fokusnya pada ruang publik sebagai arena tindakan politik, menekankan pentingnya keberlanjutan dalam bertindak kolektif.
    Tanpa kesinambungan, tindakan politik mudah memudar. Refleksi ini menyoroti bahwa politik sebagai konten menghadapi tantangan menjaga keberlanjutan, bukan hanya menciptakan ledakan viral sesaat.
    Studi kasus dari berbagai negara memperlihatkan pola yang mirip. Di Amerika Serikat,
    #BlackLivesMatter
    lahir dari pengalaman diskriminasi rasial dan kekerasan polisi, lalu menjadi gerakan global melalui visual dan hashtag.
    Di Hong Kong,
    Umbrella Movement
    pada 2014 memperlihatkan bagaimana simbol sederhana—payung kuning—mampu menjadi ikon perlawanan terhadap Beijing.
    Di Swedia, Greta Thunberg memulai
    Fridays for Future
    dengan aksi personal yang difoto dan dibagikan, lalu berkembang menjadi protes iklim global.
     
    Di dunia Arab, gelombang
    Arab Spring
    berawal dari unggahan di media sosial yang kemudian menyulut revolusi.
    Di Indonesia, gerakan
    #ReformasiDikorupsi
    pada 2019 memperlihatkan kekuatan mahasiswa memobilisasi protes melalui visual digital.
    Semua ini mengajarkan bahwa viralitas adalah katalis, tetapi tidak otomatis menjamin hasil politik.
    Jika kita menganalisa lebih dalam, yang menjadi kekuatan utama gerakan digital adalah kemampuan menciptakan narasi singkat, mudah diingat, dan bersifat simbolik.
    17+8 adalah contoh sempurna: angka 17 dan 8 bukan hanya jumlah tuntutan, tetapi juga resonansi dengan 17 Agustus, hari kemerdekaan Indonesia.
    Warna pink bukan sekadar pilihan estetis, tetapi juga strategi membedakan diri dari warna-warna protes tradisional yang keras. Pink menyampaikan kesan empati, kelembutan, dan keterlibatan emosional yang lebih luas.
    Simbolisme ini sejalan dengan analisis semiotik Roland Barthes, yang menunjukkan bagaimana tanda-tanda visual dapat mengkristal menjadi mitos sosial.
    Barthes menulis bahwa mitos bukan kebohongan, melainkan cara tertentu dalam memberikan makna, dan dalam konteks ini pink menjadi mitos baru tentang perlawanan yang inklusif.
    Namun, di balik daya tarik simbolik, ada juga keterbatasan struktural. Tufekci menulis bahwa gerakan digital cenderung “mudah naik, mudah turun.”
    Tidak adanya organisasi mapan membuat mereka cepat meluas, tetapi juga cepat memudar. BLM bertahan lebih lama karena memiliki jaringan komunitas yang sudah lama ada di Amerika.
    Fridays for Future
    bertahan karena terhubung dengan isu global yang berkelanjutan. Sementara
    Umbrella Movement
    mengalami keterpecahan karena represi keras dan perbedaan strategi internal.
    Pertanyaannya, apakah 17+8 akan mengalami hal sama? Apakah ia akan menemukan struktur baru yang menghubungkan viralitas digital dengan advokasi hukum, perubahan kebijakan, atau bahkan lahirnya partai politik baru?
    Implikasinya bagi demokrasi sangat signifikan. Di satu sisi, gerakan seperti ini memperlihatkan bahwa masyarakat masih peduli, bahwa demokrasi tidak mati, dan bahwa rakyat menemukan cara kreatif menuntut keadilan.
    Di sisi lain, ada risiko bahwa pemerintah hanya melihat gerakan ini sebagai “tren medsos” yang bisa dibiarkan padam dengan sendirinya.
    Ada pula risiko bahwa partai politik justru akan meniru strategi ini untuk tujuan pencitraan, sehingga gerakan rakyat direduksi menjadi gaya kampanye. Hal ini menimbulkan dilema antara substansi dan performa.
    Jean Baudrillard, dalam teorinya tentang simulasi, mengingatkan bahwa dalam masyarakat kontemporer, tanda dan simbol sering kali lebih kuat daripada realitas itu sendiri.
    Politik sebagai konten bisa jatuh dalam jebakan simulasi, di mana performa digital lebih penting daripada hasil nyata.
    Di sinilah muncul kemungkinan solusi. Gerakan berbasis konten digital perlu mencari cara agar tidak hanya berhenti pada viralitas.
    Salah satunya adalah menjembatani antara dunia digital dan dunia formal: tuntutan yang viral harus diterjemahkan ke dalam advokasi hukum,
    judicial review,
    lobi parlemen, atau pembentukan jaringan sipil yang lebih kokoh.
    Hal ini membutuhkan kerja sama antara influenser digital dengan aktivis LSM, akademisi, dan praktisi hukum.
    Jika gerakan digital hanya berhenti pada “konten yang indah”, maka ia akan hilang bersama arus timeline. Namun, jika ia berhasil membentuk aliansi dengan struktur yang lebih berjangka panjang, maka ia dapat menjadi katalis perubahan nyata.
    Pengalaman BLM yang mendorong reformasi kepolisian, atau
    Fridays for Future
    yang memaksa isu iklim masuk agenda politik, menunjukkan bahwa hal ini mungkin dilakukan.
    Maka, yang perlu dipikirkan adalah bagaimana menggabungkan kekuatan viralitas dengan ketahanan institusional.
    Habermas mengingatkan bahwa ruang publik harus menghasilkan diskursus rasional, bukan hanya pertukaran opini emosional.
    Tantangannya adalah bagaimana membuat konten digital yang bukan hanya estetis, tetapi juga menyajikan argumentasi rasional yang bisa masuk ke ranah kebijakan.
    Di sinilah peran akademisi dan intelektual publik sangat penting. Mereka dapat menjadi jembatan antara konten digital yang viral dengan substansi kebijakan yang kompleks.
    Antonio Gramsci pernah menulis tentang pentingnya “intelektual organik” yang terhubung dengan rakyat.
    Dalam era digital, intelektual organik mungkin adalah mereka yang mampu menulis, berbicara, dan menyajikan analisis di media sosial tanpa kehilangan kedalaman.
    Akhirnya, kita melihat bahwa politik sebagai konten adalah gejala zaman yang tidak bisa diabaikan.
    Ia lahir dari perubahan struktur komunikasi global, dari media cetak ke televisi hingga media sosial. Ia memperlihatkan kreativitas rakyat dalam menyuarakan aspirasi.
    Ia juga menunjukkan keterbatasan, karena viralitas tidak selalu berarti keberlanjutan. Namun, justru dalam ketegangan itulah demokrasi diuji.
    Apakah ia akan mampu menyerap energi digital menjadi reformasi nyata, ataukah ia akan membiarkan energi itu hilang begitu saja.
     
    Masa depan demokrasi Indonesia, dan mungkin demokrasi global, sangat ditentukan oleh bagaimana kita menjawab pertanyaan itu.
    Gerakan 17+8, dengan semua simbol, warna, angka, dan viralitasnya, adalah cermin dari era baru politik. Ia menunjukkan potensi sekaligus risiko.
    Ia adalah tanda bahwa politik kini harus dipahami bukan hanya sebagai keputusan di ruang sidang, tetapi juga sebagai konten yang viral di layar ponsel.
    Dan jika kita menutup refleksi panjang ini, jelas bahwa 17+8 bukan sekadar episode sesaat, melainkan momen penting yang menandai pergeseran paradigma.
    Ia membuat kita menyadari bahwa generasi digital menemukan cara baru untuk berbicara, memprotes, dan menuntut. Kita tidak bisa menolaknya, karena ini adalah bahasa politik zaman ini.
    Tantangan kita adalah memastikan bahwa bahasa baru ini tidak berhenti sebagai gaya visual, melainkan menjadi jalan menuju perubahan substantif.
    Demokrasi yang sehat hanya mungkin jika energi viral di dunia maya menemukan perwujudannya di dunia nyata. Dan perjalanan itu baru saja dimulai.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Lamine Yamal Tetap Dimainkan di Laga Spanyol Lawan Turki 

    Lamine Yamal Tetap Dimainkan di Laga Spanyol Lawan Turki 

    JAKARTA – Bintang muda Lamine Yamal tetap dimainkan saat Spanyol menghadapi Turki di pertandingan Grup E kualifikasi Piala Dunia 2026 di Stadion Konya Buyusehir, Senin, 8 September 2025 dini hari WIB. Yamal sempat diragukan tampil setelah mengalami cedera punggung saat Spanyol menang 3-0 atas Bulgaria.  

    Yamal sesungguhnya menunjukkan performa terbaik di laga melawan Bulgaria. Pemain berusia 18 ini memberi assist yang dikonversi Marc Cucurella dan Mikel Merino. 

    Hanya, Yamal kemudian ditarik keluar di babak kedua. Dia digantikan debutan Jesus Rodriguez setelah mengalami cedera punggung. 

    Namun pelatih Luis de la Fuente menyatakan Yamal hanya cedera ringan dan memastikan bisa tampil melawan Turki. Pernyataan De la Fuente soal kondisi Yamal akhirnya malah diragukan. 

    Pasalnya, pemain Barcelona ini sempat absen pada latihan Jumat lalu. Dirinya juga harus menjalani fisioterapis yang menunjukkan bila kondisinya tak sebagus seperti disampaikan De la Fuente. 

    Hanya saja, sang pelatih kembali meyakinkan bila Yamal bakal tampil di laga melawan Turki. De la Fuente menuturkan bila dirinya memantau pemain saat latihan dan kondisi terakhir mereka sebelum menetapkan siapa yang dimainkan.

    Dan, De la Fuente menyatakan Yamal termasuk pemain yang masuk skuad. Apalagi, dia sudah mengikuti latihan terakhir pada Sabtu kemarin. 

    Laga melawan Turki bakal menjadi salah satu yang tidak mudah bagi La Roja. Bila mampu mengatasi Turki di laga away, Spanyol membuka peluang lolos ke putaran final Piala Dunia 2026 yang digelar di Amerika Serikat, Meksiko dan Kanada. 

    Spanyol dan Turki sama-sama mengantungi tiga poin setelah meraih kemenangan pada laga pertama. Turki sendiri mengalahkan Georgia 3-2. Mereka kalah selisih gol sehingga menduduki peringkat kedua. Sedangkan Spanyol yang menyandang status juara Euro 2024 bertengger di puncak klasemen. 

  • 3 Orang Tewas, Bangunan di Ciomas Bogor Ambruk Sedang Dipakai Acara Maulid

    3 Orang Tewas, Bangunan di Ciomas Bogor Ambruk Sedang Dipakai Acara Maulid

    Bogor

    Bangunan majelis taklim ambruk menimpa puluhan jemaah hingga menewaskan tiga orang di Ciomas, Bogor, Jawa Barat. Bangunan ambruk sedang digunakan untuk kegiatan peringatan maulid Nabi.

    “Majelis berlantai 2 ambruk pada saat kegiatan maulid,” kata Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bogor M Adam Nugraha, Minggu (7/9/2025).

    Adam menyebutkan sekitar 50 orang tertimpa bangunan. Kejadian tersebut mengakibatkan puluhan orang luka.

    “Diperkirakan lebih dari 50 orang tertimpa bangunan dan semua sudah dibawa ke Rumah Sakit terdekat,” kata Adam.

    Hal serupa diungkapkan warga setempat bernama Dani. Bangunan ambruk berada di dalam area pesantren dan kegiatan maulid dihadiri puluhan ibu-ibu. Dani mengatakan istrinya menjadi salah satu korban luka dalam kejadian ini.

    BPBD Kabupaten Bogor sebelumnya menyampaikan 30 orang mengalami luka. Semua korban saat ini sudah dibawa ke sejumlah rumah sakit.

    Tonton juga video “Gempa M 6,1 Guncang Turki, 1 Orang Tewas-Bangunan Ambruk” di sini:

    (sol/idn)

  • Festival Kopi Nusantara 8 dan Tembakau, Bondowoso Catat Kontrak Dagang Rp7,8 Miliar

    Festival Kopi Nusantara 8 dan Tembakau, Bondowoso Catat Kontrak Dagang Rp7,8 Miliar

    Bondowoso (beritajatim.com) – Festival Kopi Nusantara (FKN) ke-8 dan Tembakau yang digelar di Alun-Alun Raden Bagus Asra, 4–6 September 2025, menjadi momentum penting bagi petani dan pelaku usaha kopi-tembakau Bondowoso.

    Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bondowoso, Hendri Widotono, menyampaikan bahwa ajang ini berhasil menghasilkan kontrak dagang hingga 60 ton kopi senilai Rp7,8 miliar.

    “Selain kontrak dagang, kopi Bondowoso juga menembus pasar ekspor ke sejumlah negara dengan total 24,4 ton,” sebut Hendri.

    Di antaranya pasar ekspor itu yaitu Belanda 1,8 ton, Jerman 0,6 ton, Polandia 1,6 ton, Jepang 0,4 ton, Singapura 2 ton, dan Turki 18 ton dengan nilai Rp5,7 miliar.

    Festival yang diikuti peserta dari 14 provinsi dan 20 kabupaten ini menggelar beragam lomba, mulai uji citarasa kopi Arabika-Robusta, brewing V60, cup tester, hingga merajang dan melinting tembakau.

    Dari 30 sampel kopi Arabika yang diuji, 29 di antaranya masuk kategori speciality. Sementara dari 30 sampel Robusta, 16 dinilai berkualitas baik.

    Hendri menegaskan, FKN ke-8 bukan hanya ajang promosi, tetapi juga sarana memperluas jejaring pemasaran, mendorong hilirisasi, serta meningkatkan nilai tambah bagi petani.

    “Harapannya, produk kopi dan tembakau Bondowoso semakin dikenal, nilai jual meningkat, dan kesejahteraan petani pun naik signifikan,” ujarnya.

    Festival ini terselenggara berkat dukungan Pemkab Bondowoso, Bank Indonesia, Bank Jatim, DPRD, Forkopimda, hingga para pelaku usaha. (awi/ian)

  • Turki Kerek Tarif Pajak Besar-besaran untuk Barang Mewah Demi Tambal Defisit Anggaran

    Turki Kerek Tarif Pajak Besar-besaran untuk Barang Mewah Demi Tambal Defisit Anggaran

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Turki resmi mengenakan pajak konsumsi khusus sebesar 8% untuk yacht, kapal motor, hingga kapal pesiar kecil.

    Dilansir Bloomberg, Sabtu (6/9/2025), kebijakan yang diumumkan melalui dekrit presiden pada akhir pekan lalu itu sekaligus mengakhiri pembebasan tarif nol persen yang sebelumnya berlaku bagi kapal mewah. Aturan baru tersebut berlaku seketika dan mencakup kapal penumpang non-navigasi laut.

    Pajak konsumsi khusus yang semula ditujukan bagi barang mewah di Turki selama ini juga dikenakan pada kebutuhan sehari-hari, seperti mobil dan ponsel, sehingga menjadi salah satu sumber utama penerimaan negara.

    Langkah Ankara kali ini menegaskan strategi pemerintah meningkatkan pendapatan untuk mempersempit defisit anggaran. Menteri Keuangan Turki Mehmet Simsek berulang kali menekankan perlunya peningkatan penerimaan negara. Target defisit anggaran 2025 sebesar 3,1% terhadap produk domestik bruto (PDB) disebut berisiko meleset akibat kinerja pendapatan yang lebih lemah dari perkiraan.

    Sejak ditunjuk lebih dari dua tahun lalu, Simsek telah meluncurkan berbagai kebijakan pajak baru. Sejalan dengan itu, belanja pemerintah belum menunjukkan tanda-tanda melambat.

    Di sisi lain, otoritas moneter masih berusaha mengendalikan inflasi. Beberapa kenaikan pajak didesain untuk menekan dampak harga, tetapi sebagian justru memicu lonjakan inflasi dalam beberapa bulan terakhir.