Negara: Turki

  • Angkatan Udara Israel Cegat Rudal yang Diluncurkan dari Yaman, Tak Ada Sirene Berbunyi – Halaman all

    Angkatan Udara Israel Cegat Rudal yang Diluncurkan dari Yaman, Tak Ada Sirene Berbunyi – Halaman all

    Angkatan Udara Israel Cegat Rudal yang Diluncurkan dari Yaman, Tak Ada Sirene Berbunyi

    TRIBUNNEWS.COM – Tentara Israel pada Sabtu (7/12/2024) mengklaim kalau angkatan udaranya telah mencegat sebuah rudal yang diluncurkan dari Yaman sebelum memasuki wilayah udara Israel.

    Mengunggah pemberiahuan di platform X, juru bicara militer Israel mengkonfirmasi bahwa rudal itu dicegat oleh angkatan udara sebelum melanggar wilayah udara Israel.

    “Tidak ada sirene yang dipicu (pencegatan rudal),” tambahnya dalam laporan yang dilansir Anews, Sabtu.

    Sejak November 2023, Houthi Yaman telah menargetkan kapal kargo yang terkait dengan Israel atau Israel di Laut Merah dengan rudal dan drone, serta meluncurkan serangan di wilayah Israel.

    Pemimpin kelompok Ansar Allah, Abdul Malik Al-Houthi, mengumumkan Kamis lalu kalau tingkat kejahatan Israel selama 14 bulan telah mencapai titik di mana beberapa orang Israel sendiri mengakui bahwa itu adalah kejahatan genosida dan pembersihan etnis.

    Al-Houthi menekankan bahwa Kejahatan Israel terus berlanjut di Tepi Barat terhadap rakyat Palestina, selain menargetkan tempat-tempat suci Islam

    Houthi mengatakan tindakan ini dalam solidaritas dengan Gaza di tengah perang genosida Israel yang dimulai pada Oktober 2023 dan sejauh ini telah menewaskan lebih dari 44.600 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak.

    Bulan lalu Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional karena perangnya di Gaza.

    Dalam foto selebaran yang disediakan oleh pusat media Houthi, para petempur Houthi berpartisipasi dalam latihan militer pada 12 Maret 2024, di Sana’a, Yaman. (HandOut/Houthi via Getty Images)

    Operasi Gabungan dengan Irak

    Angkatan Bersenjata Yaman di pemerintah Sanaa mengumumkan pada tanggal 3 Desember bahwa mereka telah melaksanakan beberapa operasi gabungan dengan Perlawanan Islam di Irak (IRI) sebagai kelanjutan dari kampanye mereka dalam mendukung Gaza dan Palestina.

    Tentara Yaman dan faksi perlawanan Irak menyerang beberapa target di utara dan selatan Israel.

    “Angkatan Bersenjata Yaman, bekerja sama dengan Perlawanan Islam di Irak, melancarkan tiga operasi militer terhadap musuh Israel selama 48 jam terakhir,” kata Yahya Saree, juru bicara tentara pemerintah Sanaa, yang bergabung dengan gerakan perlawanan Ansarallah Yaman. 

    Operasi gabungan tersebut adalah sebagai berikut: “Dua operasi menargetkan dua target Israel di wilayah Palestina utara yang diduduki dengan sejumlah pesawat tanpa awak, dan operasi ketiga menargetkan target vital di wilayah Umm al-Rashrash (Eilat) dengan sejumlah pesawat tanpa awak.” 

    “Kami akan terus bersama para pejuang perlawanan Irak untuk menanggapi kejahatan musuh Israel terhadap saudara-saudara kami di Jalur Gaza,” lanjut pernyataan Yaman, seraya menambahkan bahwa operasi ini tidak akan berhenti sampai agresi berhenti dan pengepungan di Jalur Gaza dicabut.

    Sejak gencatan senjata antara Israel dan Lebanon diumumkan akhir bulan lalu, tentara Yaman terus melakukan operasi angkatan laut serta serangan yang menargetkan wilayah Israel. 

    Tentara Israel mengumumkan pencegatan rudal balistik Yaman di luar wilayah udara Israel pada hari Minggu. 

    Hari itu, tentara Yaman menyatakan mereka menargetkan kapal perusak AS dan tiga kapal pasokan dengan rudal dan drone. 

    Sumber-sumber dalam perlawanan Irak mengonfirmasi minggu lalu bahwa mereka akan melanjutkan operasi untuk mempertahankan Gaza. 

    “Para pemimpin Komite Koordinasi Perlawanan Irak mengadakan pertemuan penting dan sepakat selama pertemuan tersebut untuk melanjutkan serangan melalui pesawat tanpa awak dan rudal canggih terhadap Israel pada tahap berikutnya, bahkan setelah gencatan senjata di Lebanon,” Kantor Berita Shafaq melaporkan pada tanggal 27 November, mengutip sumber dalam IRI. 

    Operasi Yaman-Irak bertepatan dengan serangan besar-besaran yang didukung Turki yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok ekstremis terhadap Tentara Arab Suriah (SAA) di Suriah utara. 

    Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang memimpin serangan terhadap Suriah, diketahui memiliki hubungan yang erat dengan Israel. 

    “Upaya entitas Zionis untuk membuka front sekunder melalui agen-agennya di Suriah, yang bertujuan untuk mengalihkan perhatian dan membubarkan Nexus Perlawanan, tidak akan melemahkan tekad kami,” kata Akram al-Kaabi, sekretaris jenderal Gerakan Al-Nujaba Irak, pada tanggal 3 Desember. 

    “Fokus kami akan tetap teguh pada Al-Aqsa, dan kami tidak akan goyah dalam mendukung Gaza atau menyimpang dari tujuan utama kami: Pembebasan Palestina yang diduduki,” tambahnya. 

     

    (oln/mba/Anws/TC/*)

     

  • Rebut Kota Besar Keempat, Pemberontak Menuju Kota Utama Suriah – Halaman all

    Rebut Kota Besar Keempat, Pemberontak Menuju Kota Utama Suriah – Halaman all

    Suriah telah kehilangan kota besar keempat karena pemberontak mengatakan mereka telah menguasai kota selatan Daraa.

    Tayang: Sabtu, 7 Desember 2024 18:40 WIB

    AFP/AAREF WATAD

    Pemandangan udara ini menunjukkan benteng bersejarah Aleppo dan kota di sekitarnya pada tanggal 30 November 2024, setelah pejuang pemberontak mengambil alih kota kedua Suriah. – Para jihadis dan sekutu mereka yang didukung Turki menerobos kota kedua Suriah, Aleppo, pada tanggal 29 November, saat mereka melakukan serangan kilat terhadap pasukan pemerintah yang didukung Iran dan Rusia. (Photo by AAREF WATAD / AFP) 

     

    TRIBUNNEWS.COM — Suriah telah kehilangan kota besar keempat karena pemberontak mengatakan mereka telah menguasai kota selatan Daraa.

    Menurutnya, kota itu diserahkan tanpa perlawanan – dengan syarat pasukan pemerintah akan meninggalkan kota itu dengan aman ke arah Damaskus, yang terletak seratus kilometer dari Daraa.

    Dengan direbutnya kota ini di perbatasan dengan Yordania, serangan oposisi terhadap pasukan Assad dimulai dari arah baru – selatan. 

    Kebetulan, kerusuhan massal dimulai di provinsi Daraa pada tahun 2011, yang kemudian meningkat menjadi perang saudara.

    Pihak berwenang Suriah telah secara efektif mengonfirmasi penarikan mereka dari daerah itu, dengan mengatakan mereka telah melakukan “penempatan ulang” dan membangun “perimeter pertahanan yang andal” di provinsi Daraa dan As-Suwayda yang berdekatan.

    Sebelumnya, tentara Suriah kehilangan Aleppo dan Hama di utara, dan Deir ez-Zor di timur. 

    Selain itu, kelompok Islamis kini tengah maju menuju kota utama Homs di utara Damaskus, tetapi tentara Suriah belum diusir dari sana, sebagaimana dilaporkan Reuters, dan pasukan dari Hizbullah sekutu Assad sedang bergerak masuk.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’15’,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Oposisi Anti-Rezim Assad Merangsek ke Damaskus, Negara-Negara Minta Warganya Tinggalkan Suriah – Halaman all

    Oposisi Anti-Rezim Assad Merangsek ke Damaskus, Negara-Negara Minta Warganya Tinggalkan Suriah – Halaman all

    Oposisi Anti-Rezim Assad Merangsek ke Damaskus, Negara-Negara Minta Warga Negara Tinggalkan Suriah

    TRIBUNNEWS.COM – Perkembangan situasi lapangan di Suriah dilaporkan terus meningkat.

    Hal itu seiring pengumuman faksi-faksi oposisi bersenjata Suriah yang menyatakan kemajuannya menuju kota Homs dan kendalinya atas desa terakhir di pinggiran kota strategis terakhir tersebut.

    Pihak oposisi bersenjata menyatakan, ‘para pejuangnya dalam perjalanan menuju ibu kota, Damaskus’.

    Sementara oposisi melaju, Kementerian Pertahanan Suriah membantah penarikan pasukannya dari Kota Homs.

    Mereka menyatakan, kalau pasukan pemerintah Suriah, bersama dengan pesawat Rusia, menargetkan lokasi pertemuan faksi oposisi, yang mereka gambarkan sebagai kelompok teroris.

    Adapun pihak oposisi bersenjata menegaskan kendali pasukannya atas seluruh kota Daraa di selatan, faksi lokal di Suwayda.

    Oposisi mengatakan kalau mereka pada gilirannya telah mengambil kendali markas keamanan dan militer Suriah.

    Faksi oposisi dari Pasukan Demokratik Suriah (SDF) bahakan mengumumkan penempatan kekuatan mereka di Deir ez-Zor di bagian timur Suriah.

    Pertempuran Sengit di Homs

    Dalam perjalanan menuju Homs, faksi oposisi yang menamai serangan mereka dengan operasi “Pencegahan Agresi” mengeluarkan seruan, yang menurut mereka merupakan seruan terakhir, kepada pasukan rezim di kota Homs untuk membelot dari rezim pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.

    “Mereka juga menyiarkan gambar saat pasukan mereka memasuki kota Rastan dan Talbiseh, yang dianggap sebagai gerbang utara Homs dan 12 kilometer dari pusat kota Homs,” tulis laporan Khaberni, Sabtu (7/12/2024).

    Departemen Operasi Militer – yang memimpin operasi Pencegahan Agresi – menegaskan kendalinya atas desa terakhir di pinggiran kota Homs.

    Mereka juga mengindikasikan kalau faksi Oposisi di Rastan mengantisipasi kedatangan faksi lain oposisi di sana, dengan menyerang posisi tentara Suriah dalam persiapan untuk masuknya mereka ke wilayah tersebut.

    Di pihak berlawanan, media resmi pemerintah mengatakan kalau tentara Suriah mengebom rumah sakit lapangan dan kelompok bersenjata di kota Talbiseh di pedesaan Homs dengan peluru artileri. 

    Kantor berita resmi Suriah (SANA) juga mengutip sumber militer yang mengatakan kalau tidak ada kebenaran atas laporan tentang penarikan tentara Suriah dari Kota Homs.

    Laporan itu menambahkan kalau tentara Suriah tetap ada di Homs dan pedesaannya, serta dikerahkan di “garis pertahanan yang tetap dan kokoh,”.

    Laporan SANA menambahkan kalau tentara Suriah telah diperkuat dengan kekuatan tambahan yang besar yang dilengkapi dengan berbagai jenis peralatan dan senjata.

    SANA mengatakan bahwa tentara Suriah menargetkan, dengan artileri, rudal, dan pesawat tempur gabungan Suriah-Rusia, kendaraan yang mereka gambarkan sebagai teroris dan pertemuan mereka di pedesaan utara dan selatan Hama.

    Serangan tentara Suriah ini diklaim menyebabkan puluhan kematian dan cedera di antara barisan faksi oposisi.

    “Pesawat-pesawat tempur Suriah dan Rusia mencoba memperlambat kemajuan pasukan oposisi, membom Jembatan Rastan di pedesaan utara Homs, dan melancarkan sejumlah serangan di kota tersebut, dan sekitarnya menjadi sasaran pemboman artileri setelah oposisi bersenjata mengumumkan kendali atasnya,” tulis laporan itu dilansir Khaberni.

    Operasi di Selatan Suriah

    Di bagian selatan negara itu, “Ruang Operasi Selatan”, yang didirikan di provinsi Daraa, Quneitra, dan Suwayda, mengumumkan kendalinya atas seluruh kota Daraa di barat daya, setelah konfrontasi dengan pasukan rezim dan kelompok militer yang didukung oleh Iran.

    Departemen Operasi Militer mengatakan, mereka telah menguasai jalan raya internasional Amman-Damaskus, kota Izraa, salah satu kota terbesar di wilayah tersebut, dan sekitar 50 desa dan kota kecil pasukan rezim di kota tersebut.

    Mereka menyatakan kalau para pejuangnya telah memasuki perbatasan Nassib dengan Yordania.

    Pihak oposisi juga mengumumkan penyitaan kendaraan militer dan amunisi, dan menegaskan bahwa mereka telah menguasai Brigade ke-52 di pedesaan timur Daraa.

    Pihak oposisi menyiarkan gambar orang-orang yang merobohkan patung mendiang Presiden Suriah Hafez al-Assad, yang dibangun kembali pada tahun 2018.

    Di kota As-Suwayda, faksi-faksi lokal mengatakan dalam sebuah pernyataan pagi ini bahwa mereka mengambil kendali Departemen Intelijen Angkatan Udara rezim Assad di kota tersebut, serta Cabang Keamanan Kriminal dan Resimen Pasukan Khusus ke-405 setelah peristiwa pembelotan anggota rezim.

    Faksi lokal di Suwayda mengatakan sebelumnya kalau mereka telah mengambil alih markas polisi di kota dan penjara pusat.

    Faksi-faksi lokal tersebut menjelaskan bahwa mereka menyerang pasukan rezim Assad di pos pemeriksaan Shahba, di utara kota Suwayda.

    Situs-situs media melaporkan pernyataan yang dikeluarkan oleh “Ruang Operasi Resolusi Pertempuran,” yang mengumumkan pembentukan faksi militer di Suwayda, memberikan waktu kepada pasukan rezim dan cabang keamanan untuk mengevakuasi posisi mereka tanpa perlawanan.

    Di Deir ez-Zor, bagian timur negara itu, Pasukan Demokratik Suriah (SDF) mengatakan bahwa anggota Dewan Militer Deir ez-Zor telah dikerahkan di kota Deir ez-Zor dan wilayah barat Sungai Eufrat.

    Organisasi tersebut menambahkan dalam pernyataannya bahwa gerakan-gerakan ini dilakukan untuk melindungi masyarakat, mengingat perkembangan yang terjadi di Suriah merupakan ancaman terhadap keamanan masyarakat dan kawasan.

    Reuters mengutip sumber-sumber militer Suriah yang mengatakan bahwa pasukan SDF, yang merupakan tulang punggung Unit Perlindungan Rakyat Kurdi, mengambil alih perbatasan Albukamal dengan Irak.

    Seorang prajurit Tentara Nasional Suriah (SNA) berpose dengan bendera di pesawat setelah menguasai Bandara Militer Kuwairis, sebelah timur Aleppo, saat Operasi Dawn of Freedom, yang diluncurkan untuk mencegah koridor teror PKK/YPG (PKK yang terdaftar sebagai organisasi teroris oleh Turki, AS, dan UE serta YPG yang dianggap Turki sebagai perpanjangan PKK di Suriah) antara Tel Rifat dan Manbij berlanjut, di Aleppo, Suriah pada 01 Desember 2024. Sebagai bagian dari operasi tersebut, SNA telah merebut desa-desa milik Tel Rifat, yaitu Shagoreet, Tebnah, Al-Malikiyah, Kafr Kalbin, Kafr Naya, Miskan, Al-Ghuz, Tatmuras, Tal Anab, Mazraat Hamad, Zouyan, Maaranaz, dan Bukit Zouyan. Mustafa Bathis / Anadolu (Mustafa Bathis / ANADOLU / Anadolu via AFP)

       

    Negara-Negara Minta Warganya Tinggalkan Suriah

    Sejumlah negara meminta warganya untuk meninggalkan Suriah mengingat kekuatan oposisi semakin maju dan menguasai lebih banyak kota di negara tersebut.

    Departemen Luar Negeri AS meminta warga AS yang berada di wilayah Suriah untuk segera meninggalkan negaranya “selagi opsi perjalanan komersial masih tersedia.”

    Kementerian tersebut menyampaikan peringatan keamanan dalam unggahan yang diposting di media sosial.

    “Situasi keamanan di Suriah masih bergejolak dan tidak dapat diprediksi, dengan bentrokan aktif antara faksi-faksi bersenjata di seluruh negeri.”

    Hal serupa juga disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Kanada kepada warganya untuk segera meninggalkan Suriah.

    Yordania juga meminta warganya yang tinggal dan berada di Suriah untuk segera meninggalkan negaranya, dengan alasan kekhawatiran keamanan akibat “perkembangan” di negara tetangga tersebut.

    Kementerian Luar Negeri Yordania mengatakan bahwa sebuah kelompok krisis telah dibentuk yang mencakup berbagai lembaga negara di Kerajaan untuk berupaya mengevakuasi warga Yordania dari Suriah dan memastikan mereka kembali dengan selamat ke tanah air mereka “secepat mungkin.”

    Pada saat yang sama, Kedutaan Besar Irak di Damaskus meminta warga negaranya yang ingin meninggalkan Suriah untuk mengunjungi kedutaan mereka negara tersebut guna mendaftarkan nama mereka guna memfasilitasi prosedur kepulangan mereka ke negara tersebut.

    Sebelumnya, Kedutaan Besar Rusia di Damaskus telah mendesak warganya di Suriah untuk meninggalkan negara tersebut “karena situasi politik dan militer yang memburuk.”

    Pada tanggal 27 November, faksi oposisi bersenjata Suriah mulai menyerang pasukan pemerintah dari Kegubernuran Idlib di barat laut negara itu, dan mampu menguasai sebagian besar wilayah negara tersebut. 

     

    (oln/anadolu/khbrn/*)
     

  • Iran Buka Opsi Kirim Rudal-Drone ke Suriah, Bantu Rezim Assad

    Iran Buka Opsi Kirim Rudal-Drone ke Suriah, Bantu Rezim Assad

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemerintah Iran disebut tengah mempertimbangkan untuk mengirim rudal dan pesawat nirawak ke Suriah, dan menambah jumlah penasihat miliernya di sana untuk mendukung pemerintah Presiden Bashar al-Assad.

    Presiden Suriah Assad kini semakin “terhimpit”, imbas serangan kelompok-kelompok pemberontak di wilayah utara hingga selatan Suriah. Mereka bahkan disebut semakin mendekat ke ibu kota Damaskus.

    “Kemungkinan besar Teheran perlu mengirim peralatan militer, rudal, dan pesawat nirawak ke Suriah,” kata seorang pejabat senior Iran kepada Reuters.

    “Teheran telah mengambil semua langkah yang diperkukan untuk menambah jumlah penasihat militernya di Suriah dan mengerahkan pasukan. Sekarang, Teheran menyediakan dukungan intelijen dan satelit ke Suriahh,” ujarnya.

    Bagi Iran, Assad merupakan sekutu penting yang juga termasuk dalam “Poros Perlawanan” melawan Israel dan pengaruh Amerika Serikat di Timur Tengah.

    Selain Iran, Rusia juga memberikan dukungan militer dan ekonomi kepada pemerintah Assad.

    “Iran dan Suriah bersatu dalam mencegah pemberontak maju ke kota-kota besar. Suriah belum meminta pasukan darat dari Iran,” ujar pejabat tersebut.

    Dia mengatakan untuk saat ini keputusannya adalah Suriah dan Rusia mengintensifkan serangan udara ke kelompok pemberontak.

    Sementara itu, Iran juga disebut telah meminta Turki untuk “tidak berpihak pada AS dan Israel”. Iran juga yakin Israel dan AS akan bekerja sama untuk mencegah sekutu-sekutu Iran di Timteng kembali mendapatkan kekuatan.

    Sebelumnya pasukan oposisi Suriah mengeklaim telah menguasai kota Daraa di barat daya Suriah pada Jumat (6/12). Ini berarti kelompok itu sudah semakin dekat ke ibu kota Damaskus.

    “Pasukan kami telah menguasai penuh seluruh kota Daraa dan mulai menyisir permukimannya, serta mengamankan lembaga dan kantor pemerintahannya,” kata pihak oposisi yang dikenal sebagai Southern Operation Rooms, dikutip CNN.

    Daraa adalah tempat pemberontakan Suriah dimulai pada 2011 lalu. Kementerian Pertahanan Suriah sejauh ini belum mengonfirmasi maupun membantah klaim kelompok pemberontak itu.

    Kemarin, pemberontak di Suriah selatan juga menguasai perbatasan Suriah-Yordania setelah melancarkan serangan baru. Perbatasan Nassib menandai titik paling selatan jalan raya utama M5, yang membentang dari kota Aleppo di utara dan melalui ibu kota.

    Sementara para pemberontak di utara setelah merebut Aleppo pekan lalu, telah bergerak maju ke selatan di sepanjang jalan raya dan merebut kota Hama pada Kamis (5/12) lalu.

    Dalam wawancara kepada CNN, pemimpin milisi HTS Abu Mohammad al-Jolani mengatakan tujuan koalisi pemberontak Suriah, yang telah merebut dua kota besar dari kendali pemerintah hanya dalam waktu seminggu, pada akhirnya adalah untuk menggulingkan rezim Assad yang telah berusia puluhan tahun.

    “Ketika kita berbicara tentang tujuan, tujuan revolusi tetaplah menggulingkan rezim ini. Merupakan hak kita untuk menggunakan semua cara yang tersedia untuk mencapai tujuan itu,” kata Jolani.

    (dna/dna)

    [Gambas:Video CNN]

  • Yordania Tutup Perbatasan Saat Tentara Suriah Mau Rebut Kembali Homs dan Hama dari Oposisi – Halaman all

    Yordania Tutup Perbatasan Saat Tentara Suriah Mau Rebut Kembali Homs dan Hama dari Oposisi – Halaman all

    Yordania Tutup Perbatasan Saat Tentara Suriah Mau Rebut Kembali Homs dan Hama dari Oposisi

    TRIBUNNEWS.COM – Tentara Suriah mengumumkan penempatan kembali sebagian besar pasukannya di provinsi selatan Daraa dan Suwayda.

    Pengumpulan kekuatan itu, dinyatakan untuk merebut kembali kendali atas Kota Hama dan Homs yang sebagian besar sudah dikuasai oposisi bersenjata, RNTV melaporkan Sabtu (7/12/2024).

    Upaya pengambilalihan kembali Hama dan Homs yang menjadi lokasi strategis terjadi  di tengah meningkatnya ketegangan keamanan dan serangan terhadap posisi militer Suriah.

    Dalam sebuah pernyataan pada Sabtu, Komando Umum Angkatan Darat dan Angkatan Bersenjata Suriah mengatakan sejumlah langkah taktis sudah diambil guna merebut kembali Hama dan Homs.

    “Pasukan kami di Daraa dan Suwayda telah melakukan pengerahan ulang yang strategis, membangun perimeter pertahanan sebagai tanggapan terhadap […] serangan yang menargetkan pos pemeriksaan militer yang tersebar. Langkah ini mendukung operasi yang sedang berlangsung untuk mendapatkan kembali kendali di provinsi Homs dan Hama…,” kata pernyataan tersebut.

    Suasana pascainsiden ledakan bom di Homs, Suriah, Minggu (21/2/2016). ((Haaretz/AFP))

    Bentrokan di Homs, Yordania Tutup Perbatasan

    Sementara itu, laporan menunjukkan bentrokan baru antara pasukan Suriah dan kelompok bersenjata di Homs utara, dengan tentara melancarkan serangan artileri terhadap posisi kelompok bersenjata.

    Di Daraa, pertempuran meletus di dekat perbatasan Nasib dengan Yordania.

    Di tengah meningkatnya ketegangan, Menteri Dalam Negeri Yordania Mazen Al-Faraya mengumumkan penutupan perbatasan Jaber dengan Suriah pada hari Jumat, dengan alasan memburuknya keamanan di Suriah selatan.

    Perkembangan ini terjadi saat pasukan Suriah fokus untuk merebut kembali kendali atas Homs dan Hama di Suriah tengah, tempat operasi militer terus berlanjut terhadap kelompok bersenjata.

    Pejuang antipemerintah mengacungkan senjata mereka saat mengendarai kendaraan di kota Aleppo di utara Suriah pada tanggal 30 November 2024. – Para jihadis dan sekutu mereka yang didukung Turki menerobos kota kedua Suriah, Aleppo, pada tanggal 29 November, saat mereka melakukan serangan kilat terhadap pasukan pemerintah yang didukung Iran dan Rusia. (Photo by Omar HAJ KADOUR / AFP) (AFP/OMAR HAJ KADOUR)

    Hizbullah Kirim Pasukan

    Partai Hizbullah Lebanon mengirim 3.000 anggotanya dalam 48 jam terakhir ke Damaskus dan Homs setelah oposisi bersenjata Suriah menguasai Kota Aleppo, Idlib, dan Hama.

    “Pimpinan partai (Hizbullah) memobilisasi jumlah tersebut dan bergegas mengumpulkannya dari beberapa daerah di selatan, Bekaa, dan pinggiran selatan Beirut, meskipun mereka menderita banyak kerugian dalam perang dengan Israel,” lapor Al Arabiya, mengutip sumber, Jumat (7/12/2024).

    Hizbullah mengirim pasukan untuk mengamankan jalur Homs ke Damaskus.

    “Tujuan utama Hizbullah dengan mengirimkan sejumlah pejuangnya ke Suriah adalah mengamankan perlindungan jalan Homs hingga Damaskus dan garis pantai untuk mencegah faksi bersenjata menguasainya,” lanjutnya.

    Selain itu, Hizbullah juga menutup perbatasan Lebanon dengan Suriah.

    “Direktorat Keamanan Publik dan Komando Angkatan Darat mengambil keputusan untuk menutup penyeberangan dengan Suriah dan hanya mempertahankan penyeberangan Masnaa,” tambahnya.

    Keputusan tersebut disebut sebagai langkah untuk mempertahankan perbatasan Lebanon dari serangan oposisi Suriah.

    “Langkah-langkah yang dilakukan Lebanon ini bertujuan untuk melindungi negaranya dari bahaya yang baru-baru ini terjadi di Suriah,” katanya.

    “Jika situasi di Suriah semakin memburuk dan Homs jatuh ke tangan faksi-faksi bersenjata, mereka akan dapat memberikan ancaman di Damaskus,” lanjutnya.

    Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Hizbullah, Naim Qassem mengatakan Hizbullah akan berdiri bersama sekutunya, rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad, untuk melawan oposisi.

    “Serangan ‘kelompok teroris’ ingin menyabotase Suriah lagi untuk menggulingkan rezim di Suriah dan ingin menimbulkan kekacauan di sana,” kata Naim Qassem, Kamis (5/12/2024).

    “Mereka tidak akan dapat mencapai tujuan mereka meskipun mereka telah melakukan apa yang mereka lakukan beberapa hari terakhir,” ujarnya.

    “Kami, sebagai Hizbullah, akan berada di sisi Suriah dalam menggagalkan tujuan agresi ini dengan apapun yang kami bisa,” lanjutnya.

    Namun, Naim Qassem tidak menjelaskan bagaimana Hizbullah akan mendukung Suriah.

    Perang Saudara di Suriah

    Perang saudara di Suriah dimulai pada tahun 2011 ketika rakyat Suriah berdemonstrasi menuntut diakhirinya kekuasaan keluarga Bashar al-Assad dari Partai Ba’ath selama puluhan tahun.

    Presiden Bashar al-Assad berkuasa sejak tahun 2000 setelah pada tahun-tahun sebelumnya, ayahnya, Hafez al-Assad yang berkuasa selama 29 tahun, mempersiapkannya untuk menjadi Presiden Suriah selanjutnya.

    Ia diyakini sebagai pengganti kakaknya, Bassel al-Assad yang menjadi calon penerus ayahnya, meninggal dunia pada tahun 1994 karena kecelakaan.

    Rezim Hafez kemudian merevisi aturan usia calon presiden sehingga Bashar al-Assad dapat mencalonkan diri.

    Selama protes tahun 2011, kekerasan meningkat ketika pasukan keamanan Suriah menembaki para demonstran, menewaskan sejumlah orang.

    Di tengah runtuhnya keamanan di Suriah, muncul kelompok pemberontak termasuk HTS dan faksi lainnya yang didukung Turki.

    Iran melakukan intervensi militer di Suriah pada tahun 2012, setelah memberikan bantuan politik dan logistik pada tahun sebelumnya.

    Pada tahun 2015, Rusia secara militer membantu Assad merebut kembali sebagian besar negara dari HTS, Negara Islam (IS, sebelumnya ISIS), dan puluhan kelompok bersenjata yang didukung AS yang disebut “pemberontak moderat” oleh Washington.

    Pada tahun 2016, Presiden Bashar al-Assad berhasil mempertahankan kekuasaan di Aleppo, yang merupakan kota terbesar kedua di negara itu.

    Aksi saling serang antara militer Suriah dan kelompok pemberontak masih terjadi, hingga pada tahun 2020, Rusia dan Turki menengahi perjanjian gencatan senjata kedua pihak di Suriah.

    HTS dan milisi sekutunya menyerang kota Aleppo yang dikuasai pemerintah di Suriah utara pada hari Rabu (27/11/2024) dan merebut Kota Aleppo, Idlib, Hama, hingga Homs yang direbut baru-baru ini.

     

  • Kenapa Israel Masuk Wilayah Eropa di Ajang Olahraga?

    Kenapa Israel Masuk Wilayah Eropa di Ajang Olahraga?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Secara geografis, Israel merupakan negara yang terletak di Benua Asia, tepatnya Asia Barat. Di sana, Negeri Zionis ini berbatasan dengan sejumlah negara, seperti Mesir di sebelah barat, Yordania di sebelah timur, dan Lebanon di sebelah utara.

    Namun, meski masuk dalam kelompok negara-negara Asia di kawasan Timur Tengah, dalam ajang olahraga, Israel masuk ke dalam wilayah Eropa. Sebab, mereka kerap mengikuti kompetisi-kompetisi olahraga di bawah naungan asosiasi negara-negara Eropa.

    Dalam cabang sepak bola, misalnya, Israel berada di bawah naungan Union of European Football Association (UEFA). Dalam cabang olahraga lainnya, seperti basket, bola tangan, atletik, dan renang, Israel juga berada di bawah naungan asosiasi Eropa.

    Lantas, mengapa Israel masuk wilayah Eropa dalam pertandingan olahraga?

    Kerap terasingkan

    Dalam kompetisi olahraga di Asia, Israel kerap terasingkan. Mereka kerap dilarang bertanding di sejumlah kompetisi olahraga yang dihelat di bawah asosiasi negara-negara Asia.

    Dalam cabang sepak bola, Israel sebelumnya masuk ke dalam asosiasi Asian Football Confederation (AFC). Mereka masuk ke dalam asosiasi tersebut sejak 1956, demikian dikutip DW.

    Namun, sejak menjadi anggota, Israel justru kerap dikucilkan oleh negara-negara anggota AFC. Sebagai contoh, Indonesia, Turki, dan Sudan pernah menolak bermain dengan Israel dalam babak kualifikasi Piala Dunia 1958.

    Hal ini terjadi lantaran Indonesia, Turki, dan Sudan merupakan negara-negara yang menentang pendudukan ilegal Negeri Zionis di wilayah Palestina. Mereka juga mengutuk keras Israel mencaplok wilayah negara tersebut secara paksa.

    Sejumlah penolakan ini pun pada akhirnya membuat Israel ditendang dari keanggotaan AFC pada 1974. Saat itu, sebanyak 17 negara anggota AFC mendukung Israel keluar dari AFC. Sementara itu, 13 negara menentang dan 6 lainnya abstain.

    Sejak saat itu, tim nasional sepak bola Israel kian terasingkan. Karena itu, mereka akhirnya kerap bergabung di dalam pertandingan-pertandingan sepak bola yang dihelat di bawah naungan Eropa. Contohnya saja, seperti Piala Intertoto.

    Akhirnya, pada 1991, UEFA mengizinkan Israel bergabung dengan mereka. Pada 1992, klub-klub Israel juga mulai bermain di kompetisi UEFA.

    Lalu pada 1994, UEFA menjadikan Israel sebagai anggota penuh, bukan hanya anggota asosiasi. Sejak saat inilah Israel masuk ke dalam wilayah Eropa.

    Hal ini juga diikuti oleh cabang olahraga lainnya, seperti basket, bola tangan, atletik, dan renang. Sejak saat itu, Israel juga masuk dalam asosiasi wilayah Eropa dalam pertandingan olahraga tersebut.

    Dari sinilah akhirnya Israel masuk dalam wilayah Eropa ketika berbicara pertandingan olahraga.

    Meski masuk dalam daftar negara Asia, Negeri Zionis rupanya jarang dan hampir tidak pernah melakoni kompetisi olahraga yang dihelat di bawah naungan asosiasi negara Asia.

    (gas/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Putin Muak Tentara Suriah Kabur, Rusia Ogah Evakuasi Presiden Bashar al-Assad jika Dikudeta Oposisi – Halaman all

    Putin Muak Tentara Suriah Kabur, Rusia Ogah Evakuasi Presiden Bashar al-Assad jika Dikudeta Oposisi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rusia tidak memiliki rencana untuk mengevakuasi sekutunya, Presiden Suriah Bashar Al-Assad, yang sedang menghadapi oposisi bersenjata yang mengancam akan menggulingkannya.

    “Rusia tidak punya rencana untuk menyelamatkan Assad dan tidak melihatnya muncul selama tentara presiden Suriah terus meninggalkan posisinya,” kata sumber yang dekat dengan Kremlin kepada Bloomberg, Jumat (6/12/2024).

    Sumber tersebut mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin muak dengan laporan pasukan Suriah di bawah rezim Assad telah melarikan diri dari posisi mereka, sehingga kelompok pemberontak dapat menguasai kota-kota penting.

    Sementara itu, keluarga Bashar al-Assad ternyata telah melarikan diri ke Rusia beberapa hari setelah pasukan pemberontak melancarkan serangan mendadak yang merebut sebagian besar wilayah di Suriah utara.

    “Asma al-Assad, istri presiden Suriah yang lahir di Inggris, melarikan diri bersama ketiga anak mereka minggu lalu,” menurut laporan Wall Street Journal, mengutip pejabat keamanan Suriah dan pejabat Arab.

    “Kedua saudara ipar Assad juga telah meninggalkan Suriah dan melakukan perjalanan ke Uni Emirat Arab,” kata sumber itu.

    Tidak jelas apakah Presiden Suriah Bashar Al-Assad tetap berada di negaranya.

    Sebuah saluran berita TV pro-Assad mengatakan presiden itu telah melakukan perjalanan ke Iran, tetapi kemudian membantah laporannya sendiri.

    Sementara itu, pejabat Mesir dan Yordania dikabarkan mendesak Presiden Bashar Al-Assad untuk meninggalkan Suriah dan membentuk pemerintahan di pengasingan.

    Perang saudara di Suriah kembali memanas setelah kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan militan sekutunya menyerbu kota Aleppo pada Rabu (27/11/2024).

    Mereka berhasil menembus pertahanan militer Suriah dan mengklaim berhasil merebut kota Aleppo, Idlib, Hama dan kini bersiap merebut Homs, sebelum menuju ke Damaskus.

    Perang Saudara di Suriah

    Perang saudara di Suriah dimulai pada tahun 2011 ketika rakyat Suriah berdemonstrasi menuntut diakhirinya kekuasaan keluarga Bashar al-Assad dari Partai Ba’ath selama puluhan tahun.

    Ayah Bashar, Hafez al-Assad yang berkuasa selama 29 tahun, mempersiapkannya untuk menjadi Presiden Suriah selanjutnya.

    Bashar al-Assad diyakini sebagai pengganti kakaknya, Bassel al-Assad yang seharusnya menjadi calon penerus ayahnya, meninggal dunia pada tahun 1994 karena kecelakaan.

    Rezim Hafez kemudian merevisi aturan usia calon presiden sehingga Bashar al-Assad dapat mencalonkan diri pada pemilu tahun 2000, menyusul kematian Hafez al-Assad.

    Setelah 11 tahun berkuasa, protes pecah pada tahun 2011 untuk menuntut pengunduran diri Bashar Al-Assad.

    Kekerasan meningkat ketika pasukan keamanan Suriah menembaki para demonstran, menewaskan sejumlah orang.

    Kelompok pemberontak, HTS dan faksi lainnya yang didukung Turki, muncul mengambil peran untuk meruntuhkan kekuasaan Bashar Al-Assad.

    Iran melakukan intervensi militer di Suriah pada tahun 2012, setelah memberikan bantuan politik dan logistik pada tahun sebelumnya.

    Pada tahun 2015, Rusia secara militer membantu Assad merebut kembali sebagian besar negara dari HTS, Negara Islam (IS, sebelumnya ISIS), dan puluhan kelompok bersenjata yang didukung Amerika Serikat (AS).

    Pada tahun 2016, Presiden Bashar al-Assad berhasil mempertahankan kekuasaan di Aleppo, yang merupakan kota terbesar kedua di negara itu setelah Damaskus.

    Aksi saling serang antara militer Suriah dan kelompok pemberontak masih terjadi, hingga pada tahun 2020, Rusia dan Turki menengahi perjanjian gencatan senjata kedua pihak di Suriah.

    Namun, pertempuran meletus lagi baru-baru ini, ketika HTS dan milisi sekutunya menyerang kota Aleppo yang dikuasai pemerintah di Suriah utara pada hari Rabu (27/11/2024) dan merebut Kota Aleppo, Idlib, Hama, hingga Homs yang direbut baru-baru ini.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Hizbullah Kirim 3.000 Pasukan ke Homs-Damaskus, Amankan Jalur Penting dari Oposisi Suriah – Halaman all

    Hizbullah Kirim 3.000 Pasukan ke Homs-Damaskus, Amankan Jalur Penting dari Oposisi Suriah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Partai Hizbullah Lebanon mengirim 3.000 anggotanya dalam 48 jam terakhir ke Damaskus dan Homs setelah oposisi bersenjata Suriah menguasai Kota Aleppo, Idlib, dan Hama.

    “Pimpinan partai (Hizbullah) memobilisasi jumlah tersebut dan bergegas mengumpulkannya dari beberapa daerah di selatan, Bekaa, dan pinggiran selatan Beirut, meskipun mereka menderita banyak kerugian dalam perang dengan Israel,” lapor Al Arabiya, mengutip sumber, Jumat (7/12/2024).

    Hizbullah mengirim pasukan untuk mengamankan jalur Homs ke Damaskus.

    “Tujuan utama Hizbullah dengan mengirimkan sejumlah pejuangnya ke Suriah adalah mengamankan perlindungan jalan Homs hingga Damaskus dan garis pantai untuk mencegah faksi bersenjata menguasainya,” lanjutnya.

    Selain itu, Hizbullah juga menutup perbatasan Lebanon dengan Suriah.

    “Direktorat Keamanan Publik dan Komando Angkatan Darat mengambil keputusan untuk menutup penyeberangan dengan Suriah dan hanya mempertahankan penyeberangan Masnaa,” tambahnya.

    Keputusan tersebut disebut sebagai langkah untuk mempertahankan perbatasan Lebanon dari serangan oposisi Suriah.

    “Langkah-langkah yang dilakukan Lebanon ini bertujuan untuk melindungi negaranya dari bahaya yang baru-baru ini terjadi di Suriah,” katanya.

    “Jika situasi di Suriah semakin memburuk dan Homs jatuh ke tangan faksi-faksi bersenjata, mereka akan dapat memberikan ancaman di Damaskus,” lanjutnya.

    Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Hizbullah, Naim Qassem mengatakan Hizbullah akan berdiri bersama sekutunya, rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad, untuk melawan oposisi.

    “Serangan ‘kelompok teroris’ ingin menyabotase Suriah lagi untuk menggulingkan rezim di Suriah dan ingin menimbulkan kekacauan di sana,” kata Naim Qassem, Kamis (5/12/2024).

    “Mereka tidak akan dapat mencapai tujuan mereka meskipun mereka telah melakukan apa yang mereka lakukan beberapa hari terakhir,” ujarnya.

    “Kami, sebagai Hizbullah, akan berada di sisi Suriah dalam menggagalkan tujuan agresi ini dengan apapun yang kami bisa,” lanjutnya.

    Namun, Naim Qassem tidak menjelaskan bagaimana Hizbullah akan mendukung Suriah.

    Perang Saudara di Suriah

    Perang saudara di Suriah dimulai pada tahun 2011 ketika rakyat Suriah berdemonstrasi menuntut diakhirinya kekuasaan keluarga Bashar al-Assad dari Partai Ba’ath selama puluhan tahun.

    Presiden Bashar al-Assad berkuasa sejak tahun 2000 setelah pada tahun-tahun sebelumnya, ayahnya, Hafez al-Assad yang berkuasa selama 29 tahun, mempersiapkannya untuk menjadi Presiden Suriah selanjutnya.

    Ia diyakini sebagai pengganti kakaknya, Bassel al-Assad yang menjadi calon penerus ayahnya, meninggal dunia pada tahun 1994 karena kecelakaan.

    Rezim Hafez kemudian merevisi aturan usia calon presiden sehingga Bashar al-Assad dapat mencalonkan diri.

    Selama protes tahun 2011, kekerasan meningkat ketika pasukan keamanan Suriah menembaki para demonstran, menewaskan sejumlah orang.

    Di tengah runtuhnya keamanan di Suriah, muncul kelompok pemberontak termasuk HTS dan faksi lainnya yang didukung Turki.

    Iran melakukan intervensi militer di Suriah pada tahun 2012, setelah memberikan bantuan politik dan logistik pada tahun sebelumnya.

    Pada tahun 2015, Rusia secara militer membantu Assad merebut kembali sebagian besar negara dari HTS, Negara Islam (IS, sebelumnya ISIS), dan puluhan kelompok bersenjata yang didukung AS yang disebut “pemberontak moderat” oleh Washington.

    Pada tahun 2016, Presiden Bashar al-Assad berhasil mempertahankan kekuasaan di Aleppo, yang merupakan kota terbesar kedua di negara itu.

    Aksi saling serang antara militer Suriah dan kelompok pemberontak masih terjadi, hingga pada tahun 2020, Rusia dan Turki menengahi perjanjian gencatan senjata kedua pihak di Suriah.

    HTS dan milisi sekutunya menyerang kota Aleppo yang dikuasai pemerintah di Suriah utara pada hari Rabu (27/11/2024) dan merebut Kota Aleppo, Idlib, Hama, hingga Homs yang direbut baru-baru ini.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Oposisi Sudah Berada di Gerbang Kota Homs, Panglima Perang HTS: Tujuan Kami Gulingkan Rezim Assad – Halaman all

    Oposisi Sudah Berada di Gerbang Kota Homs, Panglima Perang HTS: Tujuan Kami Gulingkan Rezim Assad – Halaman all

    Sudah Berada di Gerbang Kota Homs, Panglima Perang HTS: Tujuan Kami Gulingkan Rezim Assad

    TRIBUNNEWS.COM – Pasukan oposisi bersenjata yang melancarkan serangan kilat di Suriah menyatakan tujuan mereka untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.

    Hal itu diungkapkan pemimpin faksi oposisi anti-rezim Bashar al-Assad, Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Jumat (6/12/2024).

    Pemberontak yang dipimpin HTS itu kini berada di gerbang Homs, Suriah, kata pemantau perang, setelah merebut kota-kota penting lainnya dari kendali pemerintah.

    Dalam waktu kurang dari seminggu, serangan tersebut telah menyebabkan kota kedua Suriah, Aleppo, dan Hama yang berlokasi strategis, jatuh dari kendali Presiden Bashar al-Assad untuk pertama kalinya sejak perang saudara dimulai pada tahun 2011.

    Jika pemberontak merebut Homs, itu akan memotong pusat kekuasaan di ibu kota Damaskus dari pantai Mediterania, benteng utama klan Assad, yang telah memerintah Suriah selama lima dekade terakhir.

    Pada Jumat pagi, para pemberontak hanya berada lima kilometer (tiga mil) dari tepi Homs, menurut pemantau Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia.

    Abu Mohammed al-Julani, pemimpin aliansi pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS), mengatakan tujuan serangan itu adalah untuk menggulingkan kekuasaan Assad.

    “Ketika kita berbicara tentang tujuan, tujuan revolusi tetaplah menggulingkan rezim ini. Merupakan hak kami untuk menggunakan semua cara yang tersedia untuk mencapai tujuan itu,” kata Jolani kepada CNN dalam sebuah wawancara.

    Aliansi pemberontak yang melancarkan serangan yang dimulai pada tanggal 27 November dipimpin oleh HTS, yang berakar pada cabang Al-Qaeda di Suriah tetapi telah berusaha memoderasi citranya dalam beberapa tahun terakhir.

    Para pemberontak melancarkan serangan mereka di Suriah utara pada hari yang sama ketika gencatan senjata berlaku dalam perang antara Israel dan kelompok Lebanon Hizbullah, yang bersama dengan Rusia dan Iran telah menjadi pendukung penting pemerintahan Assad.

    Turki, yang mendukung oposisi, pada hari Jumat mengatakan Menteri Luar Negerinya Hakan Fidan akan bertemu dengan mitranya dari Rusia dan Iran akhir pekan ini di Qatar untuk membahas situasi di Suriah.

    Pasukan Suriah Bantah Mundur dari Homs

    Karena khawatir atas kemajuan serangan pemberontak, puluhan ribu warga anggota minoritas Alawite Assad meninggalkan Homs pada Kamis, kata penduduk dan Observatorium.

    Khaled, yang tinggal di pinggiran kota, mengatakan kepada AFP bahwa “jalan menuju provinsi (pesisir) Tartus bersinar… karena lampu ratusan mobil yang melaju keluar”.

    Namun, sebuah sumber militer Suriah membantah laporan penarikan tentara dari Homs.

    Mereka mengonfirmasi kalau pasukan Suriah tetap ditempatkan di kota dan pedesaannya.

    Sumber itu menyatakan bahwa tentara Suriah memperkuat kehadirannya dengan “pasukan besar tambahan yang dilengkapi dengan berbagai persenjataan, siap untuk mengusir serangan oposisi,” menurut kantor berita Suriah.

    Homs merupakan lokasi pengepungan wilayah oposisi oleh pemerintah selama berbulan-bulan dan serangan sektarian yang mematikan pada tahun-tahun awal perang saudara.

    Pada awal perang, yang diawali dengan tindakan keras brutal Assad terhadap protes demokrasi, para aktivis menyebut kota itu sebagai “ibu kota revolusi” melawan pemerintah.

    Warga Suriah yang dipaksa meninggalkan negaranya akibat tindakan keras terhadap pemberontakan terpaku pada ponsel mereka sambil menyaksikan perkembangan yang terjadi.

    “Kami telah memimpikan ini selama lebih dari satu dekade,” kata Yazan, mantan aktivis berusia 39 tahun yang selamat dari pengepungan dan sekarang tinggal sebagai pengungsi di Prancis.

    Ketika ditanya apakah ia khawatir dengan agenda Islamis HTS, ia berkata: “Bagi saya, tidak penting siapa yang melakukan ini. Setan sendiri bisa jadi berada di baliknya. Yang menjadi perhatian orang adalah siapa yang akan membebaskan negara.”

    Namun, di sisi lain perpecahan sektarian, ada ketakutan di kalangan komunitas Alawi di Homs.

    Haidar, 37, yang tinggal di lingkungan mayoritas Alawite, mengatakan kepada AFP melalui telepon bahwa “ketakutan adalah payung yang menutupi Homs sekarang”.

    “Saya belum pernah melihat kejadian seperti ini seumur hidup saya. Kami sangat takut, kami tidak tahu apa yang sedang terjadi.”

    Pada hari Jumat, aliansi pemberontak “memasuki kota Rastan dan Talbisseh” di jalan utama antara Hama dan Homs, kata Observatorium.

    Faksi-faksi tersebut menghadapi “ketiadaan sama sekali” pasukan pemerintah, tambahnya.

    Rekaman yang diunggah di media sosial dan diverifikasi oleh AFP menunjukkan pemberontak melepaskan tembakan ke udara saat mereka melewati Talbisseh.

    Kementerian Pertahanan Suriah mengatakan tentara melancarkan serangan terhadap pejuang “teroris” di provinsi Hama.

    Observatorium Suriah, yang mengandalkan jaringan sumber di Suriah, mengatakan 826 orang, sebagian besar kombatan tetapi juga termasuk 111 warga sipil, telah tewas sejak serangan dimulai minggu lalu.

    Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa kekerasan tersebut telah menyebabkan 280.000 orang mengungsi, dan memperingatkan bahwa jumlah tersebut dapat meningkat hingga 1,5 juta orang.

    Kepala Observatory, Rami Abdel Rahman mengatakan terjadi “eksodus besar-besaran warga Alawi Suriah dari sejumlah wilayah di Homs, puluhan ribu orang menuju ke pantai Suriah, karena takut dengan kemajuan pemberontak”.

    Seorang pejuang oposisi Suriah merobek lukisan yang menggambarkan Presiden Suriah Bashar Assad dan mendiang ayahnya Hafez Assad di Bandara Internasional Aleppo di Aleppo, Suriah, 2 Desember 2024. (tangkap layar ToI/Kredit Foto: AP/Ghaith Alsayed)

    Pukulan Telak

    Banyak pemandangan yang disaksikan dalam beberapa hari terakhir tidak akan terbayangkan sebelumnya dalam perang.

    Para pemberontak mengumumkan melalui Telegram penangkapan mereka atas Hama setelah pertempuran jalanan dengan pasukan pemerintah, dan menggambarkannya sebagai “pembebasan kota secara menyeluruh”.

    Banyak warga yang menyambut para pejuang pemberontak. Seorang fotografer AFP melihat beberapa warga membakar poster raksasa Assad di fasad balai kota.

    Militer mengakui kehilangan kendali atas kota tersebut, meskipun Menteri Pertahanan Ali Abbas bersikeras bahwa penarikan pasukan merupakan “tindakan taktis sementara”.

    Dalam sebuah video yang diunggah daring, pemimpin HTS Jolani mengatakan para pejuangnya memasuki Hama untuk “membersihkan luka yang telah berlangsung di Suriah selama 40 tahun”, merujuk pada pembantaian tentara pada tahun 1980-an.

    Dalam pesan lain di Telegram yang mengucapkan selamat kepada “rakyat Hama atas kemenangan mereka,” untuk pertama kalinya ia menggunakan nama aslinya, Ahmed al-Sharaa, alih-alih nama samaran perangnya.

    Aron Lund, seorang peneliti di lembaga pemikir Century International, menyebut kekalahan Hama sebagai “pukulan telak bagi pemerintah Suriah”.

    Jika Assad kehilangan Homs, itu tidak berarti berakhirnya kekuasaannya, kata Lund, tetapi “tanpa adanya rute aman dari Damaskus ke pantai, saya rasa berakhirlah kekuasaannya sebagai entitas negara yang kredibel.”

    Kepala PBB Antonio Guterres mengatakan pada hari Kamis bahwa eskalasi di Suriah adalah hasil dari “kegagalan kolektif kronis” diplomasi.

    Abu Mohammed al-Julani Baghdad Menjauh dari Suriah, Pasukan Antiteror Irak Kumpul di Perbatasan

    Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Abu Mohammed al-Julani pada tanggal 5 Desember mendesak Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani untuk menjauhkan negaranya dari perang Suriah.

    “Kami mendesak dia (Sudani) untuk menjauhkan Irak dari memasuki tungku baru dari apa yang sedang terjadi di Suriah,” kata Julani dalam pesan video yang diunggah di saluran Telegram kelompok ekstremis tersebut.

    Secara khusus, pemimpin organisasi teroris yang ditetapkan PBB tersebut meminta Baghdad untuk “melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencegah Unit Mobilisasi Populer (PMU)” mendukung Tentara Arab Suriah (SAA).

    PMU, yang juga dikenal sebagai Hashd al-Shaabi, adalah kelompok milisi antiteror yang bersekutu dengan Poros Perlawanan regional. 

    Didirikan pada tahun 2014 dengan dukungan Iran, PMU berperan penting dalam mengalahkan ISIS pada bulan Desember 2017.

    Kelompok tersebut kemudian memperoleh pengakuan pemerintah sebagai kelompok militer semi-resmi dengan hak hukum serupa dengan tentara nasional.

    Sejak dimulainya serangan ekstremis di Suriah barat laut minggu lalu, Baghdad telah mengerahkan ribuan tentara ke perbatasan Irak-Suriah.

    “Pasukan Irak dari Kementerian Pertahanan, badan keamanan pendukung lainnya, dan PMU berada dalam siaga tinggi di sepanjang perbatasan dengan Suriah. Bala bantuan militer telah dikirim ke provinsi Anbar, khususnya ke daerah perbatasan, untuk meningkatkan keamanan dan bersiap menghadapi keadaan darurat,” kata Ali Naama Al-Bindawi, anggota Komite Keamanan dan Pertahanan Parlemen Irak, kepada Shafaq News pada hari Kamis.

    Qassim Muslih, kepala operasi PMU di provinsi Anbar, mengonfirmasi bahwa pengerahan pasukan ke perbatasan Suriah mengikuti arahan Sudani untuk mendukung dan menopang polisi perbatasan. 

    Muslih menambahkan bahwa operasi tersebut bertujuan “untuk meningkatkan kesiapan” pasukan keamanan jika terjadi keadaan darurat.

    Pesan video Julani kepada Perdana Menteri Irak muncul beberapa jam sebelum Menteri Luar Negeri Irak Fuad Hussein mengadakan pertemuan puncak tripartit dengan mitranya dari Suriah dan Iran untuk membahas perkembangan keamanan yang berkembang pesat di Suriah dan implikasi regional yang lebih luas.

    “[Jika] pemerintah Suriah meminta Iran untuk mengirim pasukan ke Suriah, kami akan mempertimbangkan permintaan tersebut,” kata Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi awal minggu ini.

    Pada hari Kamis, HTS dan sekutunya – semua faksi yang sebelumnya bersekutu dengan Al-Qaeda dan ISIS – menguasai kota Hama di selatan Aleppo setelah bentrokan hebat dengan SAA. 

    Meskipun mereka terus maju di garis depan, pasukan kedirgantaraan Rusia mengonfirmasi bahwa serangan udara gabungan dengan Suriah telah menewaskan ratusan ekstremis dalam beberapa hari terakhir.

    Para ekstremis yang didukung Turki dan AS melancarkan serangan mendadak di Suriah barat laut minggu lalu, beberapa jam setelah gencatan senjata dimulai antara Lebanon dan Israel. 

    Pada hari Kamis, militer Israel mengumumkan bahwa pasukannya “bersiap untuk skenario apa pun dalam serangan dan pertahanan” di dekat Dataran Tinggi Golan Suriah yang diduduki .

     

    (oln/mba/ndtv/tc/*)

  • Pemberontak Islamis Suriah Berjanji Bersikap Toleran? – Halaman all

    Pemberontak Islamis Suriah Berjanji Bersikap Toleran? – Halaman all

    Usai menduduki Kota Aleppo dan mengusir pasukan Presiden Suriah Bashar Assad, milisi Islam Sunni Hay’at Tahrir al-Sham atau HTS, berjanji tidak akan merundung minoritas di wilayah yang kini berada di bawah kendali mereka.

    HTS, yang telah ditetapkan sebagai organisasi teroris asing oleh Amerika Serikat (AS) dan Dewan Keamanan PBB, bercokol di utara Suriah serta di Aleppo, kota terbesar kedua di Suriah, dan kini dikabarkan mulai bergerak ke arah Hama.

    “Ketika berhasil mengambil alih Aleppo, mereka meyakinkan anggota kelompok minoritas bahwa mereka akan mengizinkan mereka hidup berdampingan,” kata Chrissie Steenkamp, ​​seorang profesor madya Perubahan Sosial dan Politik di Universitas Oxford Brookes Inggris, kepada DW.

    “HTS memang suka menggambarkan diri mereka sebagai pihak yang tidak terlalu menindas kelompok minoritas dan agama lain,” kata Steenkamp. Sebagai konsekuensi dari perang saudara di Suriah selama hampir 14 tahun, tidak ada statistik yang akurat tentang minoritas etnis dan agama di Suriah.

    Namun, perkiraan yang ada sangat mirip, yaitu populasi Suriah yang berjumlah hampir 25 juta orang terdiri dari sekitar 70% Muslim Sunni, 13% Muslim Syiah yang sekitar 10% di antaranya adalah Alawi, serta minoritas Kurdi, Kristen, dan Druze di negara tersebut.

    Ruang bagi kebebasan beragama

    Selama lima tahun terakhir, HTS, yang diterjemahkan menjadi “Organisasi Pembebasan Levant,” bertindak sebagai pemerintahan de facto di benteng oposisi utama terakhir Suriah di wilayah barat laut, Idlib, dengan sekitar empat juta warga Suriah yang sebagian besar pengungsi.

    “Selama ini, HTS telah membuka diri bagi minoritas agama,” kata Jerome Drevon, analis International Crisis Group yang telah bertemu dengan para pemimpin HTS, kepada DW.

    Misalnya, komandan HTS telah bertemu dengan perwakilan Kristen untuk menyampaikan kekhawatiran mereka, katanya.

    “Masalah utamanya adalah tentang perumahan, karena banyak rumah warga Kristen di wilayah Idlib telah disita oleh para pengungsi dari tempat lain di Suriah,” jelasnya, seraya menambahkan bahwa “HTS telah mengembalikan rumah dan tanah tersebut kepada pemiliknya yang beragama Kristen.”

    Sejak 2018, umat Kristen di wilayah Idlib juga dapat merayakan hari raya keagamaan mereka seperti Paskah atau Natal. “Hak-hak mereka telah membaik secara signifikan,” kata Drevon, menyoroti proses serupa dengan minoritas Druze.

    Sasaran strategis hanya untuk Suriah

    HTS pro-Turki, yang didirikan pada tahun 2011, awalnya terkait dengan militan al-Qaeda. Namun, kelompok tersebut terpecah lagi karena HTS tidak berupaya membangun kekhalifahan global.

    “Mereka ingin mengambil alih rezim Suriah dan menciptakan rezim baru sebagai gantinya,” kata Drevon kepada DW.

    “Untuk ini, mereka telah menyatakan kesiapan mereka untuk menciptakan hubungan strategis dengan Turki, Irak, dan hanya beberapa hari yang lalu, mereka bahkan memiliki komunike yang mengatakan bahwa mereka dapat memiliki hubungan dengan Rusia juga,” tambahnya.

    Rusia, serta Iran, adalah sekutu utama Assad sementara Turki termasuk di antara pendukung kelompok pemberontak oposisi. “Namun, semua ini tidak mengubah fakta bahwa ada banyak jihadis di jajaran HTS,” kata analis Timur Tengah Guido Steinberg kepada media Jerman ARD awal minggu ini.

    “Oleh karena itu, kita harus berasumsi bahwa HTS juga bertindak seperti kelompok jihadis yang melakukan tindakan kekerasan terhadap minoritas agama dan etnis,”

    Menurut asumsinya, kekuasaan HTS bisa membuahkan “rejim teror bagi penduduk, terutama di distrik Aleppo yang juga dihuni oleh warga Kristen dan Kurdi.”

    Kelam catatan HAM

    Hiba Zayadin, seorang peneliti senior di Divisi Timur Tengah dan Afrika Utara dari Human Rights Watch, meragukan bahwa HTS menganut corak Islam yang toleran.

    “Ketakutan yang mungkin dirasakan oleh kaum minoritas termasuk Syiah, Kurdi, dan Alawi saat ini, berasal dari catatan hak asasi manusia yang buruk dari HTS dan faksi-faksi Tentara Nasional Suriah yang didukung Turki, yang telah bergabung dengan HTS dalam operasinya baru-baru ini,” kata Zayadin kepada DW.

    “Pelanggaran sebelumnya terhadap kedua kelompok tersebut termasuk penganiayaan terhadap umat minoritas agama dan etnis termasuk kekerasan, pemindahan paksa, serta penghancuran warisan budaya dan agama,” tambahnya.

    Namun, kaum minoritas dan aktivis politik atau pembangkang Suriah tidak hanya terancam di wilayah yang diperintah oleh pemberontak Islam. “Di wilayah yang dikuasai pemerintah, mereka yang dianggap menentang rezim, termasuk karena mereka berasal dari wilayah yang sebelumnya atau saat ini dikuasai oposisi atau yang merupakan bagian dari sekte terpinggirkan, termasuk Sunni dan Kurdi,” kata Zayadin.

    “Mereka berisiko mengalami penahanan sewenang-wenang, penghilangan paksa, dan penindasan yang berkelanjutan,” imbuhnya. Dia tidak melihat banyak harapan untuk fajar baru hak asasi manusia di Suriah.

    “Dinamika sektarian secara signifikan membentuk pengalaman hidup kelompok etnis dan agama yang sering terperangkap dalam siklus ketakutan, pengungsian, dan penindasan,” katanya.

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris