Negara: Tunisia

  • Minat Warga Tunisia Kursus Bahasa Indonesia Meningkat, KBRI Beri Penghargaan

    Minat Warga Tunisia Kursus Bahasa Indonesia Meningkat, KBRI Beri Penghargaan

    TRIBUNJAKARTA.COM – Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tunis memberikan penghargaan pada para peserta kursus Bahasa Indonesia selama musim panas, yang digelar di Wisma Duta Besar Republik Indonesia untuk Tunisia di Lac, Kota Tunis, Tunisia (20/11/2024).

    Duta Besar RI untuk Tunisia, Zuhairi Misrawi mengungkapkan, dalam setahun terakhir, antusias warga Tunisia berwisata dan studi ke Indonesia meningkat.

    Hal itu juga membuat minat untuk mempelajari Bahasa Indonesia bertambah.

    KBRI pun membuka kursus Bahasa Indonesia. Selama musim panas ini, kursus berjalan baik dengan modul yang dirumuskan KBRI.

    “Kami senang dan bangga, minat untuk belajar bahasa Indonesia di Tunisia dalam setahun terakhir mengalami peningkatan. Hal tersebut sejalan dengan meningkatnya minat studi dan wisata ke Indonesia.”

    “Ini fenomena yang sangat baik dan menarik, khususnya dalam rangka meningkatkan kerja sama dan hubungan bilateral Indonesia-Tunisia.”

    “Maka dari itu, KBRI Tunis menyediakan modul ajar dan para guru bahasa Indonesia, dan alhamdulillah kami bisa menggelar kursus bahasa Indonesia selama musim panas di KBRI Tunis”, ujar Duta Besar asal Sumenep Madura ini. 

    Dubes Zuhairi Misrawi menambahkan, bahasa merupakan identitas sebuah bangsa dan jembatan diplomasi yang sangat efektif untuk meningkatkan kedua bangsa, Indonesia-Tunisia.

    “Kami optimis, para perserta kursus Bahasa Indonesia akan menjadi jembatan diplomasi antara Indonesia-Tunisia.”

    “Kami akan prioritaskan mereka untuk mendapatkan beasiswa studi di beberapa kampus di Indonesia dan program Darmasiswa. Kami melihat masa depan hubungan bilateral Indonesia-Tunisia semakin cerah”, pungkasnya.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • 10
                    
                        Kenapa Negara Arab Tidak Membantu Palestina atau Bersatu Melawan Israel?
                        Internasional

    10 Kenapa Negara Arab Tidak Membantu Palestina atau Bersatu Melawan Israel? Internasional

    Kenapa Negara Arab Tidak Membantu Palestina atau Bersatu Melawan Israel?
    Tim Redaksi
    GAZA, KOMPAS.com
    – “Di mana orang-orang Arab?! Di mana orang-orang Arab?!”
    Pertanyaan itu dilontarkan seseorang yang muncul dari puing-puing seraya menggendong anak-anak yang sudah meninggal. Dia berteriak tanpa daya ke arah kamera yang menyorotnya.
    Pertanyaan ini terus diulang oleh warga Gaza yang keheranan mengapa orang-orang di negara kawasan Arab tidak melindungi mereka dari pengeboman Israel.
    Setelah serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 menewaskan 1.200 warga Israel terbunuh dan 250 orang lainnya diculik, semua mata langsung tertuju pada Timur Tengah.
    Seberapa jauh pembalasan yang akan dilakukan Israel? Bagaimana penduduk dan pemerintah Arab menanggapi guncangan kemanusiaan yang terjadi di wilayah tersebut?
    Pertanyaan pertama masih belum terjawab: Pengeboman Israel telah menghancurkan Jalur Gaza, merenggut nyawa lebih dari 42.500 warga Palestina, tetapi belum ada titik terang.
    Yang kedua adalah benar: Jika ada orang yang mengharapkan adanya protes besar di ibu kota utama dunia Arab, mereka akan kecewa.
    Adapun pemerintah negara-negara itu, “tanggapannya suam-suam kuku atau tidak sama sekali,” menurut Walid Kazziha, profesor ilmu politik di American University in Cairo (AUC), kepada
    BBC Mundo
    .
    Di luar kritik retoris terhadap Israel atau peran mediasi yang diadopsi oleh pemerintah seperti Qatar atau Mesir yang “murni sebagai perantara dan tidak mendukung Palestina,” kata Kazziha, tak satu pun negara-negara Arab memutuskan hubungan dengan Israel atau melakukan tindakan diplomatik dan tekanan ekonomi apa pun untuk mengakhiri perang.
    Mengapa perjuangan Palestina kehilangan relevansinya di antara pemerintah-pemerintah Arab di wilayah ini? Seperti hampir semua hal di Timur Tengah, jawabannya cukup rumit.
    Wilayah Timur Tengah tidak pernah benar-benar menjadi blok yang utuh dan homogen.
    Sepanjang sejarah, masyarakat Arab telah berbagi rasa identitas, bahasa, dan sebagian besar agama, serta kekhawatiran yang timbul dari pengaruh kolonial Eropa di wilayah tersebut.
    Namun, kepentingan pemerintah mereka terkadang berseberangan.
    Hubungan antara Palestina dan negara-negara Arab juga tidak mudah, terutama dengan negara-negara yang menerima sejumlah besar pengungsi setelah proklamasi Negara Israel pada 1948.
    Namun, perjuangan Palestina juga merupakan faktor pemersatu negara-negara Arab selama beberapa dekade.
    Selama periode ini, negara Israel dipandang “sebagai perpanjangan tangan dari kekuatan kolonial sebelumnya, yang telah menarik diri dari Timur Tengah,” menurut profesor kebijakan publik di Institut Pascasarjana Doha, Tamer Qarmout.
    “Israel sengaja ditempatkan di sana sebagai agen untuk melindungi kepentingan mereka, yang sebelumnya merupakan kepentingan Inggris dan Perancis, dan sekarang kepentingan Amerika Serikat,” ujar Tamer Qarmout kepada
    BBC Mundo
    .
    Perang yang dilancarkan terhadap Israel di masa lalu oleh negara-negara seperti Mesir, Suriah, dan Yordania tidak hanya untuk membela kepentingan nasional mereka, tetapi juga kepentingan Palestina, kata para analis.
    Namun, perang tersebut kini telah berlalu. Mesir dan Yordania telah menandatangani perjanjian damai dengan Israel beberapa dekade yang lalu.
    Maroko, Uni Emirat Arab dan Bahrain telah menormalisasi hubungan dengan Israel—negara yang hingga beberapa tahun lalu merupakan negara paria di wilayah tersebut.
    Bahkan Arab Saudi pun hampir melakukan hal yang sama sebelum 7 Oktober dan serangan Hamas.
    Bagi Dov Waxman, direktur Y&S Nazarian Center for Israel Studies di University of California, sejak awal konflik hingga hari ini, selama beberapa dekade terakhir, “masing-masing negara Arab mengikuti kepentingannya sendiri”.
    “Mereka berbicara tentang mendukung Palestina dan solidaritas, dan bukan berarti perasaan itu tidak tulus, tetapi pada akhirnya mereka mengikuti kepentingan nasional mereka.”
    “Ada banyak simpati terhadap bencana kemanusiaan yang dihadapi warga Gaza, dan mereka ingin pemerintah mereka berbuat lebih banyak. Mereka ingin hubungan diplomatik diputus. Mereka ingin para duta besar diusir, setidaknya ada tanggapan semacam itu,” ujar Fakhro.
    Namun, hal ini tidak terjadi.
    Menurut Imad K. Harb, direktur Riset dan Analisis di lembaga riset Arab Center di Washington, DC, “Pemerintah Arab telah lama meninggalkan Palestina.”
    Bagi Tamer Qarmout, ada sebuah titik balik yang telah mengubah seluruh dinamika di kawasan ini: pemberontakan rakyat yang mengguncang Timur Tengah dan Afrika Utara antara tahun 2010 dan 2012, yang dikenal dengan sebutan Kebangkitan Arab
    (Arab Spring).
    “Sejak saat itu, gelombang telah berubah sepenuhnya dan kegagalan pemberontakan ini telah membuat kawasan ini berada dalam ketidakpastian: banyak negara yang masih terbenam dalam konflik sipil, seperti Yaman, Suriah, atau Irak,” kata profesor dari universitas di Qatar ini.
    “Dua negara terakhir, yang merupakan negara sentral dan kuat dengan ide-ide politik yang dapat menantang AS, telah lenyap.”
    Di tengah keadaan krisis permamen ini, kendati bersimpati kepada Palestina, masyarakat Arab “merasa tak berdaya”, menurut Qarmout.
    “Mereka sendiri hidup di bawah tirani, otokrasi, dan kediktatoran. Dunia Arab berada dalam kondisi yang menyedihkan, orang-orang tidak memiliki kebebasan atau kemampuan dan aspirasi untuk hidup bermartabat,” kecam Qarmout.
    Meski begitu, respons sosial jauh lebih kuat daripada respons pemerintah, meskipun hal ini berkembang terutama di media sosial.
    Sejak
    Arab Spring
    , jalan-jalan di banyak negara di kawasan ini, seperti Mesir, menjadi terlarang bagi aktivisme.
    Jika dulu pemerintah otoriter mengizinkan masyarakat untuk melampiaskan rasa frustasi mereka dalam aksi demonstrasi membela Palestina, kini mereka khawatir protes semacam itu akan berujung pada hal yang lebih besar.
    Namun, itu bukan satu-satunya hal yang berubah dalam tahun-tahun penuh gejolak ini, ketika jutaan orang Arab turun ke jalan di negara-negara seperti Tunisia, Mesir, Libya, Suriah, Bahrain, dan Maroko untuk menuntut demokrasi dan hak-hak sosial.

    Arab Spring
    benar-benar merupakan guncangan dan mengubah dinamika dan prioritas banyak negara,” kata Qarmout.
    “Beberapa rezim lama tidak ada lagi dan yang lainnya berpikir bahwa mereka akan tertinggal, sehingga mereka panik, melihat ke kiri dan ke kanan dan mencari perlindungan.”
    “Banyak yang percaya pada gagasan yang dijual oleh Amerika Serikat bahwa Israel, sekutunya di kawasan itu, dapat melindungi mereka,” ujarnya.
    Perjanjian itu menjadi kesepakatan hubungan Barhain dan Uni Emirat Arab dengan Israel—perjanjian ini kemudian diikuti oleh Maroko dan Sudan.
    Lalu, dampak perjanjian ini kemudian datang. Washington, misalnya, mengakui kedaulatan Maroko atas Sahara Barat, yang membuat referendum penentuan nasib sendiri menjadi tidak mungkin.
    “Ketika kita melihat hubungan yang telah dibangun oleh negara-negara ini dengan Israel, kita melihat bahwa pada dasarnya bermuara pada Israel yang menjual sistem untuk memata-matai penduduk mereka sendiri,” kata Walid Kazziha.
    Dugaan kasus spionase menggunakan program Pegasus—yang dikembangkan oleh perusahaan Israel NSO Group—telah mempengaruhi Maroko, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan bahkan Arab Saudi, meskipun tidak memiliki hubungan resmi dengan Israel.
    Menurut
    The New York Times
    , Riyadh membeli program tersebut pada 2017 dan kehilangan akses ke program tersebut setelah pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul pada tahun berikutnya.
    Namun, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman berhasil memulihkan layanan setelah menelepon Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang melakukan intervensi untuk mengizinkan Saudi menggunakan perangkat lunak itu lagi, demikian laporan surat kabar Amerika tersebut.
    Hubungan Hamas dan Hizbullah dengan Iran juga menimbulkan kecurigaan di negara-negara Arab.
    Bagi negara-negara Teluk, misalnya, Iran adalah ancaman yang lebih besar daripada Israel. Banyak pemerintah Arab “telah mengadopsi narasi Israel dan Amerika bahwa gerakan-gerakan ini adalah perpanjangan tangan Iran di wilayah tersebut, dan bahwa mereka diciptakan untuk menyabotase proyek perdamaian regional dengan mengabaikan Palestina,” kata Qarmout.
    Ini adalah narasi yang didorong oleh sebagian besar media resmi di dunia Arab—sebuah wilayah di mana hampir tidak ada media independen, menurut para analis.
    “Bagi media Saudi, misalnya, perhatian utama bukanlah Palestina, tetapi bagaimana Iran mendapatkan tempat,” Kazziha berpendapat.
    Akan tetapi, negara-negara ini kemudian menjadi waspada terhadap kekuatan gerakan yang terus meningkat.
    “Ketika pintu-pintu tertutup bagi mereka dan tidak ada yang mau memberi mereka senjata untuk melawan Israel, mereka bersedia membantu penjahat untuk mendapatkannya,” tambahnya.
    Hal yang sama berlaku untuk Hizbullah dan kelompok-kelompok lain yang menerima dukungan dari Iran, tetapi juga ingin membela Palestina,
    Menurut Kazziha, ketika Iran dikedepankan sebagai promotor, maka orang-orang Arab tidak lagi menjadi tokoh utama.
    “Saya pikir ada beberapa gerakan Arab yang benar-benar tertarik untuk mendukung Palestina dan bahkan mati untuk mereka, seperti Hizbullah, Houthi di Yaman, dan beberapa gerakan Syiah di Irak,” ujar peneliti AUC tersebut.
    Selain kepentingan geostrategis dan krisis di negara-negara Arab, perjuangan Palestina telah dilupakan seiring berlalunya waktu.
    Konsep-konsep yang pernah membuat jantung Timur Tengah berdegup kencang, seperti pan-Arabisme, kini hanya menjadi gema masa lalu.
    “Sebagian besar generasi muda di wilayah ini bersimpati kepada Palestina, tetapi mereka tidak mengetahui dinamika konflik karena hal-hal tersebut tidak lagi diajarkan di sekolah-sekolah,” jelas Qarmout.
    “Pada 1960-an dan 1970-an, banyak negara Arab yang memiliki kurikulum sekolah yang lengkap tentang Palestina, namun saat ini masyarakat telah berubah dengan kekuatan globalisasi, bahkan identitas,” jelas Qarmout,” katanya.
    Hal yang sama juga terjadi pada para pemimpin baru.
    “Di negara-negara Teluk, misalnya, ada generasi pemimpin baru seperti Mohamed Bin Salman dari Arab Saudi, yang sebagian besar berpendidikan Barat, yang tidak pan-Arab dan tidak melihat Palestina sebagai sebuah isu,” jelas Qarmout.
    “Prioritas mereka berbeda dan begitu pula ambisi mereka,” cetusnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Meta AI Kantongi 500 Juta Pengguna, Mau Jadi Asisten AI Paling Banyak Dipakai – Page 3

    Meta AI Kantongi 500 Juta Pengguna, Mau Jadi Asisten AI Paling Banyak Dipakai – Page 3

    Di samping itu, Meta juga telah mengumumkan kalau Meta AI akan menjangkau lebih banyak pengguna di seluruh dunia. Lewat pengumuman terkini, perusahaan telah menambah daftar negara yang mendukung layanan tersebut.

    Mengutip informasi dari GSM Arena, Kamis (10/10/2024), Meta AI kini secara resmi hadir di enam negara baru yakni Inggris, Brasil, Bolivia, Guatemala, Paraguay, dan Filipina.

    Khusus pengguna di Filipina, Meta bahkan memungkinkan mereka untuk berinteraksi menggunakan bahasa Tagalog. Selain enam negara tersebut, chatbot AI ini juga dipersiapkan untuk hadir ke 15 negara lainnya.

    Negara itu adalah Algeria, Mesir, Indonesia, Irak, Yordania, Libya, Malaysia, Maroko, Arab Saudi, Sudan, Thailand, Tunisia, Uni Emirat Arab, Vietnam, dan Yaman.

    Adapun bahasa yang didukung di wilayah ini termasuk Arab, Indonesia, Thailand, dan Vietnam. Dengan ekspansi ini, Meta AI akan tersedia di 43 negara dan dapat berkomunikasi dalam beragam bahasa.

     

  • Pandemic Fund beri dana hibah baru 418 juta dolar AS ke 40 negara

    Pandemic Fund beri dana hibah baru 418 juta dolar AS ke 40 negara

    Dengan putaran investasi baru ini, Pandemic Fund sekali lagi menunjukkan peran pentingnya untuk memobilisasi pembiayaan tambahan dan mempromosikan kolaborasi internasional guna membuat dunia lebih aman dari pandemiJakarta (ANTARA) – Dewan Pengurus Pandemic Fund menyetujui pada 17 Oktober 2024 dana hibah baru senilai 418 juta dolar AS untuk memperkuat kapasitas pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi (PPR) di 40 negara di enam wilayah geografis.

    “Dengan putaran investasi baru ini, Pandemic Fund sekali lagi menunjukkan peran pentingnya untuk memobilisasi pembiayaan tambahan dan mempromosikan kolaborasi internasional guna membuat dunia lebih aman dari pandemi,” kata Ketua Bersama Pandemic Fund Chatib Basri, yang merupakan mantan Menteri Keuangan Indonesia dan Menteri Kesehatan Rwanda Sabin Nsanzimana dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.

    Chatib menuturkan hibah tersebut akan menyediakan investasi yang sangat dibutuhkan untuk memperkuat pengawasan penyakit dan sistem peringatan dini, meningkatkan laboratorium, dan membangun tenaga kesehatan.

    Alokasi terbaru itu merupakan tambahan dari 128,89 juta dolar AS yang disetujui pada 19 September untuk lima proyek jalur cepat guna mendukung 10 negara yang terkena dampak cacar monyet atau Mpox, sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (Public Health Emergency of International Concern/PHEIC).

    Dengan demikian, total pendanaan yang diberikan pada putaran kedua menjadi 547 juta dolar AS, yang akan memobilisasi tambahan 4 miliar dolar AS untuk investasi dalam PPR di negara-negara penerima manfaat.

    Lebih dari 50 persen dana yang diberikan pada putaran kedua diperuntukkan bagi negara-negara di Afrika sub-Sahara, wilayah dengan permintaan tertinggi untuk hibah Pandemic Fund.

    Lebih dari 74 persen proyek yang didanai akan menguntungkan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. Investasi baru itu mendukung tujuan Pandemic Fund untuk memobilisasi sumber daya tambahan khusus untuk PPR pandemi, memberi insentif kepada negara-negara untuk meningkatkan investasi mereka sendiri, dan meningkatkan koordinasi.

    “Kami memuji upaya Panel Penasihat Teknis dan Dewan Pengurus Pandemic Fund untuk memastikan bahwa proses seleksi bersifat inklusif dan transparan, dan bahwa proyek-proyek yang dipilih terdiri dari portofolio investasi yang berkualitas dan seimbang yang memenuhi kebutuhan kritis negara,” ujarnya.

    Ketua Bersama Pandemic Fund mendesak para pemimpin global untuk merekapitalisasi Pandemic Fund sekarang sehingga dapat terus mendukung lebih banyak negara dan menutup kesenjangan kesiapsiagaan kritis lainnya.

    Kepala Eksekutif Pandemic Fund Priya Basu menuturkan peningkatan risiko pandemi yang disebabkan oleh perubahan iklim, migrasi, kerapuhan, dan konflik, menekankan pentingnya dan urgensi putaran baru investasi oleh Pandemic Fund itu.

    Hal itu akan memberikan dukungan yang sangat dibutuhkan saat negara-negara berupaya memenuhi kewajiban mereka berdasarkan Peraturan Kesehatan Internasional yang baru diamandemen.

    “Saya senang bahwa Pandemic Fund dapat menyediakan putaran kedua pembiayaan katalitik yang lebih besar ini sebagai respons terhadap permintaan negara yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan keterlibatan begitu banyak mitra internasional dan organisasi masyarakat sipil. Ini adalah bentuk solidaritas global yang luar biasa,” katanya.

    Dua putaran pendanaan Pandemic Fund hingga saat ini berjumlah 885 juta dolar AS, memobilisasi tambahan 6 miliar dolar AS untuk mendukung 75 negara, yang setengahnya adalah negara berpenghasilan rendah dan menengah. Dana tersebut akan mengisi kesenjangan kapasitas dalam pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi.

    Diluncurkan pada November 2022 dengan dukungan kuat dari G20 dan pihak terkait, Pandemic Fund merupakan mekanisme pembiayaan multilateral pertama yang didedikasikan untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah agar lebih siap menghadapi pandemi di masa mendatang.

    Diselenggarakan oleh Grup Bank Dunia, Pandemic Fund mengumpulkan 2 miliar dolar AS dalam bentuk modal awal dari 27 kontributor sovereign dan filantropi dan telah meluncurkan kampanye mobilisasi sumber daya untuk mencari kontribusi 2 miliar dolar AS lagi untuk investasi selama dua tahun ke depan.

    Hibah dari Pandemic Fund mengkatalisasi pembiayaan bersama dari pemerintah dan keahlian teknis dari berbagai entitas pelaksana yang terakreditasi. Dewan Pengurus Pandemic Fund mencakup perwakilan yang setara dari kontributor sovereign dan negara-negara co-investor, serta perwakilan dari yayasan atau kontributor non-sovereign dan organisasi masyarakat sipil.

    Negara-negara penerima manfaat untuk proyek-proyek yang didanai dalam putaran kedua tersebut meliputi antara lain Burundi, Chad, Indonesia, Kongo, Mesir, Fiji, Georgia, Ghana, Honduras, Lebanon, Pakistan, Afrika Selatan, Srilanka, Tanzania, dan Tunisia.

    Baca juga: RI usulkan tiga rekomendasi Acara Tingkat Tinggi Pandemic Fund
    Baca juga: Kemenko Ekonomi: Pandemic Fund telah terkumpul 1,57 miliar dolar AS
    Baca juga: Menkeu dan Menkes teken surat pengantar proposal dana pandemi

    Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2024

  • Mengusir-Menelantarkan Migran adalah Dosa Besar

    Mengusir-Menelantarkan Migran adalah Dosa Besar

    Vatican City

    Pemimpin umat Katolik sedunia, Paus Fransiskus, mengecam upaya mengusir para migran dan memblokir rute yang mereka tempuh sebagai “dosa besar”. Dia mengenang para migran yang kehilangan nyawa, termasuk mereka “ditelantarkan” di gurun.

    Paus Fransiskus secara rutin menyerukan lebih banyak empati terhadap orang-orang yang melarikan diri dari konflik, kemiskinan, bencana, atau persekusi, terutama mereka yang berusaha mencapai kawasan Eropa dari Afrika dengan menyeberangi Laut Mediterania.

    Dia mendedikasikan pidatonya saat audiensi mingguannya pada Rabu (28/8) waktu setempat untuk membahas masalah migran.

    Paus Fransiskus, dalam pidatonya seperti dilansir AFP, Rabu (28/8/2024), memperingatkan terhadap “undang-undang yang restriktif” dan “militerisasi perbatasan”, serta menyerukan rute migrasi yang aman.

    “Harus dikatakan dengan jelas: ada pihak yang bekerja secara sistematis dan dengan segala cara untuk mengusir para migran. Dan hal ini, jika dilakukan dengan kesadaran dan tanggung jawab, adalah dosa besar,” ucap Paus Fransiskus memberikan peringatan.

    Dia berulang kali menyebut Laut Mediterania, yang menurut penghitungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi lokasi hilangnya 3.000 migran sepanjang tahun lalu, telah menjadi “kuburan”.

    “Sangat disayangkan, sejumlah gurun juga menjadi kuburan para migran. Dan bahkan di sini pun tidak selalu ada pertanyaan tentang kematian yang ‘alami’. Tidak. Kadang-kadang, mereka dibawa ke gurun dan ditinggalkan,” kata Paus Fransiskus.

    “Pada era satelit dan drone, ada banyak migran laki-laki, perempuan dan anal-anak yang tidak boleh dilihat siapa pun. Hanya Tuhan yang melihat dan mendengar tangisan mereka,” sebutnya.

    Paus Fransiskus tidak menyebut secara spesifik negara mana saja yang dibahasnya, namun pernyataannya menyinggung soal laut dan gurun, juga soal samudra, danau dan sungai, serta hutan dan padang rumput yang menjadi “tempat pada migran berjalan sendirian”.

    “Saudara dan saudari, kita semua bisa sepakat pada satu hal: para migran tidak boleh berada di laut dan gurun yang mematikan,” katanya.

    “Tetapi hal ini tidak dilakukan melalui undang-undang yang lebih restriktif, tidak dilakukan dengan militerisasi perbatasan, tidak juga dilakukan dengan penolakan bahwa kita akan mendapatkan hasil ini,” ucap Paus Fransiskus.

    Lebih lanjut, dia menyerukan rute yang “aman dan legal” bagi para migran dan pencari suaka, serta upaya internasional yang lebih besar untuk memerangi perdagangan manusia.

    Pada Mei lalu, Uni Eropa mengakui pihaknya menghadapi “situasi sulit” setelah konsorsium jurnalisme melaporkan bahwa Tunisia, Maroko dan Mauritania “membuang” para migran ke gurun dengan menggunakan dana dari blok tersebut.

    Uni Eropa yang beranggotakan 27 negara telah mencapai kesepakatan dengan ketiga negara tersebut, dengan pendanaan eksplisit untuk meningkatkan penghentian migrasi tidak teratur ke Eropa.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Presiden Tunisia Tiba-tiba Pecat PM Ahmed Hachani

    Presiden Tunisia Tiba-tiba Pecat PM Ahmed Hachani

    Jakarta

    Presiden Tunisia Kais Saied memecat Ahmed Hachani dari jabatan Perdana Menteri. Ahmed dipecat tanpa penjelasan.

    Dilansir AFP, Kamis (8/8/2024), posisi Ahmed digantikan oleh Menteri Sosial Kamel Madouri. Hachani diketahui baru menjabat sebagai perdana menteri pada 1 Agustus 2023 menggantikan Najla Bouden yang juga diberhentikan tanpa alasan resmi oleh Saied.

    Dalam postingan media sosial dari kantornya, Saied terlihat berjabat tangan dengan Madouri dengan caption singkat. Bunyi caption itu menyatakan bahwa presiden telah “memutuskan untuk menugaskannya sebagai kepala pemerintahan, menggantikan Tuan Ahmed Hachani”.

    Saied, 66 tahun, terpilih secara demokratis pada tahun 2019 tetapi mengatur perebutan kekuasaan besar-besaran pada tahun 2021 dan sekarang sedang mencari masa jabatan lagi dalam pemilu pada tanggal 6 Oktober. Dia mengajukan pencalonan resminya untuk pemilu pada Senin (5/8), sementara beberapa calon penantangnya dilarang mencalonkan diri, termasuk melalui tuntutan dan hukuman penjara.

    Setelah mendaftar, dia mengatakan bahwa pencalonannya adalah bagian dari “perang pembebasan dan penentuan nasib sendiri” yang bertujuan untuk “mendirikan republik baru”.

    Sebagai bagian dari konsolidasi kekuasaan Saied, konstitusi Tunisia ditulis ulang pada tahun 2022 untuk menciptakan rezim presidensial yang parlemennya memiliki kekuasaan yang sangat terbatas.

    (zap/yld)

  • Alasan Jokowi Jadikan Budi Karya Menteri PUPR Ad Interim

    Alasan Jokowi Jadikan Budi Karya Menteri PUPR Ad Interim

    Jakarta, CNN Indonesia

    Jokowi mengangkat Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menjadi menteri pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR) ad interim menggantikan Basuki Hadimuljono.

    Penunjukkan dilakukan lantaran Basuki sedang berhalangan melaksanakan tugasnya karena harus menghadiri 5th Mediterranean Water Forum di Tunisia.

    Sebagai menteri PUPR ad interim, Budi hari mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan Jalan Tol Seksi Tebing Tinggi – Indrapura dan Indrapura – Lima Puluh yang merupakan akses baru kawasan Danau Toba di Sumatera Utara pada Rabu (7/2) lalu.

    “Jelang libur panjang ini, saya sebagai Menteri@kemenpuprAd Interim, mendampingi Pak Presiden@jokowimeresmikan Jalan Tol Seksi Tebing Tinggi – Indrapura dan Indrapura – Lima Puluh yang menjadi bagian dari Tol Trans Sumatera,” ujar Budi dalam unggahan akun Instagram pribadi @budikaryas, Rabu (7/12).

    Dalam unggahan tersebut, Budi mengungkapkan dua seksi jalan tol yang diresmikan Jokowi memiliki banyak manfaat, antara lain untuk menghemat waktu tempuh dari dan menuju Pelabuhan Kuala Tanjung serta mendukung Kawasan Destinasi Prioritas Pariwisata Danau Toba.

    “Nah… yang paling penting dapat meningkatkan perekonomian di wilayah Sumatera Utara,” sambungnya.

    Kedua tol yang diresmikan Jokowi itu menghabiskan anggaran Rp4,7 triliun. Rinciannya, Jalan Tol Tebing Tinggi-Indrapura dengan panjang 20,4 kilometer menelan Rp3,06 triliun dan jalan tol seksi Indrapura-Lima Puluh dengan panjang 15,6 kilometer dengan biaya Rp1,67 triliun.

    Juru bicara Kementerian PUPR Endra Atmawidjaja sebelumnya mengatakan ketidakhadiran Basuki lantaran tengah dinas di luar negeri.

    Endra menerangkan Basuki sedang menghadiri 5th Mediterranean Water Forum di Tunisia yang merupakan rangkaian 10th World Water Forum yang akan digelar di Bali pada 18-25 Mei mendatang.

    (sfr/agt)

  • Budi Karya Sumadi Jadi Menteri PUPR Ad Interim

    Budi Karya Sumadi Jadi Menteri PUPR Ad Interim

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi ditunjuk menjadi menteri pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR) ad interim menggantikan Basuki Hadimuljono.

    Penunjukkan itu dilakukan lantaran Basuki sedang menghadiri 5th Mediterranean Water Forum di Tunisia.

    Sebagai menteri PUPR ad interim, Budi hari ini mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan Jalan Tol Seksi Tebing Tinggi – Indrapura dan Indrapura – Lima Puluh yang merupakan akses baru kawasan Danau Toba di Sumatera Utara.

    “Jelang libur panjang ini, saya sebagai Menteri@kemenpuprAd Interim, mendampingi Pak Presiden@jokowimeresmikan Jalan Tol Seksi Tebing Tinggi – Indrapura dan Indrapura – Lima Puluh yang menjadi bagian dari Tol Trans Sumatera,” ujar Budi dalam unggahan akun Instagram pribadi @budikaryas, Rabu (7/12).

    Dalam unggahan tersebut, Budi mengungkapkan dua seksi jalan tol yang diresmikan Jokowi memiliki banyak manfaat, antara lain untuk menghemat waktu tempuh dari dan menuju Pelabuhan Kuala Tanjung serta mendukung Kawasan Destinasi Prioritas Pariwisata Danau Toba.

    “Nah… yang paling penting dapat meningkatkan perekonomian di wilayah Sumatera Utara,” sambungnya.

    [Gambas:Instagram]

    Kedua tol yang diresmikan Jokowi itu menghabiskan anggaran Rp4,7 triliun. Rinciannya, Jalan Tol Tebing Tinggi-Indrapura dengan panjang 20,4 kilometer menelan Rp3,06 triliun dan jalan tol seksi Indrapura-Lima Puluh dengan panjang 15,6 kilometer dengan biaya Rp1,67 triliun.

    Juru bicara Kementerian PUPR Endra Atmawidjaja sebelumnya mengatakan ketidakhadiran Basuki lantaran tengah dinas di luar negeri.

    Endra menerangkan Basuki sedang menghadiri 5th Mediterranean Water Forum di Tunisia yang merupakan rangkaian 10th World Water Forum yang akan digelar di Bali pada 18-25 Mei mendatang.

    (sfr/sfr)

  • Israel Segera Serangan Darat ke Gaza, Bagaimana Pertempuran Berlangsung?

    Israel Segera Serangan Darat ke Gaza, Bagaimana Pertempuran Berlangsung?

    Jakarta

    Wilayah Gaza bagian utara bisa menjadi medan pertempuran berdarah antara Hamas dan militer Israel, dan puluhan ribu warga sipil bisa terjebak di tengah-tengahnya.

    Peluang itu mengemuka ketika Israel mengerahkan puluhan ribu tentaranya ke wilayah dekat perbatasan dengan Gaza, untuk mempersiapkan serangan darat.

    Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, mengatakan aksi militer di Gaza “mungkin memakan waktu satu, dua atau tiga bulan, tetapi pada akhirnya tidak akan ada lagi Hamas”.

    Gallant mengatakan operasi darat yang ditunggu-tunggu, “akan segera dilakukan”. Namun, kapan operasi tersebut berlangsung masih belum jelas.

    Jika pasukan Israel masuk, mereka akan menghadapi perlawanan dari kelompok milisi Hamas di daerah perkotaan yang padat penduduk.

    Wartawan BBC Arab, Feras Kilani, yang telah meliput beberapa perang di Timur Tengah dan berkali-kali melaporkan peristiwa dari Gaza, menganalisis dampak apa yang akan muncul dari langkah ini.

    Getty ImagesJaringan terowongan Hamas di Gaza memungkinkan kelompok tersebut memindahkan pasokan dan pasukan.

    Juru kamera yang bersama saya menjelaskan bahwa ini terjadi karena jauh di bawah aspal, tanah telah dilubangi untuk menciptakan jaringan terowongan yang sangat luas.

    Digali oleh Hamas, terowongan tersebut membentang ratusan kilometer dan memungkinkan kelompok militan tersebut untuk memindahkan pasokan di bawah jalan-jalan sempit dan padat penduduk di Gaza tanpa terdeteksi.

    BBC

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah bersumpah untuk “meremukkan dan menghancurkan Hamas setelah mereka menyerang Israel pada 7 Oktober, menewaskan lebih dari 1.400 orang.

    Pasukan Israel telah melancarkan serangan udara ke Gaza dan langkah mereka selanjutnya diperkirakan adalah serangan darat. Jika hal ini terwujud, terowongan-terowongan ini akan menjadi bagian penting dari strategi tempur Hamas.

    Hamas telah mengantisipasi serangan darat Israel dengan menimbun persediaan makanan, air, hingga senjata di jaringan terowongan itu.

    BBC

    Terowongan Hamas, yang beberapa di antaranya diyakini meluas hingga ke wilayah Israel, berpotensi memungkinkan para anggota kelompok itu bergerak tanpa hambatan dan menyergap pasukan Israel dari belakang saat mereka bergerak melalui Gaza utara.

    Israel meyakini bahwa Hamas memiliki hingga 30.000 personel yang dilatih menggunakan senapan otomatis, granat berpeluncur roket, dan rudal anti-tank. Jumlah anggota Hamas sendiri didukung oleh kelompok lain seperti Jihad Islam Palestina dan faksi Islam yang lebih kecil.

    Sejarah baru-baru ini menunjukkan betapa berbahayanya pertempuran di daerah perkotaan dan saya telah melihat sendiri apa yang bisa terjadi ketika kekuatan militer yang terlatih sekalipun mencoba mengepung dan menghancurkan musuh yang gigih dalam situasi seperti ini.

    BBC

    Pertempuran kota

    Pada 2016, saya bersama dengan pasukan khusus Irak ketika mereka bersiap untuk menyerang Kota Mosul.

    Pihak berwenang telah memutuskan untuk mengepung kelompok militan ISIS, dan memastikan mereka tidak punya jalan untuk mundur. Kebijakan ini menempatkan kota ini dalam arena pertempuran yang brutal dan mematikan.

    Pada hari kami memasuki distrik pertama Mosul, perlawanan yang dilakukan para militan sungguh luar biasa. Mereka menembakkan apa saja ke arah konvoi mobil Humvee kami, termasuk senapan, granat, dan rudal yang diluncurkan dari bahu.

    Kemudian, perangkap dipasang di dalam atau di atas apa saja yang dapat Anda bayangkan – dari lemari es, televisi di rumah-rumah penduduk, hingga bongkahan emas serta senjata yang dibiarkan tergeletak di tanah.

    Mengambil atau berdiri di atas benda yang salah berujung maut.

    Bahaya yang sama juga bisa menanti pasukan Israel jika mereka bergerak ke kota Gaza.

    Getty ImagesPertempuran Mosul, antara tentara Irak dan pejuang ISIS, berlangsung lebih dari sembilan bulan pada tahun 2016-2017.

    Pada tahap-tahap terakhir pertempuran di Mosul, saya melihat banyak tentara Irak yang fokusnya telah berubah.

    Pertempuran itu begitu hebat dan berbahaya sehingga mereka hanya bisa memikirkan nyawa sendiri dan tidak bisa mengambil risiko untuk melindungi warga sipil.

    Risiko lainnya adalah penembak jitu, yang bersembunyi di gedung-gedung dan reruntuhan di seluruh kota. Pasukan Irak sering menggunakan kekuatan udara untuk mengebom seluruh wilayah guna menghentikan mereka.

    Pasukan Israel mungkin dihadapkan pada pilihan baik itu mengambil risiko besar dengan melawan penembak jitu Hamas yang terlatih atau meratakan seluruh bangunan dari udara untuk menghentikan mereka.

    Baca juga:

    Konvoi pasukan yang kami tumpangi di Mosul terkena oleh beberapa bom mobil dan lima tentara yang bersama kami tewas dalam ledakan besar yang terjadi setelahnya.

    Syok para penyintas, yang melihat teman maupun lawan mereka tewas oleh ledakan tersebut, terlihat jelas.

    Hamas tidak diketahui sering menggunakan bom mobil, namun mereka pernah mengerahkan pelaku bom bunuh diri sebelumnya. Dampak serangan semacam ini terhadap pasukan keamanan bisa sangat besar.

    Tidak jelas berapa lama serangan darat di Gaza akan berlangsung, namun berkaca pada perlawanan sengit yang dilakukan oleh kelompok ISIS di Mosul membuat pasukan Irak membutuhkan waktu sembilan bulan sampai akhirnya menguasai wilayah tersebut.

    BBCKonvoi yang diikuti Feras ke Mosul beberapa kali dihantam bom mobil.

    Jalur yang aman

    Kondisi sangat berbeda terjadi di Kota Raqqa, Suriah, pada 2017. Kala itu, sekelompok besar milisi dikepung di daerah padat penduduk.

    Namun dalam situasi tersebut, koalisi pimpinan pasukan AS dan Kurdi memutuskan untuk memberikan pilihan kepada para milisi untuk pergi.

    Saya telah meliput usaha keras Kurdi melawan ISIS selama bertahun-tahun dan salah satu pemimpin mereka membawa saya ke pertemuan rahasia dengan seorang komandan AS di Suriah.

    Dia menyetujui permintaan para pemimpin Arab setempat untuk mengizinkan anggota ISIS dan keluarga mereka meninggalkan Raqqa.

    Kesepakatan ini menghindarkan kota tersebut dari kehancuran total akibat pertempuran. Jumlah korban baik di kalangan militer maupun warga sipil pun jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah korban di Mosul.

    Getty ImagesKesepakatan yang ditengahi oleh koalisi AS-Kurdi mencegah pertempuran jalanan yang berkepanjangan di kota Raqqa, Suriah pada tahun 2017.

    Sehari setelah para milisi pergi, warga sipil yang masih tinggal di kota keluar dari rumah dengan perasaan lega karena mereka selamat. Mereka takut akan tewas dalam serangan besar-besaran di kota itu.

    Apakah pertempuran darat di Gaza bisa seperti ini?

    Kesepakatan semacam ini sulit menjadi pilihan bagi Israel dan Hamas mengingat letak geografis Gaza.

    Raqqa adalah kota yang relatif terpencil di Suriah dan para militan yang diizinkan meninggalkan wilayah tersebut dapat pergi ke pedesaan sekitarnya.

    Jika dibandingkan, Jalur Gaza sangatlah kecil dan tidak ada tempat yang bisa dituju oleh para militan Hamas.

    Pengasingan

    Pada masa lalu, kesepakatan telah ditempuh untuk mengirim orang-orang ke tempat yang jauh.

    Pada 1982, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) setuju meninggalkan Beirut di Libanon, tempat mereka dikepung oleh pasukan Israel selama tiga bulan.

    Pimpinan PLO pergi ke Tunisia dan anggota lainnya mengungsi di Afrika Utara dan Timur Tengah.

    Meskipun kesepakatan seperti ini mungkin menawarkan cara untuk meminimalkan pertempuran dan kematian warga sipil di Gaza, sulit untuk melihat apakah hal ini bisa dilakukan secara politis.

    Pemerintah Israel telah berjanji untuk menghancurkan Hamas setelah serangan pada tanggal 7 Oktober. Lagipula, membiarkan pimpinan Hamas melarikan diri ke negara asing akan menimbulkan kemarahan publik Israel.

    Jika Israel berkeras melancarkan serangan darat, pertempuran Gaza bagian utara bisa menjadi medan pertempuran berdarah antara Hamas dan pasukan Israel, dan puluhan ribu warga sipil bisa terjebak di tengah-tengahnya.

    Lihat Video ‘Israel Gempur Gaza dalam 24 Jam: 400 Orang Tewas, 320 Titik Diserang’:

    (ita/ita)

  • Hamas Vs Israel Berlanjut, Ketegangan-Polarisasi Meningkat di Eropa

    Hamas Vs Israel Berlanjut, Ketegangan-Polarisasi Meningkat di Eropa

    Brussels

    Setelah malam dan pagi yang luar biasa, ternyata segalanya terasa normal di Schaerbeek. Orang-orang di lingkungan Brussel, yang sebagian besar merupakan kelas pekerja, tampaknya menjalani hari mereka seperti biasa, mengunjungi toko daging dan toko roti.

    Kecuali di Rue Van Oost, jalan tempat pria yang dicurigai membunuh dua penggemar sepak bola Swedia pada Senin malam (16/10), ditembak mati oleh polisi keesokan paginya.

    Hari Selasa (17/10), banyak toko di Rue van Oost yang tutup. Polisi mulai menyingkirkan penghalang yang menutupi pandangan ke Al Khaima. Di sinilah polisi menembak Abdesalam L., warga Tunisia berusia 45 tahun, setelah penggeledahan semalaman. Schaerbeek, tempat ia tinggal, berada dalam kondisi siaga lebih tinggi dibandingkan wilayah lain di Brussel. Abdesalam L. dilarikan ke rumah sakit setelah tertembak dan dipastikan meninggal.

    Seorang perempuan, yang menolak nama atau usianya diungkap, kepada DW mengatakan, kejadian tersebut mengingatkannya pada serangan teror tahun 2016 yang menewaskan 32 orang. Petugas polisi menyuruh saya pulang karena berbahaya, katanya dan menambahkan: “Saya mengalami serangan panik.”

    Hassan, seorang warga Schaerbeek berusia 50 tahun yang menolak nama belakangnya disebutkan, mengatakan kepada DW bahwa dia biasanya melihat Abdesalam L. di sekitar lingkungan atau ketika salat di masjid.

    Schaerbeek adalah rumah bagi banyak migran, jelasnya: “Kondisinya sangat beragam. Anda tidak akan menduga.. Bahwa dia mampu melakukan hal seperti itu. Anda tidak akan pernah tahu apa yang (bisa) dilakukan orang lain.”

    Penembakan di Belgia, penikaman di Prancis

    Menurut kantor berita Reuters,ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan itu pada Selasa malam di media sosial Telegram.

    Penembakan di Belgia terjadi setelah kasus penikaman di sekolah di Prancis pekan lalu. Seorang guru di kota Arras ditikam oleh seorang warga negara Rusia berusia 20 tahun dari Chechnya, yang tumbuh besar di Prancis.

    Hari Selasa (17/10), Presiden Prancis Emmanuel Macron mengeluarkan peringatan keras pada konferensi pers di Tirana: “Semua negara Eropa rentan…terorisme Islam memang kembali terjadi.”

    Serangan teror terbaru di Belgia dan Perancis memang tidak sebesar serangan-serangan yang dilakukan atau diilhami oleh ISIS di Eropa sejak 2014 dan seterusnya pada puncak kejayaan kelompok teror tersebut. Namun hal ini terjadi pada saat ketegangan meningkat di Timur Tengah.

    Israel telah menyatakan perang terhadap kelompok militan Palestina, Hamas, menyusul serangan teroris besar-besaran di wilayah Israel, yang kemudian memberlakukan blokade total terhadap Jalur Gaza.

    Kemungkinan terjadi polarisasi lebih lanjut

    “Tidak mengherankan, serangan teroris memiliki dampak yang kuat terhadap opini publik di negara-negara tempat serangan tersebut dilancarkan,” kata Amelie Godefroidt dari Leuven University di Belgia kepada DW.

    “Berhari-hari dan berminggu-minggu setelah penyerangan, tentu saja masyarakat masih ketakutan, dan marah. Serangan seperti itu menimbulkan banyak emosi. Dan emosi itu sangat penting bagi sikap politik dan sosial.”

    “Jadi kami melihat… ada dorongan politik ke kanan,” katanya. Kelompok ultra kanan akan meminta lebih banyak kehadiran polisi atau militer di jalan, meminta kebijakan imigrasi yang lebih ketat.”

    “Namun, dampak jangka panjangnya kurang jelas,” katanya menambahkan, karena lonjakan sentimen cenderung bersifat sementara. Godefroidt mengatakan dia khawatir keadaan akan menjadi lebih panas dan kekerasan akan terjadi di kedua belah pihak.

    “Di satu sisi, Anda akan mendapatkan tanggapan Islamofobia, pengerasan hati masyarakat Prancis dan Belgia,” katanya kepada DW.

    “Di sisi lain, memang benar bahwa ada peningkatan ketegangan di pihak politik Islamis. Saya khawatir di tahun-tahun mendatang, kita mungkin melihat polarisasi ini semakin meningkat dan memupuk aksi kekerasan.”

    Di Schaerbeek, warga setempat bernama Fatih bersikeras bahwa tindakan Abdesalam L. tidak mencerminkan keyakinan mereka. “Saya seorang muslim. Melakukan ini atas nama Islam tidak benar, karena menurut agama membunuh itu salah,” ujarnya. “Jadi menggeneralisasi hal itu kepada seluruh umat Islam adalah hal yang buruk.”

    “Pesan yang ingin saya sampaikan: Ini perbuatan yang sangat buruk,” lanjut Fatih. “Membunuh seseorang itu buruk, mengambil nyawa seseorang itu buruk, itulah yang ingin kukatakan.”

    (hp/as)

    (nvc/nvc)