Negara: Thailand

  • Dampak Tarif AS ke RI Dinilai Minimal

    Dampak Tarif AS ke RI Dinilai Minimal

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kepala Riset Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menilai ekonomi domestik Indonesia relatif tangguh terhadap tekanan perdagangan global. Ia memperkirakan pasar keuangan Tanah Air berpotensi pulih dengan cepat berbentuk kurva V, seiring masuknya likuiditas global.

    Dalam sepekan saat pasar lokal tutup, ETF (Exchange-Traded Fund) ekuitas Indonesia tercatat turun hingga 10 persen. Satria memperkirakan pemutus arus akan aktif saat IHSG dibuka kembali pada Selasa.

    “Namun, ada kemungkinan pembeli institusional asing dan lokal akan muncul, dengan tingkat cash yang sudah tinggi karena penjualan ekuitas telah meningkat sebelum liburan panjang Idulfitri,” ujar Satria dalam laporan risetnya di Jakarta, Selasa.

    Ia menilai, dampak dari kebijakan tarif Amerika Serikat terhadap Indonesia akan cenderung terbatas. Ekspor Indonesia ke AS hanya mencakup sekitar 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih rendah dibanding negara tetangga seperti Thailand (11 persen) dan Malaysia (10 persen).

    Produk ekspor Indonesia memang dikenakan tarif impor tambahan sebesar 32 persen oleh AS. Namun, menurut Satria, angka tersebut masih lebih rendah dibanding tarif yang dikenakan kepada negara pesaing seperti Bangladesh, Kamboja, Tiongkok, Sri Lanka, dan Vietnam, yang bisa mencapai 37–49 persen.

    “Mengingat paparan perdagangan yang minimal, Indonesia sebenarnya berada di zona ‘Goldilocks’ di tengah harga minyak yang lebih rendah, penurunan suku bunga global, dan latar belakang makro di dalam negeri,” tuturnya.

  • Reaksi Negara-Negara soal Tarif Trump, dari Negosiasi hingga Tarif Balasan

    Reaksi Negara-Negara soal Tarif Trump, dari Negosiasi hingga Tarif Balasan

    Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah negara telah mengambil langkah untuk merespons kebijakan tarif timbal balik alias reciprocal tariff yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

    Kebijakan perdagangan AS di bawah kepemimpinan Presiden Trump tersebut menyebutkan bahwa semua negara akan dikenakan tarif minimum 10% ke dengan negara-negara yang dianggap memiliki hambatan tinggi terhadap barang-barang AS akan menghadapi tarif lebih besar. 

    Selain itu, Trump juga menerapkan tarif tambahan terhadap sejumlah negara, mulai dari China hingga Uni Eropa.

    Sejumlah negara pun memberikan reaksi. China, misalnya, memberlakukan tarif balasan yang menyasar produk pertanian AS. Uni Eropa juga mengusulkan tarif balasan serupa terhadap sejumlah produk yang diimpor dari AS.

    Di sisi lain, sejumlah negara menempuh opsi negosiasi dan diplomasi guna mengurangi dampak tarif Trump tersebut.

    Berikut ini adalah respons berbagai negara terhadap kebijakan tarif yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump:

    China

    China bereaksi paling keras terhadap tarif yang dikenakan AS. Negeri Tirai Bambu ini menilai kebijakan ini sebagai pelanggaran atas aturan perdagangan internasional dan memperingatkan bahwa tindakan Trump bisa menyulut perang dagang berskala global.

    Sebagai tanggapan, Beijing memberlakukan tarif balasan sebesar 34%, terutama menyasar produk-produk pertanian asal Amerika Serikat. Tarif balasan ini kemudian dibalas kembali dengan ancaman Trump yang akan mengenakan tarif tambahan 50%.

    Pemerintah China langsung merespons keras ancaman tersebut. Melansir Reuters, Selasa (8/4/2025), Kedutaan Besar China di AS menyebut ancaman Trump tersebut sebagai simbol dari sikap unilateralisme dan proteksionisme.

    Juru bicara Kedutaan Besar China Liu Pengyu mengatakan pemerintah China telah berulang kali menegaskan bahwa upaya menekan dan mengancam China bukanlah pendekatan yang efektif.

    Jepang

    Jepang menyebut tarif 24–25% terhadap kendaraan dan suku cadang sebagai “krisis nasional”. Pemerintah Negeri Sakura mendesak Washington membatalkan kebijakan sepihak ini dan menyatakan kesiapan untuk membuka ruang negosiasi.

    Menteri Perdagangan Jepang bahkan menuding langkah tersebut melanggar perjanjian di bawah WTO serta mencederai hubungan dagang bilateral.

    Vietnam, Thailand

    Vietnam mengambil langkah antisipatif dengan menggelar rapat darurat guna menyusun strategi menghadapi tarif sebesar 46% yang dinilai mengancam target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2025. Pemerintah Vietnam berharap AS tetap menjaga hubungan baik dan bersedia mempertimbangkan ulang kebijakan kontroversial itu.

    Sementara itu, Thailand menyusun strategi negosiasi untuk mengurangi dampak dari tarif 36% yang dijatuhkan pada sejumlah produknya.

    Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra menyatakan bahwa pemerintah sudah menyiapkan serangkaian rencana mitigasi sebagai langkah perlindungan ekonomi nasional.

    Indonesia terkena tarif 32% sebagai respons atas kebijakan tarif 64% yang lebih dulu diberlakukan terhadap produk-produk AS. Pemerintah menyoroti ancaman serius berupa gelombang pemutusan hubungan kerja di sektor tekstil dan otomotif, serta risiko resesi. Sebagai respons, Indonesia mempertimbangkan strategi diversifikasi ekspor dan penguatan pasar domestik, serupa dengan langkah yang tengah dijalankan Vietnam.

    Eropa

    Dari kawasan Eropa, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengecam tarif 20% dari AS sebagai “pukulan besar bagi ekonomi global”. Selain itu, Blok beranggotakan 27 negara ini juga menghadapi tarif impor 25% untuk baja dan aluminium serta mobil mulai Rabu.

    Komisi Eropa mengusulkan tarif pembalasan sebesar 25% terhadap berbagai impor AS sebagai tanggapan atas tarif baja dan aluminium Trump, bukan pungutan yang lebih luas.

    Namun, daftar tersebut dipersingkat setelah eksekutif Uni Eropa tunduk pada tekanan dari negara-negara anggota dan menghapus bourbon, anggur, dan produk susu setelah Trump mengancam akan menerapkan tarif balasan sebesar 200% pada minuman beralkohol Uni Eropa.

    Prancis dan Italia, eksportir utama anggur dan minuman beralkohol, sangat khawatir.

    Kanada

    Kanada melalui Perdana Menteri Mark Carney mengancam akan mengambil langkah balasan guna melindungi tenaga kerja domestik.

    Ottawa menyebut kebijakan Trump sebagai ancaman nyata terhadap sistem perdagangan global yang selama ini dibangun atas prinsip keterbukaan dan keseimbangan.

  • Nilai Tukar Rupiah Ambles Jadi Rp 16.839 Per Dolar AS

    Nilai Tukar Rupiah Ambles Jadi Rp 16.839 Per Dolar AS

    Jakarta, Beritasatu.com – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada awal perdagangan, Selasa (8/4/2025). Pelemahan rupiah terjadi di tengah mayoritas mata uang Asia yang bervariasi.

    Melansir Bloomberg, rupiah hingga pukul 09.32 WIB di pasar spot exchange turun 18 poin atau 0,11% hingga mencapai Rp 16.838 per dolar AS.

    Saat nilai tukar rupiah turun, beberapa mata uang Asia turun. Dolar Hong Kong melemah 0,04% menjadi 7,77 dolar Hong Kong per dolar AS, rupee India melemah tinggi mencapai 0,71% menjadi 85,8 rupe per dolar AS, yuan China ambles 0,17% menjadi 7,3 yuan per dolar AS, dan ringgit Malaysia turun 0,16% menjadi 4,48 ringgit per dolar AS.

    Sementara, saat nilai tukar rupiah melemah, beberapa mata uang Asia menguat, seperti yen Jepang naik 0,30% menjadi 147,3 yen per dolar AS, dolar Singapura bertambah 0,27% menjadi 1,34 dolar Singapura per dolar AS, won Korea naik 0,27% jadi 1,467 won per dolar AS, peso Filipina bertambah 0,35% menjadi 57.2 peso per dolar AS, dan baht Thailand naik 0,44% menjadi 34,5 baht per dolar AS.

  • Chatib Basri Ungkap Efek Buruk Tarif Trump: Ekspor RI Terganggu-PHK

    Chatib Basri Ungkap Efek Buruk Tarif Trump: Ekspor RI Terganggu-PHK

    Jakarta, CNBC Indonesia – Dewan Ekonomi Nasional (DEN) mengungkapkan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) di dalam negeri imbas dari kebijakan tarif baru impor ke Amerika Serikat (AS) yang diputuskan Presiden Donald Trump.

    Anggota DEN Chatib Basri mengatakan, efek yang bisa dirasakan di Indonesia jika penerapan tarif 32% produk Indonesia ke AS adalah perlambatan ekonomi yang bisa berujung pada PHK pekerja dalam negeri. Dengan begitu, Chatib mengungkapkan pemerintah harus mengantisipasi adanya PHK di Tanah Air.

    “Kalau ekspor Indonesia terkena, maka akan ada risiko untuk dua hal. Satu adalah perlambatan dari pertumbuhan ekonomi. Kalau perlambatan ekonomi terjadi, maka risiko yang bisa muncul adalah PHK. Itu adalah hal-hal yang perlu diantisipasi,” tegasnya dilansir CNN Indonesia, Senin (7/4/2025).

    Tidak hanya itu, Chatib mengatakan berbagai sektor di dalam negeri yang akan terdampak dari kebijakan baru tersebut. Dia mengatakan banyak sektor dalam negeri yang akan terpengaruh dari pengenaan tarif baru impor AS, terutama pada produk Indonesia yang diekspor ke AS.

    “Itu seperti misalnya TPT, tekstil dan produk tekstil. Kemudian alas kaki. Kemudian juga udang, saya kira ya. Jadi itu adalah sektor-sektor yang akan terkena. Ini kita bisa lihat di sini misalnya mesin perlengkapan elektronik, kemudian lemak minyak hewan nabati. Itu akan terkena,” jelasnya.

    Tidak hanya Indonesia, eks Menteri Keuangan itu menilai seluruh negara juga akan terpengaruh dari pengenaan tarif baru AS.

    “Kita harus ingat bahwa rasio dari ekspor Indonesia terhadap GDP, itu hanya sekitar 25%. Jadi Indonesia itu share dari ekspor terhadap GDP-nya masih lebih kecil dibandingkan dengan Singapura yang 180% atau misalnya Vietnam,” tambahnya.

    Bahkan, Chatib mengatakan bahwa kebijakan tarif baru Trump bisa mengakibatkan resesi global yang ujungnya juga akan berdampak pada Indonesia yang dinilai terbatas dibandingkan negara terintegrasi lainnya yang kuat secara perekonomian global.

    “Begitu juga cara untuk meminimalisasi dampak dari perekonomian global adalah tidak terintegrasi dengan global. Tentu ini ekstrem, tidak ada negara yang seperti itu. Tetapi semakin kecil integrasi kita dengan ekonomi global, maka dampaknya itu akan relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara yang sangat terintegrasi seperti Singapura, Vietnam, Thailand atau Malaysia,” kata Chatib.

    Potensi PHK
    Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan setidaknya ada berbagai industri yang beroperasi dalam negeri terdampak imbas kebijakan baru Trump dan rawan terjadi pemutusan hubungan kerja seperti industri tekstil, garmen, sepatu, makanan dan minuman orientasi ekspor ke AS, minyak sawit, karet, dan sebagian kecil industri pertambangan.

    “Saya ulangi, industri tekstil, garmen, sepatu, makanan minuman orientasi ekspor Amerika, kemudian industri sawit, industri karet, dan pertambangan yang dikirim ke Amerika,” jelasnya dalam konferensi pers secara daring, Sabtu (5/4/2025).

    Belum lagi, Said mengungkapkan ada kemungkinan banyak perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia akan ‘hengkang’ dan mencari negara lain yang lebih rendah tarifnya ke AS.

    “Misal tekstil dia akan cari negara yang tarifnya lebih rendah dari Indonesia atau nggak dikenakan tarif. Yang nggak kena misal apa Bangladesh atau India, Asia Selatan, Sri Lanka. (Industri) tekstil, garmen, sepatu pindah ke sana otomatis investor Indonesia menurun atau sekalian PHK,” ucapnya.

    Bahkan, Said menyebutkan sebanyak 50 ribu pekerja di dalam negeri berpotensi menghadapi pemutusan hak kerja (PHK) hanya dalam kurun waktu 3 bulan. Hal itu dinilai lantaran banyak industri yang akan terdampak dari kebijakan tersebut.

    “Dalam kalkulasi sementara saya ini bukan kepastian. Setelah mendengarkan fakta buruh, badai PHK gelombang kedua bisa tembus angka 50 ribu (orang) dalam 3 bulan pasca ditetapkannya tarif berjalan. Jadi sampai 3 bulan kedepan runtuh itu 50 ribu orang akan ter-PHK,” ungkapnya.

    PHK gelombang pertama saja, terang Said, sudah memakan ‘korban’ PHK hingga 60 ribu pekerja dalam kurun waktu lebih dari 2 bulan sejak Januari hingga awal Maret 2025 lalu. Bahkan, para pekerja yang terkena PHK tersebut dinilai banyak yang justru tidak mendapatkan hak pesangon dari perusahaan.

    “Litbang KSPI sudah catat 60 ribu buruh PHK di 50 perusahaan di Indonesia dalam kurun Januari – Februari atau awal Maret 2025 dan sayangnya seperti yang dikhawatirkan terbukti 60 ribu buruh yang tercatat di KSPI tidak dapat THR termasuk Sritex yang kami buka posko depan Sritex sampai hari ini nggak dapat THR,” bebernya.

    Dengan perhitungan tingginya potensi angka PHK yang akan terjadi di Indonesia, Said meminta kepada pemerintah Indonesia untuk segera mengambil langkah konkret dalam mengantisipasi terjadinya potensi badai PHK gelombang kedua di Indonesia terutama imbas dari kebijakan baru tarif dari AS.

    Dia menilai, hal-hal yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk mengantisipasi hal itu belum bisa mengurangi kemungkinan jumlah pekerja yang akan di-PHK.

    “Kebijakan pemerintah Indonesia yang belum jelas bagaimana antisipasi itu,” tambahnya.

    Said menyarankan, sebaiknya pemerintah segera membentuk satuan tugas (satgas) PHK yang dinilai akan bisa setidaknya mengurangi jumlah pekerja yang di-PHK ke depannya.

    “Saya sudah ketemu Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco tujuannya lebaran. Saya sarankan bentuk satgas PHK, (anggotanya) jangan hanya Menaker, nggak kuat Menaker (PHK) gelombang 1 saja kelabakan. Kami dari serikat buruh, dia (Dasco) respons positif. Semoga satgas PHK ini bisa setidak-tidaknya (mengurangi PHK jadi) 30 ribu (orang). Kalau PHK di mana-mana, kami turun ke jalan jelas,” tandasnya.

    (miq/miq)

  • Indonesia Akan Kirim Surat Resmi ke AS Usai Trump Kenakan Tarif Impor

    Indonesia Akan Kirim Surat Resmi ke AS Usai Trump Kenakan Tarif Impor

    Indonesia Akan Kirim Surat Resmi ke AS Usai Trump Kenakan Tarif Impor
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Pemerintah Indonesia bakal mengirim surat resmi ke Amerika Serikat (AS) setelah negara tersebut menerapkan
    tarif resiprokal
    atau tarif impor untuk seluruh negara.
    Lewat kebijakan baru Presiden AS
    Donald Trump
    tersebut, Indonesia bakal dikenakan tarif sebesar 32 persen merespons rencana Indonesia yang mematok tarif atas barang AS sebesar 64 persen.
    AS memberikan tenggat waktu kepada Indonesia untuk merespons tarif resiprokal terbaru ini hingga Rabu (9/4/2025).
    “Ini sudah dibahas dan akan ada surat resmi ke sana (AS), ya,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
    Airlangga Hartarto
    di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (7/4/2025).
    Airlangga bilang, Prabowo sudah menugaskan dirinya bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati untuk bernegosiasi.
    Negosiasi bakal memperhatikan tenggat waktu yang diberikan AS dan arahan Presiden Prabowo.
    “Sesuai dengan jadwal yang diberikan. Sebelum tanggal 9 (April) kita sudah melemparkan posisi kita,” bebernya.
    Lebih lanjut, Airlangga menjelaskan, Prabowo akan mengumumkan sikap Indonesia atas tarif tersebut saat bertemu dengan investor, ekonom, masyarakat, hingga pelaku pasar pada esok hari.
    Pertemuan itu bakal bertempat di Plaza PT Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) Mandiri Tower, Sudirman, Jakarta Pusat, pukul 13.00 WIB.
    “Jadi tunggu besok jam 1 (siang) di acara di Bank Mandiri Bapindo karena yang akan menyampaikan Bapak Presiden langsung,” kata dia.
    Sebelumnya diberitakan, Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif terbaru pada 2 April 2025.
    Trump menerapkan tarif minimal 10 persen terhadap semua impor barang dari seluruh dunia, dan Indonesia dikenakan tarif impor sebesar 32 persen.
    Sementara itu, tarif resiprokal yang dikenakan AS terhadap negara-negara ASEAN bervariasi.
    Malaysia dan Brunei Darussalam 24 persen, Filipina 17 persen, Singapura 10 persen, Kamboja 49 persen, Laos 48 persen, Vietnam 46 persen, Myanmar 44 persen, dan Thailand 36 persen.
    Akibat kebijakan baru ini, ekonom memprediksi RI pada akhirnya hanya akan mengenakan tarif impor sekitar 8-9 persen terhadap barang-barang dari Amerika Serikat (AS), dari rencana semula 64 persen.
    Pasalnya, tarif imbal balik 32 persen yang diberikan AS kepada Indonesia dilakukan berdasarkan anggapan bahwa Indonesia mengenakan tarif impor 64 persen terhadap barang yang masuk dari AS.
    Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Fadhil Hasan mengatakan, secara umum Indonesia menerapkan tarif impor pada hampir semua negara di angka 8-9 persen.
    Tak sampai di sana, pemerintah AS juga menyebut tarif senilai 64 persen tadinya juga termasuk dengan manipulasi nilai tukar dan non-tariff barrier (NTB) yang dikenakan pemerintah Indonesia.
    “Sebenarnya untuk menghitung NTB sangat sulit, saya kira hampir semua sepakat perhitungan yang dilakukan itu jadi sangat membingungkan dan tidak memiliki argumen yang jelas,” tutur dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Chatib Basri Beberkan Efek Tarif Trump terhadap Perekonomian Indonesia

    Chatib Basri Beberkan Efek Tarif Trump terhadap Perekonomian Indonesia

    Jakarta, CNBC Indonesia – Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Chatib Basri mengungkapkan kebijakan baru terkait tarif yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan berdampak pada perekonomian di hampir seluruh negara, tidak terkecuali Indonesia. Chatib mengatakan, khusus di Indonesia, sejumlah sektor andalan akan terdampak.

    “Itu seperti misalnya TPT, tekstil dan produk tekstil. Kemudian alas kaki. Kemudian juga udang, saya kira ya. Jadi itu adalah sektor-sektor yang akan terkena. Ini kita bisa lihat di sini misalnya mesin perlengkapan elektronik, kemudian lemak minyak hewan nabati. Itu akan terkena,” ujarnya seperti dilansir dari CNN Indonesia, Senin (7/4/2025).

    Tidak hanya Indonesia, Chatib menilai seluruh negara juga akan terpengaruh dari pengenaan tarif baru Trump.

    “Kita harus ingat bahwa rasio dari ekspor Indonesia terhadap GDP itu hanya sekitar 25%. Jadi Indonesia itu share dari ekspor terhadap GDP-nya masih lebih kecil dibandingkan dengan Singapura yang 180% atau misalnya Vietnam,” katanya.

    Bahkan, eks Menteri Keuangan itu bilang, kebijakan tarif baru Trump bisa mengakibatkan resesi global yang ujungnya juga akan berdampak pada Indonesia yang dinilai terbatas dibandingkan negara terintegrasi lainnya yang kuat secara perekonomian global.

    “Begitu juga cara untuk meminimalisasi dampak dari perekonomian global adalah tidak terintegrasi dengan global. Tentu ini ekstrem, tidak ada negara yang seperti itu. Tetapi semakin kecil integrasi kita dengan ekonomi global, maka dampaknya itu akan relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara yang sangat terintegrasi seperti Singapura, Vietnam, Thailand atau Malaysia,” tegas Chatib.

    Lebih lanjut, pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu mengatakan, sektor yang terpengaruh tersebut juga akan memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi dalam negeri hingga berimplikasi pada pemutusan hak kerja (PHK).

    “Kalau ekspor Indonesia terkena, maka akan ada risiko untuk dua hal. Satu adalah perlambatan dari pertumbuhan ekonomi. Kalau perlambatan ekonomi terjadi, maka risiko yang bisa muncul adalah PHK. Itu adalah hal-hal yang perlu diantisipasi,” ujar Chatib.

    Meski banyak dampak yang dinilai akan terjadi jika kebijakan tarif baru tersebut, Chatib menyebutkan pelemahan mata uang Rupiah terhadap US$ bisa membuat barang ekspor dari Indonesia menjadi lebih kompetitif.

    “Saya kasih contoh misalnya kalau tarifnya naik 5% , rupiahnya terdepresiasi berapa? 5%. Maka itu sebetulnya compensated,” katanya.

    Agar bisa memastikan produk Indonesia masih laku di pasar global, Chatib mengatakan yang perlu dilakukan adalah menurunkan harga jual produk Indonesia di luar negeri agar menjaga permintaan ke Indonesia. Caranya, lanjut dia, dengan memangkas biaya produksi.

    “Jadi caranya adalah bagaimana membuat perusahaan bisa menjual barang relatif lebih murah dengan margin keuntungan yang masih tetap,” terangnya.

    Namun, untuk bisa memangkas biaya produksi tersebut, pemerintah perlu melakukan deregulasi ekonomi agar pemangkasan produksi tidak mempengaruhi faktor lainnya.

    “Jadi jika pemerintah ingin menyelesaikan hal ini membuat produk ekspor Indonesia itu tetap kompetitif maka deregulasi ekonomi harus dipercepat,” ujar Chatib.

    “Kalau ekonomi biaya tingginya dipangkas maka perusahaan itu tetap bisa menjual dengan barang murah dan marginnya itu bisa terjaga,” lanjutnya.

    (miq/miq)

  • Prabowo Akui Tarif Impor Trump Akan Berdampak Berat ke Indonesia: Kita Harus Berani Cari Pasar Baru

    Prabowo Akui Tarif Impor Trump Akan Berdampak Berat ke Indonesia: Kita Harus Berani Cari Pasar Baru

    Prabowo Akui Tarif Impor Trump Akan Berdampak Berat ke Indonesia: Kita Harus Berani Cari Pasar Baru
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Presiden RI
    Prabowo Subianto
    mengakui kebijakan Presiden Amerika Serikat
    Donald Trump
    soal
    tarif impor
    akan berdampak ke Indonesia.
    Bahkan, Kepala Negara memprediksi Indonesia bisa terdampak berat, khususnya di sektor industri tekstil, garmen, hingga furnitur.
    “Ya masalah Trump ini akan, kita harus lihat nanti. Mungkin kita akan mengalami dampak yang berat mungkin,” kata Prabowo saat diwawancara enam pemimpin redaksi media di Hambalang, Jawa Barat, 4 April 2025, dikutip dari YouTube Harian Kompas.
    “Terutama yang bisa kena adalah industri sepatu tekstil, sepatu garmen, dan furnitur,” sambung eks Menteri Pertahanan ini.
    Meski akan berat, Prabowo meyakini Indonesia akan mengupayakan solusi.
    “Tapi kita akan cari jalan keluar. Kita harus berani mencari pasar baru,” tegas Prabowo.
    Menurut Prabowo, ekonomi Indonesia saat ini cenderung bergantung kepada Amerika Serikat.
    “Kita ini terlalu manja juga sih. Ya kita tuh selama ini tertarik oleh ekonomi Amerika? Benar karena ini kan sistem ekonomi yang Amerika ajarkan kepada kita kan,” ucapnya.
    Oleh karenanya, Prabowo mengajak momentum ini harus dijadikan tantangan agar ekonomi Indonesia bisa bangkit.
    Sebab, kata dia, situasi ekonomi saat ini sudah berubah.
    “Sekarang kita harus bangun, dewasa, dan tidak hanya kita, Eropa, negara Asia, semua, Australia, semua,” kata Prabowo.
    “Kalau begitu sekarang situasi berubah? Dan memang benar situasi berubah dan itu yang saya sudah ingatkan bertahun-tahun, saya ingatkan terus,” imbuhnya.
    Sebagai informasi, Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif terbaru pada 2 April 2025.
    Trump menerapkan tarif minimal 10 persen terhadap semua impor barang dari seluruh dunia, dan Indonesia dikenakan tarif impor sebesar 32 persen.
    Sementara itu, tarif resiprokal yang dikenakan AS terhadap negara-negara ASEAN bervariasi:
    Malaysia dan Brunei Darussalam 24 persen, Filipina 17 persen, Singapura 10 persen, Kamboja 49 persen, Laos 48 persen, Vietnam 46 persen, Myanmar 44 persen, dan Thailand 36 persen.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Negara ASEAN Tak akan Balas Tarif Mahal Donald Trump, Kenapa? – Page 3

    Negara ASEAN Tak akan Balas Tarif Mahal Donald Trump, Kenapa? – Page 3

    Bagi Indonesia, perlu penyesuaian perjanjian dagang itu karena ada beberapa poin yang tak lagi relevan.

    “Indonesia dan Malaysia akan mendorong yang namanya Trade Investment, TIFA karena kita, TIFA sendiri secara bilateral ditandatangan di tahun 1996 dan banyak isunya sudah tidak relevan lagi. Sehingga kita akan mendorong berbagai kebijakan itu masuk dalam TIFA,” jelas dia.

    “Jadi kita mengambil jalur yang sama. Kita akan mengambil jalur negosiasi. Jadi jalurnya yang kita samakan kemudian mekanisme, TIFA-nya kita samakan,” tandas Menko Airlangga.

    Vietnam-Thailand Kena Tarif AS Lebih Besar

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan ada sejumlah negara Asia Tenggara yang terkena tarif impor ke Amerika Serikat lebih tinggi dari Indonesia. Dia turut melihat peluang dari kondisi itu.

    Diketahui, produk asal Indonesia dikenakan tarif 32 persen. Adapun, kisaran tarif bea masuk baru ke Amerika Serikat (AS) bagi negara Asia Tenggara berkisar 10-49 persen.

    “Nah sebetulnya pengenaan terhadap negara-negara ASEAN juga relatif lebih tinggi dari kita yaitu Vietnam, Kamboja, kemudian juga Thailand. Yang lebih rendah dari kita adalah Malaysia, kemudian Filipina, dan Singapura,” kata Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (7/4/2025).

    Rinciannya, Kamboja dikenakan tarif 49 persen, Laos terkena 48 persen, Vietnam terkena 46 persen, Myanmar terkena 44 persen, dan Thailand terkena 36 persen.

     

  • Hadapi Perang Dagang, Prabowo: Masa Depan Kita Bagus, tapi Tantangan Tidak Ringan – Page 3

    Hadapi Perang Dagang, Prabowo: Masa Depan Kita Bagus, tapi Tantangan Tidak Ringan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto masih optimistis dengan kekuatan bangsa Indonesia, walau tantangan tidaklah mudah. Apalagi dengan adanya perang dagang usai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menetapkan tarif resiprokal kepada Indonesia dan sejumlah negara lainnya.

    “Masa depan kita bagus, (tapi) tantangan kita tidak ringan. Mungkin saudara mendengar dunia diguncang banyak masalah, di mana-mana perseteruan antara negara-negara besar, yang terakhir perang dagang kita juga kena. Tapi kita tenang, kita punya kekuatan juga, nanti akan berunding,” kata Prabowo di Majalengka saat giat panen raya, seperti dikutip dari siaran Youtube Sekretariat Presiden, Senin (7/4/2025).

    Prabowo berjanji, perundingan tidak hanya dilakukan dengan AS namun juga negara lain yang bernasib sama dengan Indonesia atas kebijakan tersebut. Hal ini bertujuan, agar masing-masing negara mempunyai kedudukan yang adil.

    “Kita akan menyampaikan, kita ingin hubungan yang baik, hubungan yang adil, hubungan yang setara. Jadi apa yang mereka minta masuk akal, wajib kita hormati pemimpin-pemimpin Amerika Serikat mementingkan kepentingan rakyat mereka,” jelas Prabowo.

    Prabowo memastikan, kesejahteraan rakyat Indonesia adalah hal utama. Karenanya, dia meyakini Indonesia mampu tetap kuat dan bisa bangkit lebih dari situasi tersebut.

    “Kita juga memikirkan rakyat kita, tidak perlu ada rasa kecewa, tidak perlu khawatir, kita percaya dengan kekuatan kita sendiri, kalau pun ada tantangan kita hadapi dengan gagah, tegar, mungkin ada beberapa saat, kita yakin kita bangkit dengan tingkat yang baik,” tandas Prabowo.

    Sebagai informasi, tidak hanya Indonesia, namun sejumlah negara Asia Tenggara (ASEAN) juga dilanda tarif terberat oleh AS. Salah satunya Vietnam yang dikenai tarif sebesar 46 persen. Vietnam pun langsung menyerukan perundingan dengan Washington untuk mempertimbangkan kembali bea masuk AS.

    Kemudian Thailand, sang Perdana Menteri juga langsung ingin bernegosiasi untuk mencoba mengurangi tarif 37 persen yang dihadapi negaranya. Indonesia sendiri terkena tarif sebesar 32 persen terhadap barang-barang Indonesia yang dijual di AS.

  • Cegah PHK Massal Imbas Tarif Impor Trump, Kadin Sarankan 5 Langkah Ini

    Cegah PHK Massal Imbas Tarif Impor Trump, Kadin Sarankan 5 Langkah Ini

    Jakarta, Beritasatu.com – Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyarankan pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk melindungi industri di dalam negeri akibat penerapan tarif impor atau resiprokal oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. 

    Wakil Ketua Umum Bidang Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Industri dan Proyek Strategis Nasional Kadin Akhmad Ma’ruf menyarankan lima langkah konkret agar dijalankan pemerintah untuk mengurangi dampak PHK massal dan menjaga stabilitas sosial ekonomi di Indonesia.

    “Kami khawatir kebijakan Pemerintah AS ini menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar AS dan memperburuk situasi tenaga kerja dan ekonomi daerah, khususnya di Provinsi Kepulauan Riau. Karena itu, kami menyarankan lima langkah ini kepada pemerintah,” ujar Ma’ruf kepada wartawan, Senin (7/4/2025).

    Pertama, Kadin mendorong pemerintah untuk memperbaiki praktik perdagangan dengan mempercepat harmonisasi regulasi terkait izin impor, kebijakan TKDN, registrasi ekspor, sertifikasi halal, dan persyaratan lainnya yang dianggap diskriminatif. 

    Selain itu, kata Ma’ruf, pemerintah juga perlu memprioritaskan penguatan pendekatan bilateral dengan Pemerintah AS untuk mengatasi hambatan perdagangan.

    “Kedua, pemerintah perlu menjadi foreign trade zone dan diberikan status privileged foreign untuk kawasan tertentu seperti Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) yang telah ditetapkan sebagai kawasan ekonomi khusus dan kawasan perdagangan bebas, serta dengan ekspor langsung ke pasar Amerika mencapai 25 persen,” tutur Ma’ruf.

    Menurutnya, hal tersebut penting karena BBK saat ini tidak dikenakan aturan kepabeanan, termasuk bea masuk dan PPN/PPNBM pada barang impor.

    Ketiga, pemerintah juga diminta memperhatikan persaingan dengan Malaysia, terutama dengan dibentuknya Johor-Singapore Special Economic Zone yang hanya dikenakan tarif impor Trump atau resiprokal 24%. Khusus solar PV, Malaysia mendapatkan reduced tariff dari 17,84% menjadi 6,43% untuk ekspor tujuan Amerika Serikat.

    “Kondisi ini sangat memukul FDI di Batam, tanpa perubahan tarif (tetap 32 persen), berpotensi terjadinya diverting atau switching production ke Malaysia. Mengingat banyak FDI di Batam juga memiliki pabrik di Malaysia, Vietnam, Filipina, Thailand, serta negara lainnya seperti China dan India,” ungkap dia.

    Infografik tarif impor baru Amerika Serikat. – (Antara/-)

    Langkah keempat, adalah mendorong percepatan perizinan melalui Satgas Evaluasi Penghambat Investasi, khususnya untuk proyek-proyek strategis nasional, kawasan industri, dan kawasan ekonomi khusus yang menjadi motor penggerak industri nasional. 

    Menurut dia, percepatan perizinan di bidang pertanahan, lingkungan, dan perizinan dasar lainnya sangat penting untuk mendukung operasional industri.

    Kelima, pemerintah harus memberi perhatian khusus pada Kepulauan Riau yang saat ini memiliki 26 perusahaan manufaktur solar PV dan pengembangan industri hilirisasi dari pasir silika untuk rantai pasokan solar PV, seperti ingot, polysilicon, solar cell, dan wafer. Termasuk juga beberapa perusahaan industri peralatan listrik lainnya di Kepulauan Riau.

    Tak hanya itu, ada tujuh proyek strategis nasional (PSN) di Kepulauan Riau, terutama dalam pengembangan hilirisasi sumber daya alam yang memerlukan perhatian khusus dalam percepatan perizinan dasar. 

    “Industri manufaktur dan hilirisasi itu menyumbang 25% ekspor Kepulauan Riau ke pasar Amerika Serikat atau sekitar US$ 350 juta per bulan dan mempekerjakan 10.000 tenaga kerja langsung serta 30.000 tenaga kerja tidak langsung. Jika situasi ini berlanjut, akan terjadi kehilangan pekerjaan yang signifikan,” pungkas Ma’ruf terkait tarif impor Trump.