Jakarta, Beritasatu.com – Dalam rangka menyambut Hari Raya Waisak 2569 BE yang akan diperingati pada Senin (12/5/2025), sebanyak 38 biksu telah memulai tradisi Thudong, yaitu perjalanan spiritual dengan berjalan kaki dari Bangkok, Thailand, menuju Candi Borobudur, Magelang, Indonesia.
Perjalanan ini dimulai pada Kamis (6/2/2025), dan kini para biksu telah tiba di Indonesia. Saat ini, mereka berada di wilayah Indramayu, Jawa Barat, dan akan melanjutkan perjalanan mereka menuju Borobudur sebagai bagian dari perayaan Waisak.
Dalam sejarahnya, ritual perjalanan jauh Thudong yang dilaksanakan oleh para biksu memiliki makna spiritual yang mendalam, sekaligus menjadi sarana untuk belajar kesabaran. Thudong merupakan perjalanan yang harus ditempuh sejauh ribuan kilometer.
Dikutip dari buku “Forest Monks and the Nation-state: An Anthropological and Historical Study in Northeastern Thailand” karya JL Taylor, dijelaskan Thudong secara harfiah berarti “melatih”. Istilah ini berasal dari bahasa Pali, dhutanga, yang berarti “latihan keras”.
Thudong dimaknai sebagai perjalanan hidup yang melibatkan pengembaraan, meditasi, kesendirian, dan pertapaan oleh para biksu. Praktik ini dijalankan sebagai cara untuk mengikuti ajaran Sang Buddha yang mencakup 13 bentuk praktik pertapaan.
Selain itu, ritual ini juga bertujuan untuk menjauhkan diri dari tiga dosa utama dalam Buddhisme, yaitu nafsu, kemarahan, dan kebodohan. Para biksu menjalani Thudong untuk menumbuhkan nilai-nilai kebajikan seperti kasih sayang, kedermawanan, dan kebijaksanaan.
Menariknya, Thudong juga menjadi momen untuk mempererat hubungan antarpengikut ajaran Buddha dan sesama biksu, sekaligus mengajarkan pentingnya hidup sederhana dan bermurah hati.
Dalam perjalanannya, para biksu akan berinteraksi dengan berbagai makhluk hidup di dunia, termasuk manusia, hewan, dan tumbuhan, sebagai bagian dari upaya meditasi dan pendekatan diri kepada alam.
Adapun 13 kebiasaan Thudong yang diterapkan oleh para biksu, yaitu menggunakan jubah dari bahan bekas, memakai tiga lapis jubah, menerima makanan dari sumbangan tanpa memilih, makan sekali dalam sehari, hanya makan dari mangkuk biksu, menolak makanan tambahan, tinggal di hutan atau alam terbuka, menetap di tanah kuburan, tidur di mana saja, serta tidur dalam posisi duduk.
Meski menghadapi tantangan seperti cuaca ekstrem, kelelahan, dan minimnya fasilitas, para biksu tetap menjalani perjalanan ini dengan penuh ketekunan. Mereka meyakini penderitaan dan pengorbanan selama perjalanan akan membawa mereka lebih dekat pada pencerahan spiritual.
Dalam pelaksanaan Thudong pada 2025, para biksu yang sudah tiba di Indramayu, akan melanjutkan perjalanan melintasi Jatibarang, Cirebon, Losari, Brebes, Tegal, Pekalongan, Banyuputih, Batang, Kendal, Semarang, Ungaran, Ambarawa, dan berakhir di Candi Borobudur, Magelang, yang diperkirakan pada Sabtu (10/5/2025).
Tahun ini merupakan kali ketiga ritual Thudong dilaksanakan di Indonesia sejak 2013. Tradisi ini mendapat sambutan positif dari masyarakat Indonesia, yang turut mendukung dengan memberikan makanan dan bantuan lainnya kepada para biksu selama perjalanan. Setelah merayakan Waisak di Borobudur, para biksu akan kembali ke negara asal mereka menggunakan pesawat, tanpa melanjutkan perjalanan pulang dengan berjalan kaki.




:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4447080/original/018669100_1685440088-20230530-Pertumbuhan-Ekonomi-Indonesia-Angga-2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5196560/original/068216900_1745413932-20250423-Perkotaan-ANG_7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

