Negara: Thailand

  • Hambali Pegang Paspor Spanyol dan Thailand, Yusril: Status WNI Otomatis Gugur

    Hambali Pegang Paspor Spanyol dan Thailand, Yusril: Status WNI Otomatis Gugur

    Hambali Pegang Paspor Spanyol dan Thailand, Yusril: Status WNI Otomatis Gugur
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Status kewarganegaraan aktor intelektual kasus bom Bali tahun 2002, Hambali, yang belum tentu Warga Negara Indonesia (WNI), menjadi penghalang dirinya kembali ke Indonesia jika nanti bebas dari tahanan di Amerika Serikat. 
    Sebab saat ditangkap di Thailand, Hambali tidak memegang paspor Indonesia dan tidak menunjukkan identitas sebagai WNI, melainkan paspor asing dari dua negara berbeda, yakni Spanyol dan Thailand.
    Sementara, Indonesia tidak mengenal prinsip dwikewarganegaraan. 
    “Jika ada WNI yang dengan sadar menjadi warga negara lain, dan memegang paspor negara lain, maka status kewarganegaraan Indonesianya (WNI) otomatis gugur sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, dalam keterangan resmi, Sabtu (14/6/2025).
    Menko Yusril menjelaskan, Indonesia menganut prinsip single citizenship sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
    Pasal 23 UU tersebut menyebutkan bahwa seseorang dapat kehilangan kewarganegaraan Indonesia jika, antara lain, yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri.
    Dengan ketentuan ini, apabila Hambali secara sah memperoleh kewarganegaraan lain dan tidak pernah memohon agar kembali menjadi WNI, maka secara hukum ia bukan lagi Warga Negara Indonesia.
    Jika keadaannya demikian, Pemerintah RI berdasarkan UU Keimigrasian berwenang untuk menangkal warga negara asing yang dianggap merugikan kepentingan negara untuk memasuki Indonesia.
    “Sesuai hukum yang berlaku, jika seseorang telah menjadi warga negara asing dan tidak ada permohonan resmi untuk kembali menjadi WNI, maka Indonesia tidak dapat mengklaimnya sebagai warga negara kita,” ungkapnya.
    “Dalam kasus Hambali, situasinya belum terang. Karena itu, posisi pemerintah Indonesia masih menunggu kejelasan status dan dokumen resminya,” tegas Menko Yusril.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Status Kewarganegaraan Hambali Dalang Bom Bali Belum Dapat Dipastikan

    Status Kewarganegaraan Hambali Dalang Bom Bali Belum Dapat Dipastikan

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan status kewarganegaraan Hambali hingga kini belum dapat dipastikan secara hukum. Sejak 2003, Hambali ditahan oleh otoritas Amerika Serikat di fasilitas Guantanamo Bay, Kuba.

    Hambali dituduh oleh militer Amerika Serikat terlibat dalam serangkaian tindakan terorisme internasional di berbagai negara. Dia juga dituding menjadi aktor intelektual kasus bom Bali 2002. Hambali dikabarkan kini sedang diadili oleh pengadilan militer Amerika Serikat setelah lebih dari 20 tahun ditahan di Guantanamo.

    “Yang saya katakan adalah Indonesia pada prinsipnya tidak mengenal adanya dwi kewarganegaraan. Jika ada WNI yang dengan sadar menjadi warga negara lain, dan memegang paspor negara lain, maka status kewarganegaraan Indonesianya (WNI) otomatis gugur sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Yusril dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (14/6/2025).

    Diketahui, saat ditangkap di Thailand, Hambali yang memiliki nama asli Encep Nurjaman, tidak memegang paspor Indonesia dan tidak menunjukkan identitas sebagai WNI, melainkan paspor asing dari dua negara berbeda, yakni Spanyol dan Thailand. Kondisi ini menyulitkan upaya verifikasi yang akurat terkait status kewarganegaraannya.

    “Hambali ditangkap tidak menunjukkan paspor Indonesia, tetapi paspor Spanyol dan Thailand. Hingga kini, kita belum memperoleh data yang sahih dan dokumen resmi yang membuktikan statusnya sebagai warga negara Indonesia,” jelas Yusril.

    Menko Yusril menjelaskan Indonesia menganut prinsip single citizenship sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Pasal 23 UU tersebut menyebutkan seseorang dapat kehilangan kewarganegaraan Indonesia, jika antara lain yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri.

    Dengan ketentuan ini, apabila Hambali secara sah memperoleh kewarganegaraan lain dan tidak pernah memohon agar kembali menjadi WNI, maka secara hukum ia bukan lagi warga negara Indonesia. Sekiranya keadaannya demikian, maka Pemerintah Indonesia berdasarkan UU Keimigrasian berwenang untuk menangkal warganegara asing yang dianggap merugikan kepentingan negara untuk memasuki wilayah Indonesia.

    “Sesuai hukum yang berlaku, jika seseorang telah menjadi warga negara asing dan tidak ada permohonan resmi untuk kembali menjadi WNI, maka Indonesia tidak dapat mengeklaimnya sebagai warga negara kita. Dalam kasus Hambali, situasinya belum terang. Karena itu, posisi pemerintah Indonesia masih menunggu kejelasan status dan dokumen resminya,” tegas Menko Yusril.

    Pemerintah Indonesia, lanjut Yusril, tetap berkomitmen menjalankan prinsip-prinsip hukum internasional dan nasional secara konsisten, termasuk dalam menangani isu-isu sensitif terkait kewarganegaraan dan penahanan WNI di luar negeri.

  • Koneksi Jakarta dengan kota di ASEAN berperan wujudkan kota global

    Koneksi Jakarta dengan kota di ASEAN berperan wujudkan kota global

    Wakil Sekretaris Jenderal (DSG) ASEAN untuk Urusan Komunitas dan Korporat, Nararya Soeprato (kanan) dalam talkshow di sela kegiatan Jakarta Future Festival (JFF) 2025, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, Sabtu (14/6/2025). (ANTARA/Siti Nurhaliza)

    Koneksi Jakarta dengan kota di ASEAN berperan wujudkan kota global
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Sabtu, 14 Juni 2025 – 15:25 WIB

    Elshinta.com – Wakil Sekretaris Jenderal ASEAN untuk Urusan Komunitas dan Korporat, Nararya Soeprato menyebutkan, koneksi Jakarta dengan kota-kota di ASEAN menjadi salah satu peran penting dalam mewujudkan Jakarta sebagai kota global (global city).

    “Jadi bagaimana caranya kita bisa memperkuat Jakarta dengan kota lainnya di ASEAN untuk mendukung dan membantu memanfaatkan mitra ataupun program yang berkembang untuk Jakarta sebagai kota global,” kata Nararya dalam diskusi di “Jakarta Future Festival (JFF) 2025” di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, Sabtu.

    Menurut Nararya, koneksi Jakarta dengan kota-kota lain di ASEAN menjadi faktor penting karena dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pertukaran budaya, mewujudkan kota cerdas dan memperkuat hubungan regional.

    “Kami mengembangkan regional ini dari tiga pilar, yakni politik, ekonomi dan sosial budaya. Perjalanan kami semua mampu meningkatkan pengalaman seperti perkembangan ekonomi dan tantangan lainnya yang kami semua alami,” ujar Nararya.

    Selain itu, Jakarta sebagai pusat bisnis dan ekonomi di Indonesia, memiliki peran penting dalam integrasi regional ASEAN dan koneksi yang kuat dengan kota-kota lain di kawasan. Hal tersebut juga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi bersama dan memperkuat posisi ASEAN secara keseluruhan tanpa meninggalkan ciri khas Jakarta.

    Apalagi, Jakarta telah terlibat dan menjadi tempat pelaksanaan KTT ASEAN ke-43 pada 5-7 September 2023 yang membahas berbagai isu strategis, termasuk pengembangan kota cerdas (smart city) di kawasan ASEAN.

    “ASEAN Smart Cities Network” (ASCN) menjadi infrastruktur ataupun sistem (platform) kolaborasi antarkota di negara-negara anggota ASEAN untuk mewujudkan kota cerdas dan berkelanjutan.

    “ASEAN Smart Cities Network” ada di beberapa bidang informasi, pengalaman dan kesehatan. “Jakarta terlibat dan aktif dalam beberapa program tersebut. Itulah yang harus dipertahankan dan ditingkatkan,” katanya.

    Menurut Nararya, koneksi yang kuat dengan kota-kota ASEAN lainnya juga memungkinkan pertukaran pengetahuan, pengalaman dan praktik terbaik dalam pengembangan kota pintar, termasuk penerapan teknologi informasi dan komunikasi serta inovasi dalam berbagai sektor.

    Apalagi, Jakarta menjadi lokasi kantor Sekretariat ASEAN yang merupakan tempat pusat koordinasi kegiatan regional, aktivitas pertemuan dengan kota-kota di ASEAN dan sebagainya.

    “Apa yang terjadi top level di ASEAN, berbagai pertemuan-pertemuan juga di Jakarta, kebijakan eksekusi terjadi juga dengan komunitas,” kata Nararya.

    Nararya berharap Jakarta terus meningkatkan koneksi dengan kota-kota di ASEAN baik dalam bidang kesehatan ataupun digital sehingga banyak menciptakan ide dan karya untuk menjadikan Jakarta lebih baik.

    Negara-negara ASEAN beserta ibu kotanya, yakni Indonesia (Jakarta), Malaysia (Kuala Lumpur), Thailand (Bangkok), Vietnam (Hanoi), Philipina (Manila) dan Kamboja (Phnom Penh). Singapura (Singapura), Myanmar (Birma), Laos (Vientiane), Timor Leste (Dili) serta Brunei Darussalam (Bandar Sri-Begawan).

    Sumber : Antara

  • Status Kewarganegaraan Tersangka Bom Bali Hambali Belum Dipastikan Secara Hukum

    Status Kewarganegaraan Tersangka Bom Bali Hambali Belum Dipastikan Secara Hukum

    JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan bahwa hingga saat ini status kewarganegaraan tersangka kasus Bom Bali, Hambali belum dapat dipastikan secara hukum. Sejak tahun 2003, Hambali ditahan oleh otoritas Amerika Serikat di fasilitas Guantanamo Bay, Kuba.

    Hambali dituduh militer Amerika Serikat terlibat dalam serangkaian tindakan terorisme internasional di berbagai negara. Dia juga dituduh menjadi aktor intelektual kasus bom Bali tahun 2002. Kini, Hambali dikabarkan sedang diadili oleh pengadilan militer Amerika Serikat setelah lebih dari dua puluh tahun ditahan di Guantanamo.

    “Yang saya katakan adalah Indonesia pada prinsipnya tidak mengenal adanya dwi kewarganegaraan. Jika ada WNI yang dengan sadar menjadi warga negara lain, dan memegang paspor negara lain, maka status kewarganegaraan Indonesianya (WNI) otomatis gugur sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku” ujar Yusril, Sabtu, 14 Juni.

    Diketahui bahwa saat ditangkap di Thailand, Hambali atau yang memiliki nama asli Encep Nurjaman, tidak memegang paspor Indonesia dan tidak menunjukkan identitas sebagai WNI, melainkan paspor asing dari dua negara berbeda, yakni Spanyol dan Thailand. Kondisi ini menyulitkan upaya verifikasi yang akurat terkait status kewarganegaraannya.

    “Hambali ditangkap tidak menunjukkan paspor Indonesia, tetapi paspor Spanyol dan Thailand. Hingga kini, kita belum memperoleh data yang sahih dan dokumen resmi yang membuktikan statusnya sebagai Warga Negara Indonesia,” jelas Yusril.

    Menko Yusril menjelaskan, Indonesia menganut prinsip single citizenship sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Pasal 23 UU tersebut menyebutkan bahwa seseorang dapat kehilangan kewarganegaraan Indonesia jika, antara lain, yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri.

    Dengan ketentuan ini, apabila Hambali secara sah memperoleh kewarganegaraan lain dan tidak pernah memohon agar kembali menjadi WNI, maka secara hukum ia bukan lagi Warga Negara Indonesia. Jika keadaannya demikian, maka Pemerintah RI berdasarkan UU Keimigrasian berwenang untuk menangkal warganegara asing yang dianggap merugikan kepentingan negara untuk memasuki wilayah negara RI.

    “Sesuai hukum yang berlaku, jika seseorang telah menjadi warga negara asing dan tidak ada permohonan resmi untuk kembali menjadi WNI, maka Indonesia tidak dapat mengklaimnya sebagai warga negara kita. Dalam kasus Hambali, situasinya belum terang. Karena itu, posisi pemerintah Indonesia masih menunggu kejelasan status dan dokumen resminya,” tegas Menko Yusril.

    Pemerintah Indonesia, tambah Yusril, tetap berkomitmen menjalankan prinsip-prinsip hukum internasional dan nasional secara konsisten. Termasuk dalam menangani isu-isu sensitif terkait kewarganegaraan dan penahanan WNI di luar negeri.

  • Kematian COVID-19 di India Naik, RI Aman? Menkes Bilang Gini

    Kematian COVID-19 di India Naik, RI Aman? Menkes Bilang Gini

    Jakarta – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan belum ada laporan kematian akibat COVID-19. Namun, Menkes Budi meminta masyarakat tetap waspada.

    “Belum. Belum (ada kematian akibat COVID-19),” kata Menkes saat ditemui di Jakarta Pusat, Sabtu (14/6/2025).

    Menkes melanjutkan, jika ada keluarga atau seseorang yang mengeluhkan gejala yang diduga infeksi SARS-CoV-2 agar segera melakukan perawatan mandiri dan menghindari kontak dengan orang lain.

    “Sarannya saya, karena variannya Omicron yang lemah, nggak usah khawatir, tapi kalau merasa nggak enak badan, batuk-batuk ya lakukan yang sudah dianjurkan,” katanya.

    “Rajin cuci tangan, pakai masker, dan jaga jarak,” lanjutnya.

    Beberapa negara di Asia seperti Thailand, India, dan Singapura belakangan melaporkan naiknya kasus akibat infeksi COVID-19. Varian NB.1.8.1 atau Nimbus tengah menjadi sorotan.

    Kemenkes mengklaim bahwa varian ini masih belum masuk ke Indonesia.

    “Sampai Minggu ke-23, Subvarian yang masih bersirkulasi di Indonesia adalah MB.1.1 dan KP.2.18, secara umum memiliki karakteristik yang sama dengan JN.1 (penilaian risiko rendah),” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Aji Muhawarman saat dihubungi detikcom beberapa waktu lalu.

    (dpy/naf)

  • Hambali Saat Ditangkap Tunjukkan Paspor Spanyol dan Thailand, Bukan RI

    Hambali Saat Ditangkap Tunjukkan Paspor Spanyol dan Thailand, Bukan RI

    Hambali Saat Ditangkap Tunjukkan Paspor Spanyol dan Thailand, Bukan RI
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan,
    Yusril Ihza Mahendra
    mengatakan bahwa pemerintah belum dapat memastikan kewarganegaraan dari Encep Nurjaman Riduan Isamuddin alias
    Hambali
    .
    Pasalnya saat Hambali ditangkap di Thailand, ia tak memiliki paspor Indonesia, melainkan menunjukkan paspor Spanyol dan Thailand.
    “Hambali ditangkap tidak menunjukkan paspor Indonesia, tetapi paspor Spanyol dan Thailand. Hingga kini, kita belum memperoleh data yang sahih dan dokumen resmi yang membuktikan statusnya sebagai Warga Negara Indonesia,” ujar Yusril lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (14/6/2025).
    Fakta tersebut tentu menyulitkan pemerintah Indonesia dalam melihat status
    kewarganegaraan Hambali
    , yang sejak 2006 ditahan Amerika Serikat di fasilitas Guantanamo Bay, Kuba.
    “Yang saya katakan adalah Indonesia pada prinsipnya tidak mengenal adanya dwi kewarganegaraan. Jika ada WNI yang dengan sadar menjadi warga negara lain, dan memegang paspor negara lain, maka status kewarganegaraan Indonesianya (WNI) otomatis gugur sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Yusril.
    Yusril menjelaskan, Indonesia menganut prinsip single citizenship yang diatur

    dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
    Pasal 23 UU tersebut menyebutkan, seseorang dapat kehilangan kewarganegaraan Indonesia jika yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri.
    Adanya ketentuan ini, apabila Hambali secara sah memperoleh kewarganegaraan lain dan tidak pernah memohon agar kembali menjadi WNI, maka secara hukum ia tak lagi berstatus WNI.
    Dengan keadaan demikian, maka pemerintah Indonesia berdasarkan UU Keimigrasian berwenang untuk menangkal warga negara asing yang dianggap merugikan kepentingan negara untuk memasuki wilayah negara RI.
    “Sesuai hukum yang berlaku, jika seseorang telah menjadi warga negara asing dan tidak ada permohonan resmi untuk kembali menjadi WNI, maka Indonesia tidak dapat mengklaimnya sebagai warga negara kita,” ujar Yusril.
    Dalam kasus Hambali, situasinya belum terang. Karena itu, posisi pemerintah Indonesia masih menunggu kejelasan status dan dokumen resminya,” sambungnya menegaskan.
    Hambali atau yang memiliki nama asli Encep Nurjaman Riduan Isamuddin lahir pada 4 April 1964. Ia diyakini sebagai penghubung Jemaah Islamiyah (JI) dan organisasi teroris Al Qaeda di Asia Tenggara.
    Ia disebut sebagai otak di balik peristiwa
    bom Bali
    pada 2002. Diketahui, peristiwa Bom Bali pada 2002 menghancurkan Sari Club dan Paddy’s Bar yang menewaskan 202 orang.
    Selain bom Bali pada 2002, Hambali juga merupakan orang yang mendanai aksi serangan bom di depan rumah Duta Besar (Dubes) Filipina di Jakarta, pada 1 Agustus 2000.
    Hambali juga diduga terlibat dalam peristiwa serangan bom di Atrium Senen, Jakarta, pada 1 Agustus 2001.
    Ia juga merupakan orang di belakang serangan bom Kedutaan Besar Australia (9 September 2004), bom Bali 2 (1 Oktober 2005), dan terakhir bom Marriot-Ritz Carlton (17 Juli 2009).
    Akhirnya, Hambali ditangkap dalam operasi gabungan CIA-Thailand di Ayutthaya, Thailand pada 14 Agustus 2003.
    Hambali kemudian dipindahkan ke penjara militer Amerika Serikat di Guantanamo, Kuba, pada September 2006, setelah ditahan di penjara rahasia milik CIA.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hambali Pegang Paspor Spanyol dan Thailand, Yusril: Status WNI Otomatis Gugur

    Yusril: Status Kewarganegaraan Hambali Belum Dapat Dipastikan

    Yusril: Status Kewarganegaraan Hambali Belum Dapat Dipastikan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan
    Yusril Ihza Mahendra
    menyampaikan, hingga saat ini status kewarganegaraan Encep Nurjaman Riduan Isamuddin alias
    Hambali
    belum dapat dipastikan secara hukum.
    “Belum dapat dipastikan
    status kewarganegaraan Hambali
    secara hukum,” kata Yusril dalam keterangan resmi, Sabtu (14/6/2025).
    Sejak 2003, Hambali ditahan oleh otoritas Amerika Serikat di fasilitas Guantanamo Bay, Kuba. Hambali dituduh militer Amerika Serikat terlibat dalam serangkaian tindakan terorisme internasional di berbagai negara.
    Hambali juga dituduh menjadi dalang di balik
    kasus bom Bali
    pada 2002. Hambali dikabarkan sedang diadili oleh pengadilan militer Amerika Serikat setelah lebih dari 20 tahun ditahan di Guantanamo.
    “Yang saya katakan adalah Indonesia pada prinsipnya tidak mengenal adanya dwi kewarganegaraan,” ujar Yusril.
    “Jika ada WNI yang dengan sadar menjadi warga negara lain, dan memegang paspor negara lain, maka status kewarganegaraan Indonesianya (WNI) otomatis gugur sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sambungnya.
    Saat ditangkap di Thailand, Hambali tidak memegang paspor dan tak menunjukkan identitas sebagai WNI. Ia justru menunjukkan paspor dari dua negara berbeda, yakni Spanyol dan Thailand.
    Kondisi tersebut yang membuat sulitnya upaya verifikasi yang akurat terkait status kewarganegaraan Hambali.
    “Hambali ditangkap tidak menunjukkan paspor Indonesia, tetapi paspor Spanyol dan Thailand,” jelas Yusril.
    “Hingga kini, kita belum memperoleh data yang sahih dan dokumen resmi yang membuktikan statusnya sebagai Warga Negara Indonesia,” sambungnya menambahkan.
    Yusril menjelaskan, Indonesia menganut prinsip single citizenship atau kewarganegaraan tunggal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
    Pasal 23 UU tersebut menyebutkan, seseorang dapat kehilangan kewarganegaraan Indonesia jika yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri.
    Adanya ketentuan ini, apabila Hambali secara sah memperoleh kewarganegaraan lain dan tidak pernah memohon agar kembali menjadi WNI, maka secara hukum ia tak lagi berstatus WNI.
    Dengan keadaan demikian, maka pemerintah Indonesia berdasarkan UU Keimigrasian berwenang untuk menangkal warga negara asing yang dianggap merugikan kepentingan negara untuk memasuki wilayah negara RI.
    “Sesuai hukum yang berlaku, jika seseorang telah menjadi warga negara asing dan tidak ada permohonan resmi untuk kembali menjadi WNI, maka Indonesia tidak dapat mengklaimnya sebagai warga negara kita,” ujar Yusril.
    “Dalam kasus Hambali, situasinya belum terang. Karena itu, posisi pemerintah Indonesia masih menunggu kejelasan status dan dokumen resminya,” tegasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tiba-Tiba Kamboja Minta Militer Siaga & Setop Drama Thailand, Kenapa?

    Tiba-Tiba Kamboja Minta Militer Siaga & Setop Drama Thailand, Kenapa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kamboja memerintahkan pasukan untuk tetap “siaga penuh” dan melarang drama Thailand di televisi pada hari Jumat (13/6/2025). Ini menjadi update terbaru dari pertikaian perbatasan yang sedang berlangsung antara negara-negara tetangga Asia Tenggara tersebut.

    Phnom Penh juga memutus koneksi internet yang melewati Thailand pada malam menjelang pertemuan antara kedua belah pihak yang bertujuan untuk meredakan ketegangan setelah bentrokan mematikan bulan lalu. Kekerasan berkobar pada tanggal 28 Mei di daerah yang dikenal sebagai Segitiga Zamrud, tempat perbatasan Kamboja, Thailand, dan Laos bertemu, dengan seorang tentara Kamboja tewas.

    “Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Manet memposting di Facebook pada hari Kamis malam bahwa negara tersebut memutus semua pita lebar internet dari Thailand, menyebabkan beberapa pengguna mengeluhkan kecepatan yang lambat. Kementerian informasi dan budaya juga memerintahkan stasiun televisi dan bioskop untuk berhenti menayangkan serial TV Thailand,” tulis AFP melaporkan.

    Sementara itu, mantan pemimpin berpengaruh Kamboja Hun Sen, yang juga ayah dari Hun Manet, mendesak pemerintah pada hari Jumat untuk menghentikan “impor barang-barang Thailand ke pasar Kamboja”. Ini dilakukan jika Thailand menolak mencabut pembatasan yang diberlakukan di pos pemeriksaan perbatasan dalam beberapa hari terakhir.

    “Semua angkatan bersenjata harus tetap waspada penuh 24 jam sehari, siap untuk menanggapi dan bertahan jika terjadi agresi,” tulisnya di Facebook seraya mendesak pihak berwenang di provinsi-provinsi dekat perbatasan untuk bersiap mengevakuasi penduduk ke daerah yang lebih aman.

    Di sisi lain, pihak berwenang Kamboja juga mengumumkan bahwa penyeberangan perbatasan Daung-Ban Laem yang populer dengan Thailand akan ditutup tanpa batas waktu mulai hari Jumat. Departemen imigrasi Kamboja mengatakan tindakan itu dilakukan untuk menjaga “keamanan dan keselamatan bagi masyarakat”.

    Dalam unggahan Facebook lainnya, Hun Sen mendorong para petani Thailand untuk memprotes militer mereka. Ia mengatakan Kamboja akan membuka kembali penyeberangan perbatasan ketika semua pembatasan perbatasan yang diberlakukan oleh militer Thailand dicabut.

    Pejabat Kamboja dan Thailand akan bertemu di Phnom Penh pada hari Sabtu untuk membahas sengketa perbatasan.

    Perselisihan ini bermula dari penggambaran garis perbatasan sepanjang 800 kilometer (500 mil), yang sebagian besar dilakukan selama pendudukan Prancis di Indochina.

    Wilayah tersebut telah mengalami kekerasan sporadis sejak tahun 2008. Hal ini mengakibatkan sedikitnya 28 kematian.

    Awal bulan ini Hun Manet mengatakan bahwa Kamboja akan mengajukan pengaduan ke Mahkamah Internasional (ICJ) atas empat wilayah perbatasan yang disengketakan, termasuk lokasi bentrokan terakhir. ICJ memutuskan pada tahun 2013 bahwa wilayah yang disengketakan di sebelah kuil Preah Vihear adalah milik Kamboja, tetapi Thailand mengatakan tidak menerima yurisdiksi ICJ.

    Pada hari Minggu, tentara dari kedua negara sepakat untuk menempatkan kembali tentara mereka di lokasi bentrokan terakhir untuk menghindari konfrontasi. Thailand telah menutup beberapa penyeberangan perbatasan dan memperketat kontrol perbatasan dengan Kamboja dalam beberapa hari terakhir.

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Hambali Saat Ditangkap Tunjukkan Paspor Spanyol dan Thailand, Bukan RI

    Alasan Pemerintah Tak Izinkan Dalang Bom Bali Pulang ke Indonesia

    Alasan Pemerintah Tak Izinkan Dalang Bom Bali Pulang ke Indonesia
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemerintah Indonesia tak mengizinkan mantan anggota kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI), Encep Nurjaman Riduan Isamuddin alias
    Hambali
    kembali ke Indonesia setelah bebas nanti.
    Menteri Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan
    Yusril Ihza Mahendra
    menjelaskan, Hambali tidaklah mempunyai dokumen sebagai warga Indonesia saat ditangkap pada 2003.
    “Secara hukum, jika seseorang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan Indonesia, maka status WNI-nya dianggap gugur. Jika nantinya Hambali dibebaskan, kami tidak akan mengizinkan dia kembali masuk ke wilayah Indonesia,” kata Yusril dalam siaran pers, Jumat (13/6/2025).
    “Dan jika ada proses peradilan, kami menyerahkan sepenuhnya kepada hukum Amerika Serikat,” sambungnya.
    Dalam kesempatan yang sama, Yusril juga menyinggung soal pengungsi asal Myanmar yang saat ini berada di wilayah Indonesia.
    Dia mengatakan, pengelolaan pengungsi merupakan tugas dari kementerian yang dipimpinnya. Pemerintah tetap menunjukkan komitmen kemanusiaan dengan menampung para pengungsi untuk sementara waktu.
    “Pengungsi asal Myanmar saat ini berada di Aceh. Kami terus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak dan berharap konflik politik di Myanmar segera berakhir. Dalam waktu dekat, saya juga berencana untuk melakukan kunjungan ke Aceh guna melihat langsung kondisi di lapangan,” ujar Yusril.
    Hambali atau yang memiliki nama asli Encep Nurjaman Riduan Isamuddin lahir pada 4 April 1964. Ia diyakini sebagai penghubung Jemaah Islamiyah (JI) dan organisasi teroris Al Qaeda di Asia Tenggara.
    Ia disebut sebagai otak di balik peristiwa
    bom Bali
    pada 2002. Diketahui, peristiwa Bom Bali pada 2002 menghancurkan Sari Club dan Paddy’s Bar yang menewaskan 202 orang.
    Selain bom Bali pada 2002, Hambali juga merupakan orang yang mendanai aksi serangan bom di depan rumah Duta Besar (Dubes) Filipina di Jakarta, pada 1 Agustus 2000.
    Hambali juga diduga terlibat dalam peristiwa serangan bom di Atrium Senen, Jakarta, pada 1 Agustus 2001.
    Ia juga merupakan orang di belakang serangan bom Kedutaan Besar Australia (9 September 2004), bom Bali 2 (1 Oktober 2005), dan terakhir bom Marriot-Ritz Carlton (17 Juli 2009).
    Akhirnya, Hambali ditangkap dalam operasi gabungan CIA-Thailand di Ayutthaya, Thailand pada 14 Agustus 2003.
    Hambali kemudian dipindahkan ke penjara militer Amerika Serikat di Guantanamo, Kuba, pada September 2006, setelah ditahan di penjara rahasia milik CIA.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wali Kota Mojokerto Sambut Bhante Luong Po dari Thailand, Pererat Diplomasi Budaya Lewat Wayang

    Wali Kota Mojokerto Sambut Bhante Luong Po dari Thailand, Pererat Diplomasi Budaya Lewat Wayang

    Mojokerto (beritajatim.com) – Wali Kota Mojokerto, Ika Puspitasari menyambut hangat kunjungan Bhante Luong Po dari Museum Nang Yai Wat Khanon, Thailand, di Museum Gubug Wayang, Kota Mojokerto. Kunjungan ini menjadi momentum penting dalam mempererat hubungan budaya antara Indonesia dan Thailand, khususnya melalui seni tradisional wayang.

    “Selamat datang di Mojokerto, pusat Kerajaan Majapahit pada abad ke-13 hingga ke-16,” ujar Wali Kota yang akrab disapa Ning Ita itu, membuka pertemuan dengan penuh keramahan, Jumat (13/6/2025).

    Dalam pertemuan singkat namun penuh makna tersebut, Ning Ita memaparkan sejarah strategis Kota Mojokerto sebagai pusat perdagangan penting pada masa Majapahit. Ia menyoroti peran Pelabuhan Canggu dan Sungai Brantas yang kala itu menjadi jalur utama perdagangan dan transportasi, menghubungkan pedalaman Pulau Jawa dengan dunia luar.

    Tak hanya membahas sejarah, orang nomor satu di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto ini juga berharap kerja sama budaya antara Mojokerto dan Thailand dapat terus berlanjut. “Saya berharap tahun depan Bhante bisa datang lagi ke Kota Mojokerto, untuk menikmati lebih banyak wisata sejarah dan budaya yang kami miliki,” tuturnya.

    Melalui penerjemah, Bhante Luong Po yang merupakan Kepala Wat Khanon sekaligus Ketua Pusat Budaya Wayang Kulit Besar Thailand menyampaikan rasa terima kasih dan kekagumannya atas upaya pelestarian budaya di Mojokerto. Ia mengaku terkesan dengan semangat masyarakat dalam menjaga tradisi di tengah kemajuan kota. “Kami sangat senang. Jika ada kesempatan, kami ingin bekerja sama lebih lanjut,” ujarnya.

    Pertemuan ini menjadi langkah kecil namun signifikan dalam diplomasi budaya, memperkuat hubungan antarnegara sekaligus menegaskan bahwa seni tradisional seperti wayang adalah bahasa universal yang mampu menyatukan berbagai perbedaan. [tin/kun]