Negara: Tepi Barat

  • Kenapa Israel Tetap Serbu Tepi Barat di Tengah Agresi ke Gaza?

    Kenapa Israel Tetap Serbu Tepi Barat di Tengah Agresi ke Gaza?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Sejak serangan balasan diluncurkan Israel pada 7 Oktober lalu, mata dunia tertuju pada kehancuran dan penderitaan yang dialami oleh Gaza.

    Namun, sisi lain dari wilayah Palestina sebenarnya juga mengalami penderitaan serupa akibat konflik dengan Israel yang terus memanas.

    Pasukan Israel dilaporkan kini menangkap 60 warga Palestina dalam penggerebekan yang terjadi di Tepi Barat pada Minggu (3/12) malam, dikutip dari Al Jazeera.

    Di Kota Jenin, Tepi Barat, pasukan penembak runduk Israel terlihat memantau di atas gedung, 50 kendaraan lapis baja berpatroli, dan pesawat pengintai beterbangan di atas wilayah tersebut.

    Pejabat kesehatan Palestina mengatakan bahwa Israel membunuh lima warga Tepi Barat atas pendudukan beberapa hari lalu.

    Kenapa Israel serbu Tepi Barat di tengah agresi ke Gaza dengan dalih menumpas Hamas?

    Tepi Barat merupakan sebidang tanah di tepi barat Sungai Yordan dan di sebelah timur Israel yang menjadi tempat tinggal bagi lebih dari tiga juta warga Palestina.

    Sejak terjadinya Perang Enam Hari pada Juni 1967, Israel telah merencanakan dan mendanai pos-pos terdepan Yahudi di Tepi Barat, dikutip dari Vox.

    Para pemukim percaya bahwa mereka memiliki hak atas wilayah tersebut, walaupun sebagian besar komunitas internasional menganggap pemukiman itu ilegal.

    Kekuasaan yang dimiliki Otoritas Palestina (PA) tidak mencegah Israel untuk ikut campur dalam urusan Tepi Barat.

    Populasi-populasi ini sebagian besar dipisahkan dan dikontrol oleh infrastruktur keamanan Israel yang kompleks, termasuk pos pemeriksaan militer, patroli bersenjata, penghalang pemisah, dan kartu identitas serta pelat nomor dengan kode warna.

    Kondisi ini membentuk dan mengatur kehidupan masyarakat Tepi Barat sehari-hari.

    Bersambung ke halaman berikutnya…

    Memanasnya perang dengan Israel membuat tingkat kekerasan di Tepi Barat terus meningkat drastis, bahkan menjadi yang terparah sejak Intifadah Kedua.

    Sebelum agresi total ke Gaza, 2023 sudah menjadi tahun paling mematikan bagi warga Palestina di Tepi Barat dalam lebih dari dua dekade, dengan tewasnya 250 warga Palestina akibat tembakan Israel, sebagian besar terjadi dalam operasi militer.

    “Saya terus khawatir mengenai pemukim ekstremis yang menyerang warga Palestina di Tepi Barat,” ungkap Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada akhir Oktober lalu.

    Ghassan Daghlas, pejabat Otoritas Palestina, mengatakan bahwa pemukim menghancurkan lebih dari 3.000 pohon Zaitun selama musim panen yang penting, dikutip dari Associated Press News.

    Pemukim juga mengganggu komunitas pengembala dengan memaksa 900 orang meninggal 15 dusun yang sudah lama menjadi tempat tinggal mereka.

    Kekerasan dan penyerangan Israel terhadap Tepi Barat diduga terkait dengan proyek pemukiman yang diciptakan oleh kelompok kiri-tengah Israel sejak 1948. Proyek tersebut bertujuan untuk menaklukan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    Proyek pemukiman merupakan proyek terbesar dan termahal yang pernah dilakukan Israel.

    Pandangan lain terkait perluasan serangan pasukan Israel di Tepi Barat disampaikan oleh Jenderal Kenneth “Frank” McKenzie, mantan kepala Komando Pusat AS.

    McKenzie, mengatakan bahwa tujuan Israel adalah menumpas kelompok Hamas, sedangkan Tepi Barat tidak dikuasai oleh Hamas.

    Serangan Israel justru menargetkan sejumlah kelompok perlawanan yang beroperasi di Tepi Barat.

    “Menurut saya, salah satu konsep dasar pendekatan Israel terhadap perang di Gaza adalah mencegahnya meluas. Jadi saya pikir mereka tidak tertarik dengan gejolak lebih lanjut di Tepi Barat. Jadi saya pikir jika – ketika Israel beroperasi di sana, mereka benar-benar mengejar elemen-elemen yang mencoba menyerang mereka di Tepi Barat,” ungkap McKenzie, dikutip dari NPR.

    Sejalan dengan hal ini, IDF mengeluarkan pernyataan bahwa peningkatan signifikan serangan teroris di Tepi Barat. Oleh karena itu, IDF menjalankan operasi kontra terorisme setiap malam untuk menangkap para tersangka.

    Beberapa tersangka yang berhasil ditangkap merupakan bagian dari kelompok Hamas, dikutip dari CNN.

  • Tentara Israel Sembarangan Tembak Pria Difabel Palestina di Tepi Barat

    Tentara Israel Sembarangan Tembak Pria Difabel Palestina di Tepi Barat

    Jakarta, CNN Indonesia

    Tentara Israel menembak dan melukai, Tarek Abu Abed, seorang pria difabel warga Palestina di dekat Kota Hebron, Tepi Barat, Selasa (5/12).

    Insiden tersebut terekam dalam sebuah video dan beredar di media sosial.

    Dalam rekaman itu tampak tiga laki-laki berseragam militer berdiri di dekat laki-laki tengah berlutut, yang diidentifikasi sebagai Tarek.

    Di sebelah dia, tampak laki-laki kemeja merah, yang diidentifikasi sebagai teman Tarek.

    “Pria dalam video yang mengenakan pakaian merah datang untuk membelanya dan memberi tahu tentara Israel bahwa saudara laki-laki saya memiliki kebutuhan khusus,” kata saudara Tarek, Diaa Abu Abed, dikutip CNN.

    Diaa kemudian berujar, “Dia dikenal di kalangan masyarakat karena difabel. Para prajurit menolak mendengarkan.”

    Dalam video tampak tentara Israel mengerahkan senapan ke Tarek, dan terdengar teriakan.

    Tarek tampak berusaha berdiri saat beberapa warga melihatnya. Ia mendekati salah satu tentara dengan gelisah.

    Tentara lain mendekati Tarek dari belakang dan terdengar suara tembakan. Dia jatuh ke tanah dan menggeliat kesakitan saat dua tentara menodong dengan senjata.

    Tarek, menurut Diaa, mengalami pendarahan hebat dan menjalani operasi di kaki.

    Diaa bercerita bahwa saudaranya sedang dalam perjalanan pulang pada Selasa (5/12). Tarek lantas dihadang tiga tentara Israel dan meminta identitas.

    Tarek lalu memberi tahu mereka bahwa ia tak punya kartu identitas. Ia dan tentara Israel kemudian bertengkar hingga berujung penembakan.

    “Siapa pun yang bertemu Tarek bisa langsung tahu bahwa dia punya kebutuhan khusus. Otaknya bekerja seperti anak-anak,” kata Diaa.

    Pasukan pertahanan Israel (IDF) kemudian mengonfirmasi pasukan mereka memang terlibat dalam konfrontasi dengan seorang warga difabel. 

    “Berdasarkan informasi awal yang tersedia, tampaknya selama pemeriksaan yang dilakukan hari ini di dekat kota Hebron, seorang warga Palestina tertembak di kaki dan dievakuasi guna menerima perawatan medis,” demikian menurut IDF.

    Mereka juga menyatakan penyelidikan terkait insiden itu akan dilakukan.

    Selama agresi, Israel menyerang Gaza dan Tepi Barat. Tak jarang, mereka menyerang warga sipil.

    (isa/dna/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • VIDEO: Pasukan Israel Geledah Ambulans saat Serbu Jenin

    VIDEO: Pasukan Israel Geledah Ambulans saat Serbu Jenin

    Jakarta, CNN Indonesia

    Militer Israel menyerbu Jenin, Tepi Barat, Palestina pada Selasa (5/12).

    Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan serangan itu menyebabkan sedikitnya 5 orang terluka.

    Saat melakukan penyerangan, militer Israel juga melakukan penggeledahan pada ambulans yang ingin melintasi kota.

    Petugas medis mengatakan mereka terjebak selama 15 menit untuk digeledah saat melakukan pelayanan unit darurat di kota Jenin.

    Tepi Barat mengalami peningkatan kekerasan oleh militer Israel seiring usainya gencatan senjata antara Israel-Hamas.

  • Israel Berdalih Mau Tumpas Hamas, Tapi Motif Sebenarnya Amat Culas

    Israel Berdalih Mau Tumpas Hamas, Tapi Motif Sebenarnya Amat Culas

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan Hamas melanggar kesepakatan.

    Namun, kelompok Palestina itu membantah dan balik menuding Israel.

    Dalam rilis resmi, Israel membeberkan dalih kembali meluncurkan operasi yakni menumpas Hamas dan membebaskan para sandera.

    Namun, para pengamat punya penilaian lain bahwa motif Israel sebenarnya amat culas. Mereka berpendapat serangan Israel untuk menguasai penuh Gaza.

    Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia Yon Machmudi menilai Israel belum mencapai tujuan dan meraih kemenangan dalam perang kali ini.

    “Tujuan Israel dalam perang adalah melenyapkan kelompok Hamas, tetapi yang terjadi Hamas masih kuat posisinya,” ujar Yon saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (5/12).

    Salah satu bukti Hamas masih kuat yakni mereka bisa bernegosiasi untuk mengatur jumlah tawanan yang dibebaskan dari Gaza.

    Setali dengan pernyataan Yon, pemerintah Israel juga melarang pejabat merayakan pembebasan para sandera ini. Perayaan itu bisa dianggap sebagai dukungan terhadap Hamas.

    Pertukaran sandera atau tawanan ini merupakan bagian dari gencatan senjata yang dimulai 24 November. Kesepakatan damai ini hanya bertahan selama tujuh hari dan berakhir pada 30 November.

    Setelah berakhir, Israel menggempur habis-habisan Gaza di utara dan selatan. Mereka juga meminta warga di selatan untuk pindah.

    Sebelumnya Israel mengusir warga Gaza utara untuk berpindah ke selatan. Kini, wilayah selatan masuk sebagai arena perang, padahal padat penduduk.

    “Yang harus kita perhatikan adalah displacement dari utara ke selatan itu memaksa penduduk Gaza mendekati perbatasan (Rafah),” ujar Yon.

    Yon menduga jika perbatasan Rafah dibuka kemungkinan memicu gelombang pemindahan secara besar-besaran.

    “Tentu ini yang diinginkan Israel untuk mengosongkan Gaza dan menguasai secara total,” lanjut dia.

    Bersambung ke halaman berikutnya…

    Menyoal ambisi Israel, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi juga pernah menyatakan pandangan serupa.

    Retno mengatakan apa yang terjadi di Gaza adalah kelanjutan tindakan Israel yang ingin menghilangkan Palestina.

    “Apa yang terjadi di Gaza bukan hanya terjadi sekarang ini, namun sebuah kelanjutan dari ketidakadilan terhadap Palestina, sebuah kelanjutan dari pendudukan ilegal Israel, dan kelanjutan dari keinginan Israel untuk menghilangkan Palestina,” kata Retno saat konferensi pers virtual pada 23 November.

    Di kesempatan terpisah, Yon juga menyebut agresi Israel sejak 7 Oktober memang untuk melanjutkan aneksasi yang pernah dilakukan sebelumnya.

    Israel sempat menduduki Gaza pada 1967 hingga 2005. Kemudian pada 2006, Hamas menguasai wilayah itu usai menang dalam pemilihan umum (Pemilu) Palestina.

    Sejak 2006 hingga sekarang, Hamas menguasai daerah kantong tersebut.

    “[Israel] melakukan serangan dan ingin mengosongkan Gaza. Dari situ, Israel bisa menduduki kembali wilayah Gaza,” ujar Yon pada 23 November.

    Tak lama setelah meluncurkan agresi, Israel mengepung total Gaza.

    Sejalan dengan agresi ini, Eks Menteri Dalam Negeri Israel Ayalet Shaked mengungkapkan solusi krisis di Gaza yakni mengusir dua juta warga dari daerah kantong itu.

    Dia mengatakan negara-negara lain harus menerima pengungsi dari Gaza.

    “Kami perlu dua juta orang untuk meninggalkan Gaza. Itulah solusi untuk Gaza,” kata Shaked pada Rabu, dikutip Middle East Eye.

    Melihat kekejaman Israel di Gaza, profesor hubungan internasional St. Antony College di Oxford, Avi Shlaim, mengatakan pemerintahan Zionis lebih memilih tanah daripada perdamaian.

    Shlaim menganggap upaya perdamaian tak bisa sejalan dengan aksi pendudukan, sementara Israel terus memperluas okupasinya.

    “Israel melalui tindakannya telah menunjukkan bahwa mereka tak tertarik punya mitra perdamaian dengan Palestina karena mereka ingin mempertahankan kendali atas wilayah tersebut,” ungkap dia pada akhir Oktober lalu, dikutip The Wire.

    Untuk mewujudkan solusi damai di Palestina pihak-pihak terkait harus saling bernegosiasi. Palestina sementara itu dikuasai dua entitas yang berbeda yakni Hamas di Gaza dan pimpinan Mahmoud Abbas di Tepi Barat.

    Namun, menurut Shlaim, Israel menolak Hamas sebagai salah satu mitra damai sekaligus penguasa Gaza.

    Israel keberatan terkait narasi yang beredar jika ingin berdamai dengan Palestina maka harus bernegosiasi dengan Hamas.

    Jika mereka bernegosiasi artinya semua pihak mengakui solusi politik sebagai upaya damai konflik di Palestina. Ini berarti, Israel juga mengakui dan menganggap Hamas punya daya tawar yang sama.

    Israel, kata Shlaim, lalu memilih solusi militer untuk menyelesaikan konflik di Palestina.

    “Apa yang kita saksikan hari ini, hari demi hari, di Gaza adalah Israel bergerak menuju pembersihan etnis dan genosida,” ucap Shlaim.

  • AS Umumkan Larangan Visa Warga Israel Imbas Kekerasan di Tepi Barat

    AS Umumkan Larangan Visa Warga Israel Imbas Kekerasan di Tepi Barat

    Jakarta, CNN Indonesia

    Amerika Serikat pada Selasa (5/12) mengatakan akan menolak visa bagi ekstremis Israel yang menyerang warga Palestina di Tepi Barat selama memanasnya konflik di Gaza dalam beberapa bulan terakhir.

    Penolakan itu menjadi langkah sekaligus sanksi yang jarang dilakukan AS terhadap Israel, terutama saat Presiden Joe Biden mendorong sekutu AS tersebut untuk melindungi warga sipil tetapi juga menjanjikan dukungan yang kuat.

    Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan Amerika Serikat akan menolak masuk siapa pun yang terlibat dalam perusakan perdamaian, keamanan atau stabilitas di Tepi Barat.

    Pernyataan itu menambahkan bahwa anggota keluarga dekat juga mungkin terkena pembatasan tersebut.

    “Hari ini, saya mengumumkan kebijakan pembatasan visa baru yang menargetkan individu dan anggota keluarga mereka yang terlibat atau berkontribusi secara signifikan terhadap tindakan yang merusak perdamaian, keamanan, dan stabilitas di Tepi Barat,” cuit Blinken.

    Larangan masuk, seperti diberitakan AFP, juga berlaku bagi mereka yang dinilai terlalu membatasi akses warga sipil terhadap layanan penting dan kebutuhan dasar.

    “Kami telah menggarisbawahi kepada pemerintah Israel perlunya berbuat lebih banyak untuk meminta pertanggungjawaban para pemukim ekstremis yang melakukan serangan kekerasan terhadap warga Palestina di Tepi Barat,” kata Blinken.

    “Seperti yang telah berulang kali dikatakan oleh Presiden Biden, serangan-serangan itu tidak dapat diterima,” Blinken menegaskan.

    Blinken menggarisbawahi bahwa Israel tidak berbuat cukup untuk menghentikan kekerasan pemukim di Tepi Barat yang diduduki, yang menurut kelompok hak asasi manusia kekerasan meningkat di tengah agresi militer Israel.

    “Ketidakstabilan di Tepi Barat merugikan rakyat Israel dan Palestina serta mengancam kepentingan keamanan nasional Israel. Mereka yang bertanggung jawab harus bertanggung jawab.”

    [Gambas:Twitter]

    Blinken tidak secara terbuka mengidentifikasi siapa saja yang akan ditolak visanya. Namun, pembatasan memasuki Amerika Serikat itu tidak akan berlaku bagi pemukim ekstremis yang merupakan warga negara AS.

    Al Jazeera memberitakan Blinken turut menambahkan bahwa Washington juga akan “terus melibatkan Otoritas Palestina untuk memperjelas bahwa mereka harus berbuat lebih banyak untuk mengekang serangan Palestina terhadap Israel.”

    Lebih dari 250 warga Palestina telah dibunuh tentara dan pemukim Israel di Tepi Barat, menurut penghitungan pemerintah Palestina, sejak serangan Hamas pada 7 Oktober memicu perang baru dengan Israel.

    Hamas menguasai Jalur Gaza, bukan Tepi Barat, dan warga Palestina mengeluhkan impunitas atas serangan dan pelecehan yang terjadi di sana.

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berkoalisi dengan partai-partai sayap kanan yang sangat mendukung pemukiman Yahudi di tanah yang disita pada 1967, sebuah konstruksi yang dianggap ilegal menurut hukum internasional.

    (tim/chri)

  • PBB: Tak Ada Tempat Aman di Gaza Bagi Warga Palestina

    PBB: Tak Ada Tempat Aman di Gaza Bagi Warga Palestina

    Jakarta, CNN Indonesia

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut tak ada tempat aman di Gaza bagi warga Palestina, gegara gempuran Israel sejak Senin (4/12) atau setelah gencatan senjata berakhir.

    Juru bicara Sekjen PBB, Stephane Dujarric, menilai “tak ada tempat aman” bagi warga Palestina untuk mengungsi.

    Militer Israel mengusir warga dari utara karena akan memperluas operasi di Gaza selatan.

    Wilayah selatan padahal menjadi tujuan warga Gaza utara saat Israel mengusir mereka pada November lalu. Kini, kondisi Gaza utara hancur lebur.

    Sejumlah pengamat bahkan ragu tempat itu bisa dihuni kembali oleh masyarakat.

    Dujarric juga mengatakan PBB “sangat khawatir”dengan pertempuran terbaru Israel dan Hamas usai gencatan senjata berakhir.

    Israel dan Hamas sempat sepakat gencatan senjata selama empat hari yang dimulai pada 24 November. Kesepakatan ini kemudian diperpanjang beberapa kali hingga berakhir pada 30 November.

    Usai berakhir, Israel langsung menggempur besar-besaran Gaza di utara dan selatan.

    Dujarric mengimbau agar Israel menghindari tindakan berlebih di Gaza, tanpa menyebut hentikan agresi mereka.

    “PBB terus menghimbau ke Pasukan Israel untuk menghindari tindakan lebih lanjut yang akan memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah sangat buruk di Gaza,” kata dia, dikutip Middle East Eye.

    PBB, kata dia, juga khawatir dengan kekerasan yang meningkat di Tepi Barat.

    Israel melancarkan agresi sejak 7 Oktober. Selama operasi, mereka menyerang warga dan objek sipil. Hingga kini, total korban imbas serangan Israel mencapai 16.000 jiwa.

    (isa/dna)

    [Gambas:Video CNN]

  • Cerita Pasien Kanker Gaza di Ambang Kematian Gegara Agresi Israel

    Cerita Pasien Kanker Gaza di Ambang Kematian Gegara Agresi Israel

    Jakarta, CNN Indonesia

    Nasib sebagian besar pasien kanker di Palestina semakin berada di ambang akhir gegara agresi Israel ke Jalur Gaza 7 Oktober lalu.

    Selama agresinya berlangsung, Israel mengepung Jalur Gaza dan menggempur wilayah itu tanpa ampun, termasuk membombardir kamp pengungsi, sekolah, hingga rumah sakit.

    Hal ini menyebabkan sebagian besar rumah sakit di Jalur Gaza lumpuh dan tidak bisa membuka layanan medis secara menyeluruh, termasuk perawatan untuk pasien kanker.

    Salah satu pasien kanker di Gaza yang terdampak agresi Israel, Ahmed Al Yaqoubi (28) menceritakan kesulitannya mendapat perawatan sejak agresi Israel berlangsung. Al Yaqoubi didiagnosa kanker darah pada Februari 2021 lalu.

    Sebelum agresi Israel ke Gaza berlangsung, Al Yaqoubi mengaku sudah kesulitan mendapat perawatan lantaran kanker yang dideritanya sangat langka dan tidak semua rumah sakit di Gaza memiliki pengobatan yang diperlukannya.

    “Setelah menjalani biopsi dan menjalani tes komprehensif, jelas bahwa jenis leukemia yang saya derita adalah MDS [sindrom myelodysplastic], bentuk leukemia langka yang memerlukan transplantasi sumsum,” kata Yaqoubi kepada Middle East Eye.

    Sejak saat itu, Yaqoubi berpindah-pindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit yang lain.

    Ia sempat dirawat di Rumah Sakit Al Rantisi di Gaza. Karena kondisi dia kian parah, Yaqoubi dibawa ke RS di An Najah, Nablus, Tepi Barat.

    Namun, agresi Israel ke Gaza membuat Yaqoubi tak lagi bisa mendapat perawatan. Kondisi semacam itu bisa berdampak ke peluang hidup dia.

    “Ini menjadi bencana besar sejak agresi Israel di Gaza dimulai. Obat yang saya minum untuk menghilangkan rasa sakit dan mencegah sistem kekebalan menyerang seluruh tubuh saya telah berhenti,” kata Yaqoubi.

    Yaqoubi bercerita karena terus memburuk dia perlu diperiksa di rumah sakit di Tepi Barat satu atau dua kali dalam sebulan.

    “Sistem saraf saya mulai memburuk sepenuhnya, menyebabkan rasa sakit yang parah pada saraf di mata dan di seluruh tubuh saya,” ungkap dia.

    Tanpa obat penghilang rasa sakit, Yaqoubi sulit tidur barang cuma satu jam di malam hari.

    Sejak agresi, setidaknya 26 rumah sakit di Gaza tak bisa beroperasi karena berbagai macam. Beberapa di antaranya rusak karena serangan Israel atau kehabisan bahan bakar minyak (BBM).

    Agresi Israel juga memperburuk peluang warga Gaza mendapatkan pengobatan, bahkan di kondisi kritis.

    Pihak berwenang Israel menyadari kondisi Yaqoubi. Namun, di tengah agresi, sulit mendapat perawatan yang intensif dan harus melewati pemeriksaan yang rumit.

    Yaqoubi bercerita sempat akan dibawa ke Tel Aviv untuk perawatan lebih lanjut. Namun, dia tertahan lebih dari empat jam di pos pemeriksaan Qalandiya, dekat Ramallah.

    “Saya saat itu betul-betul lelah dan haus, dan muncul masalah soal izin transit saya dari Nablus ke Tel Aviv,” ujar dia.

    Yaqoubi kemudian berkata, “Penantian yang sangat melelahkan, dan saya hampir tidak bisa bernapas.”

    Dia sempat terpapar Covid-19 pada 2021. Usai puluh, Yaqoubi perlu menjalani transplantasi sum-sum.

    (isa/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Korban Tewas Agresi Israel ke Palestina Tembus 16 Ribu Jiwa

    Korban Tewas Agresi Israel ke Palestina Tembus 16 Ribu Jiwa

    Jakarta, CNN Indonesia

    Korban tewas akibat agresi Israel ke Palestina sejak 7 Oktober lalu tembus 16.159 ribu jiwa per Selasa (5/12).

    Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan sebanyak 15.899 orang tewas akibat agresi Israel di wilayah itu. Sementara itu, sebanyak 42 ribu warga Palestina lainnya terluka akibat gempuran Israel ini.

    Dikutip Al Jazeera, selain di Gaza, korban tewas akibat serangan Israel di Tepi Barat Palestina dalam periode yang sama juga telah menewaskan 26 orang dan melukai 3.356 orang.

    Sebagian besar dari belasan ribu korban jiwa ini merupakan anak-anak dan perempuan.

    Lonjakan korban jiwa ini terjadi kala Israel kembali melancarkan agresinya ke Gaza usai gencatan senjata berakhir.

    Alih-alih meredam gempuran, Israel kembali melancarkan serangan membabi buta ke Jalur Gaza, terutama wilayah di selatan Gaza.

    Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant bahkan mengatakan wilayah Gaza Selatan akan bernasib sama seperti Gaza Utara, bahkan akan lebih buruk lagi.

    Israel juga telah mewanti-wanti warga Palestina agar tidak kembali ke Gaza Selatan kalau tak ingin jadi sasaran gempuran.

    Juru bicara militer Israel, Daniel Hagari, mengatakan bahwa pasukannya “memperluas operasi darat untuk memberangus benteng Hamas di seluruh Jalur Gaza.”

    “Pasukan kami bertekad melakukan hal ini di mana pun kami perlukan, di Shajaiya, Jabalia, dan di mana pun terdapat benteng (Hamas),” ucap Hagari.

    Pada Senin (4/12), militer Israel menegaskan lagi perintah untuk warga Palestina agar segera meninggalkan Gaza selatan, terutama Khan Younis, kota terbesar di wilayah itu.

    Dikutip The New York Times, militer Israel juga memerintahkan warga Palestina yang ada di Gaza selatan mengungsi ke kamp-kamp perlindungan jauh di selatan Rafah, dekat perbatasan Mesir.

    (rds/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Kenapa Gaza Disebut Seperti Penjara Terbesar di Dunia Gegara Israel?

    Kenapa Gaza Disebut Seperti Penjara Terbesar di Dunia Gegara Israel?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kondisi di Jalur Gaza kian memprihatinkan dengan gempuran agresi Israel yang tidak kunjung selesai.

    Kesepakatan gencatan selama beberapa hari hanya menunda penderitaan warga Gaza sesaat.

    Militer Israel kini kembali memperluas serangan daratnya di Gaza selatan yang menewaskan 700 warga menurut laporan pejabat Palestina, dikutip dari Al Jazeera.

    Penderitaan yang dialami warga Gaza sudah terjadi sejak lampau, tetapi semakin parah sejak Israel menduduki wilayah tersebut.

    Gaza disebut sebagai ‘penjara terbesar di dunia’ karena blokade-blokade yang diciptakan Israel.

    Wakil Presiden Republik Indonesia Ma’ruf Amin juga mengutarakan hal yang sama bahwa Gaza sudah seperti penjara raksasa bagi warga Palestina yang dikepung blokade Israel.

    “Mereka mengatakan Hamas itu teroris. Saya bilang bahwa mereka tidak tahu, bahwa orang Palestina sudah lama dijajah oleh Israel. Karena itu orang mengatakan Palestina itu adalah penjara terbesar di dunia itu,” kata Ma’ruf di pembukaan Mukernas MUI, Hotel Mercure Ancol Jakarta.

    Ma’ruf menganggap bila warga Palestina melakukannya perlawanan, maka sebenarnya mereka sedang melakukan pembebasan. Bukan sebaliknya juga upaya mereka diartikan sebagai pemberontakan.

    “Tapi bagaimana dia melepaskan diri dari kekejaman selama berpuluh tahun itu,” kata dia.

    Gaza mulai bergejolak ketika Israel mendeklarasikan kemerdekaannya Tahun 1948 dan puluhan ribu pengungsi Palestina melarikan diri ke sana untuk mencari perlindungan dari perang Arab-Israel, dikutip dari The Sunday Guardian.

    Perjanjian Gencatan Senjata Israel pada Februari 1949 membagi dan menetapkan pembatas antara Jalur Gaza, Mesir, dan Israel.

    Tercetusnya Perang Enam Hari pada Juni 1967 membuat Israel melakukan pendudukan jangka panjang di Gaza. Israel memaksa warga Palestina untuk meninggalkan Gaza menuju Tepi Barat, Mesir, Yordania, bahkan Amerika.

    Walaupun Hamas berhasil menguasai Gaza dengan memenangkan pemilu 2006, Israel tetap memegang kendali atas perbatasan darat, laut, dan udara di Jalur Gaza dengan membangun pagar tinggi yang terkenal kejam. Kekuasaan Hamas justru membuat Israel mengambil langkah politik di tingkat berikutnya.

    Dilansir dari Middle East Research and Project, rencana membangun kembali Gaza dalam konferensi donor di Kairo 2014 sebenarnya untuk memperketat sistem kontrol terhadap warga Palestina dan menempatkan aktor kemanusiaan dalam posisi menerapkan blokade yang diperketat Israel.

    Lebih dari 2,3 juta warga Gaza hidup di wilayah dengan panjang hanya 41 kilometer dan lebar 12km pada 2021. Besarnya populasi ini, menggambarkan kondisi Gaza seperti penjara pada umumnya yang kelebihan kapasitas. Gaza disebut sebagai kota dengan populasi penduduk terpadat di dunia.

    Setiap perbatasan Gaza dikelilingi oleh pagar yang sulit ditembus dengan sensor setiap beberapa meter. Gaza berbatasan dengan Mesir di selatan dan Laut Mediterania di Barat. Israel berusaha mengepung Gaza dari berbagai sisi dan menutupnya dari dunia luar.

    Bersambung ke halaman berikutnya…

    Gaza digambarkan sebagai penjara terbuka karena tidak seorang pun bisa keluar atau masuk Gaza. Bahkan warga Palestina juga tidak bisa mengunjungi Gaza.

    Berbagai upaya impor dan ekspor berusaha dihalangi oleh Israel yang akhirnya memaksa industri untuk tutup.

    Nelayan sulit mendapatkan tangkapan karena daerah teritorial yang sangat dibatasi. Suplai bahan bakar dan listrik membuat kesulitan untuk menjalankan transportasi.

    Persedian obat-obatan dan peralatan medis yang menjadi kebutuhan penting masyarakat juga dibatasi.

    Dikutip dari The Guardian, militer Israel pernah menerapkan perhitungan kalori bagi warga Palestina selama penerapan blokade antara 2007 dan pertengahan 2010.

    Penghitungan kalori ini diduga untuk membatasi pasokan makanan warga Palestina demi menekan Hamas. Pada puncak blokade, Israel juga menetapkan daftar makanan yang diizinkan dan dilarang di Gaza.

    [Gambas:Infografis CNN]

    “Bukti bahwa blokade Gaza direncanakan dan sasarannya bukanlah Hamas atau pemerintah, seperti yang selalu diklaim oleh pendudukan. Blokade ini menargetkan semua umat manusia, dokumen ini harus digunakan untuk mengadili pendudukan (Israel) atas kejahatan mereka terhadap kemanusiaan di Gaza,” ungkap Fawzi Barhoum, juru bicara Hamas.

    Gaza yang sengaja dimiskinkan

    Saat ini, Gaza menjadi kota dengan tingkat pengangguran tertinggi di dunia dengan lebih dari 50 persen penduduknya hidup dalam jurang kemiskinan.

    Kondisi ini disebut sebagai bagian dari upaya Israel memiskinkan orang-orang di Gaza.

    Pada 2012, Perserikatan Bangsa-Bangsa memperingatkan bahwa Jalur Gaza bisa menjadi tempat “tidak dapat dihuni” pada 2020 jika tren ekonomi yang buruk terus berlanjut, dilansir dari UN News.

    Kenyataanya setiap tahun serbuan Israel ke Gaza semakin parah yang mengakibatkan tewasnya puluhan ribu warga sipil dan puluhan ribu rumah rusak.

    Masyarakat Gaza sampai membuat terowongan untuk bisa mendapatkan bantuan kebutuhan mendesak dari Mesir. Namun, banjir bandang di Mesir pada 2015 menghancurkan terowongan tersebut.

    Pemompaan air asin yang dilakukan Mesir dari Mediterania ke dalam terowongan membuat air naik ke permukaan, mencemari air, mengancam lahan pertanian, dan menyebarkan penyakit.

    “Kami menghormati tetangga kami, kami mencintai Mesir, tapi tetangga kami membuat hidup kami lebih sulit,” ungkap Mahmoud Bakeer, berusia 61 tahun, warga Gaza, dilansir dari Reuters.

    Kini, setengah dari populasi Gaza adalah anak-anak yang hidupnya berada di bawah tekanan blokade.

    Mereka tidak pernah menjalani hari yang penuh dengan pasokan listrik. Hampir setiap hari mereka mendapat ancaman bom tanpa tahu tempat yang aman untuk berlindung. Mereka yang paling merasakan hidup di dalam penjara terbuka terbesar di dunia.

  • Israel Paksa Warga Palestina Bongkar Rumah Sendiri di Yerusalem Timur

    Israel Paksa Warga Palestina Bongkar Rumah Sendiri di Yerusalem Timur

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pasukan Israel disebut memerintahkan seorang warga Palestina untuk menghancurkan rumahnya sendiri di dekat Yerusalem Timur.

    Dilansir Al Jazeera, warga Sur Baher bernama Ayman Awad mengaku kehilangan rumahnya pada Minggu (3/12) kemarin.

    Warga setempat mengatakan pihak berwenang Israel memberinya ultimatum untuk merobohkan rumahnya sendiri. Jika menolak, Israel mengancam akan menghancurkan rumah tersebut.

    Media Palestina Wafa mengatakan warga tersebut juga diminta membayar biaya yang mahal, jika memilih opsi terakhir.

    Warga Palestina di Yerusalem Timur sering kali diancam dengan pembongkaran rumah oleh Israel, karena dianggap membangun tanpa izin.

    Tahun ini pihak berwenang Israel telah menghancurkan lebih dari 600 rumah di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki, dengan dalih tersebut.

    Sampai saat ini, pasukan Israel masih terus memperluas serbuan darat di seluruh wilayah Jalur Gaza.

    Juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (International Defense Forces/IDF) menyebut pihaknya memperluas operasi militer di Gaza, untuk menumpas kelompok Hamas.

    “IDF melanjutkan dan memperluas operasi darat terhadap kelompok Hamas di seluruh Jalur Gaza,” kata Hagari seperti dikutip CNN, Minggu (3/12).

    Sejak agresi Israel dilanjutkan usai gencatan senjata berakhir pada Jumat (1/12) lalu, pasukan militer Israel mulai menggempur lagi Gaza habis-habisan.

    Kali ini serangan bukan cuma menyasar utara Gaza, namun mulai beralih ke wilayah selatan terutama di kota Khan Younis.

    (dna/dna)

    [Gambas:Video CNN]