Negara: Tepi Barat

  • Pria Bersenjata Tembaki Bus Sekolah di Tepi Barat, 3 Orang Luka-luka

    Pria Bersenjata Tembaki Bus Sekolah di Tepi Barat, 3 Orang Luka-luka

    Jakarta

    Aksi penembakan terhadap sebuah bus sekolah terjadi di dekat kota Jericho di Tepi Barat yang diduduki Israel. Petugas medis dan militer Israel mengatakan bahwa tiga orang termasuk seorang anak laki-laki terluka dalam serangan pada hari Kamis (28/3) tersebut.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (28/3/2024), militer Israel mengatakan, setelah adanya laporan bahwa seorang militan melepaskan tembakan ke arah “sejumlah kendaraan”, tentara-tentara Israel dikirim ke tempat kejadian di dekat kota Al-Auja. Militer menambahkan bahwa tentara sedang mengejar tersangka.

    Militer Israel membenarkan bahwa sebuah bus sekolah menjadi sasaran penembakan.

    Seorang pria berusia 30 tahun berada dalam kondisi serius dengan luka tembak, sementara seorang pria berusia 21 tahun mengalami luka ringan dan seorang anak laki-laki berusia 13 tahun menderita luka pecahan peluru, kata layanan darurat.

    Radio publik Israel mengatakan pria bersenjata yang bertopeng itu mulai menembaki mobil-mobil Israel sekitar pukul 07.00 waktu setempat, mengenai mobil dan bus sekolah.

    Kekerasan telah meningkat di Tepi Barat sejak dimulainya perang antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza pada bulan Oktober. Perang dimulai dengan serangan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober, yang menyebabkan sekitar 1.160 orang tewas.

    Lebih dari 440 warga Palestina telah dibunuh oleh pasukan Israel atau pemukim Israel di Tepi Barat sejak perang pecah, menurut Otoritas Palestina, yang memiliki sebagian kendali administratif di Tepi Barat.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Warga Arab di Israel Hidup dalam Tekanan dan Harapan

    Warga Arab di Israel Hidup dalam Tekanan dan Harapan

    Jakarta

    Issa Fayed adalah pemilik sebuah bengkel mobil di Haifa, sebuah kota di pesisir Mediterania Israel. Dia merupakan warga Arab Israel, atau menurut penuturan Fayed sendiri, ia adalah warga Palestina yang tinggal di Israel.

    Setelah serangan balasan Israel ke Gaza imbas dari serangan Hamas pada 7 Oktober lalu, Fayed mengunggah sebuah video di akun Instagram-nya, dengan mengatakan bahwa warga Palestina di Israel tidak memiliki kebebasan berbicara.

    “Saya mengatakan bahwa pandangan warga Palestina dan Arab juga penting, dan ini akan tetap menjadi masalah jika mereka [pihak berwenang Israel] menangkap kami,” katanya kepada DW.

    Akibat unggahan video tersebut, Fayed ditangkap oleh pihak berwenang Israel pada 13 Oktober atas tuduhan menghasut terorisme. Namun, tidak ada dakwaan yang dijatuhkan kepadanya, sehingga Fayed dibebaskan setelah beberapa hari. Kisah Fayed ini mencerminkan kehidupan warga Arab Israel lainnya dalam situasi serupa.

    Fayed mengatakan, sejak penangkapannya pada Oktober lalu, dia memilih untuk menyensor sendiri unggahannya di media sosial miliknya. “Sebelum perang, saya tahu bahwa kami adalah warga negara kelas dua. Kini, rasanya seperti kami hidup di bawah penjajahan,” ungkapnya.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    LSM Israel temukan ratusan kasus penangkapan serupa

    Bagi kebanyakan dari sekitar 2 juta warga Arab Israel, perang Israel-Hamas yang masih berlangsung, membuat hubungan kedua pihak yang secara historis sudah rumit dengan negara Israel, juga menjadi semakin sulit untuk dijalani.

    Setelah serangan Hamas, yang diklasifikasikan sebagai kelompok teror oleh Jerman, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, sejumlah warga negara Palestina di Israel mengatakan, mereka telah menghadapi berbagai upaya pembatasan, termasuk penangkapan dan dikeluarkan dari studi akademis mereka, sebagai tanggapan atas unggahan di media sosial tentang perang dan situasi di Gaza.

    “Adalah” sebuah LSM Israel yang mengadvokasi hak-hak hukum kaum minoritas Arab di Israel, melakukan berbagai penelusuran, terkait penyelidikan dan penangkapan yang muncul akibat “penentangan terhadap penargetan warga sipil di Gaza, ungkapan simpati terhadap rakyat Palestina di Gaza, penentangan terhadap hukuman kolektif dan kejahatan perang, serta penyebaran berita mengenai Gaza.”

    Menurut Direktur Hukum Adalah, Suhad Bishara, ratusan warga Palestina di Israel telah ditangkap akibat unggahan mereka di media sosial. Kasus ini masuk dalam kategori kebebasan berbicara dan nyaris sepenuhnya menyasar warga Arab Israel, katanya kepada DW.

    “Kami melihat adanya kemunduran yang cukup drastis dalam kebijakan pemerintah, yang didasarkan pada asumsi yang rasis dan penegakan hukum yang selektif,” ujarnya. ” Kebijakan ini tidak memiliki dasar hukum.”

    Menurut Bishara, pihak berwenang dan politisi Israel menyamaratakan setiap bentuk solidaritas terhadap Gaza yang dilakukan oleh minoritas Arab Israel itu sebagai dukungan terhadap aksi terorisme.

    “Ada proses dehumanisasi terhadap seluruh warga Gaza dalam politik Israel,” katanya.

    Warga Arab Israel mengkhawatirkan masa depan dan kehidupan mereka

    Fayed sepakat dengan sentimen tersebut, dan mengatakan ada standar ganda bagi warga Arab dan Yahudi yang menyuarakan solidaritas mereka untuk warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat.

    “Jika Anda seorang Yahudi, Anda adalah seorang aktivis sayap kiri,” kata Fayed. “Jika Anda orang Arab, Anda adalah pendukung teroris.”

    Baru-baru ini, sebuah jajak pendapat oleh Institut Demokrasi Israel menunjukkan bahwa apa yang dirasakan Fayed juga dirasakan oleh banyak warga Arab di Israel. Survei pada Desember 2023 menunjukkan, 71% warga Arab yang tinggal di Israel khawatir untuk menyuarakan pandangan mereka di media sosial.

    “Agaknya, hal ini disebabkan oleh fakta bahwa sejak pecahnya perang, telah terjadi peningkatan dalam jumlah pengaduan yang diajukan atau pun tuntutan yang diajukan oleh lembaga penegak hukum atas pelanggaran penghasutan,” tulis survei tersebut.

    Survei ini juga menemukan fakta bahwa 84% responden khawatir akan keselamatan fisik mereka, sementara 86% khawatir akan keamanan ekonomi mereka.

    Setelah unggahan di Facebook mengenai penangkapannya, Fayed mengatakan toko miliknya mengalami vandalisme dengan grafiti, misalnya “kematian bagi orang Arab.” Tak hanya itu, pendapatan dari bisnis bengkel mobilnya juga turun 90%, karena banyak kliennya yang warga Yahudi memboikot bisnisnya.

    Harapan untuk hidup berdampingan secara damai

    Saat ini, kesenjangan antara populasi Yahudi Israel dan populasi Arab sangat lebar. Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh ahli statistik Israel, Mano Geva, pada Januari menunjukkan hanya 34% populasi Yahudi Israel yang mengatakan mereka percaya kepada warga Arab di negara itu. Sementara, lebih dari 60% mengatakan, mereka tidak setuju jika partai Arab menjadi bagian dari koalisi pemerintah Israel.

    Terlepas dari situasi sulit imbas perang Israel-Hamas, beberapa kelompok masih berusaha untuk bertahan bahkan memperkuat ikatan yang rumit antara orang Yahudi dan Arab di Israel. Salah satu kelompok itu adalah “Standing Together”, sebuah inisiatif yang dilakukan oleh warga Arab dan Yahudi untuk memperjuangkan kesetaraan dalam masyarakat Israel.

    Kelompok “Standing Together” mengumpulkan banyak bahan makanan untuk warga Palestina di Gaza. Barang-barang yang disumbangkan itu diangkut masuk ke Gaza dengan konvoi mobil yang berangkat dari beberapa kota di Israel dan berkendara menuju pintu penyeberangan perbatasan Kerem Shalom di Israel selatan.

    Meskipun kelompok semacam ini sering dipandang negatif oleh sebagian besar masyarakat sayap kanan Israel, Fayed percaya bahwa tidak ada pilihan lain bagi orang Yahudi dan Arab selain bekerja sama.

    “Anda tidak dapat hidup, tanpa harapan untuk hidup bersama,” katanya.

    (kp/rs/as)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Israel Sita 800 Hektar Tanah di Tepi Barat, Arab Saudi Kutuk Keras!

    Israel Sita 800 Hektar Tanah di Tepi Barat, Arab Saudi Kutuk Keras!

    Jakarta

    Pemerintah Arab Saudi mengutuk keras keputusan Israel menyita 800 hektar tanah di wilayah Tepi Barat yang diduduki.

    Dilansir Al Arabiya, Rabu (27/3/2024), kerajaan Arab Saudi “mengutuk keras pengumuman pendudukan Israel, dan menekankan bahwa tindakan tersebut melanggar hukum internasional dan resolusi yang relevan,” kata Kementerian Luar Negeri Saudi dalam sebuah pernyataan seperti dilaporkan kantor berita resmi Saudi Press Agency (SPA).

    “Tindakan Israel tersebut merusak peluang perdamaian yang adil dan berkelanjutan berdasarkan solusi dua negara,” imbuh kementerian dalam pernyataannya.

    Pemerintah Arab Saudi juga meminta komunitas internasional untuk menghentikan pelanggaran sistematis yang dilakukan para pemukim Israel dan memastikan kembalinya tanah Palestina yang disita.

    Pekan lalu, otoritas Israel mengumumkan penyitaan 800 hektar tanah di Tepi Barat yang diduduki, yang oleh para aktivis disebut sebagai tindakan penyitaan terbesar dalam beberapa dekade.

    “Meskipun ada orang-orang di Israel dan dunia yang berusaha melemahkan hak kami atas wilayah Yudea dan Samaria dan negara secara umum, kami mempromosikan permukiman melalui kerja keras dan dengan cara yang strategis di seluruh negeri,” kata Menteri Keuangan Israel Bezalel kata Smotrich, menggunakan istilah Israel untuk Tepi Barat.

    Israel merebut Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza dalam perang Arab-Israel tahun 1967.

    Permukiman di wilayah Palestina adalah ilegal menurut hukum internasional.

    Kepala hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah melaporkan percepatan drastis pembangunan permukiman ilegal sejak perang Israel di Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, dan mengatakan hal ini berisiko menghilangkan kemungkinan terbentuknya negara Palestina yang layak.

    Pengumuman Israel ini disampaikan seiring Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken tiba di Israel untuk melakukan pembicaraan mengenai perang Gaza. Blinken sebelumnya menyebut perluasan permukiman sebagai “kontraproduktif untuk mencapai perdamaian abadi” dengan Palestina.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Militer Israel Gempur Kamp Jenin di Tepi Barat, 3 Orang Tewas

    Militer Israel Gempur Kamp Jenin di Tepi Barat, 3 Orang Tewas

    Tepi Barat

    Serangan udara Israel menghantam kamp pengungsi Jenin di wilayah Tepi Barat bagian utara pada Rabu (27/3) waktu setempat. Sedikitnya tiga warga Palestina tewas dalam serangan tersebut.

    Seperti dilansir kantor berita Anadolu Agency, Rabu (27/3/2024), Kementerian Kesehatan Palestina dalam pernyataannya menyebut tiga warga Palestina menjadi martir dan empat orang lainnya mengalami luka-luka akibat “agresi pendudukan (Israel) di Jenin”.

    Sejumlah saksi mata mengatakan kepada Anadolu bahwa serangan drone bersenjata dari militer Israel menghantam area Al-Damj di kompleks kamp pengungsi Jenin.

    Disebutkan juga bahwa pasukan Israel, yang dikawal oleh buldoser, menyerbu Jenin dan kota-kota di sekitarnya seperti Qabatiya dan Burqin.

    Pasukan Israel itu melakukan penghancuran terhadap infrastruktur yang ada di wilayah tersebut.

    Menurut saksi mata, yang dikutip Anadolu, pasukan Israel juga menangkap setidaknya tiga warga Palestina dari Jenin, sebelum mundur dari area tersebut setelah operasi militer berlangsung selama 9 jam di sana.

    Bentrokan juga dilaporkan terjadi antara tentara Israel dan sekelompok warga Palestina di Qabatiya, yang membuat tiga warga Palestina mengalami luka-luka.

    Kematian-kematian itu menambah jumlah warga Palestina yang tewas dalam rentetan tindak kekerasan yang semakin meningkat di wilayah Tepi Barat, sejak perang berkecamuk antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu.

    Dalam lima bulan terakhir, dilaporkan sedikitnya 453 warga Palestina tewas, baik dibunuh oleh tentara Israel maupun oleh pemukim Yahudi, di wilayah Tepi Barat dan lebih dari 4.600 orang lainnya mengalami luka-luka.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Israel Gempur Tepi Barat, 5 Orang Termasuk Komandan Jihad Islam Tewas

    Israel Gempur Tepi Barat, 5 Orang Termasuk Komandan Jihad Islam Tewas

    Tepi Barat

    Rentetan serangan udara dari militer Israel menghantam dua lokasi berbeda di wilayah Tepi Barat pada Rabu (20/3) sore dan Kamis (21/3) dini hari. Total sedikitnya lima orang, termasuk komandan Jihad Islam, tewas dalam serangan di area Jenin dan di area kamp pengungsi Nur Shams.

    Seperti dilansir Reuters dan AFP, Kamis (21/3/2024), serangan udara Israel menghantam area Jenin di Tepi Barat pada Rabu (20/3) sore waktu setempat. Serangan itu dilaporkan menewaskan sedikitnya tiga warga Palestina, termasuk seorang komandan Jihad Islam, dan melukai satu orang lainnya.

    Jenin selama ini diyakini menjadi markas kuat faksi bersenjata Palestina di Tepi Barat bagian utara.

    Serangan udara Israel pada Rabu (20/3) sore waktu setempat itu menghantam sebuah mobil yang berisi empat petempur Palestina di area Jenin, dengan dua orang di antaranya merupakan anggota senior kelompok Jihad Islam, sekutu Hamas.

    Ratusan orang, termasuk para pemuda yang menembakkan senapan otomatis ke udara, menghadiri pemakaman ketiga warga Palestina yang tewas dalam serangan Israel di Jenin tersebut pada Rabu (20/3) malam waktu setempat.

    Serangan udara Israel lainnya terjadi pada Kamis (21/3) dini hari waktu setempat, dengan militer Israel menyebut pasukannya melancarkan operasi di area kamp pengungsi Palestina di Nur Shams, yang berbatasan dengan kota Tulkarem di Tepi Barat bagian barat laut

    Sedikitnya dua warga Palestina, yang disebut memberikan “ancaman” bagi tentara Israel, tewas dalam serangan itu.

    Kementerian Kesehatan Otoritas Palestina, dalam pernyataan terpisah, melaporkan bahwa dua orang tewas akibat serangan Israel di kamp Nur Shams. Jenazah kedua korban tewas telah dievakuasi ke rumah sakit di Tulkarem.

    Tindak kekerasan semakin meningkat di Tepi Barat sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober lalu.

    Menurut Otoritas Palestina, setidaknya 430 warga Palestina tewas dibunuh oleh tentara Israel atau para pemukim Yahudi di Tepi Barat sejak perang dimulai dan ribuan orang lainnya ditangkap.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Presiden Palestina Tunjuk Mohammad Mustafa Jadi Perdana Menteri Baru

    Presiden Palestina Tunjuk Mohammad Mustafa Jadi Perdana Menteri Baru

    Jakarta

    Presiden Palestina Mahmud Abbas telah menunjuk Perdana Menteri baru pengganti Mohammad Shtayyeh yang mengundurkan diri. Mahmud Abbas menunjuk Mohammad Mustafa sebagai Perdana Menteri baru Palestina.

    Dilansir AFP, Jumat (15/3/2024), penunjukan Mustafa terjadi kurang dari tiga minggu setelah Mohammad Shtayyeh mengundurkan diri. Pria berusia 69 tahun itu kini menghadapi tugas membentuk pemerintahan baru untuk Otoritas Palestina, yang memiliki kekuasaan terbatas di beberapa wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel.

    Mustafa, yang belajar di Universitas George Washington di Washington, adalah anggota komite eksekutif independen Organisasi Pembebasan Palestina – yang didominasi oleh gerakan Fatah yang berkuasa.

    Ia pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri untuk urusan ekonomi, Dewan di Dana Investasi Palestina, dan bekerja di sejumlah posisi senior di Bank Dunia. Dia juga pernah menjadi penasihat pemerintah Kuwait dan dana kekayaan negara Arab Saudi, Dana Investasi Publik.

    Sebagai informasi, perang Gaza pecah setelah militan Hamas menyerang Israel selatan pada 7 Oktober 2023 lalu, yang mengakibatkan kematian sekitar 1.160 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP atas angka-angka Israel.

    Serangan balasan militer Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 31.341 orang. Kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan wilayah tersebut.

    (maa/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pilu Pasien Kanker Ditolak Lintasi Perbatasan Rafah Saat Akan Berobat

    Pilu Pasien Kanker Ditolak Lintasi Perbatasan Rafah Saat Akan Berobat

    Jakarta

    “Obat saya sudah habis. Saya sangat lelah. Saya hampir tidak bisa melihat depan saya. Kemoterapi saya sudah lama usai,” kata Siham.

    Perempuan berusia 62 tahun itu menderita leukemia. Sebelum perang pecah, dia dirawat di Rumah Sakit Persahabatan Palestina-Turki di Gaza tengah satu-satunya rumah sakit kanker di Jalur Gaza.

    Siham adalah satu dari sekitar 10.000 pasien kanker yang tidak bisa mendapatkan perawatan atau obat-obatan sejak rumah sakit ditutup pada pekan pertama November tahun lalu karena kurangnya bahan bakar.

    Seperti warga Palestina lainnya yang terlantar di Gaza PBB memperkirakan ada 1,7 juta orang Siham meninggalkan rumahnya di utara ketika pemukimannya terkena serangan udara.

    Ketika kami berbicara dengannya, ia sedang berlindung bersama putrinya, yang baru saja melahirkan bayinya, di sebuah sekolah di Rafah yang dikelola oleh badan PBB untuk pengungsi Palestina, yakni UNRWA.

    Siham sudah berusaha berbulan-bulan untuk keluar dari Gaza demi mendapat perawatan yang dapat menyelamatkan nyawanya, namun ia ditolak di perbatasan Rafah sebanyak lima kali sejak perang dimulai.

    Saat ini, perbatasan Rafah merupakan satu-satunya jalan keluar dari Gaza.

    ‘Apakah hidup kami tidak penting?’

    Mesir, Turki, Uni Emirat Arab dan Yordania telah berjanji untuk merawat ribuan pasien kanker seperti Siham, serta mereka yang terluka dalam perang.

    Adapun sebuah daftar berisi nama-nama orang yang diizinkan untuk pergi yang diterbitkan setiap harinya.

    Nama Siham pertama kali muncul dalam daftar yang diterbitkan pada 19 November untuk evakuasi ke Turki.

    Namun, ia ditolak oleh agen ketika dia tiba di perbatasan.

    Siham sudah kehabisan obat dan belum menerima perawatan sejak rumah sakit Persahabatan Palestina Turki tutup pada November lalu (BBC)

    “Mereka mengatakan utusan Turki belum tiba. Apakah hidup kami tidak sepenting kedatangan utusan Turki? Bagaimana seseorang bisa keluar? Atau apakah karena kami tidak memiliki orang dalam?” katanya.

    Agen perbatasan Palestina mengatakan bahwa karena utusan Turki tidak ada untuk menerima Siham, mereka tidak bisa membiarkannya keluar. Tetapi kami telah berbicara dengan orang-orang lain yang diperbolehkan melakukan perjalanan ke Turki pada hari itu.

    Mona Al Shorafi didiagnosis menderita kanker payudara tiga tahun lalu, dan menerima perawatan di Yerusalem sebelum 7 Oktober.

    Ia telah mengkoordinasikan inisiatif untuk memberikan dukungan psikologis bagi penderita kanker lainnya dan menunggu tiga hari lagi untuk sesi kemoterapi berikutnya ketika perang dimulai.

    “Kami harus meninggalkan rumah kami dan tinggal di tempat penampungan dan sekolah dengan banyak keluarga lain, dan kami sangat khawatir karena sistem kekebalan tubuh kami lemah,” katanya.

    Baca juga:

    Nama Mona ada di dalam daftar evakuasi yang sama dengan Siham pada 19 November. Ia diizinkan melewati perbatasan ke Mesir, dan naik pesawat ke Ankara bersama lebih dari 130 orang lainnya.

    Ia bahkan diizinkan untuk membawa dua putrinya yang masih kecil, meskipun setiap pasien hanya diizinkan secara resmi membawa satu pendamping.

    “Saya memutuskan jika mereka tidak memperbolehkan salah satu putri saya pergi, maka saya tidak akan keluar, saya tidak bisa meninggalkan mereka,” kata Mona.

    Sementara, suami Mona dan anak-anaknya masih tinggal di sebuah tenda di daerah Tal Al Sultan di Rafah.

    Otoritas perbatasan Palestina di Gaza tidak menanggapi pertanyaan kami tentang mengapa Siham tidak diperbolehkan untuk pergi.

    Kami telah berbicara dengan dua pasien kanker lainnya yang ditolak di perbatasan meskipun nama mereka tercantum di dalam daftar evakuasi.

    BBCMona Al Shorafi diperbolehkan membawa kedua putrinya ke Turki, di mana dia menerima perawatan untuk kanker payudara.

    Salah satu dari mereka, yang tidak ingin disebutkan namanya, memberi tahu kami bahwa dia juga seharusnya pergi pada 19 November, tetapi percaya bahwa dia ditolak karena pendampingnya adalah putranya yang masih kecil.

    Ia mengatakan otoritas perbatasan Palestina lebih memilih pendamping perempuan bagi pengungsi, untuk mengurangi kemungkinan bahwa mereka yang pergi bisa menjadi pejuang Hamas.

    Pasien lain, yang seharusnya dievakuasi ke Uni Emirat untuk perawatan pada Desember diberitahu di perbatasan bahwa para pejabat tidak dapat menemukan namanya.

    Dr Sobhi Skaik, Direktur Rumah Sakit Persahabatan Turki di Gaza, mengatakan kepada kami bahwa dari sekitar 10.000 pasien kanker Gaza, “hanya sekitar 3.800 nama telah diberi izin untuk meninggalkan Gaza untuk perawatan di luar negeri”.

    “Namun kenyataannya hanya sekitar 600 telah meninggalkan Jalur Gaza sejak awal perang, baik orang dewasa atau anak-anak “.

    Bagaimana cara kerja proses evakuasi?

    Kami telah berbicara dengan dokter di Gaza, pejabat kementerian kesehatan di Tepi Barat, dan diplomat Palestina di Mesir untuk lebih memahami proses evakuasi yang rumit.

    Seorang dokter atau rumah sakit di Gaza menominasikan pasien yang membutuhkan perawatan medis paling mendesak ke kementerian kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza.

    Nama-nama itu kemudian dikirim ke pihak pemerintah Mesir, yang melakukan pemeriksaan keamanan. Setelah Mesir menyetujuinya, daftar tersebut kemudian diperiksa oleh otoritas Israel, yang juga harus menyetujui nama-nama tersebut.

    Sesudah daftar akhir disetujui, dokumen itu dibagikan kepada negara-negara yang mengatakan mereka bersedia menerima pasien dan dipublikasikan secara daring.

    Setiap kelompok pasien disetujui untuk pergi pada tanggal tertentu. Namun, apakah seorang pasien akhirnya diizinkan untuk keluar dari Gaza tergantung pada keputusan penjaga perbatasan Palestina.

    Baca juga:

    Ketika ditanya mengapa banyak pasien tidak diizinkan lewat, Kementerian Pertahanan Israel mengatakan kepada kami:

    “Perbatasan Rafah berada di bawah kuasa Mesir. Oleh karena itu, dari pihak Israel, tidak ada pembatasan jumlah pasien yang dapat menyeberang perbatasan Rafah untuk mendapatkan perawatan medis di luar Jalur Gaza.”

    Kementerian Kesehatan Mesir, Kementerian Luar Negeri Mesir, dan otoritas perbatasan Palestina menolak menjawab pertanyaan kami tentang proses evakuasi pasien dari Gaza.

    Pemerintah Turki mengatakan pada awal November bahwa mereka bersedia menerima hingga 1.000 pasien kanker, sementara Uni Emirat Arab mengumumkan bahwa mereka juga akan menerima 1.000 pasien kanker dan 1.000 anak-anak yang terluka.

    Para pejabat Turki mengatakan kepada kami bahwa negara itu saat ini sedang merawat beberapa ratus pasien kanker dan terluka dari Gaza, dan bersedia menerima ratusan lainnya.

    “Jika Gaza memberi kami daftar 600 orang, kami tidak memilah-milah [pasien yang boleh masuk]. Bagi kami, semakin banyak pasien dan orang terluka yang dapat dikirim, semakin baik,” kata seorang pejabat Turki.

    “Kami memiliki kapasitas untuk merawat mereka semua,” lanjutnya.

    Uang sebagai jalan keluar

    Tetapi, ada cara-cara lain yang digunakan orang agar bisa keluar dari Gaza.

    Perang itu menimbulkan monopoli yang menguntungkan bagi satu agen perjalanan Mesir, Hala, yang dilaporkan mengenakan biaya US$ 5.000 (setara Rp77,8 juta) per orang bagi warga Palestina yang ingin meninggalkan Gaza dalam waktu satu hingga dua pekan.

    Sebelum perang, mereka menetapkan harga US$350 (setara Rp5,45 juta) per orang untuk pergi dari Gaza ke Mesir.

    Setelah 7 Oktober, harganya meroket menjadi hampir US$12.000 (Rp186,9 juta) per orang, sebelum perusahaan membatasinya menjadi US$5.000 untuk orang dewasa Palestina dan US$2.500 (Rp38,9 juta) untuk anak-anak meskipun Hala tidak secara resmi mempromosikan ini.

    Biaya evakuasi untuk satu orang dewasa melebihi empat kali gaji tahunan rata-rata di Gaza.

    Di luar kantor Hala di Kairo, orang-orang berkerumun setiap hari, mencoba untuk mendapatkan kesempatan untuk keluar dari Gaza.

    Baca juga:

    Seorang pria Palestina, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan bahwa dia harus membayar untuk memasuki kantor Hala, dan melakukan pembayaran tambahan sebesar US$300 (Rp4,67 juta) kepada seorang staf Hala demi memasukkan keluarganya ke dalam daftar evakuasi.

    Ini merupakan biaya tambahan di luar US$10.000 (Rp155,7 juta) yang dia bayar untuk mengevakuasi istri dan dua anaknya.

    Kami berbicara dengan 10 orang yang menggunakan layanan Hala untuk meninggalkan Gaza. Mereka mengaku telah membayar hingga US$4.000 (Rp62,3 juta) kepada karyawan untuk mendapatkan perlakuan istimewa ketika mengevakuasi keluarga mereka.

    Beberapa dari mereka telah pergi dan beberapa masih menunggu untuk pergi.

    BBCOrang-orang berkerumun di luar kantor Hala di Kairo berharap untuk memasukan nama anggota keluarga mereka dalam daftar evakuasi.

    Permintaan yang tinggi juga memunculkan pasar sekunder berupa agen perantara yang memanfaatkan keputusasaan warga Palestina dengan keluarga yang terperangkap di Gaza dan mengklaim mereka bisa menaruh nama mereka di peringkat atas daftar evakuasi dengan harga tertentu.

    Seorang perantara di Mesir mengatakan kepada seorang perempuan bahwa dia bisa mengeluarkan dana US$2.500 tambahan untuk memasukan keluarganya di Gaza ke dalam daftar evakuasi.

    Dalam pesan suara yang ia bagikan kepada kami, agen itu mengatakan bahwa kontaknya di Hala “harus menerima uang di tangan” sebelum dia mendaftarkan nama dan bersikeras:

    “Saya melakukan ini untuk membantu Anda, saya bahkan tidak mengambil sepeser pun.”

    Keluar dari Gaza berkat koneksi politik

    Berbeda dengan Siham dan sebagian besar warga Palestina, orang-orang yang paling terhubung di Gaza dapat pergi tanpa mengeluarkan uang sama sekali.

    Kami menemukan nama-nama warga Palestina yang meninggalkan Gaza dengan menyamar sebagai warga negara Mesir.

    Mereka mengatakan kepada kami bahwa mereka dibantu meninggalkan Gaza oleh orang-orang dengan koneksi politik, yang telah menambahkan nama mereka ke daftar warga Mesir.

    Seorang perempuan, yang putranya membutuhkan perawatan medis mendesak, mengatakan orang-orang dengan koneksi politik membantu mereka masuk ke daftar VIP khusus, yang tidak dipublikasikan secara daring.

    Ia mengatakan kepada kami bahwa nama putranya “tidak muncul dalam daftar kementerian kesehatan. Namanya ada di daftar khusus lain” yang dibacakan di perbatasan.

    Baca juga:

    Baik Hala maupun Kementerian Luar Negeri Mesir tidak menanggapi pertanyaan kami tentang kegiatan perusahaan itu.

    Di Gaza, waktu hampir habis untuk Siham dan pasien kanker lainnya, yang terjebak dalam situasi suram dan birokrasi di perbatasan.

    Karena sudah putus asa dan ingin membantu ibunya pergi, putranya Saqr memberi tahu kami bahwa dia mencoba mengatur agar Siham bisa dievakuasi melalui perusahaan Hala.

    “Jika kami punya uang, kami tidak akan ragu-ragu. Ketika kami bertanya tentang evakuasi pribadi, mereka mengatakan minimum yang diminta Hala adalah US$5.000 (sekitar Rp77,8 juta), tetapi kami tidak mampu membayar US$5.000. “

    Setelah upaya pertamanya untuk menyeberang, Siham kembali ke perbatasan empat kali lagi untuk melihat apakah mereka akan membiarkannya lewat, karena namanya sudah disetujui.

    Namun dia ditolak, dan kesehatannya sekarang memburuk dengan cepat.

    “Saya hampir tidak bisa berjalan selangkah tanpa merasa pusing sekarang. Saya tidak tahu apa yang sedang mereka tunggu,” katanya.

    Berita terkait

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Italia Tangkap 3 Warga Palestina, Israel Minta Ekstradisi

    Italia Tangkap 3 Warga Palestina, Israel Minta Ekstradisi

    Jakarta

    Polisi Italia menangkap tiga warga Palestina dan menuduh melakukan tindakan kriminal untuk tujuan terorisme. Sementara itu, Israel meminta pemerintah Italia untuk mengekstradisi.

    Dilansir dari kantor berita AFP, Senin (11/3), ketiga pria tersebut diduga melakukan “serangan terencana, termasuk misi bunuh diri, terhadap sasaran sipil dan militer di wilayah asing”, menurut pernyataan polisi, yang tidak memberikan rincian lebih lanjut atau menentukan kapan penangkapan tersebut terjadi.

    Saat ini, ketiganya sedang diperiksa oleh pengadilan di L’Aquila di Italia tengah, tempat orang-orang tersebut ditangkap, katanya.

    Permintaan Israel meminta agar salah satu pria tersebut diekstradisi, yaitu Anan Yaeesh. Dia telah ditahan sejak 29 Januari setelah Israel meminta ekstradisinya.

    “Israel meminta ekstradisinya karena dugaan partisipasi Anan, dari Italia, dalam kelompok yang bekerja di kamp pengungsi Tulkarem” di Tepi Barat, kata pengacara dari Anan, Flavio Rossi Albertin.

    Yaeesh mengajukan banding terhadap ekstradisi tersebut, katanya.

    Penyelidik Italia mencurigai ketiga warga Palestina itu tergabung dalam “struktur operasional militer yang disebut ‘Kelompok Respon Cepat – Brigade Tulkarem’”, kata pernyataan polisi.

    (aik/aik)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pemimpin Fatah Marwan Barghouti Mungkin Jadi Presiden Palestina, Siapa Dia?

    Pemimpin Fatah Marwan Barghouti Mungkin Jadi Presiden Palestina, Siapa Dia?

    Tepi Barat

    Nama pemimpin gerakan Fatah yang dipenjara oleh Israel, Marwan Al-Barghouti, kini menjadi pusat perhatian. Dia mungkin akan menjadi salah satu tahanan yang dilepaskan dalam kesepakatan pertukaran sandera antara Israel dan Hamas.

    Nama Barghouti bahkan telah muncul sebagai calon potensial presiden Otoritas Palestina.

    Kelompok Hamas yang menyandera warga Israel usai serangan 7 Oktober lalu menegaskan bahwa Barghouti harus dibebaskan dalam kesepakatan baru tentang pertukaran tahanan dan sandera.

    Osama Hamdan, seorang pemimpin Palestina di Hamas, mengatakan kepada BBC News Arab, “Sebagai sebuah gerakan, kami telah mengambil posisi jelas yang kami pegang, yaitu pembebasan semua napi dan tahanan di penjara-penjara pendudukan [Israel] tanpa kecuali.”

    Hamdan menambahkan, “Kami menganggap ini sebagai misi nasional. Setiap tahanan yang mengorbankan dirinya untuk Palestina harus diperlakukan sama.”

    “Ini sebenarnya yang kami lakukan dalam operasi Wafa al-Ahrar [sebutan Hamas untuk pertukaran tahun 2006 antara tentara Israel Gilad Shalit dengan napi Palestina di penjara-penjara Israel],” ujarnya kemudian.

    Menurut surat kabar Israel Ma’ariv, Barghouti telah dipindahkan dari Penjara Ofer ke penjara lain yang tidak disebutkan namanya pada Februari lalu.

    Barghouti dilaporkan ditempatkan di sel isolasi pada Februari 2023 (Getty Images)

    Dia pun ditempatkan di sel isolasi setelah “otoritas penjara Israel menerima informasi yang menunjukkan bahwa al-Barghouti bekerja melalui beberapa salurannya untuk melakukan gangguan di Tepi Barat dalam upaya untuk memicu pemberontakan ketiga.”

    Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, menyambut baik pemindahan Barghouti ke sel isolasi.

    Namun, Komisi Urusan Tahanan dan Pembebasan Palestina mengecam pengurungan Barghouti di sel isolasi itu.

    Israel menolak membebaskan Barghouti.

    Gerakan Fatah

    Barghouti memulai aktivitas politiknya pada usia 15 tahun melalui gerakan Fatah, yang dipimpin oleh mendiang Yasser Arafat.

    Ketika karier politiknya berkembang, ia menggalang dukungan untuk perjuangan Palestina.

    “Ketika saya, dan gerakan Fatah yang saya ikuti, sangat menentang serangan dan penargetan warga sipil di Israel, tetangga masa depan kami, saya juga berhak untuk melindungi diri saya sendiri, melawan pendudukan Israel di negara saya dan memperjuangkan kebebasan saya,” tulisnya di Washington Post pada tahun 2002.

    Barghouti bergabung dengan gerakan Fatah pimpinan Yasser Arafat saat remaja hingga menjadi pemimpin senior (Getty Images)

    “Saya masih mengupayakan hidup berdampingan secara damai antara negara Israel dan Palestina yang setara dan merdeka, berdasarkan penarikan penuh dari wilayah Palestina yang diduduki pada tahun 1967.”

    “Sejujurnya, kami lelah selalu menyalahkan sikap keras kepala Israel padahal yang kami cari hanyalah penerapan hukum internasional.”

    Analis politik mengatakan kepada BBC News Arab bahwa Barghouti, yang dipenjara oleh Israel sejak tahun 2002, bisa menjadi “pilihan konsensus” untuk mengambil alih kekuasaan Palestina dan bersiap menjadi pemimpin berikutnya jika kesepakatan tercapai.

    Brigade Syahid Al-Aqsa

    Barghouti ditangkap dalam Operation Defensive Shield pada tahun 2002, ketika Israel menuduhnya mendirikan kelompok militer Brigade Syahid Al-Aqsa, sebuah klaim yang dibantahnya.

    Organisasi tersebut disebut melakukan serangkaian serangan mematikan terhadap tentara dan pemukim Israel.

    Israel menuduh Barghouti mendirikan kelompok militer Brigade Syahid Al-Aqsa, sebuah klaim yang dibantahnya (Getty Images)

    Baca juga:

    Barghouti kemudian dijatuhi lima hukuman penjara seumur hidup, yang ditambah 40 tahun penjara atas keterlibatannya.

    Dia menolak mengakui otoritas pengadilan Israel.

    Istrinya, Fadwa, mengatakan kepada BBC News Arab: “Tuduhan itu diajukan bukan karena dia melakukan tindakan tersebut dengan tangannya sendiri, melainkan karena dia adalah seorang pemimpin.”

    Fadwa, seorang pengacara, mengatakan bahwa selama interogasi, Barghouti menolak “semua tuduhan terhadapnya,” dan “membantah tuduhan bahwa dia mendirikan Brigade Syahid Al-Aqsa.”

    Fadwa Barghouti (tengah) dan pengunjuk rasa lainnya memegang plakat bergambar Marwan Barghouti, saat unjuk rasa pada tanggal 15 April 2015 (Getty Images)

    Mungkinkah Barghouti menjadi presiden Palestina?

    Perwakilan Hamas, Osama Hamdan, yakin reputasi Barghouti akan memberikan dampak positif.

    “Tidak diragukan lagi, seseorang seperti Marwan Barghouti memiliki sejarah revolusioner, dan beberapa orang mungkin melihat ini sebagai hal yang membuat dia memenuhi syarat untuk menjadi seorang pemimpin, dan kami menghormatinya, namun sebagai sebuah gerakan, kami pada prinsipnya belum membahas masalah ini…”

    “Kami percaya pendirian kami jelas: bahwa rakyat Palestina menentukan kepemimpinan mereka melalui pemilu, di mana rakyat Palestina memutuskan siapa yang mewakili mereka, dan setiap orang harus menghormati keinginan ini.”

    Baca juga:

    Dalam jajak pendapat pemilih Otoritas Palestina pada bulan Desember 2023, Barghouti lebih populer dibandingkan kandidat lainnya secara keseluruhan.

    Hasil survei menunjukkan Marwan Barghouti mendapat dukungan lebih besar dari masyarakat Gaza dan Tepi Barat (BBC)

    Hamas telah lama berkampanye mendorong pembebasan Barghouti.

    Sebuah pernyataan dari Khalil al-Hayya, kepala Kantor Hubungan Arab dan Islam Hamas, dipublikasikan di akun Telegram gerakan tersebut pada November 2021.

    Dia berkata, “Kami berupaya untuk menyertakan pemimpin Marwan Barghouti dan Ahmed Saadat [Sekjen Front Rakyat Pembebasan Palestina-PFLP] dalam daftar nama kesepakatan pertukaran.”

    Tentara Israel Gilad Shilat dibebaskan oleh Hamas dalam pertukaran tahanan dengan Israel tahun 2011 (Getty Images)

    Israel pernah menolak membebaskan Barghouti pada tahun 2011 sebagai bagian dari pertukaran antara tentara Israel Gilad Shalit dengan tahanan Palestina yang dipenjara di Israel, termasuk pembebasan pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar.

    Analis dan peneliti politik Oraib Al-Rantawi mengatakan potensi penyerahan Barghouti kepada Otoritas Palestina dapat dikaitkan dengan kesepakatan pertukaran antara Hamas dan Israel.

    Hamdan mengatakan Israel menghalangi kesepakatan seperti itu.

    Pertukaran tahanan

    Al-Rantawi mengatakan kepada BBC News Arab bahwa pembebasan Barghouti bergantung pada apakah Israel akan “mengorbankan sandera untuk menghindari membuat konsesi dan melanjutkan perang tanpa memprioritaskan pembebasan warga Israel yang ditahan oleh Hamas.”

    Namun, ia berpandangan bahwa “tekanan Amerika dan dari internal Israel akan mempersulit Netanyahu [Perdana Menteri Israel] untuk memilih opsi ini, sehingga ia mungkin akan memilih kesepakatan pertukaran tahanan dan sandera.”

    Benjamin Netanyahu menggambarkan tuntutan Hamas untuk membebaskan sejumlah besar warga Palestina sebagai “delusi”.

    Baca juga:

    Fatah telah berkampanye untuk pembebasan Barghouti sejak penangkapannya pada bulan April 2002 (Getty Images)

    Berpotensi bebas

    Pada tahun 2009, dari dalam penjara, Barghouti menanggapi sebuah pertanyaan tentang kemungkinan pencalonannya (sebagai presiden), dengan menulis, “Ketika rekonsiliasi nasional tercapai dan ada kesepakatan untuk mengadakan pemilu, saya akan membuat keputusan yang tepat.”

    Pada tahun 2021, meski dipenjara, ia mencalonkan diri dalam pemilihan presiden Palestina. Namun, Presiden saat ini, Mahmoud Abbas, membatalkan pemilu tersebut, dengan alasan penolakan Israel untuk mengizinkan Yerusalem Timur ambil bagian.

    Namun Al-Rantawi mengatakan, “Perlawanan akan menuntut pembebasan Marwan dan rekan-rekannya.”

    Baca juga:

    Gambar Barghouti dan Yasser Arafat di tembok kontroversial Israel yang memisahkan Ramallah dan Yerusalem (Getty Images)

    Meir Masri, seorang profesor ilmu politik di Universitas Ibrani Yerusalem dan anggota Komite Sentral Partai Buruh Israel, mengatakan kepada BBC News Arab bahwa sulit membayangkan pemerintah Israel mengambil langkah seperti itu, “karena preseden sejarah,” mengacu pada kesepakatan yang membebaskan Sinwar.

    Alasannya antara lain adalah “Barghouti menjalani beberapa hukuman seumur hidup,” dan juga penolakan kelompok sayap kanan Israel terhadap pembebasan yang Masri gambarkan sebagai “teroris.”

    Solusi dua negara

    Seorang penulis dari Israel,Gershon Baskin, menulis di surat kabar Haaretz pada Januari bahwa masa transisi setelah perang Gaza membutuhkan “seorang pemimpin Palestina yang mampu mendorong persatuan Palestina dan berkomitmen untuk perlucutan senjata di wilayah tersebut.”

    “Pemimpin tersebut bisa jadi adalah Barghouti.”

    Baskin menekankan bahwa Barghouti “masih mendukung solusi dua negara”.

    Sementara itu, diplomat Amerika dan Presiden Dewan Kebijakan Timur Tengah, Gina Winstanley, mengatakan kepada BBC, “Pemerintah Israel saat ini telah menyatakan dengan jelas bahwa mereka tidak memiliki kemauan atau niat untuk melanjutkan solusi dua negara.”

    Warga Palestina mengibarkan spanduk bertuliskan slogan menuntut pembebasan Barghouti dan menyebut dia sebagai simbol kebebasan (Getty Images)

    “Dibutuhkan banyak upaya dari komunitas internasional untuk membawa mereka ke sana. Namun, ini adalah satu-satunya cara untuk memutus siklus kekerasan yang mengerikan antara Palestina dan Israel.”

    Winstanley menambahkan bahwa bahkan jika Barghouti dibebaskan, “tidak ada jalan yang jelas menuju solusi dua negara…”

    “Perdana menteri Israel saat ini mungkin tidak akan berkuasa dalam jangka panjang, namun menggerakkan pemimpin Israel ke arah perundingan adalah hal yang diperlukan, tetapi tidak mudah.”

    Mengapa Barghouti menjadi pilihan?

    Tarek Fahmi, Direktur Unit Studi Israel di Pusat Studi Timur Tengah Nasional, yakin Israel tidak mungkin membebaskan Barghouti.

    Dia mengatakan kepada BBC, “Marwan memiliki sejarah revolusioner yang hebat, namun Israel tidak akan membiarkan dia dibebaskan [untuk] mengambil alih kepemimpinan otoritas [Palestina] saat ini. Mungkin ada tokoh lain yang diusulkan, dan sebenarnya dia tidak akan menjadi presiden.”

    Namun, Winstanley berpendapat bahwa “pembebasan Marwan Barghouti akan menjadi langkah strategis Israel, karena ia dianggap sebagai pilihan yang layak bagi kepemimpinan non-Hamas untuk Palestina.”

    Warga Palestina berjalan melewati grafiti Marwan Barghouti (Getty Images)

    Al-Rantawi memandang pembebasan Barghouti adalah demi kepentingan Hamas.

    Dia mengatakan hal itu akan membangun kembali Fatah, membantu menghidupkan kembali Organisasi Pembebasan Palestina, menciptakan rekonsiliasi dan membangun kesatuan bagi rakyat Palestina.

    Namun bisakah Barghouti menjalankan Otoritas Palestina dari dalam selnya?

    Al-Rantawi mengatakan salah satu usulannya adalah Barghouti akan menjadi presiden dari sel penjaranya. Lalu, wakil presiden akan mengambil peran seremonial dan Israel kemudian akan ditekan untuk melepaskan Barghoutti untuk memerintah secara efektif.

    Di sisi lain, Meir Masri berpendapat bahwa pengambilan alih kekuasaan oleh Barghouti dari dalam penjara adalah “usulan yang tidak realistis”.

    Menurut Masri, Israel tidak akan merasakan tekanan untuk membebaskannya.

    Ditambah lagi, Barghouti tidak akan efektif memerintah dari lokasi yang terisolasi dengan sedikit akses komunikasi.

    Al-Rantawi yakin Barghouti “relatif moderat”, dibandingkan dengan beberapa pemimpin Palestina lainnya.

    Dia mengatakan “kepribadiannya yang nasional dan pemersatu, tidak berafiliasi dengan arus ekstremis dalam gerakan nasional Palestina, membuatnya populer dan diterima oleh mayoritas faksi.”

    Otoritas Palestina belum menanggapi permintaan komentar hingga berita ini diterbitkan.

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Munich Security Conference Bahas Gaza, Ukraina-Rusia hingga Uni Eropa

    Munich Security Conference Bahas Gaza, Ukraina-Rusia hingga Uni Eropa

    Munich

    Peneliti Senior bidang Kebijakan di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (European Council on Foreign Relations/ECFR) Ulrike Franke menyebut Eropa perlu meningkatkan anggaran belanja untuk sektor pertahanan, meskipun Kanselir Jerman Olaf Scholz telah berjanji akan memenuhi target NATO sebesar 2% dari produk domestik bruto (PDB).

    Hal itu disampaikannya di sela-sela Munich Security Conference (MSC) 2024, sehari setelah Scholz membuat komitmen soal pembelanjaan “untuk tahun 2020-an, tahun 2030-an dan seterusnya”.

    “Rasanya kita masih kurang,” ujar Franke.

    “Eropa harus bersatu. Mereka perlu memastikan pertahanan Ukraina dan juga membangun kemampuan mereka sendiri, mengambil keuntungan dari skala ekonomi dan bekerja sama, daripada harus saling menyalahkan (pihak mana yang membelanjakan lebih banyak).”

    Scholz membuat komitmen 2% untuk dana pertahanan itu hampir dua tahun setelah pidato “Zeitenwende”, yang menandai perubahan haluan politik pertahanan dengan komitmen dana khusus 100 miliar Euro (sekitar Rp1.685 triliun) untuk meningkatkan kapasitas angkatan bersenjata Jerman, Bundeswehr, yang terpisah dari anggaran pertahanan Jerman.

    Menurut Franke, dana khusus tersebut sejauh ini sebagian besar dibelanjakan untuk pesawat tempur F-35 dari Amerika Serikat. Dia juga mempertanyakan “apa yang terjadi jika dana tersebut habis?”

    Analis ECFR ini menyebut Jerman telah berkomitmen untuk melakukan banyak tindakan jangka pendek, termasuk pengiriman senjata ke Ukraina untuk melawan invasi Rusia.

    Saat ditanyakan soal ancaman eks Presiden AS Donald Trump, jika terpilih kembali, dia tidak akan membantu anggota NATO yang menurutnya mengeluarkan terlalu sedikit dana untuk pertahanan, jika terjadi serangan atau ancaman. Franke menyebut retorika tersebut telah “melemahkan jaminan keamanan NATO,” terlepas apakah ucapan itu merupakan indikasi dari kebijakan potensial atau tidak.

    “Ini adalah berita buruk dan dapat mendorong aktor seperti Rusia untuk menguji NATO, untuk melihat apakah mereka (anggota NATO) bakal membela satu sama lain. Ini adalah peringatan lain bagi Eropa, bahwa mungkin dalam jangka panjang kita perlu melakukan lebih banyak hal untuk diri sendiri.”

    Ahli berdebat di MSC24 soal keamanan Gaza

    Perang di Gaza merupakan salah satu isu utama yang dibahas dalam Konferensi Keamanan Munich ke-60. Otoritas Palestina lewat Perdana Menteri Mohammed Shtayyeh menyebut Israel tidak boleh memaksa penduduk Palestina di Gaza untuk menyeberang ke perbatasan Mesir.

    “Saya tahu, kita tahu, bahwa ada rencana pihak Israel untuk mengusir orang-orang dari Gaza. Kami dan pihak Mesir sedang bekerja keras untuk tidak membiarkan hal ini terjadi,” kata Shtayyeh kepada para delegasi MSC, Minggu (18/02).

    Pernyataan tersebut disampaikan saat Israel tengah mempersiapkan serangan ke Kota Rafah yang berada di bagian selatan Gaza dan berbatasan langsung dengan Mesir. Diperkirakan saat ini sedikitnya 1.5 juta penduduk Palestina berlindung di daerah yang padat. Diplomat senior serta lembaga kemanusiaan telah menyampaikan keprihatinan mendalam jika serangan itu terjadi.

    Beberapa media internasional melaporkan bahwa Mesir sedang membangun sebuah kamp pengungsian di sisi perbatasannya untuk menampung pengungsi Palestina.

    Shtayyeh juga menyebut kalau Otoritas Palestina, yang berbasis di Tepi Barat, tidak menjalin komunikasi dengan kelompok Hamas. Kelompok itu, yang oleh AS, Uni Eropa dan beberapa negara lain dikategorikan sebagai organisasi teroris, telah memerintah di Jalur Gaza sejak tahun 2007. Otoritas Palestina di Tepi Barat dikuasai oleh partai politik Fatah.

    Shtayyeh menyerukan agar spiral kekerasan dihentikan dan mengatakan bahwa masalah Palestina harus diselesaikan.

    Shtayyeh juga menyebut bahwa berbagai kelompok Palestina, termasuk Fatah dan Hamas, bakal bertemu di Moskow pada hari Kamis (22/02) mendatang atas undangan Rusia.

    mh/pkp/hp (AFP, AP, dpa, Reuters)

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini