Negara: Tepi Barat

  • Vatikan Tolak Usulan Trump: Penduduk Palestina Harus Tetap Berada di Tanahnya – Halaman all

    Vatikan Tolak Usulan Trump: Penduduk Palestina Harus Tetap Berada di Tanahnya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang pejabat tinggi Vatikan menolak usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk memindahkan warga Palestina dari Gaza.

    Menteri Luar Negeri Pietro Parolin mengatakan “penduduk Palestina harus tetap berada di tanahnya.”

    “Ini adalah salah satu poin mendasar dari Tahta Suci: tidak ada deportasi,” kata Pietro Parolin di sela-sela pertemuan Italia-Vatikan, Kamis (13/2/2025), menurut kantor berita ANSA.

    Ia menyebut, memindahkan warga Palestina akan menyebabkan ketegangan regional dan “tidak masuk akal”.

    Menurutnya, negara-negara tetangga seperti Yordania juga menentang usulan Trump.

    “Menurut pendapat kami, solusinya adalah dua negara karena ini juga berarti memberi harapan kepada penduduk,” katanya.

    Pemimpin umat Katolik dunia, Paus Fransiskus, pada pekan ini telah mengkritik rencana Trump untuk deportasi massal migran tidak berdokumen di Amerika Serikat — yang memicu tanggapan tajam.

    Dalam suratnya kepada para uskup AS, Kepala Gereja Katolik menyebut deportasi tersebut sebagai “krisis besar”.

    Ia mengatakan, memulangkan orang-orang yang telah melarikan diri dari negara mereka sendiri dalam keadaan sulit “merusak martabat” para migran.

    Kepala perbatasan Trump, Tom Homan, menanggapi:

    “Saya berharap dia tetap berpegang pada Gereja Katolik dan memperbaikinya serta menyerahkan penegakan hukum perbatasan kepada kami.”

    Sebelumnya, Donald Trump telah mengusulkan untuk mengambil alih Jalur Gaza yang dilanda perang dan memindahkan lebih dari dua juta penduduknya ke Yordania atau Mesir.

    Para ahli mengatakan gagasan itu akan melanggar hukum internasional, tetapi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebutnya “revolusioner.”

    Pertemuan Trump dengan Raja Yordania

    Pada Selasa (11/2/2025), Donald Trump menjamu Raja Yordania Abdullah II di Gedung Putih dan mengulangi desakannya bahwa Gaza entah bagaimana dapat dikosongkan dari semua penduduk, dikontrol oleh AS, dan dibangun kembali sebagai kawasan wisata.

    Diberitakan AP News, ini adalah skema yang berani, tetapi sangat tidak mungkin, untuk mengubah Timur Tengah secara dramatis dan akan mengharuskan Yordania dan negara-negara Arab lainnya untuk menerima lebih banyak warga Gaza — sesuatu yang ditegaskan Abdullah setelah pertemuan mereka yang ia tentang.

    Pasangan itu bertemu di Ruang Oval dengan Menteri Luar Negeri Marco Rubio yang juga hadir.

    Trump mengisyaratkan bahwa ia tidak akan menahan bantuan AS ke Yordania atau Mesir jika mereka tidak setuju untuk secara drastis meningkatkan jumlah orang dari Gaza yang mereka tampung.

    “Saya tidak perlu mengancam hal itu. Saya yakin kita berada di atas itu,” kata Trump.

    Hal itu bertentangan dengan usulan presiden dari Partai Republik sebelumnya bahwa menahan bantuan dari Washington adalah suatu kemungkinan.

    Sementara itu, Abdullah berulang kali ditanya tentang rencana Trump untuk membersihkan Gaza dan mengubahnya menjadi resor di Laut Mediterania.

    Ia tidak memberikan komentar substantif tentang hal itu dan tidak berkomitmen pada gagasan bahwa negaranya dapat menerima sejumlah besar warga Gaza.

    Namun, ia mengatakan bahwa Yordania bersedia “segera” menerima sebanyak 2.000 anak di Gaza yang menderita kanker atau sakit lainnya.

    “Saya akhirnya melihat seseorang yang dapat membawa kita melewati garis akhir untuk membawa stabilitas, perdamaian, dan kesejahteraan bagi kita semua di kawasan ini,” kata Abdullah tentang Trump dalam pernyataannya di awal pertemuan.

    BERKIBAR – Bendera Palestina berkibar di tengah puing reruntuhan di Kota Gaza, dalam foto tangkapan layar dari Khaberni, Kamis (6/2/2025). Amerika Serikat (AS) berencana mengambil alih kendali atas Gaza dengan dalil membangunnya kembali di segala sektor. (khaberni/tangkap layar)

    Abdullah meninggalkan Gedung Putih setelah sekitar dua jam dan menuju Capitol Hill untuk bertemu dengan sekelompok anggota parlemen bipartisan.

    Ia mengunggah di X bahwa selama pertemuannya dengan Trump, “Saya menegaskan kembali posisi teguh Yordania dalam menentang pemindahan warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat.”

    “Ini adalah posisi Arab yang bersatu. Membangun kembali Gaza tanpa mengusir warga Palestina dan mengatasi situasi kemanusiaan yang mengerikan harus menjadi prioritas bagi semua pihak,” ungkap Abdullah.

    Sebagai informasi, Yordania adalah rumah bagi lebih dari 2 juta warga Palestina.

    Menteri luar negeri Yordania, Ayman Safadi, mengatakan minggu lalu bahwa penentangan negaranya terhadap gagasan Trump tentang pemindahan penduduk Gaza adalah “tegas dan tidak tergoyahkan.”

    Selain kekhawatiran akan membahayakan tujuan jangka panjang solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina, Mesir dan Yordania secara pribadi telah mengemukakan kekhawatiran keamanan tentang penerimaan sejumlah besar pengungsi tambahan ke negara mereka, meskipun untuk sementara.

    Trump sebelumnya mengisyaratkan bahwa penduduk Gaza bisa saja mengungsi sementara atau permanen, sebuah gagasan yang ditegur keras oleh para pemimpin di seluruh dunia Arab.

    Selain itu, Trump kembali mengusulkan bahwa gencatan senjata yang rapuh antara Hamas dan Israel dapat dibatalkan jika Hamas tidak membebaskan semua sandera yang masih ditahannya paling lambat Sabtu (15/2/2025) siang.

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Dilansir Al Jazeera, Hamas mengatakan pihaknya akan membebaskan tiga tawanan Israel dari Gaza pada hari Sabtu sesuai jadwal menyusul pembicaraan  dengan mediator gencatan senjata Mesir dan Qatar.

    Israel mengatakan Hamas harus membebaskan tiga tawanan hidup atau pasukan Israel akan kembali berperang di wilayah Palestina.

    Juru bicara Hamas Abdul Latif al-Qanou mengatakan bahasa ancaman yang dilontarkan terhadap Gaza oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak mendukung pelaksanaan gencatan senjata Gaza.

    Seorang pejabat senior PBB menyamakan kehancuran di Jalur Gaza dengan “gempa bumi dahsyat” dan mengatakan upaya harus dilakukan untuk menghindari “bencana kemanusiaan” yang berkelanjutan.

    Departemen Keuangan AS telah menjatuhkan sanksi kepada jaksa Pengadilan Kriminal Internasional Karim Khan atas penyelidikan badan tersebut terhadap kejahatan perang Israel di Gaza.

    Seorang penembak jitu Israel telah menembak mati seorang pria Palestina, sementara seorang anak terbunuh oleh persenjataan Israel yang tidak meledak, keduanya di Gaza tengah.

    Denmark telah menjanjikan tambahan 10,2 juta kroner ($1,4 juta) kepada badan PBB yang sedang terkepung untuk pengungsi Palestina (UNRWA), dan menambahkan bahwa sumbangan tahunannya sebesar 105 juta kroner ($14,7 juta) akan dicairkan segera daripada dibagi sepanjang tahun.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan Washington ingin mendengar usulan baru dari negara-negara Arab tentang masa depan Gaza setelah rencana Presiden Donald Trump untuk menggusur paksa penduduk wilayah itu ditegur keras.

    Kantor Media Pemerintah telah memperbarui jumlah korban tewas menjadi sebanyak 61.709 orang, dengan mengatakan ribuan orang yang hilang di bawah reruntuhan kini diduga tewas.

    Setidaknya 1.139 orang tewas di Israel selama serangan 7 Oktober 2023 dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Smotrich: Negara Israel Akan Kembali Berperang Sekuat Tenaga, Menduduki Gaza, dan Hancurkan Hamas – Halaman all

    Smotrich: Negara Israel Akan Kembali Berperang Sekuat Tenaga, Menduduki Gaza, dan Hancurkan Hamas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, yang juga merupakan tokoh terkemuka dalam serangan Israel di wilayah Tepi Barat yang diduduki, baru-baru ini mengungkapkan gencatan senjata dengan Gaza mungkin tidak akan bertahan lama.

    Dalam sebuah wawancara dengan radio Israel 103fm, Smotrich menegaskan bahwa Israel akan kembali berperang dengan sekuat tenaga dan menduduki Gaza.

    Menurutnya, Israel akan mengambil tanggung jawab penuh atas Gaza dan melaksanakan “operasi emigrasi besar-besaran.”

    Dalam pernyataan yang lebih lanjut, Smotrich menjelaskan soal rencana tersebut.

    “Kami akan menduduki Jalur Gaza, menghancurkan Hamas, dan memastikan tidak ada lagi ancaman dari Gaza terhadap warga Israel,” katanya, seperti dikutip dari Al Jazeera.

    Ia juga mengaitkan rencana ini dengan apa yang disebutnya sebagai “peristiwa logistik gila yang dikoordinasikan dengan Amerika Serikat,” merujuk pada sebuah rencana pembersihan etnis yang diusulkan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump.

    Smotrich juga mengungkapkan pandangannya kalau Israel seharusnya mendukung pernyataan Trump yang menuntut pembebasan semua tawanan yang ditahan di Gaza paling lambat pada Sabtu yang akan datang.

    Meskipun demikian, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memilih untuk melanjutkan gencatan senjata untuk saat ini, berbeda dengan pandangan Smotrich.

    Smotrich mencatat Netanyahu sengaja menyebarkan rasa “ambiguitas” mengenai langkah-langkah berikutnya.

    Lebih lanjut, Smotrich menyatakan bahwa kebijakan Israel saat ini adalah untuk memanfaatkan peluang yang ada guna mengembalikan sebanyak mungkin sandera, terutama mereka yang masih hidup, sebelum akhirnya kembali berperang untuk mencapai tujuan utama, yaitu menghancurkan Hamas.

    Pernyataan ini menambah ketegangan dalam situasi yang sudah sangat kompleks di Gaza, yang terus menjadi pusat perhatian internasional dengan kekerasan yang terus berlanjut di wilayah tersebut.

    Smotrich, dengan latar belakang politik sayap kanannya, menegaskan bahwa pendudukan Gaza adalah langkah yang perlu diambil untuk mengakhiri ancaman dari Hamas terhadap Israel.

    Keputusan ini kemungkinan akan menambah ketegangan lebih lanjut dengan pihak internasional yang terus memantau perkembangan konflik tersebut.

    Menteri Israel: Tidak Ada Niat Akhiri Perang Gaza sebelum Semua Tujuan Tercapai

    Surat kabar Israel Maariv melaporkan Menteri Pertanian Israel Avi Dichter, mengatakan ia “kesulitan melihat pilihan lain” selain pembebasan setidaknya tiga tawanan pada hari Sabtu, serta kembalinya pertempuran nanti.

    “Kami ingin mengembalikan semua sandera dalam perjanjian secepat mungkin. Ini adalah salah satu tujuan perang yang kami tetapkan, bersama dengan dua tujuan lainnya. Tidak ada niat untuk mengakhiri perang sebelum semua tujuan tercapai,” katanya.

    Ia mengklaim penghancuran infrastruktur militer Hamas sebagian besar telah tercapai tetapi “runtuhnya kapasitas pemerintah adalah tujuan yang belum tercapai”.

    Pejabat Hamas mengatakan Israel telah melanggar ketentuan utama perjanjian, yang mendorongnya membatalkan pembebasan tiga tawanan lagi yang dijadwalkan pada hari Sabtu.

    Sebagaimana diketahui, Netanyahu mengancam akan melanjutkan perang di Gaza kecuali Hamas membebaskan para tawanan.

    PBB: Israel Masih Batasi Bantuan

    Dikutip dari Al Mayadeen, sebanyak 801 truk bantuan masuk ke Jalur Gaza yang terkepung pada Rabu (12/2/2025).

    Organisasi-organisasi kemanusiaan memperingatkan bahwa “Israel” terus membatasi aliran pasokan bantuan yang sangat dibutuhkan.

    Menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), pengiriman bantuan dilakukan “melalui koordinasi dengan otoritas Israel dan para penjamin kesepakatan gencatan senjata.”

    Kendati demikian, pembatasan tetap ketat, khususnya pada bahan bakar dan peralatan medis.

    PBB dan mitranya berupaya keras untuk menggunakan setiap peluang yang tersedia dalam gencatan senjata yang rapuh ini “untuk meningkatkan penyediaan air, makanan, tempat tinggal, kesehatan, sanitasi, kebersihan, pakaian, pendidikan, dan bantuan lainnya bagi masyarakat Gaza.”

    Badan Bantuan dan Pekerjaan Umum PBB (UNRWA) menyatakan bahwa selama dua minggu pertama gencatan senjata, mereka berhasil menyediakan bantuan pangan bagi 1,2 juta orang di Gaza.

    Badan tersebut juga telah mendirikan 37 tempat penampungan tambahan di bagian utara daerah kantong itu, yang memasok bantuan vital bagi keluarga-keluarga yang mengungsi, termasuk tenda, selimut, dan pakaian musim dingin.

    “Hingga minggu lalu, UNRWA menampung sekitar 120.000 orang di 120 tempat penampungan, termasuk lebih dari tiga lusin tempat penampungan yang dibuka sejak gencatan senjata.”

    Kelompok-kelompok kemanusiaan global terus menyuarakan peringatan atas kurangnya bantuan yang sampai ke Gaza.

    Minggu lalu, Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) menekankan bahwa pengiriman saat ini “tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk.”

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Presiden Mesir dan Raja Yordania Tegaskan Bersatu Soal Gaza, Tolak Pemindahan Paksa Warga Palestina – Halaman all

    Presiden Mesir dan Raja Yordania Tegaskan Bersatu Soal Gaza, Tolak Pemindahan Paksa Warga Palestina – Halaman all

    Presiden Mesir dan Raja Yordania Tegaskan Bersatu Soal Gaza, Tolak Pemindahan Paksa Warga Palestina

    TRIBUNNEWS.COM-  Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Raja Yordania Abdullah II menekankan “posisi bersama” mereka dalam menolak pemindahan paksa warga Palestina.

    Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Raja Yordania Abdullah II pada hari Rabu menegaskan kembali penyelarasan posisi negara mereka di Gaza, sehari setelah Presiden AS Donald Trump bertemu dengan raja Yordania di Washington.  

    “Kedua pemimpin menegaskan kesatuan posisi Mesir dan Yordania” mengenai pembangunan kembali Gaza, “tanpa mengusir rakyat Palestina dari tanah mereka,” menurut pernyataan dari kepresidenan Mesir.  

    Pernyataan terpisah dari pengadilan kerajaan Yordania menggemakan sikap ini, menekankan “posisi bersama” mereka dalam menolak pemindahan paksa warga Palestina.  

    Kedua pernyataan tersebut juga menggarisbawahi kesediaan mereka untuk “bekerja sama” dengan Trump dalam mengejar “perdamaian yang adil dan abadi” di Timur Tengah.  

    Mesir dan Yordania telah menjadi garda terdepan dalam upaya diplomatik Arab yang intensif dalam menentang rencana Trump untuk memindahkan warga Palestina dari Gaza ke wilayah mereka.  

    Komentar Trump disertai dengan saran bahwa bantuan AS ke kedua negara “mungkin” dapat dihentikan jika mereka menolak menerima pengungsi Palestina.  

    Setelah pertemuannya dengan Trump di Washington pada hari Selasa, Raja Abdullah II menegaskan kembali bahwa Yordania tetap “teguh” dalam penentangannya terhadap pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza dan Tepi Barat yang diduduki.

    “Ini adalah posisi Arab yang bersatu,” tulis Abdullah di media sosial.

    Mesir mengumumkan minggu ini bahwa mereka akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak negara-negara Arab akhir bulan ini, di mana mereka berencana untuk menyajikan “visi komprehensif” untuk rekonstruksi Gaza sambil memastikan bahwa warga Palestina tetap berada di tanah mereka.  

    Baik Mesir maupun Yordania, sekutu utama AS, sangat bergantung pada bantuan asing, dengan AS menempati peringkat di antara donor utama mereka.

    Sebelumnya pada hari Rabu, Hamas memuji Yordania dan Mesir atas sikap mereka terhadap pemindahan penduduk Gaza.

    Hamas “menghargai posisi saudara-saudara kami di Yordania dan Mesir dalam menolak penggusuran rakyat kami dan menegaskan bahwa ada rencana Arab untuk membangun kembali Gaza tanpa menggusur penduduknya,” kata kelompok itu.  

    Pada hari Selasa, Presiden Palestina Mahmoud Abbas juga memuji posisi Raja Abdullah II “dalam mendukung hak-hak nasional yang adil dan sah bagi rakyat kami.”  

    Abbas juga menyampaikan apresiasinya kepada Mesir, Arab Saudi, dan negara-negara Arab lainnya serta sekutunya atas penolakan mereka terhadap usulan Trump, menurut kantor berita resmi Palestina WAFA .  

    Dalam pernyataannya pada hari Rabu, Hamas lebih lanjut memuji penentangan Yordania terhadap rencana tersebut, dan menggambarkannya sebagai hal yang konsisten dengan “penolakan lama Amman terhadap pemindahan dan pemukiman kembali.”  

    Kelompok tersebut juga mengutuk apa yang disebutnya sebagai “apa yang disebut proyek ‘tanah air alternatif’,” dan memperingatkan bahwa inisiatif tersebut bertujuan untuk “menghapus identitas rakyat Palestina dan menghilangkan tujuan mulia mereka.”

     

    SUMBER: AL MAYADEEN

  • Presiden Mesir dan Raja Yordania Tegaskan Bersatu Soal Gaza, Tolak Pemindahan Paksa Warga Palestina – Halaman all

    Menentang Trump, Mesir-Yordania Ajak Negara Arab Rekonstruksi Jalur Gaza Tanpa Usir Penduduknya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi membahas upaya membangun kembali Jalur Gaza melalui panggilan telepon dengan Raja Yordania Abdullah II pada hari Rabu (12/2/2025). 

    Panggilan telepon tersebut dilakukan setelah Raja Abdullah II melakukan kunjungan ke Gedung Putih untuk menemui Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    “Kedua pemimpin menekankan keinginan mereka untuk melakukan koordinasi bersama pada semua isu regional, dengan cara yang melayani kepentingan rakyat Mesir dan Yordania serta mendukung kepentingan rakyat Arab,” kata juru bicara resmi kepresidenan Mesir, Mohamed El-Shenawy, Rabu (12/2/2025).

    Al-Shennawy menegaskan Presiden El-Sisi dan Raja Abdullah II menekankan pentingnya penerapan penuh perjanjian gencatan senjata di Jalur Gaza, terus membebaskan tahanan, dan memfasilitasi masuknya bantuan kemanusiaan dalam rangka upaya mengakhiri penderitaan kemanusiaan di Jalur Gaza.

    “Kedua pemimpin menekankan pentingnya memulai proses rekonstruksi Jalur Gaza segera dan tidak menggusur rakyat Palestina dari tanah mereka,” katanya.

    Mereka juga menekankan perlunya menghentikan praktik yang dilakukan oleh pasukan pendudukan Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat.

    Selain itu, Mesir dan Yordania menyatakan keinginan mereka untuk bekerja sama erat dengan Presiden AS Donald Trump, dengan tujuan mencapai perdamaian abadi di kawasan Timur Tengah.

    Juru bicara tersebut juga mengungkapkan harapan kedua negara untuk mendirikan negara Palestina di perbatasan 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, sesuai dengan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang relevan.

    Dalam panggilan telepon tersebut, Presiden El-Sisi dan Raja Abdullah II membahas cara-cara untuk meningkatkan koordinasi dan konsultasi antara negara-negara Arab.

    Rencananya mereka akan mempersiapkan pertemuan puncak darurat Arab yang akan dihadiri oleh perwakilan dari Mesir, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Yordania yang dijadwalkan akan diselenggarakan di Mesir pada 27 Februari 2025.

    Sebelumnya, Mesir dikabarkan akan mengusulkan untuk merekonstruksi Jalur Gaza selama lima tahun tanpa mengusir penduduknya seperti keinginan Donald Trump.

    “Usulan Mesir mengenai Gaza membayangkan rekonstruksi dimulai dari Rafah dan selatan dan berakhir di utara Jalur Gaza, dengan partisipasi negara-negara Arab, Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa,” kata sumber Mesir kepada Al Arabiya, Rabu.

    Usulan tersebut akan mencakup pekerjaan dalam dua tahap untuk menyingkirkan puing-puing dan membangun kompleks perumahan.

    Rincian usulan Mesir diperkirakan akan diumumkan minggu depan.

    Donald Trump Ingin Usir Warga Gaza dan AS Menduduki Jalur Gaza

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan ingin menggusur warga Palestina dari Jalur Gaza dan memindahkan mereka secara permanen ke negara tetangga seperti Mesir dan Yordania.

    “Saya pikir akan ada sebidang tanah di Yordania dan Mesir tepat warga Palestina dapat tinggal,” kata Donald Trump setelah bertemu dengan Raja Yordania Abdullah II di Washington, Selasa (11/2/2025).

    “Saya yakin 99 persen bahwa kita akan mampu mencapai sesuatu dengan Mesir juga,” lanjutnya.

    Selain itu, Donald Trump menyatakan rencananya agar AS mengambil alih Jalur Gaza dan mengungkapkan kemungkinan untuk membeli wilayah tersebut.

    “Kami akan mengelola Jalur Gaza dengan sangat baik dan kami tidak akan membelinya,” ujarnya pada hari Selasa.

    Pernyataan Donald Trump memicu kemarahan dari negara-negara Arab dan internasional.

    Sementara itu sekutu Donald Trump, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendukung rencana AS untuk mengusir penduduk Gaza dan menduduki Jalur Gaza.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Prajurit IDF Ambruk, Tentara Israel Usir Hampir Seluruh Warga Palestina Kamp Nur Shams di Tulkarm – Halaman all

    Prajurit IDF Ambruk, Tentara Israel Usir Hampir Seluruh Warga Palestina Kamp Nur Shams di Tulkarm – Halaman all

    Prajurit IDF Ambruk, Tentara Israel Usir Hampir Seluruh Warga Palestina Kamp Nur Shams di Tulkarm

    TRIBUNNEWS.COM – Operasi militer Pasukan Israel (IDF) bertajuk ‘Operasi Tembok Besi’ dilaporkan menghadapi perlawanan sengit dari milisi Palestina di Kamp Nur Shams di Tulkarm, utara Tepi Barat.

    Channel 13 Israel, Rabu (12/2/2025) melaporkan bentrokan sengit membuat seorang prajurit IDF dari Unit Maglan terluka dalam pertempuran di kamp pengungsi Palestina tersebut.

    IDF kemudian mengeluarkan perintah evakuasi segera penduduk dari kamp pengungsi Nur Shams di Tepi Barat utara saat mereka meningkatkan operasi militer.

    Menurut Kantor Berita Palestina (Wafa), saksi mata melaporkan bahwa “pasukan pendudukan menyerbu sebuah masjid di kamp tersebut dan menggunakan pengeras suara untuk menyerukan penduduk agar pergi, karena kamp tersebut telah diserang selama empat hari terakhir.”

    Kantor berita tersebut juga menyatakan, pasukan Israel mengerahkan kendaraan militer dan patroli jalan kaki di pintu masuk dan gang-gang kamp, ​​secara intensif menembakkan peluru tajam dan bom suara untuk menimbulkan rasa takut dan panik di kalangan penghuni.

    Sebagai informasi, kamp tersebut telah menyaksikan gelombang pengungsian paksa karena tembakan acak dan ledakan sesekali sejak dimulainya serangan Israel.

    DIKOSONGKAN – Rumah-rumah warga Palestina di Kamp Nur Shams, Tulkarm, Tepi Barat, tampak kosong setelah pasukan Israel mengusir paksa warga, Rabu (12/2/2025). Pasukan Israel mengintensifkan operasi Tembok Besi di seluruh Tepi Barat.

    Operasi Brutal

    Warga yang mengungsi menggambarkan situasi tersebut sebagai “sangat sulit, rumah dan toko hancur, jalan diratakan dengan tanah.

    Tentara Israel secara brutal menyerbu rumah-rumah, merusak perabotan, menyerang pemuda, mengusir orang tua tanpa mengizinkan mereka mengambil barang-barang kebutuhan pokok seperti pakaian, dan menyita telepon genggam.”

    Kantor media Komite Layanan Kamp Nur Shams melaporkan, “ribuan orang mengungsi, termasuk wanita, anak-anak, orang tua, dan orang sakit, telah meninggalkan kamp.”

    Operasi militer yang sedang berlangsung di kota Tulkarm dan kamp-kampnya, termasuk Nur Shams, telah memasuki hari ke-17 berturut-turut, ditandai dengan penghancuran infrastruktur dan properti secara luas, penangkapan, dan pemindahan paksa yang memengaruhi ribuan penghuni kamp.

    Sebelumnya, Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNRWA) melaporkan bahwa operasi Israel di Tepi Barat yang diduduki telah menyebabkan pemindahan paksa 40.000 pengungsi dari kamp Jenin, Tulkarm, Nur Shams, dan Al-Far’a.

    Koresponden Roya melaporkan pada hari Rabu bahwa sejumlah besar penduduk kamp pengungsi Nur Shams di Tulkarm, di Tepi Barat yang diduduki, mengungsi dari rumah mereka di bawah tekanan dan ancaman dari Pasukan Pendudukan Israel.

    “Menurut koresponden, kamp tersebut hampir sepenuhnya dikosongkan setelah IDF mengeluarkan perintah evakuasi segera untuk kamp tersebut,” tulis laporan tersebut.

    TENTARA ISRAEL – Tangkapan Layar YouTube Al Jazeera English pada Sabtu (8/2/2025) yang menunjukkan Pasukan Israel menargetkan Tulkarem, yang dekat Jenin, di barat laut Tepi Barat pada Kamis (6/2/2025). (Tangkapan Layar YouTube Al Jazeera English)

    Perintah Tembak di Tempat

    Pasukan Israel dilaporkan menerapkan aturan tembak di tempat bagi warga Palestina di Tepi Barat seiring kian masif dan meluasnya agresi bertajuk ‘Operasi Tembok Besi’ di wilayah Palestina yang diduduki tersebut.

    Media, Israel, Haaretz mengutip pernyataan para komandan satuan di tentara Israel IDF), melaporkan kalau markas besar (Mabes) Komando Pusat IDF memperluas perintah ‘penembakan terbuka’ di Tepi Barat.

    “Perintah ini datang saat serangan pasukan pendudukan Israel dan bentrokan dengan milisi perlawanan Palestina terus berlanjut,” tulis laporan tersebut dikutip dari Khaberni, Selasa (11/2/2025).

    Laporan media itu, mengutip komandan unit di tentara Israel, menambahkan kalau perintah tembak di tempat ini berlaku untuk semua warga Palestina tanpa terkecuali.

    “Komando Pusat IDF memutuskan untuk menerapkan mekanisme penembakan yang digunakannya di Jalur Gaza untuk membunuh siapa pun warga Palestina yang tidak bersenjata, baik yang dicurigai atau tidak, di Tepi Barat,” kata laporan tersebut.

    Komandan unit IDF yang berbicara kepada surat kabar itu menyatakan perubahan perintah datang dari Komandan Komando Pusat IDF, Avi Blot dan Komandan Divisi Tepi Barat IDF, Yiki Dolev.

    Sebuah sumber keamanan Israel mengatakan kepada surat kabar tersebut kalau mereka yakin peningkatan terkini dalam jumlah korban tewas warga sipil Palestina tak bersenjata di Tepi Barat adalah hal yang tidak biasa.

    “Tentara Israel yang ikut serta dalam operasi Tepi Barat menjelaskan bahwa perintah untuk menembak terbuka bersifat luas, sehingga memudahkan tentara IDF untuk menarik pelatuk,” tambah laporan tersebut.

    Para prajurit IDF juga mengatakan kalau komandan Komando Pusat IDF, “Membiarkan penembakan untuk membunuh di Tepi Barat tanpa melakukan penangkapan.”

    TEPI BARAT – Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English pada Kamis (6/2/2025) yang menunjukkan tank-tank Israel menyerbu kota Jenin, Tepi Barat pada Rabu (5/2/2025) (Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English)

    Perintah Tembak Kendaraan yang Mendekat ke Pos Pemeriksaan

    Dalam konteks yang sama, surat kabar tersebut mengutip pernyataan komandan satuan militer IDF yang mengatakan bahwa komandan Divisi Tepi Barat, Yaki Dolev, memerintahkan agar kendaraan apa pun yang datang dari zona pertempuran menuju pos pemeriksaan mana pun ditembaki.

    Hal itu sebagaimana yang terjadi pada , Minggu (9/2/2025), di Tulkarm, ketika tentara Israel melepaskan tembakan ke sebuah mobil yang sedang menuju ke pos pemeriksaan militer.

    “Mobil warga Palestina itu berisi seorang pria dan seorang wanita di dalamnya. Penembakan buta Israel menyebabkan mereka mati syahid, meskipun mereka tidak bersenjata,” kata laporan Khaberni.

    Sejak 7 Oktober 2023, tentara dan pemukim Israel telah memperluas serangan mereka di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, yang mengakibatkan tewasnya 910 warga Palestina, sekitar 7.000 orang terluka, dan 14.300 orang lainnya ditangkap, menurut data resmi Palestina, hingga Minggu malam.

    SERBU TEPI BARAT – Tentara Pendudukan Israel (IDF) melakukan penyerbuan ke kota-kota di Tepi Barat yang direspons oleh milisi perlawanan Palestina dengan serangan balik. Eskalasi di Tepi Barat makin tinggi seiring terhentinya agresi militer IDF di Jalur Gaza karena gencatan senjata sementara. (ypa/tangkap layar)

    Ibu Hamil Pun Ditembak

    Laporan ini menjelaskan alasan di balik aksi pasukan Israel menembak mati dua warga sipil di Tepi Barat pada hari Minggu (9/2/2025).

    Menurut laporan dari Kementerian Kesehatan Palestina, satu di antara korban adalah Sundos Jamal Mohammed Shalabi.

    Shalabi adalah seorang wanita berusia 23 tahun yang sedang hamil delapan bulan. 

    Sayangnya, akibat tembakan pasukan Israel, bayi dalam kandungannya tidak selamat, dikutip dari Asharq Al-Aawsat.

    Tidak hanya Shalabi, suaminya juga menjadi korban tembakan Israel.

    Sang suami saat ini mengalami luka kritis akibat insiden tersebut.

    Peristiwa ini terjadi di Nur Shams, Tepi Barat bagian utara. 

    Militer Israel mengklaim bahwa kejadian ini sedang dalam proses investigasi oleh unit investigasi kriminal polisi militer mereka. 

    Namun, rincian pasti mengenai kejadian ini masih belum sepenuhnya jelas. 

    Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan ada saksi mata yang melihat insiden tersebut.

    Seorang saksi mata yang tidak disebutkan namanya menjelaskan insiden tersebut terjadi ketika Shalabi dan sang suami mencoba melarikan diri dari rumah mereka.

    Selain Shalabi, seorang wanita Palestina berusia 21 tahun juga dilaporkan tewas dalam insiden terpisah. 

    Menurut laporan, wanita tersebut tewas saat pasukan militer Israel sedang beroperasi di wilayah rumahnya.

    Kejadian ini dikonfirmasi oleh militer Israel.

    Akan tetapi, mereka berdalih melakukan pencarian terhadap seorang militan di rumah wanita tersebut.

    Pasukan Israel juga mengklaim sebelum insiden terjadi telah memerintahkan semua penghuni rumah untuk meninggalkan rumah tersebut.

    Namun menurut klaim pasukan Israel, wanita tersebut tidak ingin meninggalkan rumahnya.

    Kemudian pasukan Israel dengan sengaja mendobrak pintu rumah wanita tersebut hingga menyebabkan ia mengalami luka parah.

    Sebelumnya, pasukan Israel telah mengumumkan akan memperluas “operasi kontra-terorisme” di wilayah utara Tepi Barat ke Nur Shams pada hari Minggu.

    Israel mulai melancarkan serangannya di Tepi Barat pada 21 Januari 2025.

    Serangan ini dimulai dari Kota Jenin, kemudian menyasar kota-kota lainnya di Tepi Barat.

    Kemudian pada tanggal 27 Januari serangan Israel meluas di Kota Tulkarem.

    Terbaru, pada tanggal 2 Februari 2025, Kota Tammum dan kamp al-Far’a menjadi sasaran tentara Israel selanjutnya.

    Serangan di Tepi Barat yang tak ada hentinya ini menyusul  gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan di Gaza pada 19 Januari.

    Sejak adanya kesepakatan gencatan senjata, serangan Israel beralih ke Tepi Barat.

     

     

    (oln/rntv/khbrn/*)

  • Aksi Raja Yordania Tolak soal Gaza Langsung di Depan Muka Trump

    Aksi Raja Yordania Tolak soal Gaza Langsung di Depan Muka Trump

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengadakan pertemuan dengan Raja Yordania Abdullah II. Rencana Trump merelokasi warga Palestina dan membangun kembali Gaza di bawah kepemilikan AS ditolak Raja Yordania.

    Raja Yordania Abdullah II menolak keras gagasan Trump. Dia mengatakan Yordania dan negara Arab punya posisi kuat terkait wacana pemindahan warga Palestina dari Gaza.

    “Saya menegaskan kembali posisi teguh Yordania terhadap pemindahan warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat. Ini adalah posisi Arab yang bersatu,” tegas Raja Abdullah II dalam pernyataannya via media sosial setelah melakukan pembicaraan dengan Trump, dilansir AFP, Rabu (12/2/2025).

    Pertemuan Trump dengan Raja Abdullah II berlangsung di Gedung Putih pada Selasa (11/2) waktu setempat. Raja Abdullah menilai prioritas saat ini adalah membangun Gaza dan merawat masyarakat yang menderita akibat serangan Israel.

    “Membangun kembali Gaza tanpa menggusur warga Palestina dan mengatasi situasi kemanusiaan yang mengerikan harus menjadi prioritas semua pihak,” ucap Raja Abdullah II.

    Kepada Trump, dia juga mengatakan bahwa Mesir sedang menyusun rencana soal bagaimana negara-negara di kawasan Timur Tengah dapat “bekerja” dengan Trump soal gagasan mengejutkan tersebut. Dia mengatakan Mesir dan negara Arab punya rencana terkait masa depan Gaza, Palestina.

    AS Diminta Tunggu Ide Negara-negara Arab

    Foto: Trump bertemu Raja Yordania (Alex Brandon/AP)

    Raja Yordania Abdullah II mendesak AS bersabar dan mengatakan Mesir akan memberikan respons, kemudian negara-negara Arab akan membahasnya dalam pertemuan di Riyadh, Arab Saudi. Dia mengatakan negara-negara Arab akan berdiskusi dengan Putra Mahkota Arab Saudi.

    “Mari kita tunggu sampai Mesir bisa datang dan menyampaikan hal ini kepada presiden dan tidak terburu-buru,” ucapnya.

    Raja Abdullah II tampaknya berhasil membujuk Trump dalam pembicaraan di Gedung Putih. Dia menggambarkan kondisi Gaza dan masyarakat Palestina yang membutuhkan penanganan kesehatan.

    “Salah satu hal yang bisa kita lakukan segera adalah merawat 2.000 anak, anak-anak penderita kanker yang berada dalam kondisi sakit parah. Itu dimungkinkan untuk terjadi,” kata Raja Abdullah II ketika Trump menyambut dirinya dan Putra Mahkota Hussein di Ruang Oval Gedung Putih.

    Trump menjawab bahwa hal tersebut merupakan “tindakan yang sangat indah” dan mengakui dirinya tidak mengetahuinya sebelum kedatangan Raja Yordania di Gedung Putih.

    Di hadapan Raja Abdullah II, Trump menarik pernyataannya soal penghentian bantuan ke Yordania dan Mesir jika tidak mau menampung warga Gaza.

    “Saya tidak perlu mengancam hal itu. Saya yakin kita lebih baik dari hal semacam itu,” ucap Trump.

    Ide Trump Caplok Gaza Ramai Ditolak

    Warga Gaza Antre beli roti saat gencatan senjata (Foto: REUTERS/Dawoud Abu Alkas)

    Trump mengejutkan dunia dengan mencetuskan gagasan kontroversial agar AS “mengambil alih” Gaza dan bahkan mengusulkan “kepemilikan” atas Gaza. Dia membayangkan AS akan membangun kembali secara ekonomi wilayah yang hancur akibat perang itu.

    Ide itu kembali dicetuskan Trump saat konferensi pers bersama Perdana Menteri (PM) Benyamin Netanyahu di Gedung Putih, Minggu (9/2). Sebelumnya, Trump menyatakan AS akan menguasai Jalur Gaza dan mengembangkannya secara ekonomi, setelah merelokasi warga Palestina di Gaza ke tempat-tempat lainnya pada Sabtu (25/1) dan Senin (27/1) lalu.

    Trump mencetuskan “kepemilikan jangka panjang” oleh AS atas Jalur Gaza. Dia menyebut AS akan meratakan Jalur Gaza dan membersihkan semua bangunan yang hancur di sana untuk menciptakan pembangunan ekonomi dan menciptakan ribuan lapangan kerja.

    “Jalur Gaza akan diserahkan kepada Amerika Serikat oleh Israel pada akhir pertempuran,” cetus Trump dalam pernyataan terbarunya via media sosial Truth Social, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (7/2).

    Dunia menolak keras ide Trump. Presiden Palestina Mahmoud Abbas, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, menolak tegas rencana Trump dan menegaskan Palestina tidak akan melepaskan tanah, hak dan situs-situs suci mereka. Dia mengatakan Jalur Gaza merupakan bagian integral dari tanah negara Palestina, bersama dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    Penolakan juga disampaikan oleh Hamas, melalui salah satu pejabat seniornya, Sami Abu Zuhri, yang mengecam rencana Trump itu sebagai upaya mengusir warga Palestina dari tanah air mereka.

    Tak hanya Palestina dan Hamas, Arab Saudi juga tegas menolak upaya apa pun untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka. Ditegaskan oleh Riyadh bahwa posisinya dalam mendukung Palestina tidak dapat dinegosiasikan.

    Sementara, Menteri Luar Negeri (Menlu) Mesir Badr Abdelatty menyerukan rekonstruksi cepat Jalur Gaza tanpa harus mengusir warga Palestina dari wilayah tersebut, setelah Trump melontarkan usulan mengejutkan tersebut.

    Indonesia juga tegas menolak upaya paksa relokasi warga Palestina.

    Halaman 2 dari 3

    (jbr/aud)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Raja Abdullah II Tolak Usulan Trump Relokasi Warga Gaza, Presiden Abbas Puji Keberaniannya – Halaman all

    Raja Abdullah II Tolak Usulan Trump Relokasi Warga Gaza, Presiden Abbas Puji Keberaniannya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Palestina Mahmoud Abbas memuji sikap berani Raja Abdullah II dari Yordania terkait penolakan usulan Donald Trump yang ingin mengusir warga Palestina dari Gaza.

    Menurut Abbas, sikap tersebut mencerminkan komitmen teguh Yordania dalam membela hak-hak nasional Palestina yang sah, serta menjaga perdamaian berdasarkan resolusi legitimasi internasional, Prakarsa Perdamaian Arab, dan prinsip solusi dua negara, dikutip dari WAFA English.

    Tidak hanya itu, Abbas memuji keinginan Raja Abdullah II menampung 2.000 anak yang sakit untuk mendapat perawatan medis.

    Langkah ini, merupakan lanjutan dari berbagai bantuan kemanusiaan yang telah diberikan oleh Yordania, termasuk pengoperasian rumah sakit lapangan di Gaza dan Tepi Barat.

    Dalam konteks diplomasi, Abbas menekankan pentingnya koordinasi antara negara-negara Arab untuk memperkuat visi perdamaian Arab dalam pertemuan puncak darurat Arab mendatang. 

    Ia juga menggarisbawahi pentingnya peran koalisi global dalam mewujudkan solusi dua negara, meningkatkan pengakuan internasional terhadap Palestina, serta mendorong penyelenggaraan konferensi perdamaian internasional pada pertengahan tahun ini dengan Arab Saudi dan Prancis sebagai tuan rumah.

    Lebih lanjut, Abbas memuji Mesir, Arab Saudi, Yordania, dan negara-negara lain yang menolak proyek penggusuran dan pencaplokan tanah Palestina.

    Ia menegaskan, perdamaian dan stabilitas tidak dapat terwujud tanpa adanya Negara Palestina yang berdaulat. 

    Oleh karena itu, ia mendesak penghentian perang secara total, percepatan bantuan kemanusiaan, serta keterlibatan penuh Negara Palestina dalam proses rekonstruksi Gaza dengan dukungan konsensus nasional Palestina.

    Presiden Abbas kembali menegaskan komitmen rakyat Palestina.

    Di mana seluruh warga Palestina tetap bertahan di tanah mereka di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem. 

    Raja Abdullah II Tolak Usulan Trump

    Raja Abdullah II mengatakan secara tegas bahwa ia menolak rencana Trump untuk mengambil alih Gaza.

    Rencana Trump sebelumnya mencakup pengambilalihan kendali atas Gaza dan pengusiran paksa sebagian warga Palestina, yang memicu reaksi keras dari negara-negara Arab dan Palestina.

    “Saya menekankan penolakan tegas saya terhadap pemindahan warga Palestina dari Gaza,” ujar Raja Abdullah, dikutip dari Al-Arabiya.

    Pernyataan ini dikatakan oleh Raja Yordania II setelah melakukan pertemuan penting dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih pada Selasa (11/2/2025).

    Ia menegaskan, sikap ini sesuai dengan posisi bersatu dunia Arab. 

    Raja Abdullah juga menambahkan bahwa prioritas utama harus difokuskan pada pembangunan kembali Gaza tanpa menggusur penduduknya.

    “Prioritas semua orang seharusnya adalah membangun kembali Gaza tanpa menggusur penduduknya,” tambahnya.

    Raja Abdullah juga menggarisbawahi pentingnya solusi dua negara untuk mencapai perdamaian yang adil antara Israel dan Palestina, yang dianggap sebagai langkah krusial untuk stabilitas regional.

    “Mencapai perdamaian yang adil melalui solusi dua negara sangat penting bagi stabilitas regional,” jelas Raja Abdullah, sembari menekankan peran penting kepemimpinan AS dalam proses perdamaian ini.

    Ia juga menegaskan, tidak akan memberikan banyak komentar terkait usulan Trump yang ingin relokasi warga Gaza sampai Mesir memberikan pendapatnya terkait usulan tersebut.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Presiden Mahmoud Abbas dan Raja Abdullah II

  • PBB Peringatkan Israel, Pemindahan Paksa Warga Palestina akan Meningkat, Tepi Barat akan Dicaplok – Halaman all

    PBB Peringatkan Israel, Pemindahan Paksa Warga Palestina akan Meningkat, Tepi Barat akan Dicaplok – Halaman all

    PBB Peringatkan Israel bahwa Pemindahan Paksa Warga Palestina akan Meningkat, Tepi Barat akan Dicaplok

    TRIBUNNEWS.COM- Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) telah memperingatkan bahwa pengusiran paksa warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki “meningkat dengan kecepatan yang mengkhawatirkan”.

    Di tengah peringatan dari kelompok-kelompok hak asasi manusia bahwa Israel sedang mempersiapkan jalan untuk mencaplok wilayah Palestina yang diduduki secara ilegal, Middle East Eye melaporkan pada 11 Februari.

    “Kamp Jenin kosong saat ini, mengingatkan kita pada intifada kedua. Pemandangan ini akan terulang di kamp-kamp lain,” kata UNRWA, seraya mencatat bahwa 40.000 warga Palestina baru-baru ini telah mengungsi dari Tepi Barat yang diduduki.

    “Operasi yang berulang dan merusak telah membuat kamp pengungsi di utara tidak dapat dihuni, menjebak penduduk dalam pengungsian berulang,” imbuh badan PBB tersebut.  

    Pada tanggal 21 Januari, Israel melancarkan kampanye militer besar-besaran di kota Jenin di Tepi Barat yang diduduki dan sekitarnya, menewaskan 25 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

    Pasukan Israel menyerang kota Tulkarem pada 27 Januari, menewaskan lima warga Palestina. Serangan tersebut kemudian meluas ke Tamoun dan Kamp Al-Faraa di Tubas pada 2 Februari.

    Pasukan pendudukan Israel mengalihkan perhatian mereka untuk menyerang kelompok perlawanan Palestina di Tepi Barat yang diduduki hanya beberapa hari setelah menyetujui gencatan senjata di Gaza dengan Hamas. 

    Selama 15 bulan terakhir, pemboman tanpa henti oleh pesawat tempur Israel dan penghancuran oleh buldoser telah mengubah sebagian besar wilayah yang dikepung menjadi sesuatu yang menyerupai pemandangan bulan. 

    Setelah kehancuran tersebut, para pemimpin Israel menganjurkan pencaplokan Gaza demi pemukiman Yahudi.

    Jamal Jumaa, pimpinan kampanye Stop the Wall yang menentang apartheid Israel, mengatakan kepada Middle East Eye bahwa serangan Israel serupa di Tepi Barat yang diduduki “jelas bertujuan untuk mempersiapkan infrastruktur bagi aneksasi tanah.”

    Para pemimpin Israel juga secara terbuka menyatakan niat mereka untuk mencaplok wilayah Tepi Barat yang diduduki – yang ilegal menurut hukum internasional. 

    Mereka menggambarkan rencana pencurian tanah Palestina dengan menggunakan eufemisme “menerapkan kedaulatan.”

    Selama Perang Enam Hari pada tahun 1967, Israel menduduki Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Dataran Tinggi Golan Suriah. 

    Israel mencaplok dua wilayah terakhir, meskipun ada kecaman internasional dan resolusi PBB yang menuntut Israel menarik diri dari wilayah yang didudukinya selama perang.

    Namun, Israel belum mampu melakukan pembersihan etnis terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki, sehingga sulit untuk dianeksasi tanpa mengancam mayoritas demografi Yahudi di Israel.

    “Mereka ingin menyingkirkan isu pengungsi karena ini adalah bukti kejahatan besar genosida yang mereka lakukan pada tahun 1948,” kata Jumaa.

    Jumaa juga mengatakan bahwa pemerintah Israel saat ini, “yang didukung oleh sebagian besar masyarakat Israel,” percaya sekarang adalah waktu yang tepat untuk melakukan pembersihan etnis di Tepi Barat yang diduduki dan mencaploknya setelah terpilihnya Presiden AS Donald Trump.

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Aksi Raja Yordania Tolak soal Gaza Langsung di Depan Muka Trump

    Trump Ngotot Ingin Miliki Gaza, Raja Yordania Bilang Gini Trump Ngotot Ingin Miliki Gaza, Raja Yordania Bilang Gini

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menegaskan gagasannya untuk merelokasi warga Palestina dan membangun kembali Gaza di bawah kepemilikan AS. Gagasan itu ditolak keras oleh Raja Yordania Abdullah II, yang bertemu langsung dengan Trump di Gedung Putih pada Selasa (11/2) waktu setempat.

    Raja Abdullah II, seperti dilansir AFP, Rabu (12/2/2025), menjelaskan bahwa dirinya menegaskan posisi kuat Yordania menolak relokasi warga Palestina dari Jalur Gaza, seperti yang dicetuskan Trump beberapa waktu terakhir.

    “Saya menegaskan kembali posisi teguh Yordania terhadap pemindahan warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat. Ini adalah posisi Arab yang bersatu,” tegas Raja Abdullah II dalam pernyataannya via media sosial setelah melakukan pembicaraan dengan Trump.

    “Membangun kembali Gaza tanpa menggusur warga Palestina dan mengatasi situasi kemanusiaan yang mengerikan harus menjadi prioritas semua pihak,” cetusnya.

    Namun, Raja Abdullah II juga mengatakan kepada Trump bahwa Mesir sedang menyusun rencana soal bagaimana negara-negara di kawasan Timur Tengah dapat “bekerja” dengan Trump soal gagasan mengejutkan tersebut.

    Dalam pembicaraan di Gedung Putih, Raja Abdullah II tampaknya berhasil membujuk Trump, yang sebelumnya melontarkan kemungkinan menghentikan bantuan AS ke Yordania jika negara itu tidak mau menampung warga Gaza.

    “Salah satu hal yang bisa kita lakukan segera adalah merawat 2.000 anak, anak-anak penderita kanker yang berada dalam kondisi sakit parah. Itu dimungkinkan untuk terjadi,” kata Raja Abdullah II ketika Trump menyambut dirinya dan Putra Mahkota Hussein di Ruang Oval Gedung Putih.

    Trump menjawab bahwa hal tersebut merupakan “tindakan yang sangat indah” dan mengakui dirinya tidak mengetahuinya sebelum kedatangan Raja Yordania di Gedung Putih.

    Lihat Video: Bertemu Trump, Yordania Akan Terima 2 Ribu Anak Gaza yang Sakit

    Trump mengejutkan dunia dengan mencetuskan gagasan kontroversial pekan lalu agar AS “mengambil alih” Gaza, dan bahkan mengusulkan “kepemilikan” atas Gaza. Dia membayangkan AS akan membangun kembali secara ekonomi wilayah yang hancur akibat perang itu.

    Namun rencana Trump itu hanya dilakukan setelah merelokasi warga Gaza ke negara-negara lainnya, seperti Yordania dan Mesir, tanpa ada rencana bagi mereka untuk kembali tinggal di sana.

    Raja Abdullah II mendesak agar bersabar dan mengatakan Mesir akan memberikan respons, kemudian negara-negara Arab akan membahasnya dalam pertemuan di Riyadh, Arab Saudi.

    “Mari kita tunggu sampai Mesir bisa datang dan menyampaikan hal ini kepada presiden dan tidak terburu-buru,” ucapnya.

    Trump, di hadapan Raja Abdullah II, menarik kembali pernyataannya soal penghentian bantuan ke Yordania dan Mesir, dengan mengatakan: “Saya tidak perlu mengancam hal itu. Saya yakin kita lebih baik dari hal semacam itu.”

    Lihat Video: Bertemu Trump, Yordania Akan Terima 2 Ribu Anak Gaza yang Sakit

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Ancam Kekacauan, Warga Gaza: Apa yang Lebih Buruk dari Kami Alami?    
        Trump Ancam Kekacauan, Warga Gaza: Apa yang Lebih Buruk dari Kami Alami?

    Trump Ancam Kekacauan, Warga Gaza: Apa yang Lebih Buruk dari Kami Alami? Trump Ancam Kekacauan, Warga Gaza: Apa yang Lebih Buruk dari Kami Alami?

    Gaza City

    Warga Palestina menolak keras untuk meninggalkan Jalur Gaza meskipun wilayah itu mengalami kehancuran besar-besaran akibat perang antara Hamas dan Israel. Mereka mengecam rencana Trump untuk memiliki Gaza dan merelokasi warganya ke lokasi-lokasi lainnya.

    Warga Gaza juga mengecam ancaman Trump soal kekacauan akan terjadi jika para sandera Israel yang tersisa tidak dibebaskan, setelah Hamas mengatakan akan menunda pembebasan sandera karena ada pelanggaran kesepakatan gencatan senjata oleh Israel.

    “Apa yang lebih buruk dari yang sudah kami alami? Apa yang lebih buruk dari pembunuhan?” ucap seorang warga Palestina bernama Jomaa Abu Kosh, yang berasal dari Rafah, Gaza bagian selatan, seperti dilansir Reuters, Rabu (12/2/2025). Dia berbicara di samping rumah-rumah yang hancur akibat gempuran Israel.

    “Kami dipermalukan, anjing jalanan menjalani kehidupan yang lebih baik dari kami,” ujar seorang warga Gaza lainnya, Samira Al-Sabea.

    “Dan Trump ingin menjadikan Gaza seperti neraka? Ini tidak akan pernah terjadi,” tegasnya.

    Di bawah gagasan Trump, sebanyak 2,2 juta jiwa penduduk Gaza akan direlokasi ke negara-negara lainnya dan AS akan mengambil alih kendali, bahkan mengambil alih kepemilikan atas Gaza, untuk mengembangkan wilayah Palestina itu secara ekonomi.

    Baru-baru ini, Trump bahkan menyebut Gaza sebagai lokasi “pengembangan real estate untuk masa depan”, dan menegaskan warga Palestina tidak memiliki hak untuk kembali berdasarkan rencana pengambilalihan yang dilakukan AS.

    Lihat juga Video Trump soal Rencana Relokasi Warga Gaza: Mereka Hidup di Neraka

    Rencana semacam ini menuai penolakan keras di kalangan warga Gaza.

    “Gagasan menjual rumah atau sebidang tanah yang saya miliki kepada perusahaan asing untuk meninggalkan tanah air dan tidak pernah kembali sepenuhnya ditolak. Saya mengakar kuat di tanah air saya dan akan selalu demikian,” tegas salah satu warga Gaza bernama Shaban Shaqaleh (47).

    Warga Palestina khawatir jika rencana Trump akan memicu terjadinya Nakba baru, yang mengingatkan pada peristiwa tahun 1948 silam ketika mereka mengalami pengusiran massal saat berdirinya Israel.

    “Kami tidak ingin meninggalkan negara kami, tetapi juga membutuhkan solusi. Para pemimpin kami — Hamas, PA (Otoritas Palestina), dan faksi-faksi lainnya — harus mencari solusi,” ucap seorang warga Gaza bernama Jehad (40), yang berprofesi sebagai tukang kayu.

    Rencana Trump menguasai Gaza juga ditolak warga Palestina di Tepi Barat. “Apakah dia menguasai Gaza sehingga meminta orang-orang meninggalkannya? Soal Trump, saya hanya menyalahkan rakyat Amerika. Bagaimana bisa negara seperti itu, negara adidaya, menerima orang seperti Trump?” kata warga Tepi Barat bernama Nader Imam.

    “Apa yang akan dilakukan Trump? Tidak ada rasa takut, kami mengandalkan Tuhan,” ucap warga Tepi Barat lainnya, Mohammed Salah Tamimi.

    Lihat juga Video Trump soal Rencana Relokasi Warga Gaza: Mereka Hidup di Neraka

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu