Negara: Tepi Barat

  • Faksi Palestina: Kerugian Tentara Israel Jauh Lebih Banyak dari yang Diumumkan – Halaman all

    Faksi Palestina: Kerugian Tentara Israel Jauh Lebih Banyak dari yang Diumumkan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sumber dari berbagai faksi perlawanan Palestina menegaskan bahwa kerugian tentara Israel di Gaza jauh lebih besar dari angka yang dilaporkan secara resmi oleh pemerintah Israel.

    Dalam pernyataan terpisah kepada The New Arab, para pejuang perlawanan Palestina mengklaim bahwa mereka telah menyebabkan banyak korban di pihak tentara Israel, terutama selama konfrontasi darat di Gaza.

    Pejabat Hamas secara terbuka mengatakan bahwa militer Israel sengaja mengecilkan jumlah kerugian mereka. 

    Hanya dalam pertempuran di Gaza Utara saja, Hamas mengklaim ratusan tentara Israel tewas.

    Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Jihad Islam Palestina, Mohammed al-Hindi, menyebut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berada dalam “ilusi”.

    Ia menegaskan bahwa setiap negosiasi di masa depan harus mencakup penghentian total pertempuran.

    Pemimpin Hamas, Khaled Meshaal, juga menegaskan bahwa kelompoknya tetap mampu mempertahankan perlawanan meskipun menghadapi perang berkepanjangan.

    “Hamas akan bangkit dari keterpurukan seperti yang selalu terjadi,” ujarnya, seraya menekankan bahwa mereka masih memiliki kekuatan untuk menyerang tentara Israel.

    Di sisi lain, Netanyahu berulang kali menyatakan bahwa aksi militer Israel telah melemahkan Hamas dan Jihad Islam secara signifikan, membuat mereka mengalami kemunduran selama bertahun-tahun.

    Namun, analis independen berpendapat bahwa ketergantungan Israel pada serangan udara menunjukkan bahwa mereka menghadapi perlawanan yang jauh lebih kuat dari yang diperkirakan.

    Kerugian Tentara Israel

    Statistik resmi Israel mengklaim bahwa sejak dimulainya serangan darat di Gaza, 401 tentara Israel telah tewas, sehingga total korban militer menjadi 831, dengan lebih dari 5.590 tentara terluka.

    Dari jumlah tersebut, 2.535 tentara terluka sejak invasi darat dimulai.

    Menurut surat kabar Israel Maariv, total korban militer Israel sejak 7 Oktober 2023 mencapai 891, termasuk 390 di Gaza, 50 di Lebanon, 11 di Tepi Barat, 37 di Israel Utara, dan 65 lainnya dalam insiden operasional.

    Laporan juga menunjukkan peningkatan bunuh diri di kalangan tentara Israel.

    Pada tahun 2023, 27 tentara mengkhiri hidup, dan 21 kasus tambahan tercatat sejak awal 2024.

    Pada bulan Desember 2023, media Haaretz melaporkan adanya perbedaan besar antara jumlah tentara yang terluka yang dilaporkan oleh militer dengan catatan rumah sakit.

    Data dari Kementerian Kesehatan Israel menunjukkan bahwa jumlah tentara terluka mencapai 10.548, jauh lebih tinggi dari yang diumumkan oleh militer, yakni 1.593.

    Selain itu, Haaretz melaporkan bahwa sekitar 1.000 tentara terluka dirawat di pusat rehabilitasi setiap bulan.

    Media Israel lainnya juga menyatakan bahwa jumlah korban militer Israel mungkin lebih tinggi karena pemerintah berupaya mengendalikan persepsi publik dan menjaga moral warganya.

    Keluarga tentara Israel semakin mengkhawatirkan kurangnya transparansi terkait kondisi sebenarnya di medan perang.

    Seorang pejabat senior di Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, mengatakan kepada The New Arab bahwa meskipun Israel memiliki keunggulan militer, para pejuang perlawanan menggunakan taktik gerilya yang sangat efektif di medan perang perkotaan, menyebabkan kerugian signifikan bagi Israel.

    Seorang pejuang perlawanan, yang berbicara secara anonim, mengatakan:

    “Setiap hari, para pejuang kami melakukan banyak serangan, mulai dari penyergapan konvoi militer hingga menembaki tentara musuh.”

    “Semua operasi ini didokumentasikan dengan cermat.”

    “Penggunaan terowongan bawah tanah, alat peledak rakitan, dan rudal anti-tank telah membuat pasukan Israel kesulitan menguasai wilayah di Gaza,” tambahnya.

    Pejuang dari Brigade Al-Quds, sayap militer Jihad Islam Palestina, juga menyuarakan hal serupa.

    Ia mengatakan bahwa ketidakmampuan Israel untuk terlibat langsung dalam pertempuran menyebabkan mereka meningkatkan serangan terhadap warga sipil.

    Hamas dan Jihad Islam bukan satu-satunya faksi yang bertempur.

    Pejuang dari Fatah dan Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP) juga berpartisipasi dalam perlawanan.

    Seorang pejuang Fatah mengatakan, “Perbedaan politik menghilang di tengah perang. Misi kami adalah membela rakyat dan melawan pendudukan.”

    Koordinasi yang erat antara faksi-faksi perlawanan mengarah pada serangan yang lebih terorganisir, termasuk penggunaan drone untuk pengintaian dan serangan.

    Menurut pejuang Fatah, kemajuan dalam taktik ini telah berkontribusi pada peningkatan kerugian militer Israel.

    Profesor Saeed Shaheen, seorang analis politik Palestina, mengatakan bahwa meningkatnya korban di pihak Israel memberikan tekanan pada pendudukan tersebut untuk menunjukkan fleksibilitas dalam negosiasi.

    “Meningkatnya jumlah korban memaksa Israel mempertimbangkan pendekatan yang lebih hati-hati,” katanya.

    Ia juga menekankan bahwa tekanan diplomatik dari Amerika Serikat turut berperan dalam mencapai gencatan senjata.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Update Perang Gaza: Presiden Israel Minta Maaf-Hamas Beri Penjelasan

    Update Perang Gaza: Presiden Israel Minta Maaf-Hamas Beri Penjelasan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perkembangan terbaru terus muncul dalam perang antara Israel dan milisi Hamas di wilayah Gaza, Palestina. Saat ini, kedua pihak sedang dalam gencatan senjata untuk pembebasan sejumlah warga Israel yang ditawan di Gaza, termasuk jenazah mereka yang tewas.

    Berikut sejumlah perkembangan terbarunya sebagaimana dikutip Al Jazeera, Kamis (20/2/2025):

    1. Presiden Israel Minta Maaf

    Presiden Israel Isaac Herzog telah meminta maaf kepada X karena tidak melindungi empat tawanan Israel yang jenazahnya diserahkan kepada Palang Merah pagi ini.

    “Atas nama Negara Israel, saya menundukkan kepala dan meminta maaf. Maaf karena tidak melindungi Anda pada hari yang mengerikan itu. Maaf karena tidak membawa Anda pulang dengan selamat. Semoga kenangan mereka menjadi berkat,” tulisnya.

    2. Hamas Beri Penjelasan ke Keluarga Korban

    Hamas mengatakan pihaknya berusaha menjaga tawanan Israel yang berada dalam tahanannya tetap hidup, tetapi mereka dibunuh oleh tentara Israel atas desakan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu untuk melanjutkan perang di Gaza.

    Saat menyerahkan jenazah empat tawanan Israel, Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya “mempertahankan kehidupan tawanan pendudukan”, memberi mereka apa yang bisa diberikan, dan “memperlakukan mereka secara manusiawi, tetapi tentara mereka membunuh mereka bersama para penculiknya”.

    “Penjahat Netanyahu hari ini menangisi jenazah tawanannya yang dikembalikan kepadanya dalam peti mati, dalam upaya terang-terangan untuk menghindari tanggung jawab atas pembunuhan mereka di hadapan para pendengarnya,” Hamas menambahkan.

    Saat berbicara kepada keluarga tawanan Israel yang terbunuh yakni keluarga Bibas dan Lifshitz, Hamas berkata: “Kami lebih suka putra-putra Anda kembali kepada Anda hidup-hidup, tetapi tentara dan pemimpin pemerintah Anda memilih untuk membunuh mereka alih-alih membawa mereka kembali”.

    3. Anwar Ibrahim Diminta Melunak

    Bloomberg melaporkan bahwa pejabat pemerintah telah menyarankan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim untuk melunakkan kritiknya terhadap perang Israel di Gaza guna menghindari pembalasan dari Trump, termasuk tarif pada ekonomi negara yang digerakkan oleh ekspor. Laporan tersebut mengutip beberapa orang yang mengetahui masalah tersebut.

    Laporan tersebut mencatat bahwa Anwar, yang sebelumnya menggambarkan AS sebagai kaki tangan dalam ‘genosida’ Israel di Gaza, tampak lebih pendiam dalam beberapa minggu terakhir. Misalnya, Anwar menahan komentar tentang usulan Trump untuk mengusir warga Palestina dari Gaza, dengan mengatakan bahwa ia ‘akan mempelajari terlebih dahulu’ rencana tersebut.

    PM Malaysia itu juga secara terpisah mengakui bahwa tarif dapat menghantam ekonomi negara tersebut, yang mencakup industri semikonduktor yang sedang berkembang, dan memberitahu parlemen bahwa negara tersebut akan mengambil langkah-langkah untuk ‘secara agresif membuka jaringan mitra dagang yang lebih luas’.

    4. Bulldozer Mulai Masuk Gaza

    Al Quds Today, sebuah saluran Palestina, telah mengunggah rekaman buldoser yang melaju di jalan-jalan Gaza. Dikatakan bahwa kendaraan-kendaraan tersebut telah memasuki jalur penyeberangan Rafah dan sedang dalam perjalanan ke utara Jalur Gaza.

    Laporan tersebut muncul saat Hamas menyerukan tekanan lebih besar kepada Israel untuk mengizinkan masuknya mesin-mesin berat guna membersihkan sejumlah besar puing di daerah kantong yang dilanda perang tersebut.

    Kantor Media Pemerintah di Gaza pada hari Rabu mengatakan Israel hanya mengizinkan enam buldoser memasuki Jalur Gaza sejauh ini, meskipun kesepakatan gencatan senjata menyerukan 500 mesin semacam itu.

    5. Israel Genjot Serangan di Tepi Barat

    Militer Israel telah melanjutkan serangan besar-besaran di beberapa wilayah di Tepi Barat utara yang diduduki, termasuk kota Jenin dan kamp pengungsiannya, serta Tulkarem dan kamp pengungsi Nur Shams, yang memaksa ribuan orang meninggalkan rumah mereka.

    Media Palestina, Wafa, melaporkan bahwa serangan militer di Jenin kini memasuki hari ke-31, yang mengakibatkan tewasnya 26 warga Palestina. Dikatakan bahwa Israel telah menyerbu Tulkarem selama 25 hari dan Nur Shams selama 12 hari.

    Tentara Israel juga telah mengerahkan ratusan tentara dan buldoser yang telah menghancurkan rumah-rumah dan merusak infrastruktur vital di berbagai lokasi di Tepi Barat, memutus aliran air dan listrik.

    Kemarin, pasukan Israel menewaskan sedikitnya tiga warga Palestina dalam sebuah serangan terhadap sebuah rumah di kamp pengungsi Far’a.

    (sef/sef)

  • Trump Ingin Ambil Alih Gaza-Pindahkan Warganya, Apa Rencana Dunia Arab?

    Trump Ingin Ambil Alih Gaza-Pindahkan Warganya, Apa Rencana Dunia Arab?

    Kairo

    Mesir dan sejumlah negara di Arab sedang menyusun rencana membangun kembali Gaza untuk memastikan warga Palestina tetap berada di wilayah tersebut tanpa harus mengungsi. Langkah itu merupakan respons terhadap Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang ingin memindahkan warga Palestina.

    Dalam usulannya, Mesir dan sejumlah negara Arab juga berencana membangun mekanisme pemerintahan di Jalur Gaza tanpa keterlibatan Hamas.

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengusulkan agar warga Palestina dipindah ke Mesir, Yordania, dan kemungkinan negara lain.

    Dia juga berniat mengambil alih Gaza dan mengubahnya menjadi “Riviera of The Middle East” atau kawasan pesisir yang indah di Timur Tengah.

    Kantor berita Reuters melaporkan bahwa setidaknya empat proposal sudah dirancang mengenai Gaza.

    Namun proposal yang dibuat Mesir saat ini tampaknya menjadi acuan bagi upaya dunia Arab dalam menawarkan alternatif terhadap rencana Trump.

    Seorang perempuan menjemur pakaian di rumahnya yang hancur di Kota Gaza, 17 Februari 2025 (Getty Images)

    Menurut sumber BBC, Kairo hampir menyelesaikan rincian teknis rencana tersebut yang mencakup pembersihan puing-puing dan pembangunan kembali di Gaza.

    Mereka juga mempersiapkan rencana bagaimana warga Palestina akan hidup selama periode ini dan mekanisme pemerintahan setelah perang.

    Namun, masa depan gencatan bersenjata di Gaza, khususnya Hamas dan Jihad Islam, masih dalam diskusi.

    Mesir mengatakan rencana tersebut akan dibicarakan dengan pemerintah AS.

    Baca juga:

    Tapi, sumber di Mesir mengatakan kapada BBC bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa akan berperan dalam rencana tersebut.

    Mesir sedang berkonsultasi dengan sejumlah negara Arab, termasuk Yordania dan Arab Saudi, mengenai rincian rencana tersebut sebagai persiapan pertemuan regional di Riyadh pada Kamis (21/02), yang diperkirakan akan melibatkan Otoritas Palestina.

    Pertemuan ini akan disusul dengan konferensi tingkat tinggi (KTT) darurat di Kairo, Mesir, yang semula dijadwalkan pada 27 Februari, namun akhirnya ditunda karena alasan logistik dan hingga kini belum jelas kapan pertemuan itu akan digelar.

    Bagaimana rencana ini akan berjalan tanpa pemindahan massal?

    Warga Palestina kembali ke rumah-rumah mereka di Gaza bagian utara pada Januari (Reuters)

    Sebuah sumber di Mesir mengatakan kepada BBC bahwa negara-negara Arab mulai mempersiapkan rencana rekonstruksi Gaza yang melibatkan negara-negara Eropa.

    Sumber tersebut menambahkan bahwa rencana Mesir terutama difokuskan pada pembangunan kembali Gaza dan pembagian Jalur Gaza menjadi tiga zona kemanusiaan.

    Masing-masing zona terdiri dari 20 kamp untuk hunian warga yang menyediakan kebutuhan dasar seperti air dan listrik.

    Dalam rencana itu, puluhan ribu rumah mobil dan bangunan tenda akan ditempatkan di kawasan aman selama enam bulan, bersamaan dengan pemindahan puing-puing akibat perang.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Namun, saat ini hal tersebut tidak diperbolehkan oleh Israel selama tahap awal gencatan senjata.

    Rencana tersebut juga akan menekankan perlunya mengizinkan pasokan bahan bakar dan bahan rekonstruksi masuk ke Gaza secara teratur.

    Menurut rencana Mesir, rekonstruksi akan didanai oleh donor Arab dan internasional. Rencananya sekitar 50 perusahaan multinasional di bidang konstruksi bakal menyediakan unit perumahan dalam waktu 18 bulan di tiga zona Gaza yang diusulkan.

    Pendanaan rekonstruksi akan dikelola oleh sebuah komite yang terdiri dari perwakilan Arab dan internasional.

    Proposal tersebut juga mencakup pembentukan zona penyangga dan penghalang untuk menghalau penggalian terowongan di sepanjang perbatasan Gaza dengan Mesir.

    Tingkat kerusakan di sebuah lingkungan di Gaza difoto pada Februari (EPA)

    Sejumlah besar truk yang membawa rumah kontainer dan peralatan konstruksi berat yang dikirim dari Mesir ke Gaza menunggu di sisi perbatasan Mesir (Getty)

    Selain itu, proposal itu mencakup pembersihan puing-puing dan pembangunan di 20 area perumahan sementara di bagian utara, tengah, dan selatan Jalur Gaza.

    Dr Tarek al-Nabarawi, presiden Egyptian Engineers Syndicate, mengatakan kepada BBC bahwa rencana tersebut dapat memakan waktu tiga hingga lima tahun mengingat jumlah dana yang diperlukan dan banyaknya pihak yang terlibat.

    Namun, pada hari Sabtu (15/02) Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa ia tidak akan mengizinkan rumah mobil dan peralatan konstruksi memasuki Jalur Gaza.

    Dia beralasan itu karena masalah keamanan, meskipun hal ini merupakan ketentuan dari perjanjian gencatan senjata baru-baru ini.

    Baca juga:Bagaimana masa depan Hamas?

    Sumber di Mesir mengatakan kepada BBC bahwa topik paling penting dan belum terselesaikan adalah masa depan Hamas dan kelompok bersenjata lainnya di Jalur Gaza.

    Sumber tersebut menjelaskan bahwa salah satu usulan Kairo melibatkan pelucutan senjata kelompok-kelompok ini setelah negara Palestina dideklarasikan di dalam perbatasan sebelum Perang Enam Hari.

    Yerusalem Timur akan menjadi ibu kota di negara tersebut dan akan ada zona penyangga yang lokasinya belum ditentukan untuk meyakinkan Israel bahwa tidak akan ada ancaman yang berasal dari Gaza.

    Sementara itu, usulan tersebut juga melibatkan pembentukan komite Palestina untuk memerintah Gaza tanpa partisipasi Hamas.

    BBC

    Pasukan dari negara-negara Arab dan internasional akan membantu komite tersebut untuk sementara waktu dalam mengelola Jalur Gaza.

    Hamas sebelumnya menyatakan bersedia menyerahkan pemerintahan Gaza kepada komite nasional tetapi ingin berperan dalam memilih anggotanya dan tidak memperbolehkan pengerahan pasukan darat apa pun tanpa persetujuannya.

    Sumber di Mesir tersebut juga menekankan bahwa negara-negara Arab akan mendukung Otoritas Palestina dalam melatih personelnya dan bekerja sama dengan Uni Eropa.

    Bagaimana dengan rencana Trump?

    Presiden AS Donald Trump telah berulang kali menyatakan rencananya untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza.

    Ia kerap menjustifikasi hal ini sebagai peluang untuk mengubah Gaza menjadi kawasan investasi wisata untuk keuntungan warga Palestina sendiri, mengingat mereka tidak akan lagi hidup di tengah puing-puing.

    Trump bahkan mengancam akan menghentikan bantuan ke Mesir dan Yordania jika mereka tidak menerima warga Palestina.

    Baca juga:

    Salah satu mantan editor Associated Press Timur Tengah di Kairo, Dan Perry, menulis dalam sebuah artikel untuk koran Israel, Jerusalem Post, bahwa rencana Trump merelokasi warga Palestina dari Gaza adalah untuk menekan negara-negara Arab dan warga Palestina di Gaza agar menyingkirkan Hamas dari kekuasaan.

    Hal ini juga ditujukan untuk menghentikan dukungan finansial bagi Hamas dari negara-negara Arab, khususnya Qatar.

    Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (Reuters)

    Dalam sebuah pertemuan Trump dan Raja Abdullah II dari Yordania yang digelar baru-baru ini digelar di Washington, Raja Abdullah menegaskan kepada Trump bahwa dia lebih memilih Palestina tetap berada di Gaza selama proses rekonstruksi, menurut juru bicara presiden AS, Caroline Levitt.

    Namun secara resmi, Trump lebih memilih merelokasi warga Palestina keluar dari Gaza.

    Perry meyakini Trump mungkin setuju agar warga Palestina tetap tinggal di Gaza dengan imbalan miliaran dolar untuk pembangunan kembali Gaza dan penyingkiran Hamas.

    Perry menambahkan bahwa pemerintahan sipil teknokrat dapat dibentuk di Gaza, yang terkait dengan Otoritas Palestina di Tepi Barat bekerja sama dengan Mesir dan negara-negara Teluk.

    Apa pengaruh dunia Arab terhadap Trump?

    Dr Mubarak Al-Ati, seorang analis politik Saudi, meyakini bahwa keterlibatan AS akan mempertimbangkan kepentingan yang besar di kawasan tersebut, khususnya di Arab Saudi dan Mesir.

    Ia menambahkan bahwa hubungan pribadi antara para penguasa Mesir, AS, dan Arab Saudi akan memungkinkan mereka menemukan titik temu, khususnya kunjungan Trump mendatang ke Arab Saudi, yang akan membentuk hubungan Arab-Amerika di masa mendatang.

    Sementara Dr Hassan Mneimneh, analis politik dari Washington, meyakini jika Trump memangkas bantuan militer dan ekonomi ke Mesir dan Yordania sebagai tanggapan atas rencana Arab, negara-negara ini harus menanggapinya.

    Baca juga:

    Misalnya, Riyadh harus menghentikan investasinya di AS sehingga membuka pintu bagi keterlibatan ekonomi dengan China, Rusia, Uni Eropa, Afrika, dan Amerika Selatan.

    Al-Ati menyoroti bahwa tawaran normalisasi hubungan Arab Saudi dengan Israel, yang menarik bagi AS, sebenarnya merupakan taktik negosiasi Riyadh untuk mendorong terwujudnya negara Palestina dengan perbatasan tahun 1967.

    Sumber Mesir yang tidak disebutkan namanya mencatat bahwa sindiran Kairo baru-baru ini untuk membatalkan perjanjian damai Camp David dengan Israel, yang ditandatangani pada tahun 1979, juga bisa efektif melawan Washington jika Trump menolak rencana Arab apa pun di masa depan.

    Lihat juga Video Trump Mau Ambil Alih Gaza, Liga Arab: Siklus Baru Konflik Intens Arab-Israel

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Gazafikasi, Agresi Militer Israel di Jenin Masuk Bulan Kedua: Pengungsian Massal di Tepi Barat – Halaman all

    Gazafikasi, Agresi Militer Israel di Jenin Masuk Bulan Kedua: Pengungsian Massal di Tepi Barat – Halaman all

    Gazafikasi, Agresi Militer Israel di Jenin Masuk Bulan Kedua: Pengungsian Massal di Tepi Barat

    TRIBUNNEWS.COM – Tentara Israel terus melancarkan serangan militer besar-besaran di kota Jenin, Tepi Barat utara yang diduduki, dan kamp pengungsiannya, yang memaksa ribuan orang meninggalkan rumah mereka.

    Media Israel, Haaretz menamai agresi Israel dalam operasi militer bertajuk ‘Operasi Tembok Besi’ ini sebagai Gazafikasi, proses mengubah daerah-daerah operasi di Tepi Barat menjadi mirip Gaza baik dalam prosedur operasional serangan militer maupun kehancuran yang dihasilkan.

    Hari Rabu (19/2/2025) menandai 30 hari sejak pasukan Israel memulai serangan mereka di Jenin yang kemudian menyebar ke bagian lain Tepi Barat utara, termasuk Tulkarem dan kamp pengungsi Nour Shams.

    Setidaknya 26 warga Palestina telah tewas di Jenin sejak 21 Januari.

    Militer Israel juga mengerahkan ratusan personel IDF dan buldoser yang menghancurkan rumah-rumah dan merusak infrastruktur penting di kamp yang penuh sesak itu, sehingga memaksa hampir seluruh penghuninya mengungsi.

    “Kami tidak tahu apa yang terjadi di kamp, ​​tetapi pembongkaran terus berlanjut dan jalan-jalan digali,” kata Mohammed al-Sabbagh, kepala komite layanan kamp Jenin.

    Berbicara kepada wartawan pada Selasa, Wali Kota Jenin Mohammed Jarrar mengatakan tentara Israel “menggunakan pola penghancuran acak” di kamp tersebut dan sekitarnya untuk membuat kamp tersebut “tidak dapat dihuni”.

    EVAKUASI PAKSA – Pasukan Israel mengevakuasi warga Palestina dari lingkungan di Kamp Pengungsi Jenin, memaksa mereka meninggalkan daerah tersebut karena serangan dan kekerasan terus berlanjut setelah gencatan senjata di Gaza, pada tanggal 23 Januari 2025 di Jenin, Tepi Barat. (Anadolu Agency/Issam Rimawi)

    Pengungsian Massal

    Pemindahan massal warga Palestina dari berbagai bagian Tepi Barat dalam beberapa minggu terakhir menandai operasi pemindahan terbesar dalam beberapa dekade.

    Kamp-kamp tersebut, yang dibangun untuk keturunan pengungsi Palestina yang melarikan diri atau diusir dari rumah mereka pada Nakba 1948 sekitar pembentukan Israel, telah lama menjadi pusat utama bagi kelompok perlawanan yang melawan pendudukan Israel.

    Mereka telah diserbu berulang kali oleh militer Israel tetapi operasi saat ini, yang dimulai saat gencatan senjata disepakati di Jalur Gaza yang terkepung dan dibombardir, telah dilakukan dalam skala yang luar biasa besar.

    Menurut data dari Otoritas Palestina, sekitar 17.000 orang kini telah dipaksa keluar dari kamp pengungsi Jenin, sehingga hampir kosong.

    Di Nour Shams, 6.000 orang, atau sekitar dua pertiga dari populasinya, telah dipaksa keluar, dengan 10.000 lainnya meninggalkan kamp Tulkarem.

    “Mereka yang tertinggal terjebak,” kata Nihad al-Shawish, kepala komite layanan kamp Nur Shams.

    “Pertahanan Sipil, Bulan Sabit Merah, dan pasukan keamanan Palestina membawakan mereka sejumlah makanan kemarin, tetapi tentara Israel masih menghancurkan kamp dengan buldozer.”

    PENGHANCURAN – Pasukan pendudukan Israel melakukan penghancuran infrastruktur jalan dan vandalisme serta perusakan properti warga Palestina di Tepi Barat. (khaberni)

    Serangan Israel telah menghancurkan puluhan rumah dan merusak sebagian besar jalan raya serta memutus aliran air dan listrik.

    Pejabat kemanusiaan mengatakan mereka belum pernah melihat pengungsian seperti itu di Tepi Barat sejak perang Timur Tengah 1967, ketika Israel merebut wilayah sebelah barat Sungai Yordan, bersama dengan Yerusalem Timur dan Jalur Gaza.

    “Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Jika ditambah dengan kerusakan infrastruktur, kita sudah mencapai titik di mana kamp-kamp menjadi tidak layak huni,” kata Roland Friedrich, direktur urusan Tepi Barat untuk UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina.

    Pasukan Israel juga terus melakukan penangkapan terhadap warga Palestina di Tepi Barat.

    Pada hari Rabu, empat orang, termasuk dua anak-anak, ditahan dari Jenin.

    Juga pada hari Rabu, seorang wanita tua ditembak di dada dekat pintu masuk kamp pengungsi Jenin.

    Kantor berita Palestina, Wafa mengatakan pasukan Israel telah menutup pintu masuk kamp dan tentara Israel yang ditempatkan di pintu masuk utama telah menembaki orang-orang yang mencoba mendekatinya.

    Di tempat lain di Tepi Barat, pasukan Israel menyerbu dan menghancurkan sebuah rumah di Hebron, sementara buldoser militer meratakan lahan pertanian.

     

    (oln/aja/*)

     

     

  • Forum Jenderal Israel Kirim Pesan Keras Tolak Lanjut Perang di Gaza: Negara Zionis Bisa Pecah – Halaman all

    Forum Jenderal Israel Kirim Pesan Keras Tolak Lanjut Perang di Gaza: Negara Zionis Bisa Pecah – Halaman all

    Forum Jenderal Israel Kirim Pesan Keras Tolak Lanjut Perang di Gaza: Negara Zionis Bisa Pecah
     
    TRIBUNNEWS.COM – “Panglima Keamanan Israel”, sebuah forum jenderal yang berisi sejumlah besar mantan perwira senior tentara pendudukan Israel (IDF) mengirimkan pesan keras terhadap pemerintah Israel yang dipimpin Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu.

    Sebagai informasi, “Panglima Keamanan Israel” dipimpin oleh Mayor Jenderal (Cadangan) Matan Vilnai, mantan Wakil Kepala Staf IDF.

    Forum ini dilaporkan memiliki sebanyak lebih dari 550 mantan perwira senior militer Israel.

    Dilansir Khaberni, dalam pesan keras yang dikirim oleh Vilnai, forum tersebut memperingatkan agar pemerintah Israel tidak memulai kembali perang di Gaza.

    Forum itu juga mengatakan kalau melancarkan perang tanpa tujuan strategis yang jelas akan menyebabkan terbunuhnya sandera Israel, kondisi pendudukan berdarah di Jalur Gaza, dan menimbulkan isolasi regional bagi Israel.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Risiko Israel Kalau Nekat Kembali Berperang di Gaza, Negara Bisa Pecah

    Vilnai mengawali suratnya dengan peringatan keras, yang menyatakan bahwa “Memulai pertempuran lagi akan menyebabkan terbunuhnya tentara IDF yang diculik, terus menipisnya kekuatan tentara Israel dengan mengorbankan banyaknya korban jiwa, dan akan menyebabkan situasi pendudukan berdarah dan berkepanjangan, yang akan menyebabkan hilangnya kesempatan regional yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

    Dalam surat tersebut, Vilnai menawarkan alternatif lain selain kembali mulai berperang di Gaza, yaitu berfokus pada aksi politik sambil mengambil keuntungan dari pencapaian tentara Israel, klaimnya.

    Surat itu mengatakan bahwa “Pemerintah Israelsaat  bekerja melawan keinginan rakyat Israel dan menyerah pada tuntutan kelompok minoritas ekstremis sambil mempromosikan agenda untuk mencaplok tanah di Tepi Barat, memermanenkan pendudukan di Gaza, dan memperdalam konfrontasi militer.”

    Surat itu juga memperingatkan, kalau “Kebijakan saat ini membawa Israel pada pendudukan berdarah di Jalur Gaza, memperburuk mimpi buruk keamanan di Tepi Barat, mengekspos dirinya ke arah isolasi regional, dan membuang-buang kesempatan untuk menormalisasi hubungan dengan Arab Saudi.”

    Dalam konteks ini, surat tersebut mempertanyakan hak pemerintah untuk meneruskan perang setelah 500 hari perang.

    “Pemerintah Israel (memang) memiliki kewenangan resmi, tetapi tidak memiliki kewenangan yang sah dan moral untuk mengeluarkan perintah kepada tentara Israel setelah 500 hari pertempuran yang melelahkan tanpa mencapai tujuan perang untuk melanjutkan pertempuran,” tulis surat tersebut.

    Menurut pejabat senior Israel tersebut, “Pemerintah Israel berkewajiban untuk menilai kembali situasi, menetapkan tujuan yang realistis, dan menghindari membahayakan tentara dan tahanan IDF dengan slogan-slogan kosong, seperti kemenangan mutlak atau melenyapkan Hamas.”

    Para mantan perwira dalam froum jenderal tersebut memberikan ringkasan perang Israel di Gaza dan Lebanon, dengan mengklaim bahwa “pendudukan tersebut mencapai prestasi operasional dan membawa perubahan kepentingan strategis, karena sebagian besar kerangka tempur Hamas dibongkar, Hizbullah dihancurkan, dan kelemahan Iran terungkap.”

    Namun pada saat yang sama, mereka melihat bahwa “Israel masih terlibat konflik di 8 front, yang paling berbahaya adalah front internal, yaitu perpecahan di dalam negara dan serangan terhadap lembaga keamanan sebagai ‘musuh rakyat yang dipimpin dan diarahkan dari atas.’”

    Menurut surat tersebut, pemerintah sengaja menghindari penanganan “The Day After” di Gaza, yang menimbulkan bahaya nyata, tidak hanya bagi para tahanan, tetapi juga bagi eskalasi menyeluruh di Tepi Barat.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Tiga Tujuan Utama

    Surat tersebut juga menyerukan kepada pemerintah untuk menetapkan tiga tujuan utama dalam kebijakannya terkait situasi saat ini.

    “Yang pertama adalah pembebasan tahanan “sebagai syarat pertama untuk tindakan apa pun di masa mendatang,” dan menjelaskan bahwa “menetapkan tujuan yang saling bertentangan—menggulingkan Hamas dan membebaskan para sandera—telah menyebabkan terbunuhnya para sandera,” kata surat tersebut

    Sebagai balasannya, para perwira senior Israel di forum tersebut juga menyerukan diakhirinya pertempuran di berbagai arena “sebagai bagian dari proses politik yang memungkinkan Israel untuk fokus pada ancaman Iran.”

    Menurut surat tersebut, “Penyelesaian masalah dengan Hamas mungkin akan terjadi di masa mendatang, tetapi sekarang upaya harus difokuskan pada pembebasan para sandera bahkan jika hal itu mengorbankan penarikan pasukan Israel.”

    Mengenai tujuan kedua, yaitu mendirikan pemerintahan alternatif bagi Hamas di Gaza yang dipimpin oleh Amerika Serikat, negara-negara Arab, dan Otoritas Palestina, para mantan pejabat itu menegaskan kalau “Hamas tidak dapat digulingkan tanpa pemerintahan alternatif, dan membahas pemindahan (pemindahan) dan ide-ide tidak praktis lainnya mengalihkan perhatian dari pokok bahasan utama. Setiap hari tambahan tanpa merumuskan alternatif bagi Hamas memberinya pencapaian lain.”

    “Tujuannya adalah untuk mengintegrasikan Otoritas Palestina melalui reformasi ke dalam payung keamanan regional,” imbuh mereka.

    Surat itu juga melihat kalau tujuan ketiga yang harus diperjuangkan Israel adalah merehabilitasi militer dan masyarakat Israel.

    Hal ini  mengingat bahwa “terkikisnya ketahanan sosial adalah ancaman eksistensial terbesar, dan bahwa kebijakan pemerintah saat ini membahayakan Israel lebih dari ancaman eksternal apa pun.”

    Surat itu juga menyoroti implikasi regional dari kelanjutan perang, dengan mengatakan, “Dukungan pemerintah Israel terhadap gagasan pemindahan warga Palestina dari Gaza sebenarnya membahayakan perjanjian damai dengan Mesir dan Yordania, Perjanjian Abraham, dan kemungkinan normalisasi dengan Arab Saudi, serangkaian aset strategis kelas satu.”

    Surat dari mantan perwira senior Israel menekankan bahwa “kebijakan yang bertanggung jawab memerlukan kerja sama dengan rezim moderat, bukan tindakan yang akan merugikan mereka.”

    Surat tersebut diakhiri dengan seruan tegas kepada pemerintah: “Berdasarkan pencapaian IDF yang mengesankan di berbagai bidang, pelajaran harus dipelajari dan pasukan keamanan diperkuat, tetapi batas-batas kekuatan juga harus dipahami, dan pada saat yang sama perlu untuk merumuskan strategi nasional yang akan memanfaatkan pencapaian IDF dalam aksi politik untuk mencapai tujuan nasional.”

     

    (oln/khbrn/*)

  • Mordechai Brafman, Pria Pro-Israel Tembak 2 Orang Israel di Pantai Miami, Dikira Orang Palestina – Halaman all

    Mordechai Brafman, Pria Pro-Israel Tembak 2 Orang Israel di Pantai Miami, Dikira Orang Palestina – Halaman all

    Seorang Pria Pro-Israel Tembak Dua Orang Israel di Pantai Miami Florida, Dikira Orang Palestina

    TRIBUNNEWS.COM- Media sosial di Amerika Serikat heboh dengan berita seorang pria pro Israel menembak warga Israel yang dikira warga Palestina.

    Pria bernama Mordechai Brafman menembak korban sebanyak 17 kali, dia mengira yang dia tembak adalah orang Palestina, ternyata dua orang yang ditembak itu orang Israel. 

    Kejadian itu memicu kemarahan besar di dunia maya.

    Seorang pria dilaporkan memburu warga Palestina ditangkap pada akhir pekan lalu.

    Karena telah menembak dua warga Israel di Pantai Miami di Florida setelah mengira mereka adalah warga Palestina, yang memicu kemarahan luas di dunia maya. 

    Pria tersebut, yang diidentifikasi sebagai Mordechai Brafman, ditahan pada Sabtu malam dan menghadapi dua tuduhan percobaan pembunuhan tingkat dua, menurut laporan. 

    Mengutip akun Instagram lokal yang memposting tentang kehidupan Yahudi, Miami Herald melaporkan bahwa korban adalah seorang ayah dan anak warga negara Israel.

    Serangan tersebut memicu perdebatan luas di dunia maya tentang tumbuhnya sentimen anti-Arab di AS, yang menurut banyak pengguna media sosial telah dipicu oleh “kebencian dan indoktrinasi anti-Palestina ” dalam komunitas pro-Israel di AS. 

    Seorang pengguna berkata, “Jika seorang Muslim menembak dua orang di Miami karena ia mengira mereka orang Israel, itu akan disebut terorisme dan akan ada liputan media yang menyeluruh,” mengkritik kurangnya liputan insiden tersebut di media berita arus utama. 

    Menurut laporan penangkapan Brafman, ia mengatakan kepada polisi dalam sebuah wawancara, “Saat saya sedang mengemudikan truk, saya melihat dua orang Palestina dan menembak serta membunuh keduanya.”

    Tak satu pun korban yang terbunuh, dan polisi mengatakan mereka adalah pengunjung dari Israel. 

     

    Memicu Perdebatan di Media Sosial

    Satu orang berpendapat bahwa Brafman bertindak dengan “impunitas” seperti itu di Miami karena mereka sudah melakukan jenis kejahatan serupa di Tepi Barat dan Gaza, merujuk pada serangan Israel yang terus berlanjut di Gaza dan kekerasan oleh pemukim ekstremis Israel terhadap warga Palestina. 

    Pernyataan Brafman yang menyatakan bahwa ia “melihat orang Palestina dan membunuh mereka” memicu perdebatan daring tentang radikalisasi sentimen anti-Palestina dan anti-Arab di AS. 

    Banyak warga daring yang bertanya, “Di mana ia teradikalisasi?” dan meminta Kongres AS untuk mengatasi meningkatnya kebencian terhadap orang Palestina dan Arab. 

    Telah terjadi peningkatan nyata dalam serangan Islamofobia dan anti-Palestina di AS sejak perang Israel di Gaza meletus 16 bulan lalu. 

    Pada bulan Oktober 2023, seorang warga Amerika Palestina berusia enam tahun ditikam sebanyak 26 kali hingga tewas dan ibunya terluka parah di negara bagian Illinois, dalam sebuah serangan yang menurut para pejabat terkait dengan perang Israel-Palestina dan karena mereka mengidentifikasi diri sebagai Muslim.

    Dua bulan kemudian, tiga mahasiswa Palestina-Amerika berbicara bahasa Arab dan mengenakan keffiyeh  dan sedang dalam perjalanan menuju makan malam ketika mereka ditembak oleh seorang pria bersenjata di Burlington, Vermont. 

    Klaim Korban Mengaku Korban Serangan Antisemitisme

    Beberapa pengguna media sosial membagikan tangkapan layar dari akun Facebook salah satu korban, di mana ia mengklaim bahwa serangan terhadap dirinya dan ayahnya merupakan serangan “anti-semit”. 

    Beberapa saat setelah ditembak, pria Israel yang menjadi korban penembakan itu menulis di media sosial, “Ayah saya dan saya mengalami percobaan pembunuhan dengan latar belakang anti-semit.” 

    Ia mengakhiri unggahannya di media sosial dengan kata-kata, “Matilah orang Arab.”

    Menurut akun di media sosial, para korban dilaporkan mengatakan kepada  polisi  bahwa mereka adalah korban serangan antisemit. 

    Banyak yang menyatakan ketidakpercayaannya  terhadap respon korban karena sudah banyak diberitakan oleh media dan disebutkan dalam laporan polisi bahwa serangan itu dipicu oleh sentimen anti-Palestina dan anti-Arab. 

    Times of Israel melaporkan bahwa tidak ada pertengkaran antara Brafman dan kedua korban sebelum penembakan, yang mereka gambarkan sebagai tidak beralasan.

    Pengguna media sosial mengkritik cara media arus utama melaporkan insiden tersebut, dengan mengatakan bahwa istilah “terorisme” tidak diucapkan oleh siapa pun. 

    Setelah serangan itu, cabang Florida dari Dewan Hubungan Amerika-Islam (Cair) meminta agar Brafman dikenakan tuduhan kejahatan kebencian federal.

    “Kami mendesak aparat penegak hukum negara bagian dan federal untuk mengajukan tuntutan kejahatan kebencian dalam kasus ini berdasarkan pernyataan pelaku yang diduga kepada polisi yang dilaporkan menunjukkan motif anti-Palestina,” kata direktur komunikasi Cair di Florida, Wilfredo Amr Ruiz.

    Menurut laporan Cair tahun 2024, telah terjadi peningkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam insiden Islamofobia sepanjang tahun 2023 dan 2024, dengan Cair menerima 8.061 pengaduan diskriminasi anti-Muslim secara nasional pada tahun 2024 saja. 

    Cair mengatakan jika dibandingkan dengan tahun 2023, terjadi peningkatan pengaduan sebanyak enam puluh sembilan persen pada tahun 2024.  

     

    SUMBER: MIDDLE EAST EYE

  • Mohammad Shaheen Tewas di Lebanon, Israel Koar-koar Tender 1.000 Pemukiman di Tepi Barat – Halaman all

    Mohammad Shaheen Tewas di Lebanon, Israel Koar-koar Tender 1.000 Pemukiman di Tepi Barat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Serangan pesawat nirawak Israel di Lebanon selatan pada hari Senin (17/2/2025) menewaskan kepala operasi militer Hamas di negara itu, kata militer Israel.

    Serangan itu terjadi menjelang batas waktu penarikan penuh Israel dari Lebanon selatan berdasarkan perjanjian gencatan senjata yang mengakhiri perang 14 bulan antara Israel dan Hizbullah.

    Militer Israel mengatakan telah menewaskan Mohammad Shaheen, kepala departemen operasi Hamas di Lebanon.

    Militer menuduh Shaheen “baru-baru ini merencanakan serangan teror, yang diarahkan dan didanai oleh Iran, dari wilayah Lebanon terhadap warga negara Israel.”

    Hamas mengonfirmasi kematian Shaheen tetapi menggambarkannya sebagai seorang komandan militer, dikutip dari Outlook India.

    Rekaman menunjukkan sebuah mobil dilalap api setelah serangan di dekat pos pemeriksaan militer Lebanon dan stadion olahraga kota Sidon.

    Batas waktu penarikan pasukan semula adalah akhir Januari, tetapi karena tekanan dari Israel, Lebanon setuju untuk memperpanjangnya hingga 18 Februari.

    Masih belum jelas apakah pasukan Israel akan menyelesaikan penarikan pasukan mereka pada hari Selasa.

    Sejak gencatan senjata, Israel terus melancarkan serangan udara di Lebanon selatan dan timur, dengan mengatakan bahwa serangan itu menargetkan lokasi militer yang berisi rudal dan peralatan tempur.

    Israel dan Lebanon saling menuduh telah melanggar perjanjian gencatan senjata.

    Tender Pemukiman Tepi Barat

    Israel telah mengeluarkan tender untuk pembangunan hampir 1.000 rumah pemukim tambahan di Tepi Barat yang diduduki, kata pengawas anti-pemukiman hari ini.

    Peringatan itu datang pada hari ke-500 perang Israel di Gaza dan saat kabinet keamanan Israel bersiap membahas fase berikutnya dari perjanjian gencatan senjata dengan Hamas.

    Peace Now mengatakan bahwa rencana pembangunan 974 unit rumah baru di pemukiman Efrat akan menyebabkan perluasan pemukiman sebesar 40 persen dan semakin menghambat pembangunan kota Palestina di dekatnya, Bethlehem.

    Hagit Ofran, kepala pemantauan permukiman kelompok tersebut, mengatakan konstruksi dapat dimulai setelah proses kontrak dan persetujuan izin, yang dapat memakan waktu setidaknya satu tahun.

    Pemukiman di Tepi Barat adalah ilegal menurut hukum internasional, namun Israel telah membangun lebih dari 100 pemukiman, mulai dari pos terdepan di puncak bukit hingga komunitas pinggiran kota yang sudah berkembang penuh dengan infrastruktur yang seringkali tidak dapat diakses oleh warga Palestina.

    Lebih dari 500.000 pemukim tinggal di Tepi Barat yang diduduki, yang merupakan rumah bagi sekitar tiga juta warga Palestina yang hidup di bawah kekuasaan militer sementara para pemukim memegang kewarganegaraan Israel.

    Peace Now menuduh pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memprioritaskan pembangunan permukiman sementara puluhan sandera yang ditangkap Hamas pada 7 Oktober 2023 masih ditawan di Gaza.

    “Sementara rakyat Israel mengarahkan perhatian mereka pada pembebasan para sandera dan diakhirinya perang, pemerintah Netanyahu bertindak ‘dengan sangat agresif’ untuk menetapkan fakta-fakta di lapangan yang akan menghancurkan peluang terciptanya perdamaian dan kompromi,” katanya dalam sebuah pernyataan, diberitakan Morning Star.

    “Sekarang jelas bahwa tindakan militer saja tidak akan membawa solusi bagi konflik atau keamanan bagi Israel, dan bahwa pada akhirnya kita harus mencapai kesepakatan dengan Palestina.

    “Pemerintah Netanyahu merugikan kepentingan Israel dan menghancurkan satu-satunya solusi yang dapat mendatangkan keamanan dan perdamaian bagi kita.”

    Peringatan itu muncul beberapa jam setelah pemukim Israel menyerang rumah dan properti Palestina pada malam hari di kota dan desa Duma, Aqraba dan Jurish di provinsi Nablus.

    Menurut kantor berita Wafa, pemukim menyerang penduduk, mencuri ternak dan menghancurkan peternakan unggas.

    Sebelumnya pasukan Israel melukai sedikitnya 13 warga Palestina dalam serangan ke Nablus.

    Warga Israel menggelar unjuk rasa di seluruh negeri hari ini menuntut agar gencatan senjata diperpanjang sehingga lebih banyak sandera dapat dibebaskan.

    Di Tel Aviv, para pengunjuk rasa memblokir persimpangan utama, sementara yang lain berencana untuk berpuasa selama 500 menit sebagai bentuk solidaritas dengan mereka yang masih ditahan di Gaza.

    Hamas akan melanjutkan pembebasan bertahap 33 sandera selama fase gencatan senjata saat ini dengan imbalan ratusan tahanan Palestina.

    Israel mengatakan pasukannya telah mundur dari sebagian besar wilayah Gaza dan mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan, tetapi perang selama 15 bulan telah menghancurkan 70 persen bangunan di Gaza, dan sebagian besar keluarga tidak memiliki tempat tinggal.

    Dan Israel telah mencegah masuknya tempat perlindungan yang dijanjikan sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata, meninggalkan puluhan ribu rumah mobil terjebak di penyeberangan Rafah sambil menunggu persetujuan.

    Dari 60.000 rumah mobil dan 200.000 tenda yang disetujui berdasarkan kesepakatan tersebut, sejauh ini hanya 20.000 tenda yang diizinkan masuk.

    Laporan juga menunjukkan bahwa serangan Israel di Gaza terus berlanjut meskipun ada gencatan senjata.

    Media lokal melaporkan dua kematian warga Palestina lagi hari ini akibat luka-luka yang diderita beberapa hari sebelumnya — satu akibat peluru tajam di Rafah dan satu lagi akibat serangan udara di Khan Younis.

    Investigasi oleh media Israel The Hottest Place in Hell menemukan bahwa militer Israel memaksa seorang pria Palestina berusia 80 tahun untuk bertindak sebagai perisai manusia di Gaza, mengikatkan kabel peledak di lehernya dan mengancam akan meledakkannya jika dia tidak menurut.

    Pria itu dilaporkan dipaksa mencari rumah tentara sebelum akhirnya diperintahkan melarikan diri bersama istrinya.

    Pemantau Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania juga melaporkan penganiayaan berat terhadap tahanan Palestina yang dibebaskan berdasarkan gencatan senjata, dengan menyatakan bahwa banyak dari mereka menjadi sasaran penyiksaan, kelaparan, dan kurungan isolasi.

    Sementara itu, Israel dan Hamas belum merundingkan fase kedua gencatan senjata, yang diperkirakan melibatkan pembebasan lebih dari 70 sandera yang tersisa, setengahnya diyakini telah tewas, sebagai imbalan atas penarikan penuh pasukan Israel dan gencatan senjata yang langgeng.

    (*)

  • Parlemen Yordania: 12 Ribu Pasukan Israel Sudah di Depan Pintu, Pelanggaran Kedaulatan! – Halaman all

    Parlemen Yordania: 12 Ribu Pasukan Israel Sudah di Depan Pintu, Pelanggaran Kedaulatan! – Halaman all

    Parlemen Yordania: 12 Ribu Pasukan Israel Sudah di Ujung Hidung, Caplok Lembah Yordan

    TRIBUNNEWS.COM – Anggota Parlemen Yordania, Saleh Abdul Karim Al-Armouti dilaporkan mengajukan pertanyaan kepada Perdana Menteri Yordania, Dr Jaafar Hassan, seputar stablitas keamanan di perbatasan negara tersebut dengan Israel.

    Pertanyaan itu berisi tentang langkah-langkah politik, hukum, diplomatik, keamanan dan media yang diambil oleh pemerintah Yordania terkait manuver Israel membangun tembok di perbatasan.

    “Pernyataan sehubungan dengan pengumuman musuh Zionis (Israel) tentang proyek untuk menutup apa yang disebut “perbatasan timur” dengan Yordania dengan membangun tembok pemisah rasis sepanjang 238 km,” tulis laporan Khaberni, mengutip isi surat parlemen dari Saleh Abdul Karim Al-Armouti ke pihak ekskutif.

    Pertanyaan juga menyinggung soal kehadiran pasukan Israel (IDF) di ‘depan pintu’ Yordania.

    “Parlemen juga mempertanyaan langkah pemerintah Yordania atas kehadiran pasukan Israel di garis depan barat yang diperkirakan berjumlah tidak kurang dari 12.000 tentara Zionis, dan pengumuman aneksasi Lembah Yordan dan Laut Mati utara ke entitas Zionis,” tulis laporan Khaberni.

    Pertanyaan Al-Armouti adalah: “Apakah pemerintah tidak tahu bahwa ini merupakan serangan terhadap kedaulatan, keamanan, dan stabilitas negara Yordania, dan pelanggaran hukum internasional, konvensi internasional, dan semua perjanjian yang ditandatangani Yordania dengan musuh?”

    PAGAR PERBATASAN – Garis perbatasan antara wilayah pendudukan Israel dan Yordania. Israel dilaporkan akan membangun tembok ratusan kilomter di sepanjang perbatasan ini. (khaberni/HO)

    Al-Armouti menanyakan kepada Hassan apakah pemerintah Yordania memiliki keinginan untuk mengajukan pengaduan ke Mahkamah Kriminal Internasional, dengan mempertimbangkan hal ini sebagai pelanggaran perdamaian dan keamanan internasional serta kejahatan terhadap kemanusiaan.

    Al-Armouti juga mempertanyakan apakah pemerintah Yordania memiliki niat untuk mengajukan pengaduan ke Mahkamah Internasional di Den Haag, yang sebelumnya pada tahun 2004 telah memutuskan untuk mempertimbangkan pembangunan tembok sepanjang tidak kurang dari 142 km di wilayah Palestina yang diduduki sebagai tembok rasis yang bertentangan dengan hukum internasional dan harus dihilangkan.

    Israel Hendak Caplok Lembah Yordan-Tepi Barat

    Niat Israel membangun apa yang mereka sebut sebagai “infrastruktur penghalang” di sepanjang perbatasan dengan Yordania belakangan dicurigai sebagai bagian dari upaya aneksasi dua wilayah Palestina.

    Ulasan Khaberni, Kamis (5/12/2024) lalu, menyebut kecurigaan tentang motif sebenarnya Israel membangun pagar pembatas ini muncul saat entitas pendudukan itu “meningkatkan proyek-proyek dan langkah-langkahnya di berbagai tingkat dalam upaya untuk melaksanakan rencana untuk mencaplok Tepi Barat dan Lembah Yordan.”

    “Hal ini (pembangunan pagar pembatas) juga terjadi pada tahap di mana pendudukan bergerak menuju penerapan fakta-fakta yang tidak dapat dibantah kalau mereka berusaha mencapai tujuannya di Tepi Barat, yang paling penting adalah aneksasi,” kata ulasan tersebut.

    Sebagai informasi, perbatasan antara wilayah pendudukan Israel dan Yordania memiliki panjang 335 km, 238 km di antaranya berada di wilayah pendudukan dan 97 km berada di Tepi Barat.

    Tujuan Politik

    Sekretaris Jenderal Kampanye Akademik Internasional Menentang Pendudukan dan Apartheid, Ramzi Odeh, dikutip dari ulasan Khaberni, menegaskan kalau proyek pembangunan tembok di perbatasan dengan Yordania terutama memiliki tujuan politik.

    “Dan tujuan Israel ini sangat berbahaya bagi perjuangan Palestina, dengan menjadikan pendudukan di Tepi Barat sebagai penguasaan permanen, meskipun faktanya resolusi internasional mengakui bahwa pendudukan tersebut bersifat sementara,” kata dia.

    Dalam persiapan proyek ini, pendudukan Israel melontarkan banyak tuduhan, termasuk kekhawatiran akan infiltrasi lintas batas, penyelundupan senjata, atau operasi serangan lintas-perbatasan.

    Odeh menambahkan kalau dalih-dalih ini hanyalah argumen yang diajukan oleh pendudukan Israel untuk membenarkan pembangunan tembok tersebut di hadapan komunitas internasional.

    Odeh menggarisbawahi, Israel menerapkan kontrol keamanannya di perbatasan dengan Yordania melalui kehadiran sistem keamanan dan pengawasan yang canggih, yang berarti tembok ini tidak akan memberikan “aspek keamanan” yang lebih besar.

    “Bagi Israel, tujuan di balik pembangunan tembok ini adalah aneksasi dan memaksakan kedaulatan,” kata dia.

    Dia melanjutkan, “Membangun tembok pada akhirnya akan mengarah pada pencaplokan Lembah Yordan dan Tepi Barat secara nyata dan praktis, mengubah rencana tersebut menjadi kenyataan penyitaan tambahan ribuan dunum tanah Palestina milik desa-desa dekat perbatasan,”.

    Hal ini berarti hal ini akan meningkatkan aneksasi tanah dan pengusiran penduduknya oleh Israel.

    “Ini bisa diartikan mengarah pada aneksasi total sebagian Lembah Yordan,” paparnya.

    Tembok perbatasan sepanjang ratusan kilometer dari garis perbatasan Israel dengan Yordania. IDF mempertimbangkan membentuk divisi militer baru di perbatasan dengan Yordania karena meningkatnya ancaman. (khaberni)

    Blue Print Lama untuk Halangi Terbentuknya Negara Palestina

    Proyek dan rencana aneksasi dianggap sebagai proyek lama yang berakar pada mentalitas Israel, namun pemerintahan sayap kanan saat ini yang dipimpin oleh Netanyahu berpacu dengan waktu dan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan pembangunannya.

    Odeh mengatakan, upaya ini jelas terlihat dengan pemberian tugas dan wewenang besar kepada menteri ekstremis dan pemimpin Partai Religius Zionis Bezalel, yang juga memimpin “rencana resolusi” yang berupaya memaksakan fakta-fakta baru di lapangan, dan juga berupaya mewujudkan rencana aneksasi.

    Odeh menjelaskan kalau “tembok keamanan” yang saat ini sedang direncanakan adalah salah satu alat penentu paling penting yang menghilangkan kemungkinan penarikan pasukan pendudukan dari Tepi Barat sebagai pendudukan sementara sesuai dengan resolusi internasional.

    Berdirinya tembok itu, akan membuat Tepi Barat menjadi area pendudukan permanen.

    “Dengan demikian, (aneksasi Tepi Barat) menghilangkan kemungkinan berdirinya negara Palestina,” ujar Odeh.

    Dia melanjutkan: “Untuk melaksanakan proyek aneksasi, pendudukan telah melakukan beberapa upaya selama bertahun-tahun, termasuk: merebut tanah di wilayah Lembah Yordan dengan berbagai dalih dan proyek, termasuk “proyek cagar alam,” yang telah diintensifkan oleh otoritas pendudukan Israel. 

    Odeh menambahkan, lewat alasan-alasan itu Israel lewat berbagai entitasnya -termasuk pemukim ekstremis- telah menyita ribuan dunam tambahan di wilayah Lembah Yordan.

    “Pendudukan juga berupaya memperluas pemukiman untuk memecah-belah Lembah Yordan dan memisahkannya dari wilayah lain di Tepi Barat. Akhirnya, sebuah rencana muncul. “Tembok keamanan” di perbatasan ini adalah untuk melengkapi langkah-langkah sebelumnya untuk mewujudkan rencana aneksasi menjadi kenyataan,” katanya.

    Emblem di seragam tentara IDF dalam operasi militer di Gaza yang menggambarkan peta Israel Raya. (rntv/tangkap layar)

    Risiko Bagi Yordania

    Selain konsekuensi politik yang serius dari pembangunan tembok ini di pihak Palestina, risikonya juga meluas ke Yordania, menurut Odeh.

    Dia menilai kalau kehadiran perbatasan buatan permanen antara Israel dan Yordania merupakan ancaman langsung dan berkelanjutan terhadap keamanan nasional Yordania.

    “Seperti dalam situasi saat ini Israel adalah negara pendudukan di Tepi Barat. Menurut hukum internasional, Israel harus mengakhiri pendudukannya, tetapi jika tembok ini didirikan, akan ada kekuatan musuh yang permanen di perbatasan dengan Yordania,” kata dia.

    Odeh memperkirakan pelaksanaan pembangunan pagar ini akan menghadapi banyak kendala dan tidak dapat dilakukan dengan mudah, serta akan mendapat penolakan yang besar, terutama dari Yordania.

    Hubungan Yordania-Israel diperkirakan akan tegang dan Yordania akan mengerahkan upaya diplomasi yang besar demi menekan atau menghentikan pembangunan pagar pembatas ini.

     

    (oln/khbrn/*)

     

      
     
     

  • Perang Baru Arab di Depan Mata, Israel Ancam Negara Ini Bakal Tamat

    Perang Baru Arab di Depan Mata, Israel Ancam Negara Ini Bakal Tamat

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu kembali memberikan pernyataan keras terhadap rival regionalnya, Iran. Hal ini terjadi saat kunjungan Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS), Marco Rubio ke negara itu, Minggu (16/2/2025).

    Dalam pernyataannya, Netanyahu berjanji untuk “menyelesaikan pekerjaan” melawan Iran dengan dukungan Presiden AS Donald Trump. Ia menyebut Iran telah menjadi sponsor teror nomor satu terhadap Israel.

    “Selama 16 bulan terakhir, Israel telah memberikan pukulan telak terhadap poros teror Iran. Di bawah kepemimpinan kuat Presiden Trump… Saya tidak ragu bahwa kita dapat dan akan menyelesaikan pekerjaan itu,” kata Netanyahu dikutip CNN International.

    Senada dengan Netanyahu, Rubio mengatakan bahwa Iran tidak akan pernah memiliki senjata nuklir. Pasalnya, Teheran telah menjadi biang ancaman terhadap Tel Aviv, sehingga kepemilikan negara itu terhadap senjata nuklir merupakan sesuati yang bahaya.

    “Penting untuk selalu menekankan bahwa baik kita berbicara tentang Hamas atau Hizbullah, kita berbicara tentang kekerasan di Tepi Barat, atau kita berbicara tentang destabilisasi di Suriah, atau kita berbicara tentang masalah-masalah milisi di Irak, semuanya memiliki satu tema umum di baliknya, Iran,” tambah Rubio.

    Sebelumnya diketahui, Iran merupakan rival terbesar dengan Israel. Teheran berulang kali memberikan dukungan persenjataan bagi milisi-milisi di Timur Tengah yang menjadi lawan dari Tel Aviv seperti Hizbullah, Houthi, dan Hamas.

    Selain itu, Negeri Persia itu dilaporkan tengah mengembangkan sebuah sistem persenjataan nuklir. Meski klaim ini berulang kali ditolak Iran, sejumlah laporan menyoroti kemampuan Teheran memurnikan nuklir hingga 60%.

    Di sisi lain, Trump sendiri telah mengambil langkah tekanan maksimum terhadap Negeri Persia. Hal ini ditargetkan untuk menghalangi jalan Teheran untuk mengembangkan persenjataan nuklir.

    Meski begitu, Trump juga membuka kesempatan untuk membuat kesepakatan dengan Iran. Walau begitu, sejauh ini Mullah Iran Ayatollah Khomeini masih menolak untuk membuat kesepakatan baru dengan Presiden AS dari Partai Republik itu.

    Rencana Serangan ke Iran

    Sementara itu, pernyataan Netanyahu ini terjadi sesaat muncul laporan intelijen terkait rencana Israel untuk menyerang Iran. Dalam laporan tersebut, Israel dikatakan akan menyerang fasilitas nuklir Iran dalam beberapa bulan mendatang.

    Niatan ini juga telah diketahui Amerika Serikat (AS), yang telah memiliki gambaran serangan Tel Aviv ini sejak malam Tahun Baru lalu.

    “Direktorat Intelijen Kepala Staf Gabungan dan Badan Intelijen Pertahanan telah menyimpulkan bahwa situs nuklir Fordow dan Natanz Iran dapat menjadi sasaran dalam enam bulan pertama tahun 2025,” ujar keterangan beberapa sumber dalam laporan Wall Street Journal (WSJ) yang juga dimuat Russia Today itu.

    Israel sendiri dilaporkan yakin bahwa pertahanan udara Republik Islam tersebut terdegradasi oleh serangan pada akhir Oktober. Sumber itu menyebut bahwa Teheran lebih rentan karena kesulitan ekonomi terkait sanksi.

    Menurut WSJ, badan intelijen AS saat ini sedang membayangkan dua skenario yakni bahwa Israel dapat meluncurkan rudal balistik dari luar wilayah udara Iran atau menjatuhkan bom penghancur bunker dari pesawat tempur yang terbang di atas target.

    “Kedua skenario tersebut mungkin akan membutuhkan dukungan Amerika dalam bentuk pengisian bahan bakar udara serta intelijen, pengawasan, dan pengintaian,” tambahnya.

    (sef/sef)

  • Israel Vonis Bocah Palestina 18 Tahun Bui Atas Serangan di Tepi Barat

    Israel Vonis Bocah Palestina 18 Tahun Bui Atas Serangan di Tepi Barat

    Tel Aviv

    Pengadilan Israel menjatuhkan hukuman 18 tahun penjara terhadap seorang bocah Palestina yang baru berusia 15 tahun. Bocah laki-laki ini dituduh terlibat dalam serangan yang menewaskan seorang tentara Israel di wilayah Tepi Barat beberapa tahun lalu.

    Bocah laki-laki Palestina bernama Mohammed Basel Zalbani ini, seperti dilansir Anadolu Agency, Senin (17/2/2025), juga diperintahkan oleh pengadilan Israel untuk membayar kompensasi sebesar 300.000 Shekel atau setara Rp 1,3 miliar.

    Kelompok yang mengurusi tahanan Palestina, Masyarakat Tahanan Palestina, menyebut Zalbani berasal dari kamp pengungsi Shu’fat, yang terletak di sebelah timur Yerusalem Timur.

    Disebutkan oleh Masyarakat Tahanan Palestina bahwa Zalbani ditangkap oleh otoritas Tel Aviv sejak 13 Februari 2023 lalu atas tuduhan menentang pendudukan Israel.

    Rumah keluarga Zalbani juga telah dihancurkan oleh pasukan Israel, sebagai imbas atas tuduhan itu.

    Menurut Kantor Informasi Tahanan Palestina, yang dikelola Hamas, Zalbani dituduh terlibat dalam serangan yang menewaskan seorang tentara Israel di sebuah pos pemeriksaan di area kamp Shu’fat pada tahun 2023 lalu.

    Data yang dirilis oleh Masyarakat Tahanan Palestina menyebut sedikitnya 14.500 warga Palestina saat ini mendekam di penjara-penjara Israel. Dari angka tersebut, terdapat sebanyak 1.115 anak-anak di antaranya.

    Ketegangan turut meningkat di wilayah Tepi Barat sejak perang antara Hamas dan Israel berkecamuk di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu. Rentetan serangan melanda warga Palestina di Tepi Barat, yang dilakukan oleh pasukan Israel juga para pemukim Yahudi ekstremis yang tinggal di area itu.

    Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, setidaknya 915 warga Palestina tewas dan hampir 7.000 orang lainnya mengalami luka-luka akibat rentetan serangan di Tepi Barat sejak Oktober dua tahun lalu.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu