Negara: Tepi Barat

  • Proyek Yerusalem Raya Israel: Pencaplokan Tepi Barat Meluas, Zionis Jegal Negara Palestina Merdeka – Halaman all

    Proyek Yerusalem Raya Israel: Pencaplokan Tepi Barat Meluas, Zionis Jegal Negara Palestina Merdeka – Halaman all

    Proyek Yerusalem Raya Israel: Pencaplokan di Tepi Barat Meluas, Zionis Jegal Negara Palestina Merdeka
     
     
    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Israel dilaporkan mempercepat Proyek “Yerusalem Raya” alias Greater Jerusalem.

    Proyek Yerusalem Raya ini, dikutip dari Khaberni, Minggu (15/3/2025) bertujuan mencaplok blok-blok permukiman di sekitar Yerusalem, yang dikenal sebagai “permukiman lingkar,” sehingga memberikan wilayah geografis yang lebih luas kepada para pemukim Israel. 

    “Proposal ini, yang diajukan oleh anggota Knesset Israel, bertujuan untuk memperluas batas kota Yerusalem agar mencakup permukiman Israel di Tepi Barat,” tulis laporan tersebut menjelaskan pencaplokan Israel terhadap wilayah-wilayah warga Palestina.

    Jegal Negara Palestina Merdeka

    Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Palestina, pada awal Maret ini telah memperingatkan kalau rezim pendudukan Israel berupaya untuk lebih memajukan rencana aneksasinya di Tepi Barat, dan merampas sebagian besar tanah di wilayah yang diduduki.

    Kementerian tersebut, dalam sebuah pernyataan, mengecam pertimbangan oleh apa yang disebut Komite Menteri untuk Legislasi Israel mengenai perampasan tanah di Tepi Barat di bawah apa yang disebut proyek “Yerusalem Raya”, dan niatnya untuk mengajukan rencana tersebut untuk disetujui oleh Knesset (Parlemen Israel).

    Kementerian tersebut menggambarkan tindakan tersebut sebagai kejahatan besar yang bertujuan untuk memajukan kebijakan aneksasi rezim Tel Aviv, pemindahan paksa penduduk Palestina, dan penghancuran fondasi penting kehidupan di Tepi Barat yang diduduki.

    “Akibatnya, prospek apa pun untuk pembentukan negara Palestina yang berdaulat dan independen, menjadi rusak,” tulis ulasan radiohc.

    Kementerian Palestina ini kemudian menyerukan tindakan internasional yang serius untuk mencegah pelaksanaan rencana ini, dengan memperingatkan dampaknya yang menghancurkan terhadap peluang penyelesaian konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun melalui cara damai.

    Israel telah melancarkan agresi baru di Tepi Barat yang diduduki.

    Dikenal dengan nama Operasi Tembok Besi, agresi militer Israe (IDF) ini mengerahkan tank dan menggusur puluhan ribu warga Palestina dari rumah mereka sebagai langkah awal aneksasi paksa.

    HANCURKAN INFRASTRUKTUR – Pasukan pendudukan Israel melakukan penghancuran infrastruktur jalan dan vandalisme serta perusakan properti warga Palestina di Tepi Barat. (khaberni)

    Segera Caplok Tepi Barat

    Menurut jurnalis investigasi Amerika Serikat (AS), Seymour Hersh, mengutip seorang pejabat di Washington, Israel akan segera secara resmi mencaplok Tepi Barat, yang diduduki secara ilegal pada tahun 1967.

    Hal ini terjadi setelah menteri sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich baru-baru ini menyerukan aneksasi penuh Tepi Barat dan Jalur Gaza.

    Smotrich, yang memiliki sejarah panjang dalam membuat komentar yang memicu kemarahan dan memprovokasi warga Palestina, mengulangi usulannya untuk memperluas permukiman Israel di Tepi Barat dan wilayah pendudukan lainnya.

    Mahmoud Mardawi, pejabat senior gerakan perlawanan Palestina Hamas, telah memperingatkan rencana Israel untuk mencaplok Tepi Barat dan mengusir warga Palestina dari desa-desa mereka.

    Israel telah meningkatkan agresinya terhadap warga Palestina di seluruh Tepi Barat sejak 7 Oktober tahun lalu, ketika melancarkan perang genosida terhadap Jalur Gaza.

    Ratusan warga Palestina telah terbunuh dan ribuan lainnya terluka oleh pemukim atau pasukan Israel di seluruh wilayah yang diduduki sejak dimulainya perang.

    Lebih dari 700.000 warga Israel tinggal di lebih dari 230 permukiman yang dibangun sejak pendudukan Israel tahun 1967 di Tepi Barat dan al-Quds Timur.

    Masyarakat internasional memandang permukiman tersebut ilegal menurut hukum internasional dan Konvensi Jenewa karena pembangunannya di wilayah yang diduduki.

     

    (oln/khbrn/rcu/*)

     
     
     

  • Profesor Tamer Qarmout Sebut Pemindahan Paksa Warga Palestina ke Afrika sebagai ‘Menjijikkan’ – Halaman all

    Profesor Tamer Qarmout Sebut Pemindahan Paksa Warga Palestina ke Afrika sebagai ‘Menjijikkan’ – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Profesor madya di Institut Studi Pascasarjana Doha, Tamer Qarmout mengecam usulan pemindahan paksa warga Palestina ke Afrika sebagai “garis merah yang tidak boleh dilampaui.”

    Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Qarmout menyatakan pemerintah dunia memiliki tanggung jawab untuk menghentikanusulan yang “menjijikkan” dan tidak boleh terlibat dalam skenario tersebut, terutama jika melibatkan pemindahan warga Palestina ke negara-negara Afrika yang masih berjuang melawan warisan kolonial.

    “Sudan dan Somalia masih dilanda perang akibat warisan kolonial,” katanya, dikutip dari Al Jazeera.

    “Mereka (pemerintah Israel) harus diekspos dan dimasukkan ke dalam daftar orang-orang yang harus dipermalukan,” ujar Qarmout.

    Menurut laporan, Amerika Serikat dan Israel dilaporkan melakukan pembicaraan diam-diam dengan beberapa negara Afrika Timur, termasuk Somaliland, mengenai kemungkinan penerimaan warga Palestina yang dipindahkan.

    Sebagai imbalannya, berbagai insentif – finansial, diplomatik, dan keamanan – diperkirakan akan ditawarkan kepada pemerintah tersebut.

    Seorang pejabat AS yang terlibat dalam upaya ini mengonfirmasi kepada Associated Press AS telah melakukan pembicaraan dengan Somaliland mengenai bidang-bidang tertentu yang bisa mereka bantu, dengan imbalan pengakuan internasional untuk wilayah yang memisahkan diri tersebut.

    Namun, pejabat Somaliland, Abdirahman Dahir Adan, Menteri Luar Negeri Somaliland, membantah bahwa pihaknya telah menerima atau membahas usulan tersebut.

    “Saya belum menerima usulan seperti itu, dan tidak ada pembicaraan dengan siapa pun terkait Palestina,” katanya kepada Reuters.

    Qarmout menilai usulan pemindahan paksa ini sebagai tindakan yang “keterlaluan” dan mendesak masyarakat internasional untuk menentangnya.

    Ia menegaskan bahwa negara-negara seperti Sudan dan Somalia, yang masih menghadapi tantangan besar akibat warisan kolonial, seharusnya tidak dilibatkan dalam rencana ini.

    AS-Israel Lirik Afrika untuk Pindahkan Warga Gaza

    Amerika Serikat (AS) dan Israel telah menghubungi pejabat dari tiga negara di Afrika Timur untuk mendiskusikan kemungkinan penggunaan wilayah mereka sebagai tempat penampungan bagi warga Palestina dari Gaza.

    Laporan ini muncul dari Associated Press pada Jumat (14/3/2025), yang mengutip sumber dari pejabat AS dan Israel.

    Namun, Sudan menolak tawaran tersebut, sementara Somalia dan Somaliland menyatakan ketidaktahuan mengenai usulan itu.

    Pejabat Sudan secara tegas menolak tawaran untuk menampung warga Gaza.

    Sementara itu, Somalia dan Somaliland mengaku tidak menerima informasi terkait tawaran tersebut.

    Hal ini menunjukkan ketidakpastian dan penolakan dari negara-negara yang diharapkan dapat menampung pengungsi.

    Langkah AS dan Israel ini berlawanan dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump sebelumnya.

    Dalam sebuah konferensi pers di Gedung Putih pada Kamis (13/2/2025), Trump menegaskan, “Tidak ada yang akan diusir dari Gaza.”

    Pernyataan ini disampaikan ketika ia bertemu dengan Perdana Menteri Irlandia, Michel Martin.

    Rencana Kontroversial AS

    Pada Februari 2025, Trump mengusulkan rencana yang kontroversial untuk mengambil alih Gaza, merelokasi penduduk Palestina, dan mengubah wilayah tersebut menjadi “Riviera Timur Tengah.”

    Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump menyatakan keyakinannya bahwa Yordania dan Mesir tidak akan menolak permintaannya untuk menyambut pengungsi Gaza.

    Baik Yordania maupun Mesir menolak usulan tersebut, dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Raja Yordania Abdullah sepakat bahwa Gaza harus dibangun kembali tanpa mengusir warga Palestina.

    Mesir bahkan mengusulkan rencana rekonstruksi senilai $53 miliar untuk Gaza, yang berfokus pada pembangunan infrastruktur dan layanan penting, tanpa melibatkan Hamas dalam kepemimpinan masa depan.

    Israel dan AS menolak rencana Mesir karena dianggap tidak menawarkan solusi yang jelas untuk mengeluarkan Hamas dari kekuasaan dan tidak mengatasi masalah keamanan serta pemerintahan jangka panjang.

    Dengan situasi yang terus berkembang, langkah AS dan Israel untuk mencari tempat penampungan di Afrika menambah kompleksitas dalam upaya penyelesaian konflik Palestina-Israel.

    Pasukan Israel Tangkap 8 Warga Palestina dalam Penggerebekan di Tepi Barat

    Pasukan Israel menangkap delapan warga Palestina dalam serangkaian penggerebekan yang terjadi di berbagai kota di Tepi Barat, menurut laporan terbaru dari kantor berita Wafa.

    Lima pemuda dari keluarga Al-Zalbani ditangkap selama penyerbuan di kota Anata, timur laut Yerusalem.

    Sebelumnya pada malam itu, seorang pemuda terluka setelah ditembak di perut dengan peluru tajam dalam bentrokan dengan tentara Israel di kota yang sama.

    Selain itu, pasukan Israel menangkap tiga warga Palestina dari kota Silwad, timur Ramallah, menurut sumber keamanan setempat.

    Pasukan Israel juga melakukan serangan di kota Anabta dan Bal’a, timur Tulkarem, serta kota Yerikho.

    Serangkaian penangkapan dan penggerebekan ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat di wilayah tersebut.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani) 

  • Serangan Pemukim Yahudi iIegal di Tepi Barat: Rumah hingga Mobil Warga Palestina Terbakar – Halaman all

    Serangan Pemukim Yahudi iIegal di Tepi Barat: Rumah hingga Mobil Warga Palestina Terbakar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemukim Yahudi Israel ilegal menyerang desa Khirbet al-Marajim, dekat kota Duma, di Nablus Governorate, pada Jumat pagi.

    Serangan ini mengakibatkan pembakaran enam rumah dan sebuah kendaraan milik warga Palestina.

    Suleiman Dawabsheh, Kepala Dewan Desa Duma, mengungkapkan bahwa puluhan pemukim menyerbu desa tersebut.

    Dalam serangan itu, mereka berusaha menculik bayi berusia empat bulan dan seorang anak berusia satu tahun.

    “Pemukim ilegal itu secara membabi buta membakar rumah-rumah warga,” ungkap Dawabsheh.

    Bentrokan pun terjadi antara penduduk desa dan pemukim ilegal, meskipun tidak ada laporan mengenai korban jiwa.

    Tindakan Pasukan Pendudukan

    Pasukan pendudukan Israel (IOF) juga terlibat dalam insiden ini dengan menyerbu desa dan menembakkan amunisi langsung.

    Termasuk gas air mata dan bom suara, ke arah penduduk yang berusaha menyelamatkan rumah mereka dari kebakaran.

    Menurut laporan dari kantor berita resmi Palestina, WAFA, penduduk berjuang untuk memadamkan api yang melanda rumah-rumah mereka.

    Statistik Serangan Pemukim

    Berdasarkan data dari badan kemanusiaan PBB, OCHA, yang dikutip oleh Reuters, setidaknya terdapat 1.580 serangan terhadap warga Palestina oleh pemukim Yahudi ilegal sepanjang tahun lalu.

    Sementara itu, 220 serangan lainnya tercatat sejak awal tahun 2025.

    Serangan ini menambah daftar panjang kekerasan yang dialami oleh warga Palestina di Tepi Barat, yang sering kali melibatkan pemukim ilegal dan militer Israel.

    (*)

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Serangan Pemukim Yahudi iIegal di Tepi Barat: Rumah hingga Mobil Warga Palestina Terbakar – Halaman all

    Pemukim Yahudi Ilegal Bakar Rumah-rumah Warga Palestina di Tepi Barat, hingga Coba Culik Bayi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemukim Yahudi Israel ilegal menyerang sebuah desa Palestina di Tepi Barat utara, Jumat pagi  (14/3/2025).

    Pemukim ilegal itu membakar enam rumah dan sebuah kendaraan.

    Para pemukim juga berusaha menculik bayi berusia empat bulan serta seorang anak berusia satu tahun, dari salah satu rumah milik warga Palestina.

    Suleiman Dawabsheh, kepala Dewan Desa Duma, mengatakan bahwa puluhan pemukim menyerbu Khirbet al-Marajim, sebuah desa dekat kota Duma di Nablus Governorate.

    Dawabsheh menjelaskan bahwa serangan itu mengakibatkan kerugian material yang luas.

    Pemukim ilegal itu secara ‘membabi buta’ membakar rumah-rumah warga.

    Dia juga mencatat bahwa bentrokan meletus antara penduduk desa dan pemukim ilegal,

    Dan dilaporkan juga bentrokan tersebut tak mengakibatkan korban jiwa, mengutip Palestine Chronicle.

    “Mereka naik di atas rumah dan mulai melempar batu,” kata Maysoom Msalam, warga setempat. 

    “Mereka merusak pintu dan jendela. Kemudian mereka membakar pintu ini dan masuk dan membakar rumah,” lanjutnya.

    Pasukan pendudukan Israel (IOF) juga menyerbu desa dan menembakkan amunisi langsung.

    Yakni berupa gas air mata, dan bom suara, mereka melemparkannya ke arah penduduk.

    Padahal para penduduk Palestina tersebut berusaha menyelamatkan rumah-rumah mereka yang terbakar untuk memadamkan api, kantor berita resmi Palestina WAFA melaporkan.

    Menurut angka dari badan kemanusiaan PBB OCHA yang dikutip oleh Reuters, setidaknya ada 1.580 serangan terhadap warga Palestina oleh pemukim Yahudi ilegal.

    Hal itu mengakibatkan korban, kerusakan properti atau keduanya tahun lalu.

    220 serangan lainnya tercatat sejak awal 2025.

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

  • Di Resto Irlandia, Eks Tentara Israel Diludahi, Dapat Jari Tengah dari 2 Wanita, Polisi Tak Peduli – Halaman all

    Di Resto Irlandia, Eks Tentara Israel Diludahi, Dapat Jari Tengah dari 2 Wanita, Polisi Tak Peduli – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang warga Israel bernama Tamir Ohayon diganggu oleh dua wanita Irlandia saat dia mengunjungi sebuah restoran di Kota Dublin, Irlandia.

    Pengalaman itu disampaikan Ohayon lewat unggahan di akun Instagram @tamtamir hari Kamis, (14/3/2025).

    “Saat perjalanan bisnis ke Dublin, saya dan rekan saya diganggu oleh sekelompok wanita hanya karena kami warga Israel,” kata Ohayon.

    The Jerusalem Post melaporkan salah satu perempuan itu mendekati Ohayon dan menyebutkan informasi yang telah didapatkannya mengenai Ohayon, termasuk hotel tempat Ohayon menginap.

    Setelah peristiwa itu, Ohayon mengaku susah tidur dan terpaksa menginap di hotel lain.

    Ohayon sempat merekam peristiwa itu. Dalam video yang diunggahnya, terlihat ada dua perempuan yang mengacungkan jari tengah kepada Ohayon.

    “Zionis tidak diterima di Irlandia,” kata kedua perempuan itu.

    Ohayon tak hanya diberi jari tengah, dia juga diludahi.

    “Aku berhasil (meludahinya) dan aku mengenainya,” kata keduanya.

    Ohayon lalu meminta staf restoran untuk memanggil polisi.

    Menurut The Journal, kedua wanita itu bernama Zeina Ismail dan Seale. Keduanya dikenal sebagai pendukung Palestina.

    Seale mengaku mengganggu Ohayon karena “percakapan” mengenai dinas Ohayon di Pasukan Pertahanan Israel (IDF).

    Di samping itu, alasan lainnya adalah adanya unggahan di akun Instagram Ohayon yang menyebut Tepi Barat sebagai bagian dari Israel.

    Seale mengakui bahwa dia meludah. Namun, dia membantah bahwa peristiwa itu adalah peristiwa kekerasan.

    “Tidak ada Pasukan Pendudukan Israel atau agen Zionisme yang diterima di Irlandia, dan aktivis punya kewajiban untuk mengungkap dan melawan mereka jika ada peluang,” kata Seale dalam pernyataannya.

    Ohayon mengatakan peristiwa di resto itu berlangsung beberapa menit. Tidak ada yang mengintervensinya.

    Dia mengaku merekam peristiwa itu untuk membantu polisi dalam menyelidikinya.

    “Sayangnya, polisi baru tiba di hotel dua jam kemudian dan terlihat tidak peduli sama sekali dengan peristiwa itu,” kata Ohayon.

    Dia juga mengklaim tindakan itu merupakan “terorisme” dan setiap orang memilih bungkam.

    Ohayon mengaku tidak akan pernah lagi menginjakkan kaki di Irlandia. Dia juga membagikan pesan-pesan kebencian dari warga Dublin kepadanya.

    Beberapa orang bahkan melacak bar yang pernah dikunjunginya di Dublin meski dia tidak pernah memberi tahunya.

    Sementara itu, aparat penegak hukum setempat mengaku sedang menyelidiki peristiwa itu.

    Mengapa orang Irlandia membela Palestina?

    Irlandia adalah salah satu negara yang paling membela Palestina.

    Dikutip dari NPR, pendudukan Israel di Palestina mengingatkan rakyat Irlandia akan pendudukan Inggris di Irlandia. Palestina juga pernah dikontrol Inggris.

    Kesamaan nasib pernah diduduki itu membuat rakyat Irlandia bersimpati kepada perjuangan rakyat Palestina dalam melawan Israel.

    Pada tahun 1980 Irlandia menjadi negara Uni Eropa pertama yang meminta Palestina diakui.

    Irlandia juga menjadi negara Uni Eropa terakhir yang mengizinkan pembukaan Kedutaan Besar Israel, yakni tahun 1993.

    Sejak perang di Gaza meletus, para politikus Irlandia sudah mengeluarkan kecaman keras terhadap Israel.

    Leo Varadkar, Taoiseach Irlandia (jabatan setara perdana menteri), adalah pemimpin Eropa pertama yang mengkritik pedas taktik militer Israel di Gaza.

    Dia menyebut tindakan yang dilakukan Israel di Gaza bukanlah bentuk pembelaan diri dari Hamas.

    Irlandia juga bergabung dengan Spanyol untuk meminta Uni Eropa meninjau perjanjian perdagangannya dengan Israel karena persoalan HAM.

    (*)

  • Ada Penyusup, Israel Klaim Kini Punya Alasan Perkuat Pagar Keamanan 335 Km di Perbatasan Yordania – Halaman all

    Ada Penyusup, Israel Klaim Kini Punya Alasan Perkuat Pagar Keamanan 335 Km di Perbatasan Yordania – Halaman all

    Ada Penyusup, Israel Kini Punya Alasan Kuat Bangun Pagar Keamanan 335 Km di Perbatasan Yordania

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Israel tampaknya segera merealisasikan pembangunan pagar pembatas keamanan ratusan kilometer di sepanjang perbatasan dengan Yordania.

    Rencana yang sudah lama digaungkan entitas Zionis ini diklaim makin punya alasan kuat seiring insiden terbaru yang dinilai militer Israel (IDF) sebagai urgensi pembangunan pagar ini.

    Khaberni, merujuk laporan media berbahasa Ibrani, melansir kalau insiden terbaru tersebut berupa clash antara pasukan IDF dengan sekelompok orang di perbatasan Israel-Yordania. 

    “Laporan menunjukkan kalau orang-orang yang mencoba menyusup ke wilayah Palestina yang diduduki (Israel) dari Yordania adalah pekerja asing,” tulis laporan Khaberni, Jumat (14/3/2025).

    Laporan menunjukkan kalau tentara IDF menembaki sejumlah orang di dekat Kibbutz Hamadiya di daerah Bisan di Lembah Yordan setelah mereka melintasi perbatasan dengan Yordania pada tengah malam antara Kamis dan Jumat.

    Laporan menunjukkan, kedelapan pekerja asing tersebut adalah pencari suaka, termasuk empat warga negara Ethiopia dan empat warga negara Sri Lanka.

    Militer IDF mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “lokasi pengintaian menemukan sejumlah tersangka setelah mereka melintasi perbatasan dengan Yordania di wilayah ‘Ha’amakim’.”

    “Pasukan militer kemudian tiba di tempat kejadian dan menangkap mereka,” kata pernyataan IDF.

    Pernyataan IDF menambahkan, “Sebelum penangkapan, para tersangka berusaha mendekati pasukan dengan cara yang membahayakan IDF. Pasukan tersebut membalas dengan melepaskan tembakan ke arah mereka, yang mengakibatkan luka-luka (para penyusup) tetapi (clash) tidak melukai pasukan (IDF).”

    Laporan Israel menyatakan, “Delapan orang menyusup dari Yordania ke wilayah Beit Shean, dan tentara IDF menembaki mereka, menewaskan dua orang. Yang lainnya ditangkap.

    Menurut sumber yang sama, “kedua pria yang tewas itu melompat ke arah tentara dari kawasan hutan, sehingga mengancam nyawa mereka.”

    PATROLI IDF – Tangkap layar Khaberni Sabtu (15/3/2025) menunjukkan seorang tentara Israel (IDF) melakukan patroli di sebuah titik di pagar pembatas keamanan di perbatasan Israel-Yordania. Israel mau memperkuat pagar pembatas ini dengan alasan keamanan. Alasan ini dicurigai hanya kedok untuk mencaplok Tepi Barat, Palestina.

    Begini Rencana Israel untuk Memperkuat Perbatasannya dengan Yordania 

    Sebelumna, Kementerian Pertahanan Israel telah meluncurkan rencana ambisius untuk membangun pagar keamanan baru di sepanjang perbatasannya dengan Yordania sepanjang 335 kilometer.

    Selain membangun pagar pembatas keamanan baru, Israel berencana membangun sejumlah pos-pos militer di sepanjang titik perbatasan tersebut.

    “Ini menandai perubahan signifikan dari proposal yang tertunda selama bertahun-tahun,” tulis laporan Jfeed.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz mempelopori inisiatif tersebut, meskipun para skeptis, khususnya dari oposisi pemerintah, mempertanyakan kelayakannya mengingat cakupan dan biaya proyek yang sangat besar.

    “Tahap awal, yang diperkirakan menelan biaya puluhan juta shekel, meliputi survei teknik terperinci, studi dampak lingkungan, dan pembangunan bagian pengujian yang dilengkapi dengan teknologi pengawasan canggih,” tulis laporan tersebut. 

    Pejabat kementerian Israel mengatakan pekerjaan awal ini akan memakan waktu beberapa bulan untuk diselesaikan.

    Sementara pagar tua saat ini membentang di sepanjang perbatasan Israel-Yordania, pejabat keamanan menganggapnya cukup untuk mencegah sebagian besar upaya penyelundupan senjata.

    Namun, proyek baru ini bertujuan untuk menciptakan sistem penghalang yang lebih komprehensif.

    Garis perbatasan antara wilayah pendudukan Israel dan Yordania. (khaberni/HO)

    Pengumuman ini muncul setelah bertahun-tahun usulan serupa diajukan oleh pemerintahan Perdana Menteri Netanyahu, yang semuanya menghadapi rintangan signifikan.

    Para kritikus menunjuk pada dua tantangan utama: panjangnya perbatasan dan biaya proyek yang sangat besar, yang dapat mencapai miliaran shekel.

    “Nasib inisiatif pagar perbatasan sebelumnya menimbulkan pertanyaan apakah upaya terbaru ini akan berkembang melampaui tahap perencanaan,” kata laporan itu.

    Niat Israel membangun apa yang mereka sebut sebagai “infrastruktur penghalang” di sepanjang perbatasan dengan Yordania belakangan dicurigai sebagai bagian dari upaya aneksasi dua wilayah Palestina.

    Ulasan Khaberni, Kamis (5/12/2024) silam, menyebut kecurigaan tentang motif sebenarnya Israel membangun pagar pembatas ini muncul saat entitas pendudukan itu “meningkatkan proyek-proyek dan langkah-langkahnya di berbagai tingkat dalam upaya untuk melaksanakan rencana untuk mencaplok Tepi Barat dan Lembah Yordan.”

    Operasi Tembok Besi IDF di Tepi Barat dalam dua bulan terakhir pada 2025 saat ini, makin mengindikasikan realisasi pencaplokan secara penuh tersebut.

    “Hal ini (pembangunan pagar pembatas) juga terjadi pada tahap di mana pendudukan bergerak menuju penerapan fakta-fakta yang tidak dapat dibantah kalau mereka berusaha mencapai tujuannya di Tepi Barat, yang paling penting adalah aneksasi,” kata ulasan tersebut.

    Sebagai informasi, perbatasan antara wilayah pendudukan Israel dan Yordania memiliki panjang 335 km, 238 km di antaranya berada di wilayah pendudukan dan 97 km berada di Tepi Barat.

    Tujuan Politik

    Sekretaris Jenderal Kampanye Akademik Internasional Menentang Pendudukan dan Apartheid, Ramzi Odeh, dikutip dari ulasan Khaberni, menegaskan kalau proyek pembangunan tembok di perbatasan dengan Yordania terutama memiliki tujuan politik.

    “Dan tujuan Israel ini sangat berbahaya bagi perjuangan Palestina, dengan menjadikan pendudukan di Tepi Barat sebagai penguasaan permanen, meskipun faktanya resolusi internasional mengakui bahwa pendudukan tersebut bersifat sementara,” kata dia.

    Dalam persiapan proyek ini, pendudukan Israel melontarkan banyak tuduhan, termasuk kekhawatiran akan infiltrasi lintas batas, penyelundupan senjata, atau operasi serangan lintas-perbatasan.

    Odeh menambahkan kalau dalih-dalih ini hanyalah argumen yang diajukan oleh pendudukan Israel untuk membenarkan pembangunan tembok tersebut di hadapan komunitas internasional.

    Odeh menggarisbawahi, Israel menerapkan kontrol keamanannya di perbatasan dengan Yordania melalui kehadiran sistem keamanan dan pengawasan yang canggih, yang berarti tembok ini tidak akan memberikan “aspek keamanan” yang lebih besar.

    “Bagi Israel, tujuan di balik pembangunan tembok ini adalah aneksasi dan memaksakan kedaulatan,” kata dia.

    Dia melanjutkan, “Membangun tembok pada akhirnya akan mengarah pada pencaplokan Lembah Yordan dan Tepi Barat secara nyata dan praktis, mengubah rencana tersebut menjadi kenyataan penyitaan tambahan ribuan dunum tanah Palestina milik desa-desa dekat perbatasan,”.

    Hal ini berarti hal ini akan meningkatkan aneksasi tanah dan pengusiran penduduknya oleh Israel.

    “Ini bisa diartikan mengarah pada aneksasi total sebagian Lembah Yordan,” paparnya.

    Tembok perbatasan sepanjang ratusan kilometer dari garis perbatasan Israel dengan Yordania. IDF mempertimbangkan membentuk divisi militer baru di perbatasan dengan Yordania karena meningkatnya ancaman. (khaberni)

    Blue Print Lama untuk Halangi Terbentuknya Negara Palestina

    Proyek dan rencana aneksasi dianggap sebagai proyek lama yang berakar pada mentalitas Israel, namun pemerintahan sayap kanan saat ini yang dipimpin oleh Netanyahu berpacu dengan waktu dan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan pembangunannya.

    Odeh mengatakan, upaya ini jelas terlihat dengan pemberian tugas dan wewenang besar kepada menteri ekstremis dan pemimpin Partai Religius Zionis Bezalel, yang juga memimpin “rencana resolusi” yang berupaya memaksakan fakta-fakta baru di lapangan, dan juga berupaya mewujudkan rencana aneksasi.

    Odeh menjelaskan kalau “tembok keamanan” yang saat ini sedang direncanakan adalah salah satu alat penentu paling penting yang menghilangkan kemungkinan penarikan pasukan pendudukan dari Tepi Barat sebagai pendudukan sementara sesuai dengan resolusi internasional.

    Berdirinya tembok itu, akan membuat Tepi Barat menjadi area pendudukan permanen.

    “Dengan demikian, (aneksasi Tepi Barat) menghilangkan kemungkinan berdirinya negara Palestina,” ujar Odeh.

    Dia melanjutkan: “Untuk melaksanakan proyek aneksasi, pendudukan telah melakukan beberapa upaya selama bertahun-tahun, termasuk: merebut tanah di wilayah Lembah Yordan dengan berbagai dalih dan proyek, termasuk “proyek cagar alam,” yang telah diintensifkan oleh otoritas pendudukan Israel. 

    Odeh menambahkan, lewat alasan-alasan itu Israel lewat berbagai entitasnya -termasuk pemukim ekstremis- telah menyita ribuan dunam tambahan di wilayah Lembah Yordan.

    “Pendudukan juga berupaya memperluas pemukiman untuk memecah-belah Lembah Yordan dan memisahkannya dari wilayah lain di Tepi Barat. Akhirnya, sebuah rencana muncul. “Tembok keamanan” di perbatasan ini adalah untuk melengkapi langkah-langkah sebelumnya untuk mewujudkan rencana aneksasi menjadi kenyataan,” katanya.

    Emblem di seragam tentara IDF dalam operasi militer di Gaza yang menggambarkan peta Israel Raya. (rntv/tangkap layar)

    Risiko Bagi Yordania

    Selain konsekuensi politik yang serius dari pembangunan tembok ini di pihak Palestina, risikonya juga meluas ke Yordania, menurut Odeh.

    Dia menilai kalau kehadiran perbatasan buatan permanen antara Israel dan Yordania merupakan ancaman langsung dan berkelanjutan terhadap keamanan nasional Yordania.

    “Seperti dalam situasi saat ini Israel adalah negara pendudukan di Tepi Barat. Menurut hukum internasional, Israel harus mengakhiri pendudukannya, tetapi jika tembok ini didirikan, akan ada kekuatan musuh yang permanen di perbatasan dengan Yordania,” kata dia.

    Odeh memperkirakan pelaksanaan pembangunan pagar ini akan menghadapi banyak kendala dan tidak dapat dilakukan dengan mudah, serta akan mendapat penolakan yang besar, terutama dari Yordania.

    Hubungan Yordania-Israel diperkirakan akan tegang dan Yordania akan mengerahkan upaya diplomasi yang besar demi menekan atau menghentikan pembangunan pagar pembatas ini.

     

    (oln/khbrn/*)

     

     
     

  • PBB Rilis Laporan soal Genosida Israel di Gaza: Hamas Sambut, Israel Sebutnya Fitnah – Halaman all

    PBB Rilis Laporan soal Genosida Israel di Gaza: Hamas Sambut, Israel Sebutnya Fitnah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Komisi Penyelidikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru-baru ini merilis laporan yang menetapkan bahwa Israel melakukan tindakan genosida terhadap warga Palestina selama perang 7 Oktober.

    Laporan PBB itu mencatat tentara Israel menggunakan kekerasan seksual sebagai bagian dari prosedur operasi standar dalam perlakuan mereka terhadap warga Palestina.

    Komisi Penyelidikan Internasional Independen, yang mencakup wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur dan Israel.

    Dalam laporannya, mereka mengonfirmasi Israel melakukan tindakan genosida dengan menghancurkan fasilitas perawatan kesehatan untuk wanita di Gaza.

    Laporan tersebut menyebutkan bahwa kekerasan seksual, termasuk pemaksaan menelanjangi di depan umum dan ancaman pemerkosaan, menjadi bagian dari taktik Israel yang digunakan dalam serangan mereka terhadap warga Palestina.

    Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa kekerasan berbasis gender yang dilakukan oleh pemukim Israel di Tepi Barat digunakan sebagai cara untuk menakut-nakuti dan mengusir komunitas Palestina dari tanah mereka.

    Dikutip dari The Cradle, pejuang Hamas menyambut baik laporan tersebut.

    Hamas menyatakan bahwa laporan PBB “mengonfirmasi kekejaman” yang dilakukan oleh tentara Israel yang didukung oleh negara-negara Barat.

    “Laporan PBB menyoroti pengabaian dan penyangkalan masyarakat internasional terhadap kejahatan yang dilakukan terhadap rakyat Palestina,” terang pernyataan yang dirilis Hamas pada Kamis (13/3/2025).

    Kelompok tersebut pun menyerukan agar masyarakat internasional mengambil sikap yang serius untuk mengatasi situasi ini.

    Pihak Israel pun merespon laporan PBB ini.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membantah laporan tersebut.

    Netanyahu menyebut PBB dan Dewan Hak Asasi Manusia sebagai “antisemit” dan “dewan hak berdarah.”

    PM Israel itu menyebut PBB sebagai “organisasi busuk” yang mendukung terorisme.

    Netanyahu lantas menegaskan bahwa Israel memutuskan untuk keluar dari organisasi tersebut.

    Tanggapan lain datang dari Kementerian Luar Negeri Israel juga mengecam laporan PBB itu.

    Kementerian menyebutnya sebagai “salah satu pencemaran nama baik darah terburuk di dunia.”

    Bantuan Makanan ke Gaza Terhambat, Kekurangan Pangan Meningkat

    Program Pangan Dunia (WFP) melaporkan bahwa mereka tidak dapat mengirimkan bantuan makanan ke Gaza sejak 2 Maret akibat penutupan semua titik penyeberangan oleh Israel.

    Penutupan ini menghentikan pasokan kemanusiaan dan komersial ke wilayah tersebut.
    Stok makanan yang ada di Gaza saat ini hanya cukup untuk mendukung dapur dan toko roti aktif selama satu bulan.

    Paket makanan siap saji yang ada bisa mendukung sekitar 550.000 orang selama dua minggu, Al Jazeera melaporkan.

    Kondisi ini semakin mengkhawatirkan, terutama di Tepi Barat yang juga mengalami kekurangan pangan.

    Kekurangan pangan di Tepi Barat dipengaruhi oleh aktivitas militer, pengungsian dan pembatasan pergerakan yang mengganggu pasar dan akses terhadap makanan.

    WFP menyebutkan bahwa gangguan yang terjadi, ditambah dengan kondisi ekonomi yang memburuk dalam setahun terakhir, telah menyebabkan tekanan pada harga pangan.

    Meningkatnya pengungsian dan pengangguran juga membuat bahan makanan pokok semakin tidak terjangkau bagi banyak keluarga.

    Laporan ini dilansir dari sumber resmi WFP dan menggambarkan situasi kemanusiaan yang semakin buruk di Gaza dan wilayah pendudukan Palestina.

    Trump Tower Diserbu Demonstran, Tuntut Pembebasan Mahmoud Khalil

    Puluhan pengunjuk rasa ditangkap setelah mereka menyerbu Trump Tower di New York City pada Kamis (13/3/2025) untuk menuntut pembebasan Mahmoud Khalil.

    Khalil, seorang penduduk tetap Amerika Serikat, ditahan oleh imigrasi AS setelah terlibat dalam protes damai pro-Palestina tahun lalu.

    Meskipun ia merupakan penduduk tetap, pemerintahan Presiden Donald Trump mengancam untuk mendeportasinya.

    Aksi protes ini menarik perhatian publik dan menjadi sorotan di tengah ketegangan politik dan sosial yang sedang berlangsung.

    Peran Inggris dalam Perang Gaza

    Tujuh anggota parlemen Inggris, termasuk Jeremy Corbyn, mantan pemimpin Partai Buruh, dan Carla Denyer, pemimpin Partai Hijau, menuntut penyelidikan publik independen mengenai keterlibatan Inggris dalam serangan militer Israel di Gaza.

    Dalam tajuk rencana yang diterbitkan di surat kabar The Guardian, para legislator mengingatkan tentang penyelidikan perang Irak yang mengungkap kegagalan serius dalam pemerintahan Inggris.

    Mereka mengkritik keputusan pemerintah yang mengabaikan peringatan jutaan orang terhadap keputusan berperang.

    Mereka juga berpendapat bahwa Inggris memainkan peran penting dalam operasi militer Israel melalui penjualan senjata, penyediaan intelijen, dan penggunaan pangkalan Angkatan Udara Kerajaan di Siprus.

    Para anggota parlemen menyebutkan bahwa surat perintah penangkapan untuk pemimpin Israel dikeluarkan oleh Pengadilan Kriminal Internasional atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

    Banyak pihak di Inggris percaya pemerintah terlibat dalam pelanggaran hukum internasional yang serius.

    Mereka menegaskan bahwa tuduhan ini tidak akan hilang tanpa ada penyelidikan dengan kekuatan hukum untuk mengungkap kebenaran.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Wali Kota Miami Beach Minta Cabut Sewa Gedungnya bagi Bioskop yang Tetap Putar Film Palestina – Halaman all

    Wali Kota Miami Beach Minta Cabut Sewa Gedungnya bagi Bioskop yang Tetap Putar Film Palestina – Halaman all

    Wali Kota Miami Beach Minta Cabut Sewa Gedungnya bagi Bioskop yang Putar Film Dokumenter Palestina

    TRIBUNNEWS.COM-  Film tentang konflik Israel-Palestina di Tepi Barat yang diduduki ini dilarang diputar di Miami Beach. 

    Dalam buletin yang dikirim ke penduduk setempat pada Selasa malam, Steven Meiner, wali kota Miami Beach mengkritik film tersebut sebagai “propaganda sepihak” dan berpendapat bahwa film tersebut salah menggambarkan orang Yahudi. 

    Namun, meskipun ia berupaya menghentikan pemutaran, O Cinema tetap menayangkan film dokumenter tersebut.

    Steven Meiner sekarang memperkenalkan undang-undang baru untuk mengakhiri sewa teater di Balai Kota lama dan mencabut dua hibah kota dengan total lebih dari $79.000, setengahnya telah dibayarkan.

    Minggu lalu, Meiner mendesak CEO O Cinema Vivian Marthell untuk membatalkan pemutaran, merujuk pada kekhawatiran dari pejabat Israel dan Jerman.

    “Karena kekhawatiran atas retorika anti-Semit, kami telah memutuskan untuk menarik film tersebut dari program kami,” tulis Marthell kepada Meiner pada tanggal 6 Maret. 

    “Film ini telah mengungkap keretakan yang menghalangi kami untuk memenuhi misi kami dalam mendorong percakapan yang mendalam tentang karya sinematik.”

    Menurut buletin Meiner, Marthell membatalkan keputusannya keesokan harinya. Di tengah kontroversi tersebut, penjualan tiket melonjak, yang menyebabkan tiket pertunjukan terjual habis dan pemutaran tambahan.

    “Keputusan kami untuk menayangkan No Other Land bukanlah sebuah deklarasi keberpihakan politik,” kata Marthell dalam email kepada Herald. 

    “Ini adalah penegasan kembali keyakinan kami bahwa setiap suara layak didengar, terutama ketika suara itu menantang kami.”

    Tindakan Meiner telah memicu reaksi keras, dengan para kritikus menuduhnya melakukan penyensoran. 

    Ia membela pendiriannya, dengan menyatakan: “Menormalkan kebencian dan menyebarkan anti-Semitisme di fasilitas yang didanai pembayar pajak — setelah O Cinema sendiri mengakui kekhawatiran atas retorika anti-Semit — tidak dapat diterima dan tidak boleh ditoleransi.”

    Komisaris Kota David Suarez mendukung usulan Meiner, dengan menyebut No Other Land sebagai “propaganda pro-Hamas”. 

    Rekan Komisaris Kristen Rosen Gonzalez, meskipun mengatakan bahwa film tersebut bias, menentang pencabutan sewa O Cinema, dengan peringatan akan adanya pertempuran hukum yang mahal. 

    Ia menyarankan agar teater tersebut juga dapat menayangkan Screams Before Silence , sebuah dokumenter tentang wanita Israel yang diserang oleh Hamas.

    Komisi kota akan memberikan suara pada usulan Meiner Rabu depan.

    Film Palestina-Israel No Other Land memenangkan Academy Award untuk Film Dokumenter Terbaik di Academy Awards awal bulan ini. 

    Film ini diproduksi oleh kolektif Palestina-Israel dan mengikuti kisah seorang aktivis Palestina yang berteman dengan seorang jurnalis Israel untuk membantunya dalam perjuangannya mencari keadilan saat desanya di Masafar Yatta diserang akibat pendudukan Israel di wilayah tersebut. 

    Film ini merupakan debut penyutradaraan Basel Adra, Hamdan Ballal, Yuval Abraham, dan Rachel Szor, yang menggambarkannya sebagai tindakan perlawanan dalam perjalanan menuju keadilan.

    Saat naik panggung pada upacara penyerahan Piala Oscar, Adra berkata: “Sekitar dua bulan lalu, saya menjadi seorang ayah dan harapan saya kepada putri saya adalah agar ia tidak harus menjalani kehidupan yang sama seperti yang saya jalani sekarang, selalu takut akan kekerasan pemukim, pembongkaran rumah, dan pemindahan paksa yang dialami oleh komunitas saya, Masafar Yatta, setiap hari di bawah pendudukan Israel.”

    Kata-katanya disambut tepuk tangan meriah dari para penonton yang bertabur bintang.

    Abraham menambahkan: “Ketika saya melihat Basel, saya melihat saudara saya, tetapi kita tidak setara. Kita hidup dalam rezim di mana saya bebas, di bawah hukum sipil, dan Basel berada di bawah hukum militer yang menghancurkan hidupnya dan dia tidak dapat mengendalikannya. Ada jalan yang berbeda. Solusi politik tanpa supremasi etnis.”

    Film dokumenter ini difilmkan selama empat tahun antara 2019 dan 2023. Film ini telah memenangkan sejumlah penghargaan selain Oscar, termasuk Panorama Audience Award untuk Film Dokumenter Terbaik dan Berlinale Documentary Film Award di Festival Film Internasional Berlin 2024.

     

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR 

  • Penyelidikan PBB Temukan, Penyerangan Israel Terhadap Layanan Reproduksi di Gaza adalah Genosida – Halaman all

    Penyelidikan PBB Temukan, Penyerangan Israel Terhadap Layanan Reproduksi di Gaza adalah Genosida – Halaman all

    Penyelidikan PBB Temukan, Penyerangan Israel Terhadap Layanan Reproduksi di Gaza adalah Genosida

    TRIBUNNEWS.COM- Israel melakukan tindakan genosida melalui penghancuran sistematis fasilitas kesuburan dan perawatan kesehatan reproduksi di Gaza, sebuah laporan baru yang dirilis hari ini oleh Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB di Wilayah Palestina yang Diduduki, termasuk Yerusalem Timur, dan Israel mengatakan.

    Laporan ini mendokumentasikan berbagai pelanggaran yang dilakukan terhadap perempuan, laki-laki, anak perempuan, dan anak laki-laki Palestina di seluruh Wilayah Palestina yang Diduduki sejak 7 Oktober 2023.

    Yang “merupakan elemen utama dalam perlakuan buruk terhadap warga Palestina dan merupakan bagian dari pendudukan dan penganiayaan yang melanggar hukum terhadap warga Palestina sebagai suatu kelompok”.

    “Bukti yang dikumpulkan oleh Komisi mengungkap peningkatan yang menyedihkan dalam kekerasan seksual dan berbasis gender,” kata Navi Pillay, ketua Komisi. 

    “Tidak ada jalan keluar dari kesimpulan bahwa Israel telah menggunakan kekerasan seksual dan berbasis gender terhadap warga Palestina untuk meneror mereka dan melestarikan sistem penindasan yang melemahkan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri.”

    Laporan tersebut menemukan bahwa kekerasan seksual dan berbasis gender – yang telah meningkat dalam frekuensi dan tingkat keparahannya – sedang dilakukan di seluruh Wilayah Palestina yang Diduduki “sebagai strategi perang Israel untuk mendominasi dan menghancurkan rakyat Palestina.”

    Bentuk-bentuk spesifik kekerasan seksual dan berbasis gender – seperti pemaksaan menelanjangi dan menelungkupkan badan di muka umum, pelecehan seksual termasuk ancaman pemerkosaan, serta penyerangan seksual – merupakan bagian dari prosedur operasi standar Pasukan Keamanan Israel terhadap warga Palestina.

    Bentuk-bentuk lain kekerasan seksual dan berbasis gender, termasuk pemerkosaan dan kekerasan pada alat kelamin, dilakukan baik berdasarkan perintah tersurat maupun dengan dorongan tersirat oleh pimpinan sipil dan militer Israel, kata laporan itu.

    Iklim impunitas juga terjadi terkait dengan kejahatan seksual dan berbasis gender yang dilakukan oleh pemukim Israel di Tepi Barat yang diduduki, dengan tujuan menanamkan rasa takut pada komunitas Palestina dan mengusir mereka, tambah laporan itu.

    Ketidakefektifan sistem peradilan militer untuk meminta pertanggungjawaban tentara pendudukan atas pelanggaran yang mereka lakukan mengirimkan “pesan yang jelas kepada anggota Pasukan Keamanan Israel bahwa mereka dapat terus melakukan tindakan tersebut tanpa takut akan pertanggungjawaban,” kata Pillay.

    Laporan tersebut menemukan bahwa pasukan pendudukan Israel telah secara sistematis menghancurkan fasilitas perawatan kesehatan seksual dan reproduksi di seluruh Gaza. 

    Mereka secara bersamaan memberlakukan pengepungan dan mencegah bantuan kemanusiaan, termasuk penyediaan obat-obatan dan peralatan yang diperlukan untuk memastikan kehamilan, persalinan, dan perawatan pascapersalinan dan neonatal yang aman. 

    Tindakan-tindakan ini melanggar hak-hak reproduksi dan otonomi perempuan dan anak perempuan, serta hak mereka untuk hidup, kesehatan, membangun keluarga, martabat manusia, integritas fisik dan mental, kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat lainnya, serta penentuan nasib sendiri dan prinsip nondiskriminasi.

    Perempuan dan anak-anak perempuan telah meninggal dunia akibat komplikasi yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan akibat kondisi yang ditetapkan oleh otoritas Israel yang menolak akses terhadap layanan kesehatan reproduksi – tindakan yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pemusnahan.

    Penghancuran kapasitas reproduksi warga Palestina di Gaza merupakan tindakan genosida, laporan itu menambahkan, dengan sengaja menciptakan kondisi kehidupan yang dimaksudkan untuk mengakibatkan kehancuran fisik warga Palestina dan memaksakan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran.

    “Penargetan fasilitas perawatan kesehatan reproduksi, termasuk melalui serangan langsung terhadap bangsal bersalin dan klinik fertilitas in-vitro utama di Gaza, dikombinasikan dengan penggunaan kelaparan sebagai metode perang, telah berdampak pada semua aspek reproduksi,” kata Komisaris Pillay. 

    “Pelanggaran ini tidak hanya menyebabkan kerusakan fisik dan mental yang parah dan penderitaan bagi perempuan dan anak perempuan, tetapi juga efek jangka panjang yang tidak dapat dipulihkan pada kesehatan mental dan prospek reproduksi dan fertilitas warga Palestina sebagai suatu kelompok.”

    Rilis laporan tersebut disertai dengan dua hari dengar pendapat publik yang diadakan di Jenewa pada tanggal 11-12 Maret, di mana Komisi mendengar dari para korban dan saksi kekerasan seksual dan reproduksi dan petugas medis yang membantu mereka, serta perwakilan dari masyarakat sipil, akademisi, pengacara dan pakar medis.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR 

  • Pelapor PBB Francesca Albanese Mengatakan Pembersihan Etnis Palestina Sedang Terjadi di Tepi Barat – Halaman all

    Pelapor PBB Francesca Albanese Mengatakan Pembersihan Etnis Palestina Sedang Terjadi di Tepi Barat – Halaman all

    Pelapor PBB Francesca Albanese Mengatakan Pembersihan Etnis Palestina Sedang Terjadi di Tepi Barat

    TRIBUNNEWS.COM- Pelapor Khusus PBB untuk hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki, Francesca Albanese, mengatakan bahwa apa yang terjadi di Tepi Barat merupakan “ujian lakmus” atas kampanye pembersihan etnis Israel terhadap warga Palestina, di mana rezim pendudukan tersebut telah menggusur 40.000 warga Palestina dari wilayah tersebut hanya dalam satu bulan.

    “Ini seharusnya ada di halaman depan surat kabar,” katanya kepada para wartawan.

    “Fakta bahwa hal itu tidak terjadi mencerminkan bias rasis mereka.” Kebenaran dan akurasi, katanya, “hilang” dari liputan wilayah Palestina yang diduduki.

    “Saya telah berbicara dengan para wartawan yang telah diberi tahu untuk tidak menyebutkan genosida dan apa yang sedang terjadi.” Ini bukan hanya media Israel, katanya, ini adalah media Barat, media internasional. “Ini harus diselidiki, karena telah membantu menciptakan lingkungan yang mendukung genosida dilakukan.”

    Pengungsian paksa, Albanese menegaskan, telah menjadi hal yang terus-menerus terjadi di Palestina yang diduduki sejak Nakba . “Ratusan ribu warga Palestina telah mengungsi. Lebih dari 350.000 orang mengungsi pada tahun 1967 dan Israel menghancurkan semua yang mereka tinggalkan, mencegah mereka untuk kembali.”

    Dalam wawancara dengan Al Jazeera pada hari Minggu, pejabat PBB tersebut menggambarkan apa yang terjadi di Tepi Barat dan posisi negara-negara Arab sebagai sesuatu yang mengejutkan, dan menyatakan keterkejutannya atas klaim tentang keterbatasan kemampuan negara-negara Arab untuk melakukan apa pun. Ia mengatakan bahwa situasi saat ini memberikan kesempatan penting untuk menyatukan suara Arab dalam membela Palestina, daripada hanya berbicara tentang membangun kembali Gaza, bahkan ketika “genosida terus berlanjut”.

    Albanese menekankan bahwa apa yang dilakukan Israel di Tepi Barat adalah hal yang memalukan dan ilegal, tetapi tidak mengejutkan. “Kekerasan genosida,” katanya, “telah terjadi sejak sebelum 7 Oktober 2023.” Selain itu, ia menuduh beberapa negara Arab berkonspirasi melawan Palestina.

    Ia menegaskan bahwa seluruh dunia tahu bahwa Israel tengah berupaya menguasai sisa-sisa Palestina, dan bahwa Israel saat ini tengah mengulangi apa yang telah dilakukannya di Gaza di Tepi Barat, karena ingin semua warga Palestina meninggalkan tanah mereka. Sementara itu, negara-negara Arab dan masyarakat internasional tidak berbuat apa-apa. “Berapa banyak peringatan yang perlu diterima masyarakat internasional?” tanyanya.

    Pelapor PBB mengecam pembatasan yang dilakukan negara pendudukan selama bulan Ramadan, dan menekankan bahwa tidak ada pembenaran untuk melarang warga Palestina yang berusia di bawah 55 tahun untuk beribadah di Masjid Al-Aqsa. Ia menegaskan bahwa warga Palestina telah berupaya memobilisasi masyarakat internasional, secara damai dan melalui perlawanan, termasuk fakta bahwa mereka tetap tinggal di tanah mereka.

    Albanese mencatat bahwa negara-negara seperti Afrika Selatan, Spanyol dan Namibia telah mengambil tindakan untuk menanggapi tindakan Israel, sementara negara-negara Arab belum mengambil tindakan serupa selain untuk mencoba mencegah rencana Donald Trump terhadap Gaza.

     

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR