Negara: Tepi Barat

  • Benarkah 100 Warga Palestina di Gaza Akan Dipindahkan ke Indonesia? Ini Kata Kemenlu

    Benarkah 100 Warga Palestina di Gaza Akan Dipindahkan ke Indonesia? Ini Kata Kemenlu

    PIKIRAN RAKYAT – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI merespons pemberitaan media asing mengenai rencana pemindahan warga Palestina di Gaza ke Indonesia.

    Berbeda dari narasi yang termuat dalam berita luar negeri itu, Juru Bicara Kemlu Rolliansyah Soemirat menegaskan tidak ada perjanjian atau pembicaraan apa pun soal relokasi warga Gaza ke wilayah RI.

    Pembicaraan itu, imbuhnya, nihil baik dengan Israel Penjajah, petinggi Palestina, negara Timur Tengah, dan/atau pihak mana pun.

    “Pemerintah Indonesia tidak pernah membahas dengan pihak mana pun atau mendengar informasi tentang rencana pemindahan warga Gaza ke Indonesia yang disebut oleh beberapa media asing,” katanya, dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis, 27 Maret 2025.

    Rolliansyah alias Roy itu menjelaskan, saat ini, Indonesia lebih fokus pada upaya untuk mencapai gencatan senjata tahap kedua, memastikan bantuan kemanusiaan dapat masuk ke Gaza, serta memulai proses rekonstruksi di wilayah tersebut.

    Program Migrasi Sukarela Palestina

    Pernyataan Roy disampaikan sebagai respons terhadap laporan media internasional yang menyebutkan bahwa sekitar 100 warga Gaza akan diberangkatkan ke Indonesia, untuk bekerja di sektor konstruksi sebagai bagian dari program migrasi sukarela percontohan.

    Laporan tersebut mengungkapkan bahwa inisiatif ini diawasi oleh COGAT (Coordinator of Government Activities in the Territories), badan militer Israel yang bertanggung jawab atas koordinasi kebijakan sipil dan kemanusiaan di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

    Disebutkan pula bahwa jika program migrasi sukarela ini berhasil, pengelolaan program akan diserahkan ke urusan migrasi Israel yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz.

    Selain itu, laporan itu juga menyebutkan bahwa tujuan utama dari percontohan ini adalah untuk membuktikan kelayakan migrasi sukarela dan mengajak ribuan warga Gaza untuk bekerja di sektor konstruksi Indonesia.

    Meskipun hukum internasional memberikan hak bagi mereka untuk kembali ke Gaza setelah masa kerja, tujuan utama dari inisiatif ini adalah untuk memfasilitasi migrasi jangka panjang, sesuai dengan kerja sama antara Israel dan Indonesia. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • ‘Saya Merasa Akan Mati’, Getir Hidup Sutradara Palestina Pemenang Oscar 2025 Usai Ditangkap Israel

    ‘Saya Merasa Akan Mati’, Getir Hidup Sutradara Palestina Pemenang Oscar 2025 Usai Ditangkap Israel

    PIKIRAN RAKYAT – Film dokumenter Palestina, No Other Land memenangi Oscar 2025 pada 3 Maret 2025. Saat itu, salah satu sutradara film tersebut, Hamdan Ballal turut serta dalam menerima piala bergengsi itu.

    Namun, kurang dari sebulan setelah menerima penghargaan Oscar 2025, Hamdan Ballal ditangkap dan ditahan pemukim serta tentara Israel. Dia ditangkap di luar rumahnya di Susiya, Tepi Barat, Palestina.

    Dia ditangkap pemukim Israel pada Senin, 24 Maret 2024 dan mendapatkan siksaan saat penangkapan yang juga dilakukan tentara penjajah. Saat itu, dia ditangkap ketika penduduk sedang berbuka puasa di bulan suci Ramadhan.

    Hampir 24 jam ditahan dan mengalami penyiksaan, dia lalu dibebaskan tentara Israel keesokan harinya. Kepada Al Jazeera, dia mengatakan kejadian yang dialaminya seperti mimpi buruk.

    Sebelum penangkapan, Ballal hendak pergi untuk mendokumentasikan serangan pemukim di rumah tetangganya di Susiya. Namun, situasi semakin memburuk dan dia menyadari bahwa situasi semakin berbahaya.

    Melihat situasi yang semakin kacau, Ballal lantas memutuskan pulang ke rumah dan menemui keluarganya. Tapi, dalam perjalanan pulang, dia diikuti seorang pemukim yang dia kenal beserta dua tentara.

    “Mereka mengarahkan senjata langsung ke saya. Pemukim itu pergi ke belakang saya dan langsung menyerang saya dengan tangannya. Saya tidak tahu apa yang dipegangnya di tangannya,” katanya.

    Setelahnya, Ballal terjatuh ke tanah.

    “Tentara terus berteriak kepada saya, mengancam saya, dan menodongkan senjata, satu kali ke leher saya.Mereka juga menodongkan senjata ke pipi saya,” ujarnya.

    Mendapat serangan seperti itu, Ballal berpikir bahwa dia akan mati. Terlebih, serangan juga dilakukan oleh pemukim, bukan hanya tentara.

    “Para tentara membiarkan dia [pemukim] memukul saya, dan para tentara juga memukul saya dengan senjata api. Saya jatuh karena serangan itu sangat keras. Mereka fokus pada kepala saya. Mereka menendang kepala saya dan juga dengan senjata api,” katanya.

    “Saya merasa mereka akan membunuh saya, bukan hanya menghukum saya. Saya merasa saya akan mati,” katanya.

    Kolaborasi aktivis Palestina dan Jurnalis Israel

    No Other Land dinobatkan sebagai Film Dokumenter Terbaik dalam Oscar tahun ini. Film ini merupakan kolaborasi dua sutradara yaitu aktivis Palestina, Basil Adra (29), dan jurnalis Israel Yuval Abraham (30).

    Penderitaan yang dialami warga Palestina di Masafer Yatta, selatan Hebron menjadi latar film dokumenter ini. Daerah tersebut mengalami serangan yang terus menerus imbas pendudukan Israel.

    Lewat No Other Land, Adra menunjukkan bengisnya Israel yang memindahkan paksa keluarga Palestina di daerah tersebut. Rumah-rumah warga Palestina dibongkar pasukan penjajah demi perluasan kolonial di wilayah itu.

    Dalam panggung megah dan menerima penghargaan di Dolby Theater di Hollywood, Los Angeles, Adra menyebut film ini menggambarkan kenyataan pahit yang dirasakan warga Palestina.

    “Film (No Other Land) mencerminkan kenyataan pahit yang telah kami derita selama puluhan tahun, dan kami masih menolaknya, dan kami menyerukan kepada dunia untuk mengambil tindakan serius guna menghentikan ketidakadilan dan pembersihan etnis terhadap rakyat Palestina,” katanya dilaporkan kantor berita Palestina, WAFA.

    Adra mengatakan dia mengalami langsung kehidupan yang begitu pahit sebagai warga Palestina. Lewat film inipula, Arda berharap agar anaknya tak lagi merasakan apa yang dialami olehnya selama ini.

    “Dua bulan lalu saya menjadi seorang ayah dan harapan saya kepada putri saya adalah agar dia tidak harus menjalani kehidupan yang sama seperti yang saya jalani sekarang. Selalu takut terhadap kekerasan pemukim, pembongkaran rumah, dan pemindahan paksa yang dialami komunitas saya, Masafer Yatta, di bawah pendudukan,” katanya.

    Senada dengan Adra, Abraham mengatakan film ini menyampaikan pesan agar warga Palestina dan Israel untuk bersatu melawan genosida.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Ratusan Warga Palestina Gelar Demo, Desak Hamas Hentikan Perang di Gaza – Halaman all

    Ratusan Warga Palestina Gelar Demo, Desak Hamas Hentikan Perang di Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEW.COM – Ratusan warga Palestina menggelar demo besar-besar, bergabung dalam protes di Gaza Utara, menuntut Hamas agar segera mengakhiri perang.

    Sambil meneriakkan slogan-slogan anti-Hamas, ratusan warga yang berkumpul menyerukan diakhirinya perang dengan Israel, pada Selasa (25/3/2025) malam.

    “Keluar, keluar, keluar, Hamas keluar,” ujar teriakan massa yang terlihat di salah satu unggahan viral yang dipublikasikan di X, sebagaimana dilansir Reuters.

    Dalam unggahan lainnya terlihat, para pemuda berbaris melalui jalan-jalan di Beit Lahia, Gaza utara menuntut kelompok itu turun dari kekuasaan.

    Sementara sejumlah peserta aksi terlihat membawa spanduk bertuliskan “Hentikan perang” dan “Kami ingin hidup damai”. 

    Aksi protes di Gaza utara ini terjadi sehari setelah orang-orang bersenjata Jihad Islam meluncurkan roket ke Israel, yang memicu keputusan Israel untuk mengevakuasi sebagian besar Beit Lahia.

    Pasca insiden tersebut terjadi,  beberapa laporan menyebutkan bahwa seruan untuk bergabung dalam aksi demo mulai disebarluaskan melalui aplikasi perpesanan Telegram. 

    Mereka mengatakan warga Palestina untuk bergabung menyerukan aksi protes kepada Hamas agar kelompok tersebut segera menyerahkan kekuasaan dan mengakhiri perang dengan Israel.

    “Saya tidak tahu siapa yang mengorganisir protes ini,” ujar salah satu peserta kepada AFP. 

    “Saya ikut serta untuk menyampaikan pesan dari rakyat: cukup sudah dengan perang ini,” tambahnya.

    Selain di Beit Lahia, aksi serupa juga terjadi di kamp pengungsi Jabalia di bagian barat Kota Gaza. 

    Rekaman yang beredar menunjukkan puluhan orang membakar ban dan meneriakkan tuntutan untuk mengakhiri perang. 

    “Kami ingin makan,” seru mereka dalam aksi tersebut.

    Hamas sendiri hingga kini belum memberikan respon apapun terkait munculnya demonstrasi ini.

    Namun, protes anti-Hamas ini tercatat jadi yang terbesar sejak perang dimulai setelah serangan 7 Oktober.

    Fatah Minta Hamas Mundur

    Terpisah, sebelum aksi demo mencuat partai Fatah yang dipimpin Presiden Palestina Mahmud Abbas telah lebih dulu mendesak Hamas untuk segera menyerahkan kekuasaan Jalur Gaza ke Israel.

    Adapun permintaan ini diajukan Fatah dengan dalih melindungi nyawa dan keberadaan warga Palestina yang mengungsi di Jalur Gaza.

    “Hamas harus mengundurkan diri dari pemerintahan dan mengakui sepenuhnya bahwa pertempuran di depan akan berujung pada berakhirnya keberadaan warga Palestina,” kata juru bicara Fatah Monther al-Hayek dalam pesan yang dikutip dari New Arab.

    Lewat cara ini Fatah menegaskan, bahwa penyerahan kekuasaan atas Gaza dapat mengurangi penderitaan warga Palestina yang selama ini telah tertekan akibat serangan Israel yang membabi buta,

    “Hamas harus menunjukkan belas kasihan terhadap Gaza, anak-anak, wanita dan pria,” kata juru bicara Fatah, Monther Al Hayek.

    Hamas Kuasai Gaza Sejak 2007

    Sebagai informasi, Hamas diketahui mulai mengambil alih kekuasaan di Gaza dari Otoritas Palestina yang didominasi Fatah pada 2007.

    Tepatnya saat konflik bersenjata terjadi pada Juni 2007, yang mengakibatkan Hamas mengambil alih Gaza dan mengusir pasukan Fatah dari wilayah tersebut.

    Sejak saat itu, Hamas telah menjadi penguasa de facto di Gaza, sementara Otoritas Palestina yang dipimpin oleh Fatah tetap menguasai Tepi Barat.

    Pengambilalihan ini juga menyebabkan Hamas dianggap sebagai organisasi teroris oleh Israel, Amerika Serikat, dan negara-negara Barat lainnya.

    Perkembangan Hamas yang kian pesat sayangnya membuat Israel mulai khawatir apabila kelompok tersebut mengancam stabilitas Israel dan menggagalkan potensi perdamaian dengan Palestina.

    Alasan tersebut yang membuat Israel kerap melakukan serangan dengan menargetkan wilayah-wilayah yang dianggap sebagai markas Hamas.

    (Tribunnews.com/Namira)

  • 7 Update Gaza, Israel Tutup Perbatasan-Anak Dibunuh Tiap 45 Menit

    7 Update Gaza, Israel Tutup Perbatasan-Anak Dibunuh Tiap 45 Menit

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Setidaknya 38 warga Palestina tewas dalam serangan Israel di Gaza dalam 24 jam terakhir, dan satu jenazah telah ditemukan dari reruntuhan, menurut Kementerian Kesehatan daerah kantong itu.

    Sementara badan kemanusiaan PBB, OCHA, mengatakan 142.000 warga Palestina telah mengungsi secara paksa sejak Israel melanjutkan perangnya di Gaza pada 18 Maret.

    Berikut update terkait situasi di wilayah tersebut saat ini, seperti dihimpun dari berbagai sumber oleh CNBC Indonesia pada Rabu (26/3/2025).

    Penutupan Perbatasan Gaza Dilaporkan Berdampak Buruk

    Kantor Media Pemerintah Gaza mengatakan keputusan Israel untuk menutup semua perlintasan perbatasan dengan daerah kantong itu berdampak buruk bagi keamanan pangan serta layanan lingkungan dan kesehatan.

    “Kami menyerukan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi hak asasi manusia dan kemanusiaan, dan semua negara merdeka untuk segera menekan pendudukan agar membuka perlintasan dan mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan, sebelum bencana kemanusiaan ini berubah menjadi kelaparan yang meluas dan bencana yang belum pernah terjadi sebelumnya di zaman modern,” kata pernyataan itu.

    Pernyataan itu mengatakan 85% dari 2,4 juta penduduk Gaza kehilangan akses ke bahan makanan pokok karena distribusi bantuan pangan dihentikan. Lebih dari 90% tidak memiliki sumber air bersih setelah Israel menghancurkan 719 sumur air.

    Selain itu, 34 rumah sakit dan 80 pusat kesehatan hancur dan saat ini tidak beroperasi. Masuknya pasokan medis dan dokter bedah spesialis telah dicegah. Jaringan pembuangan limbah juga hancur, sehingga meningkatkan kemungkinan penyakit.

    Israel Bunuh Seorang Anak di Gaza Setiap 45 Menit

    Israel dilaporkan membunuh seorang anak di Gaza setiap 45 menit. Ini artinya rata-rata 30 anak terbunuh setiap hari selama 535 hari terakhir.

    Sejak 7 Oktober 2023, Israel telah membunuh sedikitnya 17.400 anak, termasuk 15.600 yang telah diidentifikasi. Banyak lagi yang masih terkubur di bawah reruntuhan, sebagian besar diduga tewas.

    Banyak anak yang selamat telah mengalami trauma dari berbagai perang, dan mereka semua telah menghabiskan hidup mereka di bawah bayang-bayang blokade Israel yang menindas, yang memengaruhi setiap aspek kehidupan mereka sejak lahir.

    Pasukan Israel Tangkap 20 Orang Dalam Serangan Terbaru di Tepi Barat

    Masyarakat Tahanan Palestina mengatakan tentara Israel telah menangkap sedikitnya 20 orang, termasuk beberapa mantan tahanan, dalam serangan di seluruh Tepi Barat yang diduduki sejak tadi malam.

    Penangkapan tersebut terjadi di seluruh provinsi Ramallah, Bethlehem, Nablus, Tulkarem, dan Salfit, kata kelompok tersebut. Seperti yang dilaporkan sebelumnya, pasukan Israel melakukan interogasi lapangan selama berjam-jam terhadap puluhan orang selama beberapa penggerebekan, termasuk di kamp Beit Jibrin dekat Bethlehem.

    Penahanan terbaru tersebut membuat jumlah total penangkapan yang dilakukan oleh pasukan Israel di Tepi Barat sejak dimulainya perang di Gaza menjadi lebih dari 15.700, kata Prisoners Society.

    Israel Relokasi Tahanan Palestina dari Sde Teiman

    Militer Israel telah memindahkan ratusan narapidana Palestina ke penjara lain menyusul tekanan dari pengadilan tinggi Israel untuk memperbaiki kondisi di penjara Sde Teiman di Tepi Barat yang diduduki, menurut organisasi hak asasi manusia Israel.

    HaMoked dan Physicians for Human Rights-Israel mengatakan kepada kantor berita The Associated Press bahwa alih-alih memperbaiki pelanggaran termasuk pemukulan, pemborgolan berlebihan, dan pola makan serta perawatan kesehatan yang buruk, para tahanan dipindahkan ke pusat penahanan Ofer dan Anatot yang kondisinya tidak lebih baik.

    “Apa yang telah kita lihat adalah terkikisnya standar dasar penahanan yang manusiawi,” kata Jessica Montell, direktur HaMoked, salah satu kelompok hak asasi yang mengajukan petisi kepada pemerintah Israel untuk memperbaiki masalah ini untuk selamanya.

    Militer Israel mengatakan kepada AP bahwa mereka mematuhi hukum internasional dan “sepenuhnya menolak tuduhan mengenai pelanggaran sistematis terhadap para tahanan”.

    Israel Keluarkan Perintah Pemindahan Paksa Kota Gaza

    Avichay Adraee, juru bicara bahasa Arab untuk tentara Israel, telah mengeluarkan perintah pemindahan paksa untuk semua penduduk di lingkungan Zeitoun, Tal al-Hawa, dan Sheikh Ijlin di Kota Gaza.

    Ia mengatakan ini adalah peringatan terakhir untuk melarikan diri ke selatan Wadi Gaza melalui Jalan al-Rashid sebelum Israel mulai mengebom mereka.

    Netanyahu Ancam akan Rebut Sebagian Wilayah Gaza jika Hamas Menahan Tawanan

    Berbicara kepada parlemen, perdana menteri Israel mengatakan Israel akan meningkatkan “penindasan” terhadap Gaza semakin lama Hamas menolak membebaskan tawanan Israel.

    “Semakin Hamas terus menolak membebaskan sandera kami, semakin kuat penindasan yang akan kami lakukan,” kata Netanyahu. “Ini termasuk merebut wilayah dan hal-hal lainnya.”

    Ada 59 tawanan yang masih ditahan di Gaza, hanya 25 di antaranya yang diyakini Israel masih hidup.

    Semua tawanan yang selamat diharapkan akan dibebaskan selama tahap kedua dari kerangka gencatan senjata yang disepakati oleh Israel dan Hamas pada bulan Januari. Namun, Israel melanjutkan serangannya terhadap Gaza, mengingkari gencatan senjata selama tahap pertama kesepakatan tanpa kesepakatan apa pun pada tahap berikutnya.

    Hamas mengatakan hari ini bahwa jika Israel mencoba mengambil tawanannya “dengan paksa”, mereka akan dikembalikan “dalam peti mati”.

    Militer Israel Klaim Tembak Jatuh Proyektil dari Gaza Tengah

    Militer mengatakan mereka mengidentifikasi dua proyektil yang memasuki wilayah Israel dari Gaza tengah sekitar tengah hari.

    Angkatan udara Israel menembak jatuh salah satu proyektil, sementara yang lain mendarat di komunitas Zimrat, dekat perbatasan Gaza, menurut pernyataan yang dipublikasikan oleh militer di Telegram.

    Militer tidak melaporkan adanya korban jiwa dan mengatakan sedang menyelidiki rincian serangan tersebut.

    (fab/fab)

  • Media Israel: 100 Warga Palestina Pindah dari Gaza ke Indonesia! – Halaman all

    Media Israel: 100 Warga Palestina Pindah dari Gaza ke Indonesia! – Halaman all

    Media Israel: 100 Warga Palestina Pindah dari Gaza ke Indonesia!

    TRIBUNNEWS.COM – Media Channel 12 Israel, Rabu (26/3/2025) mengungkapkan kalau “sebuah proyek percontohan, sedang dilaksanakan untuk secara sukarela mengirim warga Palestina untuk bekerja di Indonesia di sektor konstruksi.”

    Media tersebut menjelaskan, proyek percontohan ini merupakan yang pertama dari jenisnya, sejak Israel secara resmi membentuk sebuah direktorat yang mengurus kepindahan ‘sukarela’ warga Gaza dari Palestina ke negara ketiga.

    Direktorat Israel itu merupakan tindaklanjut atas usulan Amerika Serikat yang mengusulkan pemindahan warga Gaza ke negara ketiga.

    Media Israel melaporkan, sebagai proyek percontohan, sebanyak 100 warga Gaza akan dikirim ke Indonesia.

    Laporan itu mencatat kalau “Koordinator Operasi di Wilayah tersebut bertanggung jawab atas proyek percontohan ini”.

    “Dan jika berhasil, proyek ini akan diambil alih oleh Departemen Imigrasi Israel, yang dibentuk oleh Menteri Yisrael Katz di Kementerian Pertahanan, dengan tujuan untuk membuktikan bahwa imigrasi sukarela ini berhasil dan mendorong ribuan warga Gaza untuk pindah bekerja di sektor konstruksi di Indonesia,” tulis laporan tersebut dilansir Khaberni, Rabu.

    Berdasarkan hukum internasional, siapa pun yang meninggalkan Jalur Gaza untuk bekerja akan diizinkan kembali.

    “Tetapi gagasan umumnya adalah untuk mendorong imigrasi dan tempat tinggal jangka panjang di sana. Ini (tinggal dan menetap) bergantung pada pemerintah di Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia,” tulis ulasan Khaberni.

    Laporan menambahkan, proyek percontohan tersebut didahului dengan pembicaraan dengan pemerintah Indonesia, yang tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan Israel.

    “Perlu dibangun saluran komunikasi antara kedua negara,” kata laporan itu.

    Belum ada tanggapan resmi baik dari Pemerintah Israel maupun Pemerintah Indonesia atas kabar pelaksanaan proyek percontohan pemindahan sukarela warga Gaza ke Indonesia ini.

    Sebagai informasi, Israel membentuk Direktorat Pengurusan Pemindahan Sukarela Warga Gaza untuk menangani upaya evakuasi sukarela penduduk Gaza ke luar negeri dan membantu menciptakan peluang kerja guna mendorong emigrasi dari Jalur Gaza. 

    “Dengan berjalannya proyek percontohan, Menteri Pertahanan Israel harus memutuskan dalam beberapa hari mendatang siapa yang akan mengepalai direktorat tersebut,” tambah laporan tersebut. 

    Sejumlah laporan media Israel menyebut, tampaknya kandidat yang baru-baru ini diajukan untuk posisi tersebut adalah Brigadir Jenderal (Purn.) Ofer Winter.

    PENGUNGSI GAZA – Tangkap layar Khaberni, Rabu (26/3/2025) menunjukkan pengungsi warga Gaza yang berpindah mencari lokasi aman dari serangan Israel. Pemerintah Israel menindaklanjuti usulan Amerika Serikat yang mengusulkan pemindahan warga Gaza ke negara ketiga dengan membentuk Direktorat Urusan Pemindahan Sukarela warga Palestina yang ingin ke luar dari Gaza. Media Israel melaporkan, sebagai proyek percontohan, sebanyak 100 warga Gaza akan dikirim ke Indonesia.

    Proyek Menjijikkan

    Sebelum laporan proyek uji coba pemindahan warga Gaza ke Indonesia ini, telah juga muncul sejumlah laporan kalau negara-negara di Afrika juga menjadi opsi lokasi tujuan pemindahan.

    Profesor madya di Institut Studi Pascasarjana Doha, Tamer Qarmout mengecam usulan pemindahan paksa warga Palestina ke Afrika sebagai “garis merah yang tidak boleh dilampaui.”

    Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Qarmout menyatakan pemerintah dunia memiliki tanggung jawab untuk menghentikanusulan yang “menjijikkan” dan tidak boleh terlibat dalam skenario tersebut, terutama jika melibatkan pemindahan warga Palestina ke negara-negara Afrika yang masih berjuang melawan warisan kolonial.

    “Sudan dan Somalia masih dilanda perang akibat warisan kolonial,” katanya, dikutip dari Al Jazeera.

    “Mereka (pemerintah Israel) harus diekspos dan dimasukkan ke dalam daftar orang-orang yang harus dipermalukan,” ujar Qarmout.

    Menurut laporan, Amerika Serikat dan Israel dilaporkan melakukan pembicaraan diam-diam dengan beberapa negara Afrika Timur, termasuk Somaliland, mengenai kemungkinan penerimaan warga Palestina yang dipindahkan.

    Sebagai imbalannya, berbagai insentif – finansial, diplomatik, dan keamanan – diperkirakan akan ditawarkan kepada pemerintah tersebut.

    Seorang pejabat AS yang terlibat dalam upaya ini mengonfirmasi kepada Associated Press AS telah melakukan pembicaraan dengan Somaliland mengenai bidang-bidang tertentu yang bisa mereka bantu, dengan imbalan pengakuan internasional untuk wilayah yang memisahkan diri tersebut.

    Namun, pejabat Somaliland, Abdirahman Dahir Adan, Menteri Luar Negeri Somaliland, membantah bahwa pihaknya telah menerima atau membahas usulan tersebut.

    “Saya belum menerima usulan seperti itu, dan tidak ada pembicaraan dengan siapa pun terkait Palestina,” katanya kepada Reuters.

    Qarmout menilai usulan pemindahan paksa ini sebagai tindakan yang “keterlaluan” dan mendesak masyarakat internasional untuk menentangnya.

    Ia menegaskan bahwa negara-negara seperti Sudan dan Somalia, yang masih menghadapi tantangan besar akibat warisan kolonial, seharusnya tidak dilibatkan dalam rencana ini.

    AS-Israel Lirik Afrika untuk Pindahkan Warga Gaza

    Amerika Serikat (AS) dan Israel telah menghubungi pejabat dari tiga negara di Afrika Timur untuk mendiskusikan kemungkinan penggunaan wilayah mereka sebagai tempat penampungan bagi warga Palestina dari Gaza.

    Laporan ini muncul dari Associated Press pada Jumat (14/3/2025), yang mengutip sumber dari pejabat AS dan Israel.

    Namun, Sudan menolak tawaran tersebut, sementara Somalia dan Somaliland menyatakan ketidaktahuan mengenai usulan itu.

    Pejabat Sudan secara tegas menolak tawaran untuk menampung warga Gaza.

    Sementara itu, Somalia dan Somaliland mengaku tidak menerima informasi terkait tawaran tersebut.

    Hal ini menunjukkan ketidakpastian dan penolakan dari negara-negara yang diharapkan dapat menampung pengungsi.

    Langkah AS dan Israel ini berlawanan dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump sebelumnya.

    Dalam sebuah konferensi pers di Gedung Putih pada Kamis (13/2/2025), Trump menegaskan, “Tidak ada yang akan diusir dari Gaza.”

    Pernyataan ini disampaikan ketika ia bertemu dengan Perdana Menteri Irlandia, Michel Martin.

    Rencana Kontroversial AS

    Pada Februari 2025, Trump mengusulkan rencana yang kontroversial untuk mengambil alih Gaza, merelokasi penduduk Palestina, dan mengubah wilayah tersebut menjadi “Riviera Timur Tengah.”

    Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump menyatakan keyakinannya bahwa Yordania dan Mesir tidak akan menolak permintaannya untuk menyambut pengungsi Gaza.

    Baik Yordania maupun Mesir menolak usulan tersebut, dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Raja Yordania Abdullah sepakat bahwa Gaza harus dibangun kembali tanpa mengusir warga Palestina.

    Mesir bahkan mengusulkan rencana rekonstruksi senilai $53 miliar untuk Gaza, yang berfokus pada pembangunan infrastruktur dan layanan penting, tanpa melibatkan Hamas dalam kepemimpinan masa depan.

    Israel dan AS menolak rencana Mesir karena dianggap tidak menawarkan solusi yang jelas untuk mengeluarkan Hamas dari kekuasaan dan tidak mengatasi masalah keamanan serta pemerintahan jangka panjang.

    Dengan situasi yang terus berkembang, langkah AS dan Israel untuk mencari tempat penampungan di Afrika menambah kompleksitas dalam upaya penyelesaian konflik Palestina-Israel.

    Pasukan Israel Tangkap 8 Warga Palestina dalam Penggerebekan di Tepi Barat

    Pasukan Israel menangkap delapan warga Palestina dalam serangkaian penggerebekan yang terjadi di berbagai kota di Tepi Barat, menurut laporan terbaru dari kantor berita Wafa.

    Lima pemuda dari keluarga Al-Zalbani ditangkap selama penyerbuan di kota Anata, timur laut Yerusalem.

    Sebelumnya pada malam itu, seorang pemuda terluka setelah ditembak di perut dengan peluru tajam dalam bentrokan dengan tentara Israel di kota yang sama.

    Selain itu, pasukan Israel menangkap tiga warga Palestina dari kota Silwad, timur Ramallah, menurut sumber keamanan setempat.

    Pasukan Israel juga melakukan serangan di kota Anabta dan Bal’a, timur Tulkarem, serta kota Yerikho.

    Serangkaian penangkapan dan penggerebekan ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat di wilayah tersebut.

     

    (oln/khbrn/tribunnews/*)

     
     

  • Polisi Israel Bebaskan Hamdan Ballal, Sutradara Palestina Film No Other Land Pemenang Piala Oscar – Halaman all

    Polisi Israel Bebaskan Hamdan Ballal, Sutradara Palestina Film No Other Land Pemenang Piala Oscar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Polisi Israel membebaskan Hamdan Ballal, sutradara Palestina film No Other Land yang memenangkan Piala Oscar.

    Pihak berwenang menahan Hamdan Ballal semalam atas dugaan pelemparan batu dan perusakan properti.

    Ballal membantah tuduhan tersebut.

    Dia menyatakan hanya menjaga rumahnya saat terjadi serangan oleh pemukim Israel di Tepi Barat.

    Dilansir dari The New York Times pada Rabu (26/3/2025), Ballal mengaku dipukul oleh seorang pria saat menjaga rumahnya.

    Tentara Israel yang berada di lokasi tidak menghentikan serangan tersebut.

    Mereka malah menangkap Hamdan dan menahannya semalaman.

    Ballal mengaku ditutup matanya, diejek, dan diperlakukan tidak manusiawi selama penahanan.

    Menurut saksi mata, penangkapan terjadi saat sekelompok pemukim Israel, beberapa di antaranya bertopeng, menyerang Desa Susya, tempat tinggal Ballal.

    Tentara Israel menangkap tiga warga Palestina, termasuk Ballal, sementara seorang pemukim Israel yang juga ditahan kemudian dibebaskan untuk menjalani perawatan medis.

    Insiden ini menyoroti meningkatnya kekerasan pemukim Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat.

    Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan mencatat lebih dari 1.000 insiden serangan pemukim sepanjang 2024.

    Kelompok hak asasi manusia menilai pemerintah Israel jarang menindak pelaku kekerasan, meskipun ada beberapa tuntutan hukum tingkat tinggi.

    Dalam pernyataannya, militer Israel menyebut bahwa konfrontasi terjadi akibat pelemparan batu oleh warga Palestina terhadap kendaraan Israel.

    Namun, pekerja hak asasi dari kelompok B’Tselem yang berada di lokasi mengatakan kalau bentrokan dimulai setelah warga Palestina mencoba mengusir para penggembala Israel dari tanah yang mereka klaim.

    Video yang diperoleh The New York Times menunjukkan sekelompok pemukim bertopeng menyerang tiga aktivis yang datang membantu warga Palestina.

    Para aktivis dipukul dan mobil mereka dirusak dengan batu.

    Ballal dan saksi lainnya menyebut tentara Israel tidak berbuat banyak untuk menghentikan kekerasan tersebut, tetapi justru membubarkan warga Palestina.

    Ballal adalah salah satu dari empat sutradara film dokumenter “No Other Land,” yang memenangkan Academy Award bulan ini.

    Film ini mendokumentasikan pembongkaran rumah warga Tepi Barat oleh pasukan Israel yang mengklaim daerah tersebut sebagai zona pelatihan militer.

    Penduduk Palestina di Tepi Barat selatan, termasuk dari desa Ballal, mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung Israel pada akhir 2023, menuntut perlindungan dari serangan pemukim.

    Pengadilan memutuskan bahwa pemerintah Israel, termasuk militernya, harus melindungi warga Palestina dari serangan di masa mendatang.

    Hamdan Ballal Al-Huraini lahir pada tahun 1989 di Desa Susiya, Tepi Barat.

    Sebelum terjun ke dunia perfilman, ia aktif sebagai petani, fotografer, dan advokat hak asasi manusia.

    Ballal merupakan anggota inisiatif Humans of Masafer Yatta, yang mendokumentasikan kisah-kisah warga Palestina di bawah pendudukan Israel.

    Karier perfilmannya dimulai dengan proyek dokumenter No Other Land, yang ia sutradarai bersama Basel Adra, Yuval Abraham, dan Rachel Szor.

    Film ini diproduksi antara tahun 2019 hingga 2023 dan menggambarkan perjuangan komunitas Palestina di Masafer Yatta menghadapi pemindahan paksa.

    Film ini pertama kali ditayangkan di Festival Film Internasional Berlin ke-74 (Berlinale) tahun 2024 dan memenangkan penghargaan Berlinale Documentary Award serta Panorama Audience Award untuk film dokumenter terbaik.

    Selain itu, No Other Land juga meraih penghargaan Best Documentary dalam British Academy Film Awards ke-78 dan Best Director dari International Documentary Association tahun 2024.

    Biodata Hamdan Ballal

    – Nama: Hamdan Ballal Al-Huraini

    – Tempat, Tanggal Lahir: Susiya, Tepi Barat, 1989

    – Profesi: Sutradara, fotografer, aktivis hak asasi manusia, petani

    – Karya Terkenal: No Other Land (2024)

    – Penghargaan: Berlinale Documentary Award, Panorama Audience Award, Best Documentary (BAFTA ke-78)

    – Aktivisme: Anggota Humans of Masafer Yatta, relawan B’Tselem

    – Peristiwa Terkini: Hilang setelah diserang pemukim Israel di desa Susya, 24 Maret 2025

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani) 

  • ‘Saya Merasa Akan Mati’, Getir Hidup Sutradara Palestina Pemenang Oscar 2025 Usai Ditangkap Israel

    Sutradara Film No Other Land Dibebaskan, Diborgol Sepanjang Malam dan Dipukuli Militer Israel

    PIKIRAN RAKYAT – Salah satu sutradara film No Other Land yang meraih Oscar 2025, Hamdan Ballal telah dibebaskan Israel. Dia sebelumnya ditahan oleh pasukan Israel setelah diserang pemukim di Tepi Barat, Palestina.

    Seperti dilaporkan Al Jazeera, pembebasan Hamdan Ballal ini telah dikonfirmasi oleh rekannya, Yuval Abraham.

    “Setelah diborgol sepanjang malam dan dipukuli di pangkalan militer, Hamdan Ballal kini bebas dan akan segera pulang ke keluarganya,” katanya melalui unggahan di akun X (dulu Twitter).

    Pernyataan Yuval ini juga diperkuat dengan kesaksian jurnalis kantor berita Associated Press (AP) yang melihat Ballal serta dua warga Palestina lainnya meninggalkan kantor polisi tempat mereka ditahan di pemukiman Israel Kiryat Arba.

    AP melaporkan usai ditahan, Ballal keluar dari kantor polisi dengan wajah yang memar serta darah di pakaiannya. Ballal mengatakan dia ditahan di pangkalan militer dan dipaksa tidur di bawah AC yang sangat dingin.

    “Saya ditutup matanya selama 24 jam. Sepanjang malam saya kedinginan. Saya hanya bisa terdiam di dalam kamar, tidak bisa melihat apa pun. Saya mendengar suara tentara menertawakan saya,” katanya kepada AP.

    Pengacara yang mewakili Ballal dan dua warga Palestina lainnya, Lea Tsemel, mengatakan luka-luka yang dialami Ballal dan dua warga lainnya tidak mendapatkan perawatan optimal.

    Selain itu, Lea juga tidak dapat menemui mereka selama beberapa jam setelah penangkapan. Penangkapan ini dilakukan setelah mereka dituduh melemparkan batu ke seorang pemukim muda, tuduhan yang mereka bantah.

    Film Dokumenter Terbaik

    No Other Land dinobatkan sebagai Film Dokumenter Terbaik dalam Oscar tahun ini. Film ini merupakan kolaborasi dua sutradara yaitu aktivis Palestina, Basil Adra (29), dan jurnalis Israel Yuval Abraham (30).

    Penderitaan yang dialami warga Palestina di Masafer Yatta, selatan Hebron menjadi latar film dokumenter ini. Daerah tersebut mengalami serangan yang terus menerus imbas pendudukan Israel.

    Lewat No Other Land, Adra menunjukkan bengisnya Israel yang memindahkan paksa keluarga Palestina di daerah tersebut. Rumah-rumah warga Palestina dibongkar pasukan penjajah demi perluasan kolonial di wilayah itu.

    Dalam panggung megah dan menerima penghargaan di Dolby Theater di Hollywood, Los Angeles, Adra menyebut film ini menggambarkan kenyataan pahit yang dirasakan warga Palestina.

    “Film (No Other Land) mencerminkan kenyataan pahit yang telah kami derita selama puluhan tahun, dan kami masih menolaknya, dan kami menyerukan kepada dunia untuk mengambil tindakan serius guna menghentikan ketidakadilan dan pembersihan etnis terhadap rakyat Palestina,” katanya dilaporkan kantor berita Palestina, WAFA.

    Adra mengatakan dia mengalami langsung kehidupan yang begitu pahit sebagai warga Palestina. Lewat film inipula, Arda berharap agar anaknya tak lagi merasakan apa yang dialami olehnya selama ini.

    “Dua bulan lalu saya menjadi seorang ayah dan harapan saya kepada putri saya adalah agar dia tidak harus menjalani kehidupan yang sama seperti yang saya jalani sekarang. Selalu takut terhadap kekerasan pemukim, pembongkaran rumah, dan pemindahan paksa yang dialami komunitas saya, Masafer Yatta, di bawah pendudukan,” katanya.

    Senada dengan Adra, Abraham mengatakan film ini menyampaikan pesan agar warga Palestina dan Israel untuk bersatu melawan genosida.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Ratusan Warga Gaza Berunjuk Rasa, Teriakkan Slogan Anti-Hamas

    Ratusan Warga Gaza Berunjuk Rasa, Teriakkan Slogan Anti-Hamas

    Gaza City

    Ratusan warga Palestina menggelar unjuk rasa di wilayah Jalur Gaza bagian utara pada Selasa (25/3) waktu setempat. Dalam aksinya, para demonstran Gaza ini menyerukan diakhirinya perang dengan Israel, sembari meneriakkan slogan anti-Hamas.

    Laporan sejumlah saksi mata di Jalur Gaza, seperti dilansir Al Arabiya dan AFP, Rabu (26/3/2025), menyebut bahwa sebagian besar demonstran, yang berjenis kelamin laki-laki-laki, meneriakkan slogan seperti “Hamas keluar” dan “teroris Hamas” dalam aksi protes di area Beit Lahia, Jalur Gaza bagian utara.

    Massa berkumpul di area itu seminggu setelah militer Israel melanjutkan bombardir besar-besaran terhadap Jalur Gaza, setelah hampir dua bulan gencatan senjata berlangsung.

    Via jaringan Telegram, setidaknya satu seruan untuk aksi protes telah beredar pada Selasa (25/3) waktu setempat.

    “Saya tidak tahu siapa yang mengorganisir aksi protes itu,” kata Mohammed, salah satu demonstran yang menolak menyebut nama lengkapnya.

    “Saya ikut serta dalam mengirimkan pesan atas nama rakyat: Cukup sudah perang ini,” ucapnya.

    Mohammed juga mengatakan bahwa dirinya melihat “sejumlah anggota pasukan keamanan Hamas yang berpakaian sipil membubarkan aksi protes tersebut”.

    Majdi, seorang demonstran lainnya yang juga menolak menyebutkan nama lengkapnya, mengatakan bahwa “orang-orang sudah lelah”.

    “Jika Hamas melepaskan kekuasaan di Gaza adalah solusinya, mengapa Hamas tidak menyerahkan kekuasaan untuk melindungi masyarakat?” tanya Majdi.

    Hingga Selasa (25/3) malam, sejumlah pesan via Telegram, dari sumber yang tidak diketahui, menyerukan masyarakat untuk kembali menggelar unjuk rasa di berbagai wilayah Jalur Gaza pada Rabu (26/3) waktu setempat.

    Israel diketahui secara teratur menyerukan warga Gaza untuk melakukan mobilisasi melawan Hamas yang menguasai wilayah itu sejak tahun 2007 lalu. Namun tingkat ketidakpuasan terhadap Hamas di Jalur Gaza sulit diukur.

    Survei terakhir yang dilakukan pada September tahun lalu oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina (PCPSR), memperkirakan bahwa 35 persen warga Gaza mengakui mereka mendukung Hamas. Sedangkan 26 persen lainnya, menurut survei itu, mengakui mereka mendukung Fatah, saingan utama Hamas.

    Fatah memimpin pemerintahan Otoritas Palestina yang berbasis di Ramallah, Tepi Barat, dengan Mahmoud Abbas sebagai presidennya.

    Pada Sabtu (22/3) lalu, juru bicara kelompok Fatah di Gaza, Monther al-Hayek, menyerukan Hamas untuk “menyingkir dari pemerintahan” guna melindungi “eksistensi” warga Palestina yang ada di Jalur Gaza.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • MEE: Yordania Usulkan 3.000 Pejuang Hamas ‘Dibuang’ ke Luar Gaza – Halaman all

    MEE: Yordania Usulkan 3.000 Pejuang Hamas ‘Dibuang’ ke Luar Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Yordania diklaim menyodorkan usul pengasingan atau pembuangan 3.000 anggota Hamas dan sayap militernya ke luar Jalur Gaza.

    Pengasingan dikatakan sebagai upaya untuk mengakhiri perang yang kini berkobar lagi di tanah Palestina itu.

    Klaim itu disampaikan oleh Middle East Eye atau MEE dalam artikelnya yang terbit pada Minggu (23/3/2025).

    Middle East Eye adalah sebuah media yang bermarkas di Kota London, Inggris, dan diduga punya kaitan dengan pemerintah Qatar.

    Media itu mengaku mendapatkan narasumber dari Amerika Serikat (AS) dan Palestina yang diberi tahu mengenai usul Yordania.

    Dalam usul itu, ada pula permintaan agar senjata Hamas dan faksi perlawanan lainnya di Gaza dilucuti.

    Jika hal itu dilakukan, kekuasaan Hamas di Gaza akan berakhir dan digantikan oleh Otoritas Palestina (PA).

    Menlu Yordania disebut membantah

    Husna Radio melaporkan Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi telah membantah klaim rencana pengasingan anggota Hamas.

    Menurut radio itu, Safadi menyatakan Yordania tidak mengubah sikapnya dalam persoalan Palestina. Yordania juga menolak pengusiran warga Palestina dari Gaza maupun Tepi Barat.

    Kemenlu Yordania memilih bungkam ketika dimintai konfirmasi oleh Middle East Eye mengenai pernyataan Safadi.

    Yordania dan Mesir dilaporkan sudah ditekan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump agar bersedia menerima warga Palestina dari Gaza.

    Namun, bulan lalu narasumber Middle East Eye mengklaim Yordania siap berperang jika warga Palestina dipindahkan paksa dari Gaza. Yordania menginginkan solusi damai.

    Mesir juga sodorkan usul baru

    Seperti Yordania, Mesir dikabarkan menyodorkan usul baru guna mengakhiri serangan-serangan teranyar Israel di Gaza.

    Seorang narasumber Associated Press menyebut jika usul itu disepakati, perang di Gaza bisa dihentikan atau diberi jeda selama beberapa minggu.

    “Hamas akan membebaskan lima sandera yang masih hidup, termasuk seorang yang berkewarganegaraan Amerika-Israel, sebagai ganti atas Israel yang mengizinkan bantuan masuk ke Jalur Gaza dan jeda pertempuran beberapa minggu,” kata narasumber itu.

    Usul itu juga menyertakan syarat pembebasan ratusan warga Palestina yang dibui di penjara-penjara Israel.

    Sementara itu, Reuters mengabarkan Mesir juga telah mengusulkan jadwal pembebasan semua sandera sebagai ganti atas penarikan penuh tentara Israel dengan jaminan dari AS.

    Dalam usul itu, akan ada pembebasan lima sandera per minggu dengan syarat Israel mulai menerapkan tahap kedua gencatan senjata. Seorang pejabat Hamas dilaporkan menyambut positif usul Mesir itu.

    Steve Witkoff, utusan AS untuk Timur Tengah, juga menyodorkan sebuah usul. Dia disebut meminta pembebasan sekitar lima sandera Israel dan sembilan jenazah sandera. Sebagai imbalannya, akan ada perpanjangan gencatan selama beberapa minggu dan bantuan kemanusiaan kembali mengalir.

    Tidak diketahui dengan pasti apakah usul Witkoff itu menyertakan pembebasan warga Palestina yang ditahan Israel.

    Media asal Lebanon, Al Akhbar, mengklaim Mesir sudah sepakat untuk menerima 500.000 warga Palestina dari Gaza. Namun, klaim itu dibantah Mesir.

    (*)

  • Polisi Israel Bebaskan Hamdan Ballal, Sutradara Palestina Film No Other Land Pemenang Piala Oscar – Halaman all

    Profil Hamdan Ballal, Sutradara Palestina Film No Other Land yang Hilang Setelah Serangan Zionis – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sutradara film dokumenter asal Palestina, Hamdan Ballal, dilaporkan hilang setelah mengalami serangan brutal dari pemukim Israel di desa Susya, selatan Hebron, Tepi Barat, pada Senin (24/3/2025) malam.

    Menurut laporan Middle East Eye, Ballal dipukuli secara brutal sebelum akhirnya ditangkap oleh tentara Israel saat sedang dalam ambulans menuju rumah sakit.

    Keberadaannya hingga kini masih belum diketahui.

    Yuval Abraham, sesama sutradara pemenang Oscar untuk film No Other Land, mengungkapkan melalui platform X bahwa Ballal diserang oleh kelompok pemukim bertopeng.

    Rekaman video yang dibagikan Abraham menunjukkan para pemukim menghancurkan mobil aktivis dengan batu.

    “Hamdan dipukuli habis-habisan sebelum tentara Israel membawanya pergi dari ambulans. Kami tidak tahu di mana dia sekarang,” tulis Abraham dalam unggahannya.

    Serangan ini juga melibatkan lima aktivis Yahudi-Amerika yang tengah melakukan proyek perlawanan damai di Masafer Yatta, lokasi syuting No Other Land.

    Mereka turut menjadi korban kekerasan ketika berusaha melindungi warga Palestina.

    Basel Adra, subjek dalam dokumenter tersebut, menggambarkan kondisi mengerikan setelah serangan terjadi.

    “Saya berdiri bersama Karam, putra Hamdan yang berusia tujuh tahun, di dekat genangan darah ayahnya. Hamdan hilang setelah diculik tentara dalam keadaan terluka,” ujarnya.

    Profil Hamdan Ballal

    Hamdan Ballal Al-Huraini lahir pada tahun 1989 di desa Susiya, Tepi Barat.

    Sebelum terjun ke dunia perfilman, ia aktif sebagai petani, fotografer, dan advokat hak asasi manusia.

    Ballal merupakan anggota inisiatif Humans of Masafer Yatta, yang mendokumentasikan kisah-kisah warga Palestina di bawah pendudukan Israel.

    Karier perfilmannya dimulai dengan proyek dokumenter No Other Land, yang ia sutradarai bersama Basel Adra, Yuval Abraham, dan Rachel Szor.

    Film ini diproduksi antara tahun 2019 hingga 2023 dan menggambarkan perjuangan komunitas Palestina di Masafer Yatta menghadapi pemindahan paksa.

    Film ini pertama kali ditayangkan di Festival Film Internasional Berlin ke-74 (Berlinale) tahun 2024 dan memenangkan penghargaan Berlinale Documentary Award serta Panorama Audience Award untuk film dokumenter terbaik.

    Selain itu, No Other Land juga meraih penghargaan Best Documentary dalam British Academy Film Awards ke-78 dan Best Director dari International Documentary Association tahun 2024.

    Kekerasan Pemukim Israel yang Terus Berulang

    Menurut data Badan PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), sepanjang tahun 2025 telah terjadi setidaknya 220 serangan pemukim Israel terhadap warga Palestina.

    Bentuk kekerasan yang dilakukan mencakup pembakaran properti, pengrusakan lahan pertanian, hingga pembunuhan.

    Aktivis AS Alex Chabbott yang baru-baru ini dideportasi mengatakan bahwa militer Israel kerap membiarkan pemukim bertindak brutal tanpa konsekuensi hukum.

    “Kami melihat empat pria Palestina diikat dengan zip-tie begitu kencang hingga tangan mereka membiru,” ungkapnya kepada *Middle East Eye*.

    Meskipun mantan Presiden AS Joe Biden sempat menjatuhkan sanksi terhadap pemukim pelaku kekerasan, kebijakan itu kemudian dicabut oleh Presiden Donald Trump.

    Pusat Non-Kekerasan Yahudi menegaskan bahwa pelaku serangan terhadap warga Palestina jarang diadili.

    “Keluarga Palestina hidup tanpa perlindungan. Pemukim bisa merusak properti mereka kapan saja, dan militer hanya menjadi penonton,” tambah Chabbott.

    Keberadaan Hamdan Ballal Masih Misterius

    Hingga saat ini, belum ada informasi mengenai keberadaan Hamdan Ballal.

    Kasus ini kembali menyoroti eskalasi kekerasan terhadap warga Palestina di Tepi Barat, yang semakin meningkat tanpa adanya langkah serius dari otoritas Israel maupun tekanan yang cukup dari komunitas internasional.

    Biodata Hamdan Ballal

    – Nama: Hamdan Ballal Al-Huraini  

    – Tempat, Tanggal Lahir: Susiya, Tepi Barat, 1989  

    – Profesi: Sutradara, fotografer, aktivis hak asasi manusia, petani  

    – Karya Terkenal: No Other Land (2024)  

    – Penghargaan: Berlinale Documentary Award, Panorama Audience Award, Best Documentary (BAFTA ke-78)  

    – Aktivisme: Anggota Humans of Masafer Yatta, relawan B’Tselem  

    – Peristiwa Terkini: Hilang setelah diserang pemukim Israel di desa Susya, 24 Maret 2025  

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)