Negara: Tepi Barat

  • Pendeta Bethlehem Kritik Para Pemimpin Dunia karena Mengabaikan Seruan Paus Fransiskus untuk Gaza – Halaman all

    Pendeta Bethlehem Kritik Para Pemimpin Dunia karena Mengabaikan Seruan Paus Fransiskus untuk Gaza – Halaman all

    Pendeta Bethlehem Mengkritik Para Pemimpin Dunia karena Mengabaikan Seruan Paus Fransiskus untuk Gaza

    TRIBUNNEWS.COM- Seorang pendeta di Betlehem mengecam “kemunafikan” para pemimpin dunia atas penghormatan mereka kepada mendiang Paus Fransiskus.

    Para pemimpin dunia gagal mengakui penderitaan warga Palestina di Gaza yang dilanda perang serta akhir pekan Paskah “terburuk” yang pernah dialami umat Kristen Palestina dalam ingatan baru-baru ini.

    “Paskah kali ini, dalam konteks tindakan Israel di Yerusalem Timur, ini adalah yang terburuk yang pernah ada,” kata Pendeta Munther Isaac, seorang pendeta Kristen dan teolog, kepada MEE Live . “Tampaknya keadaan semakin buruk setiap tahun.”

    Pendeta itu muncul di MEE Live untuk membahas warisan Paus Fransiskus, yang kematiannya pada Senin Paskah mengakhiri akhir pekan yang dirusak oleh serangan udara di Gaza, kekerasan pemukim di Tepi Barat yang diduduki, dan pelarangan jamaah Palestina dari tempat-tempat suci di Yerusalem.

    “Kita tidak boleh menerima begitu saja pencaplokan Yerusalem Timur sebagai status quo,” kata Isaac, seraya merujuk pada keputusan Israel yang melarang ribuan umat Kristen Palestina menghadiri kebaktian di Kota Tua Yerusalem.

    “Sangat sulit untuk memahami penindasan ini, kekerasan terhadap orang-orang yang hanya ingin pergi ke gereja,” kata Isaac.

    “Tujuannya jelas. Israel ingin memperkuat kendali mereka atas Kota Tua Yerusalem, termasuk tempat-tempat suci, untuk memberikan Yerusalem identitas Yahudi secara eksklusif, bukan apa yang kita semua harapkan – Yerusalem menjadi kota yang dihuni oleh tiga agama dan dua orang, dalam kesetaraan dan rasa hormat satu sama lain. Apa yang dilakukan Israel benar-benar tercela, dan saya berharap dunia memperhatikannya.”

    Komentarnya muncul saat para pemimpin dunia dari semua golongan memberikan penghormatan kepada Paus Fransiskus tetapi gagal mengakui seruan terakhirnya yang mendorong diakhirinya perang di Gaza.

    “Kita akan mendengar hari ini, besok, minggu depan, kata-kata penghormatan untuk Paus Fransiskus dari para pemimpin dunia, dari para politisi,” kata Isaac. “Semua kata-kata ini, menurut pendapat saya, hanya menunjukkan kemunafikan.” 

    Semasa hidupnya, Paus Fransiskus menelepon Gereja Keluarga Kudus di Kota Gaza hampir setiap hari, untuk menanyakan keadaan umatnya di daerah kantong yang hancur itu.

    Tetapi sejak kematiannya, sebagian besar pemimpin dunia telah menahan diri untuk mengakui warisannya.

    Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menggambarkan Fransiskus sebagai “seorang Paus untuk orang miskin, yang tertindas, dan yang terlupakan”, sementara Raja Charles mengatakan Paus telah “sangat menyentuh kehidupan banyak orang”.

    “Jika mereka tulus,” kata Isaac, “mereka akan mengikuti teladannya. Mereka tidak hanya menuntut gencatan senjata, tetapi juga pertanggungjawaban.”

    Pada bulan November, Paus Fransiskus menyerukan penyelidikan apakah kampanye Israel di Gaza merupakan genosida terhadap rakyat Palestina.

    “Menurut beberapa ahli, apa yang terjadi di Gaza memiliki karakteristik genosida,” tulisnya dalam bukunya, Hope Does Not Disappoint .

    “Hal ini harus diselidiki secara cermat untuk menentukan apakah hal ini sesuai dengan definisi teknis yang dirumuskan oleh para ahli hukum atau badan internasional.”

    Buku ini diterbitkan beberapa hari sebelum Pengadilan Kriminal Internasional (ICC)  mengeluarkan  surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, menuduh mereka melakukan berbagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

    Beberapa hari sebelum ICC mengeluarkan surat perintah penangkapannya, sebuah  laporan komite khusus PBB  menuduh Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata perang, dan kebijakan serta praktik di  Gaza  yang dapat mengarah pada “kemungkinan genosida”.

    “Membunuh anak-anak bukanlah jalan ke depan”

    Dalam wawancara tersebut, Isaac juga mengkritik kemunafikan dalam liputan media tentang warisan Fransiskus, mengingat momen di tahun 2014 ketika Paus menjadi berita utama global dengan berhenti untuk berdoa di tembok yang memisahkan Israel dari Tepi Barat.

    “Ada begitu banyak kemunafikan di balik mereka yang membagikan kisah itu, namun melupakan situasi, pendudukan, penderitaan rakyat Palestina saat Paus pergi.

    “Semua orang berhenti, semua orang mengambil gambar, semua orang berbicara tentang momen ketika dia menyentuh tembok. Namun kemudian dia pergi, dan semuanya berakhir dengan cara yang sama yaitu meliput – atau bahkan mengabaikan – apa yang terjadi di Palestina.”

    Namun bagi umat Kristen Palestina, kata pendeta itu, solidaritas Paus Fransiskus akan tetap hidup.

    “Ia tidak hanya menyentuh tembok. Ia menyentuh keburukan apartheid. Dan lebih dari itu, ia menyentuh hati kita, menunjukkan kepada kita bahwa ia melihat melalui rasa sakit dan penderitaan kita.”

    Solidaritas Paus Fransiskus dengan warga Palestina telah memicu kritik, dan bahkan perayaan atas kematiannya, dari dalam Israel, di mana pemerintah menghapus unggahan media sosialnya sendiri yang menyampaikan belasungkawa atas kematian pria berusia 88 tahun itu.

    Pihak lain secara gamblang menuduh Paus melakukan “antisemitisme”. Zvika Klein, pemimpin redaksi The Jerusalem Post, mengklaim Paus telah menunjukkan “dukungan tanpa syarat untuk Hamas”.

    “Ini memalukan, benar-benar memalukan,” kata Isaac. “Sangat memalukan bahwa tuduhan antisemitisme terus dijadikan senjata, bahkan dalam upaya untuk mencoreng reputasi orang hebat seperti Paus Fransiskus.

    “Dia tidak memihak satu kelompok orang terhadap kelompok lain. Dia membela kemanusiaan, dia membela keadilan, dan dia menentang perang.

    “Dan dia jelas memahami bahwa membunuh anak-anak bukanlah jalan keluar.”

    Sejak dimulainya perang pada Oktober 2023, Israel telah membunuh lebih dari 50.000 warga Palestina dan mengubah sebagian besar wilayah kantong itu menjadi neraka yang tidak dapat dihuni.

    Seluruh keluarga dan lingkungan telah musnah, dengan sekolah dan rumah sakit berulang kali hancur akibat serangan udara dan tembakan tank. 

    Sejak melanjutkan ofensifnya setelah mengingkari kesepakatan gencatan senjata pada tanggal 2 Maret, Israel, yang didukung besar-besaran oleh AS, Inggris dan kekuatan barat lainnya, telah menolak untuk mengizinkan pasokan penyelamat nyawa, termasuk makanan, obat-obatan, bahan bakar dan minyak goreng, untuk memasuki jalur tersebut.

    Awal bulan ini, Jaringan Organisasi Non-Pemerintah Palestina (PNGO) memperingatkan bahwa situasi di Gaza telah mencapai “tahap kelaparan tingkat lanjut”, diperburuk oleh pengeboman gudang makanan, pabrik desalinasi air, dan penutupan dapur umum.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST EYE

  • Israel Mangkir Pemakaman Paus Fransiskus, Ogah Kirim Satu pun Perwakilan Resmi ke Vatikan – Halaman all

    Israel Mangkir Pemakaman Paus Fransiskus, Ogah Kirim Satu pun Perwakilan Resmi ke Vatikan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Israel dilaporkan tidak akan mengirim satu pun perwakilan resmi ke pemakaman Paus Fransiskus yang dijadwalkan berlangsung besok, Sabtu (26/4/2025).

    Kabar ini pertama kali dilaporkan oleh surat kabar Haaretz.

    Media Israel ini menyebut keputusan pemerintah diambil di tengah ketegangan antara Vatikan dan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu selama perang di Gaza.

    Netanyahu dan sejumlah menteri dalam kabinetnya diketahui bersikap sangat kritis terhadap Paus Fransiskus.

    Kritik ini muncul karena Paus secara terbuka mengecam pembunuhan warga sipil dan penahanan bantuan kemanusiaan di Gaza oleh militer Israel.

    Paus Fransiskus secara konsisten menyuarakan keprihatinannya atas penderitaan rakyat Palestina, terutama selama invasi Israel ke Gaza yang memicu kecaman global.

    Sikap tegas Paus dianggap menyinggung kepemimpinan Israel yang menilai pernyataan tersebut tidak seimbang dan berpihak.

    Israel sendiri merupakan rumah bagi sekitar dua persen warga beragama Kristen.

    Negara ini juga memiliki sejumlah situs suci penting dalam tradisi Kekristenan.

    Beberapa di antaranya adalah Gereja Makam Suci di Yerusalem, yang diyakini sebagai lokasi penyaliban, penguburan, dan kebangkitan Yesus.

    Ada pula Gereja Kelahiran di Betlehem, tempat yang dipercaya sebagai lokasi kelahiran Yesus Kristus.

    Keputusan Israel untuk tidak hadir dalam pemakaman pemimpin Gereja Katolik sedunia ini memicu perdebatan luas, terutama di kalangan komunitas internasional yang berharap adanya sikap hormat atas tokoh agama dunia.

    Langkah ini dinilai sebagai bentuk ketegangan diplomatik yang semakin memperlebar jurang antara Israel dan Vatikan.

    Paus Fransiskus sendiri dikenal sebagai pemimpin spiritual yang vokal membela nilai kemanusiaan, terlepas dari latar belakang agama atau politik.

    Israel Dikecam usai Hapus Ucapan Belasungkawa atas Wafatnya Paus Fransiskus

    Pasukan Israel kembali melancarkan operasi militer dini hari di kota Nablus, Tepi Barat yang diduduki.

    Menurut laporan kantor berita Wafa, pasukan menyerbu kota tersebut saat fajar dan menargetkan wilayah Jalan Fatayer serta at-Taawon.

    Sejumlah rumah warga dilaporkan digerebek dan digeledah selama operasi berlangsung, meski belum ada laporan penahanan.

    Sementara itu, kebijakan terbaru Kementerian Luar Negeri Israel juga menuai kecaman luas, setelah pihaknya menghapus ucapan belasungkawa atas wafatnya Paus Fransiskus.

    Menurut harian Yedioth Ahronoth, kementerian tersebut memerintahkan semua misi diplomatik dan akun media sosial resmi untuk menghapus postingan belasungkawa, tanpa memberikan penjelasan.

    Sebelumnya, akun-akun resmi itu menuliskan pesan duka: “Beristirahatlah dalam damai, Paus Fransiskus. Semoga kenangannya menjadi berkat.”

    Langkah penghapusan ini memicu kemarahan di kalangan diplomat Israel dan pengamat internasional, serta dianggap menyinggung umat Katolik di seluruh dunia.

    Beberapa duta besar Israel menyuarakan ketidaksetujuan mereka melalui grup WhatsApp internal, menyebut kebijakan itu bisa merusak citra negara di mata umat Kristen.

    “Kami menghapus tweet sederhana dan tidak bersalah yang mengungkapkan belasungkawa mendasar — dan jelas bagi semua orang bahwa ini hanya karena kritik Paus terhadap Israel atas pertempuran di Gaza,” ujar seorang diplomat, dikutip Yedioth Ahronoth.

    Kementerian juga melarang para diplomat Israel untuk menandatangani buku belasungkawa di kedutaan besar Vatikan.

    Seorang duta besar mengaku mendapat “perintah tegas untuk menghapus” tanpa klarifikasi lebih lanjut, dan hanya diberi tahu bahwa masalah tersebut “sedang ditinjau.”

    Kebijakan ini menambah tekanan terhadap Israel yang belakangan dikritik karena sikap kerasnya terhadap suara-suara internasional yang mengecam agresi militer di Gaza.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Serangan Tiada Ampun dari Israel Sebabkan Krisis di Gaza Terus Meningkat

    Serangan Tiada Ampun dari Israel Sebabkan Krisis di Gaza Terus Meningkat

    PIKIRAN RAKYAT – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menggambarkan situasi di Gaza, Palestina saat ini sebagai krisis kemanusiaan terburuk. Bayangkan saja, Israel terus melakukan serangan udara sekaligus memblokade bantuan internasional hampir dua bulan terakhir.

    Saat ini warga Gaza menghadapi situasi sulit lantaran kekurangan makanan, obat-obatan dan kebutuhan dasar lainnya. Padahal, dunia internasional telah mendesak Israel untuk menghentikan blokade juga serangan.

    Pada Kamis, 24 April 2025 dini hari Israel kembali melakukan serangan udara yang menewaskan sedikitnya 13 orang yang mayoritas anak-anak dan perempuan. Sejak serangan Oktober 2023 hingga saat ini, hampir 52.000 warga Palestina meninggal dunia dan lebih dari 117.000 lainnya luka-luka.

    “Jalur Gaza tengah menyaksikan eskalasi militer yang nyata dan krisis kemanusiaan yang meningkat,” lapor Tareq Abu Azzoum dari Al Jazeera dari Deir el-Balah di Gaza bagian tengah.

    Tareq melaporkan bahwa tim penyelamat, dengan sebagian besar peralatan mereka rusak atau hancur, semakin kesulitan untuk menjangkau korban yang terjebak di bawah reruntuhan.

    Otoritas Palestina (PA) yang memerintah Tepi Barat yang juga diduduki menyebut serangan Israel tanpa jeda. Selain itu, tidak ada belas kasihan dari Israel saat melakukan serangan-serangan.

    “Di kamp pengungsi Shaboura, seperti di setiap sudut lain di Gaza, kehancuran tidak pernah berakhir,” kata PA dalam pernyataan tersebut.

    Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menggambarkan apa yang dilakukan Israel sebagai penghancuran kehidupan Palestina secara sengaja.

    “Jalur Gaza kini kemungkinan menghadapi krisis kemanusiaan terburuk dalam 18 bulan sejak meningkatnya permusuhan pada Oktober 2023,” kata OCHA dalam pembaruan situasi terbarunya pada 23 April 2025.

    Krisis besar

    Israel dilaporkan bakal terus melakukan blokade total terhadap bantuan internasional yang hendak masuk ke Jalur Gaza, Palestina. Militer Israel memperkirakan, dalam dua minggu ke depan akan terjadi krisis besar di daerah tersebut.

    Situs berita Israel, Walla menyebut militer Israel tidak khawatir dengan krisis kemanusiaan yang mengerikan di Gaza. Warga Palestina di Gaza telah hidup tanpa bantuan selama 51 hari terakhir sejak blokade total Israel.

    “Dalam dua minggu, krisis besar akan dimulai di Jalur Gaza terkait makanan, peralatan medis, dan obat-obatan,” kata sumber di Komando Selatan Israel, yang berbicara kepada Walla.

    Menurut sumber tersebut, warga Palestina di Gaza akan beradaptasi dalam beberapa bulan mendatang. Syaratnya, warga di Gaza harus memiliki tepung, air, dan tempat berlindung yang layak.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Presiden Palestina Minta Hamas Turunkan Ego, Serahkan Gaza dan Lepaskan Sandera Israel – Halaman all

    Presiden Palestina Minta Hamas Turunkan Ego, Serahkan Gaza dan Lepaskan Sandera Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Palestina Mahmoud Abbas mendesak kelompok militan Hamas untuk segera menurunkan ego, menyerahkan tanggung jawabnya atas Jalur Gaza kepada Otoritas Palestina.

    Dalam pidatonya di kota Ramallah, Tepi Barat, Abbas juga meminta Hamas menyerahkan senjata.

    Membebaskan para sandera Israel yang ditawan di Gaza, serta mengubah gerakan tersebut menjadi partai politik.

    Adapun permintaan tersebut diutarakan Abbas sebagai bagian dari upaya untuk menjawab keraguan internasional atas keberlangsungan Otoritas Palestina atas wilayah Gaza.

    Serta upaya untuk mencari solusi damai yang dapat mengakhiri konflik yang telah berlangsung lama.​

    “Hamas telah memberikan alasan kepada pendudukan kriminal untuk melakukan kejahatannya di Jalur Gaza, yang paling menonjol adalah menahan para sandera,” kata Abbas mengutip BBC International.

    “Saya yang membayar harganya, rakyat kami yang membayar harganya, bukan Israel. Saudaraku, serahkan saja mereka,” imbuhnya.

    Akar Ketegangan Abbas–Hamas

    Tensi antara Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan kelompok Hamas semakin memanas sejak insiden penculikan warga Israel oleh Hamas pada 7 Oktober 2023. 

    Serangan tersebut, yang menjadi salah satu yang paling mematikan dalam sejarah konflik Israel-Palestina.

    Abbas mengecam keras tindakan penculikan dan pembunuhan warga sipil Israel oleh Hamas, karena hal itu merusak citra perjuangan Palestina di mata dunia.

    Selain itu tindakan tersebut memicu perang besar di Jalur Gaza dan memperparah ketegangan politik internal Palestina.

    Ketegangan semakin tinggi karena Hamas merasa Abbas mencoba mengambil alih Gaza dengan restu internasional, bukan melalui rekonsiliasi nasional.

    Sebagai informasi, Hamas diketahui mulai mengambil alih kekuasaan di Gaza dari Otoritas Palestina yang didominasi Fatah pada 2007.

    Tepatnya saat konflik bersenjata terjadi pada Juni 2007, yang mengakibatkan Hamas mengambil alih Gaza dan mengusir pasukan Fatah dari wilayah tersebut.

    Sejak saat itu, Hamas telah menjadi penguasa de facto di Gaza, sementara Otoritas Palestina yang dipimpin oleh Fatah tetap menguasai Tepi Barat.

    Warga Palestina Tuntut Hamas Mundur

    Kecaman terhadap Hamas tak hanya dilakukan oleh pemerintahan Abbas, beberapa waktu lalu ratusan warga Palestina menggelar demo besar-besar menuntut Hamas agar segera mengakhiri perang.

    Sambil meneriakkan slogan-slogan anti-Hamas, ratusan warga yang berkumpul menyerukan diakhirinya perang dengan Israel.

    “Keluar, keluar, keluar, Hamas keluar,” ujar teriakan massa yang terlihat di salah satu unggahan viral yang dipublikasikan di X, sebagaimana dilansir Reuters.

    Dalam unggahan lainnya terlihat, para pemuda berbaris melalui jalan-jalan di Beit Lahia, Gaza utara menuntut kelompok itu turun dari kekuasaan.

    Sementara sejumlah peserta aksi terlihat membawa spanduk bertuliskan “Hentikan perang” dan “Kami ingin hidup damai”. 

    Aksi protes di Gaza utara ini terjadi sehari setelah orang-orang bersenjata Jihad Islam meluncurkan roket ke Israel, yang memicu keputusan Israel untuk mengevakuasi sebagian besar Beit Lahia.

    Pasca insiden tersebut terjadi,  beberapa laporan menyebutkan bahwa seruan untuk bergabung dalam aksi demo mulai disebarluaskan melalui aplikasi perpesanan Telegram. 

    Selain di Beit Lahia, aksi serupa juga terjadi di kamp pengungsi Jabalia di bagian barat Kota Gaza. 

    Rekaman yang beredar menunjukkan puluhan orang membakar ban dan meneriakkan tuntutan untuk mengakhiri perang. 

    “Kami ingin makan,” seru mereka dalam aksi tersebut.

    Hamas sendiri hingga kini belum memberikan respon apapun terkait munculnya demonstrasi ini.

    Namun protes anti-Hamas ini tercatat jadi yang terbesar sejak perang dimulai setelah serangan 7 Oktober.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Hamas Mengutuk Pernyataan Mahmoud Abbas yang Menyebut Hamas Anak Anjing – Halaman all

    Hamas Mengutuk Pernyataan Mahmoud Abbas yang Menyebut Hamas Anak Anjing – Halaman all

    Hamas Mengutuk Pernyataan Mahmoud Abbas yang Sebut Hamas Anak Anjing

    TRIBUNNEWS.COM-  Hamas mengecam pernyataan yang dibuat oleh Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas yang menyebut Hamas sebagai anak anjing.

    Mahmoud Abbas mendesak kelompok Palestina yang menguasai Gaza untuk membebaskan tawanan Israel dan meletakkan senjata.

    Pejabat senior Hamas Basem Naim mengatakan pada hari Kamis bahwa pernyataan Abbas sehari sebelumnya adalah “penghinaan”.

    “Abbas berulang kali dan secara mencurigakan menyalahkan rakyat kami atas kejahatan pendudukan dan agresi yang terus berlanjut,” katanya.

    Abbas pada hari Rabu mendesak Hamas untuk membebaskan semua tawanan, dengan mengatakan bahwa menahan mereka memberi Israel “alasan” untuk menyerang Gaza.

    “Hamas telah memberikan alasan kepada pendudukan kriminal untuk melakukan kejahatannya di Jalur Gaza, yang paling menonjol adalah penahanan sandera,” kata Abbas dalam sebuah pertemuan di Ramallah, kantor pusat PA di Tepi Barat yang diduduki Israel.

    “Saya yang membayar harganya, rakyat kita yang membayar harganya, bukan Israel. Saudaraku, serahkan saja mereka.”

    “Setiap hari ada kematian,” kata Abbas. “Dasar anak anjing, serahkan apa yang kalian miliki dan selamatkan kami dari cobaan ini,” imbuhnya, melontarkan hinaan kasar dalam bahasa Arab kepada Hamas.

    Retakan panjang

    Telah terjadi perpecahan politik dan ideologis yang mendalam antara partai Fatah Abbas dan Hamas selama hampir 20 tahun.

    Abbas dan PA sering menuduh Hamas merusak persatuan Palestina, sementara Hamas mengkritik Abbas karena bekerja sama dengan Israel dan menindak tegas perbedaan pendapat di Tepi Barat.

    Gerakan Mujahidin Palestina, yang memisahkan diri dari Fatah pimpinan Abbas pada tahun 2000-an, mengeluarkan pernyataan di Telegram pada hari Rabu yang mengecam pernyataan Abbas.

    “Kami mengutuk keras pernyataan ofensif yang dibuat oleh Presiden Abbas selama pertemuan Dewan Pusat mengenai perlawanan dan pejuang perlawanan rakyat kami, yang mengabaikan pengorbanan dan perjuangan rakyat kami dan mengabaikan penderitaan dan pengorbanan yang terus-menerus dari para tahanan,” bunyi pernyataan itu.

    “Kami mengutuk kepemimpinan PA yang terus-menerus memperjuangkan wacana ini, yang mengkriminalisasi perlawanan dan membebaskan pendudukan dari kejahatan yang telah dilakukannya terhadap rakyat kami selama beberapa dekade, terutama perang genosida terhadap Gaza, aneksasi dan Yahudisasi Tepi Barat dan Yerusalem, dan penderitaan berat yang dialami oleh para tahanan kami yang gagah berani.”

    Gerakan itu juga meminta Abbas untuk meminta maaf atas pernyataannya.

    “Kami menyerukan kepada Presiden Otoritas Palestina untuk meminta maaf atas pidato yang menyinggung ini dan mencabut semua langkah yang memperkuat perpecahan dan sejalan dengan keinginan Zionis. Kami menyerukan kepadanya untuk kembali merangkul rakyat dan pilihan mereka serta berhenti menempuh jalan menyerah dan kompromi yang tidak masuk akal.”

    Sejak operasi Israel di Gaza dilanjutkan pada tanggal 18 Maret, setidaknya 1.928 orang telah tewas di Gaza, sehingga jumlah total korban tewas sejak perang meletus menjadi setidaknya 51.305, menurut Kementerian Kesehatan daerah kantong itu.

    Pembicaraan mengenai gencatan senjata baru sejauh ini tidak membuahkan hasil, dan delegasi Hamas berada di Kairo untuk melanjutkan negosiasi dengan mediator Mesir dan Qatar.

     

    Presiden PA Menuntut Hamas Membebaskan Tawanan

    Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas mendesak Hamas untuk membebaskan tawanan Israel dari Gaza guna mencegah Israel menggunakan “alasan” untuk melanjutkan perang genosida.

    “Hai kalian anak-anak anjing, serahkan apa yang kalian miliki dan keluarkan kami dari situasi ini. Jangan beri Israel alasan. Jangan beri mereka alasan,” kata Abbas dalam pertemuan Dewan Pusat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) ke-32 di kota Ramallah, Tepi Barat yang diduduki.

    Pemimpin Fatah yang berusia 89 tahun itu secara khusus menyebutkan tawanan AS-Israel Adi Alexander, dan menyatakan bahwa penolakan Hamas untuk membebaskannya bertanggung jawab atas ratusan kematian setiap hari di Gaza sejak Israel melanjutkan kampanye pembersihan etnisnya.

    “Setiap hari ada ratusan kematian. Mengapa? Mereka tidak ingin menyerahkan sandera AS,” kata Abbas.

    “Korban tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan pendudukan. Saat ini, kita menghadapi ancaman bencana baru yang mungkin lebih mengerikan daripada Nakba 1948,” kata Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina, Mustafa Barghouti, kepada Al Araby TV menanggapi komentar presiden PA tersebut.

    Meskipun Hamas tidak menanggapi pernyataan Abbas, gerakan perlawanan tersebut mengeluarkan pernyataan yang menyebut pertemuan hari Rabu di Ramallah sebagai “kesempatan nyata untuk membangun posisi nasional yang bersatu guna menghadapi kebijakan genosida yang dilakukan oleh musuh Zionis terhadap rakyat kami di Jalur Gaza, dan operasi pembersihan etnis serta pemindahan paksa di Tepi Barat dan Yerusalem.”

    Ia juga mendesak faksi-faksi Palestina yang hadir untuk melaksanakan keputusan-keputusan sebelumnya oleh Dewan Pusat, khususnya “menghentikan koordinasi keamanan, memutuskan hubungan dengan musuh Zionis, dan meningkatkan perlawanan rakyat dan politik terhadap pendudukan dan proyek-proyek Yahudisasi dan permukimannya, yang bertujuan untuk mengubah Tepi Barat menjadi wilayah-wilayah berdaulat yang terpecah-pecah.”

    Menjelang pertemuan hari Rabu, Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP) mengonfirmasi keputusannya untuk memboikot sesi tersebut, dengan menyebutnya sebagai “langkah yang terpecah-pecah dan tidak lengkap.”

    “Dialog dan diskusi seharusnya mendahului sesi tersebut untuk menentukan sifatnya,” kata anggota politbiro PFLP Omar Murad, menekankan bahwa hal ini “dapat berfungsi sebagai titik masuk ke serangkaian perjanjian yang telah didukung oleh faksi-faksi Palestina—yang terbaru adalah Perjanjian Beijing pada bulan Juli 2024.”

    Pada Rabu pagi, Kementerian Kesehatan Gaza mengumumkan bahwa sedikitnya 51.305 warga Palestina telah tewas dan 117.096 lainnya terluka sejak dimulainya genosida yang disponsori AS. Ribuan mayat lainnya diyakini terkubur di bawah jutaan ton puing-puing.

    “Kita harus mengatakan kebenaran, memulangkan para sandera bukanlah hal yang paling penting,” kata Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich pada hari Senin.

    “Ini jelas merupakan tujuan yang sangat penting, tetapi jika Anda ingin menghancurkan Hamas sehingga tidak akan ada lagi peristiwa 7 Oktober, Anda perlu memahami bahwa tidak boleh ada situasi di mana Hamas tetap berada di Gaza,” tambahnya.

    Di wilayah Tepi Barat yang diduduki, puluhan ribu warga Palestina telah mengungsi secara paksa empat bulan setelah operasi militer Israel. Pemandangan dari Jenin dan Tulkarem sering kali mencerminkan skala kerusakan yang terjadi di Gaza.

     

     

    Sumber : Al Jazeera, THE CRADLE

  • Blokir Terus Bantuan di Tengah Kiamat Sistemik di Gaza

    Blokir Terus Bantuan di Tengah Kiamat Sistemik di Gaza

    PIKIRAN RAKYAT – ​​Israel telah mempertahankan blokade selama delapan minggu, halang-halangi akses makanan, obat-obatan, dan bantuan yang memasuki Gaza, sambil terus menjatuhkan bom terhadap rumah-rumah dan tenda-tenda perlindungan penduduk. 

    Perserikatan Bangsa-Bangsa menandainya sebagai ‘krisis kemanusiaan terburuk’. Kini kalimat itupun sudah terlalu landai untuk digunakan.

    Sepanjang malam dan Kamis dini hari, 24 April 2025, sedikitnya 13 orang tewas dalam serangan Israel, demikian menurut koresponden Al Jazeera.

    Di antara yang tewas adalah tiga anak di sebuah tenda dekat Nuseirat di Gaza tengah, dan seorang Wanita, dan empat anak di sebuah rumah di Kota Gaza.

    Wartawan lokal Saeed Abu Hassanein juga dilaporkan tewas dalam serangan baru-baru ini, yang kematiannya menambah jumlah wartawan tewas di Gaza selama genosida, menjadi sedikitnya 232 orang.

    “Jalur Gaza menyaksikan eskalasi militer yang jelas dan krisis kemanusiaan yang meningkat,” lapor Tareq Abu Azzoum dari Al Jazeera dari Deir el-Balah di Gaza tengah.

    Ia mencatat bahwa tim penyelamat semakin kesulitan untuk menjangkau korban yang terjebak di bawah reruntuhan. Terutama karena sebagian besar peralatan mereka rusak atau hancur.

    “Tidak ada jeda, tidak ada belas kasihan, tidak ada kemanusiaan,” kata Pusat komunikasi Otoritas Palestina yang mengatur Tepi Barat, tentang serangan Israel.

    Pernyataan tersebut disertai rekaman video yang menunjukkan tank Israel bergerak melalui sisa-sisa kamp pengungsi Shaboura di Gaza selatan.

    “Di kamp pengungsi Shaboura, sebagaimana tiap sudut lain di Gaza, kehancuran tidak pernah berakhir,” kata pusat tersebut.

    Membongkar kehidupan Palestina

    Krisis kemanusiaan di Gaza diperparah oleh blokade bantuan Israel yang terus berlanjut.

    “Jalur Gaza kini kemungkinan menghadapi krisis kemanusiaan terburuk dalam 18 bulan sejak meningkatnya permusuhan pada Oktober 2023,” kata Pejabat kepala Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), dalanm keterangan 23 April 2025.

    Kementerian Kesehatan Gaza menyoroti dampak “berbahaya dan dahsyat” pada perempuan dan anak-anak yang menghadapi kekurangan gizi, dengan banyak yang kekurangan makanan, air minum, dan susu formula bayi yang memadai.

    Penolakan Israel yang terus berlanjut bertentangan dengan perintah Pengadilan Dunia yang dikeluarkan sejak Mei 2024, untuk segera memfasilitasi bantuan ke daerah kantong itu guna mencegah kelaparan dan kelangkaan. ****

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Netanyahu: Israel akan Hadapi Ancaman meski Sendirian, Iran Tak Boleh Punya Nuklir – Halaman all

    Netanyahu: Israel akan Hadapi Ancaman meski Sendirian, Iran Tak Boleh Punya Nuklir – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan Iran menimbulkan ancaman eksistensial bagi Israel dan bahaya bagi masa depan seluruh umat manusia.

    Netanyahu menekankan tekad pemerintahnya untuk terus menghadapi apa yang ia gambarkan sebagai bahaya Iran, bahkan jika Israel dipaksa untuk bertindak sendiri.

    “Jika kami harus berdiri sendiri, kami akan melakukannya, tetapi kami tidak akan mundur dari misi kemenangan,” kata Netanyahu, Rabu (23/4/2025).

    Menurutnya, ancaman Iran tidak terbatas pada Israel saja, tetapi meluas hingga mengancam seluruh komunitas internasional.

    “Rezim Iran menimbulkan ancaman eksistensial tidak hanya bagi masa depan kita, tetapi juga bagi nasib seluruh umat manusia,” kata Netanyahu.

    Ia juga berjanji Israel akan memastikan Iran tidak memperoleh senjata nuklir yang dianggap dapat mengancam keberadaan Israel.

    “Jika Israel gagal dalam kampanye ini, negara lain juga akan gagal, tetapi Israel tidak akan kalah dan tidak akan menyerah,” imbuhnya, seperti diberitakan Al Arabiya.

    Dalam pidato yang diadakan di Yad Vashem, Netanyahu juga mengecam Gerakan Perlawanan Islam (Hamas).

    “Kami juga bertekad untuk melenyapkan Hamas,” katanya.

    Ia mengatakan Israel akan mengambil alih Rafah yang ia anggap sebagai simbol kemenangan.

    “Kami akan memasuki Rafah karena ini merupakan prasyarat keberhasilan perang,” kata Netanyahu, seperti diberitakan Al Masry.

    Netanyahu juga mengatakan ia tidak akan membiarkan berdirinya kekhalifahan Islam di perbatasan utara, selatan atau di Tepi Barat.

    Sebelumnya, Israel menuduh Iran memberikan dukungan kepada kelompok perlawanan di sejumlah negara di kawasan itu untuk menargetkan Israel.

    Sementara itu sejak Oktober 2023, serangan Israel di Jalur Gaza membunuh lebih dari 51.305 warga Palestina dan melukai lebih dari 117.096 lainnya, menurut laporan Kementerian Kesehatan Gaza, seperti diberitakan Anadolu Agency.

    Israel dan Hamas sebelumnya mulai mengimplementasikan perjanjian gencatan senjata pada 19 Januari 2025.

    Pada tahap pertama yang berlangsung selama 42 hari, Hamas membebaskan 33 sandera Israel dan Israel membebaskan ribuan warga Palestina.

    Namun pada 18 Maret 2025, Israel kembali meluncurkan serangan ke Jalur Gaza, melanggar perjanjian tersebut.

    Sementara itu, mediator Qatar dan Mesir masih berupaya untuk menengahi perundingan kedua pihak yang berjalan lamban dan alot.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Presiden Palestina Sebut Hamas Anak Anjing, Tuduh Kelompok Itu Perpanjang Genosida di Gaza – Halaman all

    Presiden Palestina Sebut Hamas Anak Anjing, Tuduh Kelompok Itu Perpanjang Genosida di Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Palestina Mahmoud Abbas dianggap telah memberikan kata-kata tak pantas pada Hamas selama pertemuan dewan Palestina, di Ramallah.

    Para kritikus pun menuduh Abbas telah merusak persatuan nasional dalam menghadapi agresi Israel.

    Selama sesi pertemuan tersebut, Abbas menuntut agar para tawanan Israel yang ditahan oleh perlawanan Palestina dibebaskan.

    Namun Abbas mengatakannya, digambarkan dengan kalimat ‘cabul’ dan tidak pantas.

    “Serahkan mereka dan kami selesai,” katanya, menurut Al-Jazeera, Kamis (24/4/2025).

    Sementara The New Arab melaporkan bahwa Abbas menyebut Hamas sebagai “anak anjing”.

    Abbas mengklaim bahwa kelompok itu memberi Israel alasan untuk memperpanjang genosida di Gaza.

    Pernyataan tersebut langsung menuai kecaman di media sosial, aktivis dan komentator pun menuduh Abbas lebih memilih menyelaraskan kebijakan Israel daripada berdiri dengan rakyatnya sendiri.

    Terutama karena Jalur Gaza menghadapi genosida Israel yang sedang berlangsung dan tetap dikepung.

    “Demi Tuhan, tidak ada orang Palestina yang akan merasa terhormat memiliki Abbas sebagai presiden mereka. Dia meninggalkan mengutuk musuh rakyat Palestina, yang bersikap keras dan gagal dalam kesepakatan tahanan, seperti yang dibuktikan oleh mediator dan semua orang yang berpikiran adil, untuk menyerang Hamas dengan bahasa cabul hanya sesuai dengan segelintir anggota gerakan yang telah berbalik melawan dirinya sendiri dan menempatkan dirinya dalam pelayanan pendudukan,” tulis seorang pengguna X, menurut Al-Jazeera.

    “Mahmoud Abbas adalah salah satu alasan pemborosan hak-hak Palestina, dan dia adalah faktor kunci dalam memungkinkan pendudukan Israel untuk mengendalikan wilayah Palestina,” kata pengguna media sosial lainnya.

    “Dia tidak layak menjadi pemimpin atau presiden yang mewakili perjuangan Palestina. Awal mengakhiri pendudukan dimulai dengan berakhirnya pemerintahan Abbas,” ujat pengguna sosial media.

    Aktivis juga mengkritik Abbas bagaimana ia berbicara kepada rekan-rekan politiknya, menyebut kata-kata vulgar dan tidak pantas saat menjadi kepala negara dan pemimpin gerakan pembebasan nasional.

    Sementara itu Gerakan Perlawanan Palestina Hamas mengeluarkan pernyataan yang mengutuk pertemuan Dewan Pusat tersebut, dengan mengatakan itu “tidak mencerminkan konsensus nasional”, mengutip Palestine Chronicle.

    Hamas menggambarkan pertemuan Presiden Abbas itu sebagai kesempatan yang terlewatkan untuk membentuk front nasional terpadu melawan kebijakan genosida Israel di Gaza dan pemindahan paksa di Tepi Barat dan Yerusalem.

    Hamas menyerukan implementasi keputusan sebelumnya yang dibuat oleh Dewan Pusat, termasuk menghentikan koordinasi keamanan dengan Israel, memutuskan hubungan, dan meningkatkan perlawanan rakyat dan politik.

    “Berulang kali dan curiga bersikeras menahan orang-orang kami yang bertanggung jawab atas kejahatan pendudukan dan agresi yang sedang berlangsung,” ujar  pejabat tinggi Hamas Bassem Naim.

    Naim mengkritik Abbas karena menggunakan “bahasa cabul” untuk menggambarkan “bagian besar dan otentik dari rakyatnya” selama pertemuan kepemimpinan.

    Front Populer untuk Pembebasan Palestina dan Inisiatif Nasional Palestina sama-sama memboikot pertemuan Dewan Pusat, dengan PFLP tersebut.

    Mereka menyebut pertemuan tersebut sebagai “langkah parsial.”

    Kritikus juga mempertanyakan legitimasi kemampuan dewan untuk mewakili persatuan nasional di bawah iklim politik di Palestina saat ini.

    Sementara itu, Komite Sentral Fatah membela Abbas dan mengubah kritik terhadap Hamas, menuduh kelompok itu ‘bermain dengan nasib rakyat Palestina sesuai dengan agenda luar negerinya.’ 

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

  • Delegasi Hamas ke Kairo Bahas Gencatan Senjata saat Jumlah Korban Tewas di Gaza Tembus 51 Ribu – Halaman all

    Delegasi Hamas ke Kairo Bahas Gencatan Senjata saat Jumlah Korban Tewas di Gaza Tembus 51 Ribu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Delegasi Hamas dilaporkan menuju Kairo, Mesir, untuk melanjutkan putaran baru perundingan.

    Tujuannya adalah mencapai gencatan senjata, pembebasan tawanan, dan mengakhiri konflik berkepanjangan di Gaza, seperti dikutip dari Reuters dan AFP.

    Meskipun perundingan telah berlangsung, upaya untuk mencapai gencatan senjata masih menemui jalan buntu.

    Hamas bersikeras menuntut gencatan senjata permanen, sementara Israel hanya menawarkan gencatan senjata sementara dengan syarat Hamas melucuti senjatanya.

    Syarat tersebut ditola Hamas.

    Menurut dua sumber yang mengetahui proses mediasi, delegasi Hamas di Kairo akan membahas tawaran baru dari pihak perantara.

    Tawaran tersebut mencakup gencatan senjata jangka panjang selama lima hingga tujuh tahun.

    Kesepakatan itu akan diberlakukan setelah pembebasan tawanan dan berakhirnya pertempuran.

    Israel hingga saat ini belum memberikan tanggapan terhadap usulan gencatan senjata jangka panjang yang telah direvisi.

    AFP melaporkan bahwa pejabat senior Hamas, Khalil al-Hayya, memimpin delegasi kelompok tersebut dalam kunjungan ke Kairo.

    Ia dijadwalkan bertemu dengan pejabat Mesir untuk membahas sejumlah ide baru.

    Tujuannya adalah mencari jalan menuju gencatan senjata yang lebih stabil di Gaza.

    Kelompok Hamas hingga saat ini belum memberikan komentar resmi mengenai perkembangan perundingan tersebut.

    Jumlah Korban Tewas di Gaza Tembus 51 Ribu

    Jumlah korban jiwa akibat agresi Israel di Jalur Gaza terus meningkat tajam.

    Menurut buletin harian yang dirilis Kementerian Kesehatan Gaza pada Rabu (23/4/2025), sedikitnya 51.305 orang telah tewas sejak serangan dimulai pada 7 Oktober 2023.

    Selain itu, sebanyak 117.096 orang lainnya dilaporkan mengalami luka-luka.

    Dalam 24 jam terakhir saja, sebanyak 39 jenazah dan 105 korban luka telah tiba di rumah sakit-rumah sakit di seluruh wilayah tersebut.

    Kementerian melaporkan bahwa masih banyak korban yang tertimbun di bawah reruntuhan atau tergeletak di jalanan.

    Mereka belum dapat dijangkau oleh ambulans dan tim pertahanan sipil akibat intensitas pengeboman yang terus berlangsung.

    Sejak 18 Maret, saat Israel kembali melanjutkan serangannya ke wilayah Gaza dan melanggar gencatan senjata yang disepakati, sedikitnya 1.928 warga Palestina tewas.

    Laporan ini disampaikan oleh media Al Jazeera dan outlet regional lainnya yang memantau perkembangan krisis kemanusiaan di Gaza.

    Situasi di lapangan terus memburuk seiring meningkatnya serangan udara dan darat oleh militer Israel, sementara akses bantuan kemanusiaan tetap terbatas.

    Israel Tangkap 50 Warga Palestina dalam Operasi Besar di Tepi Barat

    Pasukan Israel (IDF) melancarkan operasi penangkapan besar-besaran di wilayah Tepi Barat yang diduduki.

    IDF menahan setidaknya 50 warga Palestina dalam 24 jam terakhir, lapor Al Jazeera Arabic.

    Dikatakan mereka yang ditangkap mencakup anak-anak, perempuan, dan mantan tahanan yang sebelumnya telah dibebaskan.

    Operasi ini difokuskan di kota Kobar, sebelah utara Ramallah, tempat sedikitnya 24 orang ditangkap.

    Dari jumlah tersebut, sekitar 16 orang telah diidentifikasi, termasuk mantan tahanan Hanan Barghouti.

    Sumber Al Jazeera menyatakan bahwa rumah milik Nael Barghouti, tahanan Palestina terlama yang dibebaskan pada Februari dan dideportasi ke Mesir, telah diubah fungsinya.

    Bangunan tersebut kini digunakan sebagai barak militer dan pusat interogasi oleh otoritas Israel.

    Di wilayah selatan Hebron, pasukan Israel menyerbu kota Adh Dhahiriya saat fajar dan menangkap 10 warga Palestina. Tiga di antaranya adalah anggota dewan kota.

    Penangkapan juga dilaporkan terjadi di kota Azzun, Bethlehem, dan Beit Furik, di sebelah timur Nablus.

    Menurut data terbaru hingga April 2025, Israel menahan sekitar 9.792 warga Palestina, dengan 3.498 orang di antaranya ditahan tanpa tuduhan.

    Drone Israel Kembali Terbang di Langit Beirut, Warga Lebanon Resah

    Suara dengungan pesawat tanpa awak milik Israel kembali terdengar di langit ibu kota Lebanon, Beirut, pada Rabu (23/4/2025)pagi.

    Dilansir Al Jazeera, kehadiran drone Israel di wilayah udara Lebanon telah meningkat tajam dalam beberapa hari terakhir.

    Dalam sepekan terakhir, drone pengintai Israel berulang kali terlihat melintasi wilayah Beirut dan sekitarnya.

    Kemunculan ini memicu kekhawatiran di kalangan warga, yang menganggap suara drone sebagai tanda potensi serangan militer.

    Pada hari sebelumnya, sebuah serangan drone Israel dilaporkan menewaskan seorang anggota kelompok Jamma Islamiya di wilayah Baawerta, sekitar 20 kilometer selatan Beirut.

    Jamma Islamiya adalah kelompok Islam Sunni yang berdiri pada tahun 1960-an sebagai cabang dari Ikhwanul Muslimin di Lebanon.

    Meningkatnya aktivitas udara Israel menambah ketegangan di perbatasan Lebanon-Israel.

    Sejak awal tahun, wilayah ini telah menjadi titik konflik berkepanjangan antara militer Israel dan kelompok bersenjata di Lebanon, termasuk Hizbullah.

    Belum ada pernyataan resmi dari pihak Israel mengenai tujuan operasi udara terbaru ini.

    Para analis menilai langkah tersebut sebagai bagian dari upaya pengawasan intensif terhadap kelompok-kelompok yang dianggap berpotensi menyerang dari wilayah Lebanon.

    Sementara itu, pemerintah Lebanon belum memberikan respons resmi.

    Sejumlah pejabat setempat menyuarakan kekhawatiran akan pelanggaran wilayah udara yang terus berulang.

    Israel Serang Rumah Sakit Anak di Gaza, ICU dan Panel Surya Rusak Parah

    Sebuah serangan udara Israel menghantam Rumah Sakit Anak Moh El-Dorra di Kota Gaza pada Selasa (22/4/2025) malam.

    Serangan tersebut menyebabkan kerusakan besar pada fasilitas medis yang melayani anak-anak.

    Informasi ini disampaikan oleh Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, seperti dilaporkan oleh Al Jazeera.

    Menurut pernyataan resmi, serangan tersebut menyebabkan kerusakan signifikan pada unit perawatan intensif (ICU) rumah sakit.

    Selain itu, serangan itu juga menghancurkan sistem panel surya yang menopang kelistrikan fasilitas tersebut.

    Kementerian Kesehatan mengecam keras pengeboman ini dan menyebutnya sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan.

    Dalam pernyataannya, mereka menyatakan bahwa “Pendudukan tidak berhenti pada pencegahan obat-obatan dan makanan untuk menjangkau anak-anak Gaza, dan juga merampas kehidupan mereka.”

    Serangan terhadap infrastruktur sipil, terutama rumah sakit, semakin memperburuk krisis kemanusiaan di Jalur Gaza.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Alasan Israel Hapus Ucapan Belasungkawa atas Wafatnya Paus Fransiskus, Begini Kata Jerusalem Post – Halaman all

    Alasan Israel Hapus Ucapan Belasungkawa atas Wafatnya Paus Fransiskus, Begini Kata Jerusalem Post – Halaman all

    Ini Alasan Israel Hapus Ucapan Belasungkawa Wafatnya Paus, Begini Kata Jerusalem Post

    TRIBUNNEWS.COM- Ada pemandangan yang mengherankan ketika akun resmi media sosial Pemerintah Israel menghapus ucapan belasungkawa atas wafatnya Paus Fransiskus.

    Pemerintah Israel sempat membagikan dan kemudian menghapus unggahan media sosial yang menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Paus Fransiskus, tanpa menyebutkan alasannya. 

    Sebuah surat kabar Israel mengaitkan keputusan tersebut dengan kritik mendiang Paus terhadap perang di Gaza.

    “Israel hapus cuitan belasungkawa Paus Fransiskus karena takut mendapat reaksi keras,” tulis Jerusalem Post di salah satu judul artikelnya.

    Mantan duta besar Israel untuk Vatikan mengatakan, menghapus cuitan tersebut adalah “sebuah kesalahan” dan “kita tidak seharusnya terus menerus menyimpan dendam seperti ini setelah kematian seseorang.”

    Di antara banyak pesan belasungkawa yang dikirim dari seluruh dunia menyusul wafatnya Paus Fransiskus.

    Namun keheningan hampir total dari pejabat-pejabat Israel tampak sangat menonjol.

    Selain pernyataan Presiden Isaac Herzog, yang menyampaikan belasungkawa kepada dunia Katolik dan menyuarakan harapan bahwa ” kenangannya akan mengilhami tindakan kebaikan dan harapan bagi kemanusiaan,” Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Luar Negeri Gideon Sa’ar khususnya tidak mengeluarkan komentar atau mencuit tentang meninggalnya Paus.

    Para pejabat Israel tidak menyembunyikan alasan di balik bungkamnya ini – hal ini terkait langsung dengan pernyataan terbaru Paus mengenai Israel dan perang di Gaza.

    Selama setahun terakhir, Paus Fransiskus mengatakan bahwa apa yang terjadi di Gaza “bukanlah perang. Melainkan kekejaman,” dan menuduh Israel “membombardir anak-anak dan menembaki mereka dengan senapan mesin.” Ia juga mengklaim bahwa “apa yang terjadi di Gaza memiliki ciri-ciri genosida.”

    Meskipun demikian, sejumlah pejabat Israel mengkritik keputusan untuk tetap diam, dengan alasan bahwa Paus bukan sekadar pemimpin politik.

    Postingan yang Dihapus, Hal yang Mengherankan

    “Saya pikir keputusan itu adalah sebuah kesalahan. Kita seharusnya tidak terus-terusan menyimpan dendam seperti ini setelah kematian seseorang,” kata Raphael Schutz, yang menjabat hingga musim panas lalu sebagai duta besar Israel untuk Vatikan, kepada The Jerusalem Post .

    Ia menegaskan bahwa pernyataan Paus pantas mendapat kecaman keras dan Israel seharusnya menanggapi secara diplomatis saat itu.

    “Namun kini, kita tidak hanya berbicara tentang seorang kepala negara, tetapi juga seorang pemimpin spiritual bagi lebih dari satu miliar orang – hampir 20 persen dari seluruh umat manusia. Saya rasa diam saja tidak akan menyampaikan pesan yang tepat.”

    Kementerian Luar Negeri sempat mengunggah pesan di akun media sosial – Instagram, Facebook, dan X – yang berbunyi, “Beristirahatlah dalam damai, Paus Fransiskus. Semoga kenangannya menjadi berkat.” Namun, unggahan tersebut segera dihapus, sehingga mengundang kontroversi dan perhatian.

    Upacara pemakaman Paus dijadwalkan pada Sabtu pagi. Mengingat kritiknya terhadap Israel di masa lalu dan fakta bahwa pemakaman akan dilaksanakan pada hari Sabat Yahudi, masih belum jelas apakah Israel akan mengirimkan perwakilan resmi.

    Mantan duta besar Schutz yakin Israel harus – dan dapat – mengirim delegasi, meskipun waktunya terbatas.

    “Ini akan menjadi pemakaman yang dihadiri oleh para pemimpin dunia. Jika kami tidak hadir, acara itu akan menjadi sorotan dan berdampak buruk pada kami. Acara itu dapat memperkuat rasa keterasingan, yang sudah meningkat akibat perang yang sedang berlangsung, dan menambah bahan bakar ke dalam api yang tidak perlu. Itu akan sangat disayangkan.”

    Para pejabat di Kementerian Luar Negeri mengatakan kepada Post bahwa “tweet dan pesan tersebut diunggah karena kesalahan. Kami menanggapi pernyataan Paus yang menentang Israel dan perang selama masa hidupnya, dan kami tidak akan melakukannya setelah kematiannya. Kami menghormati perasaan para pengikutnya.”

    Benjamin Netanyahu Bungkam 

    Ketika seluruh dunia menyatakan turut berkabung atas wafatnya Paus Fransiskus, namun tidak demikian dengan Israel.

    Pemerintah Israel sempat membagikan dan kemudian menghapus unggahan media sosial yang menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Paus Fransiskus, tanpa menyebutkan alasannya. 

    Sebuah surat kabar Israel mengaitkan keputusan tersebut dengan kritik mendiang Paus terhadap perang di Gaza.

    Akun @Israel yang terverifikasi telah mengunggah pesan pada hari Senin di platform media sosial X yang berbunyi: 

    “Beristirahatlah dalam damai, Paus Fransiskus. Semoga kenangannya menjadi berkat”, disertai gambar Paus yang sedang mengunjungi Tembok Barat di Yerusalem.

    Jerusalem Post mengutip pernyataan pejabat Kementerian Luar Negeri yang mengatakan bahwa Paus telah membuat “pernyataan yang menentang Israel” dan bahwa unggahan di media sosial tersebut telah diterbitkan karena “kesalahan”.

    Kementerian luar negeri, yang menurut platform media sosial X di situs webnya terkait dengan akun @Israel yang terverifikasi, tidak segera menanggapi permintaan komentar Reuters.

    Fransiskus, yang meninggal hari Senin pada usia 88 tahun, mengusulkan November lalu agar masyarakat global mempelajari apakah kampanye militer Israel di Gaza merupakan genosida terhadap rakyat Palestina, dalam beberapa kritiknya yang paling gamblang terhadap perilaku Israel dalam perang dengan Hamas yang dimulai pada Oktober 2023.

    Pada bulan Januari, Paus juga menyebut situasi kemanusiaan di Gaza sebagai “memalukan” , yang memicu kritik dari kepala rabbi Yahudi di Roma yang menuduh Fransiskus memiliki “kemarahan selektif”.

    Israel mengatakan tuduhan genosida dalam operasinya di Gaza tidak berdasar dan bahwa mereka hanya memburu Hamas dan kelompok bersenjata lainnya.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang memimpin koalisi sayap kanan partai-partai keagamaan dan nasionalis, belum mengomentari kematian Paus.

    Namun, Presiden Israel Isaac Herzog pada hari Senin mengirimkan pesan belasungkawa kepada umat Kristen di Tanah Suci dan di seluruh dunia, dengan menggambarkan Fransiskus sebagai “seorang pria dengan iman yang dalam dan kasih sayang yang tak terbatas”.

    Hubungan antara Gereja Katolik dan Yudaisme telah membaik dalam beberapa dekade terakhir, setelah berabad-abad permusuhan.

    Paus Fransiskus biasanya berhati-hati selama 12 tahun kepausannya dalam mengambil sisi dalam konflik, dan ia mengutuk pertumbuhan kelompok antisemit, sementara juga berbicara melalui telepon dengan komunitas Kristen kecil di Gaza setiap malam selama perang.

    Fransiskus pada tahun 2014 mengunjungi Tembok Barat – tempat doa paling suci dalam agama Yahudi – dan juga berdoa di bagian tembok yang dibangun oleh Israel di Tepi Barat yang diduduki yang memisahkan Yerusalem dan Betlehem.

     

    SUMBER: JPOST, REUTERS