Negara: Tepi Barat

  • Menkeu Israel Setujui Permukiman Yahudi di Tepi Barat: Palestina Dihapus

    Menkeu Israel Setujui Permukiman Yahudi di Tepi Barat: Palestina Dihapus

    Jakarta

    Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menerima persetujuan akhir rencana permukiman Israel. Rencana pembangunan permukiman itu akan didirikan di wilayah yang diperjuangkan negara Palestina.

    “Dengan E1, kami akhirnya mewujudkan apa yang telah dijanjikan selama bertahun-tahun,” kata Smotrich dilansir Reuters, Kamis (21/8/2025).

    “Negara Palestina saat ini sedang dihapus dari meja perundingan, bukan dengan slogan, tetapi dengan tindakan,” imbuhnya.

    Rencana ini mendapat tentangan dari sejumlah pihak. PBB bahkan angkat bicara dan menyatakan keberatan dengan rencana ini.

    “Kami mengecam keputusan yang diambil hari ini untuk memperluas permukiman ini, yang… akan menyakiti dua negara. Kami menyerukan kepada pemerintah Israel untuk menghentikan semua aktivitas permukiman,” kata juru bicara PBB, Stephane Dujarric.

    Hingga saat ini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu belum mengomentari pengumuman E1. Namun beberapa hari lalu, saat berkunjung ke Ofra, permukiman Tepi Barat lainnya yang didirikan seperempat abad lalu, Netanyahu sempat bicara mengena janji Israel.

    “Saya katakan 25 tahun yang lalu bahwa kami akan melakukan segalanya untuk mengamankan cengkeraman kami di Tanah Israel, untuk mencegah pembentukan negara Palestina, untuk mencegah upaya-upaya untuk mencabut kami dari sini. Terima kasih Tuhan, apa yang saya janjikan, telah kami tepati,” kata Netanyahu saat itu.

    Simak juga Video: Militer Israel Mulai Bergerak untuk Rencana Ambil Alih Gaza

    (zap/lir)

  • Mantan Pebasket Palestina Dibunuh Tentara Israel di Khan Yunis

    Mantan Pebasket Palestina Dibunuh Tentara Israel di Khan Yunis

    JAKARTA – Mantan pemain Tim Nasional Palestina, Mohammed Shaalan, ditembak mati oleh tentara Israel di Khan Yunis, Gaza Selatan, pada Selasa, 19 Agustus 2025.

    Menurut sumber-sumber lokal, Shaalan—salah satu bintang basket paling terkemuka di Gaza—menjadi sasaran tembak saat berusaha mendapatkan makanan untuk anak-anaknya.

    Menurut kantor berita Palestina, Wafa, Shaalan berjuang mati-matian mencari makanan dan obat-obatan, terutama untuk putrinya, Mariam, yang tengah menderita gagal ginjal dan keracunan darah akut.

    Selama aktif menjadi pemain, Shaalan bermain untuk beberapa klub basket lokal dan mewakili Palestina sebagai bagian Tim Nasional.

    Tewasnya Shaalan membuat jumlah anggota komunitas olahraga Palestina yang terbunuh mencapai kurang lebih 670 orang. Pasukan Israel juga telah menghancurkan 288 fasilitas olahraga di Jalur Gaza dan Tepi Barat.

    Israel baru-baru ini menghadapi kritik internasional yang tajam setelah membunuh mantan pesepak bola Palestina Suleiman al-Obeid, yang dikenal sebagai “Pele Palestina” saat ia sedang menunggu bantuan di dekat titik distribusi di Gaza Selatan.

    Menurut perkiraan TRT Global, sudah lebih dari 800 atlet telah tewas di Gaza sejak dimulainya serangan Israel pada 7 Oktober 2023. Jumlah tersebut kemungkinan akan terus bertambah karena serangan masih berlangsung.

    Warga Palestina yang berusaha mengumpulkan makanan dari lokasi-lokasi Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) berulang kali diserang oleh tentara Israel dan tentara bayaran Amerika Serikat (AS).

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan lebih dari 1.300 warga Palestina tewas saat mencoba mengakses makanan di lokasi bantuan.

    Laporan media yang mengutip whistleblower mengklaim banyak dari mereka sengaja ditembak oleh tentara Israel atau kontraktor keamanan Amerika Serikat yang bekerja untuk GHF.

    Walaupun sangat berbahaya, ribuan warga Palestina terus mempertaruhkan nyawa mereka setiap hari di lokasi-lokasi GHF dalam upaya untuk bertahan hidup.

    Total Israel tercatat telah membunuh lebih dari 62.000 warga Palestina di Gaza sejak Oktober 2023.

    November 2024, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah inclave (kantong) tersebut.

  • PM Yordania Kecam Netanyahu soal Visi ‘Israel Raya’: Ilusi

    PM Yordania Kecam Netanyahu soal Visi ‘Israel Raya’: Ilusi

    Jakarta

    Perdana Menteri Yordania Jafar Hassan mengecam pernyataan Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, yang mendukung gagasan ‘Israel Raya’. Hassan mengatakan gagasan itu hanyalah ilusi.

    “Kami mendengar tentang visi dan usulan yang menyiratkan perang abadi tanpa akhir, seperti ilusi Israel Raya yang dikhayalkan oleh politisi ekstremis di Israel,” kata Hassan dalam pertemuan di Amman dengan mitranya dari Lebanon, Nawaf Salam, dilansir Anadolu Agency, Rabu (20/8/2025).

    Hassan mengatakan Israel terisolasi dan terkepung karena kebijakan ekstremisnya. Hassan mengatakan masyarakat dunia serta kawasan tidak akan pernah memaafkan Israel.

    “Seluruh realitas menunjukkan kebijakan (Israel) yang memperdalam kebencian dan dendam akibat pembantaian yang terus berlanjut, dan masyarakat dunia serta kawasan ini tidak akan memaafkan mereka,” tambahnya dalam komentarnya yang disiarkan oleh kantor berita resmi Petra.

    Istilah ‘Israel Raya’ merujuk pada interpretasi Alkitab mengenai wilayah negara tersebut pada masa Raja Salomo, atau Raja Sulaiman, yang tidak hanya mencakup wilayah Palestina saat ini, yakni Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki, tetapi juga sebagian wilayah Yordania, Lebanon dan Suriah era modern.

    Seperti diketahui, Benjamin Netanyahu ingin mewujudkan visi ‘Israel Raya’ dan mencaplok sejumlah negara Arab. Hal itu diungkap Netanyahu ketika ditanya pada Selasa (12/8) oleh wartawan i24NEWS, Sharon Gal, soal apakah dirinya mendukung “visi Israel Raya” tersebut, Netanyahu menjawab: “Tentu saja.”

    “Jika Anda bertanya kepada saya mengenai apa yang saya pikirkan, kami siap,” katanya.

    (whn/whn)

  • Australia-Israel Saling Mencabut Visa Diplomat-Politisi

    Australia-Israel Saling Mencabut Visa Diplomat-Politisi

    Anda sedang menyimak laporan Dunia Hari Ini edisi Selasa, 19 Agustus 2025.

    Kami mengawalinya dengan perkembangan dari Israel dan Australia.

    Israel mencabut visa diplomat Australia

    Menteri Luar Negeri Israel mengatakan telah mencabut visa diplomat Australia untuk Otoritas Palestina.

    Menlu Israel Gideon Saar mengatakan pencabutan visa perwakilan untuk Otoritas Palestina telah disampaikan kepada pihak Australia.

    “Saya juga menginstruksikan Kedutaan Besar Israel di Canberra untuk memeriksa dengan saksama setiap permohonan visa resmi Australia untuk masuk ke Israel,” tulis Saar di X.

    Pemerintah Australia juga mengatakan sudah membatalkan visa seorang anggota parlemen dari koalisi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang menentang pembentukan negara Palestina.

    Seperti banyak negara, Australia memiliki kedutaan besar untuk Israel di Tel Aviv dan kantor perwakilan untuk Otoritas Palestina di kota Ramallah, Tepi Barat.

    Trump menjadwalkan pertemuan Zelenskyy dan Putin

    Presiden AS Donald Trump mengatakan ia menjadwalkan pertemuan antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Trump mengatakan ia akan berpartisipasi dalam pertemuan trilateral berikutnya, setelah pertemuan antara Zelenskyy dan Putin.

    Trump menyampaikan komentar tersebut dalam unggahan media sosial setelah perundingan di Gedung Putih dengan Zelenskyy dan tujuh pemimpin Eropa lainnya.

    Mereka berkunjung ke Washington untuk membahas kemungkinan kesepakatan damai bagi Ukraina.

    “Setelah pertemuan tersebut, saya menghubungi Presiden Putin, dan mulai mengatur pertemuan, di lokasi yang akan ditentukan, antara Presiden Putin dan Presiden Zelenskyy,” tulis Trump.

    Dakwaan pelecehan seksual anak Putri Mahkota

    Putra dari putri mahkota Norwegia didakwa dengan 32 pelanggaran, termasuk empat pemerkosaan dan tindak kekerasan dan penyerangan seksual lainnya, ujar jaksa kemarin.

    Marius Borg Høiby, yang merupakan anak dari Putra Mahkota Haakon dan Putri Mahkota Mette-Marit, sudah diselidiki sejak penangkapannya pada 4 Agustus tahun lalu atas dugaan pelecehan terhadap kekasihnya.

    Ia dikenakan empat dakwaan pemerkosaan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga terhadap mantan pasangannya, dan beberapa dakwaan kekerasan lainnya.

    Ia juga didakwa merekam alat kelamin sejumlah perempuan tanpa sepengetahuan atau persetujuan mereka, kata jaksa penuntut umum Sturla Henriksbo kepada para wartawan.

    “Hukuman maksimum untuk pelanggaran yang tercantum dalam dakwaan adalah penjara hingga 10 tahun,” kata Henriksbo.

    Pengakuan bersalah ‘Ratu Ketamin’

    Perempuan yang dikenal sebagai “Ratu Ketamin” setuju untuk mengaku bersalah setelah didakwa menjual obat yang membunuh Matthew Perry.

    Jasveen Sangha menjadi terdakwa kelima dan terakhir atas kematian bintang Friends, akibat overdosis yang mencapai kesepakatan pembelaan dengan jaksa federal.

    Ia sempat menghindari persidangan yang telah dijadwalkan pada bulan September.

    Jasveen mengaku bersalah atas lima dakwaan pidana federal, termasuk menyediakan ketamin yang menyebabkan kematian Perry, kata jaksa federal dalam sebuah pernyataan kemarin.

    Jaksa telah menetapkan Sangha, warga negara AS dan Inggris berusia 42 tahun, sebagai pengedar narkoba produktif.

  • Sebanyak 7.000 Warga Palestina di Yerusalem Terancam Penggusuran

    Sebanyak 7.000 Warga Palestina di Yerusalem Terancam Penggusuran

    JAKARTA – Gubernur Yerusalem pada Senin mengumumkan bahwa sekitar 7.000 warga Palestina yang tinggal di 22 komunitas di Badia Yerusalem menghadapi ancaman penggusuran paksa akibat proyek E1 dan Jalan Kedaulatan oleh penjajah Israel.

    Proyek permukiman itu secara total akan mengisolasi dan memisahkan komunitas Jabal al-Baba dan Wadi Jamal dari Kota al-Eizariya, yang dihuni sekitar 100 orang.

    Kepala keuangan Israel Bezalel Smotrich telah mengumumkan persetujuannya atas pembangunan ribuan unit permukiman dalam rencana permukiman di daerah E1 yang terletak di sebelah timur Yerusalem.

    Rencana Zionis semacam itu akan mengacaukan kemungkinan berdirinya negara Palestina di tanah tersebut, menggerogoti kesatuan geografis dan demografis Palestina serta melanggengkan pemisahan Tepi Barat menjadi beragam daerah tumbal salam yang terisolasi.

    Menurut Pusat Informasi Israel untuk Hak Asasi Manusia di Wilayah Pendudukan, B’Tselem, eksekusi rencana pembangunan di wilayah E1 akan menciptakan jalur perkotaan untuk menghubungkan antara pemukiman Ma’ale Adumim dan Yerusalem.

    Rencana itu juga akan memperparah isolasi Yerusalem Timur dari wilayah lainnya di Tepi Barat dan juga merusak kedekatan geografis antara wilayah utara dan selatan Tepi Barat.

  • Digeruduk Warga Israel Sendiri Bikin Netanyahu Ngamuk

    Digeruduk Warga Israel Sendiri Bikin Netanyahu Ngamuk

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu geram ketika dia digeruduk warganya yang menuntut agar perang di Gaza diakhiri. Ribuan warga Israel turun ke jalan meminta sandera dipulangkan dan perang Gaza diakhiri.

    Dalam laporan AFP, Senin (18/8/2025), puluhan ribu warga Israel turun ke jalan-jalan di Tel Aviv pada Minggu (17/8) untuk menyerukan diakhirinya perang di Gaza. Mereka memegang foto para sandera, mengibarkan bendera kuning, menabuh drum, dan meneriakkan yel-yel untuk membawa pulang warga Israel yang masih disandera di Gaza.

    Demonstrasi yang dilakukan warga Israel ini diketahui telah digelar secara rutin selama hampir 22 bulan perang setelah serangan kelompok Hamas pada tahun 2023. Namun, aksi protes pada hari Minggu (17/8) waktu setempat itu tampaknya menjadi salah satu yang terbesar sejauh ini.

    “Kami di sini untuk menegaskan kepada pemerintah Israel bahwa ini mungkin menit-menit terakhir yang kita miliki untuk menyelamatkan para sandera yang ditahan di terowongan Hamas selama hampir 700 hari,” ujar seorang guru bahasa Arab berusia 50 tahun, Ofir Penso kepada AFP.

    Warga Israel berkumpul di tempat yang diberi nama “Lapangan Sandera”, Tel Aviv yang menjadi titik fokus aksi.

    “Pemerintah Israel tidak pernah menawarkan inisiatif yang tulus untuk kesepakatan komprehensif dan mengakhiri perang,” ujar Einav Tzangauker, yang putranya, Matan, ditawan di Gaza, di depan kerumunan orang.

    “Kami menuntut kesepakatan yang komprehensif dan dapat dicapai serta diakhirinya perang. Kami menuntut apa yang menjadi hak kami — anak-anak kami,” imbuhnya.

    Netanyahu Geram

    Meski didemo warganya sendiri, Netanyahu enggan mengakhiri perang di Gaza. Dia mengatakan akan meneruskan perang dengan dalih agar peristiwa 7 Oktober 2023 tidak terulang.

    “Mereka yang menyerukan diakhirinya perang tanpa kekalahan Hamas hari ini tidak hanya memperkuat posisi Hamas dan menunda pembebasan para sandera kita, tetapi juga memastikan bahwa kengerian 7 Oktober akan terulang kembali,” kata Netanyahu.

    PM Israel Benjamin Netanyahu. Foto: DW (News)

    Ingin Wujudkan Israel Raya

    Netanyahu diketahui ingin mewujudkan visi ‘Israel Raya’ dan mencaplok sejumlah negara Arab. Dia terang-terangan menyampaikan rencana itu.

    Hal itu diungkap Netanyahu ketika ditanya pada Selasa (12/8) oleh wartawan i24NEWS, Sharon Gal, soal apakah dirinya mendukung “visi Israel Raya” tersebut, Netanyahu menjawab: “Tentu saja.”

    “Jika Anda bertanya kepada saya mengenai apa yang saya pikirkan, kami siap,” katanya.

    Dia kemudian beralih membahas soal pendirian Israel dan “misi besar”untuk memastikan keberlangsungan keberadaannya. Kalangan ultra-nasionalis Israel telah menyerukan pendudukan terhadap wilayah-wilayah tersebut.

    Istilah “Israel Raya” merujuk pada interpretasi Alkitab mengenai wilayah negara tersebut pada masa Raja Salomo, atau Raja Sulaiman, yang tidak hanya mencakup wilayah Palestina saat ini, yakni Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki, tetapi juga sebagian wilayah Yordania, Lebanon dan Suriah era modern.

    Halaman 2 dari 3

    (zap/fca)

  • Polemik Rencana Permukiman Israel yang Akan Kubur Ide Negara Palestina

    Polemik Rencana Permukiman Israel yang Akan Kubur Ide Negara Palestina

    Jakarta

    Rencana proyek pemukiman kontroversial yang menurut Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, akan “mengubur ide negara Palestina” telah memicu kontroversi

    Skema yang disebut E1 untuk membangun 3.401 rumah di Tepi Barat yang diduduki antara Yerusalem Timur dan permukiman Maale Adumim telah dibekukan selama beberapa dekade di tengah-tengah penentangan keras.

    Sebagian besar masyarakat internasional menganggap permukiman tersebut ilegal menurut hukum internasional, meskipun Israel membantahnya.

    Pada Rabu (13/08), Smotrich mendukung skema ini, menyebut keputusan tersebut sebagai “pencapaian bersejarah”.

    Kementerian Luar Negeri Palestina menyebut rencana tersebut sebagai “perpanjangan dari kejahatan genosida, pemindahan dan pencaplokan”sebuah tuduhan yang telah lama dibantah Israel.

    PBB, Uni Eropa, dan berbagai negara, seperti Inggris dan Turki, juga mengkritik rencana pemukiman E1 dan menyerukan agar rencana tersebut dihentikan.

    Apa itu rencana pemukiman E1?

    Israel telah membangun banyak permukiman seperti Maale Adumim di Tepi Barat yang diduduki (Reuters)

    Proyek pemukiman E1yang pertama kali diusulkan di bawah pemerintahan Yitzhak Rabin pada 1990-andimulai dengan rencana awal untuk 2.500 rumah.

    Pada 2004, jumlah unit bertambah menjadi sekitar 4.000 unit, ditambah dengan fasilitas komersial dan pariwisata.

    Antara 2009 dan 2020, tahapan-tahapan baru dari rencana pemukiman ini diumumkan, termasuk penyitaan lahan, rencana desain dan pembangunan jalan.

    Namun, proposal-proposal tersebut selalu dibekukan karena tekanan internasional.

    Mengapa rencana pemukiman E1 kontroversial?

    Hal ini dikarenakan posisi strategis situs E1 yang memisahkan wilayah selatan dan utara Yerusalem, serta akan mencegah daerah perkotaan Palestina yang bersebelahan yang menghubungkan Ramallah, Yerusalem Timur, dan Betlehem.

    Menurut kelompok Israel Peace Now yang memantau aktivitas permukiman di Tepi Barat, unit-unit rumah baru tersebut akan mewakili 33% perluasan permukiman Maale Adumim, yang saat ini memiliki populasi sekitar 38.000 penduduk.

    BBC

    Proyek ini akan menghubungkan daerah permukiman dengan zona industri di sekitarnya dan akan membuka jalan untuk memperluas kontrol Israel atas sebagian besar wilayah Tepi Barat, menurut Peace Now.

    Kelompok ini mengatakan sidang persetujuan akhir untuk rencana penyelesaian E1 akan diadakan pada Rabu (20/08) mendatang oleh sebuah komite teknis yang telah menolak semua keberatan atas proposal-proposal tersebut.

    Apa itu Tepi Barat yang diduduki?

    Tepi Barat adalah wilayah yang terletak di antara Israel dan Sungai Yordan dan merupakan rumah bagi sekitar tiga juta warga Palestina.

    Bersama dengan Yerusalem Timur dan Gaza, kota ini merupakan bagian dari apa yang secara luas dikenal sebagai Wilayah Palestina yang Diduduki.

    Ada sekitar 160 permukiman Israel, yang menampung sekitar 700.000 orang Yahudi, di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    Israel masih menguasai Tepi Barat secara keseluruhan, namun sejak 1990-an, pemerintah Palestinayang dikenal sebagai Otoritas Palestinatelah menjalankan sebagian besar kota dan kotanya.

    Sejak serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 silam, tekanan Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat meningkat tajam, yang dibenarkan sebagai tindakan keamanan yang sah.

    Pada Juni lalu, PBB mencatat jumlah korban luka bulanan tertinggi warga Palestina dalam lebih dari dua dekade terakhir menyatakan bahwa 100 warga Palestina telah terluka oleh pemukim Israel.

    Selama paruh pertama 2025, tercatat 757 serangan pemukim yang mengakibatkan korban jiwa atau kerusakan properti warga Palestina meningkat 13% dari periode yang sama pada 2024.

    Warga Palestina dan kelompok-kelompok hak asasi manusia juga menuduh pasukan keamanan Israel gagal dalam menjalankan tugas hukum mereka sebagai penjajah untuk melindungi warga Palestina dan juga warga negara mereka sendiri tidak hanya menutup mata terhadap serangan pemukim, tetapi bahkan ikut serta, menurut laporan tahun 2024 dari Human Rights Watch.

    Israel mengklaim Konvensi Jenewa yang melarang pemukiman di wilayah pendudukan tidak berlaku, sebuah pandangan yang diperdebatkan oleh banyak sekutunya sendiri dan juga oleh para ahli hukum internasional.

    Para pemukim Israel menyaksikan dari kejauhan ketika tentara Israel menolak akses petani Palestina untuk memanen zaitun di dekat Ramallah di Tepi Barat yang diduduki Israel. (Reuters)

    Warga Palestina ingin semua permukiman Israel dihapuskan karena mereka melihat Tepi Barat yang diduduki sebagai tanah bagi negara Palestina merdeka di masa depan.

    Namun, pemerintah Israel tidak mengakui hak Palestina untuk memiliki negara sendiri dan berargumen bahwa Tepi Barat adalah bagian dari tanah air Israel.

    Pada Juli 2024, pengadilan tertinggi PBB, Mahkamah Internasional (ICJ), mengatakan bahwa keberadaan Israel di Wilayah Palestina yang Diduduki adalah ilegal dan Israel harus menarik para pemukim.

    Di antara putusan-putusannya, ICJ mengatakan bahwa pembatasan Israel terhadap warga Palestina di wilayah pendudukan merupakan “diskriminasi sistemik yang didasarkan pada, antara lain, ras, agama, dan asal-usul etnis”.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa ICJ telah membuat “putusan bohong”.

    “Orang-orang Yahudi bukanlah penjajah di tanah mereka sendiritidak di ibu kota abadi kami Yerusalem, atau di warisan leluhur kami di Yudea dan Samaria [Tepi Barat],” kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan.

    Bagaimana reaksi dunia soal rencana pemukiman E1?

    Setelah mengumumkan rencana tersebut, Smotrich berterima kasih kepada Presiden AS Donald Trump dan Duta Besar Mike Huckabee atas dukungan mereka.

    Smotrich menegaskan dalam pandangannya, Tepi Barat adalah “bagian tak terpisahkan dari Tanah Israel yang dijanjikan Tuhan”.

    Dia juga mengatakan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mendukung rencananya untuk membawa satu juta pemukim baru ke Tepi Barat.

    Kementerian Luar Negeri Palestina mengutuk proyek pemukiman E1, menyebutnya sebagai serangan terhadap kesatuan wilayah Palestina dan sebuah pukulan terhadap kemungkinan pendirian sebuah negara.

    Dikatakan bahwa rencana tersebut merusak kohesi geografis dan demografis serta mengukuhkan pembagian Tepi Barat menjadi daerah-daerah terisolasi yang dikelilingi oleh ekspansi kolonial, sehingga membuat pencaplokan menjadi lebih mudah.

    Menanggapi rencana pembangunan di area E1, Departemen Luar Negeri AS mengatakan, “Tepi Barat yang stabil membuat Israel tetap aman dan sejalan dengan tujuan pemerintahan ini untuk mencapai perdamaian di wilayah tersebut”.

    Namun, PBB dan Uni Eropa malah mendesak Israel untuk tidak melanjutkan rencana tersebut.

    PBB mengatakan pembangunan di wilayah E1 akan memisahkan Tepi Barat bagian utara dan selatan, “sangat merusak prospek terwujudnya Negara Palestina yang layak dan berdampingan”.

    Kaja Kallas, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, bilang rencana baru terkait E1 “semakin melemahkan solusi dua negara dan juga melanggar hukum internasional”.

    Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, menentang rencana tersebut, dengan mengatakan bahwa rencana tersebut akan “membagi negara Palestina di masa depan menjadi dua dan menandai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional”.

    Kementerian Luar Negeri Turki juga mengutuk keputusan tersebut, dengan mengatakan bahwa keputusan tersebut “mengabaikan hukum internasional” dan menargetkan “integritas teritorial” negara Palestina.

    Mesir menyebut proyek tersebut sebagai “pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan.”

    Tentara Israel berhadapan dengan dua petani tua Palestina, mencegah mereka memetik buah zaitun di Tepi Barat yang diduduki Israel. (Reuters)

    Kementerian Luar Negeri Yordania juga menentang skema tersebut, dan menggambarkannya sebagai serangan terhadap “hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina untuk mendirikan sebuah negara yang merdeka dan berdaulat berdasarkan perbatasan 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya”.

    Pengumuman rencana pemukiman E1 datang tak lama setelah beberapa negara, seperti Prancis dan Kanada, mengatakan mereka berencana untuk mengakui negara Palestina akhir tahun ini.

    Saat ini sebagian besar negara147 dari 193 negara anggota PBB secara resmi mengakui negara Palestina.

    Perdana Menteri Inggris Sir Keir Starmer mengatakan bahwa Inggris juga akan mengakui negara Palestina pada bulan September kecuali jika Israel memenuhi syarat-syarat tertentu, termasuk menyetujui gencatan senjata di Gaza dan menghidupkan kembali prospek solusi dua negara.

    Setelah pengumuman rencana penyelesaian baru E1, Smotrich mengatakan bahwa “tidak akan ada negara yang mengakui”.

    “Siapapun di dunia ini yang mencoba untuk mengakui negara Palestina hari ini akan menerima jawaban dari kami di lapangan.”

    “Bukan dengan dokumen atau keputusan atau pernyataan, tetapi dengan fakta. Fakta-fakta tentang rumah-rumah, fakta-fakta tentang lingkungan,” tambahnya.

    Laporan tambahan oleh Alla Daraghme dan Muhannad Tutanji dari BBC News Arabic.

    (ita/ita)

  • Negara-Negara Arab dan Muslim Respons Rencana “Israel Raya” Netanyahu

    Negara-Negara Arab dan Muslim Respons Rencana “Israel Raya” Netanyahu

    Jakarta, CNBC Indonesia – Koalisi negara-negara Arab dan Muslim menyatakan kecaman keras terhadap pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang secara terbuka mendukung gagasan tentang “Israel Raya”. Pernyataan itu dianggap sebagai ancaman langsung bagi keamanan kawasan serta pelanggaran serius terhadap hukum internasional.

    Kecaman tersebut dituangkan dalam pernyataan bersama 31 negara Arab dan Islam bersama Liga Arab. Mereka menilai pernyataan Netanyahu mencerminkan “pengabaian serius terhadap aturan hukum internasional serta fondasi hubungan internasional yang stabil”.

    “Pernyataan itu juga merupakan ancaman langsung terhadap keamanan nasional Arab, kedaulatan negara-negara, serta perdamaian dan keamanan regional maupun internasional,” tulis pernyataan bersama tersebut, dikutip dari Al Jazeera, Minggu (17/8/2025).

    Pernyataan Netanyahu muncul dalam wawancara dengan Sharon Gal di saluran Israel i24NEWS yang ditayangkan Selasa lalu. Saat ditanya apakah ia meyakini visi tentang “Israel Raya”, Netanyahu menjawab tegas: “Sangat meyakini.”

    Konsep “Israel Raya” yang banyak dianut kalangan ultranasionalis Israel dipahami sebagai visi ekspansionis yang mencakup klaim atas wilayah Tepi Barat, Gaza, sebagian Lebanon, Suriah, Mesir, dan Yordania.

    Selain mengecam Netanyahu, negara-negara Arab dan Islam juga menyoroti pernyataan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich pada Kamis lalu yang berjanji akan melanjutkan ekspansi permukiman di Tepi Barat yang diduduki.

    “Langkah itu adalah pelanggaran nyata terhadap hukum internasional dan serangan terang-terangan terhadap hak tak terpisahkan rakyat Palestina untuk mewujudkan negara merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota,” kata pernyataan tersebut.

    Koalisi itu menegaskan Israel tidak memiliki kedaulatan atas wilayah Palestina yang diduduki. Mereka juga menyinggung pernyataan Smotrich yang mengatakan akan menyetujui ribuan unit perumahan dalam proyek permukiman ilegal yang lama tertunda di Tepi Barat. Smotrich bahkan menyatakan langkah tersebut “mengubur ide negara Palestina”.

    Pernyataan itu muncul di tengah agresi militer Israel yang telah berlangsung 22 bulan di Gaza, menewaskan sedikitnya 61.827 orang dan melukai 155.275 lainnya. Pekan lalu, Kabinet Keamanan Israel menyetujui rencana Netanyahu untuk sepenuhnya menduduki Kota Gaza.

    Netanyahu juga kembali menyerukan agar warga Palestina “dibiarkan meninggalkan Gaza”. “Kami tidak mengusir mereka, tetapi kami mengizinkan mereka untuk pergi,” katanya.

    Aktivis hak asasi mengecam ucapan tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk lain dari “pembersihan etnis” Gaza. Wilayah berpenduduk 2,1 juta jiwa itu sebagian besar dihuni oleh pengungsi dan keturunan pengungsi sejak Nakba 1948, ketika lebih dari 700.000 warga Palestina terusir dari tanah mereka yang kemudian menjadi negara Israel.

    Sebelumnya, gagasan untuk merelokasi penduduk Gaza juga pernah dilontarkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Namun wacana tersebut selalu memicu kekhawatiran akan terjadinya pengusiran paksa, serta mendapat kecaman luas dari komunitas internasional.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ketua DPR Tunjukan Komitmen Dukungan ke Palestina

    Ketua DPR Tunjukan Komitmen Dukungan ke Palestina

    JAKARTA- Ketua DPR RI Puan Maharani yang mengirimkan surat resmi kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) Antonio Guterres untuk mendesak penghentian agresi Israel dan operasi kemanusiaan di Gaza, Palestina. Sebagai representasi parlemen, langkah Puan dinilai sebagai bentuk komitmen RI untuk mendukung kemerdekaan Palestina. 

    “Surat tersebut menunjukkan bahwa Indonesia secara konsisten meletakkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai bagian yang tidak boleh dikompromikan dalam upaya untuk turut serta mewujudkan perdamaian dunia,” ujar Pemerhati Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Shofwan Al Banna Choiruzzad di Jakarta, Sabtu, 16 Agustus. 

    Shofwan memuji bahasa lugas yang disampaikan cucu Bung Karno tersebut. Menurutnya, apa yang disampaikan Puan berdasarkan fakta yang telah diakui secara luas oleh berbagai lembaga internasional.

    “Di saat berbagai pihak mencoba mengaburkan masalah, surat ini dengan jujur dan lugas mengatakan bahwa Israel telah secara sengaja dan sistematis menggunakan kelaparan sebagai senjata perang dan melanggar hukum internasional,” kata Shofwan.

    Shofwan juga menyoroti skeptisisme sebagian kalangan terhadap efektivitas PBB, di mana Indonesia disebut tetap memiliki ruang diplomatik untuk mendorong aksi nyata komunitas global.

    “Indonesia bisa mendorong Resolusi Uniting for Peace di Majelis Umum dan memobilisasi negara-negara yang peduli pada kemanusiaan dan perdamaian untuk memaksa Israel menghentikan blokade dan agresinya di Gaza dan Tepi Barat,” tambahnya.

    Di sisi lain, Shofwan menekankan pentingnya inisiatif kolektif dari negara-negara dunia untuk menjamin akses kemanusiaan di Gaza, seperti yang juga disampaikan oleh Puan.

    “Kalau masyarakat sipil seperti Greta Thunberg berani mencoba menembus blokade dan berhasil menghadirkan tekanan serius untuk Israel, bayangkan jika ratusan negara mengirimkan dokter dan bantuan makanan dalam sebuah konvoi kemanusiaan, dikawal oleh kapal berbagai negara? Tidak untuk menyerang siapapun, tapi untuk menjamin kemanusiaan sebagaimana piagam PBB,” kata Shofwan.

    Sebelumnya, Puan mengirimkan surat resmi kepada Sekjen PBB Antonio Guterres di New York, Amerika Serikat (AS). Dalam surat tersebut, Puan menegaskan apa yang terjadi di Gaza saat ini bukanlah sekadar krisis pangan. Menurutnya, kelaparan warga sipil diakibatkan oleh kebijakan yang disengaja dan dijalankan secara sistematis.

    “Apa yang kita saksikan di Gaza saat ini bukan lagi sekadar krisis pangan, melainkan kelaparan yang diakibatkan oleh kebijakan yang disengaja dan sistematis untuk menyasar warga sipil dengan menggunakan kelaparan sebagai senjata perang,” ungkap Puan. 

    Surat yang dikirim Puan ke Antonio Guterres berjudul ‘Seruan Mendesak untuk Tindakan Segera Guna Mengakhiri Bencana Kemanusiaan di Jalur Gaza’. Isi surat Puan pun menyoroti soal ratusan ribu warga Gaza yang kelaparan akibat pengeboman massal.

    Puan kemudian mengutip laporan UNICEF yang mengungkapkan saat ini terdapat lebih dari 1,1 juta warga yang menghadapi kerawanan pangan parah. Bahkan, ada 500.000 anak terindikasi malanutrisi akut.

    Selain itu, lebih dari 70 persen lahan pertanian, pasar, hingga toko makanan telah hancur. Dilaporkan pula akses terhadap makanan pokok dan pelayanan kesehatan juga dibatasi. Puan menegaskan tindakan Israel tidak bisa dibiarkan.

    Mantan Menko PMK itu mendorong PBB segera mengumumkan status darurat kelaparan di Jalur Gaza. Puan juga menuntut Dewan Keamanan PBB menggelar sidang darurat, untuk mencegah penggunaan kelaparan sebagai metode peperangan.

    Kepada PBB, Puan pun meminta agar organisasi organisasi antarpemerintah global tersebut memastikan penyediaan akses kemanusiaan secara penuh, cepat, aman, dan tanpa hambatan di seluruh Gaza.

    “Kami sepenuhnya mendukung kepemimpinan Anda secara moral dan kelembagaan, dan percaya bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa akan bertindak sesuai urgensi yang dibutuhkan krisis ini,” kata Puan Maharani.

  • PM Denmark Sebut Netanyahu Kini Jadi ‘Masalah’

    PM Denmark Sebut Netanyahu Kini Jadi ‘Masalah’

    Copenhagen

    Perdana Menteri (PM) Denmark Mette Frederiksen menyebut PM Israel Benjamin Netanyahu kini telah menjadi “masalah”. Frederiksen menyatakan dirinya akan berusaha menekan Tel Aviv terkait perang Gaza mengingat Denmark saat ini memegang jabatan Presiden Uni Eropa.

    “Netanyahu sendiri kini menjadi masalah,” kata Frederiksen dalam sebuah wawancara dengan harian Jyllands-Posten, seperti dilansir AFP, Sabtu (16/8/2025).

    Dia juga menyebut bahwa pemerintah Israel sudah bertindak “terlalu jauh”.

    Dalam wawancara tersebut, Frederiksen mengecam situasi kemanusiaan di Jalur Gaza yang disebutnya “sangat mengerikan dan merupakan bencana besar”. Dia juga mengecam proyek permukiman baru Israel di wilayah Tepi Barat yang diduduki.

    “Kami adalah salah satu negara yang ingin meningkatkan tekanan terhadap Israel, tetapi kami belum mendapatkan dukungan dari anggota-anggota Uni Eropa,” ujarnya.

    Fredriksen menambahkan bahwa dirinya ingin mempertimbangkan “tekanan politik, sanksi, baik terhadap para pemukim, para menteri, atau bahkan Israel secara keseluruhan”, merujuk pada sanksi perdagangan atau penelitian.

    “Kami tidak mengesampingkan kemungkinan apa pun sebelumnya. Sama seperti Rusia, kami merancang sanksi untuk menargetkan area yang kami yakini akan memberikan dampak terbesar,” ucapnya.

    Denmark tidak termasuk ke dalam negara-negara Eropa yang menyatakan akan mengakui negara Palestina di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September mendatang.

    Wawancara Frederiksen itu mencuat setelah kepala staf militer Israel, pada Rabu (13/8), mengatakan rencana telah disetujui untuk serangan baru di Jalur Gaza, yang bertujuan untuk mengalahkan kelompok Hamas dan membebaskan semua sandera yang tersisa.

    Militer Israel bermaksud untuk menguasai Kota Gaza dan kamp-kamp pengungsi di sekitarnya, beberapa area terdapat di wilayah tersebut, yang hancur akibat perang selama lebih dari 22 bulan.

    Dalam beberapa hari terakhir, penduduk Kota Gaza mengatakan kepada AFP bahwa serangan udara lebih sering menargetkan area-area permukiman. Awal pekan ini, Hamas mengecam serangan darat Israel yang “agresif” di area tersebut.

    Militer Israel, pada Jumat (15/8) waktu setempat, mengatakan pasukannya sedang melakukan berbagai operasi di area pinggiran Kota Gaza.

    Lihat juga Video ‘PM Selandia Baru: Gaza Mengerikan, Netanyahu Kehilangan Akal Sehat’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)