Negara: Tepi Barat

  • Polisi Israel Tembak Mati Warga Palestina Gegara Panjat Pembatas di Yerusalem

    Polisi Israel Tembak Mati Warga Palestina Gegara Panjat Pembatas di Yerusalem

    Jakarta

    Seorang pria warga Palestina ditembak mati oleh kepolisian Israel di dekat kota Al-Ram, Tepi Barat, Yerusalem bagian utara. Ia ditembak mati karena mencoba memanjat pembatas yang dipasang secara ilegal oleh Israel di Yerusalem.

    Dilansir AFP, Senin (15/9/2025), warga Palestina itu bernama Sanad Najeh Mohammed Hantouli. Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan pria berusia 25 tahun tersebut tewas akibat tembakan polisi Israel.

    Sementara itu, juru bicara kepolisian Israel membenarkan penembakan itu. Ia melaporkan bahwa petugas polisi perbatasan menggagalkan upaya penyusupan melalui pembatas keamanan di Yerusalem.

    “Tersangka ditembak dan dilumpuhkan,” kata juru bicara tersebut dalam sebuah pernyataan.

    Ia menambahkan bahwa Sanad Najeh Mohammed Hantouli dinyatakan meninggal oleh tim medis. Jenazah Hantouli lalu dipindahkan ke Kompleks Medis Palestina di Ramallah sebelum dibawa ke kampung halamannya.

    Banyak warga Palestina telah mencoba melintasi pembatas pemisah secara ilegal dalam beberapa bulan terakhir, mencari pekerjaan di Israel setelah pihak berwenang di sana mencabut ribuan izin kerja menyusul pecahnya perang Gaza.

    “Banyak yang meninggal saat melarikan diri dari pasukan Israel,” kata pejabat Palestina.

    (maa/idn)

  • Militer Israel Perluas Perlintasan di Gaza Selatan untuk Bantuan Kemanusiaan

    Militer Israel Perluas Perlintasan di Gaza Selatan untuk Bantuan Kemanusiaan

    JAKARTA – Militer Israel menyatakan mulai memperluas wilayah di Jalur Gaza selatan yang disebutnya “Perlintasan 147″ untuk meningkatkan volume bantuan yang memasuki zona kemanusiaan yang telah ditentukan.

    Hal ini dilakukan sebagai persiapan untuk menerima penduduk yang meninggalkan wilayah utara.

    “Perlu ditekankan bahwa setelah selesai, kapasitas penerimaan penyeberangan akan meningkat menjadi 150 truk per hari – tiga kali lipat dari kapasitas saat ini, sehingga memungkinkan peningkatan masuknya bantuan, dengan penekanan pada makanan,” demikian pernyataan militer Israel dilansir Reuters, Jumat, 12 September.

    PBB dan banyak pemerintah asing, termasuk negara-negara yang  bersekutu dengan Israel, mengecam perintah evakuasi Kota Gaza, menyerukan gencatan senjata, dan mengkritik tajam kondisi di zona kemanusiaan tersebut.

    Serangan militer Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 64.000 orang, sebagian besar warga sipil, menurut otoritas kesehatan setempat.

    Invasi Israel menyebabkan krisis kelaparan dan bencana kemanusiaan yang lebih luas, serta menghancurkan sebagian besar wilayah tersebut.

    Kementerian kesehatan wilayah tersebut mengatakan 411 orang, termasuk 142 anak-anak, meninggal karena kekurangan gizi dan kelaparan di wilayah tersebut.

    Perang tersebut dipicu oleh serangan yang dipimpin Hamas yang diluncurkan dari Gaza ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, dan menyandera 251 orang, menurut penghitungan Israel.

    Pada Jumat, polisi Israel mengatakan seorang penyerang dari wilayah Palestina di Tepi Barat ditangkap setelah melakukan serangan penusukan terhadap tamu hotel di kibbutz dekat Yerusalem.

    Layanan ambulans Israel mengatakan dua orang telah dibawa ke rumah sakit.

  • Israel Panas, Rapat PBB Setujui Pembentukan Negara Palestina

    Israel Panas, Rapat PBB Setujui Pembentukan Negara Palestina

    Jakarta, CNBC Indonesia – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan dukungan besar penyelesaian konflik Israel-Palestina, caranya dengan two state solution. Setidaknya ada 142 negara yang setuju dengan negara itu.

    Untuk itu PBB mendesak Israel terhadap pembentukan negara Palestina, yang ditentang keras oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Badan dunia yang beranggotakan 193 negara itu menyetujui sebuah resolusi yang tidak mengikat, dan mendukung “Deklarasi New York”, yang menguraikan rencana untuk mengakhiri konflik yang berlangsung hampir 80 tahun. Suara yang diberikan 142 mendukung, 10 menolak, dan 12 abstain.

    Meski beberapa jam sebelum pemungutan suara dilakukan, Nentanyahu mengatakan bahwa “Tidak akan ada negara Palestina.” Pernyataan itu disampaikan ketika penandatanganan perjanjian untuk memperluas permukiman Yahudi di wilayah tepi Barat, yang diklaim Palestina sebagai bagian dari negar amereka di masa depan.

    “Tempat ini milik kami,” kata Nentanyahu, mengutip Associated Press, dikutip Sabtu (13/9/2025).

    Resolusi itu disponsori Perancis dan Arab Saudi, yang menjadi ketua konferensi tingkat tinggi akhir Juli lalu. Kedua negara ini juga mendorong pelaksanaan solusi dua negara.

    Perang yang telah berlangsung hampir dua tahun di Gaza, serta konflik Israel-Palestina secara keseluruhan, diperkirakan akan menjadi salah satu topik utama dalam pertemuan tahunan para pemimpin dunia di Majelis Umum yang dimulai pada 22 September. Palestina menyatakan bahwa mereka berharap setidaknya 10 negara lagi akan mengakui negara Palestina, menambah lebih dari 145 negara yang sudah melakukannya.

    Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour mengatakan bahwa dukungan terhadap resolusi ini mencerminkan “kerinduan hampir seluruh komunitas internasional untuk membuka jalan menuju perdamaian.”

    Tanpa menyebut langsung nama Israel, ia mengatakan, “Kami mengajak pihak yang masih memilih jalan perang dan kehancuran, serta berusaha melenyapkan rakyat Palestina dan mencuri tanah mereka, untuk mendengarkan suara akal sehat suara logika untuk menyelesaikan persoalan ini secara damai, dan pesan kuat yang telah bergema di Majelis Umum hari ini.”

    Penolakan Terhadap Deklarasi

    Namun, Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menolak resolusi tersebut dan menyebutnya sebagai “pertunjukan sandiwara,” serta mengatakan bahwa satu-satunya pihak yang diuntungkan adalah Hamas.

    Amerika Serikat, yang merupakan sekutu Israel juga mengulangi penolakan terhadap Deklarasi New York dan resolusi Majelis Umum yang mendukung pelaksanaan solusi dua negara.

    “Deklarasi itu mengecam serangan yang dilakukan oleh Hamas terhadap warga sipil di Israel, pada 7 Oktober 2023,”

    Dijelaskan militan Hamas membunuh sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil Israel dan menyandera sekitar 250 orang, 48 di antaranya masih ditahan.

    Resolusi itu adalah “aksi publisitas yang salah arah dan tidak tepat waktu yang merusk upaya diplomatik serius untuk mengakhir konflik,” kata Penasihat Misi AS Morgan Ortagus.

    “Jangan salah, resolusi ini adalah hadiah untuk Hamas,” katanya.

    Meski resolusi itu juga mengecam serangan Israel terhadap warga sipil dan infrastruktur di Gaza. Juga pengepungan dan kepalaparan yang telah menimbulkan bencana kemanusiaan dan krisis perlindungan yang menghancurkan.

    Menurut Kementerian Kesehatan Gaza serangan Israel terhadap Hamas telah membunuh lebih dari 64.000 warga Palestina, yang tidak membedakan antara warga sipil dan kombatan.

    Dikethaui deklarasi itu Otoritas Palestina akan memerintah dan mengendalikan seluruh wilayah Palestina. Selain itu Hamas juga harus mengakhir pemerintahannya di Gaza dan menyerahkan senjatanya kepada Otoritas Palestina.

    Deklarasi tersebut juga mendukung penempatan “misi stabilisasi internasional sementara” yang beroperasi di bawah naungan PBB untuk melindungi warga sipil Palestina, mendukung pengalihan keamanan kepada Otoritas Palestina, dan memberikan jaminan keamanan bagi Palestina dan Israel

    Dari deklarasi itu juga mendesak negara-negara untuk mengakui negara Palestina, dan menyebut Palestina sebagai komponen penting dan tidak tergantikan dalam pencapaian solusi dua negara.

    (fsd/fsd)

    [Gambas:Video CNBC]

  • PM Israel: Tidak Akan Ada Negara Palestina

    PM Israel: Tidak Akan Ada Negara Palestina

    Yerusalem

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah bahwa tidak akan ada negara Palestina. Pernyataan itu disampaikan Netanyahu saat berbicara pada upacara penandatanganan proyek permukiman besar di Tepi Barat yang diduduki.

    “Kami akan memenuhi janji kami bahwa tidak akan ada negara Palestina, tempat ini milik kami,” kata Netanyahu pada acara di Maale Adumim, sebuah permukiman Israel di sebelah timur Yerusalem, dilansir AFP, Jumat (12/9/2025).

    “Kami akan menjaga warisan kami, tanah kami, dan keamanan kami… Kami akan menggandakan populasi kota ini,” imbuhnya.

    Israel telah lama berambisi membangun di atas lahan seluas kurang lebih 12 kilometer persegi yang dikenal sebagai E1. Akan tetapi rencana tersebut telah tertunda selama bertahun-tahun karena adanya pertentangan internasional.

    Lokasi tersebut terletak di antara Yerusalem dan permukiman Israel di Maale Adumim, dekat dengan rute yang menghubungkan wilayah utara dan selatan Palestina.

    Bulan lalu, Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, mendukung rencana pembangunan sekitar 3.400 rumah di atas lahan yang sangat sensitif tersebut.

    Pengumumannya menuai kecaman. Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa permukiman tersebut secara efektif akan membelah Tepi Barat menjadi dua dan menimbulkan “ancaman eksistensial” bagi negara Palestina yang bersebelahan.

    Semua permukiman Israel di Tepi Barat, yang diduduki sejak 1967, dianggap ilegal menurut hukum internasional, terlepas dari apakah mereka memiliki izin perencanaan dari Israel.

    Beberapa pemerintah Barat, termasuk Inggris dan Prancis, telah mengumumkan niat mereka untuk mengakui Negara Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa akhir bulan ini.

    Inggris menyatakan akan mengambil langkah tersebut jika Israel gagal menyetujui gencatan senjata dalam perang Gaza.

    Para menteri sayap kanan Israel dalam beberapa bulan terakhir secara terbuka menyerukan aneksasi Israel atas wilayah tersebut.

    LSM Israel, Peace Now, yang memantau aktivitas permukiman di Tepi Barat, mengatakan pekan lalu bahwa pekerjaan infrastruktur di E1 dapat dimulai dalam beberapa bulan, dan pembangunan perumahan dalam waktu sekitar satu tahun.

    Lembaga tersebut menyatakan bahwa rencana E1 “mematikan bagi masa depan Israel dan bagi peluang apa pun untuk mencapai solusi dua negara yang damai”.

    Tidak termasuk Yerusalem timur yang dianeksasi Israel, Tepi Barat adalah rumah bagi sekitar tiga juta warga Palestina, serta sekitar 500.000 pemukim Israel.

    (lir/lir)

  • PM Israel: Tidak Akan Ada Negara Palestina

    Dituduh Netanyahu Lindungi Hamas, Qatar Beri Balasan Menohok!

    Jakarta

    Pemerintah Qatar memberikan balasan menohok atas tuduhan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu bahwa Qatar melindungi dan membiayai para pejabat kelompok Hamas. Qatar juga mengecam desakan Netanyahu agar otoritas Qatar mengusir atau mengadili Hamas, jika tidak, Israel sendiri yang akan melakukannya.

    Qatar menyebut pernyataan Netanyahu itu “sembrono” dan menyebutnya sebagai “ancaman eksplisit pelanggaran kedaulatan negara di masa mendatang”.

    Pernyataan Netanyahu itu disampaikan sehari setelah Israel melancarkan serangan yang menargetkan para pejabat Hamas di ibu kota Qatar, Doha pada Selasa (9/9) lalu. “Saya katakan kepada Qatar dan semua negara yang melindungi teroris, kalian usir mereka atau bawa mereka ke pengadilan. Karena jika tidak, kami yang akan melakukannya,” kata perdana menteri Israel tersebut dalam pidato untuk memperingati serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat, dilansir kantor berita AFP, Kamis (11/9/2025).

    Dalam pidatonya, Netanyahu juga menuduh Qatar melindungi, membiayai Hamas, dan memberikan para pemimpinnya rumah-rumah mewah.

    Kementerian Luar Negeri Qatar mengecam pernyataan Netanyahu tersebut.

    “Netanyahu sepenuhnya menyadari bahwa penempatan kantor Hamas terjadi dalam kerangka upaya mediasi Qatar yang diminta oleh Amerika Serikat dan Israel,” kata Kementerian Luar Negeri Qatar dalam sebuah pernyataan di media sosial X.

    “Negosiasi selalu dilakukan secara resmi dan transparan, dengan dukungan internasional dan di hadapan delegasi AS dan Israel. Sindiran Netanyahu bahwa Qatar diam-diam melindungi delegasi Hamas adalah upaya putus asa untuk membenarkan kejahatan yang dikutuk oleh seluruh dunia,” imbuh kementerian, dilansir AFP dan Al Arabiya, Kamis (11/9/2025).

    Qatar, bersama Mesir, telah memediasi perundingan damai antara Hamas dan Israel. Qatar memperingatkan bahwa serangan Israel terhadap Doha dapat menggagalkan perundingan tersebut.

    “Kami akan bekerja sama dengan mitra-mitra kami untuk memastikan Netanyahu dimintai pertanggungjawaban dan tindakannya yang sembrono dan tidak bertanggung jawab itu dihentikan,” tandas Kementerian Luar Negeri Qatar.

    Serangan udara Israel ke Qatar disebut menargetkan pertemuan para pemimpin tinggi Hamas. Mereka dikabarkan sedang berkumpul di Doha untuk membahas proposal gencatan senjata sandera baru yang disponsori Amerika Serikat, yang bertujuan untuk mengakhiri perang di Gaza.

    Pertemuan tersebut diyakini melibatkan seluruh pimpinan tertinggi Hamas di luar Gaza, termasuk pemimpin unit Hamas di Gaza, Khalil al-Hayya; Zaher Jabarin, yang memimpin Hamas di Tepi Barat; Muhammad Darwish, ketua Dewan Syura Hamas; dan Khaled Mashaal, ketua Hamas di luar negeri.

    Hamas bersikeras bahwa tidak ada tokoh kepemimpinannya yang tewas dalam serangan itu, tetapi lima anggota tingkat bawah tewas, termasuk putra Khalil al-Hayya – pemimpin Hamas untuk Gaza dan negosiator utamanya – serta tiga pengawal dan kepala kantor al-Hayya.

    Tonton juga video “Pangeran MBS Mengutuk Keras Serangan Israel ke Qatar” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Sayap Bersenjata Hamas Dalangi Penembakan di Yerusalem

    Sayap Bersenjata Hamas Dalangi Penembakan di Yerusalem

    Gaza City

    Sayap bersenjata kelompok Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam, mengklaim mendalangi serangan penembakan di sebuah halte bus di pinggiran Yerusalem, yang menewaskan sedikitnya enam orang dan melukai belasan orang lainnya pada Senin (8/9) waktu setempat.

    Penembakan mematikan itu terjadi di sebuah halte bus yang berada di dekat Persimpangan Ramot, yang terletak dekat permukiman Ramot di wilayah Yerusalem Timur. Kepolisian Israel menyebut ada dua pelaku yang tiba di lokasi dengan menggunakan mobil.

    Menurut Kepolisian Israel, kedua pelaku itu ditembak mati setelah melepaskan tembakan ke arah halte bus tersebut. Dikatakan oleh Kepolisian Israel bahwa seorang petugas keamanan dan seorang warga sipil yang ada di lokasi yang telah menembak kedua pelaku hingga tewas.

    Beberapa senjata, amunisi dan pisau yang digunakan oleh para pelaku penyerangan ditemukan di lokasi kejadian.

    Brigade Ezzedine al-Qassam dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP dan Xinhua, Rabu (10/9/2025), menyebut serangan penembakan itu dilakukan oleh dua anggotanya yang bernama Muthanna Naji Omar dan Mohammed Bassam Taha.

    Brigade Ezzedine al-Qassam mengatakan bahwa kedua anggotanya itu tewas dalam baku tembak dengan pasukan Israel.

    “Brigade Al-Qassam menyatakan tanggung jawabnya atas serangan penembakan yang terjadi kemarin (8/9) pagi… di dekat persimpangan permukiman Ramot, yang terletak di tanah Yerusalem tercinta kita,” demikian pernyataan Brigade Ezzedine al-Qassam via Telegram pada Selasa (9/9).

    Menurut Brigade Ezzedine al-Qassam, penembakan itu merupakan “respons atas tindakan pendudukan (Israel) yang terus berlanjut terhadap rakyat Palestina”.

    Dalam pernyataannya, seperti dilansir New York Times (NYT), Brigade Ezzedine al-Qassam juga memperingatkan bahwa perang Israel di Jalur Gaza dan pendudukan Tel Aviv atas wilayah Tepi Barat akan “disambut dengan keteguhan hati rakyat dan keberanian perlawanan”.

    Diklaim juga oleh Brigade Ezzedine al-Qassam bahwa serangan penembakan itu menewaskan tujuh orang, bukan enam orang seperti dilaporkan oleh Israel.

    Sesaat usai pernyataan Brigade Ezzedine al-Qassam dirilis, menurut laporan NYT, Israel melancarkan serangan mengejutkan terhadap para pemimpin senior Hamas yang ada di Doha, Qatar, pada Selasa (9/9) waktu setempat.

    Menurut pengumuman yang dirilis kantor Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu pada Selasa (9/9) malam, penembakan mematikan di halte bus Yerusalem itu turut mendorong keputusan Israel untuk melancarkan serangan terarah di Doha.

    Tonton juga video “Hamas: Para Pemimpin Senior Selamat dari Serangan Israel ke Doha” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Dunia Hari Ini: Australia Akan Jadi Negara Pertama Lindungi Anak dari AI

    Dunia Hari Ini: Australia Akan Jadi Negara Pertama Lindungi Anak dari AI

    Enggak sempat mengikuti perkembangan berita? Kami sudah merangkum sejumlah laporan utama untuk Anda dalam Dunia Hari Ini.

    Edisi Selasa, 9 September 2025 kami awali dari Australia.

    Anak-anak akan dilindungi dari AI

    Australia akan mencegah anak-anak untuk terlibat dalam percakapan seksual, kekerasan, atau percakapan berbahaya lainnya saat menggunakan kecerdasan buatan atau AI.

    Ini menjadi langkah pertama di dunia untuk memastikan anak-anak di Australia dengan mendaftarkan enam kode baru di bawah undang-undang keamanan daring yang dirancang untuk membatasi anak-anak dalam mengakses konten berbahaya.

    Komisaris eSafety Julie Inman Grant mengatakan perubahan legislatif tersebut akan mewajibkan perusahaan teknologi “untuk memiliki perlindungan dan menggunakan jaminan usia” sebelum chatbot AI diterapkan, dan Australia akan menjadi negara pertama di dunia yang mengambil tindakan tersebut.

    “Kita tidak perlu melihat jumlah korban untuk mengetahui kalau ini adalah hal yang tepat untuk dilakukan oleh perusahaan,” ujar Julie kepada ABC.

    Julie juga mengatakan sekolah-sekolah Australia sudah melaporkan jika anak-anak berusia 10 dan 11 tahun menghabiskan hingga enam jam per hari dengan teknologi AI, “kebanyakan dari mereka menggunakan chatbot yang penuh seksualitas”.

    Kasus penembakan di Yerusalem

    Pihak berwenang Israel mengonfirmasi enam orang tewas dalam serangan penembakan di pinggiran Yerusalem.

    Paramedis dari Magen David Adom mengatakan salah satu pria berusia 50-an, sementara tiga pria berusia 30-an juga tewas, sementara seorang perempuan berusia sekitar 50 tahun meninggal setelah dibawa ke rumah sakit.

    Polisi mengatakan para penyerang menembak orang-orang yang menunggu di halte bus, kemudian seorang tentara dan warga sipil Israel yang berada di lokasi kejadian menembak mati para penyerang.

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memperingatkan Israel “sedang berperang di berbagai medan,” termasuk Gaza, Tepi Barat, dan Israel.

    Belasan tewas saat unjuk rasa

    Setidaknya 19 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka saat unjuk rasa digelar di Kathmandu, yang menentang dugaan korupsi pemerintah dan larangan media sosial baru.

    Polisi menembakkan peluru tajam, gas air mata, meriam air, dan peluru karet saat ribuan demonstran muda mencoba menyerbu gedung parlemen.

    Para demonstran menerobos kawat berduri dan memaksa polisi anti huru hara mundur saat mereka mengepung gedung parlemen, sementara jumlah polisi kalah dari jumlah demonstran.

    “Polisi telah menembak tanpa pandang bulu,” kata seorang demonstran kepada kantor berita ANI.

    “[Mereka] menembakkan peluru yang tidak mengenai saya, tapi mengenai teman yang berdiri di belakang saya. Ia terkena di tangan.”

    PM Prancis mengundurkan diri

    Franois Bayrou, yang sudah menjabat sebagai perdana menteri Prancis sejak Desember 2024, akan mengundurkan diri setelah kalah dalam pemungutan suara untuk mosi kepercayaan untuk bisa mengatasi tekanan Prancis untuk perbaiki keuangannya.

    Presiden Prancis Emmanuel Macron akan menunjuk penggantinya dalam “beberapa hari mendatang”, demikian pernyataan kantornya.

    Partai-partai oposisi menyerukan pemilihan umum baru di tengah Prancis yang berjuang menghadapi krisis fiskal dan utang yang semakin parah.

    Prancis mengalami defisit tahun lalu hampir dua kali lipat dan utang publik mencapai 113,9 persen dari PDB.

    Tonton juga video “Medsos Bagai Dua Sisi Mata Pisau Bagi Anak-Remaja” di sini:

  • PM Inggris Bertemu Presiden Abbas Sebelum Akui Negara Palestina

    PM Inggris Bertemu Presiden Abbas Sebelum Akui Negara Palestina

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer bertemu dengan Presiden Otoritas Palestina Mahmud Abbas di London, Inggris pada hari Senin (8/9) waktu setempat. Pertemuan ini berlangsung seiring dengan upaya pemerintah Inggris untuk mengakui negara Palestina.

    Kedua pemimpin membahas “perlunya solusi mendesak untuk mengakhiri penderitaan dan kelaparan yang mengerikan di Gaza dan pembebasan sandera yang ditawan oleh Hamas,” ungkap juru bicara kantor Starmer di Downing Street dalam sebuah pernyataan, dilansir kantor berita AFP, Selasa (9/9/2025).

    Abbas menyambut baik “janji Inggris untuk mengakui negara Palestina menjelang pertemuan Majelis Umum PBB akhir bulan ini, kecuali Israel mengubah arahnya”, tambah juru bicara tersebut.

    Beberapa negara, termasuk Inggris dan Prancis, telah mengumumkan niat mereka untuk mengakui negara Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhir bulan ini.

    Pemerintahan Starmer mengatakan akan mengambil langkah tersebut jika Israel gagal menyetujui gencatan senjata dalam perang Gaza yang dipicu oleh serangan kelompok Hamas ke Israel pada Oktober 2023.

    Starmer telah mengindikasikan bahwa ia akan melakukan hal itu dalam beberapa minggu mendatang, kecuali pemerintah Israel mengambil langkah-langkah “substantif” untuk mengakhiri krisis kemanusiaan di Gaza dan berkomitmen pada perdamaian jangka panjang yang berkelanjutan.

    Pertemuannya dengan Abbas “merupakan bagian dari upaya berkelanjutan perdana menteri tersebut untuk mencapai solusi politik bagi konflik yang sedang berlangsung di Gaza”, demikian pernyataan Downing Street menjelang pertemuan bilateral tersebut.

    Dalam pembicaraan mereka, kedua pemimpin “sepakat bahwa Hamas sama sekali tidak akan berperan dalam pemerintahan Palestina di masa depan” dan menegaskan kembali perlunya “solusi jangka panjang” untuk konflik tersebut.

    Otoritas Palestina adalah badan sipil yang memerintah di wilayah Tepi Barat, tempat tinggal sekitar tiga juta warga Palestina — serta sekitar setengah juta warga Israel yang menduduki permukiman yang dianggap ilegal menurut hukum internasional.

    Tonton juga video “Pernyataan Lengkap PM Inggris yang Akan Akui Palestina” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Jelang Pengakuan Kedaulatan, PM Palestina Temui Menlu Inggris Bahas Solusi 2 Negara

    Jelang Pengakuan Kedaulatan, PM Palestina Temui Menlu Inggris Bahas Solusi 2 Negara

    JAKARTA – Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammad Mustafa bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris yang baru diangkat, Yvette Cooper, membahas upaya untuk mencapai gencatan senjata di Jalur Gaza dan solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina.

    Dalam pertemuan yang berlangsung pada Minggu 7 September waktu setempat ini, AN melaporkan Mustafa dan Cooper juga membahas persiapan Sidang Umum PBB mendatang, di mana beberapa negara telah berjanji untuk mengakui Negara Palestina.

    Keduanya juga sepakat melanjutkan kerja sama mengenai hasil konferensi yang diketuai bersama oleh Arab Saudi dan Prancis yang diadakan Juli 2025, yang bertujuan untuk menghidupkan kembali proses perdamaian di kawasan tersebut.

    Adapun Inggris berencana untuk mengakui Palestina dalam forum di PBB bulan ini, kecuali Israel menyetujui gencatan senjata di Gaza dan terlibat dalam solusi dua negara.

    Kantor berita Wafa menambahkan, Mustafa dan Cooper juga terlibat dalam pembahasan tata kelola Kota Gaza yang hancur lebur oleh serangan Israel, termasuk serangan lanjutan Israel untuk mengambil alih Kota Gaza sepenuhnya dan makin meluasnya pemukim ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    Menurut keduanya, perlunya kerja sama yang berkelanjutan untuk menghentikan agresi Israel di Gaza, dan upaya-upaya konkret menghentikan perluasan dan aneksasi permukiman ilegal Israel di Tepi Barat.

  • Israel Tegaskan Akui Palestina Kesalahan Besar, Ancam Tindakan Sepihak

    Israel Tegaskan Akui Palestina Kesalahan Besar, Ancam Tindakan Sepihak

    Tel Aviv

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Gideon Saar menyebut desakan internasional baru-baru ini untuk mengakui negara Palestina merupakan “kesalahan besar”. Saar memperingatkan bahwa pengakuan semacam itu dapat memicu tindakan sepihak dari Israel.

    Beberapa negara, termasuk Prancis dan Inggris, telah berjanji untuk secara resmi mengakui negara Palestina di sela-sela Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 yang dijadwalkan bulan ini.

    Hubungan antara Tel Aviv dan Paris semakin memburuk sejak Presiden Emmanuel Macron mengumumkan rencana negaranya untuk mengakui negara Palestina dan menjadi tuan rumah bersama Arab Saudi untuk konferensi membahas solusi dua negara di PBB pada Juli lalu.

    Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer, bulan lalu, mengatakan Inggris akan mengikuti jejak Prancis dengan mengakui negara Palestina jika Israel gagal menyetujui gencatan senjata dalam perang Gaza.

    Kritikan untuk Prancis dan negara-negara lainnya yang berencana mengakui negara Palestina, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (8/9/2025), disampaikan oleh Saar dalam konferensi pers gabungan, pada Minggu (7/9), dengan Menlu Denmark Lars Lokee Rasmussen yang berkunjung ke Israel.

    “Negara-negara seperti Prancis dan Inggris yang mendorong apa yang mereka sebut pengakuan, telah melakukan kesalahan besar,” kata Saar dalam pernyataannya.

    Melanjutkan rencana tersebut, menurut Saar, akan “mempersulit tercapainya perdamaian”.

    “Hal itu akan mengganggu stabilitas kawasan. Hal itu juga akan mendorong Israel untuk mengambil keputusan sepihak,” sebutnya.

    Saar tidak menyebutkan lebih lanjut soal “keputusan sepihak” yang mungkin diambil Israel. Namun pernyataannya muncul setelah pemerintah Tel Aviv memberikan persetujuan untuk proyek permukiman baru, termasuk proyek E1 yang kontroversial, di Tepi Barat yang diduduki Israel sejak tahun 1967 silam.

    Proyek E1 yang merupakan proyek besar-besaran ini berlokasi di Yerusalem bagian timur, dan jika direalisasikan, akan membagi wilayah Tepi Barat menjadi dua.

    Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menyebut proyek E1 akan “mengubur gagasan negara Palestina”. Smotrich yang tinggal di permukiman Yahudi di Tepi Barat, juga menyerukan agar Israel mencaplok sebagian besar wilayah Tepi Barat untuk “menghilangkan gagasan membagi tanah kami yang kecil dan mendirikan negara teroris di pusatnya dari agenda untuk selamanya”.

    Komunitas internasional telah memperingatkan bahwa proyek E1 akan mengancam kelangsungan negara Palestina di masa depan. Pada dasarnya, semua permukiman Israel di wilayah Tepi Barat dianggap ilegal menurut hukum internasional.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)