Negara: Tepi Barat

  • Remaja Palestina Tewas Ditembak Pemukim Israel di Tepi Barat

    Remaja Palestina Tewas Ditembak Pemukim Israel di Tepi Barat

    Tepi Barat

    Seorang remaja Palestina yang berusia 16 tahun tewas ditembak oleh seorang pemukim Israel di kota Tuqu’, Tepi Barat. Penembakan mematikan ini terjadi setelah pemakaman seorang remaja Palestina lainnya yang tewas ditembak pasukan militer Israel juga di wilayah yang sama.

    Kekerasan meningkat di Tepi Barat sejak perang Gaza berkecamuk pada Oktober 2023. Rentetan serangan oleh para pemukim Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat mengalami peningkatan tajam, dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan jumlah serangan tertinggi tercatat pada Oktober lalu.

    Seorang sumber keamanan Israel, seperti dilansir Reuters, Rabu (17/12/2025), mengatakan bahwa seorang warga sipil Israel telah menembak sejumlah individu bertopeng yang melemparkan batu dan botol ke arah kendaraan sipil Israel yang melaju di sepanjang jalan utama di area tersebut.

    Menurut sumber keamanan tersebut, warga sipil Israel itu telah diamankan untuk diinterogasi oleh Kepolisian Israel.

    Namun, Kepolisian Israel enggan memberikan komentar atas insiden tersebut.

    Wali Kota Tuqu’, Mohammed al-Badan, mengidentifikasi remaja Palestina yang tewas ditembak oleh pemukim Israel itu sebagai Muheeb Jibril.

    Dia mengatakan kepada Reuters via telepon bahwa penembakan yang menewaskan Jibril itu terjadi pada Selasa (16/12) waktu setempat, setelah pemakaman digelar untuk seorang remaja lainnya yang tewas di tangan pasukan militer Israel dalam insiden berbeda.

    “Hari ini, setelah pemakaman Ammar Sabah yang berusia 16 tahun, yang tewas kemarin oleh tentara Israel di pusat kota, sejumlah pemuda berkumpul di jalanan utama ketika seorang pemukim (Israel) menembak Muheeb Jibril yang berusia 16 tahun di kepala,” tutur Al-Badan.

    Laporan Kementerian Kesehatan Palestina menyebut pasukan Israel menewaskan Sabah, pada Senin (15/12) waktu setempat, selama penggerebekan militer di kota tersebut.

    Militer Israel, dalam tanggapannya, mengatakan bahwa insiden tersebut sedang ditinjau. Namun disebutkan oleh militer Tel Aviv bahwa bebatuan dilemparkan ke arah tentara-tentaranya, yang menggunakan cara-cara pembubaran kerusuhan sebelum melepaskan tembakan.

    Tepi Barat menjadi rumah bagi 2,7 juta warga Palestina yang memiliki otonomi terbatas di bawah pendudukan militer Israel. Ratusan ribu warga Israel juga menetap di wilayah tersebut di area-area pemukiman Yahudi, yang dianggap ilegal dan dikecam oleh sebagian besar negara-negara di dunia.

    Banyak resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan agar Israel menghentikan semua aktivitas permukiman di Tepi Barat.

    Lihat juga Video ‘Hamas Sebut Israel Langgar Perjanjian Kesepakatan Gencatan Senjata’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Beda Sikap dengan DK PBB, AS Tolak Kecam Kekerasan Pemukim Israel

    Beda Sikap dengan DK PBB, AS Tolak Kecam Kekerasan Pemukim Israel

    New York

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) menolak untuk mengecam kekerasan yang dilakukan para pemukim Israel di wilayah Tepi Barat. Washington juga menyebut bahwa resolusi yang menuntut Israel untuk menghentikan aktivitas permukiman di Tepi Barat sudah “usang”.

    Sikap AS, seperti dilansir Anadolu Agency, Rabu (17/12/2025), berbeda dengan sebagian besar anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB, termasuk Slovenia, Prancis, Aljazair, Rusia, China, Denmark, Pakistan, dan Guyana, kompak menyerukan kepada Israel untuk menghentikan aktivitas permukiman ilegal dan menghormati hukum internasional.

    Utusan AS untuk PBB, Jennifer Locetta, menentang pengarahan tentang Resolusi 2334, yang berkaitan dengan permukiman Israel yang semakin berkembang di Tepi Barat.

    “Rekan-rekan, kami telah menjelaskan: Amerika Serikat menentang pengarahan triwulan tentang UNSCR 2334 ini, karena hal itu hanya mengalihkan perhatian dari ancaman mendesak terhadap perdamaian dan keamanan internasional,” tegasnya.

    Resolusi 2334 yang disebut Locetta merupakan resolusi Dewan Keamanan PBB yang diadopsi tahun 2016, yang menyatakan bahwa aktivitas permukiman Israel di Tepi Barat merupakan “pelanggaran terang-terangan” terhadap hukum internasional dan “tidak memiliki validitas hukum”. Resolusi itu juga menuntut agar Israel menghentikan aktivitas permukiman di Tepi Barat.

    Namun Locetta, dalam argumennya, mengklaim bahwa Resolusi 2803 — yang disahkan bulan lalu untuk mendukung rencana perdamaian Gaza — bukan Resolusi 2334, yang akan “menentukan jalan menuju Timur Tengah yang stabil, aman, dan makmur”.

    “Kami bekerja sama dengan mitra-mitra untuk membentuk Pasukan Stabilisasi Internasional (yang direncanakan) dan melatih Kepolisian Palestina yang telah diverifikasi sepenuhnya, bukan mengulang kebijakan yang gagal selama beberapa dekade. Dewan ini harus mengakui dan mengakhiri fokus yang berlebihan pada resolusi yang sudah usang,” ucap Locetta.

    Locetta tidak secara tegas mengecam kekerasan oleh pemukim Israel di Tepi Barat, namun menyinggung pernyataan Presiden Donald Trump yang mengharapkan kekerasan di Tepi Barat berakhir.

    “Amerika Serikat tetap fokus untuk menjaga keamanan Israel dan stabilitas Gaza dan Tepi Barat. Presiden Trump telah menyatakan dengan sangat jelas bahwa Amerika Serikat mengharapkan kekerasan di Tepi Barat berakhir, dan bahwa Amerika Serikat tidak akan mengizinkan aneksasi Tepi Barat,” tegasnya.

    Negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB lainnya tidak setuju dengan argumen AS. Utusan Slovenia untuk PBB, Samuel Zbogar, memperingatkan bahwa “aneksasi yang melumpuhkan sedang terjadi di Tepi Barat”.

    “Kita seharusnya berbuat lebih banyak untuk mencegah sejarah terulang kembali. Untuk saat ini, perdamaian masih jauh,” katanya.

    Duta Besar Prancis untuk PBB, Jerome Bonnafont, dalam forum yang sama menegaskan kembali sikap negaranya dalam menentang perluasan permukiman Israel dan segala bentuk aneksasi di Tepi Barat “baik sebagian, total, atau de-facto”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel Akan Bangun 19 Permukiman di Tepi Barat, Arab Saudi Geram!

    Israel Akan Bangun 19 Permukiman di Tepi Barat, Arab Saudi Geram!

    Jakarta

    Pemerintah Arab Saudi mengutuk persetujuan Israel untuk membangun lebih dari selusin permukiman di Tepi Barat yang diduduki.

    “Kerajaan mengutuk persetujuan otoritas pendudukan Israel atas pembangunan 19 permukiman di Tepi Barat yang diduduki, yang melanggar resolusi PBB yang terkait,” kata Kementerian Luar Negeri Saudi dalam sebuah pernyataan, dilansir Al Arabiya, Rabu (17/12/2025).

    Pernyataan itu juga juga mengulangi seruan pemerintah Arab Saudi kepada komunitas internasional untuk memikul tanggung jawab “untuk mengakhiri pelanggaran ini.”

    Pekan lalu, kabinet Israel memutuskan untuk memberikan status hukum kepada 19 permukiman di Tepi Barat yang diduduki, termasuk dua permukiman yang dikosongkan 20 tahun lalu di bawah penarikan pasukan yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan ekonomi negara, lapor media Israel.

    Langkah untuk melegalkan permukiman di Tepi Barat tersebut diusulkan oleh Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich dan Menteri Pertahanan Israel Israel Katz.

    Sebagian besar negara-negara besar dunia menganggap permukiman Israel, di tanah yang direbutnya dalam perang tahun 1967 tersebut ilegal. Sejumlah resolusi Dewan Keamanan PBB telah menyerukan Israel untuk menghentikan semua aktivitas permukiman.

    Pembangunan permukiman – termasuk beberapa yang dibangun tanpa izin resmi Israel – telah meningkat di bawah koalisi pemerintahan sayap kanan Israel, yang memecah belah Tepi Barat dan memisahkan kota-kota Palestina satu sama lain.

    Ke-19 permukiman tersebut termasuk dua permukiman yang ditinggalkan Israel pada tahun 2005, dievakuasi berdasarkan rencana penarikan diri di bawah pemerintahan mantan Perdana Menteri Ariel Sharon, yang terutama berfokus pada Gaza.

    (ita/ita)

  • Jepang Cabut Peringatan Tsunami Usai Gempa M 6,9

    Jepang Cabut Peringatan Tsunami Usai Gempa M 6,9

    Jakarta

    Otoritas Jepang telah mencabut peringatan tsunami yang dikeluarkan setelah gempa bumi dengan Magnitudo (M) 6,9 melanda wilayah timur laut negara itu pada hari Jumat (12/12). Demikian disampaikan Badan Meteorologi Jepang (JMA), dilansir kantor berita AFP, Jumat (12/12/2025).

    JMA sebelumnya menetapkan Magnitudo gempa bumi tersebut sebesar 6,7. Belum ada laporan mengenai kerusakan maupun korban usai gempa ini.

    Gempa tersebut terjadi pada pukul 11:44 waktu setempat di lepas pantai prefektur Aomori dengan kedalaman 20 km (12 mil). Gempa ini terjadi setelah gempa yang lebih besar, dengan M 7,5, mengguncang wilayah yang sama pada Senin malam lalu.

    Stasiun televisi NHK melaporkan bahwa tingkat guncangan lebih rendah daripada gempa yang lebih besar pada Senin malam lalu, yang menyebabkan barang-barang berjatuhan dari rak, merusak jalan, memecahkan jendela, dan memicu gelombang tsunami hingga 70 sentimeter.

    Otoritas Regulasi Nuklir mengatakan pada hari Jumat (12/12) bahwa tidak ada tanda-tanda anomali langsung di fasilitas nuklir wilayah tersebut.

    Sebelumnya, setelah gempa Senin lalu, JMA telah menerbitkan peringatan khusus yang memperingatkan bahwa gempa lain dengan ukuran serupa atau lebih besar mungkin terjadi dalam satu minggu ke depan.

    Peringatan tersebut mencakup wilayah Sanriku di ujung timur laut pulau utama Jepang, Honshu, dan pulau Hokkaido, yang menghadap Samudra Pasifik.

    Wilayah ini dihantui oleh kenangan gempa bawah laut dahsyat berkekuatan M 9,0 pada tahun 2011, yang memicu tsunami yang menyebabkan sekitar 18.500 orang tewas atau hilang.

    Pada Agustus 2024, JMA mengeluarkan peringatan khusus pertamanya, untuk bagian selatan pantai Pasifik Jepang, yang memperingatkan kemungkinan “gempa super besar” di sepanjang Palung Nankai.

    Jepang berada di atas empat lempeng tektonik utama di sepanjang tepi barat “Cincin Api” Pasifik dan merupakan salah satu negara paling aktif secara seismik di dunia.

    Negara tersebut, yang dihuni sekitar 125 juta orang, mengalami sekitar 1.500 guncangan setiap tahun. Sebagian besar bersifat ringan, meskipun kerusakan yang ditimbulkannya bervariasi, tergantung pada lokasi dan kedalamannya di bawah permukaan bumi.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Jepang Cabut Peringatan Tsunami Usai Gempa M 6,9

    Gempa M 6,7 Guncang Jepang, Ada Peringatan Tsunami!

    Jakarta

    Gempa bumi dengan Magnitudo (M) 6,7 terjadi di lepas pantai utara Jepang pada hari Jumat (12/12). Ini terjadi beberapa hari setelah gempa M 7,5 di wilayah yang sama melukai setidaknya 50 orang.

    Dilansir kantor berita AFP, Jumat (12/12/2025), Badan Meteorologi Jepang (JMA) juga mengingatkan bahwa gelombang tsunami hingga satu meter (tiga kaki) dapat menghantam garis pantai Pasifik utara.

    Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) juga mengatakan bahwa gempa tersebut berkekuatan M 6,7 dan berjarak 130 kilometer (81 mil) dari kota Kuji di prefektur Iwate di pulau utama Honshu.

    Stasiun televisi NHK melaporkan bahwa tingkat guncangan lebih rendah daripada gempa yang lebih besar pada Senin malam lalu, yang menyebabkan barang-barang berjatuhan dari rak, merusak jalan, memecahkan jendela, dan memicu gelombang tsunami hingga 70 sentimeter.

    Otoritas Regulasi Nuklir mengatakan pada hari Jumat (12/12) bahwa tidak ada tanda-tanda anomali langsung di fasilitas nuklir wilayah tersebut.

    Sebelumnya, setelah gempa Senin lalu, JMA telah menerbitkan peringatan khusus yang memperingatkan bahwa gempa lain dengan ukuran serupa atau lebih besar mungkin terjadi dalam satu minggu ke depan.

    Peringatan tersebut mencakup wilayah Sanriku di ujung timur laut pulau utama Jepang, Honshu, dan pulau Hokkaido, yang menghadap Samudra Pasifik.

    Wilayah ini dihantui oleh kenangan gempa bawah laut dahsyat berkekuatan M 9,0 pada tahun 2011, yang memicu tsunami yang menyebabkan sekitar 18.500 orang tewas atau hilang.

    Pada Agustus 2024, JMA mengeluarkan peringatan khusus pertamanya, untuk bagian selatan pantai Pasifik Jepang, yang memperingatkan kemungkinan “gempa super besar” di sepanjang Palung Nankai.

    Jepang berada di atas empat lempeng tektonik utama di sepanjang tepi barat “Cincin Api” Pasifik dan merupakan salah satu negara paling aktif secara seismik di dunia.

    Negara tersebut, yang dihuni sekitar 125 juta orang, mengalami sekitar 1.500 guncangan setiap tahun. Sebagian besar bersifat ringan, meskipun kerusakan yang ditimbulkannya bervariasi, tergantung pada lokasi dan kedalamannya di bawah permukaan bumi.

    Lihat juga Video: Gempa M 7,6 Mengguncang Jepang, Ini Instruksi PM Takaichi

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Israel Tahan Nyaris 100 Warga Palestina dalam Penggerebekan di Tepi Barat

    Israel Tahan Nyaris 100 Warga Palestina dalam Penggerebekan di Tepi Barat

    Tepi Barat

    Militer Israel menahan nyaris 100 warga Palestina dalam operasi penggerebekan di beberapa wilayah sekaligus di Tepi Barat bagian utara pada Rabu (10/12) waktu setempat. Ini menjadi salah satu operasi penangkapan besar-besaran yang dilakukan Tel Aviv di wilayah Tepi Barat.

    Sejumlah saksi mata, seperti dilansir Anadolu Agency, Kamis (11/12/2025), menuturkan bahwa pasukan Israel menggerebek area Nablus, Salfit, dan beberapa kota di area Jenin, Tulkarem, dan Qalqilya, serta Jericho dan dua kota di Yerusalem Timur yang diduduki.

    Pasukan Israel, menurut seorang koresponden Anadolu di Tepi Barat, menangkap sedikitnya 50 warga Palestina di Nablus, 15 orang di Salfit, 13 orang di Jericho, dan 20 orang lainnya di Yerusalem Timur. Beberapa orang di antaranya dibebaskan setelah diinterogasi di lapangan.

    Di antara mereka yang ditahan di Jenin terdapat Nasser Al-Din Al-Shaer yang merupakan mantan Wakil Perdana Menteri (PM) Otoritas Nasional Palestina dan pernah menjabat Menteri Pendidikan dan Pendidikan Tinggi pada tahun 2006-2007 silam.

    Al-Shaer dibebaskan setelah ditahan selama beberapa jam dalam interogasi di lapangan.

    Militer Israel telah meningkatkan serangannya di Tepi Barat sejak dimulainya perang Gaza pada Oktober 2023 lalu.

    Sedikitnya 1.092 warga Palestina tewas dan nyaris 11.000 orang lainnya mengalami luka-luka dalam serangkaian serangan yang didalangi tentara dan pemukim Israel di Tepi Barat sejak Oktober 2023.

    Lebih dari 21.000 orang juga ditangkap pada periode yang sama di wilayah tersebut.

    Dalam sebuah putusan penting yang dikeluarkan pada Juli tahun lalu, Mahkamah Internasional (ICJ) menyatakan pendudukan Israel atas wilayah Palestina merupakan tindakan ilegal dan menyerukan evakuasi semua permukiman Yahudi di Tepi Barat juga Yerusalem Timur.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Dituduh Lempar Batu, 2 Warga Palestina Dibunuh Pasukan Israel di Tepi Barat

    Dituduh Lempar Batu, 2 Warga Palestina Dibunuh Pasukan Israel di Tepi Barat

    Tepi Barat

    Pasukan Israel membunuh dua warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki. Kedua warga Palestina tersebut dituduh melempar batu.

    Dilansir AFP, Senin (8/12/2025), Kementerian Kesehatan Palestina mengonfirmasi kejadian itu. Salah satu korban dilaporkan tewas pada Senin waktu setempat.

    Insiden itu disebut terjadi pada Minggu (7/12) malam. Pihak militer Israel mengatakan bahwa dalam operasi pada hari itu, tiga orang melemparkan batu ke arah mobil-mobil di jalan dekat kota Azzun.

    “Tentara membalas dengan tembakan ke arah mereka; satu dari mereka berhasil dilumpuhkan, dan yang lainnya dinetralisir,” kata militer dalam sebuah pernyataan, menambahkan bahwa orang ketiga telah “ditangkap”.

    Seorang sumber keamanan Israel mengatakan kepada AFP bahwa salah satu warga Palestina, yang menurut militer Israel telah dinetralisir, meninggal karena luka-lukanya. Sementara itu orang ketiga masih ditahan.

    Lihat juga Video ‘Korban Tewas di Gaza Terus Berjatuhan, Kini Sudah Tembus 70 Ribu Orang’:

    (maa/jbr)

  • Kunjungan Kanselir Jerman ke Israel Disorot di Tengah Kritik Soal Gaza

    Kunjungan Kanselir Jerman ke Israel Disorot di Tengah Kritik Soal Gaza

    Jakarta

    Tujuh bulan menjabat sebagai kanselir, Friedrich Merz melakukan kunjungan resmi pertamanya ke Israel. Perjalanan yang berlangsung kurang dari 24 jam itu menuai sorotan tajam, terutama di Jerman, karena dinilai berpotensi mengirimkan sinyal yang keliru di tengah konflik yang terus berlangsung di Gaza dan meningkatnya kekerasan di Tepi Barat.

    Di mata publik Israel, Merz masih relatif tidak dikenal, kata sejarawan Moshe Zimmermann kepada DW.

    “Kalau Anda melakukan survei dan bertanya, siapa Kanselir Jerman saat ini, mungkin tidak lebih dari 10% orang Israel yang tahu namanya Friedrich Merz,” ujar Zimmermann. “Bagi banyak orang, Angela Merkel masih dianggap sebagai kanselir dan ia sangat populer di sini.”

    Belakangan, semakin banyak suara kritis dari Jerman terkait operasi militer Israel di Gaza, sesuatu yang dianggap cukup tidak biasa oleh banyak warga Israel.

    Perbedaan pandangan soal isu Palestina

    Semua perhatian tertuju pada pernyataan bersama dan konferensi pers antara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Friedrich Merz untuk melihat apakah hubungan kedua negara terdampak oleh situasi terkini. Meski mengakui adanya perbedaan pandangan dalam beberapa isu, keduanya menegaskan kembali kuatnya hubungan bilateral.

    “Kunjungan ini menegaskan kuatnya hubungan bilateral. Komitmen Jerman terhadap Israel dan komitmen Israel terhadap Jerman terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir,” ujar Jeremy Issacharoff, mantan duta besar Israel untuk Jerman periode 2017-2022.

    “Konferensi pers itu menunjukkan hubungan kedua negara tetap solid, meski ada perbedaan terutama soal bagaimana melangkah ke depan terkait isu Palestina,” tambah Issacharoff.

    Dalam pertemuan dengan Presiden Israel Isaac Herzog malam sebelumnya, Merz mengakui bahwa waktu kunjungannya “tidak ideal”. Proses gencatan senjata di Gaza belum memasuki fase kedua, serangan udara harian masih menimbulkan korban di wilayah yang hancur, dan Israel masih menunggu pemulangan jenazah sandera terakhir dari Gaza.

    Sementara itu, di Tepi Barat yang diduduki Israel, lonjakan serangan kekerasan oleh pemukim terhadap warga Palestina serta kebijakan aneksasi Israel memicu keprihatinan negara-negara Eropa.

    “Ini kunjungan yang bersifat simbolis, tapi juga penting,” kata Shimon Stein, mantan duta besar Israel untuk Jerman periode 2001-2007.

    “Merz sejak awal menunjukkan solidaritas dan persahabatan dengan Israel. Namun, kunjungan ini terjadi di tengah banyak konflik terbuka, baik di dalam negeri maupun di kawasan.” tambah Shimon.

    Perbedaan soal solusi dua negara

    Seperti banyak pemimpin Barat lainnya, Kanselir Jerman kembali menegaskan dukungan pada solusi dua negara, meski kondisi saat ini membuat terwujudnya negara Palestina terasa semakin jauh.

    “Keyakinan kami adalah bahwa pendirian negara Palestina di samping Israel menawarkan prospek terbaik untuk masa depan,” ujar Merz, seraya menambahkan bahwa solusi dua negara hanya dapat lahir di akhir proses perundingan, bukan di awal, dan menegaskan kembali penolakan Jerman untuk mengakui negara Palestina saat ini.

    Zimmermann menilai tidak banyak hal baru dari pendekatan kanselir tersebut. “Kanselir tentu menyebut bahwa Jerman menolak pengambilalihan wilayah Tepi Barat, tapi itu hal yang memang sudah seharusnya diucapkan. Tak ada penjelasan tentang apa yang benar-benar terjadi di sana hari ini,” kata Zimmermann kepada DW.

    “Sebagai kanselir Jerman, ia mengonfirmasi kebijakan lama, yaitu tidak mengakui negara Palestina, berbeda dengan beberapa negara Eropa.”

    Kanselir Jerman tidak mengunjungi Tepi Barat untuk bertemu pemimpin Palestina atau perwakilan masyarakat sipil. Kantornya hanya menyebut adanya panggilan telepon dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas sebelum perjalanan regional ini.

    Perdana Menteri Netanyahu segera menepis gagasan negara Palestina. Pemerintahan sayap kanannya berkali-kali menolak kemungkinan negara Palestina yang merdeka dan lebih memilih mendorong perdamaian regional yang lebih luas.

    “Kami percaya ada jalan untuk memajukan perdamaian lebih luas dengan negara-negara Arab dan perdamaian yang dapat dijalankan dengan tetangga Palestina kami,” kata Netanyahu. “Namun, kami tidak akan menciptakan sebuah negara yang berpotensi mengancam keberadaan kami tepat di depan pintu kami.” ucapnya tegas

    Embargo bantuan senjata dianggap keputusan situasional

    Persoalan lain yang menjadi sumber ketegangan tampaknya telah mereda. Meskipun Merz mengakui bahwa tindakan militer Israel di Gaza telah menempatkan Jerman dalam “dilema” dan mendesak Israel untuk menghormati hukum internasional, ia menekankan bahwa keputusan untuk menangguhkan pengiriman senjata hanya dilakukan sekali.

    Jerman menangguhkan sejumlah pengiriman senjata ke Israel pada Agustus lalu karena meningkatnya kekhawatiran atas korban sipil di Gaza. Penangguhan itu dicabut pada November setelah tercapai kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

    Kerja sama pertahanan tetap menjadi pilar penting dalam hubungan Jerman dan Israel, meskipun perang di Gaza telah memicu kritik keras. Komite PBB bahkan menyebut perang tersebut sebagai genosida, tuduhan yang ditolak oleh Israel.

    Netanyahu menekankan bahwa 80 tahun setelah Holokaus, Israel justru menjadi pihak yang menjaga keamanan Jerman dan Eropa, dengan merujuk pada akuisisi sistem pertahanan Arrow Defense 3 oleh Berlin sebagai buktinya.

    Pengaruh Jerman yang terbatas

    Perdana Menteri Israel juga menegaskan bahwa perkembangan politik terkait Gaza akan dibahas di Washington akhir bulan ini, saat ia dijadwalkan mengunjungi Gedung Putih. Banyak pengamat sepakat bahwa peran politik Jerman di kawasan saat ini sangat terbatas. Baik Jerman maupun Uni Eropa tidak berada di posisi penentu kebijakan, kata Shimon Stein. Keputusan utama ada di Washington.

    “Dengan Trump mendorong rencananya sendiri, Israel setelah serangan 7 Oktober menjadi sangat bergantung pada Amerika,” ujar Stein. “Begitu bergantungnya sehingga saya tidak melihat Netanyahu punya banyak ruang untuk bertindak secara mandiri,” tambahnya. “Sebagai orang Israel, ini cukup mengkhawatirkan.”

    Moshe Zimmermann sependapat dengan pandangan tersebut. “Jerman tidak bisa memulai apa pun di sini, kecuali mungkin memberikan dukungan finansial untuk Palestina,” katanya. “Artinya ketika berbicara soal siapa yang akan membiayai rencana Trump, salah satunya ya Jerman.”

    Zimmermann menambahkan, “Kanselir ini belum dikenal luas oleh publik Israel maupun warga Israel di luar negeri, dan itu tidak mengherankan.”

    Menurutnya, perhatian warga Israel tertuju pada apa yang terjadi di Amerika. “Seperti yang dikatakan Netanyahu, ini cara kami menyampaikan bahwa kalian di Eropa tidak terlalu berpengaruh.”

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ausirio Sangga Ndolu

    Editor: Melisa Ester Lolindu dan Hani Anggraini

    (ita/ita)

  • Israel Bunuh Ratusan Buaya, Khawatir Dipakai Serangan Teror

    Israel Bunuh Ratusan Buaya, Khawatir Dipakai Serangan Teror

    Tepi Barat

    Otoritas Israel dilaporkan membunuh ratusan buaya di sebuah peternakan di Lembah Yordan, yang terletak dekat permukiman Yahudi di Tepi Barat. Israel menyebut alasan pemusnahan itu demi mencegah reptil tersebut digunakan dalam potensi serangan sabotase di wilayah Tepi Barat.

    Hal itu, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (5/12/2025), dilaporkan oleh media lokal Israel, Ynet News, dalam artikelnya pada Kamis (4/12) waktu setempat, yang mengutip laporan Administrasi Sipil dan Otoritas Alam dan Taman Israel.

    Menurut laporan tersebut, “para pelaku jahat” kemungkinan telah menerobos perimeter peternakan buaya Petza’el yang memiliki pengamanan buruk, dan melepaskan hewan-hewan tersebut ke masyarakat sekitarnya.

    Para pejabat setempat, yang tidak disebut identitasnya, mengatakan kepada Ynet News bahwa iklim keamanan yang lebih luas menimbulkan kekhawatiran jika reptil-reptil tersebut mungkin sengaja dilepaskan sebagai bagian dari sebuah serangan.

    Pemusnahan massal terhadap ratusan buaya di peternakan Petza’el di Lembah Yordan itu terjadi pada Agustus lalu.

    Namun, menurut laporan Ynet News, badan-badan Israel menegaskan tidak akan membuka penyelidikan atas pemusnahan massal itu, dengan alasan bahwa pemusnahan buaya itu dilakukan secara sah menurut hukum dan di bawah izin berburu yang valid.

    Mereka menambahkan bahwa kondisi yang memburuk di peternakan buaya tersebut juga menimbulkan risiko langsung terhadap keselamatan publik, dengan menyebutkan insiden buaya nyaris lepas yang berulang dalam beberapa tahun terakhir dan meningkatnya insiden orang asing masuk properti itu secara ilegal.

    Kelompok-kelompok pembela hak hewan, termasuk Let the Animals Live dan Animals Now, mengatakan kepada media lokal Israel bahwa pihaknya mengutuk operasi pemusnahan massal tersebut.

    Mereka juga menuntut transparansi yang lebih besar, dengan mengatakan otoritas Israel mengandalkan informasi yang ditahan-tahan sebagai respons atas kebebasan informasi yang diajukan empat bulan lalu mengenai hal ini.

    Dalam pernyataannya, kelompok pembela hak hewan mempertanyakan apakah pemusnahan seluruh populasi buaya sungguh diperlukan, mengingat banyak buaya yang dilaporkan dalam kondisi sehat.

    Otoritas Israel menggambarkan keputusan itu sebagai tindakan ekstrem yang hanya dilakukan sekali saja untuk mencegah ancaman keamanan dan penderitaan hewan lebih lanjut.

    Tonton juga Video: Viral Kereta di Belgia Dicoreti Grafiti ‘Israel Negara Teroris’

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Majelis Umum PBB Serukan Akhiri Pendudukan Palestina!

    Majelis Umum PBB Serukan Akhiri Pendudukan Palestina!

    New York

    Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi resolusi yang membahas soal “penyelesaian damai masalah Palestina” pada Selasa (3/12) waktu setempat. Mayoritas negara anggota PBB menyetujui resolusi yang menyerukan diakhirinya pendudukan Israel atas Palestina.

    Draf resolusi itu, seperti dilansir Anadolu Agency, Rabu (3/12/2025), disusun oleh Djibouti, Yordania, Mauritania, Qatar, Senegal, dan Palestina.

    Resolusi itu disetujui setelah mendapatkan 151 suara dukungan, dengan hanya 11 suara menentang dan 11 suara lainnya memilih abstain.

    Resolusi ini menegaskan kembali tanggung jawab PBB atas masalah Palestina, juga menyerukan diakhirinya pendudukan sejak tahun 1967 silam, dan menegakkan solusi dua negara.

    Isi resolusi ini juga menuntut Israel untuk menghentikan aktivitas pembangunan permukiman di Tepi Barat dan mematuhi hukum internasional.

    Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman, Annalena Baerbock, yang menjabat sebagai Presiden Majelis Umum PBB saat ini, menyerukan tindakan yang lebih besar untuk menegakkan hak-hak rakyat Palestina dan solusi dua negara dengan Israel.

    “Selama 78 tahun, rakyat Palestina telah kehilangan hak-hak asasi mereka yang tak terelakkan — khususnya, hak mereka untuk menentukan nasib sendiri. Sekarang, sudah saatnya kita mengambil tindakan tegas untuk mengakhiri kebuntuan yang telah berlangsung puluhan tahun ini,” ucapnya saat berbicara dalam rapat pleno Majelis Umum PBB pada Selasa (2/12), ketika negara-negara anggota PBB membahas resolusi tersebut.

    Resolusi yang diadopsi Majelis Umum PBB ini juga mendesak dimulainya kembali negosiasi dan menyerukan negara-negara untuk tidak mengakui perubahan perbatasan, sembari meningkatkan bantuan kepada Palestina di tengah krisis kemanusiaan yang parah.

    “Semua yang telah terjadi dalam dua tahun terakhir telah menggarisbawahi apa yang telah kita ketahui selama beberapa dekade. Konflik Israel-Palestina tidak dapat diselesaikan melalui pendudukan ilegal, aneksasi de-jure atau de-facto, pemindahan paksa, teror berulang, atau perang permanen,” kata Baerbock.

    “Rakyat Israel dan Palestina hanya akan hidup dalam perdamaian, keamanan, dan martabat yang langgeng ketika mereka hidup berdampingan di dua negara berdaulat dan merdeka, dengan perbatasan yang diakui bersama dan integrasi regional yang utuh,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)