Negara: Taiwan

  • Tarif Impor 32 Persen, Indonesia Diminta Diversifikasi Pasar Ekspor

    Tarif Impor 32 Persen, Indonesia Diminta Diversifikasi Pasar Ekspor

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah Indonesia diminta untuk segera melakukan diversifikasi pasar ekspor agar tidak terlalu bergantung pada Amerika Serikat (AS). Langkah ini diperlukan sebagai respons terhadap kebijakan tarif impor 32 persen yang diumumkan Presiden AS Donald Trump.

    Menurut Ekonom sekaligus Rektor Universitas Paramadina Didik Rachbini, Indonesia harus menjajaki peluang dagang baru dengan negara-negara lain untuk mengurangi risiko ketergantungan pada satu pasar.

    “Strategi mitigasi yang harus dilakukan Indonesia adalah segera mendiversifikasi pasar ekspor. Jangan hanya mengandalkan AS, tetapi cari peluang di negara lain dan perkuat kerja sama regional,” ujarnya kepada Beritasatu.com, Kamis (3/4/2025).

    Didik menambahkan, Indonesia memiliki potensi untuk menjalin kerja sama perdagangan dengan lebih banyak negara, mengingat hubungan dagang yang terus berkembang. Pada tiga hingga empat dekade lalu, pasar ekspor Indonesia hanya berfokus pada AS, Eropa, dan Jepang.

    “Sekarang, pasarnya sudah lebih luas, mencakup ASEAN, China, India, Timur Tengah, dan Afrika Utara,” ungkapnya terkait penetapan tarif impor 32 persen untuk Indonesia dari AS.

    Sebelumnya, pada Rabu (2/4/2025) waktu AS atau Kamis (3/4/2025) WIB, Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor baru yang menargetkan sejumlah negara, termasuk beberapa mitra dagang terdekat AS. Dalam pidatonya di Gedung Putih, Trump menyebut langkah ini sebagai “Hari Pembebasan,” dengan alasan bahwa AS telah dieksploitasi oleh negara-negara lain dalam perdagangan internasional.

    Dalam keterangan persnya Gedung Putih menyebutkan, tarif impor dasar sebesar 10 persen pada semua negara mulai berlaku pada Sabtu (5/4/2025) pukul 00.01 waktu AS. Tarif tersebut diberlakukan kepada semua negara di dunia yang ingin memperdagangkan produknya di AS.

    Sementara itu, tarif timbal balik khusus yang lebih tinggi secara individual diberlakukan kepada negara-negara yang memiliki defisit perdagangan terbesar dengan Amerika Serikat, mulai berlaku pada Rabu (9/4/2025). Tarif timbal balik ini merupakan respons atau balasan AS atas kebijakan tarif impor negara terhadap produk dari AS.

    Itu artinya, jika perusahaan-perusahaan Indonesia ingin mengimpor produk dari AS harus membayar tarif timbal balik sebesar 32 persen.

    Berikut daftar negara yang dikenakan tarif impor baru sebagai timbal balik atas produk dari AS:
    • Thailand: 36 persen 
    • China: 34 persen 
    • Taiwan dan Indonesia: 32 persen
    • Swiss: 31 persen 
    • Afrika Selatan: 30 persen 
    • Pakistan: 29 persen 
    • Tunisia: 28 persen 
    • Kazakhstan: 27 persen 
    • India: 26 persen 
    • Korea Selatan: 25 persen 
    • Jepang, Malaysia, dan Brunei Darussalam: 24 persen 
    • Pantai Gading: 21 persen 
    • Uni Eropa dan Yordania: 20 persen
    • Nikaragua: 18 persen Israel
    • Filipina: 17 persen 
    • Inggris, Brasil, Singapura, Chili, Australia, Turkiye, Kolombia, Peru, Kosta Rika, Republik Dominika, Uni Emirat Arab, Selandia Baru, Argentina, Ekuador, Guatemala, Honduras, Mesir, Arab Saudi, El Salvador, Trinidad dan Tobago, serta Moroko: 10 persen.

    Negara-negara yang tidak masuk dalam daftar tarif impor timbal balik akan dikenakan tarif dasar 10 persen untuk semua produk yang masuk ke AS.

  • Perluas Produksi di Luar China, Apple Geser Produksi iPhone ke India

    Perluas Produksi di Luar China, Apple Geser Produksi iPhone ke India

    JAKARTA – Apple terus memperluas produksi iPhone di luar China. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungannya pada negara tersebut sebagai pusat manufaktur utama.

    India menjadi salah satu penerima manfaat terbesar dari strategi ini. Laporan terbaru dari The Economic Times mengungkapkan, Foxconn yang merupakan perusahaan perakit iPhone berencana menggandakan produksi iPhone di negara itu.

    Menurut laporan tersebut, dikutip Rabu 2 April, Foxconn menargetkan perakitan 25-30 juta unit iPhone di India pada akhir 2025.

    Angka ini meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun lalu. Perusahaan asal Taiwan itu pada 2024 merakit sekitar 12 juta unit iPhone di India.

    Kunci ekspansi Foxconn di India terletak pada fasilitas barunya di Bengaluru, yang diperkirakan akan menjadi pabrik perakitan iPhone terbesar kedua di dunia.

    Laporan The Economic Times juga mengungkapkan, Foxconn telah menjalankan uji coba produksi iPhone selama beberapa bulan terakhir sebagai bagian dari persiapan peningkatan kapasitas.

  • Berikut Daftar 160 Negara dan Wilayah yang Kena Tarif Baru Trump, termasuk Indonesia – Halaman all

    Berikut Daftar 160 Negara dan Wilayah yang Kena Tarif Baru Trump, termasuk Indonesia – Halaman all

    Donald Trump mengumumkan tarif baru 10 persen untuk semua impor ke AS dan bea masuk yang lebih tinggi pada puluhan negara lain

    Tayang: Kamis, 3 April 2025 12:41 WIB

    YouTube The White House

    TARIF BARU AS – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif baru 10 persen untuk semua impor ke AS dan bea masuk yang lebih tinggi pada puluhan negara lain, termasuk beberapa mitra dagang terbesar AS. 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif baru 10 persen untuk semua impor ke AS dan bea masuk yang lebih tinggi pada puluhan negara lain, termasuk beberapa mitra dagang terbesar AS.

    Trump memberlakukan ‘Tarif Timbal Balik’ terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia. Presiden mengatakan AS akan menggunakan uang yang dihasilkan dari tarif untuk “mengurangi pajak dan membayar utang nasional kami.”

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan ekonomi kami,” ujar Trump saat mengumumkan langkah-langkah baru tersebut.

    Trump kemudian mengangkat bagan besar berjudul ‘Tarif Timbal Balik’. Kolom pertama adalah daftar negara. Kemudian, kolom kedua merupakan besaran tarif yang dikenakan suatu negara terhadap barang-barang dari AS. Kemudian, kolom ketiga berisi tarif balasan yang dikenai AS terhadap negara itu.

    Berikut daftar 160 negara dan wilayah yang dikenakan tarif oleh AS:

    1. China: 34 persen
    2. Uni Eropa:20%
    3. Vietnam: 46%
    4. Taiwan: 32%
    5. Jepang: 24%
    6. India: 26%
    7. Korea Selatan: 25%
    8. Thailand: 36%
    9. Swiss: 31%
    10. Indonesia: 32%
    11. Malaysia: 24%
    12. Komboja: 49%
    13. Inggris: 10%
    14. Afrika Selatan: 30%
    15. Brasil: 10%
    16. Bangladesh: 37%
    17. Singapura: 10%
    18. Israel: 17%
    19. Filipina: 17%
    20. Chile: 10%
    21. Australia: 10%
    22. Pakistan: 29%
    23. Turki: 10%
    24. Sri Langka: 44%
    25. Kolombia: 10%
    26. Peru: 10%
    27. Nikaragua: 18%
    28. Norwegia: 15%
    29. Kosta Rika: 10%
    30. Jordan: 20%
    31. Republik Dominika: 10%
    32. Uni Emirat Arab: 10%
    33. Selandia Baru: 10%
    34. Argentina: 10%
    35. Ekuador: 10%
    36. Guatemala: 10%
    37. Honduras: 10%
    38. Madagaskar: 47%
    39. Myanmar: 44%
    40. Tunisia: 28%
    41. Kazakhstan: 27%
    42. Serbia: 37%
    43. Mesir: 10%
    44. Arab Saudi: 10%
    45. El Savador: 10%
    46. Pantai Gading: 21%
    47. Laos: 48%
    48. Botswana: 37%
    49. Trinidad dan Tabago: 10%
    50. Maroko: 10%
    51. Algeria: 30%
    52. Oman: 10%
    53. Uruguay: 10%
    54. Bahamas: 10%
    55. Lesotho: 50%
    56. Ukraina: 10%
    57.Bahrain: 10%
    58. Qatar: 10%
    59. Mauritius: 40%
    60. Fiji: 32%
    61. Islandia: 10%
    62. Kenya: 10%
    63. Liechtenstein: 37%
    64. Guyana: 38%
    65. Haiti: 10%
    66. Bosnia-Herzegovina: 35%
    67. Nigeria: 14%
    68. Namibia: 21%
    69. Brunei: 24%
    70. Bolivia:  10%
    71. Panama: 10%
    72. Venezuela: 15%
    73. Makedonia Utara: 33%
    74. Ethiopia: 10%
    75. Ghana: 10%
    76. Moldova: 31%
    77. Angola: 32%
    78. Republik Demokratik Kongo: 11%
    79. Jamaika: 10%
    80. Mozambik: 16%
    81. Paraguay: 10%
    82. Zambia: 17%
    83. Lebanon: 10%
    84. Tanzania: 10%
    85. Irak: 39%
    86. Georgia: 10%
    87. Senegal: 10%
    88. Azerbaijan: 10%
    89. Kamerun: 11%
    90. Uganda: 10%
    91. Albania: 10%
    92. Armenia: 10%
    93. Nepal: 10%
    94. Sint Maarten: 10%
    95. Kepulauan Falkland: 41%
    96. Gabon: 10%
    97. Kuwait: 10%
    98. Togo: 10%
    99. Suriname: 10%
    100. Belize: 10%
    101. Papua Nugini: 10%
    102. Malawi: 19%
    103. Liberia: 10%
    104. British Virgin Islands: 10%
    105. Afganistan: 10%
    106. Zimbabwe: 18%
    107. Benin: 10%
    108. Barbados: 10%
    109. Monako: 0%
    110. Suriah: 41%
    111. Uzbekistan: 10%
    112. Republik Kongo: 10%
    113. Jibuti: 10%
    114. Polinesia Prancis: 10%
    115. Kepulauan Cayman: 10%
    116. Kosovo: 10%
    117. Curaçao: 10%
    118. Vanuatu: 22%
    119. Rwanda: 10%
    120. Sierra Leone: 10%
    121. Mongolia: 10%
    122. San Marino: 10%
    123. Antigua dan Barbuda: 10%
    124. Bermuda: 10%
    125. Eswatini: 10%
    126. Kepulauan Marshall: 10%
    127. Saint Pierre dan Miquelon: 50%
    128. Saint Kitts dan Nevis: 10%
    129. Turkmenistan: 10%
    130. Grenada: 10%
    131. Sudan: 10%
    132. Kepulauan Turks dan Caicos: 10%
    133. Aruba: 10%
    134. Montenegro: 10%
    135. Saint Helena: 10%
    136. Kirgistan: 10%
    137. Yaman: 10%
    138. Saint Vincent and Grenadines: 10%
    139. Niger: 10%
    140. Saint Lucia: 10%
    141. Nauru: 30%
    142. Guinea Khatulistiwa: 13%
    143. Iran: 10%
    144. Libya: 31%
    145. Samoa: 10%
    146. Guinea: 10%
    147. Timor Leste: 10%
    148. Monstserrat: 10%
    149. Chad: 13%
    150. Mali: 10%
    151. Sao Tome dan Príncipe: 10%
    152. Pulau Norfolk: 29%
    153. Gibraltar: 10%
    154. Tuvalu: 10%
    155. Teritori Inggris di Samudra Hindia: 10%
    156. Tokelau: 10%
    157. Guinea-Bissau: 10%
    158. Svalbard dan Jan Mayen: 10%
    159. Pulau Heard dan Kepulauan McDonald: 10%
    160. Réunion: 37%

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’4′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Nilai Saham Apple Jatuh Usai AS Umumkan Kebijakan Tarif Trump – Page 3

    Nilai Saham Apple Jatuh Usai AS Umumkan Kebijakan Tarif Trump – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Nilai saham Apple dilaporkan merosot lebih dari 6 persen pada perdagangan Rabu, 2 April 2025, kemarin.

    Penurunan nilai saham Apple ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif baru antara 10-14 persen pada barang impor.

    Mengutip laporan CNBC, Kamis (3/4/2025), sebagian besar pendapatan Apple berasal dari perangkat yang diproduksi di Tiongkok dan beberapa negara Asia lainnya.

    Tidak hanya Apple yang terimbas dari penerapan tarif Trump. Nvidia yang memproduksi chip baru mereka di Taiwan dan merakit sistem kecerdasan buatannya di Meksiko juga mengalami penurunan saham sekitar 4 persen.

    Adapun nilai saham perusahaan kendaraan listrik Tesla turun 4,5 persen.

    Perusahaan-perusahaan teknologi lainnya juga mengalami penurunan nilai saham. Meliputi, Alphabet, Amazon, dan Meta yang semuanya nilai sahamnya turun antara 2,5-5 persen. Sementara, nilai saham Microsoft turun hampir 2 persen.

    Bicara tentang Apple, jika kerugian pasca pasar Apple disamakan dengan perdagangan reguler pada Kamis, nilai penurunan saham itu jadi yang paling tajam sejak September 2020.

  • Trump Umumkan Tarif Baru AS Terhadap Sejumlah Negara, Indonesia Kena 32%

    Trump Umumkan Tarif Baru AS Terhadap Sejumlah Negara, Indonesia Kena 32%

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan tarif baru sebesar 10% pada hampir semua barang impor yang masuk ke AS. Di samping itu, Trump memberlakukan ‘Tarif Timbal Balik’ terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia.

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan ekonomi kami,” kata Trump saat mengumumkan langkah-langkah baru tersebut.

    Presiden mengatakan AS akan menggunakan uang yang dihasilkan dari tarif untuk “mengurangi pajak dan membayar utang nasional kami.”

    Trump kemudian mengangkat bagan besar berjudul ‘Tarif Timbal Balik’.

    Bagan yang diangkat Trump memiliki tiga kolom. Kolom pertama adalah daftar negara. Kemudian, kolom kedua merupakan besaran tarif yang dikenakan suatu negara terhadap barang-barang dari AS.

    Sedangkan kolom ketiga berisi tarif balasan yang dikenai AS terhadap negara itu.

    Bagan tersebut menampilkan tarif 10% untuk impor dari Inggris dan 20% untuk impor Uni Eropa.

    Bagaimana dengan Indonesia?

    AS kemudian akan mengenakan tarif sebesar 32% terhadap barang-barang Indonesia yang dijual di AS.

    “Mereka mengenakan biaya kepada kami, kami mengenakan biaya kepada mereka. Bagaimana mungkin ada orang yang marah?” katanya.

    Trump secara spesifik menunjuk China dan Uni Eropa. “Mereka menipu kami. Sungguh menyedihkan melihatnya. Sungguh menyedihkan.”

    Trump mengatakan negara-negara lain telah memperlakukan AS “dengan buruk” karena mengenakan tarif yang tidak proporsional pada impor AS yang ia sebut sebagai “kecurangan”.

    Sebagai balasannya, kata Trump, AS akan mengenakan tarif kepada negara-negara lain “kira-kira setengah” dari tarif yang mereka kenakan kepada AS.

    “Jadi, tarif tersebut tidak akan berlaku secara timbal balik. Saya bisa saja melakukan itu, ya, tetapi akan sulit bagi banyak negara,” kata Trump.

    “Kami tidak ingin melakukan itu.”

    Trump mengatakan dalam hal perdagangan, terkadang “kawan (lebih) buruk daripada lawan”.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Dia mengatakan bahwa lebih dari 80% mobil buatan Korea Selatan dijual di Korea Selatan, dan lebih dari 90% mobil yang dijual di Jepang dibuat di Jepang. Adapun mobil buatan AS hanya mewakili sebagian kecil di negara-negara tersebut.

    “Ford menjual sangat sedikit” di negara-negara lain, kata Trump. Menurutnya, ketidakseimbangan ini telah “menghancurkan” industri AS.

    “Itulah sebabnya efektif mulai tengah malam kami akan mengenakan tarif 25% pada semua mobil buatan luar negeri,” kata Trump.

    Kapan jadwal pemberlakuan tarif baru?

    Trump telah mengumumkan serangkaian tarif baru yang mencakup tarif dasar untuk semua negara serta tarif tambahan dengan besaran bervariasi untuk setiap negara.

    Kapan tarif ini akan diberlakukan?

    3 April, 00:00 waktu AS bagian timur (3 April, 13.00 WIB) tarif 25% untuk semua mobil buatan luar negeri

    5 April 12:01 (5 April, 13:01 WIB) tarif dasar 10% untuk semua negara

    9 April 12:01 (9 April, 13:01 WIB) tarif timbal balik yang lebih tinggi

    Ancaman terbaru

    Pada Minggu (30/03), Trump mengancam akan mengenakan tarif sekunder pada negara-negara yang membeli minyak Rusia, jika Presiden Rusia Vladimir Putin tidak menyetujui gencatan senjata dengan Ukraina, katanya kepada NBC News.

    “Jika Rusia dan saya tidak dapat membuat kesepakatan untuk menghentikan pertumpahan darah di Ukraina, dan jika saya pikir itu adalah kesalahan Rusia… saya akan mengenakan tarif sekunder pada minyak, pada semua minyak yang keluar dari Rusia,” kata Trump.

    Imbas dari pernyataan Trump, terjadi penurunan tajam di pasar saham seluruh Asia dan Eropa pada Senin (31/03), menjelang penerapan tarif yang dia usulkan pada Rabu (02/04).

    Apa saja tarif yang sudah diumumkan AS?

    Tarif untuk suku cadang mobil akan mulai berlaku pada Mei atau sesudahnya, kata Trump.

    Adapun AS mengimpor sekitar delapan juta mobil per tahun, dengan nilai US$ 240 miliar.

    AS mengenakan tarif sebesar 25% untuk barang dari Kanada dan Meksiko pada tanggal 4 Maret, dengan tarif sebesar 10% untuk impor energi dari Kanada.

    Baca juga:

    Namun, kendaraan bermotor dan suku cadang kendaraan bermotor yang dibuat sesuai dengan perjanjian perdagangan bebas AS-Meksiko-Kanada (USMCA) dikecualikan dari pengenaan tarif ini, hingga pejabat bea cukai AS merancang sistem untuk mengenakan bea masuk.

    Gedung Putih mengatakan tarif terhadap Kanada dan Meksiko dimaksudkan untuk membujuk pemerintah mereka agar menghentikan migran ilegal dan fentanil (obat opioid yang dibuat secara ilegal) ke AS.

    Sebelumnya, pada 4 Februari, AS mengenakan tarif menyeluruh sebesar 10% terhadap barang-barang dari China, yang kemudian dinaikkan menjadi 20% pada 4 Maret.

    Getty ImagesPresiden China Xi Jinping (kiri) dan Presiden AS Donald Trump (kanan).

    Kendati begitu, impor barang dengan nilai kurang dari US$ 800 dikecualikan.

    China kemudian merespons kebijakan tarif Trump dengan mengenakan pajak 10-15% atas barang-barang dari AS seperti produk pertanian.

    Sementara itu Kanada telah membalas dengan mengenakan tarif atas impor AS senilai lebih dari US$ 40 miliar.

    Adapun Meksiko menunda penerapan tarif balasan.

    Pada 12 Maret silam, AS memperkenalkan pengenaan tarif sebesar 25% terhadap impor baja dan alumunium dari semua negara di seluruh dunia.

    Pengenaan tarif ini secara khusus berdampak pada Kanada, Brazil, Meksiko, Korea Selatan, Vietnam dan Jepang, yang merupakan eksportir logam terbesar ke AS.

    Uni Eropa kemudian membalas dengan mengenakan tarif pada barang-barang AS senilai US$ 28 miliar mulai 1 April, termasuk kapal, wiski bourbon, dan sepeda motor.

    Pada 25 Maret, AS mengenakan tarif sebesar 25% pada semua barang dari negara-negara yang membeli minyak dari Venezuela.

    Gedung Putih mengatakan bahwa hal ini dilakukan untuk menekan pemerintah “korup” negara tersebut dan memaksanya untuk menindak tegas geng-geng Venezuela seperti Tren de Aragua, yang katanya aktif di AS.

    Sebuah organisasi penelitian, Moody’s Analytics, mencatat tarif saat ini mencakup barang senilai US$ 1,4 triliun dan telah mendorong tarif rata-rata AS untuk barang-barang impor dari 3% menjadi 10%tingkat tertinggi sejak Perang Dunia Kedua.

    Negara mana saja yang akan dikenai tarif baru pada 2 April? Akankah Indonesia terdampak?

    Trump berulang kali menyebut 2 April sebagai “Hari Pembebasan”.

    “Tanggal 2 April adalah Hari Pembebasan di Amerika!!!” tulisnya baru-baru ini di Truth Social.

    “Selama puluhan tahun kita telah ditipu dan dilecehkan oleh setiap negara di Dunia, baik kawan maupun lawan,” ujar Trump kemudian.

    “Sekarang akhirnya tiba saatnya bagi Amerika Serikat untuk mendapatkan sebagian dari UANG itu, dan RASA HORMAT, KEMBALI. TUHAN MEMBERKATI AMERIKA!!!”

    Getty ImagesDonald Trump menjanjikan tarif yang luas saat kampanye Pilpres AS 2024 silam

    Dalam kampanye Pilpres AS 2024 lalu, Trump kerap berbicara tentang pengenaan tarif sebesar 10% atau 20% pada barang-barang dari semua negara yang memasuki AS.

    Baru-baru ini ia berbicara tentang penerapan tarif “timbal balik”yang menyamakan tarif yang dikenakan negara lain pada ekspor AS dengan dasar “mereka mengenakan tarif kepada kami, kami mengenakan tarif kepada mereka”.

    Namun, dalam wawancara dengan saluran televisi Newsmax pada 24 Maret, Trump mengatakan akan melonggarkan rencana penerapan tarif ini, dengan mengatakan bahwa dia “mungkin akan memberikan keringanan kepada banyak negara”.

    Baca juga:

    “Kami mungkin akan menerima tarif yang lebih rendah dari yang mereka tetapkan karena mereka telah menagih kami begitu banyak, saya rasa mereka tidak akan sanggup menerimanya,” katanya, dan menambahkan bahwa beberapa negara mungkin akan terhindar sama sekali.

    Selain itu, dia mengatakan akan membatalkan rencana untuk mengenakan tarif pada negara-negara yang mengenakan Pajak Pertambahan Nilai pada barang, menurut laporan CNBC yang mengutip Gedung Putih.

    Direktur Dewan Ekonomi Nasional AS, Kevin Hassett, menambahkan: “Salah satu hal yang kami lihat dari pasar adalah mereka mengharapkan… tarif yang sangat besar ini pada setiap negara… Hanya beberapa negara, dan negara-negara tersebut akan dikenakan beberapa tarif.”

    Getty ImagesMenteri Keuangan AS Scott Bessent mengisyaratkan tarif mungkin difokuskan pada sejumlah negara

    Pemerintahan Trump belum mengonfirmasi negara mana yang akan terkena dampak.

    Pada Minggu (31/04), Trump mengatakan tarif baru dapat berlaku untuk “semua negara”.

    Namun, masih belum jelas sejauh mana tarif akan diterapkan.

    Bulan lalu, Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan upaya difokuskan pada “Dirty 15”, yaitu 15% negara yang mengekspor lebih banyak barang ke AS ketimbang yang mereka impor dari AS serta mengenakan tarif atau aturan lain yang merugikan perusahaan AS.

    Kantor Perwakilan Dagang AS, saat bersiap menyusun rekomendasi, mengidentifikasi negara-negara yang “sangat diminati”.

    Negara-negara tersebut adalah Argentina, Australia, Brasil, Kanada, Tiongkok, Uni Eropa, India, Jepang, Korea, Malaysia, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Swiss, Taiwan, Thailand, Turki, Inggris, Vietnam, dan Indonesia.

    Selain mengenakan pajak pada mobil impor, Trump juga baru-baru ini mengancam akan mengenakan tarif pada produk farmasi dan chip komputer asing, menurut laporan sejumlah media.

    Mengapa Trump mengenakan tarif?

    Presiden Trump telah menjadikan tarif sebagai landasan utama strategi ekonominya.

    Ia memulihkan neraca perdagangan Amerika, mengurangi kesenjangan antara seberapa banyak AS membeli dari negara lain dan seberapa banyak AS menjual kepada negara lain.

    Pada 2024 silam, AS mengalami defisit perdagangan lebih dari US$ 900 miliar.

    Pada 4 Maret, Presiden Trump mengatakan kepada Kongres AS: “Kami telah ditipu selama beberapa dekade oleh hampir setiap negara di Bumi, dan kami tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.”

    Trump mengatakan bahwa dalam jangka waktu panjang, pengenaan tarif terhadap produk impor ini akan meningkatkan industri manufaktur AS, melindungi lapangan kerja, meningkatkan pendapatan pajak, dan memacu pertumbuhan ekonomi.

    Dia menyebut tarif akan meningkatkan pendapatan pemerintah dalam jumlah yang “cukup besar”.

    Getty ImagesPabrik mobil Meksiko sebagian besar mengekspor ke AS dan mungkin akan sangat dirugikan oleh tarif.

    Trump juga mengatakan tarif akan mendorong perusahaan asing untuk membuat produk di AS.

    Ia mengumumkan pada 24 Maret silam bahwa produsen mobil Korea Selatan, Hyundai, menginvestasikan US$ 21 miliar di AS.

    Trump juga mengklaim tarif telah membuat produsen mobil itu memindahkan operasinya ke AS.

    Penasihat perdagangan utama Trump, Pete Navarro, baru-baru ini mengatakan bahwa tarif akan mendatangkan pendapatan besar dan menciptakan lapangan kerja.

    Pajak atas semua impor mobil dapat meningkatkan pendapatan negara sebesar US$ 100 miliar per tahun, kata Navarro.

    Sementara untuk semua yang direncanakan, dapat meningkatkan pendapatan negara US$ 600 miliar per tahun, sekitar seperlima dari nilai total impor barang ke AS, tambahnya.

    Dokumen yang dirilis Gedung Putih pekan lalu menunjukkan tarif 10% pada setiap impor dapat menciptakan hampir tiga juta pekerjaan di AS.

    Bagaimana tarif akan memengaruhi AS dan negara lain?

    Para ekonom memperingatkan tarif akan menaikkan harga bagi konsumen AS dan menaikkan biaya produksi bagi perusahaan-perusahaan AS dengan membuat komponen impor menjadi lebih mahal.

    Mereka juga memperingatkan bahwa tarif balasan dari negara-negara lain akan merugikan eksportir AS.

    Moody’s Analytics mengatakan tarif akan mengurangi pertumbuhan ekonomi AS sebesar 0,6% selama beberapa tahun mendatang, dan akan menyebabkan hilangnya 250.000 pekerjaan.

    Dikatakan bahwa Kanada dan Meksiko yang sangat bergantung pada AS sebagai pasar untuk ekspor mereka akan “menderita lebih banyak dan tidak mungkin terhindar dari resesi”.

    Lihat juga Video ‘Trump Bakal Kurangi Tarif ke China Demi ByteDance Jual TikTok’:

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Dampak Pengumuman Tarif Trump Terhadap Pasar Saham Global – Halaman all

    Dampak Pengumuman Tarif Trump Terhadap Pasar Saham Global – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pengumuman tarif oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyebabkan penurunan tajam di pasar saham global.

    Indeks Nikkei 225 Jepang turun 4 persen, KOSPI Korea Selatan dan ASX 200 Australia masing-masing turun lebih dari 2,3 persen dan 1,6 persen.

    Saham-saham besar AS seperti Apple, Nike, dan Tesla turun sekitar 7 persen, dikutip dari Al Jazeera Kamis (3/4/2025).

    Pejabat Federal Reserve, Adriana Kugler, memperingatkan bahwa tarif Trump dapat memperpanjang inflasi lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya.

    Tarif yang lebih tinggi pada barang-barang setengah jadi seperti baja dan aluminium dapat mempengaruhi hampir setiap sektor ekonomi.

    Kugler menyebut memerlukan waktu lebih lama untuk dirasakan dampaknya.

    Oxford Economics: Tarif AS Berisiko Picu Krisis Ekonomi Global

    Oxford Economics memperingatkan bahwa tarif Trump dapat memicu krisis ekonomi global yang lebih dalam.

    Dalam analisis mereka, tarif ini dapat mencapai tingkat yang belum terlihat sejak tahun 1930-an.

    Meskipun tarif dapat dinegosiasikan lebih rendah dalam beberapa hari mendatang, mereka menganggap asumsi sebelumnya terlalu optimis.

    Rincian Tarif untuk Beberapa Mitra Dagang AS

    Trump mengenakan tarif minimum 10 persen untuk hampir semua mitra dagang AS, tetapi tarif tersebut bervariasi untuk beberapa negara:

    1. Kamboja: +49 persen

    2. Vietnam: +46 persen

    3. Sri Lanka: +44 persen

    4. Bangladesh: +37 persen

    5. Thailand: +36 persen

    6. Tiongkok: +34 persen

    7. Taiwan: +32 persen

    8. Indonesia: +32 persen

    9. Swiss: +31 persen

    10. Afrika Selatan: +30 persen

    11. Pakistan: +29 persen

    12. India: +26 persen

    13. Korea Selatan: +25 persen

    14. Jepang: +24 persen

    15. Malaysia: +24 persen

    16. Uni Eropa: +20 persen

    17. Israel: +17 persen

    18. Filipina: +17 persen

    19. Singapura: +10 persen

    20. Inggris: +10 persen

    21. Turki: +10 persen

    22. Brasil: +10 persen

    23. Chili: +10 persen

    24. Australia: +10 persen

    25. Kolombia: +10 persen

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Para Pemimpin Dunia Bereaksi Terhadap Kebijakan Tarif Trump – Halaman all

    Para Pemimpin Dunia Bereaksi Terhadap Kebijakan Tarif Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan kebijakan baru yang mengenakan tarif dasar 10 persen pada semua impor ke AS.

    Selain itu, tarif yang lebih tinggi juga diterapkan pada beberapa mitra dagang utama negara tersebut.

    Kebijakan ini memicu respons keras dari berbagai pemimpin dunia.

    Trump tidak mengenakan tarif baru sebesar 10 persen untuk barang-barang yang berasal dari Kanada dan Meksiko, Reuters melaporkan.

    Tarif sebelumnya yang mencapai 25 persen tetap berlaku terkait masalah kontrol perbatasan dan perdagangan fentanil, menurut Gedung Putih.

    Berikut adalah reaksi dari beberapa pejabat dunia terhadap kebijakan tarif ini:

    “Trump telah mempertahankan sejumlah elemen penting dalam hubungan kami dengan AS, namun tarif fentanil, baja, dan aluminium masih berlaku,” kata Perdana Menteri Kanada, Mark Carney.

    “Kami akan melawan tarif ini dengan tindakan balasan, melindungi pekerja kami, dan membangun ekonomi terkuat di G7,” tegas Carney.

    Kementerian Luar Negeri Brasil

    “Pemerintah Brasil menyesalkan keputusan AS untuk mengenakan tarif tambahan 10 persen pada ekspor Brasil,” jelas Kementerian Luar Negeri Brasil.

    “Kami akan mengevaluasi langkah-langkah yang diperlukan, termasuk melibatkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), untuk membela kepentingan nasional.” imbuh kementerian.

    Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese

    “Tarif ini tidak memiliki dasar logika dan bertentangan dengan dasar kemitraan antara kedua negara. Ini bukan tindakan seorang teman, dan keputusan ini akan menambah ketidakpastian serta meningkatkan biaya bagi rumah tangga Amerika,” ungkap Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese.

    Presiden Korea Selatan sementara, Han Duck-Soo

    “Dalam menghadapi kenyataan perang dagang global, pemerintah harus mengerahkan segala kemampuannya untuk mengatasi krisis perdagangan,” kata Presiden Korea Selatan sementara, Han Duck-Soo.

    Menteri Perdagangan Selandia Baru, Todd McClay

    “Kepentingan Selandia Baru akan lebih terlayani dalam dunia perdagangan yang lancar,” kata Menteri Perdagangan Selandia Baru, Todd McClay.

    “Kami akan berbicara dengan pemerintah AS untuk memperoleh informasi lebih lanjut dan memahami dampaknya terhadap eksportir kami,” terangnya.

    Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez

    “Spanyol akan melindungi perusahaan dan pekerjanya serta tetap berkomitmen pada dunia perdagangan yang terbuka,” ungkap Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez.

    Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson

    “Kami tidak ingin hambatan perdagangan semakin besar,” tutur Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson.

    “Kami ingin menemukan jalan untuk kembali bekerja sama dengan AS agar masyarakat kami dapat menikmati kehidupan yang lebih baik,” imbuhnya.

    Presiden Swiss, Karin Keller-Sutter

    “Langkah selanjutnya akan segera diputuskan oleh Dewan Federal,” ungkap Presiden Swiss, Karin Keller-Sutter.

    “Kepatuhan terhadap hukum internasional dan perdagangan bebas tetap menjadi nilai inti kami,” lanjutnya.

    Perdana Menteri Irlandia, Micheál Martin

    “Keputusan AS untuk mengenakan tarif 20 persen pada impor dari Uni Eropa sangat disayangkan,” kata Perdana Menteri Irlandia, Micheál Martin.

    “Tarif ini tidak menguntungkan siapa pun, dan prioritas kami adalah melindungi lapangan pekerjaan dan ekonomi Irlandia,” ungkapnya.

    Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni

    “Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk mencapai kesepakatan dengan AS, guna menghindari perang dagang yang dapat melemahkan Barat,” jelas Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni.

    Presiden EPP, Manfred Weber

    Partai Terbesar di Parlemen Eropa juga berkomentar.

    “Bagi sahabat-sahabat kami di AS, hari ini bukan hari pembebasan, melainkan hari kemarahan,” ungkap Presiden EPP, Manfred Weber.

    “Tarif Trump tidak melindungi perdagangan yang adil, tetapi justru menyerangnya, merugikan kedua belah pihak,” jelasnya.

    “Eropa siap membela kepentingannya dan terbuka untuk perundingan yang adil,” bebernya.

    Menteri Luar Negeri Kolombia, Laura Sarabia

    “Kami sedang mempertimbangkan langkah-langkah yang diambil untuk melindungi industri nasional dan eksportir kami,” ungkap Menteri Luar Negeri Kolombia, Laura Sarabia.

    Rincian Tarif untuk Beberapa Mitra Dagang AS

    Trump mengenakan tarif minimum 10 persen untuk hampir semua mitra dagang AS, tetapi tarif tersebut bervariasi untuk beberapa negara:

    1. Kamboja: +49 persen

    2. Vietnam: +46 persen

    3. Sri Lanka: +44 persen

    4. Bangladesh: +37 persen

    5. Thailand: +36 persen

    6. Tiongkok: +34 persen

    7. Taiwan: +32 persen

    8. Indonesia: +32 persen

    9. Swiss: +31 persen

    10. Afrika Selatan: +30 persen

    11. Pakistan: +29 persen

    12. India: +26 persen

    13. Korea Selatan: +25 persen

    14. Jepang: +24 persen

    15. Malaysia: +24 persen

    16. Uni Eropa: +20 persen

    17. Israel: +17 persen

    18. Filipina: +17 persen

    19. Singapura: +10 persen

    20. Inggris: +10 persen

    21. Turki: +10 persen

    22. Brasil: +10 persen

    23. Chili: +10 persen

    24. Australia: +10 persen

    25. Kolombia: +10 persen

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • ‘Biang Kerok’ di Balik Krisis Populasi China Makin Nyata

    ‘Biang Kerok’ di Balik Krisis Populasi China Makin Nyata

    Jakarta

    Ancaman krisis populasi di China makin nyata, angka kelahiran diperkirakan menurun dari 9,54 juta pada 2024 menjadi 7,3 juta di 2025. Meski China termasuk 17,2 persen dari populasi global, jumlah kelahiran terus menyusut hingga setara dengan Nigeria, hanya menyumbang kurang dari 6 persen di dunia.

    Total fertility rate (TFR) atau angka kesuburan per wanita juga diperkirakan menjadi 0,9 pada 2025, jauh dari angka ideal di 2,1.

    Realitas demografi tersebut mengkhawatirkan, sehingga Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang awal bulan ini mengumumkan rencana kebijakan baru untuk meningkatkan angka kelahiran.

    Jumlah pernikahan anjlok dari 13,47 juta pasangan pada 2013 menjadi 6,11 juta pada 2024, meskipun salah satunya diyakini terjadi karena pembatasan di masa COVID-19. Angka pernikahan secara keseluruhan turun dari 9,9 per 1.000 orang menjadi 4,3 selama periode yang sama, dibandingkan dengan 5,4 di Taiwan dan 6,1 di AS.

    Apa Penyebabnya?

    Faktor-faktor atau penyebab utamanya termasuk populasi usia subur China yang terus menurun, perubahan gaya hidup, efek dari kebijakan satu anak yang akhirnya kini tidak berlaku lagi, serta pengangguran kaum muda yang tinggi.

    Rasio wanita dan pria juga dinilai berperan. Menurut sensus China pada 2020, 61 persen bayi lahir dari wanita berusia 20 hingga 30 tahun. Namun, jumlah wanita dalam kelompok ini turun dari 111 juta pada 2012 menjadi 73 juta pada 2024, dan diperkirakan akan terus menurun hingga 37 juta pada 2050. Bahkan jika tingkat kesuburan meningkat sedikit, kelahiran akan terus menurun dengan cepat.

    Sementara rasio jenis kelamin biologis yang umum saat lahir adalah antara 102 dan 106 laki-laki per 100 perempuan, sensus China pada 2000 menunjukkan rasio jenis kelamin (pada anak usia 0 hingga 4 tahun) sebesar 120 secara nasional, 133 di Provinsi Jiangxi, dan 197 di Kota Wuxue, Provinsi Hubei.

    Lebih Pilih Karier-Harapan Tinggi Calon Menantu

    Namun, terlepas dari asimetri yang mendalam ini, masih banyak perempuan yang tersisa, karena banyak orang tua dengan anak perempuan memprioritaskan pendidikan dan kemandirian ekonominya ketimbang pernikahan, dan menaruh harapan tinggi pada calon menantu laki-laki.

    Proporsi perempuan yang belum menikah berusia 25 hingga 29 tahun di China melonjak dari 9 persen pada 2000 menjadi 33 persen pada 2020 dan 43 persen pada 2023, tren ini terus meningkat.

    Ketika China menerapkan kebijakan satu anak pada tahun 1980, kebijakan tersebut tidak hanya meningkatkan hambatan untuk menikah tetapi juga mempermudah perceraian, yang semakin memperburuk krisis populasi. Angka perceraian melonjak dari 0,3 per 1.000 orang pada 1980 menjadi 3,4 pada 2019.

    Masa reproduksi pria dan wanita Tiongkok sangat singkat. Seorang wanita biasanya memiliki 12 persen sel telur yang tersisa pada usia 30 tahun, dan hanya 3 persen pada usia 40 tahun.

    Risiko keguguran meningkat dari 10 persen untuk wanita di bawah usia 30 tahun menjadi 20 persen pada usia 35 tahun, antara 33 persen dan 40 persen pada usia 40 tahun, dan 57 persen serta 80 persen pada usia 45 tahun. Peluang untuk mengandung anak dengan down syndrome meningkat seiring bertambahnya usia ibu, meningkat dari satu 2.000 pada usia 20 tahun menjadi satu dari 350 pada usia 35 tahun, dan hingga satu dari 30 pada usia 45 tahun.

    Seiring dengan penundaan usia pernikahan, minat untuk membesarkan anak juga menurun.

    Itulah sebabnya sekitar dua pertiga bayi di seluruh dunia lahir dari wanita berusia 30 tahun ke bawah. Pada 2021, usia rata-rata ibu saat melahirkan anak pertama adalah 27 tahun di Amerika Serikat, 27 tahun di Meksiko, dan hanya 21 tahun di India.

    Sebagai perbandingan, usia rata-rata saat melahirkan pertama bagi perempuan China telah meningkat dari 25 tahun pada tahun 2000 menjadi 28 tahun pada 2020, dengan peningkatan yang semakin cepat dalam beberapa tahun terakhir. Di Shanghai, angka tersebut meningkat dari 30 tahun pada 2019 menjadi 32 tahun pada 2024.

    Lebih buruk lagi, tingkat infertilitas secara keseluruhan di China juga meningkat dari antara 1 persen dan 2 persen pada 1970-an menjadi 18 persen pada 2020. Semakin banyak orang menjadi tidak subur setelah menikah atau setelah memiliki anak pertama mereka.

    Saksikan Live DetikPagi:

    (naf/kna)

  • Daftar Tarif Timbal Balik Baru Trump untuk Puluhan Negara, Indonesia Jumbo

    Daftar Tarif Timbal Balik Baru Trump untuk Puluhan Negara, Indonesia Jumbo

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif timbal balik yang lebih tinggi bagi puluhan negara dalam konferensi pers pada 2 April 2025. Kebijakan ini menetapkan bahwa semua negara akan dikenakan tarif setidaknya 10% ke depannya, sementara negara-negara yang dianggap memiliki hambatan tinggi terhadap barang-barang AS akan menghadapi tarif lebih besar.

    Dikutip dari Bloomberg, Kamis (3/4/2025), pungutan baru ini bersifat tambahan terhadap tarif yang telah berlaku sebelumnya, termasuk pajak 20% terhadap barang-barang Tiongkok yang terkait dengan fentanil. Selain itu, pengecualian untuk barang-barang jangka pendek juga telah dicabut.

    Namun, terdapat beberapa pengecualian dalam kebijakan ini. Kanada dan Meksiko tetap dikenakan tarif yang telah diumumkan sebelumnya. Sementara itu, produk dari sektor utama seperti baja, aluminium, mobil, tembaga, farmasi, semikonduktor, dan kayu tidak termasuk dalam tarif baru ini.

    Barang-barang dari sektor tersebut akan dikenakan tarif sesuai ketentuan yang telah atau akan segera ditetapkan oleh presiden.

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita,” kata Trump di Rose Garden, Gedung Putih dilansir dari Reuters.

    Daftar Tarif Impor Amerika per Negara dari Presiden AS Donald Trump, April 2025 

    Country
    Country’s Tariff*
    US Reciprocal Tariffs

    Afghanistan
    49%
    10%

    Albania
    10%
    10%

    Algeria
    59%
    30%

    Andorra
    10%
    10%

    Angola
    63%
    32%

    Anguilla
    10%
    10%

    Antigua and Barbuda
    10%
    10%

    Argentina
    10%
    10%

    Armenia
    10%
    10%

    Aruba
    10%
    10%

    Australia
    10%
    10%

    Azerbaijan
    10%
    10%

    Bahamas
    10%
    10%

    Bahrain
    10%
    10%

    Bangladesh
    74%
    37%

    Barbados
    10%
    10%

    Belize
    10%
    10%

    Benin
    10%
    10%

    Bermuda
    10%
    10%

    Bhutan
    10%
    10%

    Bolivia
    20%
    10%

    Bosnia and Herzegovina
    70%
    35%

    Botswana
    74%
    37%

    Brazil
    10%
    10%

    British Indian Ocean Territory
    10%
    10%

    British Virgin Islands
    10%
    10%

    Brunei
    47%
    24%

    Burma
    88%
    44%

    Burundi
    10%
    10%

    Cabo Verde
    10%
    10%

    Cambodia
    97%
    49%

    Cameroon
    22%
    11%

    Cayman Islands
    10%
    10%

    Central African Republic
    10%
    10%

    Chad
    26%
    13%

    Chile
    10%
    10%

    China
    67%
    34%

    Christmas Island
    10%
    10%

    Cocos (Keeling) Islands
    10%
    10%

    Colombia
    10%
    10%

    Comoros
    10%
    10%

    Congo (Brazzaville)
    10%
    10%

    Congo (Kinshasa)
    22%
    11%

    Cook Islands
    10%
    10%

    Costa Rica
    17%
    10%

    Cote d’Ivoire
    41%
    21%

    Curacao
    10%
    10%

    Djibouti
    10%
    10%

    Dominica
    10%
    10%

    Dominican Republic
    10%
    10%

    Ecuador
    12%
    10%

    Egypt
    10%
    10%

    El Salvador
    10%
    10%

    Equatorial Guinea
    25%
    13%

    Eritrea
    10%
    10%

    Eswatini
    10%
    10%

    Ethiopia
    10%
    10%

    EU
    39%
    20%

    Falkland Islands (Islas Malvinas)
    82%
    41%

    Fiji
    63%
    32%

    French Guiana
    10%
    10%

    French Polynesia
    10%
    10%

    Gabon
    10%
    10%

    Gambia
    10%
    10%

    Georgia
    10%
    10%

    Ghana
    17%
    10%

    Gibraltar
    10%
    10%

    Grenada
    10%
    10%

    Guadeloupe
    10%
    10%

    Guatemala
    10%
    10%

    Guinea
    10%
    10%

    Guinea-Bissau
    10%
    10%

    Guyana
    76%
    38%

    Haiti
    10%
    10%

    Heard and McDonald Islands
    10%
    10%

    Honduras
    10%
    10%

    Iceland
    10%
    10%

    India
    52%
    26%

    Indonesia
    64%
    32%

    Iran
    10%
    10%

    Iraq
    78%
    39%

    Israel
    33%
    17%

    Jamaica
    10%
    10%

    Japan
    46%
    24%

    Jordan
    40%
    20%

    Kazakhstan
    54%
    27%

    Kenya
    10%
    10%

    Kiribati
    10%
    10%

    Kosovo
    10%
    10%

    Kuwait
    10%
    10%

    Kyrgyzstan
    10%
    10%

    Laos
    95%
    48%

    Lebanon
    10%
    10%

    Lesotho
    99%
    50%

    Liberia
    10%
    10%

    Libya
    61%
    31%

    Liechtenstein
    73%
    37%

    Madagascar
    93%
    47%

    Malawi
    34%
    17%

    Malaysia
    47%
    24%

    Maldives
    10%
    10%

    Mali
    10%
    10%

    Marshall Islands
    10%
    10%

    Martinique
    10%
    10%

    Mauritania
    10%
    10%

    Mauritius
    80%
    40%

    Mayotte
    10%
    10%

    Micronesia
    10%
    10%

    Moldova
    61%
    31%

    Monaco
    10%
    10%

    Mongolia
    10%
    10%

    Montenegro
    10%
    10%

    Montserrat
    10%
    10%

    Morocco
    10%
    10%

    Mozambique
    31%
    16%

    Namibia
    42%
    21%

    Nauru
    59%
    30%

    Nepal
    10%
    10%

    New Zealand
    20%
    10%

    Nicaragua
    36%
    18%

    Niger
    10%
    10%

    Nigeria
    27%
    14%

    Norfolk Island
    58%
    29%

    North Macedonia
    65%
    33%

    Norway
    30%
    15%

    Oman
    10%
    10%

    Pakistan
    58%
    29%

    Panama
    10%
    10%

    Papua New Guinea
    15%
    10%

    Paraguay
    10%
    10%

    Peru
    10%
    10%

    Philippines
    34%
    17%

    Qatar
    10%
    10%

    Reunion
    73%
    37%

    Rwanda
    10%
    10%

    Saint Elena
    15%
    10%

    Saint Kitts and Nevis
    10%
    10%

    Saint Lucia
    10%
    10%

    Saint Pierre and Miquelon
    99%
    50%

    Saint Vincent and the Grenadines
    10%
    10%

    Samoa
    10%
    10%

    San Marino
    10%
    10%

    São Tomé and Príncipe
    10%
    10%

    Saudi Arabia
    10%
    10%

    Senegal
    10%
    10%

    Serbia
    74%
    37%

    Sierra Leone
    10%
    10%

    Singapore
    10%
    10%

    Sint Maarten
    10%
    10%

    Solomon Islands
    10%
    10%

    South Africa
    60%
    30%

    South Sudan
    10%
    10%

    Sri Lanka
    88%
    44%

    Sudan
    10%
    10%

    Suriname
    10%
    10%

    Svalbard and Jan Mayen
    10%
    10%

    Syria
    81%
    41%

    Taiwan
    64%
    32%

    Tajikistan
    10%
    10%

    Tanzania
    10%
    10%

    Thailand
    72%
    36%

    Timor-Leste
    10%
    10%

    Togo
    10%
    10%

    Tokelau
    10%
    10%

    Tonga
    10%
    10%

    Trinidad and Tobago
    12%
    10%

    Tunisia
    55%
    28%

    Turkey
    10%
    10%

    Turkmenistan
    10%
    10%

    Turks and Caicos Islands
    10%
    10%

    Tuvalu
    10%
    10%

    Uganda
    20%
    10%

    Ukraine
    10%
    10%

    United Arab Emirates
    10%
    10%

    United Kingdom
    10%
    10%

    Uruguay
    10%
    10%

    Uzbekistan
    10%
    10%

    Vanuatu
    44%
    22%

    Venezuela
    29%
    15%

    Vietnam
    90%
    46%

    Yemen
    10%
    10%

    Zambia
    33%
    17%

    Zimbabwe
    35%
    18%

    NOTE: * Including currency manipulation and trade barriers, according to White House. 

    SOURCE: White House

  • Kemenperin Sebut Lebaran Jadi Penyelamat Indeks Manufaktur Indonesia Maret 2025 Tak Makin Merosot – Halaman all

    Kemenperin Sebut Lebaran Jadi Penyelamat Indeks Manufaktur Indonesia Maret 2025 Tak Makin Merosot – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief mengatakan Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Maret 2025 bisa semakin merosot jika tidak ada perayaan hari besar keagamaan dan momen liburan.

    Diketahui, S&P Global mencatat Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan Maret 2025 masih berada di level ekspansif sebesar 52,4 poin.

    Namun, angka tersebut turun dibandingkan dengan PMI bulan sebelumnya sebesar 53,6.

    Momentum perayaan keagamaan, terutama Lebaran dan liburan setelahnya, disebut menjadi penahan laju penurunan PMI lebih dalam lagi.

    Padahal, biasanya momentum perayaan keagamaan setiap tahunnya selalu menjadi titik lonjakan permintaan bagi produk-produk manufaktur dan diikuti dengan kenaikan PMI.

    Namun, kali ini lonjakan tersebut tidak terjadi.

    “Momentum perayaan keagamaan kali ini hanya mampu menjadi penopang PMI agar tidak turun lebih dalam lagi,” kata Febri dalam keterangan tertulis, Rabu (2/4/2025).

    Berdasarkan laporan perusahaan industri pada Kemenperin, penjualan produk manufaktur, terutama untuk produk industri makanan, minuman serta Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), mengalami penurunan penjualan pada saat menjelang lebaran.

    Penurunan penjualan di antaranya disebabkan pelemahan daya beli masyarakat.

    Perlambatan ini juga terlihat dari laporan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Maret 2025 yang berada di angka 52,98 atau turun tipis 0,17 poin dibandingkan Februari 2025.

    “Tetapi, para pelaku industri masih menyampaikan optimisme yang tinggi dalam menjalankan usaha di Indonesia,” ujar Febri.

    Berdasarkan data yang dirilis oleh S&P Global, PMI manufaktur Indonesia pada Maret 2025 mampu melampaui beberapa negara.

    Ada Republik Rakyat Tiongkok (RRT) (51,2), Vietnam (50,5), Thailand (49,9), Taiwan (49,8) Amerika Serikat (49,8) Myanmar (49,8), Belanda (49,6), Korea Selatan (49,1), Prancis (48,9), Jerman (48,3), Jepang (48,3), dan Inggris (44,6).

    Hampir semua negara ASEAN mengalami penurunan PMI pada Maret, bahkan beberapa negara ada yang kontraksi.

    Namun, itu karena sebagian negara tersebut tidak memiliki perayaan hari besar keagamaan pada Maret untuk menjadi pendorong lonjakan ataupun menahan penurunan PMI.

    “Bayangkan jika tidak ada perayaan hari besar keagamaan dan liburan pada bulan Maret ini, maka PMI Indonesia bisa turun lebih dalam lagi,” ucap Febri.

    PMI Bisa Naik Lagi

    Febri menyebut PMI Indonesia dapat naik lagi, bahkan lebih tinggi dibanding pada Februari sebesar 53,6, jika mampu mengoptimalkan permintaan perayaan keagamaan.

    Selain itu, pengendalian produk impor murah di pasar domestik juga perlu dioptimalkan.

    Produk impor murah di pasar domestik mengancam industri manufaktur nasional yang masih menjadi sektor andalan dalam memacu pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

    Industri manufaktur Indonesia juga berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja karena hingga saat ini telah menyerap lebih dari 19 juta pekerja. 

    “Namun, dengan derasnya arus produk impor barang jadi dengan harga murah masuk ke pasar domestik, tentunya mengancam keberlangsungan industri dalam negeri,” kata Febri.

    Artinya, Febri bilang, kinerja industri manufaktur masih sangat bergantung pada pasar domestik yang potensial. 

    Hampir 80 persen produk manufaktur dijual di pasar domestik untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, swasta dan rumah tangga. 

    “Oleh karena itu, jika manufaktur memiliki kinerja baik, maka pendapatan dari 19 juta rakyat Indonesia yang bekerja pada sektor manufaktur juga ikut naik,” ujarnya.

    “Sebaliknya, ketika pasar domestik dibanjiri produk impor barang jadi, akan mengakibatkan tekanan yang berat pada demand domestik, bahkan juga akan mengancam pendapatan rumah tangga untuk 19 juta pekerja tersebut,” jelas Febri.

    Lindungi Sektor Manufaktur Nasional

    Ia menjelaskan Kemenperin senantiasa berupaya melindungi sektor manufaktur nasional melalui kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

    Selain itu, pemerintah juga mendorong penerapan kebijakan pembatasan impor melalui non-tariff measures untuk menekan laju produk impor yang berpotensi merugikan industri lokal.

    “Sekali lagi kebijakan ini bertujuan melindungi industri dalam negeri dari gempuran produk impor murah yang sudah dapat diproduksi oleh industri dalam negeri,” kata Febri.

    “Melindungi industri dalam negeri berarti melindungi 19 juta rakyat Indonesia yang bekerja pada industri dalam negeri,” jelasnya.