Negara: Taiwan

  • Kasus Bunuh Diri Remaja Gara-Gara ChatGPT Kembali Jadi Sorotan, OpenAI Buka Suara!

    Kasus Bunuh Diri Remaja Gara-Gara ChatGPT Kembali Jadi Sorotan, OpenAI Buka Suara!

    Di sisi lain, OpenAI mulai melakukan uji coba fitur grup chat untuk ChatGPT di beberapa negara. Pengguna dapat membuat ruang obrolan bersama teman atau rekan kerja, lalu berkolaborasi langsung dengan bantuan ChatGPT dalam percakapan.

    Fitur baru ChatGPT ini masih dalam uji coba untuk pengguna terbatas di Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Taiwan. Perusahaan mengatakan, pengguna gratis, Plus, dan Team versi web dan aplikasi sudah bisa mengakses fitur ini.

    Dikutip Tech Crunch, Senin (24/11/2025), uji coba ini dirancang OpenAI untuk mengeksplorasi bagaimana orang-orang menggunakan percakapan grup di ChatGPT.

    “Kami ingin memahami bagaimana percakapan kelompok dapat membantu orang bekerja sama dan menyelesaikan tugas,” tulis OpenAI di situs mereka.

    Sebelumnya, perusahaan rumornya sedang mengembangkan fitur mirip pesan langsung (Direct message).

    OpenAI menegaskan, privasi tetap dijaga. Obrolan pribadi dan memori ChatGPT pribadi tetap sepenuhnya bersifat privat. Chat grup hanya dapat diakses melalui undangan, dan setiap anggota dapat keluar kapan saja. Sebagian besar peserta dapat mengeluarkan peserta lain, meskipun pembuat grup hanya dapat keluar secara sukarela.

    Untuk pengguna di bawah 18 tahun, OpenAI menerapkan penyaringan konten dengan perlindungan tambahan dan kontrol orang tua.

    Dalam pembaruan di situs resmi, raksasa kecerdasan buatan (AI) ini menyebut pengguna dapat menyusun kerangka atau meneliti topik baru bersama-sama, membagikan artikel, catatan, dan pertanyaan, nantinya ChatGPT dapat membantu meringkas dan mengelola informasi.

    Fitur obrolan grup merupakan langkah terbaru dalam transformasi bertahap OpenAI dari asisten AI sederhana menjadi platform sosial.

  • Program CSR BRI Raih Pengakuan Global Lewat Dua Penghargaan Internasional, Tegaskan Komitmen Kuat dalam Keberlanjutan dan Pemberdayakan Masyarakat

    Program CSR BRI Raih Pengakuan Global Lewat Dua Penghargaan Internasional, Tegaskan Komitmen Kuat dalam Keberlanjutan dan Pemberdayakan Masyarakat

    Selain prestasi di Taiwan, BRI juga menorehkan pencapaian membanggakan pada ajang International CSR Excellence Awards 2025 yang digelar di St Paul’s Cathedral, London, pada 30 Juni 2025. Pada ajang ini, BRI meraih Gold Category untuk program Ini Sekolahku, BRInita, dan Aspire to Uplift, Revive and Achieve (AURA), serta Silver Category untuk program Cegah Stunting Itu Penting dan Klaster Unggulan.

    Penghargaan tersebut diberikan berdasarkan evaluasi dunia internasional terhadap efektivitas, inovasi, kesinambungan dan dampak sosial-lingkungan dari program BRI Peduli sebagai payung dari program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan.

    Corporate Secretary BRI Dhanny menyampaikan bahwa pengakuan internasional ini merupakan bukti bahwa BRI tidak hanya fokus pada bisnis perbankan, tetapi juga memiliki peran strategis dalam pembangunan sosial-ekonomi Indonesia.

    “Penghargaan ini menunjukkan bahwa BRI tidak hanya fokus pada bisnis perbankan semata, tetapi juga secara nyata mendukung pembangunan sosial-ekonomi berbasis komunitas melalui program-program pemberdayaan seperti urban farming (BRINita) dan pengembangan desa/UMKM (Desa BRILiaN),” ujar Dhanny.

    Ia juga menambahkan, kedua penghargaan ini menunjukkan bahwa BRI mampu menghadirkan solusi inovatif terhadap tantangan nyata, seperti ketahanan pangan perkotaan, pemberdayaan perempuan, inklusi keuangan, pembangunan desa, serta kontribusi dalam Pendidikan. (Kaitkan dgn astacita)

    “Berbagai penghargaan internasional yang diterima BRI  menjadi bukti bahwa pendekatan perusahaan terhadap keberlanjutan, baik dari sisi sosial, lingkungan, maupun ekonomi telah diakui dunia sebagai model yang inovatif, berdampak dan dapat direplikasi” tegasnya.

  • Trump Beri Saran ke PM Jepang Agar Tak Provokasi China Soal Taiwan

    Trump Beri Saran ke PM Jepang Agar Tak Provokasi China Soal Taiwan

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberikan saran khusus kepada Perdana Menteri (PM) Jepang Sanae Takaichi saat keduanya berbicara via telepon baru-baru ini. Trump menyarankan Takaichi untuk tidak memprovokasi China terkait Taiwan.

    Saran Trump itu disampaikan ketika Tokyo terlibat sengketa diplomatik dengan Beijing beberapa pekan terakhir.

    Perselisihan dua negara dengan perekonomian terbesar di Asia itu dipicu oleh pernyataan Takaichi yang mengisyaratkan Jepang dapat melakukan intervensi militer jika serangan China terhadap Taiwan mengancam kelangsungan hidup Tokyo.

    Pada Senin (24/11) waktu setempat, Trump dan Presiden China Xi Jinping melakukan percakapan telepon, di mana Xi menekankan bahwa kembalinya Taiwan merupakan “bagian integral dari tatanan internasional pascaperang”.

    Sesaat setelah itu, Trump melakukan percakapan telepon terpisah dengan Takaichi. Laporan media terkemuka AS, Wall Street Journal (WSJ), seperti dilansir AFP, Kamis (27/11/2025), menyebut bahwa Trump memberikan saran agar sang PM Jepang tidak memprovokasi China soal Taiwan.

    “Trump melakukan panggilan telepon dengan Takaichi dan menyarankan dia untuk tidak memprovokasi Beijing terkait masalah kedaulatan pulau tersebut,” demikian seperti dilaporkan WSJ, yang mengutip para pejabat Jepang dan AS yang mendapatkan pengarahan soal percakapan telepon kedua pemimpin itu.

    “Saran dari Trump itu sangat halus, dan dia tidak menekan Takaichi untuk menarik kembali komentarnya,” sebut WSJ dalam laporannya.

    Juru bicara kantor PM Jepang menolak untuk mengomentari laporan WSJ tersebut.

    Dalam pernyataannya membahas percakapan telepon dengan Trump, Takaichi mengatakan dirinya dan sang Presiden AS membahas percakapan Trump dengan Xi, serta hubungan kedua negara yang bersekutu tersebut.

    “Presiden Trump mengatakan bahwa kami adalah teman yang sangat dekat, dan dia menawarkan bahwa saya bebas untuk menghubunginya kapan saja,” kata Takaichi.

    Namun, menurut laporan WSJ, sejumlah pejabat Jepang menyebut “pesan itu mengkhawatirkan”.

    “Presiden (Trump) tidak ingin ketegangan terkait Taiwan membahayakan detente yang dicapai bulan lalu dengan Xi, yang mencakup janji untuk membeli lebih banyak produk pertanian dari para petani Amerika yang terdampak parah oleh perang dagang,” sebut laporan WSJ tersebut.

    China yang murka atas komentar Takaichi, telah memanggil Duta Besar Jepang di Beijing dan menyarankan warganya untuk tidak bepergian ke Jepang.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Ancaman China Bikin Taiwan Jor-joran di Anggaran Pertahanan

    Ancaman China Bikin Taiwan Jor-joran di Anggaran Pertahanan

    Taipei

    Pemerintah Taiwan mengajukan anggaran pertahanan tambahan sebesar NTD 1,25 triliun atau setara Rp 664 triliun. Anggaran besar itu ditujukan untuk mempertahankan diri di tengah menguatnya ancaman China.

    Dilansir Channel News Asia, Rabu (26/11/2025), pengajuan anggaran besar itu diumumkan langsung oleh Presiden Taiwan, Lai Ching-te, dalam konferensi pers di kantor kepresidenan Taiwan.

    China, yang menganggap Taiwan sebagai bagian wilayah kedaulatannya, telah meningkatkan tekanan militer dan politik selama 5 tahun terakhir. Klaim China itu ditolak mentah-mentah oleh Taipei.

    Peningkatan anggaran itu juga terjadi ketika Taiwan menghadapi desakan dari Amerika Serikat (AS) untuk meningkatkan anggaran pertahanannya sendiri. Pada Agustus lalu, Lai mengharapkan peningkatan anggaran pertahanan menjadi 5% dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2030.

    Saat mengumumkan paket anggaran pertahanan tambahan itu, Lai menyebut sejarah telah membuktikan upaya berkompromi dalam menghadapi agresi tidak akan menghasilkan apa-apa selain ‘perbudakan’.

    “Tidak ada ruang untuk kompromi terkait keamanan nasional. Kedaulatan nasional dan nilai-nilai inti kebebasan serta demokrasi merupakan fondasi bangsa kita,” ucap Lai.

    Lai pertama kali mengumumkan rencana belanja baru itu dalam tulisan opini pada surat kabar terkemuka AS, Washington Post, pada Selasa (25/11) waktu setempat. Dalam pernyataannya, dia menegaskan Taiwan menunjukkan tekadnya untuk mempertahankan diri.

    “Ini merupakan perjuangan antara mempertahankan Taiwan yang demokratis dan menolak untuk tunduk menjadi ‘Taiwan-nya China’,” sebutnya, sembari menyebut persoalannya bukan sekadar perjuangan ideologis atau perselisihan tentang ‘penyatuan versus kemerdekaan’.

    Anggaran tambahan itu, sebut Lai dalam tulisan opininya, akan digunakan untuk ‘akuisisi senjata-senjata baru yang signifikan dari AS, tetapi juga akan sangat meningkatkan kemampuan asimetris Taiwan’.

    Dia mengatakan anggaran itu juga akan mempercepat pengembangan apa yang disebut ‘T-Dome’ yang merupakan sistem pertahanan udara berlapis. Dia menyebut ‘T-Dome’ akan ‘membawa kita lebih dekat ke visi Taiwan yang tak tergoyahkan, yang dilindungi oleh inovasi dan teknologi’.

    Pengumuman ini disampaikan di tengah ketegangan diplomatik antara Jepang dan China beberapa pekan terakhir menyusul pernyataan Perdana Menteri (PM) Jepang Sanae Takaichi yang mengisyaratkan Tokyo dapat melakukan intervensi militer jika serangan Beijing terhadap Taiwan mengancam kelangsungan hidup Jepang. Pengumuman ini juga menyusul persetujuan AS, pada awal bulan ini, untuk penjualan suku cadang dan komponen militer senilai USD 300 juta dalam penjualan militer pertama Washington kepada Taiwan sejak Presiden Donald Trump kembali ke Gedung Putih awal tahun ini.

    Sebar Panduan Krisis ke Warga

    Selain soal anggaran pertahanan, Taiwan juga telah merilis panduan krisis dalam menghadapi ancaman bencana alam dan invasi China. Dilansir AFP, panduan itu dibagikan kepada jutaan rumah di seluruh wilayahnya.

    Panduan tersebut menjelaskan cara-cara menghadapi situasi krisis jika terjadi serangan udara dan bencana alam yang menghancurkan. Pemerintah Taiwan mulai menyelipkan booklet berwarna oranye setebal 32 halaman itu ke bawah pintu rumah dan ke dalam kotak surat warganya pada awal bulan ini.

    Upaya itu ditujukan untuk meningkatkan kesadaran tentang potensi bahaya yang mungkin terjadi. Para pengkritik menyebut buku panduan krisis itu sebagai pemborosan uang pajak.

    Panduan berjudul ‘Jika Terjadi Krisis’ itu menjadi bagian dari upaya Presiden Taiwan, Lai Ching-te, untuk mempersiapkan 23 juta jiwa penduduk Taiwan menghadapi bencana atau konflik yang mungkin terjadi. Panduan itu memberikan saran tentang segala hal, mulai dari cara menyiapkan ‘tas darurat’ hingga apa yang harus dilakukan ketika sirene serangan udara berbunyi. Panduan itu juga berisi cara memberikan pertolongan pertama.

    Panduan itu memberikan peringatan soal ‘pasukan asing yang bermusuhan’ yang dapat menggunakan disinformasi untuk melemahkan tekad mereka dalam mempertahankan Taiwan jika China menyerang.

    “Jika terjadi invasi militer ke Taiwan, klaim apa pun bahwa pemerintah telah menyerah atau bahwa negara telah dikalahkan adalah salah,” tegas panduan krisis itu.

    Lihat juga Video: China Desak PM Jepang Tarik Pernyataan Terkait Taiwan

    Halaman 2 dari 3

    (haf/haf)

  • Tangkal Ancaman China, Taiwan Siapkan Anggaran Pertahanan Rp 664 T

    Tangkal Ancaman China, Taiwan Siapkan Anggaran Pertahanan Rp 664 T

    Taipei

    Pemerintah Taiwan akan mengajukan anggaran pertahanan tambahan sebesar NT$ 1,25 triliun, atau setara Rp 664 triliun, sebagai bentuk penegasan tekad dalam mempertahankan diri menghadapi ancaman yang semakin meningkat dari China.

    Hal tersebut, seperti dilansir Channel News Asia, Rabu (26/11/2025), diumumkan langsung oleh Presiden Lai Ching-te dalam konferensi pers di kantor kepresidenan Taiwan pada Rabu (26/11) waktu setempat.

    China, yang menganggap Taiwan sebagai bagian wilayah kedaulatannya, telah meningkatkan tekanan militer dan politik selama lima tahun terakhir untuk menegaskan klaimnya, yang ditolak mentah-mentah oleh Taipei.

    Ketika Taiwan menghadapi desakan dari Amerika Serikat (AS) untuk meningkatkan anggaran pertahanannya sendiri, Lai mengatakan pada Agustus lalu bahwa dirinya mengharapkan peningkatan anggaran pertahanan menjadi 5 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2030.

    Saat mengumumkan paket anggaran pertahanan tambahan itu, Lai menyebut sejarah telah membuktikan bahwa upaya berkompromi dalam menghadapi agresi tidak akan menghasilkan apa-apa selain “perbudakan”.

    “Tidak ada ruang untuk kompromi terkait keamanan nasional,” tegasnya.

    “Kedaulatan nasional dan nilai-nilai inti kebebasan serta demokrasi merupakan fondasi bangsa kita,” ucap Lai.

    Lai pertama kali mengumumkan rencana belanja baru itu dalam tulisan opini pada surat kabar terkemuka AS, Washington Post, pada Selasa (25/11) waktu setempat. Dalam pernyataannya, dia menegaskan bahwa Taiwan menunjukkan tekadnya untuk mempertahankan diri.

    “Ini merupakan perjuangan antara mempertahankan Taiwan yang demokratis dan menolak untuk tunduk menjadi ‘Taiwan-nya China’,” sebutnya, sembari menyebut persoalannya bukan sekadar perjuangan ideologis atau perselisihan tentang “penyatuan versus kemerdekaan”.

    Anggaran tambahan itu, sebut Lai dalam tulisan opininya, akan digunakan untuk “akuisisi senjata-senjata baru yang signifikan dari AS, tetapi juga akan sangat meningkatkan kemampuan asimetris Taiwan”.

    Dia mengatakan akan mempercepat pengembangan apa yang disebut “T-Dome” — sistem pertahanan udara berlapis — yang akan “membawa kita lebih dekat ke visi Taiwan yang tak tergoyahkan, yang dilindungi oleh inovasi dan teknologi”.

    Pengumuman ini disampaikan di tengah ketegangan diplomatik antara Jepang dan China beberapa pekan terakhir, menyusul pernyataan Perdana Menteri (PM) Sanae Takaichi yang mengisyaratkan Tokyo dapat melakukan intervensi militer jika serangan Beijing terhadap Taiwan mengancam kelangsungan hidup Jepang.

    Pengumuman ini juga menyusul persetujuan AS, pada awal bulan ini, untuk penjualan suku cadang dan komponen militer senilai US$ 300 juta dalam penjualan militer pertama Washington kepada Taiwan sejak Presiden Donald Trump kembali ke Gedung Putih awal tahun ini.

    Lihat juga Video: China Marah AS Masih ‘Main Api’ dengan Taiwan

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Superman Edisi Pertama Jadi Komik Termahal yang Pernah Terjual

    Superman Edisi Pertama Jadi Komik Termahal yang Pernah Terjual

    Anda sedang membaca rangkuman informasi pilihan dari sejumlah negara dalam Dunia Hari Ini.

    Berita dari Amerika Serikat menjadi pembuka edisi hari ini, Rabu, 26 November 2025.

    Inikah komik yang paling termahal?

    Komik edisi pertama Superman terjual senilai $9,12 juta atau sekitar Rp152 miliar di sebuah balai lelang di Texas, yang mengklaim jika komik tersebut merupakan komik termahal yang pernah terjual.

    Tiga orang bersaudara menemukan komik tersebut di dalam kotak kardus di bawah tumpukan koran yang sudah lapuk, berdebu, yang penuh sarang laba-laba di rumah mendiang ibu mereka di San Francisco tahun lalu, selain juga beberapa komik langka lainnya yang dikumpulkan sejak masa Perang Dunia II.

    Ibunya memberi tahu anak-anaknya kalau ia memiliki koleksi komik berharga yang tersembunyi, tetapi mereka tidak pernah melihatnya sampai mereka menjual rumah ibu mereka dan memutuskan untuk memeriksa barang-barangnya, menurut Lon Allen, wakil presiden komik di Heritage Auctions.

    Kedua bersaudara yang menemukan kotak komik tersebut kemudian mengirim pesan kepada balai lelang, yang mendorong Lon untuk terbang ke San Francisco awal tahun ini untuk memeriksa salinan Superman No. 1 mereka dan menunjukkannya kepada para ahli lain untuk dinilai.

    Rekor sebelumnya untuk komik termahal di dunia dicetak tahun lalu, ketika komik Action Comics No. 1, yang pertama kali memperkenalkan Superman kepada dunia sebagai bagian dari sebuah antologi, terjual seharga $6 juta.

    Dua pendaki tewas di Aoraki

    Pihak berwenang menyebut dua pendaki gunung tewas di Aoraki, puncak tertinggi Selandia Baru, sementara dua lainnya berhasil diselamatkan.

    Polisi mengonfirmasi jenazah dua pendaki sudah ditemukan, sementara tim pencari sedang berupaya mengevakuasi mereka di tempat yang digambarkan oleh Inspektur Vicki Walker sebagai “sisi pegunungan Alpen yang menantang.”

    Tidak ada satu pun pendaki yang sudah diidentifikasi secara publik, tetapi Asosiasi Pemandu Gunung Selandia Baru mengatakan salah satu dari mereka yang tewas adalah anggota organisasinya dan yang seorang lainnya adalah klien dari pemandu tersebut.

    Sersan Kevin McErlain mengatakan kepada Timaru Herald bahwa keduanya terhubung dengan tali ketika mereka jatuh di dekat puncak Aoraki, yang juga dikenal sebagai Gunung Cook.

    Empat orang lagi ditangkap terkait pencurian Louvre

    Pihak berwenang Prancis menangkap empat orang lagi dalam penyelidikan pencurian permata yang spektakuler dari Museum Louvre, Paris, bulan lalu.

    “Mereka adalah dua pria berusia 38 dan 39 tahun, dan dua wanita berusia 31 dan 40 tahun, dan semuanya dari Paris,” kata Laure Beccuau, jaksa agung Paris.

    Tidak diungkapkan peran dari keempat orang itu dalam perampokan tersebut.

    Penangkapan terjadi menyusul dakwaan sebelumnya terhadap empat orang lainnya terkait pencurian pada 19 Oktober yang dalam tujuh menit berhasil mencuri perhiasan senilai sekitar $102 juta sebelum melarikan diri dengan skuter.

    Jepang terbangkan jet tempur di dekat Taiwan

    Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan sudah menerbangkan pesawat jet tempurnya setelah mendeteksi keberadaan pesawat nirawak yang diduga milik China di lepas pantai sebuah pulau dekat Taiwan, di tengah pertikaian diplomatik antara Tokyo dan Beijing.

    Pesawat nirawak tersebut terlihat di lepas pantai Yonaguni, Jepang, sebuah pulau tempat Jepang berencana untuk menempatkan rudal, yang membuat China marah.

    “Kami mengonfirmasi bahwa sebuah pesawat nirawak yang diyakini milik China melintas di antara Pulau Yonaguni dan Taiwan pada hari Senin,” kata Kementerian Pertahanan Jepang di X.

    Pasukan Pertahanan Udara Jepang regional “menerbangkan pesawat” sebagai tanggapan, katanya.

  • Ramai Debat Kebijakan Nuklir Jepang, Apa Kata Penyintas Bom Atom?

    Ramai Debat Kebijakan Nuklir Jepang, Apa Kata Penyintas Bom Atom?

    Jakarta

    Partai Liberal Demokrat (Liberal Democratic Party/LDP) yang berkuasa di Jepang akan membahas kebijakan keamanan nasional negara tersebut, ketika menghadapi tantangan keamanan yang semakin besar di Asia Timur Laut. Hal itu juga menyangkut soal pilihan Jepang harus menghapus tiga prinsip yang telah lama dianut, yaitu tidak memiliki, tidak memproduksi, atau tidak mengizinkan masuknya senjata nuklir ke wilayah Jepang.

    Gagasan bahwa Jepang, satu-satunya yang pernah menjadi target serangan bom atom dalam perang, mungkin akan mengubah pendiriannya dan mengembangkan kemampuan penangkal nuklir sendiri telah memicu penolakan keras di dalam negeri. Terutama pada peringatan 80 tahun pengeboman Hiroshima dan Nagasaki dan berakhirnya Perang Dunia II.

    “Tiga prinsip non-nuklir merupakan kebijakan nasional dasar yang didasarkan pada konsensus nasional,” kata Akira Kawasaki, anggota komite eksekutif NGO Peace Boat yang berbasis di Jepang, sekaligus koordinator bersama Jaringan untuk Penghapusan Senjata Nuklir.

    Kawasaki mencatat bahwa Parlemen Jepang telah mengesahkan resolusi yang mendukung prinsip-prinsip tersebut, “padahal mantan perdana menteri telah berjanji untuk mematuhi prinsip-prinsip tersebut pada bulan Agustus 2025, bertepatan dengan peringatan Hiroshima dan Nagasaki.”

    “Saya sendiri sangat terkejut mendengar laporan bahwa pemerintah mungkin akan meninjau kembali prinsip-prinsip non-nuklir dan kelompok-kelompok perdamaian serta mereka yang mewakili ‘hibakusha’ (korban bom atom) juga merasa terkejut,” katanya kepada DW.

    Tokyo soroti perubahan kebijakan nuklir

    Kontroversi muncul pada 11 November 2025 ketika Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi menolak mengonfirmasi kepada komite parlemen bahwa pemerintahnya akan tetap berkomitmen pada tiga prinsip non-nuklir yang secara resmi diadopsi pada tahun 1971.

    Pada 20 November 2025, Kepala Kebijakan Partai LDP Takayuki Kobayashi semakin memicu kekhawatiran, dengan mengatakan bahwa tinjauan strategi keamanan Jepang mendatang akan mencakup di semua bidang.

    Pemerintah juga akan meninjau kembali belanja pertahanan dan akan menyusun proposal yang mencakup seluruh aspek keamanan nasional pada akhir April 2026.

    Penolakan terhadap rencana tersebut sangat tegas.

    Sebuah editorial yang diterbitkan oleh harian The Mainichi pada 19 November 2025 menyatakan, “mengulangi prinsip ini akan menandai langkah mundur dari jalur Jepang sebagai negara damai. Jika Takaichi memaksakan pandangan pribadinya dan bertindak gegabah, hal itu akan meninggalkan bekas luka yang abadi.”

    Editorial tersebut, bagaimanapun, mengakui kalau “tidak diragukan lagi bahwa lingkungan keamanan Jepang telah menjadi lebih serius,” dengan mengutip invasi Rusia ke Ukraina dan percepatan program senjata nuklir Korea Utara.

    “Namun, mengabaikan idealisme Jepang akan menghancurkan puluhan tahun upaya menuju penghapusan senjata nuklir. Hal itu juga akan menimbulkan kekhawatiran di kalangan negara-negara tetangga,” tambahnya.

    Penyintas pimpin penolakan atas nuklir

    Yoshihiko Noda, mantan perdana menteri dan kini ketua Partai Demokrat Konstitusional Jepang dari kelompok oposisi, menyuarakan pandangan serupa dengan mengatakan bahwa Jepang harus “memimpin” dalam mempromosikan penghapusan senjata nuklir. Dalam sebuah konferensi pers pada pertengahan November 2025, Yoshihiko Noda berjanji bahwa dia akan menentang perubahan terhadap prinsip-prinsip non-nuklir negara tersebut.

    Nihon Hidankyo, atau Organisasi Konfederasi Jepang Korban Bom A- dan H-, juga mengkritik, dengan mengeluarkan pernyataan pada 20 November 2025, menyatakan bahwa mereka “menolak keras” upaya untuk membatalkan prinsip-prinsip tersebut.

    Dia menambahkan bahwa para penyintas Hiroshima dan Nagasaki “tidak boleh membiarkan senjata nuklir dibawa ke Jepang atau membiarkan negara ini menjadi basis perang nuklir atau sasaran serangan nuklir.”

    Terumi Tanaka, seorang anggota kelompok tersebut yang berusia 92 tahun, mengatakan kepada Kyodo News Agency bahwa senjata nuklir adalah “alat setan.”

    Menurut Akira Kawasaki, jajak pendapat berulang selama dekade terakhir menunjukkan bahwa sekitar 70% warga Jepang mendukung pemeliharaan tiga prinsip non-nuklir, meskipun ketegangan geopolitik di kawasan tersebut telah meningkat.

    Ketegangan tersebut meningkat lebih tajam baru-baru ini setelah Takaichi menyatakan bahwa serangan Cina terhadap Taiwan akan menjadi ancaman eksistensial bagi Jepang dan akan memerlukan pengerahan Pasukan Pertahanan Jepang.

    Ketegangan politik Cina-Jepang meningkat

    Beijing dan Tokyo sejak saat itu saling melontarkan kritik. Cina mulai menyiarkan video propaganda anti-Jepang, meningkatkan sanksi ekonomi, dan menuduh Tokyo memicu ketegangan regional.

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump belum berkomentar secara publik tentang perselisihan antara Cina dan Jepang. Namun, dalam panggilan telepon dengan Presiden Cina Xi Jinping pada Senin (24/11), Xi mengatakan kepada Trump bahwa “kembalinya Taiwan ke Cina merupakan bagian penting dari visi Beijing terhadap tatanan dunia,” menurut laporan kantor berita resmi Cina, Xinhua.

    Pada Minggu (23/11), Menteri Pertahanan Jepang Shinjiro Koizumi mengunjungi Pulau Yonaguni di barat daya Kepulauan Okinawa dan hanya berjarak 110 kilometer dari Taiwan. Kunjungan itu bertujuan untuk memeriksa lokasi rencana penempatan baterai rudal Surface-to-air missiles (SAM) jarak menengah yang baru.

    Perdebatan nuklir Jepang picu kekhawatiran

    Cina menanggapi dengan menyatakan bahwa penempatan tersebut merupakan upaya untuk “menciptakan ketegangan regional dan memicu konfrontasi militer.”

    Tilman Ruff, seorang profesor di Universitas Melbourne dan co-presiden International Physicians for the Prevention of Nuclear War, mengatakan bahwa Jepang telah lama secara efektif turut serta dalam penerimaan senjata nuklir karena bergantung pada payung nuklir AS dan telah membiarkan AS memiliki senjata nuklir di Jepang, termasuk di atas kapal perang.

    Namun, memiliki kemampuan nuklir sendiri akan menjadi langkah besar melampaui itu.

    “Jika Jepang menempatkan senjata nuklirnya sendiri, itu akan menjadi perkembangan yang sangat signifikan,” jelasnya.

    “Hal itu akan mengganggu stabilitas seluruh Asia Timur Laut dan bisa memicu gelombang proliferasi yang akan membuat Korea Selatan jauh lebih mungkin untuk menempatkan senjata nuklir, semua hal tersebut akan memperburuk perlombaan senjata regional.”

    “Namun, saya rasa ada kekhawatiran yang cukup besar di kalangan masyarakat Jepang,” katanya.

    “Ada sensitivitas yang sangat kuat di Jepang yang didasarkan pada pemahaman dan penolakan terhadap apa yang sebenarnya dilakukan oleh senjata nuklir.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Muhammad Hanafi

    Editor: Melisa Ester Lolindu

    (ita/ita)

  • Roblox Terapkan Verifikasi Swafoto hingga Fitur Baru ChatGPT

    Roblox Terapkan Verifikasi Swafoto hingga Fitur Baru ChatGPT

    OpenAI mulai melakukan uji coba fitur grup chat untuk ChatGPT di beberapa negara. Pengguna dapat membuat ruang obrolan bersama teman atau rekan kerja, lalu berkolaborasi langsung dengan bantuan ChatGPT dalam percakapan.

    Fitur baru ChatGPT ini masih dalam uji coba untuk pengguna terbatas di Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Taiwan. Perusahaan mengatakan, pengguna gratis, Plus, dan Team versi web dan aplikasi sudah bisa mengakses fitur ini.

    Dikutip Tech Crunch, Senin (24/11/2025), uji coba ini dirancang OpenAI untuk mengeksplorasi bagaimana orang-orang menggunakan percakapan grup di ChatGPT.

    “Kami ingin memahami bagaimana percakapan kelompok dapat membantu orang bekerja sama dan menyelesaikan tugas,” tulis OpenAI di situs mereka.

    Sebelumnya, perusahaan rumornya sedang mengembangkan fitur mirip pesan langsung (Direct message).

    OpenAI menegaskan, privasi tetap dijaga. Obrolan pribadi dan memori ChatGPT pribadi tetap sepenuhnya bersifat privat. Chat grup hanya dapat diakses melalui undangan, dan setiap anggota dapat keluar kapan saja. Sebagian besar peserta dapat mengeluarkan peserta lain, meskipun pembuat grup hanya dapat keluar secara sukarela.

    Untuk pengguna di bawah 18 tahun, OpenAI menerapkan penyaringan konten dengan perlindungan tambahan dan kontrol orang tua.

    Baca selengkapnya di sini  

     

  • Jepang Bakal Siagakan Rudal di Dekat Taiwan, China Geram!

    Jepang Bakal Siagakan Rudal di Dekat Taiwan, China Geram!

    Beijing

    Pemerintah China melontarkan kritikan terhadap rencana Jepang menempatkan rudal di sebuah pulau di dekat Taiwan, saat ketegangan kedua negara semakin meningkat. Beijing menyebut rencana Tokyo itu sebagai upaya disengaja untuk “menciptakan ketegangan regional dan memprovokasi konfrontasi militer”.

    Kritikan itu muncul di tengah krisis diplomatik terburuk dalam beberapa tahun terakhir antara China dan Jepang, setelah Perdana Menteri (PM) Sanae Takaichi mengatakan pada bulan ini bahwa serangan hipotetis Beijing terhadap Taiwan dapat memicu respons militer dari Tokyo.

    “Kekuatan sayap kanan di Jepang … membawa Jepang dan kawasan menuju bencana,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, dalam konferensi pers rutin, seperti dilansir Reuters, Senin (24/11/2025).

    “Beijing bertekad dan mampu menjaga kedaulatan teritorial nasionalnya,” tegasnya.

    Pernyataan itu disampaikan menyusul pernyataan Menteri Pertahanan Jepang, Shinjiro Koizumi, pada Minggu (23/11) yang mengatakan bahwa rencana menempatkan unit rudal jarak menengah jenis darat-ke-udara di pangkalan militer di Yonaguni, pulau yang berjarak sekitar 110 kilometer dari lepas pantai Timur, “terus bergerak maju”.

    Koizumi menjelaskan bahwa penempatan rudal itu bertujuan untuk melindungi Yonaguni. “Kita meyakini bahwa keberadaan unit ini akan mengurangi kemungkinan serangan bersenjata terhadap negara kita,” ucapnya.

    Mao, dalam tanggapannya, mengkritik rencana penempatan rudal di pulau berpenghuni yang letaknya paling barat di Jepang tersebut.

    “Langkah ini sangat berbahaya dan seharusnya menimbulkan kekhawatiran serius di antara negara-negara tetangga dan komunitas internasional,” kritik Mao.

    Perselisihan diplomatik terbaru ini memicu krisis bilateral terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Pada Jumat (21/11), China mengadukan perselisihan diplomatik dengan Jepang ini kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui surat kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres.

    Duta Besar China untuk PBB, Fu Cong, dalam suratnya kepada Guterres, menuduh Tokyo mengancam “intervensi bersenjata” terkait Taiwan.

    Fu juga menuduh Takaichi telah melakukan “pelanggaran berat terhadap hukum internasional” dan norma-norma diplomatik ketika dia mengatakan bahwa serangan China terhadap Taiwan dapat memicu respons militer dari Tokyo.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Hadapi Tekanan China, Jepang-Filipina Perkuat Aliansi Militer

    Hadapi Tekanan China, Jepang-Filipina Perkuat Aliansi Militer

    Jakarta

    Jepang dan Filipina menggelar latihan militer pertama mereka pada Oktober 2025 sebagai bagian dari pakta pertahanan penting yang mulai berlaku pada September.

    Perjanjian Akses Timbal Balik (Reciprocal Access Agreement/RAA) yang ditandatangani pada Juli 2024 memungkinkan kedua negara saling mengerahkan pasukan di wilayah masing-masing.

    Victor Andres “Dindo” Manhit, analis geopolitik di Manila, mengatakan pakta baru ini meningkatkan kerja sama kedua sekutu ke level yang lebih tinggi. Pasalnya, kerja sama ini tidak hanya mencakup angkatan udara, angkatan darat, serta angkatan laut, tetapi juga ruang siber.

    “Di empat domain itu, kami menantikan kolaborasi yang kuat. Jepang akan bisa membantu kami saat kami mencoba melakukan modernisasi, meskipun dengan kemampuan yang terbatas,” ujar Manhit.

    Perjanjian ini dapat dilihat sebagai respons atas meningkatnya ketegangan antara Cina dan Filipina di Laut Cina Selatan. Jepang sendiri memiliki sengketa wilayah terpisah dengan Cina terkait sejumlah pulau di Laut Cina Timur.

    Negara-negara tetangga Cina perkuat pertahanan

    Jepang telah menawarkan ekspor hingga enam kapal perang kepada Filipina untuk memperkuat pertahanan maritim mereka. Saat ini, kapal perusak kelas Abukuma tersebut masih digunakan Pasukan Bela Diri Maritim Jepang.

    Manhit meyakini masih ada “banyak sekali” ruang kerja sama untuk ke depannya.

    Karena kebangkitan ekonomi Cina, peningkatan anggaran militernya, serta sikap yang semakin agresif di wilayah sengketa, banyak negara di Indo-Pasifik kini terpaksa ikut memperkuat pertahanan mereka.

    Cina kecam latihan gabungan dengan AS

    Salah satu contoh adalah Second Thomas Shoal, bagian dari Kepulauan Spratly, di area yang secara militer diduduki Filipina. Beijing tetap bersikeras bahwa area tersebut adalah milik Cina.

    Pada 2016, Mahkamah Arbitrase Antarbangsa di Den Haag memutuskan klaim Cina tidak memiliki dasar hukum internasional.

    Cina menolak putusan tersebut dan menuduh Filipina beroperasi di perairan Cina. Kapal-kapal Filipina kerap menghadapi tindakan agresif dari kapal Cina di sekitar wilayah sengketa, mulai dari dibuntuti, dikepung hingga diserang dengan meriam air dan sinar laser oleh Penjaga Pantai Cina.

    Pada 14-15 November lalu, Filipina, Jepang, dan Amerika Serikat (AS) menggelar latihan gabungan di Laut Cina Selatan, di bawah kegiatan Multilateral Maritime Cooperative Activity (MMCA). Latihan itu berlangsung di perairan yang oleh Manila disebut Laut Filipina Barat. Kegiatan tersebut dilihat sebagai respons untuk memberikan sinyal politik kuat kepada Cina.

    Langkah tersebut memicu respons keras Beijing. Pejabat Cina menyebut latihan itu “merusak perdamaian dan stabilitas kawasan.”

    Cina hentikan impor makanan dari Jepang

    Latihan yang melibatkan Angkatan Laut AS itu juga berlangsung di tengah memanasnya hubungan Cina-Jepang, setelah Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi menyatakan Jepang bisa melakukan aksi bela diri jika Cina menyerang Taiwan.

    Sebuah unggahan daring oleh Xue Jian, Konsul Jenderal Cina di Osaka, mengkritik pernyataan Takaichi. Ia menulis bahwa “kami hanya perlu memenggal kepala-kepala kotor mereka.” Unggahan tersebut telah dihapus.

    Cina merespons dengan menghentikan impor produk laut dari Jepang dan menyarankan warganya untuk tidak bepergian ke Jepang. Hampir 500.000 tiket pesawat ke Jepang telah dibatalkan.

    Kei Koga, profesor di Program Kebijakan Publik dan Urusan Global di Nanyang Technological University (NTU) Singapura, mengatakan strategi Cina adalah memberi tekanan kepada Jepang, yang juga bisa berdampak pada Filipina.

    “Saya percaya Cina melihat pernyataan PM Takaichi sebagai peluang besar untuk menekan potensi pemerintahan konservatif yang kuat di Jepang,” katanya kepada DW.

    “Dengan cara itu, Cina mungkin mencoba menciptakan jurang antara AS dan Jepang, serta antara Jepang dan negara lain, termasuk Filipina.”

    Filipina menimbang risiko konflik Taiwan

    Cina mengklaim Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri sebagai bagian dari wilayahnya, dan mengancam akan menggunakan kekuatan militer untuk menguasainya.

    Pada Agustus, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mengatakan bahwa setiap konflik terkait Taiwan hampir pasti akan menyeret negaranya untuk terlibat “meski dengan terpaksa.” Cina mengatakan Filipina akan “bermain api” jika hal itu terjadi.

    Koga menilai fokus Manila terutama tertuju pada Laut Cina Selatan dan upaya menjaga kepentingannya di kawasan tersebut.

    “Jepang dan Amerika Serikat telah membahas kemungkinan kontingensi Taiwan dan bagaimana mereka dapat bekerja sama. Mengingat kedekatan geografis, mereka ingin membahas isu itu dengan Filipina,” ujarnya.

    “Fokus strategis Filipina adalah Laut Cina Selatan. Mereka melihat bahwa kerja sama pertahanan dapat memperkuat kemampuan mereka untuk menahan atau mencegah agresivitas Cina di sana,” tambahnya.

    “Filipina memang khawatir soal kontingensi Taiwan karena ada lebih dari 160.000 warga Filipina di Taiwan, jadi negara itu harus memperhatikannya. Namun, untuk kerja sama militer jika terjadi situasi darurat, saya rasa Filipina belum memiliki rencana yang jelas,” jelas Koga.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Adelia Dinda Sani

    Editor: Melisa Ester Lolindu

    (ita/ita)