FotoOto
Septian Farhan Nurhuda – detikOto
Senin, 01 Des 2025 14:38 WIB
Jakarta – Yamaha Augur 155 telah meluncur di Taiwan. Skuter matik gambot tersebut punya tampilan unik dan tak biasa. Berikut kami tampilkan wujudnya dari berbagai sisi.

FotoOto
Septian Farhan Nurhuda – detikOto
Senin, 01 Des 2025 14:38 WIB
Jakarta – Yamaha Augur 155 telah meluncur di Taiwan. Skuter matik gambot tersebut punya tampilan unik dan tak biasa. Berikut kami tampilkan wujudnya dari berbagai sisi.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5418959/original/074834400_1763632922-TIKTOK.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Di sisi lain, OpenAI baru saja meluncurkan aplikasi generator video berbasis kecerdasan buatan (AI), Sora, untuk pengguna perangkat Android. Aplikasi Sora ini sudah dapat diunduh melalui Google Play Store dengan wilayah Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.
Sora pertama kali meluncur ke platform mobile lewat peluncuran aplikasi tersebut di App Store pada September 2025. Hanya dalam waktu satu minggu, aplikasi ini mencatat lebih dari 1 juta unduhan dan langsung berada di puncak toko aplikasi Apple tersebut.
Dengan kehadirannya di Play Store, diperkirakan jumlah pengguna Sora akan meningkat secara signifikan.
Mengutip TechCrunch, Minggu (9/11/2025), Sora versi Android membawa fitur berbagi video berbasis feed cara kerjanya mirip TikTok atau Instagram. Fitur ini memungkinkan pengguna menjelajah video buatan AI dalam format vertikal.
Langkah ini dianggap menjadi strategi OpenAI untuk masuk ke pasar video pendek dan bersiang langsung dengan TikTok, Instagram, dan platform berbagi video singkat lainnya.
Pelopor teknologi AI tersebut juga tetap mempertahankan semua fitu di versi iOS, termasuk fitur “Cameos” diperuntukkan bagi pengguna untuk membuat video diri mereka sendiri saat melakukan berbagai aktivitas menggunakan model mirip mereka sendiri.
Sora sendiri saat ini sedang menghadapi kritik terkait penggunaan deepfake. Setelah peluncuran awal, berbagai unggahan video tak pantas dibuat pakai AI ini mulai marak beredar di internet.

Jakarta –
Produsen roda dua asal Jepang, Yamaha, resmi meluncurkan Yamaha Augur 155 untuk konsumen di Taiwan. Skuter matik (skutik) gambot tersebut punya desain tak biasa, terutama di bagian wajahnya. Berapa harganya?
Disitat dari Greatbiker, Senin (1/12), Yamaha Augur 155 punya tampilan yang benar-benar agresif dan berani. Skutik tersebut mengusung desain yang serba tajam dengan Y-LLA atau Yamaha Lean Light Assist yang unik. Hal tersebut membuat mukanya terlihat bermoncong.
Pabrikan mengklaim, desain muka yang unik tersebut membuat cahaya lampu depan lebih baik dan terpusat ke titik sentral. Selain itu, visibilitas pengendara juga diklaim menjadi lebih baik.
Yamaha Augur 155 meluncur di Taiwan. Foto: Doc. Yamaha
Meskipun secara struktur mengusung konsep neo-futuristik, namun kendaraan itu dirancang minimalis, terutama soal pemilihan warna dan ornamen eksterior. Butuh waktu untuk benar-benar ‘menerima’ dan menyukai desain tersebut.
Yamaha Augur 155 menggunakan mesin BlueCore bersilinder tunggal dengan muntahan tenaga 15 PS dan torsi 13,9 Nm. Spesifikasi tersebut dikawinkan dengan teknologi variable valve actuation (VVA) dan pendingin cairan (water-cooled).
Pabrikan membekalinya dengan rem double cakram yang sudah disematkan sistem antilock braking system (ABS) berkanal tunggal di roda depan. Sementara suspensi depannya bisa diatur sesuai kebutuhan pengendara.
Yamaha Augur 155 di Taiwan. Foto: Doc. Yamaha
Fiturnya juga cukup beragam, misalnya seperti pencahayaan full LED, panel instrumen digital yang bisa terhubung ke ponsel melalui Y-Connect, sistem nirkunci pintar atau smart keyless, soket pengisian daya ponsel dan masih banyak lagi.
Di Taiwan, Yamaha Augur 155 dibanderol seharga Rp 50 jutaan. Nominal tersebut tentu cukup tinggi untuk skutik sekelasnya.
(sfn/rgr)

Jakarta –
Sebuah studi terbaru mengungkapkan kebiasaan makan sendirian rupanya dapat berpengaruh pada kesehatan mental dan fisik. Dalam jurnal Appetite, makan malam seorang diri dikaitkan dengan pola makan yang lebih buruk, kurang gizi, penurunan berat badan, hingga meningkatkan risiko kerapuhan mental dibandingkan mereka yang makan bersama-sama.
Para peneliti dari Flinders University Australia meninjau 24 studi yang diterbitkan dalam dua dekade terakhir yang berfokus pada orang tua yang makan sendirian. Hasilnya cukup mengkhawatirkan.
“Perbedaannya sangat terlihat pada konsumsi buah dan sayur. Di Taiwan, pria yang makan sendirian mengonsumsi sayur sekitar dua kali sehari, sedangkan mereka yang makan bersama mengonsumsinya hampir dua setengah kali sehari,” ucap peneliti dikutip dari Daily Mail, Minggu (30/11/2025).
Makan sehat seperti buah dan sayur tidak hanya bermanfaat untuk kesehatan tubuh, tapi juga kesehatan mental. Studi itu juga menemukan lansia di Swedia yang makan sendirian empat kali lebih mungkin makan junk food, dibanding makan bersama orang lain.
Makanan siap saji biasanya memiliki kandungan garam lebih tinggi, meningkatkan gula darah, dan berkontribusi pada meningkatnya tekanan darah.
Peneliti menambahkan makan bersama dapat membangun ikatan sosial yang kuat, meningkatkan kesehatan mental, serta memberi dampak positif saat makan.
“Menyiapkan makanan bergizi terasa kurang berharga jika hanya untuk diri sendiri. Isyarat sosial yang biasanya mendorong kita makan lebih banyak dan mencoba beragam makanan menghilang. Dan beban psikologis dari rasa kesepian memberi dampaknya sendiri,” ungkap peneliti.
Untuk mencegah masalah ini berkembang, peneliti menyarankan agar dokter dan perawat secara rutin menanyakan kebiasaan makan kebiasaan makan pasien lansia saat pemeriksaan.
“Bagi keluarga yang memiliki orang tua atau kerabat lansia yang tinggal sendirian, pesannya sangat praktis. Makan malam keluarga secara rutin atau janjian makan siang bisa sama pentingnya dengan apa yang sebenarnya ada di atas piring,” tandas peneliti.
Halaman 2 dari 2
(avk/up)

Beijing –
China memberi peringatan keras kepada Jepang soal Taiwan. China meminta Jepang tak ikut campur urusannya dengan Taiwan.
Dilansir Reuters, Jumat (28/11/2025), Kementerian Pertahanan China memperingatkan Jepang akan membayar ‘harga yang menyakitkan’ jika bertindak melewati batas terkait masalah Taiwan. Peringatan itu disampaikan China merespons rencana Tokyo mengerahkan rudal di sebuah pulau yang berjarak sekitar 100 Km saja dari pantai Taiwan.
Tensi antara kedua negara itu meningkat dalam krisis diplomatik terburuk dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dipicu Perdana Menteri (PM) Sanae Takaichi yang mengisyaratkan Jepang dapat melakukan intervensi militer jika serangan China terhadap Taiwan mengancam kelangsungan hidup Tokyo.
Pada Minggu (23/11), Menteri Pertahanan Jepang, Shinjiro Koizumi, mengatakan Tokyo berencana menempatkan unit rudal jarak menengah jenis darat-ke-udara ke sebuah pangkalan militer di Yonaguni. Lokasi itu merupakan pulau yang berjarak sekitar 110 Km dari pantai timur Taiwan.
Kementerian Pertahanan China sendiri menyatakan cara ‘menyelesaikan masalah Taiwan’ adalah urusan Beijing dan tidak ada hubungannya dengan Jepang yang sempat menguasai Taipei dari tahun 1895 silam hingga akhir perang Dunia tahun 1945. China pun menyindir tindakan Jepang di masa lalu.
“Jepang tidak hanya gagal untuk merenungkan secara mendalam kejahatan agresinya dan penjajahan beratnya di Taiwan, tetapi justru, menentang opini dunia, Jepang justru terlena dengan khayalan intervensi militer di Selat Taiwan,” ucap juru bicara Kementerian Pertahanan China, Jiang Bin, dalam jumpa pers.
Dia mengatakan China punya kemampuan militer yang kuat. Dia menegaskan kekuatan militer China dapat diandalkan untuk mengalahkan musuh yang menyerang Negeri Tirai Bambu itu.
“Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) memiliki kemampuan yang kuat dan sarana yang bisa diandalkan untuk mengalahkan musuh yang menyerang,” sebutnya.
Dia mengancam Jepang akan membayar harga yang menyakitkan jika melewati batas. Dia mengatakan Jepang hanya akan menimbulkan masalah bagi diri sendiri jika dianggap oleh China telah melewati batas dalam urusan Taiwan.
“Jika pihak Jepang berani melewati batas, bahkan setengah langkah saja, dan menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri, mereka pasti akan membayar harga yang menyakitkan,” tegas Jiang dalam pernyataannya.
Taiwan, yang memiliki pemerintahan demokratis sendiri, berulang kali menolak klaim teritorial China. Taipei menegaskan hanya rakyat mereka yang bisa memutuskan masa depan Taiwan.
Presiden Taiwan Lai Ching-te mengumumkan rencana untuk menghabiskan anggaran pertahanan tambahan USD 40 miliar selama delapan tahun ke depan. Hal ini menuai kritikan Beijing, yang menyebutnya sebagai pemborosan yang hanya akan menjerumuskan Taiwan ke bencana.
Saat ditanya soal kritikan itu, juru bicara Dewan Urusan Daratan Utama Taiwan, Liang Wen-chieh, mengatakan pada Kamis (27/11) bahwa anggaran pertahanan China jauh lebih besar daripada Taiwan.
“Jika mereka dapat mengutamakan perdamaian lintas selat, dana ini juga dapat digunakan untuk meningkatkan perekonomian dan mata pencaharian masyarakat daratan utama,” sebutnya.
“Kedua belah pihak di selat ini tidak seharusnya seperti ini, saling bermusuhan sengit; itu akan baik untuk semua orang,” ujar Liang.
Jepang sendiri telah mendapat nasihat dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Trump memberikan saran khusus kepada Perdana Menteri (PM) Jepang Sanae Takaichi untuk tidak memprovokasi China terkait Taiwan.
“Trump melakukan panggilan telepon dengan Takaichi dan menyarankan dia untuk tidak memprovokasi Beijing terkait masalah kedaulatan pulau tersebut,” demikian seperti dilaporkan WSJ, yang mengutip para pejabat Jepang dan AS yang mendapatkan pengarahan soal percakapan telepon kedua pemimpin itu.
“Saran dari Trump itu sangat halus, dan dia tidak menekan Takaichi untuk menarik kembali komentarnya,” sebut WSJ dalam laporannya seperti dilansir AFP. Juru bicara kantor PM Jepang menolak untuk mengomentari laporan WSJ tersebut.
Lihat juga Video: China Tebar Ancaman ke Jepang Buntut Pasang Rudal Dekat Taiwan
Halaman 2 dari 3
(haf/haf)

Ponorogo (beritajatim.com) – Nama dua perempuan asal Ponorogo tiba-tiba memenuhi linimasa warganet setelah muncul kabar mereka ikut terjebak dalam kebakaran di Wang Fuk Court, Hong Kong. Di tengah kecemasan keluarga dan warga, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Ponorogo memastikan kabar tersebut masih perlu diverifikasi.
Nama dua Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang ramai disebut, yakni Yasmiati, warga Desa Trisono, dan Mardiana, warga Desa Cekok, Kecamatan Babadan, Ponorogo, belum terkonfirmasi keberadaannya dalam data resmi pemerintah. Kabid Pemberdayaan Tenaga Kerja Disnaker Ponorogo, Muhrodhi, menegaskan bahwa pihaknya masih akan melakukan penelusuran mendalam apakah benar kedua nama tersebut menjadi korban atau terdampak peristiwa kebakaran hebat tersebut.
“Informasi di medsos memang menyebut ada dua PMI asal Ponorogo yang jadi korban kebakaran. Tapi kami belum bisa memastikan benar atau tidaknya,” kata Muhrodhi.
Muhrodhi menjelaskan, pengecekan awal telah dilakukan melalui aplikasi SIAPkerja, namun kedua nama tersebut tidak muncul dalam sistem. Kondisi itu membuka kemungkinan bahwa keduanya sudah bekerja cukup lama di Hong Kong sehingga tidak tercatat dalam pendataan terbaru. “Nama mereka tidak ada di sistem. Kemungkinan memang sudah lama bekerja di sana,” jelas Muhrodhi.
Hingga saat ini, Disnaker Ponorogo belum menerima laporan resmi dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong terkait adanya warga Ponorogo yang terdampak insiden kebakaran tersebut. KJRI sebelumnya hanya menyampaikan ucapan duka serta memastikan tengah berkoordinasi dengan otoritas setempat untuk mendata dan menangani WNI yang menjadi korban. “Hong Kong memang menjadi salah satu negara tujuan favorit PMI Ponorogo selain Taiwan,” pungkas Muhrodhi.
Untuk diketahui, Disnaker Ponorogo mencatat per 31 Oktober 2025 terdapat 1.391 PMI asal Ponorogo yang bekerja di Hong Kong. Angka tersebut menempatkan Hong Kong sebagai salah satu tujuan favorit selain Taiwan. (end/kun)

Jakarta –
Pada tahun 1982 Malaysia bagian barat, Malaysia Semenanjung, memajukan waktu 30 menit untuk menyelaraskan zona waktunya dengan negara bagian Sabah dan Sarawak yang terletak di Pulau Kalimantan.
Perubahan tersebut, yang diperintahkan oleh Perdana Menteri saat itu, Mahathir Mohamad, dipresentasikan sebagai langkah pembangunan dan modernisasi yang akan menyatukan seluruh negara dalam satu waktu yang sama.
Meskipun demikian, tidak terelakkan matahari terbit sekitar pukul 7 pagi di Malaysia Semenanjung, kira-kira satu jam lebih lambat dibandingkan Malaysia Timur.
Beberapa orang tua mengeluhkan sedikitnya waktu yang mereka miliki untuk mempersiapkan anak-anak ke sekolah. Mengingat hanya 30 menit dari waktu terbitnya matahari hingga sekolah dimulai yakni pukul 7:30.
Hal ini juga berarti matahari terbenam relatif lebih awal, sehingga banyak warga Malaysia masih bekerja atau sedang bepergian ketika hari sudah gelap dan cenderung menyantap makan malam lebih terlambat.
Perdebatan puluhan tahun silam yang kembali tersulut
Menteri Investasi, Perdagangan dan Industri Malaysia, Tengku Zafrul Aziz, sedang mengunjungi ibu kota Sabah, Kota Kinabalu. Saat sedang lari pagi ia pun memposting di kanal sosial mediånya soal nikmatnya berolahraga lebih awal.
Apa yang seharusnya menjadi unggahan ceria tentang gaya hidup sehat justru menyalakan kembali bara perdebatan puluhan tahun.
Banyak pengguna media sosial menyerukan pemerintah untuk memundurkan jam satu jam di Malaysia Semenanjung, tempat di mana sebagian besar penduduk negara itu tinggal.
“Saya baru-baru ini berada di Manila (ibu kota Filipina) untuk perjalanan bisnis, dan menyenangkan rasanya mendapatkan beberapa jam sinar matahari sebelum masuk kantor,” kata Mohd Rahman, yang bekerja di sebuah bank besar di Kuala Lumpur, kepada DW.
Siti Abdullah, seorang ibu dengan dua anak di Georgetown, Malaysia barat laut, mengatakan bahwa ia tidak tahu soal ilmunya, tetapi “banyak orang di sini merasa perubahan zona waktu akan baik bagi kesehatan. Itu pasti akan membantu urusan antar-jemput sekolah.”
Beberapa ahli medis yang diwawancarai DW mengatakan hanya sedikit bukti ilmiah yang secara kuat mendukung klaim tersebut, meskipun topik ini jelas telah menjadi bahan perbincangan nasional.
Isu ini bahkan dibahas di parlemen tahun lalu. Menteri Investasi, Perdagangan dan Industri saat itu, Liew Chin Tong, berkomentar bahwa perubahan zona waktu akan memiliki “dampak signifikan terhadap ekonomi” dan bahwa pemerintah tidak mempertimbangkan perubahan tersebut.
Sejarah pergeseran waktu
Baik Singapura maupun Malaysia dipaksa beralih ke GMT+9 selama Perang Dunia II atas perintah penjajah Jepang, yang ingin wilayah tersebut mengikuti waktu Tokyo.
Setelah perang, Malaysia Semenanjung mengadopsi UTC+7:30, titik tengah antara waktu sebelumnya dan waktu perang, sebelum kembali bergerak ke GMT+8 pada 1 Januari 1982.
Ini membuat Kuala Lumpur, ibu kota Malaysia, dalam posisi yang tidak biasa. Kota ini berada pada garis bujur yang mirip dengan Bangkok (Thailand) dan Jakarta (Indonesia), namun beroperasi satu jam lebih cepat dari kedua kota itu. Pada saat yang sama, Kuala Lumpur berbagi zona waktu dengan Manila, ibu kota Filipina, yang terletak sekitar 2.500 kilometer ke arah timur.
Singapura, di ujung selatan Malaysia Semenanjung, mengikuti langkah Kuala Lumpur pada 1982 dan juga beralih ke GMT+8 untuk “menghindari ketidaknyamanan bagi pebisnis dan pelancong,” menurut pemerintah saat itu.
Menurut beberapa kritikus, kurangnya sinar matahari pagi dan matahari terbenam yang terlalu awal mengganggu ritme sirkadian warga Malaysia, yaitu siklus 24 jam dari perubahan fisik, mental dan perilaku yang diatur oleh cahaya dan kegelapan.
Namun, para ahli skeptis.
Mahadir Ahmad, dosen senior dan psikolog klinis di Universiti Kebangsaan Malaysia, mengatakan kepada DW bahwa ia tidak yakin perbedaan satu jam signifikan menyebabkan masalah kesehatan yang besar, sambil mencatat bahwa tidak ada bukti kuat dari studi regional yang mendukung klaim tersebut.
“Yang lebih penting adalah menjaga proses internal yang mengatur siklus tidur-bangun (ritme sirkadian) dan selama rutinitas tidur kita tidak menekan produksi melatonin, kita bisa tidur dan bangun berdasarkan siklus siang dan malam,” jelasnya.
“Bukti yang ada menunjukkan bahwa kurang tidur dan ketidaksesuaian ritme sirkadian dapat menyebabkan gangguan kognitif dan suasana hati,” tambahnya.
Nurul Aqilah Hasan Ashaari, ahli diet klinis, menekankan bahwa beberapa negara Asia Tenggara lain yang mengikuti zona waktu ‘yang benar’ memiliki indikator kesehatan yang lebih buruk daripada Malaysia, dan bahwa perilaku sosial seperti pola makan, olahraga, serta jam kerja jauh lebih penting dibanding waktu pasti matahari terbit atau terbenam.
Untuk saat ini, para ilmuwan mengatakan, tantangan kesehatan Malaysia tampaknya lebih dipengaruhi oleh gaya hidup daripada posisi negara tersebut pada peta zona waktu dunia.
ASEAN punya zona waktu yang sama?
Secara paralel, ada pula seruan keras agar Malaysia tetap berada di GMT+8 namun seluruh Asia Tenggara mengikutinya, meskipun untuk alasan ekonomi, bukan kesehatan.
Pada Januari, Abdul Wahid Omar, pemimpin bursa saham Malaysia berpendapat bahwa seluruh kawasan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) sebaiknya mengadopsi zona waktu bersama, yang menurutnya GMT+8.
Hal ini akan “lebih mengintegrasikan ASEAN sebagai blok ekonomi yang kuat” dan menyelaraskan kawasan dengan Cina, Hong Kong, dan Taiwan, katanya dalam sebuah forum bisnis awal tahun ini.
Singapura, yang juga berada di GMT+8, secara terbuka mendukung gagasan tersebut. Ide ini pertama kali muncul dari perdana menteri Singapura saat itu, Goh Chok Tong, pada 1995, muncul kembali pada 2006, dan pada 2015, ketika Malaysia menjabat sebagai ketua ASEAN.
Mengadopsi satu zona waktu akan membutuhkan perubahan besar. Thailand, Kamboja, Laos, dan Vietnam harus berpindah dari GMT+7, meskipun Bangkok dan Hanoi pernah menyinggung ide tersebut.
Myanmar, yang saat ini berada di GMT+6:30, harus memajukan jamnya satu setengah jam.
Indonesia akan menghadapi tantangan terbesar. Kepulauan luas ini membentang di tiga zona waktu GMT+7, GMT+8 dan GMT+9. Pulau Jawa, di mana ibukota dan sebagian besar kota besar lainnya berada, menggunakan GMT+7.
Diskusi mengenai penyatuan seluruh negara dalam satu zona waktu GMT+8 sudah berlangsung sejak 2012, namun proposal itu berulang kali ditunda dan tak pernah diterapkan.
Saat ini, Asia Tenggara rata-rata terbagi antara GMT+7 dan GMT+8.
Apakah kesenangan seorang menteri menikmati lari pagi cukup untuk mengubah jam kawasan ini? Sejauh ini masih belum ada jawaban yang pasti.
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Sorta Caroline
Editor: Yuniman Farid
(ita/ita)

Beijing –
Kementerian Pertahanan China memperingatkan bahwa Jepang akan membayar “harga yang menyakitkan” jika bertindak melewati batas terkait masalah Taiwan. Peringatan ini merespons rencana Tokyo mengerahkan rudal di sebuah pulau yang berjarak sekitar 100 kilometer saja dari pantai Taiwan.
Peringatan tersebut, seperti dilansir Reuters, Jumat (28/11/2025), dilontarkan saat kedua negara terlibat krisis diplomatik terburuk dalam beberapa tahun terakhir, setelah Perdana Menteri (PM) Sanae Takaichi mengisyaratkan Jepang dapat melakukan intervensi militer jika serangan China terhadap Taiwan mengancam kelangsungan hidup Tokyo.
Menteri Pertahanan Jepang, Shinjiro Koizumi, mengatakan pada Minggu (23/11) bahwa rencana Tokyo untuk menempatkan unit rudal jarak menengah jenis darat-ke-udara ke sebuah pangkalan militer di Yonaguni, sebuah pulau yang berjarak sekitar 110 kilometer dari pantai timur Taiwan, “terus bergerak maju”.
Saat ditanya soal pengerahan tersebut, Kementerian Pertahanan China mengatakan bahwa cara “menyelesaikan masalah Taiwan” adalah urusan Beijing dan tidak ada hubungannya dengan Jepang, yang sempat menguasai Taipei dari tahun 1895 silam hingga akhir perang Dunia tahun 1945.
“Jepang tidak hanya gagal untuk merenungkan secara mendalam kejahatan agresinya dan penjajahan beratnya di Taiwan, tetapi justru, menentang opini dunia, Jepang justru terlena dengan khayalan intervensi militer di Selat Taiwan,” ucap juru bicara Kementerian Pertahanan China, Jiang Bin, dalam jumpa pers.
“Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) memiliki kemampuan yang kuat dan sarana yang bisa diandalkan untuk mengalahkan musuh yang menyerang,” sebutnya.
“Jika pihak Jepang berani melewati batas, bahkan setengah langkah saja, dan menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri, mereka pasti akan membayar harga yang menyakitkan,” tegas Jiang dalam pernyataannya.
Kementerian Luar Negeri China sebelumnya telah mengkritik pengerahan rudal oleh Jepang tersebut.
Taiwan yang memiliki pemerintahan demokratis sendiri, berulang kali menolak klaim teritorial China. Taipei menegaskan bahwa hanya rakyat mereka yang bisa memutuskan masa depan Taiwan.
Presiden Lai Ching-te, pekan ini, mengumumkan rencana untuk menghabiskan anggaran pertahanan tambahan US$ 40 miliar selama delapan tahun ke depan. Hal ini menuai kritikan Beijing, yang menyebutnya sebagai pemborosan yang hanya akan menjerumuskan Taiwan ke bencana.
Saat ditanya soal kritikan itu, juru bicara Dewan Urusan Daratan Utama Taiwan, Liang Wen-chieh, mengatakan pada Kamis (27/11) bahwa anggaran pertahanan China jauh lebih besar daripada Taiwan.
“Jika mereka dapat mengutamakan perdamaian lintas selat, dana ini juga dapat digunakan untuk meningkatkan perekonomian dan mata pencaharian masyarakat daratan utama,” sebutnya.
“Kedua belah pihak di selat ini tidak seharusnya seperti ini, saling bermusuhan sengit; itu akan baik untuk semua orang,” ujar Liang.
Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)