Negara: Swiss

  • Drone Israel Unjuk Gigi di Swiss

    Drone Israel Unjuk Gigi di Swiss

    CNN Indonesia
    Swiss menggaet perusahaan Israel untuk menyediakan enam drone bagi sistem pertahanan ADS 15. Dua sudah tiba dan laik terbang, sisanya baru tahun depan.

    Bagikan:

    url telah tercopy

  • Mengingat Janji Kominfo 5 Tahun Lalu Data Registrasi SIM Card Aman

    Mengingat Janji Kominfo 5 Tahun Lalu Data Registrasi SIM Card Aman

    Jakarta, CNN Indonesia

    Sebelum muncul kasus kebocoran miliaran data registrasi SIM card, Kementerian Komunikasi dan Informatika sempat menjanjikan keamanan data pribadi pelanggan.

    Diketahui, kebijakan wajib daftar SIM card itu sudah digaungkan Kominfo pada 2017 dengan tenggat hingga 28 Februari 2018. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi.

    Dikutip dari keterangan di akun Instagram-nya, Kominfo meminta mengabaikan ragam hoaks yang beredar di sosial media soal registrasi SIM Card.

    “Tenang, Data kamu aman kok. Semuanya adalah sistem yang bekerja dan semua Operator sudah menerapkan standar Internasional ISO 27001 terkait Keamanan Informasi,” ujar Kominfo, dalam unggahan 2 November 2017.

    “Kita Aman, Nyaman dan Penipu-pun resah ☺️,” lanjut pernyataan itu.

    [Gambas:Instagram]

    Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo Ahmad Ramli merinci tiga hoaks itu antara lain tidak wajib registrasi kartu SIM; tenggat pendaftaran kartu SIM terakhir adalah 31 Oktober; dan operator akan menyalahgunakan data dari pelanggan.

    “Mohon tidak dipercayai,” ucapnya, pada konferensi pers, di Jakarta, Rabu (2/11).

    Ramli pun mengklaim operator tak memiliki akses lebih jauh di database Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.

    “Operator dan/atau gerai statusnya sebagai mitra untuk menjamin perindungan data pelanggan sesuai ISO 27001. Operator telekomunikasi hanya memiliki akses (dari Dukcapil) untuk memvalidasi saja, tidak lebih dalam lagi,” ujar dia, Rabu (1/11).

    ISO 27001 adalah sertifikasi standar internasional yang diberikan untuk industri. Jika ingin mendapatkan sertifikasi ini, industri harus mengikuti syarat yang salah satunya adalah wajib mengamankan data pelanggan.

    Saat kebijakan itu diluncurkan, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) memprediksi registrasi kartu prabayar ini berpotensi mengganggu hak privasi warga negara.

    Pasalnya, dalam aturannya, pemerintah mengharuskan masyarakat meminta pelanggan kartu SIM prabayar untuk menyertakan nomor induk kependudukan (NIK) hingga kartu keluarga (KK).

    “Meskipun kewajiban registrasi SIM card ada di tujuh negara lainnya di dunia, minimnya jaminan perlindungan data pribadi maupun privasi secara umum di Indonesia berpotensi mengancam keamanan data masyarakat sendiri,” terang Wahyudi Djafar, Deputi Direktur Riset ELSAM, Selasa (17/10/2017).

    Beberapa negara memang wajib melakukan registrasi kartu SIM, seperti Brasil, China, Pakistan, Arab Saudi, Swiss, dan Zimbabwe. Namun, registrasi dilakukan dengan paspor bukan NIK.

    “Kalau paspor kan tidak bisa melacak secara jelas di mana alamat, siapa saja keluarga dan catatan sipil seseorang. Apalagi nama kandung ibu itu adalah data yang sangat sensitif. Itu merupakan super password,” ujar Wahyudi.

    Ramai bantahan

    Sekitar lima tahun usai janji Kominfo itu, user BreachForums (breached.to) Bjorka mengklaim memiliki 1,3 miliar data registrasi kartu SIM dengan kapasitas 87 GB. Ia membanderolnya dengan harga US$50 ribu (sekitar Rp744 juta). Ia pun menyertakan sampel data sebanyak 2GB.

    Bjorka juga sempat membocorkan data diduga 26 juta pelanggan IndiHome.

    Chairman lembaga riset siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) Pratama Persadha mengatakan 1,5 sampel data yang dibagikan Bjorka terbukti valid. Pasalnya, nomor-nomor kontak itu bisa ditelepon.

    Saat dikonfirmasi, Menkominfo Johnny G. Plate mengklai kebocoran bukan dari lembaganya. “Data itu tidak ada di Kominfo,” aku dia, saat ditemui di Bali, Kamis (1/9).

    Soal siapa yang bertanggung jawab, politikus Partai NasDem itu menyinggung ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik.

    “Sekarang ikut atau tidak ikut. Kalau tidak ikut bocor datanya karena tidak menjaga,” ujarnya.

    Pihak operator telekomunikasi dan Dukcapil pun turut membantahnya dengan mengklaim tak ada kebocoran setelah melakukan pemeriksaan internal.

    Lalu, dari mana bocornya, dan siapa yang harus tanggung jawab?

    (tim/arh)

    [Gambas:Video CNN]

  • Burungnesia, Kisah Manusia-manusia Burung yang Terbang Mandiri

    Burungnesia, Kisah Manusia-manusia Burung yang Terbang Mandiri

    Jakarta, CNN Indonesia

    Swiss Winasis (40) dan rekan-rekan mengabdikan hidup demi burung. Itu bermula karena kepiluan mereka melihat kondisi Indonesia yang menjadi pusat krisis burung berkicau.

    Menurut Swiss, masih banyak burung, termasuk yang dilindungi, yang ditangkap dan diperjualbelikan secara bebas.

    “Dari situ populasi burung sudah semakin menurun dan semakin susah untuk melihatnya di alam. Atas dasar itu lah maka kemudian kita berpikir kalo ini enggak segera didata, enggak segera didokumentasikan keburu udah enggak ada semua burungnya,” tutur dia, kepada CNNIndonesia.com lewat sambungan telepon pada Selasa (2/8).

    Ketertarikan Swiss pada burung membawanya untuk mendirikan Burungnesia, sebuah aplikasi Android yang digunakan untuk mengumpulkan data distribusi burung di Indonesia.

    “Burungnesia adalah alat bantu bagi pengamat burung dalam mengumpulkan, menyimpan, dan mengelola data lapangan. Lebih jauh aplikasi ini adalah media dalam menggalang kekuatan publik/amatir untuk memperkuat gerakan konservasi dan ilmu pengetahuan burung berbasis warga/voluntary,” tulis deskripsi aplikasi ini di Google Play Store.

    Perjalanan Burungnesia sejak didirikan pada 2016 bukan tanpa tantangan. Swiss menyebut salah satu tantangan utama platform ini adalah user atau kontributornya yang bersifat relawan.

    Dikarenakan semuanya relawan atau volunteer, maka perkembangan arus data Burungnesia sangat bergantung pada mereka.

    “Karena semuanya volunteer semua tergantung ke kontributor. Kalo mereka rajin data kita banyak,” katanya.

    Di sisi lain, model kontributor semacam ini juga disebut menguntungkan karena tidak ada keterbatasan dalam jumlah kontributor. Saat ini Burungnesia sendiri memiliki lebih dari 2200 kontributor di seluruh Indonesia. Data yang telah terkumpul juga sangat besar.

    “Ada sekitar 200 ribu data yang terkumpul. Dan yang tercatat itu sudah 1300 spesies dari 1800-an spesies yang ada di Indonesia,” ujar Swiss.

    Sebagian besar burung yang belum masuk ke dalam database Burungnesia berada di wilayah Indonesia Timur. Menurut Swiss, ini disebabkan karena volunteer di wilayah tersebut terbilang sedikit dan operasional untuk pengamatan juga membutuhkan biaya yang cukup tinggi.

    Untuk menjadi kontributor Burungnesia, skill utama yang diperlukan adalah mampu mengidentifikasi burung. Sebelum menjadi bagian dari penyuplai data Burungnesia, seorang pengguna setidaknya harus bisa mengidentifikasi 50 jenis burung.

    Syarat tersebut bersifat wajib karena data yang disediakan Burungnesia merupakan data yang berhubungan dengan data ilmiah, sehingga sebisa mungkin tidak boleh salah.

    Setelah menjadi kontributor, pengguna nantinya hanya tinggal menginput nama burung. Saat nama burung dimasukkan, maka lokasi dan waktu peng-input-an juga akan tercatat.

    Data yang di-input oleh kontributor nantinya akan dilengkapi lagi oleh tim Burungnesia.

    Di aplikasi Burungnesia, pengguna dapat melihat data burung mulai dari foto, nama latin, deskripsi burung, peta penyebaran, ukuran, hingga karakter sosialnya.

    Burungnesia sendiri hingga saat ini tidak terafiliasi dengan lembaga atau partner apa pun. Menurut Swiss, partner atau rekanan biasanya memiliki kepentingan tertentu, salah satunya profit.

    Hal semacam itu dianggap dapat mencederai pola kerja Burungnesia yang mengandalkan kepercayaan di antara sukarelawan dan kontributornya.

    “Kita kan membentuk trust kepada user bahwa kita enggak ada kepentingan apa-apa. Enggak ada siapa-siapa di barang kita,” kata Swiss.

    Swiss menjelaskan pentingnya kepercayaan atau trust di Burungnesia karena pengguna dan timnya adalah sukarelawan, dan sukarelawan hanya akan berkontribusi jika dia percaya dan suka dengan produknya.

    “Itu aset yang paling bernilai, sehingga apapun harganya harus kita bayar untuk menjaga trust temen-temen kontributor,” tuturnya.

    Lebih lanjut, platform yang berbasis di Batu, Malang, Jawa Timur ini tak hanya ingin memberikan sesuatu untuk pecinta burung, tetapi juga untuk publik. Lewat platformnya mereka ingin memberikan edukasi soal burung kepada publik.

    Salah satu langkah yang mereka lakukan adalah lebih aktif di media sosial untuk meningkatkan kepedulian orang-orang kepada lingkungan dan satwa.

    Para pemburu taubat di halaman berikutnya…

    Perjalanan Burungnesia juga melahirkan satu hal menarik, yakni bantuan dari para pemburu burung. Mereka berhenti berbeuru karena matanya dibukakan tentang potensi burung di alam secara ekonomi.

    “Itu banyak pemburu yang “libur” dari berburu, kemudian area berburunya dijadikan area wisata, fotografi,” terang Swiss.

    Swiss menjelaskan bagaimana ‘menjual’ burung tak hanya terbatas sebagai peliharaan atau daging, melainkan sebagai objek wisata.

    “Analoginya seperti ini, dia suka berburu [burung] Paok atau Pancawarna, mereka ambil burung dari alam lalu dijual ke pasar. Satu ekor dijual sekitar 10-50 ribu. Besok dia harus pindah ke lokasi baru untuk cari burung lain karena di lokasi tadi sudah habis. Harus cari spot baru. Gitu terus sampai akhirnya dia kelilingi hutan udah enggak ada lagi burungnya, sudah diambil semua,” jelasnya memberikan contoh.

    Hal tersebut akan sangat berbeda jika pemburu menjadi guide. Mereka menemukan burung di satu lokasi, melakukan pengondisian lingkungan agar fotografer atau wisatawan dapat berkunjung dengan nyaman, lalu mereka bisa menerima tamu berulang kali, sementara burungnya masih ada di lokasi tersebut.

    Meski demikian, Swiss menyebut hijrahnya para pemburu ini bukan semata karena Burungnesia, melainkan beberapa pihak seperti agen tour yang membawa tamu hingga NGO yang memberi pekerjaan lain untuk pemburu jika sedang sepi pengunjung.

    Sayangnya, meski banyak pemburu burung yang sudah bertaubat, permintaan pasar terhadap burung masih cukup tinggi, sehingga belum memberikan dampak terlalu besar bagi kelestarian burung di alam.

    Kebutuhan pasar akan burung disebut Swiss harusnya dipenuhi oleh penangkaran.

    Bagaimana mereka hidup?

    Lebih lanjut, Burungnesia kini telah berumur 6 tahun. Tanpa bantuan modal dari pihak mana pun, termasuk berupaya mengemis dana riset, mereka memilih melakukan pendanaan mandiri alias self funding untuk menghidupi platform-nya.

    Beberapa self funding yang mereka lakukan adalah berjualan kaos, poster, mengembangkan wisata pengamatan burung, hingga membuat cafe yang kini menjadi markas mereka di Batu, Malang.

    Pada 2020, mereka juga meluncurkan Atlas Burung Indonesia, buku berisi 713 spesies dari total 1.794 spesies burung di Indonesia setebal 616 halaman. Semua keuntungan penjualan Atlas Burung Indonesia dipakai untuk kebutuhan Burungnesia.

    Swiss menyebut dia dan rekan-rekannya cukup nyaman dengan model kerja semacam ini. Utamanya karena dia ingin terus menjaga kepercayaan semua orang yang terlibat di Burungnesia, baik user sebagai kontributor maupun tim internal Burungnesia.

  • Ahli Temukan Bagian Sisi Gelap Bulan Jelang Misi Artemis I

    Ahli Temukan Bagian Sisi Gelap Bulan Jelang Misi Artemis I

    Jakarta, CNN Indonesia

    Ahli menemukan bagian tergelap di Bulan yang sangat misterius dan penting untuk penelitian bagi perkembangan ilmu pengetahuan menjelang misi Artemis I.

    Peneliti menyebut wilayah tergelap Bulan ini terdiri kawah besar dan dalam yang suhunya diprediksi mencapai -163 derajat Celcius sehingga terbentuk hamparan es.

    Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) baru bisa membuktikannya pada 2024 lewat misi Artemis III.

    Misi Artemis III merupakan kelanjutan dari misi Artemis I yang akan dilaksanakan pada Sabtu (3/9).

    Dalam misi Artemis III, penelusuran area tergelap Bulan akan dilakukan di total 13 wilayah. Penelitian ini dapat memberikan para peneliti pengetahuan tentang area misterius yang belum pernah mereka jamah.

    Misi pencarian ini tentunya tak akan berjalan mulus. Menurut ahli glasiologi Valentin Bickel dari ETH Zurich di Swiss yang juga pemimpin penelitian, penelusuran area-area kawah ini sepertinya mengharuskan para peneliti melakukan penggalian jika ingin menemukan es.

    “Tidak ada bukti es permukaan murni di dalam area tergelap tersebut, menyiratkan bahwa es sepertinya bercampur dengan tanah bulan atau berada di bawah permukaan,” kata Bickel, seperti dikutip Science Alert, Kamis (1/9).

    Lebih lanjut, sejumlah cahaya diketahui memantul dari gunung dan dinding kawah di area dekat area tergelap Bulan. Cahaya ini kemudian ditangkap oleh Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO) yang saat ini sedang meluncur di sekitar Bulan. Namun, data itu terlalu samar untuk melihat detail apa yang ada di kawah.

    Peneliti lantas mencoba memasukkan algoritma pembelajaran mesin yang disebut Hyper-efektif nOise Removal U-net Software (HORUS). Algoritma ini dapat membersihkan noise dalam data LRO dan mengungkapkan apa yang tersembunyi di wilayah tergelap di Bulan.

    Tim menggunakan HORUS untuk mencitrakan 44 daerah yang dibayangi secara permanen dengan diameter lebih dari 40 meter di wilayah eksplorasi Artemis III. Gambar-gambar ini disebut akan membantu dalam perencanaan eksplorasi bulan pada 2024.

    “Rute yang terlihat ke daerah yang dibayangi secara permanen sekarang dapat dirancang, sangat mengurangi risiko bagi astronot Artemis dan penjelajah robot,” jelas ahli geologi David Kring dari Lunar and Planetary Institute dan NASA.

    Ini sangat berarti karena pakaian antariksa Artemis hanya akan memberikan waktu eksplorasi terbatas karena dinginnya bagian kawah Bulan. Waktu maksimal eksplorasi mungkin hanya dua jam.

    Dengan demikian penggunaan HORUS memungkinkan peneliti secara efisien memetakan area mana yang harus dikunjungi dan mana yang harus dihindari untuk memaksimalkan durasi tersebut.

    (lom/mik)