Negara: Swiss

  • Berkat Pemberdayaan BRI, Pengusaha UMKM Asal Sidoarjo Ini Sukses Tembus Pasar Ekspor dan Raup Omzet Ratusan Juta

    Berkat Pemberdayaan BRI, Pengusaha UMKM Asal Sidoarjo Ini Sukses Tembus Pasar Ekspor dan Raup Omzet Ratusan Juta

    Selain itu, Fanny juga memiliki latar belakang pendidikan di bidang estetika dan kosmetik dari Comité International d’Esthétique et de Cosmétologie (CIDESCO) di Swiss. Berbekal pengetahuan dan pengalaman tersebut, ia mendirikan PT Andara Cantika Indonesia pada tahun 2022 dengan visi menghadirkan produk berkualitas tinggi berbasis bahan alami.

    Berkat inovasi dan konsistensinya dalam menjaga kualitas, produk-produk Andara telah mengantongi sertifikasi Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) Golongan A serta izin ekspor ke berbagai negara.

    Meskipun baru berusia tiga tahun, Andara Cantika telah mencatat pencapaian luar biasa. Omzet bulanannya stabil di angka Rp300 juta, dengan penjualan mencapai 37 ribu unit untuk pasar lokal. Sementara itu, di pasar internasional, produk yang terjual sudah menyentuh angka ribuan dan terus berkembang seiring dengan ekspansi global yang dilakukan.

    Tak berhenti di wewangian, Andara Cantika Indonesia kini merambah bisnis skincare. Setelah sukses dengan serum Le Louvre, mereka memperkenalkan inovasi baru berbasis sarang walet yang dikembangkan selama enam bulan dengan bantuan tiga apoteker. Produk ini mengombinasikan ekstrak sarang walet, DNA salmon, niacinamide, tranexamic acid, serta bahan alami seperti chamomile, ginseng, dan aloe vera.

    Pada kesempatan terpisah, Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi mengungkapkan bahwa BRI berkomitmen untuk terus mendorong para pelaku UMKM naik kelas melalui berbagai program pemberdayaan.

    “Kami percaya, dengan akses dan dukungan yang tepat, UMKM Indonesia mampu bersaing di pasar global. BRI pun terus berkomitmen untuk menjadi mitra utama dalam pertumbuhan UMKM di Tanah Air,” ujar Hendy.

  • Tarif Trump Berisiko Sebabkan Inflasi dan Resesi Ekonomi AS Sendiri – Halaman all

    Tarif Trump Berisiko Sebabkan Inflasi dan Resesi Ekonomi AS Sendiri – Halaman all

    Tarif Trump Berisiko Sebabkan Inflasi dan Resesi Ekonomi AS Sendiri

    TRIBUNNEWS.COM – Tarif timbal balik yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump , yang diumumkannya pada Rabu (9/4/2025) sebagai “Deklarasi Kemerdekaan Ekonomi,” akan mengawali era baru dalam perdagangan global sekaligus meningkatkan kekhawatiran inflasi dan resesi bagi ekonomi AS .

    Trump menandatangani perintah eksekutif untuk mengenakan tarif timbal balik yang luas pada lebih dari 180 negara, mulai dari 10 persen hingga 50%, untuk mengakhiri praktik perdagangan, yang menurut pemerintahannya tidak adil.

    Pemerintahan Trump bermaksud menghasilkan hampir $700 miliar melalui tarif tambahan ini untuk membiayai pemotongan pajak bagi orang kaya.

    Tetapi para ekonom memperingatkan kalau hal ini akan mengakibatkan biaya impor yang lebih tinggi dan menaikkan harga bagi konsumen akhir sekaligus menghambat pertumbuhan ekonomi.

    Trump mengklaim AS “diperas” oleh semua negara, kawan atau lawan, dan bermaksud merevitalisasi produksi dalam negeri dan mengurangi ketergantungan asing melalui tarif ini.

    Presiden AS lalu menandatangani perintah eksekutif untuk mengenakan tarif pada sektor otomotif, baja, dan aluminium serta tarif pada Kanada, Meksiko, dan China karena dugaan perdagangan gelap fentanil dan masuknya migran tak berdokumen ke AS.

    Presiden AS juga menunjuk negara-negara yang memiliki defisit perdagangan luar negeri dengan AS, yang menunjukkan kalau mereka tidak cukup membeli produk buatan Amerika.

    Sebagai informasi, Impor AS mencapai $4,1 triliun, dan ekspor mencapai $3,2 triliun tahun lalu, menurut Departemen Perdagangan AS.

    Khusus untuk China, AS awalnya mematok tarif 34% sebelum menaikkannya menjadi 104 persen hanya dalam beberapa hari.

    Adapun Uni Eropa dipatok tarif impor sebesar 20%, Vietnam 46%, Taiwan 32%, Jepang 24%, India 26%, Korea Selatan 25%, Thailand 36%, Swiss 31%, Indonesia 32%, Malaysia 24%,
    Kamboja 49%, Afrika Selatan 30%, Bangladesh 30%, dan Israel 17?lam tarif timbal balik.

    Beberapa negara, seperti Turki, Inggris, Brasil, Australia, Uni Emirat Arab, Selandia Baru, Mesir, dan Arab Saudi, masing-masing dikenakan tarif timbal balik sebesar 10%.

    Hal yang mengejutkan, beberapa negara yang paling terkena sanksi di dunia, yaitu Rusia, Kuba, Belarus, dan Republik Demokratik Korea, tidak dikenakan tarif timbal balik, sementara Kepulauan Heard dan McDonald yang tidak berpenghuni di Australia disertakan.

    PRESIDEN AS – Tangkapan layar YouTube White House pada Rabu (26/3/2025) yang menunjukkan Presiden Trump Singgah Bertemu Duta Besar AS pada Selasa (25/3/2025). Trump menanggapi sebuah artikel di The Atlantic yang mengungkapkan bahwa percakapan pejabat keamanan nasional AS tentang rencana menyerang Houthi Yaman bocor di sebuah grup chat. (Tangkapan layar YouTube White House)

    Dampak Tarif Trump Bagi AS

    Lab Anggaran di Yale memperkirakan kalau tarif Trump akan menyebabkan inflasi meningkat dan membebani biaya rata-rata $3.800 per rumah tangga di AS.

    Anderson Economic Group memperkirakan kalau tarif otomotif sebesar 25% yang diberlakukan Trump akan menambah biaya sebesar $2.500 hingga $5.000 untuk mobil-mobil Amerika berbiaya terendah dan hingga $20.000 untuk beberapa model impor.

    Perkiraan biaya tarif otomotif bagi konsumen akhir di AS adalah $30 miliar untuk tahun pertama.

    Sementara itu, inflasi AS terakhir tercatat sebesar 0,2% secara bulanan dan 2,8% secara tahunan pada bulan Februari.

    Menurut Boston Fed, dampak tarif pada inflasi AS diperkirakan akan menyebabkan peningkatan 1,4 hingga 2,2 poin persentase, yang selanjutnya membatasi kemampuan Fed (Bank Federal AS) untuk memerangi inflasi.

    Kepercayaan konsumen di AS telah menurun sejak Trump menjabat pada 20 Januari, dengan indeks kepercayaan konsumen Universitas Michigan mencapai titik terendah sejak November 2022 di angka 57,9, sementara ekspektasi inflasi konsumen jangka pendek naik menjadi 4,9%, level tertinggi sejak waktu yang sama.

    Mengenai pertumbuhan ekonomi, Fitch Ratings memperkirakan bahwa AS akan tumbuh lebih lambat dari tingkat yang diproyeksikan sebesar 1,7% pada bulan Maret karena adanya tarif Trump, sementara Oxford Economics memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS sebesar 1,4% tahun ini.

    Departemen Perdagangan AS mengatakan ekonomi AS tumbuh 2,8% tahun lalu, menandai perbedaan mencolok dalam proyeksi pertumbuhan tahun ini sejak masa jabatan kedua Trump dimulai pada bulan Januari.

    Analisis lembaga pemikir Tax Foundation yang berkantor pusat di Washington menunjukkan bahwa tarif Trump diperkirakan menghasilkan $3,2 triliun selama dekade berikutnya tetapi mengakibatkan kerugian 0,8?lam produk domestik bruto (PDB) negara tersebut.

     

    (oln/anews/*)

  • Perang Dagang Berkobar, Ini Daftar Negara yang Pilih Balas Tarif AS

    Perang Dagang Berkobar, Ini Daftar Negara yang Pilih Balas Tarif AS

    Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah negara memilih untuk menyerang balik kebijakan tarif impor yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Negara tersebut di antaranya China, Kanada, dan Uni Eropa.

    Pekan lalu, Trump mengumumkan kebijakan tarif timbal balik kepada negara-negara yang dianggap merugikan AS. Merujuk pernyataan resmi Trump di situs resmi Gedung Putih AS, alasan pemberlakuan tarif impor bea masuk perdagangan itu adalah kurangnya timbal balik dalam hubungan dagang antara AS dengan negara-negara mitranya.

    Kemudian, faktor perbedaan tarif dan hambatan non-tarif, serta kebijakan ekonomi negara mitra dagang AS yang dinilai menekan dan upah konsumsi dalam negeri, dipandang sebagai ancaman yang tidak biasa terhadap ketahanan ekonomi negara adidaya itu.

    Melalui kebijakan itu, Trump menetapkan tarif impor sebesar 10% untuk semua negara, sedangkan negara-negara yang dianggap memiliki hambatan tinggi terhadap barang-barang AS menghadapi tarif lebih besar. 

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita,” kata Trump di Rose Garden, Gedung Putih, melansir Reuters pada Kamis (3/4/2025).

    Mengutip data Bloomberg Economics, sebanyak 15 negara menjadi penyumbang defisit neraca perdagangan terbesar dengan AS. China menempati posisi pertama dengan total nilai defisit mencapai US$295 miliar pada 2024.

    Posisi selanjutnya ditempati oleh Meksiko yakni sebesar US$172 miliar, diikuti Vietnam US$123 miliar, Irlandia US$87 miliar, Jerman US$85 miliar, dan Taiwan US$74 miliar.

    Jepang menyumbang defisit terhadap neraca perdagangan AS sebesar US$68 miliar, Korea Selatan US$66 miliar, Kanada US$64 miliar, dan India US$46 miliar.

    Kemudian, Thailand menyumbang defisit US$46 miliar, Italia US$44 miliar, Swiss US$38 miliar, Malaysia US$25 miliar, dan Indonesia US$18 miliar.

    Kendati begitu, tak semua negara penyumbang defisit terbesar diganjar tarif tinggi oleh Trump. Hanya Vietnam yang diketahui masuk dalam daftar negara penyumbang defisit neraca dagang AS terbesar, dan turut diganjar dengan tarif bea impor jumbo oleh Trump.

    Adapun, tarif yang dikenakan ke Vietnam adalah 46%, menjadikannya sebagai negara terbesar kelima yang dikenakan tarif jumbo oleh Trump. Posisi pertama ditempati Lesotho yakni 50%, diikuti Kamboja 49%, Laos 48%, dan Madagaskar 47%.

    Sementara itu, China dikenakan tarif sebesar 34%, Uni Eropa 20%, Bangladesh 37%, Thailand 36%, serta Taiwan dan Indonesia 32%.

  • Dari Vinski Tower ke Swiss, Terapi Stem Cell Indonesia Tembus Pasar Global

    Dari Vinski Tower ke Swiss, Terapi Stem Cell Indonesia Tembus Pasar Global

    Liputan6.com, Jakarta – Kiprah Prof. dr. Deby Vinski, pakar stem cell dan anti-aging asal Indonesia, kembali mengukir prestasi di panggung dunia. Deby resmi ditunjuk sebagai Dewan Pakar di Swiss Biotech, sebuah laboratorium stem cell kelas dunia yang berbasis di Swiss yang juga Hybrid bersama Pemerintah Swiss dalam penyimpanan tali pusat. Kolaborasi ini juga menggandeng REYOU Switzerland dan Celltech Stem Cell yang dipimpin langsung oleh Prof. Deby.

    Sebagai sosok yang dijuluki “The Queen of Anti-Aging”, Prof. Deby telah membangun jaringan laboratorium dan bank stem cell bertaraf internasional. Melalui kolaborasi ini, pasien yang sebelumnya menjalani terapi di Vinski Tower Jakarta, kini memiliki akses untuk menjalani terapi stem cell di Swiss, Italia, atau negara lain yang tergabung dalam jaringan The Concierge, sebuah konsil internasional di mana Deby menjabat sebagai ketua.

    “Saya sangat bangga dapat bekerja sama dengan para ilmuwan terbaik dunia untuk menghadirkan terapi yang tidak hanya berkualitas tinggi, tetapi juga terjangkau bagi masyarakat global, termasuk Indonesia,” ujar Deby.

    Dr. Eugene Durenard bersama Claudio M, Presiden Swiss Biotech Stem Cell, menyambut baik kerja sama ini. Mereka menilai Prof. Deby sebagai sosok ilmuwan kelas dunia yang memiliki visi besar dalam pengembangan terapi regeneratif. Kolaborasi ini juga mendapat pengakuan dari BD USA dan telah ditetapkan sebagai Centre of Excellence berstandar internasional.

    Swiss, yang dikenal sebagai pusat terapi stem cell sejak abad lalu bagi kalangan bangsawan dan kepala negara, kini memperkuat sinerginya dengan Indonesia melalui kolaborasi ini. Lebih dari 80 jenis penyakit degeneratif dapat ditangani melalui terapi regeneratif ini, termasuk kanker, diabetes tipe 1, Parkinson, ALS, hingga penyakit neurodegeneratif lainnya. Terapi juga didukung oleh pakar-pakar internasional seperti Prof. Darren Griffin dari University of Kent, dr. Liz dari Bioviva USA, serta dr. Daniel Levi dan pakar hormonal lainnya.

    Lebih lanjut, Deby menyampaikan harapannya agar Indonesia menjadi salah satu pusat unggulan health tourism dunia. Ia juga menyebutkan bahwa terapi stem cell dan anti-aging kini tersedia di Rumah Sakit Pusat Pertahanan Negara (RSPPN) Panglima Besar Soedirman, sebuah RS modern 28 lantai yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto.

    “Banyak tokoh nasional seperti Jusuf Kalla, Hotman Paris, H. Abdul Rasyid, hingga Ustazah Oki Setiana Dewi telah memilih terapi di Celltech. Mereka punya akses ke luar negeri, tapi tetap percaya pada teknologi dan keahlian anak bangsa,” ujar Deby penuh semangat.

    Dengan pencapaian ini, Deby Vinski membuktikan bahwa ilmuwan Indonesia mampu bersaing di kancah global. Ia berharap pemerintah semakin mendukung promosi terapi stem cell di dalam negeri, agar Indonesia menjadi tuan rumah di bidang regenerative medicine dan anti-aging.

    “Mari bersama-sama menuju Indonesia Emas melalui kesehatan yang lebih baik,” tutupnya.

  • Harga Emas Antam Turun Lagi! Ini Daftar Terbarunya

    Harga Emas Antam Turun Lagi! Ini Daftar Terbarunya

    Jakarta: Harga emas batangan PT Aneka Tambang (Antam) kembali turun hari ini, Selasa, 8 April 2025. 
     
    Penurunan ini melanjutkan tren pelemahan sejak awal pekan. Meskipun koreksinya tak sedalam kemarin, harga logam mulia masih menunjukkan tekanan.
     
    Mengacu laman resmi Logam Mulia, harga emas Antam turun Rp4.000 menjadi Rp1,754 juta per gram, dari posisi sebelumnya di Rp1,758 juta per gram.

    Sementara itu, harga buyback atau harga jual kembali emas juga ikut turun sebesar Rp4.000, kini berada di level Rp1,604 juta per gram.
     

    Daftar harga emas Antam berbagai ukuran
    Berikut adalah rincian harga emas Antam berdasarkan ukuran:
     
    Emas batangan 0,5 gram: Rp927 ribu.
    Emas batangan 1 gram: Rp1,754 juta.
    Emas batangan 2 gram: Rp3,448 juta.
    Emas batangan 3 gram: Rp5,147 juta.
    Emas batangan 5 gram: Rp8,545 juta.
    Emas batangan 10 gram: Rp17,035 juta.
    Emas batangan 25 gram: Rp42,462 juta.
    Emas batangan 50 gram: Rp84,845 juta.
    Emas batangan 100 gram: Rp169,612 juta.
    Emas batangan 250 gram: Rp423,765 juta.
    Emas batangan 500 gram: Rp847,320 juta.
    Emas batangan 1.000 gram: Rp1,694 miliar.
     

    Kenapa harga emas terus turun?
    Melansir Yahoo Finance, penurunan harga emas Antam ternyata tak lepas dari melemahnya harga emas dunia. Data Yahoo Finance menunjukkan harga emas spot global anjlok 2,4 persen ke level USD2.963,19 per ons, sempat menyentuh titik terendah dalam empat minggu terakhir di USD2.955,89.
     
    Sementara harga emas berjangka AS juga mengalami penurunan dua persen ke posisi USD2.973,60 per ons.
     
    Koreksi tajam ini dipicu oleh aksi investor global yang beralih ke aset safe haven lainnya seperti dolar AS, franc Swiss, dan yen Jepang. 
     
    Ketegangan pasar meningkat menyusul kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat yang memicu kekhawatiran resesi global.
     
    Harga emas memang sedang melemah, tapi bukan berarti kehilangan daya tarik. Bagi kamu yang ingin berinvestasi emas, kondisi ini bisa jadi kesempatan beli di harga lebih rendah. 
     
    Tapi tetap waspada, ya! Perhatikan kondisi pasar global karena gejolak ekonomi dunia masih sangat dinamis.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Jerman Bukan Lagi Tujuan Utama Pencari Suaka

    Jerman Bukan Lagi Tujuan Utama Pencari Suaka

    Jakarta

    Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir di Uni Eropa, Jerman tidak lagi memimpin dalam jumlah pengajuan suaka. Hal tersebut dilaporkan surat kabar Jerman “Welt am Sonntag” dengan merujuk pada laporan rahasia Komisi Uni Eropa tanggal 2 April 2025 yang berisikan data kuartal pertama tahun ini.

    Menurut “Laporan No. 460” dari (Badan Suaka Uni Eropa EUAA, Prancis berada di posisi pertama pengajuan suaka. Antara 1 Januari dan 31 Maret 2025, sebanyak 40.871 aplikasi pengajuan suaka dibuat di sana. Spanyol berada di posisi kedua, dengan jumlah 39.318 orang asing yang mencari suaka. Berdasar data tersebut, Jerman kini berada di posisi ketiga.

    Penurunan 41 persen di Jerman

    Lebih lanjut dari data tersebut, 7.387 orang tercatat mengajukan permohonan suaka di Jerman pada kuartal pertama tahun ini. Jumlah ini turun 41 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Negara dengan pengajuan suaka terendah adalah Hungaria yang mencatatkan 22 permohonan suaka dan kedua terbawah ada Slovakia dengan 37 permohonan.

    Laporan EUAA merangkum data dari negara-negara anggota Uni Eropa serta Swiss dan Norwegia, yang bukan bagian dari Uni Eropa. Berdasarkan angka-angka tersebut, permohonan suaka dari para pengungsi menurun secara keseluruhan di Eropa. Di kuartal pertama tahun ini, tercatat 210.641 orang mengajukan permohonan suaka, 19 persen lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

    Lebih lanjut, laporan tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar pencari suaka berasal dari Venezuela yang jumlahnya mencapai 44 persen dari keseluruhan pemohon. Selain Venezuela, pemohon lainnya kebanyakan berasal dari Afganistan dan Suriah. Tak ketinggalan, angka pemohon suaka dari Ukraina, Cina dan India turut meningkat tajam di Eropa. Sebaliknya, lebih sedikit orang-orang yang berasal dari Kolombia, Suriah, dan Turki mengajukan permohonan suaka.

    Para pencari suaka yang berasal dari dua negara terakhir di atas masih terus mencari perlindungan di Jerman, meski jumlahnya dikabarkan menurun. Menurut laporan EUAA yang dikutip surat kabar “Welt am Sonntag”, seperempat dari seluruh permohonan suaka yang diajukan kepada pihak berwenang Jerman diajukan oleh warga Suriah (24 persen), diikuti oleh warga Afghanistan (16 persen) dan Turki (11 persen). Dalam laporan tersebut, Prancis menjadi negara tujuan nomor satu bagi warga Ukraina.

    Kekhawatiran akan eskalasi politik di Turki dan Suriah

    Uni Eropa berasumsi bahwa angka-angka tersebut dapat kembali meningkat secara signifikan dikarenakan gelombang penangkapan masal yang saat ini terjadi di Turki dan situasi politik yang tidak menentu di Timur Tengah. Terutama di Suriah, di mana telah terjadi bentrokan-bentrokan antara para pendukung diktator Bashar al-Assad dan milisi-milisi Islam yang dekat dengan pemerintahan baru di Damaskus.

    slc/yf (afp, rtr, welt.de)

    Lihat juga Video ‘Bandara-bandara di Jerman Dilanda Gangguan IT’:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Arah Suku Bunga The Fed di Tengah Kebijakan Tarif Trump dan Bayang-Bayang Resesi Global

    Arah Suku Bunga The Fed di Tengah Kebijakan Tarif Trump dan Bayang-Bayang Resesi Global

    Bisnis.com, JAKARTA – Ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga acuan Federal Reserve (The Fed) pada 2025 melonjak seiring dengan kebijakan tarif agresif yang diluncurkan pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang menimbulkan kecemasan akan bayang-bayang resesi global.

    Kepanikan pasar tercermin dari lonjakan posisi pada skenario pemangkasan darurat. Mengutip laporan Bloomberg, Selasa (8/4/2025), kontrak swap suku bunga overnight kini mencerminkan ekspektasi penurunan sebesar 125 basis poin sepanjang tahun, setara dengan lima kali pelonggaran masing-masing 25 basis poin.

    Padahal, hingga pekan lalu, pelaku pasar hanya memperkirakan tiga kali pemangkasan. Kini, probabilitas bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin sudah mendekati 40%, bahkan sebelum rapat resmi kebijakan yang dijadwalkan pada 7 Mei 2025.

    Penyesuaian ekspektasi yang mendadak mencerminkan kepanikan kolektif pasar. Trump, yang tak menunjukkan sinyal akan melunak, tetap kukuh dengan kebijakan tarif perdagangannya. Trump mengatakan kepada wartawan pada Minggu malam untuk melupakan pasar sejenak.

    Sebagai respons spontan, investor melepaskan aset berisiko dan berbondong-bondong berlari ke obligasi, memicu penurunan tajam pada imbal hasil obligasi. Yield obligasi Treasury AS tenor dua tahun, yang merupakan indikator paling sensitif terhadap perubahan suku bunga, merosot 22 basis poin ke level 3,43% pada Senin, mencatat total penurunan sekitar 50 basis poin sejak pengumuman tarif pada Rabu lalu.

    Analis senior Pepperstone Michael Brown mengatakan tidak ada kabar baik dalam sentimen kali ini. Pasar semakin buruk, perubahan kebijakan baik dari Gedung Putih atau The Fed, adalah yang diinginkan pasar.

    ”Tapi keduanya tampaknya belum akan bergerak, dan itu artinya lebih banyak gejolak ekonomi,” tutur Brown seperti dikutip Bloomberg.

    Gejolak serupa juga mengguncang Eropa. Obligasi Jerman melonjak, menyebabkan yield dua tahunnya merosot 20 basis poin dan hanya sedikit di atas 1,60%—terendah sejak Oktober 2022. Di sisi lain, mata uang safe haven seperti yen Jepang dan franc Swiss menguat tajam terhadap dolar.

    Bayang-Bayang Resesi

    JPMorgan Chase & Co. kini secara terbuka memproyeksikan bahwa perekonomian Amerika akan tergelincir ke dalam resesi tahun ini. Kepala ekonom Michael Feroli memperkirakan The Fed akan memulai pemangkasan pada bulan Juni, dan melanjutkannya di setiap pertemuan hingga awal tahun depan.

    Sentimen serupa datang dari Goldman Sachs Group Inc. yang pekan lalu memperbarui proyeksinya: tiga kali pemotongan suku bunga kini menjadi skenario dasar, tak hanya untuk The Fed, tetapi juga bagi Bank Sentral Eropa.

    Di tengah turbulensi ini, berbagai pemerintahan di seluruh dunia berebut kursi negosiasi dengan pejabat AS, berusaha meringankan beban tarif atas ekspor mereka. Namun pasar tetap gamang—tak ada jaminan bahwa kompromi akan tercapai dalam waktu dekat.

    Pergeseran ini pun menyeret harapan pemangkasan suku bunga di Eropa. Untuk ECB dan Bank of England, swap pasar kini memproyeksikan setidaknya tiga kali pemangkasan, masing-masing sebesar 25 basis poin. Peluang pemotongan keempat pada akhir tahun diperkirakan sekitar 50%.

    Namun di tengah gelombang tekanan, Ketua The Fed Jerome Powell masih menahan pedal gas. Dalam pidatonya baru-baru ini, ia menyampaikan kehati-hatian tinggi karena inflasi yang masih mengintai. Menurut Powell, lonjakan harga akibat tarif membuat langkah buru-buru justru berisiko.

    Analis senior Brown Brothers Harriman Elias Haddad mengatakan pasar sebaiknya tidak berharap The Fed turun tangan dengan pemangkasan darurat.

    “Ini adalah badai yang diciptakan oleh kebijakan. Tidak ada alasan bagi The Fed untuk menyelamatkan pasar dari gejolak yang mereka ciptakan sendiri,” tambahnya.

  • Harga Emas Dunia Turun Tajam, Investor Beralih ke Aset Aman

    Harga Emas Dunia Turun Tajam, Investor Beralih ke Aset Aman

    New York, Beritasatu.com – Harga emas dunia mencatat penurunan tajam lebih dari 2% pada Senin (7/4/2025) waktu AS. Kondisi ini terjadi seiring dengan para investor beralih ke dolar AS dan mata uang safe haven lainnya di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap potensi resesi global akibat kebijakan tarif impor Donald Trump yang agresif.

    Pada pukul 13.36 waktu AS, harga emas spot turun sebesar 2,4 persen ke level US$ 2.963,19 (sekitar Rp 49 juta) per ons, setelah sempat menyentuh titik terendah dalam hampir empat minggu di angka US$ 2.955,89. Sementara itu, harga emas berjangka AS ditutup melemah 2% ke US$ 2.973,60 per ons.

    “Penurunan harga emas dunia dipicu oleh peralihan investor ke uang tunai dan aset safe haven seperti Franc Swiss dan Yen Jepang. Ini menandai potensi koreksi lebih dalam,” ujar Nikos Tzabouras, Analis Senior di Tradu.com.

    Dolar AS menguat terhadap sebagian besar mata uang utama lainnya, menjauh dari level terendah enam bulan yang sempat dicapai pekan lalu. Penguatan dolar membuat emas menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lain, sehingga menekan permintaan.

    Bart Melek, Kepala Strategi Komoditas di TD Securities, menambahkan bahwa tekanan tambahan juga datang dari spekulan yang berusaha menutupi margin akibat gejolak pasar dan menurunnya likuiditas.

    Pasar saham global terguncang setelah mantan Presiden AS Donald Trump memperingatkan kemungkinan penerapan tarif baru sebesar 50% terhadap China, kecuali jika negara tersebut mencabut kebijakan tarif balasan. Gedung Putih menepis kabar bahwa pemerintahan Trump akan menangguhkan tarif impor selama 90 hari untuk semua negara kecuali China, dengan menyebutnya sebagai berita palsu.

    Sementara itu, kontrak berjangka mencerminkan ekspektasi penurunan suku bunga sebesar sekitar 120 basis poin oleh Federal Reserve (The Fed) pada Desember mendatang. Pasar juga memperkirakan peluang 37 persen penurunan suku bunga pada Mei.

    Penurunan suku bunga biasanya meningkatkan daya tarik emas batangan, karena komoditas ini tidak memberikan imbal hasil bunga namun dinilai aman saat kondisi ekonomi tidak menentu.

    Meski mengalami penurunan, harga emas dunia  sempat mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di US$ 3.167,57 per ons pada Kamis pekan lalu. Kenaikan tersebut didorong oleh arus masuk besar-besaran ke aset safe haven dan permintaan kuat dari bank sentral global di tengah gejolak geopolitik.

    Investor masih waspada terhadap perlambatan ekonomi global, disertai inflasi yang meningkat dan ketegangan dagang yang belum mereda.

    Sementara itu, harga Perak spot naik 0,5% menjadi US$ 29,71 per ons, setelah sempat menyentuh level terendah dalam tujuh bulan. Platinum spot melemah 1% menjadi US$ 907,09 per ons.

    Palladium juga turun 0,9% menjadi US$ 903,19 per ons.

    Meski mengalami penurunan tajam, prospek jangka panjang harga emas dunia tetap positif di tengah ketidakpastian ekonomi global. Ketegangan perdagangan antara AS dan China serta kebijakan suku bunga The Fed akan terus menjadi faktor kunci dalam pergerakan harga logam mulia ke depan.

  • Duel dengan AS, Bisakah Iran Pukul Balik?

    Duel dengan AS, Bisakah Iran Pukul Balik?

    Jakarta

    Ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat terus meningkat. Pada hari Senin (31/3), Iran mengajukan keluhan kepada Dewan Keamanan PBB mengenai pernyataan “tanpa pertimbangan dan agresif” dari Presiden AS Donald Trump, yang dianggapnya sebagai “pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional.”

    Trump sehari sebelumnya mengancam Iran dengan serangan bom. Jika Teheran tidak menyetujui kesepakatan baru untuk membatasi program nuklirnya, “akan ada pemboman”. “Pemboman yang belum pernah mereka saksikan sebelumnya,” ancam Trump lewat saluran media NBC AS.

    Mendengar ancaman itu, Teheran panas. Pemimpin spiritual dan politik Iran, Ayatollah Ali Khamenei, memperingatkan bahwa jika AS menyerang, akan ada respons yang tegas. Jika ancaman Washington menjadi kenyataan, “pasti akan ada serangan balasan yang hebat.”

    Skenario perang yang penuh ledakan

    Selama 18 bulan terakhir sejak meletusnya perang regional di Timur Tengah, strategi gertakan Iran tampaknya kehilangan kredibilitas, ujar ahli pengendalian senjata dan kepala penelitian di Geneva Graduate Institute, Swiss Dr. Farzan Sabet. Namun demikian, Teheran masih memiliki kekuatan militer yang signifikan, ujar Sabet dalam wawancara dengan DW.

    Dengan roket, drone, dan operasi tidak teratur dalam kerangka “Sumbu Perlawanan”, Iran bisa menyebabkan kehancuran besar jauh di luar perbatasannya.

    Salah satu kemungkinan sasaran serangan semacam itu bisa saja adalah pangkalan militer Amerika di luar Amerika Serikat (AS).

    Komandan Angkatan Udara dan Antariksa Pasukan Pengawal Revolusi Islam, Brigadir Jenderal Amir Ali Hajizadeh juga mengatakan pada hari Senin (31/3): “Amerika Serikat memiliki setidaknya sepuluh pangkalan di sekitar Iran dengan lebih dari 50.000 tentara. Jadi, mereka berada dalam rumah kaca.”

    Diego Garcia adalah satu-satunya wilayah Inggris yang tersisa di Samudra Hindia. Tidak ada bedanya apakah pasukan Inggris atau Amerika yang terkena dampaknya. Faktor yang menentukan adalah, apakah pangkalan militer itu akan digunakan untuk operasi militer terhadap Iran.

    “Kami akan terpaksa mengembangkan senjata nuklir”

    Iran, jika terjadi serangan, “tidak akan memiliki pilihan lain” selain mengembangkan senjata nuklir, papar penasihat Ayatollah Khamenei, Ali Larijani, pada Senin (31/03) malam di televisi negara. Larijani kembali menegaskan kesiapan Iran untuk eskalasi lebih lanjut secara terbuka.

    “Kami tidak mengejar senjata nuklir. Tetapi jika kalian membuat kesalahan dalam masalah nuklir Iran, kalian akan memaksa Iran untuk melakukannya, karena negara ini harus membela diri,” ujar Larijani.

    Ia menambahkan: “Apapun perhitungan kalian, itu tidak ada dalam kepentingan kalian. Dan kami mengatakan bahwa alih-alih memerangi Iran, Amerika harus menemukan jalan lain dan mengubah perilakunya untuk selamanya.”

    Pemerintah AS dan negara-negara Barat lainnya serta Israel berusaha mencegah Republik Islam Iran, yang dipimpin oleh ulama Syiah, mengembangkan senjata nuklirnya.

    Pada masa jabatan pertamanya, Presiden AS Donald Trump pada 2018 secara sepihak menarik diri dari “Perjanjian Nuklir Wina” yang bertujuan membatasi program nuklir Iran dan secara bertahap menghapus sanksi sebagai imbalannya. Akibatnya, Teheran juga tidak lagi mematuhi ketentuan perjanjian tersebut.

    Secara resmi, Iran tetap menegaskan bahwa penelitian nuklirnya hanya untuk tujuan damai. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, pernyataan yang kontradiktif dari pejabat-pejabat Iran muncul.

    Sementara beberapa orang menyerukan penyesuaian kebijakan nuklir, yang lain secara terbuka mengisyaratkan kemungkinan pengembangan senjata nuklir.

    Semua sanksi terhadap Teheran dapat diberlakukan kembali

    “Dalam konflik militer dengan Iran, AS pasti akan menang,” ucap Farzan Sabet.

    “Namun, kemenangan semacam itu akan memerlukan tindakan militer yang luas dan berkepanjangan, dengan kerugian besar bagi AS dan kemungkinan serangan terhadap sekutu-sekutu AS serta aset strategis mereka. Dengan demikian, perang ini akan sangat mempengaruhi perekonomian dunia. Saya rasa Presiden Trump tidak menginginkan konflik semacam itu. Ia kemungkinan besar akan terlebih dahulu memilih semua opsi lain seperti sanksi baru di Dewan Keamanan PBB sebelum memicu konflik bersenjata yang lebih serius,” paparnya lebih lanjut.

    Meski retorika tajam terdengar di ruang publik, tampaknya ada pergerakan diplomatik di balik layar. Presiden AS Trump telah menulis surat kepada Khamenei pada awal Maret, yang menandakan kesiapan untuk negosiasi.

    Pimpinan Iran mengonfirmasi pada 27 Maret bahwa mereka telah merespons surat tersebut. Meskipun mereka tetap menolak percakapan langsung dengan Washington. Presiden Massud Peseschkian mengungkapkan kesiapan untuk negosiasi tidak langsung. Namun, percakapan semacam itu akan memakan waktu, rumit, dan melelahkan.

    Waktu untuk deeskalasi tidak banyak tersisa bagi Iran. Hingga Oktober 2025, setiap penandatangan Perjanjian Nuklir dengan Iran dapat mengaktifkan klausul snapback dan secara otomatis memberlakukan kembali semua sanksi terhadap Teheran.

    Klausul snapback merujuk pada sebuah ketentuan dalam suatu perjanjian internasional yang memungkinkan pihak-pihak yang terlibat untuk secara otomatis mengembalikan kondisi atau sanksi yang berlaku sebelumnya jika salah satu pihak melanggar perjanjian tersebut.

    *Diadaptasi dari artikel berbahasa Jerman

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Gawat! Harga Sepatu Nike Bisa Naik Gila-gilaan, Ini Biang Keroknya

    Gawat! Harga Sepatu Nike Bisa Naik Gila-gilaan, Ini Biang Keroknya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Penggemar sepatu atau olahraga basket pasti tahu Nike Air Jordan 1. Sepatu ikonik dari Amerika Serikat (AS) ini merupakan lini sepatu kets populer dari merek besar AS, yang diciptakan empat dekade lalu untuk legenda basket lokal Michael Jordan. Namun, meskipun Nike menjual sebagian besar produknya di AS, hampir semua sepatunya dibuat di Asia, kawasan yang menjadi sasaran serangan tarif Presiden Donald Trump terhadap negara-negara asing yang ia tuduh “merampok” warga Amerika.

    Mengutip BBC International, saham Nike turun 14% sehari setelah pengumuman tarif, karena kekhawatiran atas dampaknya terhadap rantai pasokan perusahaan. Kebijakan tarif Trump ini juga dapat berdampak bagi harga sepatu Nike. Itu tergantung pada seberapa besar kenaikan biaya yang diputuskan Nike untuk dibebankan kepada pelanggan, jika ada, dan berapa lama menurut mereka tarif akan benar-benar berlaku.

    Bagaimana tarif dapat mengubah harga sepatu kets ikonik Nike?

    Adapun barang-barang dari Vietnam, Indonesia, dan China menghadapi beberapa pajak impor AS yang paling berat, yakni antara 32% hingga 54%. Namun masih ada harapan bahwa Trump mungkin bersedia menegosiasikan tarif tersebut lebih rendah.

    Pada hari Jumat, ia mengatakan bahwa ia telah melakukan panggilan telepon dengan pemimpin Vietnam, yang membantu saham Nike untuk pulih setelah penurunan tajam pada hari Kamis lalu. Namun, sebagian besar analis berpendapat bahwa harga barang-barang yang dijual perusahaan akan naik.

    Bank Swiss UBS memperkirakan bahwa akan ada kenaikan 10% hingga 12% pada harga barang-barang yang berasal dari Vietnam, di mana Nike memproduksi setengah dari sepatunya di sana. Sementara itu, Indonesia dan China menyumbang hampir semua saldo produksi sepatunya.

    Foto: NIKE Dok: NIKE
    NIKE Dok: NIKE

    “Pandangan kami adalah, mengingat betapa luasnya daftar tarif, industri akan menyadari bahwa hanya ada sedikit cara untuk mengurangi dampak dalam jangka menengah selain dengan menaikkan harga,” ungkap analis UBS Jay Sole dalam sebuah catatan, dikutip dari BBC International, Sabtu (5/4/2025).

    David Swartz, analis ekuitas senior di Morningstar, setuju bahwa kenaikan harga mungkin terjadi tetapi mengatakan kenaikan harga yang besar akan mengurangi permintaan.

    “Ini adalah industri yang sangat kompetitif. Dugaan saya adalah akan sulit bagi Nike untuk menaikkan harga lebih dari 10-15%. Saya tidak berpikir itu bisa mengimbangi sebagian besar tarif,” katanya.

    Selain Nike, banyak merek lainnya seperti H&M, Adidas, Gap dan Lululemon akan menghadapi tantangan yang sama.

    Sementara itu, Nike sudah menghadapi laba bersih yang ketat. Penjualannya sekitar US$51 miliar pada tahun fiskal terakhirnya. Biaya pembuatan produk, termasuk pengiriman, laba pihak ketiga dan biaya gudang, hanya menghabiskan sekitar 55% dari pendapatan, sehingga menghasilkan margin laba kotor yang sehat lebih dari 40%. Namun laba itu terkikis begitu menambahkan biaya operasi bisnis lainnya. Sepertiga dari pendapatannya, misalnya, dihabiskan untuk biaya penjualan dan administrasi. Bila memperhitungkan bunga dan pajak, margin laba Nike telah menyusut menjadi sekitar 11%.

    Bahkan sebelum pengumuman tarif, Nike menghadapi kemerosotan penjualan yang telah membatasi kemampuannya untuk menetapkan harga penuh untuk sepatunya. Kepala keuangan Matthew Friend juga mengutip tarif sebagai contoh perkembangan yang memengaruhi kepercayaan konsumen.

    Dan Nike sangat bergantung pada konsumen AS, dengan pasar tersebut berkontribusi sekitar US$21,5 miliar dari penjualannya, hampir semua yang dijualnya di pasar terbesarnya di Amerika Utara.

    (wur)